LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA KEHALALAN OBAT, MAKANAN, DAN KOSMETIK
PENETAPAN NATRIUM BENZOAT
Kelompok 4-B:Elsa Elfrida 1111102000032Karimah Yulianti A.
1111102000033Laila Novilia M.1111102000050Syaima 1111102000056M.
Saiful Amin 1111102000043Tiara Aprilia 1111102000044Sonia
Ulfah1111102000116
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA2014BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar belakangKeberadaan bahan
pengawet pada bahan makanan tidak bisa dipungkiri keberadaannya.
Pengawet merupakan bahan yang ditambahkan untuk mencegah atau
menghambat terjadinya kerusakan atau pembusukan minuman atau
makanan. Dengan penambahan pengawet tersebut, produk minuman
diharapkan dapat terpelihara kesegarannya. Namun, produsen
hendaknya tidak menambahkan bahan pengawet sesuka hati karena bahan
pengawet akan jadi berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan.
Bahan pengawet benzoat banyak digunakan sebagai pengawet salah
satunya digunakan pada minuman soft drink. Meski kandungan bahan
pengawet tersebut umumnya tidak terlalu besar, akan tetapi jika
dikonsumsi secara terus-menerus tentu akan berakumulasi dan
menimbulkan efek terhadap kesehatan. Dampak lain dari bahan
pengawet minuman adalah kanker, dikonsumsi secara berlebihan dapat
timbul efek samping berupa edema (bengkak) yang dapat terjadi
karena retensi atau tertahannya cairan di dalam tubuh. Bisa juga
naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma
lantaran pengikatan air oleh natrium (Fadliwdt, 2007). Maka
diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap pengawet benzoat pada
minuman jenis soft drink.1.2TujuanMenghitung kadar zat pengawet
Na-Benzoat yang terdapat pada suatu bahan pangan.
BAB IILANDASAN TEORIMenurut FDA, bahan tambahan pangan (BTP)
adalah zat yang secara sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
menghasilkan sifat fungsional tertentu pada makanan baik secara
langsung atau tidak langsung dan menjadi bagian dari makanan
tersebut (termasuk zat yang digunakan selama produksi, pengemasan,
pengolahan, transportasi, penyimpanan). Kegunaan BTP adalah untuk
meningkatkan nilai nutrisi, nilai sensori, dan umur simpan makanan
(Belitz dan Grosch 1999). BTP tidak boleh digunakan bila bertujuan
untuk menyembunyikan kerusakan atau kebusukan makanan atau untuk
menipu konsumen (Fennema 1996). Salah satu golongan BTP adalah
bahan pengawet. Sejak dahulu, bahan kimia telah ditambahkan untuk
mengawetkan pangan segar. Beberapa bahan pengawet kimia seperti
gula, garam, nitrit, dan sulfit telah digunakan selama
bertahun-tahun. Salah satu alasan meningkatnya penggunaan bahan
pengawet kimia adalah perubahan dalam cara produksi dan pemasaran
makanan. Sekarang ini, konsumen mengharapkan makanan yang selalu
tersedia, bebas dari mikroba patogen, dan memiliki umur simpan yang
panjang. Walaupun telah dikembangkan sistem pengolahan dan
pengemasan untuk mengawetkan makanan tanpa bahan kimia, namun bahan
pengawet tetap memiliki peranan yang penting dalam melindungi
suplai makanan. Hal ini disebabkan perubahan pemasaran makanan
menjadi sistem yang lebih global sehingga makanan jarang dipasarkan
secara lokal seperti zaman dahulu. Makanan yang diproduksi di satu
wilayah, dikirim ke wilayah lain untuk diolah maupun untuk
didistribusikan. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu berbulan-bulan
atau bertahun-tahun dari sejak makanan diproduksi hingga
dikonsumsi. Untuk mencapai kebutuhan umur simpan yang panjang,
beberapa cara pengawetan sering diperlukan.U.S. Food and Drug
Administration (FDA; 21CFR 101.22(a)(5)) mendefinisikan bahan
pengawet kimia sebagai any chemical that, when added to food, tends
to prevent or retard deterioration thereof, but does not include
common salt, sugars, vinegars, spices, or oils extracted from
spices, substances added to food by direct exposure thereof to wood
smoke, or chemicals applied for their insecticidal or herbicidal
properties. Bahan pengawet digunakan untuk mencegah atau
memperlambat kerusakan baik kerusakan kimia maupun kerusakan
biologis. Bahan pengawet yang digunakan untuk mencegah kerusakan
kimia di antaranya antioksidan, untuk mencegah autoksidasi pigmen,
flavor, lipid, dan vitamin; antibrowning, untuk mencegah
pencoklatan enzimatik dan nonenzimatik; dan antistaling untuk
mencegah perubahan tekstur. Bahan pengawet yang digunakan untuk
mencegah kerusakan biologis disebut dengan antimicrobial agents
(Davidson dan Branen 2005). FDA mendefinisikan antimicrobial agents
(21CFR 170.3(o)(2)) sebagai substances used to preserve food by
preventing growth of microorganism and subsequent spoilage,
including fungistats, mold, and rope inhibitors. Fungsi utama bahan
antimikroba adalah untuk memperpanjang umur simpan dan
mempertahankan kualitas makanan melalui penghambatan mikroba
pembusuk (Davidson dan Branen 2005). Mekanisme penghambatan bahan
antimikroba pada umumnya adalah reaksi dengan membran sel mikroba
yang menyebabkan perubahan permeabilitas atau gangguan pada
pengambilan dan transpor, inaktivasi enzim-enzim yang penting,
gangguan pada mekanisme genetik, atau penghambatan sintesis protein
(Davidson dan Branen 2005). Bahan antimikroba juga telah banyak
digunakan untuk penghambatan atau inaktivasi mikroorganisme patogen
di dalam makanan. Beberapa bahan antimikroba telah digunakan untuk
mengontrol pertumbuhan patogen tertentu. Misalnya, nitrit dapat
menghambat Clostridium botulinum pada cured meats; asam organik
bertindak sebagai sanitizer terhadap patogen pada karkas sapi;
nisin dan lysozyme menghambat Clostridium botulinum dalam keju
pasteurisasi; laktat dan diacetate dapat menginaktivasi Listeria
monocytogenes dalam daging olahan (Davidson dan Branen 2005).
Menurut Winarno (1992), bahan pengawet terdiri dari senyawa organik
dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Bahan pengawet
organik lebih banyak dipakai daripada bahan pengawet anorganik
karena bahan pengawet organik lebih mudah dibuat. Bahan pengawet
organik yang sering dipakai yaitu asam sorbat, asam propionat, asam
benzoat, asam asetat, dan epoksida. Sementara bahan pengawet
anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrit, dan
nitrat.Dalam memilih bahan antimikroba, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan (Branen 1983). Pertama, spektrum bahan antimikroba
dari komponen yang digunakan. Hal ini bertujuan agar penggunaan
bahan antimikroba sesuai dengan target mikroba yang dituju. Bahan
pengawet ini memiliki daya kerja yang berbeda-beda, ada yang khusus
menghambat bakteri atau khamir atau kapang. Bahan pengawet yang
baik adalah bahan yang memiliki spektrum antimikroba yang luas
sehingga untuk menghambat beberapa jenis mikroba cukup menggunakan
satu jenis bahan pengawet. Kedua, sifat fisik dan kimia bahan
antimikroba dan produk pangan. Faktor faktor seperti pKa, kelarutan
bahan antimikroba dan pH dari makanan akan mempengaruhi efisiensi
penggunaan bahan antimikroba. Bahan antimikroba seperti asam-asam
organik mempunyai efektivitas hanya pada makanan berasam tinggi
dengan pH kurang dari pH 4.5 (Davidson dan Branen 2005)Faktor
ketiga adalah kondisi penyimpanan produk dan interaksi produk
dengan proses yang lain. Hal ini untuk memastikan bahan antimikroba
tetap berfungsi selama penyimpanan produk. Proses pengawetan
tertentu akan berpengaruh pada jenis dan kadar bahan antimikroba
yang dibutuhkan. Sebagai contoh, penurunan Aw akan menyebabkan
tumbuhnya kapang dan khamir, sehingga membutuhkan bahan antimikroba
yang berbeda (Davidson dan Branen 2005). Keempat, keadaan mikroba
awal bahan pangan sebelum ditambahkan bahan pengawet. Bahan pangan
harus memiliki kualitas awal mikrobiologi yang tinggi yang berarti
bahwa jumlah mikroba awal pada bahan pangan tersebut berada pada
level yang rendah. Oleh karena itu, bahan pengawet dilarang
digunakan jika tujuannya untuk menyembunyikan cara kerja yang
bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan.
Pertimbangan lain dalam memilih bahan antimikroba adalah keamanan
dan legalitas komponen bahan antimikroba.Natrium benzoat berupa
bubuk kristalin yang stabil, tidak berbau, berwarna putih dengan
rasa menyengat (astringent) yang manis. Natrium benzoat sangat
larut dalam air (62.8, 66.0, dan 74.2 gram larut dalam 100 ml air
pada 0oC, 20oC, dan 100 oC), higroskopik pada RH di atas 50 %,
memiliki pH sekitar 7.5 pada konsentrasi 10 g/liter air, larut
dalam etanol, metanol, dan etilen glikol (WHO 2000; Chipley 2005).
Karena kelarutan natrium benzoat dalam air jauh lebih besar
daripada asam benzoat, maka natrium benzoat lebih banyak
digunakan.
Menurut FDA, benzoat hingga konsentrasi 0.1 % digolongkan
sebagai generally recognized as safe (GRAS). Di negara-negara
selain Amerika Serikat, natrium benzoat digunakan hingga
konsentrasi 0.15% dan 0.25%. Batas European Commision untuk asam
benzoat dan natrium benzoat adalah 0.015-0.5%. Di Indonesia,
penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat telah diatur dalam SNI
01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan yang kadarnya berkisar
dari 0.06 %-0.1 %. Batas maksimum penggunaan asam benzoat dan
natrium benzoat pada berbagai jenis makanan dapat dilihat pada
Tabel
Bahan makanan atau minuman yang menggunakan bahan pengawet
seperti natrium benzoat, jika dikonsumsi jangka panjang akan
menimbulkan penyakit Lupus atau Systemic Lupus Erithematosus (SLE).
Dalam beberapa literatur, penetapan kadar kombinasi natrium benzoat
dapat ditentukan antara lain dengan metode spektrofotometri UV
(AOAC, 1995;SNI, 1992), kromatografi gas (AOAC, 1995) dan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan menggunakan fase
gerak methanol-dapar fosfat (8:92) dengan laju alir 0,3 ml/menit
pada panjang gelombang 225 nm (Tekto, 2009)Penentuan kadar natrium
benzoat menurut Association of Official Analytical Chemist (AOAC)
dilakukan dengan cara Spektrofotometri UV.Metode analisis mempunyai
atribut tertentu seperti ketepatan, ketelitian, spesifisitas,
sensitivitas, kemandirian, dan kepraktisan yang harus
dipertimbangkan ketika memilih metode yang cocok untuk memecahkan
masalah tertentu (Garfield et al. 2000).Pemilihan metode yang tepat
sangat penting dalam analisis. Pemilihan sebuah metode sangat
tergantung dari tujuan pengukuran. Metode yang dipilih adalah
metode yang telah diuji dan divalidasi; metode yang telah
direkomendasikan dan diadopsi oleh organisasi internasional; metode
yang sederhana, biaya rendah, atau cepat; metode yang banyak
diaplikasikan ke banyak substrat atau analit (Garfield et al.
2000).Untuk mendapatkan data yang valid, di samping pengujian
dilakukan oleh personel yang kompeten dengan peralatan dan
instrumentasi yang telah dikalibrasi, penggunaan metode yang valid
juga memegang peranan yang sangat penting (Hadi 2007). Dengan
metode yang valid, tingkat akurasi dan presisi data hasil pengujian
dapat diketahui. Konsekuensinya, laboratorium harus memvalidasi
metode sebelum metode tersebut digunakan.Validasi metode adalah
suatu proses untuk mengkonfirmasi bahwa prosedur analisis yang
dilakukan untuk pengujian tertentu sesuai dengan tujuan yang
diharapkan (Huber 2001). Sedangkan menurut Garfield et al (2000),
validasi metode adalah sebuah proses yang penting dari program
jaminan mutu hasil uji dimana sifat-sifat dari sebuah metode
ditentukan dan dievaluasi secara obyektif. Hasil dari validasi
metode dapat digunakan untuk menilai kualitas, tingkat kepercayaan
(reliability), dan konsistensi hasil analisis; itu semua menjadi
bagian dari praktek analisis yang baik (Huber 2001).Pemilihan
parameter validasi tergantung pada beberapa faktor seperti
aplikasi, sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau
internasional. Parameter-parameter validasi meliputi
ketepatan/recovery, ketelitian, spesifisitas, limit deteksi, limit
kuantisasi, linearitas, rentang, robustness, dan ruggedness (ICH
1996).
BAB IIIMETODOLOGI PRAKTIKUM3.1 Alat dan BahanAlat: Labu ukur
Gelas ukur Erlenmeyer Gelas piala Pipet tetes Corong dan kertas
saring whatman no 4 Kertas pH Corong pemisah Buret Hot plateBahan:
Fanta (minuman ringan) Kloroform NaOH 10% NaCl 30% Aquades HCl
(1:3) Alkohol (4:1) NaOH 0,05 N Indikator PP
3.2 Langkah Kerja
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN4.1HasilN NaOH = 0,05 NBerat jenis Na
Benzoat= 144Berat sampel awal= 50 mlVolume larutan pada persiapan
sampel= 250 mlVolume larutan sampel yang diambil= 12,5 mlVolume
hasil titrasi pertama = 0,1 mLVolume hasil tirasi kedua= 0,1 mL
Perhitungan kadar natrium benzoat (hidrat) dalam minuman Fanta=
V.Titer x N NaOH x BJ Na Benzoat x V. Larutan pada persiapan sampel
x 106 V. larutan sampel yang diambil x berat awal sampel x 1000=
0,1 ml x 0,05 N x 144 x 250 ml x 106 12,5 ml x 50 ml x 1000=
180000000 625000= 288 ppm (b/b) = 288 mg/kg
Menurut SNI 01-0222-1995, batas penggunaan sodium benzoat untuk
produk minuman adalah sebesar 600 ppm. Hal ini menunjukan bahwa
sampel minuman yang kami uji yaitu Fanta masih dalam rentang normal
dalam penggunaan sodium benzoat.
3.2Pembahasan Pada praktikum kali ini kami melakukan penetapan
kadar natrium benzoat yang terdapat pada bahan pangan. Natrium
benzoat merupakan garam dari senyawa asam benzoat. Senyawa tersebut
banyak digunakan sebagai pengawet dalam makanan dan minuman yang
dikemas, salah satunya minuman ringan. Sampel yang kami gunakan
adalah minuman ringan bermerk Fanta yang didapat dari Mini Market
di daerah Kertamukti, Ciputat. Pada label minuman ringan tersebut
tercantum komposisi pengawet berupa natrium benzoat. Namun, tidak
tercantum kadar natrium benzoat yang digunaka pada tiap botol
minuman ringan tersebut. Analisis penetapan kadar natrium benzoat
perlu dilakukan untuk mnegetahui apakah bahan pangan yang beredar
memenuhi syarat sesuai peraturan peredaran bahan pangan yang
berlaku atau tidak.
Pemakaian asam benzoat relatif menguntungkan karena dapat
mempertahankan mutu bahan dengan memberikan daya tahan kualitas
produk makanan / minuman lebih lama. Akan tetapi asam benzoat yang
berlebih dapat menimbulkan efek atau pengaruh tertentu bagi yang
mengkonsumsinya seperti : penyakit kulit dermatitis (penyakit kulit
yang ditandai dengan gatal-gatal dan bentol-bentol), asma,
artikaria (biduran yang ditandai dengan timbulnya cairan pada
lapisan kulit yang dalam yang dapat terjadi pada saluran pernafasan
atau pencernaan) dan jika dikonsumsi jangka panjang akan
menimbulkan penyakit Lupus atau Systemic Lupus Erithematosus (SLE).
Untuk menjamin keamanan dari produk yang beredar penggunaan natrium
benzoat pada makanan dan minuman perlu dibatasi. Penggunaannya ke
dalam minuman ringan dan dibatasi oleh ketentuan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/Menkes/Per/IX/88,
tentang Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang mencatumkan batas
maksimum penggunaan natrium benzoat 600 mg/kg.Menurut prosedur kami
menimbang 50 gr sampel, namun karena sampel kami berupa cairan dan
dianggap memiliki masa jenis yang sama kami menakar sampel sebanyak
50 ml (b/v=1), lalu kami mengencerkannya sampai 150ml. Selanjutnya
kami menambahkan 5ml NaOH 10% dan 5 ml NaCl 30% dengan tujuan
menjenuhkan menggunakan NaCl , larutan sampel dari asam benzoat
menjadi natrium benzoat yang larut air dengan penambahan NaOH,
kemudian dilakukan penambahan air sampai volume 200ml dan disaring
memisahkan endapan yang terbentuk dari filtratnya, kemudian di
kocok selama 30 menit namun kami hanya melakukan pengocokan selama
15 menit karena tujuan pengocokan adalah menyempurnakan pancampuran
dari zat-zat yang ditambahkan dan menurut kelompok kami telah
tercampur sempurna. Setelah itu tambahkan air suling ke labu takar
sampai volumenya 250ml, jika masih terlihat adanya endapan disaring
lagi dengan kertas whatman no 4, namun kelompok kami tidak
melakukan penyaringan karena sudah jernih. Lalu filtrat hasil
penyaringan diambil 50 ml lalu ditambahkan dengan HCl (1:3) dan si
tes dengan kertas pH sampai didapatkan pH netral, perubahan yang
terjadi saat kami melakukan proses penetralan adalah pada saat
perpindahan pH dari basa ke netral warna larutan kami sedikit
mengalami perubahan dari merah menjadi merah muda. Penambahan HCl
ini akan mengubah natrium benzoat menjadi asam benzoat yang akan
larut dalam air, yang dapat di ekstrak dengan kloroform untuk
memisahkan fase nonpolar dengan fase polarnya. Selanjutnya kami
memindahkan filtrat yang telah netral ke corong pisah, lalu
ditambahkan 25ml kloroform dan dikocok perlahan (agar tidak
terbentuk emulsi) tujuan penambahan kloroform adalah untuk
mengekstraksi natrium benzoat agar tertarik seluruhnya ke fraksi
kloroform. Pada praktikum yang kami lakukan kami hanya melakukan
satu kali proses ekstraksi, seharusnya proses ekstraksi dengan
tujuan penarikan natrium benzoat dilakukan berulang agar dapat
semua natrium benzoat yang terdapat pada filtrat tsb tertarik
seluruhnya. Setelah itu kami mengambil cairan bagian bawah (fraksi
kloroform) sebanyak 12,5ml lalu diuapkan kloroformnya sehingga
didapatkan residu natrium benzoat. Setelah itu residu dilarutkan
dengan 5ml alkohol (4:1), kemudian ditambah 5 ml air suling dan
dititrasi dengan NaOH 0,052 N sampai warna berubah merah muda,
sebelumnya ditambahkan PP sebagai indikator. Berikut reaksi yang
terjadi :
Hasil praktikum kami menunjukan bahwa NaOH yang digunakan
hanyalah 0,1ml dalam dua kali pemgulangan. Sehingga di dapat bahwa
kadar Natrium benzoat yang berada pada minuman ringan tersebut
adalah 288 mg/kg. Kadar tersebut telah memenuhi peraturan
pemerintah mengenai pembatasan jumlah Natrium benzoat yang
digunakan. Namun pada praktikum yang kami lakukan ada beberapa
kelemahan sehingga kadar Natrium benzoat pada minuman ringan
tersebut tidak mutlak seperti hasil praktikum kami.
Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya:1. Tidak digunakannya
standar Natrium benzoat sehingga tidak ada yang dapat dijadikan
sebagai kontrol pembanding.2. Pada proses pengocokan kami hanya
melakukan pengocokan selama 15 menit jika sesuai prosedur
seharusnya 30 menit.3. Penyaringan kami lakukan hanya 1 kali,
karena menurut kami larutan sudah jernih jika sesuai prosedur
seharusnya 2 kali.4. Pada proses ekstraksi tidak dilakukan
berulang, sehingga kami tidak dapat memastikan apakah Natrium
benzoat yang ada telah tertarik seutuhnya atau
belum.Kesalahan-kesalahan dalam proses preparasi sampel tentu saja
akan mempengaruhi kadar yang didapat. Namun kami tidak dapat
membdaningkan hasil praktikum dengan label pada minuman ringan
tersebut, karena pada minuman ringan tsb hanya di cantumkan
komposisi tanpa mencantumkan kadar natrium benzoat.Penetapan kadar
natrium benzoat menggunakan metode titrasi merupakan metode yang
sederhana. Dalam beberapa literatur, penetapan kadar kombinasi
natrium benzoat dapat ditentukan antara lain dengan metode
spektrofotometri UV (AOAC, 1995;SNI, 1992), kromatografi gas (AOAC,
1995) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan
menggunakan fase gerak methanol-dapar fosfat (8:92) dengan laju
alir 0,3 ml/menit pada panjang gelombang 225 nm dan penentuan kadar
natrium benzoat menurut Association of Official Analytical Chemist
(AOAC) dilakukan dengan cara Spektrofotometri UV.
BAB VPENUTUP5.1 Kesimpulan Hasil analisa kadar natrium benzoat
dari sampel kami memenuhi persayaratan peraturan penggunaan bahan
tambahan yaitu kadarnya 288 mg/kg dari kadar maksimal yang
diperboleh kan adalah 600 mg/kg. Hasil analisa kadar natrium
benzoat kami tidak bisa dibandingkan dengan label di kemasan karena
pada kemasan minuman ringan tidak dicantumkan kadarnya. Hasil
analisa yang kami dapatkan tidaklah mutlak kadar yang sebenarnya
berada di dalam minuman ringan tersebut, karena terdapat
kesalahan-kesalahan pada prosedur praktikum yang kami lakukan.
DAFTAR PUSTAKAConcise International Chemical Assessment Document
26: Benzoic Acid and Sodium Benzoate. World Health Organization,
Geneva 2000.F.G. Winarno. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:
Gramedia.Ryan Bernhadt, 2007. Journal The Generation of Benzene in
Soft Drinks: Sodium Benzoate in the Presence of Ascorbic Acid.
Sevita, Vivi. 2013. Jurnal Pengembangan Metode Penentuan Kadar
Natrium Benzoat Secara Spektrofotometri UV Dalam Jamur Kancing
Kemasan Plastik Trenggono, dkk. 1990. Buku dan monogram bahan
tambahan pangan (food aditif). Pusat antar universitas pangan dan
gizi. Yogyakarta: UgmWinarno F.G, 1994. Bahan Tambahan Makanan dan
Kontaminan. Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan.
LAMPIRAN
Sampel diambil 50 mLDiencerkan sampai 150 mLDitambah 5 mL NaOH
10%
Ditambah 5 mL NaCl 30%Ditambah air hingga 200 mLDisaring
Dikocok
Disaring lagi setelah ditambah air suling hingga 250 mL50 mL
filtrat dinetralkan dengan HCl (1:3)
Ditambah 25 mL kloroform lalu dipisahkan dengan botol
pemisah12,5 ml cairan hasil pemisahan diuapkan dari kloroform.
Residu dilarutkan dengan 5 mL alkohol (4:1) & 5 mL air
sulingHasil titrasi (pertama) dengan NaOH 0,05 N
Hasil titrasi kedua