-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
1
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Membangun koperasi merupakan suatu proses pembelajaran yang
berkelanjutan
dan berulang sejalan dengan adanya pergantian generasi,
pertambahan jumlah
penduduk, dan perkembangan dinamis berbagai aspek kehidupan yang
ada dalam
masyarakat. Ini berarti dari waktu ke waktu koperasi perlu
dibangun, dievaluasi
perkembangannya, dan dilakukan perbaikan dalam pembinaannya.
Pembangunan
koperasi yang merupakan sebuah proses tidak dapat dipisahkan
dari pembangunan
wilayah atau daerah sesuai semangat desentralisasi dan otonomi
daerah yang kini terus
bergulir. Dalam semangat desentralisasi dan otonomi daerah peran
pemerintah pada
tingkat propinsi, kota, dan kabupaten menjadi sangat penting.
Namun ini tidak berarti
bahwa pembangunan koperasi harus menjadi monopoli
pemerintah.
Dalam membangun koperasi pendekatan pemberdayaan masyarakat
menjadi
prioritas. Pemberdayaan ditujukan untuk mengembangkan dan
menumbuhkan koperasi
dimana koperasi sendiri yang harus didorong untuk secara aktif
membangun dirinya. Hal
ini tidak berarti pemerintah tidak perlu campur tangan,
melainkan campur tangan
pemerintah tetap sangat diperlukan untuk menciptakan iklim
kondusif yang dibutuhkan
oleh koperasi dan mendorong serta menggalang partisipasi positif
pihak terkait dalam
membangun koperasi.
Isu strategis pembangunan koperasi dapat dilihat dari dua sisi.
Pada satu sisi
pembangunan koperasi tergantung pada partisipasi aktif berbagai
pihak, yaitu kalangan
koperasi sendiri, dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat. Pada
sisi lain bagaimana
membangun pemahaman yang sama tentang tujuan, sasaran, dan
pengukuran serta
kriteria penilaian keberhasilan pembangunan itu. Membangun
pemahaman yang sama
sampai saat ini masih belum merata dan meluas. Hal tersebut
potensial mengakibatkan S S M
tidak optimalnya dukungan pihak terkait dan tidak terjadi
sinergi positif dalam
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
2
pemberdayaan koperasi. Karena itu perlu dibangun suatu instrumen
yang dapat
mempengaruhi sejauhmana kemajuan yang diperlukan sesuai yang
diharapkan. Kiat
dimaksud diharapkan akan mempermudah bagi siapapun yang memiliki
kepedulian dalam
pembangunan koperasi, khususnya dari pemerintah, untuk
mengetahui kondisi koperasi,
mengukur kemajuan ataupun kekurangan untuk disempurnakan.
Sejalan dengan kebijakan Otonomi Daerah, sejak tahun 1998
Pemerintah Pusat
telah mendelegasikan kewenangan pengelolaan kepada daerah,
kecuali urusan agama,
pertahanan, keuangan, luar negeri, dan kehakiman, sebagaimana
tercantum di dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Salah satu urusan
pemerintahan yang telah dilimpahkan adalah pemberdayaan koperasi
yang diharapkan
dapat menjadi penggerak ekonomi rakyat di daerah. Sebagai
perwujudan dari kepedulian
terhadap perkembangan dan pembinaan koperasi, pemerintah terus
berupaya untuk
merumuskan kebijakan yang tepat dan dapat dengan mudah
diterapkan seiring dengan
era otonomi yang terus digulirkan. Langkah nyata yang saat ini
tengah diupayakan oleh
pemerintah adalah pengembangan koperasi yang mampu meningkatkan
nilai tambah,
penyerapan tenaga kerja, dan kemandirian. Langkah ini memiliki
beberapa keunggulan
antara lain lebih fokusnya kebijakan yang diambil, lebih
terarahnya distribusi informasi,
serta tingkat kompetisi dan efisiensi yang tinggi dari pelaku
usaha dan antar daerah.
Selama ini, secara statistik telah terlihat perkembangan
koperasi secara lokal,
regional, dan nasional. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM
bahwa sebaran koperasi
telah menyeluruh pada 33 propinsi dan 440 kabupaten/kota pada
tahun 2006. Dari
138.411 jumlah koperasi terdapat 27.042.342 orang anggota
koperasi, 29.207 orang
manajer, dan 278.441 orang karyawan. Memperhatikan data
tersebut, tampaknya tidak
ada masalah dengan kehadiran koperasi karena secara kuantitas
kehadiran koperasi
cukup tinggi. Namun pada sisi lain, dalam pembangunan daerah
belum mencerminkan
peran sentral koperasi. Jumlah orang miskin di Indonesia masih
sangat banyak mencapai
lebih dari 37 juta orang, dan posisi daerah dalam konteks
keterkaitan pembangunan
koperasi dengan daerah dan nasional belum terlihat. Misalnya,
apakah daerah di Jawa
yang relatif secara nasional berada pada posisi lebih baik
dengan daerah luar Jawa S S M
sepadan dengan kemampuannya mengembangkan koperasi di daerah
masing-masing ?
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
3
Dalam rangka menumbuh-kembangkan semangat kompetisi
masing-masing
daerah untuk membangun ekonomi rakyat melalui koperasi, perlu
diadakan
pemeringkatan daerah yang menggambarkan kinerja sekaligus
komitmen dari Pemerintah
Daerah untuk pemberdayaan Koperasi dan UKM dalam semangat
otonomi daerah. Upaya
pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi belum pernah
ada. Sebelum
diimplementasikan secara luas untuk seluruh daerah (propinsi,
kabupaten, dan kota),
diperlukan kajian khusus baik secara studi literatur, kunjungan
lapangan, maupun diskusi
dengan para pakar dan praktisi koperasi. Diharapkan kegiatan ini
akan menambah
semangat persaingan antar daerah dalam membangun ekonomi rakyat
melalui koperasi.
Selain itu juga untuk memperlancar koordinasi antara pusat
dengan daerah.
Kementerian Koperasi dan UKM (KUKM) melalui Deputi Bidang
Pengkajian
Sumberdaya KUKM, khususnya Asisten Deputi Urusan Penelitian
Koperasi, pada tahun
2007 mempunyai kegiatan studi pemeringkatan daerah dalam
pembangunan koperasi.
Studi ini merupakan gagasan awal mencari model yang cocok untuk
pemeringkatan
daerah dalam pembangunan koperasi. Laporan ini merupakan hasil
dari studi tersebut
yang merupakan jawaban atas permasalahan studi menyangkut
pemeringkatan.
1.2. Rumusan Masalah
Fungsi dan peran koperasi sebagaimana Undang-Undang nomor 25
tahun 1992
tentang Perkoperasian adalah membangun dan mengembangkan potensi
dan
kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Tentu saja
dalam konteks
pembangunan wilayah fungsi dan peran koperasi itu tidak lain
ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi dan masyarakat
lokal. Sementara itu
dengan adanya kebijakan Otonomi Daerah, terbuka peluang bagi
pemberdayaan koperasi
secara lebih baik sehingga sebutan koperasi sebagai penggerak
ekonomi rakyat di daerah
diharapkan benar-benar akan terwujud. Bilamana fungsi dan peran
koperasi yang dicita-
citakan pada satu sisi dan pemberdayaan koperasi melalui
kebijakan Otonomi Daerah
telr SakSsMana dengan tepat pada sisi lainnya maka akan ada
sinergis dimana koperasi
memberikan kontribusi besar dalam pembangunan wilayah.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
4
Menindaklanjuti hal di atas telah ada program-program pemerintah
untuk
membangun swadaya masyarakat dalam perkoperasian, antara lain
peningkatan kualitas
sumbedaya manusia, penciptaan iklim kondusif, bantuan langsung,
dan perkreditan.
Dalam konteks pembangunan wilayah, program pemerintah dimaksud
semestinya
dilaksanakan secara transparan, penuh kompetisi, dan
berorientasi masyarakat, sehingga
menghasilkan koperasi yang tumbuh dan berperan secara mikro dan
makro. Sebagai
wujud nyata peran koperasi dalam pembangunan wilayah, indikator
dan variabel harus
terlihat jelas dan terukur sehingga dapat digunakan untuk
menunjukkan performa
koperasi dalam pembanganan wilayah.
Pada uraian latar belakang keberadaan koperasi dengan mengacu
pada statistik
koperasi, secara kuantitas berdasarkan beberapa indikator telah
menunjukkan performa
cukup baik karena daerah (kabupaten/kota) rata-rata telah
mempunyai 314 unit koperasi
dengan anggota koperasi sebanyak 61.460 orang, manajer 66 orang,
dan karyawan
koperasi sebanyak 633 orang. Berdasarkan propinsi, rata-rata
propinsi memiliki
4.194 unit koperasi dengan anggota koperasi sebanyak 819.465
orang, 885 orang
manajer, dan 8.438 orang karyawan koperasi. Berbagai pertanyaan
muncul dari
performa koperasi secara regional. Apakah angka-angka di atas
cukup menjelaskan
bahwa pembangunan koperasi sudah baik ? Bagaimana melihat
performa daerah dalam
pembangunan koperasi ? Hal inilah yang menjadi persoalan yang
membutuhkan analisis
lebih dalam.
Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya
mengetahui performa
pembangunan koperasi. Pada awal pengenalan KUD awal tahun
1980-an pemerintah
telah menetapkan kriteria KUD Model dan Klasifikasi Koperasi.
Kemudian pada awal tahun
1990-an pergantian Menteri yang menangani pembangunan koperasi
juga mengganti
program pembangunan koperasi dengan mengeluarkan kebijakan KUD
dan Koperasi
Mandiri. Upaya pada era Orde Baru tersebut ternyata tidak
menunjukkan kualitas koperasi
yang sebenarnya. Pada era reformasi pemerintah juga mengeluarkan
kebijakan yang
menghasilkan Program Klasifikasi Koperasi yang sampai saat ini
masih berlaku dan
penetapan koperasi terbaik. S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
5
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut hanya pada
tataran mikro
koperasi sebagai dunia usaha. Program tersebut hanya mampu
memberikan atribut
terhadap koperasi dalam rangka memperoleh penghargaan yang
diterima setiap kejadian
perayaan Hari Koperasi pada bulan Juli. Upaya yang telah
dilakukan oleh pemerintah lebih
pada kontes pemilihan koperasi terbaik pada waktu tertentu.
Daerah sangat pasif dan
kurang ada upaya kreatif dimana Kepala Daerah memberikan
perhatian sekedar untuk
memperoleh penghargaan. Situasi itu didukung oleh sistem karena
pada masa itu sistem
pemerintahan sentralistik. Upaya tersebut belum mampu
menggambarkan secara
komprehensif pembangunan koperasi terkait dengan pembangunan
ekonomi regional
yang mencerminkan semangat kompetisi.
Sejalan dengan era reformasi dan globalisasi, mencari jawaban
atas permasalahan
di atas merupakan bagian dari perubahan proses pembangunan
berdasarkan otonomi
daerah. Kepala Daerah diberikan kewenangan yang besar dalam
pembangunan dengan
pelimpahan urusan pembangunan termasuk koperasi, sehingga Kepala
Daerah juga harus
ikut bertanggungjawab terhadap keberhasilan pembangunan
koperasi. Bagaimana model
dan indikator pembangunan koperasi yang terintegrasi dengan
pembangunan daerah dan
nasional menjadi permasalahan yang perlu dipecahkan melalui
studi ini.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Sesuai latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dan
manfaat dari studi
ini adalah sebagai berikut :
Tujuan Studi
1. Menemukenali indikator-indikator penilaian dalam pembangunan
daerah
dalam bidang perkoperasian.
2. Merumuskan model pemeringkatan daerah dalam pembangunan
koperasi.
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
6
Manfaat Studi
1. Sebagai bahan masukan untuk pemeringkatan beberapa daerah
dalam
pembangunan koperasi.
2. Memotivasi Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan
dalam
pembangunan koperasi.
3. Meningkatkan semangat kompetisi antar daerah dalam
pembangunan
koperasi.
Sasaran dan Output
Sasaran kualitatif dari kegiatan ini adalah terdapatnya hasil
studi tentang model
pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. Adapun sasaran
kuantitatif adalah
terdapatnya informasi mengenai indikator, model, dan mekanisme
pemeringkatan yang
mencakup 5 (lima) propinsi. Output studi ini adalah tersusunnya
buku hasil studi model
pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi.
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
7
Bab II
Kerangka Pikir dan
Ruang Lingkup Studi
2.1. Kerangka Pikir
Empat komponen utama dalam penyusunan kerangka pikir studi ini
adalah (1)
konsepsi model, (2) kerangka pembangunan wilayah, (3) kerangka
pembangunan
koperasi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan
wilayah, dan (4)
formulasi model integratif pembangunan koperasi dengan wilayah.
Secara teori dan
empiris keempat aspek tersebut dijelaskan berturut-turut di
bawah ini.
2.1.1. Konsepsi Model
Studi ini merupakan sebuah studi model untuk pemeringkatan
daerah dalam
pembangunan koperasi. Karena itu yang hendak dihasilkan adalah
sebuah model yang
terukur setelah melalui uji sahih untuk mendapatkan peringkat
daerah dalam
pembangunan koperasi. Secara teoritis, sebuah model merupakan
abstraksi dari dunia
nyata. Begitu kompleksnya dunia nyata karena mengandung sangat
banyak indikator dan
permasalahan sehingga suatu studi tidak mungkin mampu
menyelesaikan semua aspek
yang kompleks. Model memberikan solusi atas kekompleksan dunia
nyata agar diperoleh
hasil yang memadai untuk kepentingan pengambilan keputusan
(Taha, 1982; Bronson,
1982; Nasendi dan Anwar, 1985; Johnson, 1986; Dimiyati dan
Dimiyati, 1987; Makridakis
dan Wheelright, 1989; Mulyono, 1999).
Menurut Taha (1982), Nasendi dan Anwar (1985), dan Muyono (1999)
bahwa
pengambilan keputusan adalah suatu proses yang dikembangkan
secara bertahap dan
sistematis yang bermakna memiliki kriteria yang sistematis
melalui prosedur tertentu yang
jelas dan teratur. Kriteria yang baik memenuhi tiga syarat,
yakni (1) mempunyai ukuran S S M
yang jelas, (2) dapat dipergunakan untuk menilai berbagai
alternatif pilihan, dan (3)
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
8
mudah dihitung dan dijabarkan. Untuk proses itu sampai pada
pengambilan keputusan,
dibutuhkanlah model.
Sebagai abstraksi dunia nyata, model memberikan manfaat dalam
penentuan
optimalisasi penggunaan sumberdaya sehingga pengambilan
keputusan bisa menciptakan
efisiensi dalam organisasi dan wilayah. Model mencerminkan
hubungan fungsional yang
langsung atau tak langsung, dan interaksi atau interdependensi
antar elemen sehingga
membentuk sistem. Itu sebabnya dalam riset operasi, model
memegang peranan sentral.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, Nasendi dan Anwar menyatakan
bahwa
model dibangkitkan dari teori dan fakta atau kenyataan dan hasil
prosesnya dipergunakan
sebagai Pola Dasar Sistem (PDS) yang mengandung visi dan misi,
landasan, dan azas.
PDS melahirkan Strategi dan Kebijakan (S&K) yang merupakan
arah dan langkah-langkah
apa yang harus dilakukan. Sedangkan S&K melahirkan
proyek/pelaksanaan kebijakan
yang mengandung kegiatan.
Gambar 1. Peran Model Dalam Pengambilan Keputusan
(Nasendi dan Anwar, 1985)
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
9
Suatu model yang baik harus memenuhi tiga persyaratan, yakni (1)
kesesuaian,
model harus mampu merangkum unsur-unsur pokok dari persoalan
yang dihadapi,
(2) kesederhanaan, model harus sesuai dengan kemampuan dan
kepentingan, dan
(3) keserasian, model harus mampu mengesampingkan hal-hal yang
tak berguna.
Berdasarkan tipe, dimensi, fungsi, tujuan, dan tingkat
abstraksinya, terdapat tiga jenis
model, yakni Model Ikonik, Model Analog, dan Model Matematika.
Model Ikonik adalah
model yang berdimensi dua atau tiga yang merupakan ikon dari
suatu obyek, misalnya
fotograf, bumi, dan mobil. Model Analog adalah analogi dari
persoalan atau fenomena
yang terjadi secara dinamis, misalnya warna peta dan kurva.
Model Matematika atau
Simbolik adalah merupakan model abstrak karena menggunakan
simbol matematika
mewakili dunia nyata yang kompleks. Model Matematika terdiri
dari dua kelompok yakni
model deterministik yang menggunakan data pada kondisi tertentu
(certainty) dan model
stokhastik yang menggunakan data dalam kondisi probabilistik.
Dengan memperhatikan
permasalahan dan tujuan riset, studi ini menggunakan Model
Matematika yang bersifat
deterministik sebagai dasar analisis.
Dalam proses pengambilan keputusan dapat menggunakan berbagai
macam
model, tergantung kepada tujuan pengambilan keputusan. Secara
umum model dapat
dibedakan atas model kualitatif dan kuantitatif. Model
kualitatif pada umumnya
menggunakan skala ordinal dan nominal, paling sering
dipergunakan dalam ilmu sosial,
budaya, dan politik. Misalnya, smoothing factor untuk melakukan
peramalan. Model
kuantitatif lebih menggunakan skala interval dan rasio dan juga
dapat menggabungkan
skala ordinal dan nominal. Model yang termasuk dalam kuantitatif
adalah ekonometrika
dan linear programming. Model ekonometrika biasanya digunakan
untuk peramalan atau
prediksi dengan tingkat akurasi tinggi. Sementara model linear
programming digunakan
untuk mengetahui optimalisasi alokasi sumberdaya. Dalam rangka
membangun
benchmarking kapasitas kreatif suatu entitas negara atau
wilayah, Bowen dkk (2006)
menerapkan model composite index of the creative economi untuk
melihat best practices
regional. Berdasarkan pengalaman lembaga internasional dalam
pemeringkatan negara-
negara dan juga sebagaimana kajian Bowen dkk, studi
pemeringkatan ini lebih tepat
menSgSgMunakan model kuantitatif berdasarkan analisis
indeks.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
10
2.1.2. Kerangka Pembangunan Wilayah
2.1.2.1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Wilayah
Menurut Rahardjo Adisasmita (2005), pembangunan wilayah
(regional) merupakan
fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya
manusia, investasi
modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan
komunikasi, komposisi
industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar
wilayah, kemampuan
pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan
(kewiraswastaan),
kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Semua
faktor di atas
adalah penting tetapi masih dianggap terpisah-pisah satu sama
lain dan belum menyatu
sebagai komponen yang membentuk basis untuk penyusunan teori
pembangunan wilayah
(regional) secara komprehensif.
Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang
mampu
menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati
sehingga dapat
merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan
terhadap gejala-
gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dengan semakin
majunya studi-studi
pembangunan ekonomi, banyak teori telah diperkenalkan, dan
teori-teori tersebut dapat
digunakan sebagai landasan untuk menjelaskan pentingnya
pembangunan wilayah.
Beberapa teori di dalam pembangunan wilayah yang lebih dikenal
adalah
pemikiran-pemikiran menurut beberapa aliran dalam Ilmu Ekonomi
(misalnya Klasik, Neo
Klasik, Harrod-Domer, Keynes dan Pasca Keynes), teori basis
ekspor, teori sektor, struktur
industri dan pertumbuhan wilayah, dan teori kausasi kumulatif.
Juga teori-teori seperti
teori lokasi dan aglomerasi, teori tempat sentral, teori kutub
pertumbuhan, dan teori
pembangunan polarisasi.
Teori Aliran Klasik
Aliran Klasik dipelopori oleh Adam Smith pada akhir abad ke-18
berpendapat
bahwa tingkat output dan harga keseimbangan hanya dapat dicapai
bila perekonomian
berada pada tingkat kesempatan kerja penuh (full employment) dan
keseimbangan S S M
dengan tingkat kesempatan kerja penuh itu hanya dapat dicapai
melalui bekerjanya
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
11
da pe
mekanisme pasar secara bebas (free operation of market
mechanism). Pertumbuhan
ekonomi disebabkan oleh faktor akumulasi modal dan perkembangan
jumlah penduduk.
Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya
spesialisasi atau
pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat
ditingkatkan. Dampaknya
akan mendorong penambahan investasi (pembentukan modal) dan
persediaan modal
(capital stock) yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan
pendapatan.
Bertambahnya pendapatan berarti meningkatnya kemakmuran
(kesejahteraan)
penduduk. Peningkatan kemakmuran mendorong bertambahnya jumlah
penduduk.
Penduduk selain merupakan pasar karena pendapatannya meningkat
juga merupakan
sumber tabungan yang digunakan untuk akumulasi modal yang
selanjutnya akan
mendorong pertumbuhan yang semakin meningkat. Bertambahnya
jumlah penduduk
menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin
berkurang (law of
diminishing returns) yang selanjutnya akan menurunkan akumulasi
modal. Doktrin atau
semboyan aliran Klasik adalah persaingan bebas. Artinya
pemerintah tidak perlu campur
tangan dalam perdagangan dan perekonomian.
Teori Aliran Neo Klasik
Aliran Neo Klasik menggantikan aliran Klasik. Ahli-ahli Neo
Klasik banyak
menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi,
yaitu sebagai berikut:
a. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan
ekonomi.
b. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual.
c. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan
kumulatif.
d. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan
(perkembangan).
Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik telah digunakan secara
luas dalam
analisis regional namun beberapa asumsinya tidak tepat, yakni
(a) full employment yang
terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi-regional
dimana persoalan-
persoalan regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan
geografis dalam hal
tingkat penggunaan sumberdaya, dan (b) persaingan sempurna tidak
dapat diberlakukan
pa S S M
rekonomian dan spasial.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
12
Tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber, yaitu akumulasi
penawaran tenaga
kerja, modal dan kemajuan teknik. Model Neo Klasik menarik
perhatian ahli-ahli teori
ekonomi regional karena mengandung teori tentang mobilisasi
faktor. Implikasi dari
persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja yang berpindah
apabila balas jasa
faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan mengalir dari
daerah yang mempunyai
tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya
rendah karena keadaan ini
memberikan suatu penghasilan (return) yang lebih tinggi. Tenaga
kerja yang kehilangan
pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan
kerja baru yang
merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut.
Teori Aliran Keynes Dan Pasca Keynes
Bersamaan dengan masa depresi yang melanda dunia tahun 1930-an
muncullah
pemikiran John Maynard Keynes yang mengemukakan perubahan besar.
Keynes dalam
bukunya yang berjudul General Theory of Employment, Interest and
Money (1936)
menyatakan bahwa karena upah bergerak lamban maka sistem
kapitalisme tidak akan
secara otomatis akan mencapai kepada keseimbangan penggunaan
tenaga kerja penuh
(full-employment equilibrium). Karena itu akibat yang
ditimbulkan saat itu adalah
pengangguran yang sangat berlebih yang mana dapat diperbaiki
melalui kebijakan fiskal
atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat.
Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output
dan
kesempatan kerja dalam jangka panjang yang menganalisis
fluktuasi jangka pendek
untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa
persoalan penting
dalam analisis Pasca Keynes adalah:
a. Syarat-syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan
perkembangan
pendapatan yang mantap (steady growth) pada tingkat pendapatan
dalam
kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa mengalami
deflasi ataupun
inflasi.
b. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat
sedemikian rupa
SsSeMhingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau
tingkat inflasi yang
terus menerus.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
13
Apabila jumlah penduduk bertambah maka pendapatan per kapita
akan berkurang
kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila
angkatan kerja berkembang
maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan
kerja penuh. Bila
terjadi investasi maka pendapatan riil harus bertambah pula
untuk mencegah terjadinya
kapasitas yang menganggur (idle capacity).
Teori Basis Ekspor {Export Base Theory)
Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling
sederhana. Teori
ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian
yaitu daerah yang
bersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat di dalam satu
wilayah dinyatakan
sebagai suatu sistem sosial ekonomi. Sebagai suatu sistem,
keseluruhan masyarakat
melakukan perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas
wilayahnya. Faktor
penentu (determinan) pertumbuhan ekonomi dikaitkan secara
langsung kepada
permintaan akan barang dari daerah lain di luar batas masyarakat
ekonomi regional.
Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal termasuk
tenaga kerja dan
material (bahan) untuk komoditas ekspor, akan meningkatkan
kesempatan kerja dan
kesejahteraan masyarakat.
Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua
sektor kegiatan
yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan
kegiatan yang melakukan
aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar
batas wilayah perekonomian
yang bersangkutan. Kegiatan non-basis adalah kegiatan yang
menyediakan barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas
wilayah perekonomian
yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah
bersifat lokal.
Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer
mover) dalam
pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke
wilayah lain akan
semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian
sebaliknya. Setiap perubahan
yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda
(multiplier effect) dalam
perekonomian regional.
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
14
Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi
pendapatan basis
(Richardson 1977). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam
suatu wilayah akan
menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan yang
selanjutnya
menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah
tersebut sehingga
pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non
basis. Sebaliknya,
berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya
pendapatan yang
mengalir ke dalam suatu wilayah sehingga akan menyebabkan
turunnya permintaan
produk dari aktivitas non basis.
Walaupun teori basis ekspor mengandung kelemahan yang
membagi
perekonomian regional menjadi dua sektor kegiatan yakni basis
dan non basis, namun
upaya tersebut dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas
pengertian
mengenai struktur daerah atau wilayah yang bersangkutan dan
bukan sebagai alat untuk
membuat proyeksi jangka pendek atau jangka panjang.
Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu
teknik yang lazim
digunakan adalah location quotient (LQ). Teknik LQ digunakan
untuk mengetahui
seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau
unggulan (leading sectors).
Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai
indikator
pertumbuhan wilayah misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan
Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.
Analisis location quotient merupakan suatu alat yang dapat
digunakan dengan
mudah, cepat dan tepat. Karena kesederhanaannya, teknik LQ dapat
dihitung berulang
kali dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu.
Location quotient
merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu
(misalnya industri) atau
PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu
(industri) atau total nilai PDRB
di suatu daerah (kabupaten) dibandingkan dengan rasio tenaga
kerja dan sektor yang
sama di propinsi dimana kabupaten tersebut berada dalam
lingkupnya. Perhitungan LQ
dapat dilakukan pula untuk membandingkan indikator di tingkat
propinsi dengan di
tingkat nasional.
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
15
1
V
Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan
komposisi dan
pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan
Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah.
Formulasi matematisnya adalah:
LQ
V R
/V R
V1 /V
dimana :
R 1
V R
V1
= Nilai PDRB suatu sektor kabupaten/kota
= Nilai PDRB seluruh sektor kabupaten/kota
= Nilai PDRB suatu sektor tingkat propinsi
V = Nilai PDRB seluruh sektor tingkat propinsi.
Jika LQ lebih besar dari 1, sektor tersebut merupakan sektor
basis, artinya
tingkat spesialisasi kabupaten lebih tinggi dari tingkat
propinsi.
Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor non basis, yaitu
sektor yang tingkat
spesialisasinya lebih rendah dari tingkat propinsi.
Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi kabupaten
sama dengan
tingkat propinsi.
Teori Sektor {Sector Theory of Growth)
Setiap wilayah mengalami perkembangan meliputi siklus jangka
pendek dan
jangka panjang. Faktor-faktor dalam analisis perkembangan jangka
pendek yang
umumnya digunakan adalah penduduk, tenaga kerja, upah, harga,
teknologi dan
distribusi penduduk, tetapi laju pertumbuhan jangka panjang
biasanya diukur menurut
keluaran (output) dan pendapatan. Pada umumnya pertumbuhan dapat
terjadi sebagai
akibat dari faktor-faktor penentu endogen maupun eksogen yaitu
faktor-faktor yang
terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan atau faktor-faktor
di luar wilayah atau S S M
kombinasi dari keduanya.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
16
Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana
adalah teori sektor.
Teori ini dikembangkan berdasarkan hipotesis Clark-Fisher yang
mengemukakan bahwa
kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan
dalam proporsi
sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer)
dan kenaikan dalam
sektor industri manufakfur (sektor sekunder) dan kemudian dalam
industri jasa (sektor
tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan
(sector shift),
dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu
wilayah.
Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat
dilihat dari sisi
permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu
elastisitas pendapatan dari
permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri
manufaktur dan industri
jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk
primer. Maka pendapatan
yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan (realokasi)
sumberdaya dari sektor primer
ke sektor manufaktur dan sektor jasa. Sisi penawaran yaitu
realokasi sumberdaya tenaga
kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat
pertumbuhan
produktivitas dalam sektor-sektor tersebut. Kelompok
sektor-sektor sekunder dan tersier
menikmati kemajuan yang lebih besar dalam tingkat produktivitas.
Hal ini akan
mendorong peningkatan pendapatan dan produktivitas yang lebih
cepat (kombinasi dari
keduanya misalnya dalam skala ekonomi), karena produktivitas
yang lebih tinggi baik
untuk tenaga kerja maupun untuk modal, dan penghasilan yang
lebih tinggi tersebut
memungkinkan untuk melakukan realokasi sumberdaya.
Tingkat pertumbuhan produktivitas tergantung pada inovasi dan
kemajuan
teknik ataupun skala ekonomi. Bila produktivitas lebih tinggi
dalam industri-industri,
permintaan terhadap produk-produknya akan meningkat cepat, maka
terdapat
kausalitas "produktivitas - harga rendah - permintaan bertambah
luas", bukan sebaliknya.
Terjadinya perubahan atau pergeseran sektor dan evaluasi
spesialisasi (pembagian kerja)
dipandang sebagai sumber dinamika pertumbuhan wilayah. Perluasan
dari teori sektor ini
adalah teori tahapan (stages theory) yang menjelaskan bahwa
perkembangan wilayah
adalah merupakan proses evolusioner internal dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
17
a. Tahapan perekonomian subsistem swasembada dimana hanya
terdapat sedikit
investasi atau perdagangan. Sebagian besar penduduk bekerja pada
sektor
pertanian.
b. Dengan kemajuan transportasi di wilayah yang bersangkutan
akan mendorong
perdagangan dan spesialisasi. Industri pedesaan masih bersifat
sederhana
(tradisional) untuk memenuhi kebutuhan para petani.
c. Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah maka
wilayah yang maju
akan memprioritaskan pada pengembangan sub sektor tanaman
pangan, selanjutnya
diikuti oleh sub-sub sektor peternakan dan perikanan.
d. Industri sekunder berkembang, pada permulaan mengolah
produk-produk primer,
kemudian diperluas dan makin lebih berspesialisasi.
e. Pengembangan industri tersier (jasa) yang melayani permintaan
dalam wilayah
maupun di luar wilayah.
Teori Pertumbuhan Wilayah dan Struktur Industri {Regional Growth
and
Industrial Structure)
Interpretasi pertumbuhan wilayah dalam arti dinamika struktur
industri adalah
sangat penting. Alasannya adalah kerangka dasar analisis
pertumbuhan wilayah dan
lokasi industri secara komprehensif dan konsisten diperlukan
untuk memahani dan
mengevaluasi ekonomi sub nasional (wilayah) dan pembangunan
fisik. Analisis tersebut
menggunakan tiga asumsi, yaitu (1) bahwa pertumbuhan wilayah
secara overall (volume
kegiatan ekonomi) ditentukan oleh kondisi bermacam-macam faktor
lain dari pada
pendapatan regional per kapita (aspek kesejahteraan dari
pertumbuhan); (2) bahwa
pembangunan masa depan adalah hasil dari kegiatan dan keputusan
masa lalu dan
sekarang, dan (3) bahwa faktor-faktor kritis dalam pola
pertumbuhan wilayah yang terus
berubah itu adalah hasil keputusan perusahaan-perusahaan
mengenai lokasi dan output
(jika dilihat ke belakang adalah sebagai input, dan dihubungkan
ke depan adalah pasar
dairSi
Snd
Mustri-industri dalam perekonomian).
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
18
Peranan suatu wilayah sebagai komponen (bagian) ekonomi
nasional
direpresentasikan oleh sektor industri dan struktur industri
yang terdapat pada masing-
masing wilayah. Ada bermacam-macam industri yaitu industrii
besar, sedang dan kecil,
dan terdapat pula industri yang mempunyai tingkat pertumbuhan
tinggi, lamban, dan
bahkan ada yang stagnan (mandeg). Ada suatu wilayah yang
memiliki keunggulan
lokasional (locational advantage) yang memungkinkan pengembangan
industri.
Sebaliknya wilayah-wilayah lain tidak memiliki keunggulan
lokasional sehingga
pengembangan industri mengalami hambatan.
Tanpa memandang industri itu berkembang cepat atau lamban, yang
penting
diukur adalah proporsi atau kontribusi.sektor industri di
masing-masing wilayah terhadap
total industri nasional (indikator pertumbuhan lain misalnya
penduduk dan pendapatan).
Analisis kontribusi (share analysis) ini memberikan gambaran
struktur suatu wilayah
secara statis. Upaya untuk mengkaji struktur wilayah secara
dinamis adalah menerapkan
shift analysis (analisis pergeseran). Analisis ini membandingkan
perubahan regional yang
terjadi di suatu wilayah antara dua titik waktu tertentu dan
khususnya
mengkonsentrasikan pada apakah perubahan regional itu lebih
besar atau lebih kecil
dibandingkan dengan perubahan rata-rata nasional (yaitu apakah
terjadi pergeseran atau
perubahan yang menaik atau menurun).
Perubahan regional terdiri dari dua komponen yaitu pergeseran
proporsional
(proportionality shift) dan pergeseran diferensial (differential
shift). Pergeseran
proporsional mengukur pengaruh komposisi industri yang dilihat
secara nasional bahwa
beberapa sektor mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan
sektor-sektor lainnya.
Jadi, suatu wilayah yang memiliki sektor-sektor yang tingkat
pertumbuhannya lamban
akan memperlihatkan pergeseran proporsional yang menurun.
Sebaliknya suatu wilayah
yang mempunyai sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya tinggi
akan memperlihatkan
pergeseran yang menaik. Pergeseran diferensial terjadi dari
keadaan bahwa industri-
industri tumbuh di beberapa wilayah lebih cepat dari
wilayah-wilayah lain. Wilayah-
wilayah yang mempunyai karakteristik pergeseran yang menaik
adalah daerah-daerah
yang memiliki keunggulan lokasional yang memungkinkan
pengembangan kegiatan- S S M
kegiatan tertentu lebih baik dibandingkan daerah-daerah
lain.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
19
Teori Kausasi Kumulatif {Cummulative Causation Theory)
Tahun 1955, sepuluh tahun setelah Perang Dunia II berakhir
Gunnar Myrdal
mengemukakan tiga kesimpulan penting yaitu:
a. Dunia dihuni oleh segelintir negara-negara yang sangat kaya
dan sejumlah besar
negara-regara yang sangat miskin.
b. Negara-negara kaya melaksanakan pola perkembangan ekonomi
yang terus menerus
sedangkan negara-negara miskin mengalami perkembangan yang
sangat lamban dan
bahkan ada yang mandeg.
c. Jurang ketidakmerataan ekonomi antara negara-negara kaya dan
negara-negara
miskin semakin bertambah besar.
Ada dua asumsi pokok yang tidak realistis yang melemahkan teori
ekonomi
tradisional untuk menjelaskan ketidakmerataan itu yaitu :
pertama, adalah keseimbangan
stabil (stable equilibrium) artinya sistem perekonomian pasar
selalu bergerak menuju
kepada keseimbangan, dan kedua, analisis ekonomi dibatasi pada
faktor-faktor ekonomi
saja akibatnya variabel-variabel non-ekonomi diperlakukan
sebagai data yang sudah
tertentu (ceteris paribus). Sedangkan antara faktor ekonomi dan
faktor non-ekonomi
terdapat saling keterkaitan dan saling pengaruh yang bersifat
sirkuler satu sama lain.
Berdasarkan prinsip kausasi sirkuler kumulatif dapat dijelaskan
terjadinya
ketidakmerataan ekonomi (internasional, nasional dan regional).
Apabila proses kausasi
sirkuler kumulatif dibiarkan bekerja atas kekuatan sendiri maka
akan menimbulkan
pengaruh merambat yang ekspansioner di satu pihak (spread
effects) dan pengaruh
pengurasan (backwash effects). Strategi campur tangan pemerintah
yang dikehendaki
adalah pengambilan tindakan kebijakan yang mengurangi backwash
effects dan
memperkuat spread effects agar proses kausasi sirkuler kumulatif
mengarah ke atas yakni
semakin memperkecil ketidakmerataan. Ketidakmerataan sangat
tidak dikehendaki oleh
semua bangsa.
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
20
Teori Lokasi dan Aglomerasi
1. Teori Lokasi
Dari sekian banyak teori lokasi dan teori perwilayahan yang
telah ada, beberapa di
antaranya yang dianggap penting yaitu Von Thunen (1826), A.
Weber (1909), W.
Christaller (1933), A. Losch (1944), F. Perroux (1955), W. Isard
(1956), dan J. Friedmann
(1964). Von Thunen telah mengembangkan hubungan antara perbedaan
lokasi pada tata
ruang (spatial location) dan pola penggunaan lahan. Menurut von
Thunen jenis
pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan dan
didasarkan pula pada
aksesibilitas relatif. Lokasi berbagai jenis produksi pertanian
(seperti menghasilkan
tanaman pangan, perkebunan, dan sebagainya) ditentukan oleh
kaitan antara harga
barang-barang hasil dalam pasar dan jarak antara daerah produksi
dengan pasar
penjualan. Kegiatan yang mampu menghasilkan panen fisik
tertinggi per hektar akan
ditempatkan pada kawasan konsentris yang pertama di sekitar
kota, karena keuntungan
yang tinggi per hektar memungkinkan untuk membayar sewa lahan
yang tinggi. Kawasan
produksi berikutnya kurang intensif dibandingkan dengan kawasan
produksi yang
pertama, demikian seterusnya.
Analisis penentuan lokasi optimum seperti dikemukakan oleh von
Thunen telah
mendapat perhatian oleh Alfred Weber. Weber menekankan
pentingnya biaya transportasi
sebagai faktor pertimbangan lokasi. Teori Weber sebenarnya
menekankan dua kekuatan
lokasional primer yaitu selain orientasi transportasi juga
orientasi tenaga kerja. Weber
telah mengembangkan pula dasar-dasar analisis wilayah pasar dan
merupakan seorang
ahli teori lokasi yang pertama membahas mengenai aglomerasi.
Pemikiran Weber telah
memberikan sumbangan ilmiah dalam banyak aspek diantaranya
penentuan lokasi yang
optimal dan kontribusinya yang esensial dalam pengembangan
wilayah yaitu mengenai
munculnya pusat-pusat kegiatan ekonomi (industri).
Losch mengintroduksikan pengertian-pengertian wilayah pasar
sederhana,
jaringan wilayah pasar, dan sistem jaringan wilayah pasar.
Prasarana transportasi
merupakan unsur pengikat wilayah-wilayah pasar. Unit-unit
produksi pada umumnya S S M
ditetapkan pada pusat-pusat pasar yang juga merupakan
pusat-pusat urban. Perusahaan-
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
21
perusahaan akan memilih lokasinya pada suatu tempat dimana
terdapat permintaan
maksimum (Loschian demand cone theory).
Berdasarkan struktur herarkis tempat sentral yang ditunjukkan
oleh Christaller,
Isard telah menekankan pentingnya kedudukan pusat-pusat urban
tingkat nasional
(metropolis) dalam kaitannya dengan aglomerasi industri. Isard
mengembangkan gejala
locational economies (penghematan lokasi), dan urbanization
economies (penghematan
urbanisasi) sebagai akibat dari pengaruh lokasi. Urutan besarnya
peranan kota-kota dapat
ditentukan dengan cara merangking pusat-pusat yang bersangkutan
(rank size rule)
menurut jumlah penduduknya.
Konsepsi Perroux merupakan langkah utama untuk memberi bentuk
konkrit pada
aglomerasi. Ia menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan
tidak terjadi di
segala tempat akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat
tertentu. Ia lebih
memberikan tekanan pada aspek konsentrasi proses pembangunan dan
menganggap
industri pendorong (propulsive industries) sebagai titik awal
perubahan unsur yang
esensial untuk menunjang pembangunan selanjutnya. Meskipun teori
kutub pertumbuhan
ini berguna untuk menguji atau membandingkan konsekuensi yang
berbeda-beda dari
pemilihan alternatif lokasi akan tetapi teori tersebut tidak
dikategorikan sebagai teori
lokasi.
Dimensi geografis telah dimasukkan ke dalam pengaruh kutub
pengembangan.
Antara kota dan pedesaan terdapat kaitan yang sangat erat dimana
satu sama lainnya
saling melengkapi. Friedman meninjaunya dari ruang lingkup yang
luas dengan
menampilkan teori core region (wilayah inti). Wilayah inti
dikaitkan dengan fungsinya
yang dominan terhadap perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya
misalnya sebagai
pusat perdagangan atau pusat industri. Wilayah-wilayah di
sekitar wilayah pusat disebut
wilayah-wilayah pinggiran.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemilihan lokasi
suatu industri atau
unit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi sumber bahan
mentah dan wilayah
pasarnya. Kriteria penentuan yang digunakan bermacam-macam yaitu
biaya transportasi S S M
terendah, sumber tenaga kerja yang relatif murah, ketersediaan
sumberdaya air, energi
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
22
ataupun daya tarik lainnya berupa penghematan-penghematan
lokasional dan
penghematan-penghematan aglomerasi. Dimensi wilayah dan aspek
tata ruang telah
dimasukkan sebagai variabel tambahan yang penting dalam kerangka
teori
pembangunan.
2. Kekuatan Aglomerasi dan Deglomerasi
Aglomerasi adalah terkonsentrasinya kegiatan-kegiatan industri
dan kegiatan-
kegiatan lainnya pada suatu tempat. Sebaliknya, deglomerasi
adalah dekonsentrasi atau
dispersi kegiatan-kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan
lainnya pada beberapa tempat.
Untuk menganalisis pembangunan kota dan wilayah perlu dipahami
sepenuhnya
mengenai kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi.
Terdapat 3 (tiga) kategori kekuatan yang merupakan manfaat
aglomerasi yaitu :
1. Penghematan skala (scale economies). Terdapat penghematan
dalam produksi secara
internal bila skala produksinya ditingkatkan. Biaya tetap yang
besar sebagai akibat
investasi dalam bentuk pabrik dan peralatan, yang memungkinkan
dilaksanakan
pemanfaatan pabrik dan peralatan tersebut dalam skala besar
dapat membagi-bagi
beban biaya-biaya tetap pada berbagai unit yang terdapat dalam
sistem produksi.
Sebagai konsekuensinya, unit biaya produksi menjadi lebih rendah
sehingga dapat
bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Produksi pada skala
besar
dimaksudkan untuk menghindari unit biaya operasi yang eksesif.
Hal ini dapat
dipertanggung-jawabkan hanya pada lokasi-lokasi yang melayani
penduduk dalam
jumlah besar atau dengan kata lain mempunyai suatu pasar yang
luas.
2. Penghematan lokalisasi. Dimaksudkan sebagai penghematan yang
dinikmati oleh semua
perusahaan dalam suatu industri yang sejenis pada suatu lokasi
tertentu. Hal ini
disebabkan bertambahnya jumlah keluaran (total output) industri
tersebut. Sebagai
ilustrasi terlihat Gambar 2. Terdapat 3 pabrik tekstil yang
membutuhkan reparasi
fasilitasnya. Bila unit reparasi dibangun pada titik Z maka
hanya menguntungkan
pabrik A dan C yaitu mereka memperoleh biaya reparasi yang lebih
S mSuMrah
dibanding pabrik B. Lokasi yang tepat untuk pembangunan unit
reparasi
adalah pada titik A.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
23
Gambar 2. Penghematan Lokalisasi Tiga Pabrik Tekstil
3. Penghematan urbanisasi. Penghematan urbanisasi diasosiasikan
dengan
pertambahan jumlah total (penduduk, hasil industri, pendapatan,
dan kemakmuran)
di suatu lokasi untuk semua kegiatan yang dilakukan
bersama-sama. Penghematan
ini mengaitkan kegiatan industri-industri dan sektor-sektor
secara agregatif. Misalnya
suatu kegiatan yang sangat tergantung pada manajemen kreatif dan
tenaga kerja
terampil. Dalam hal ini terdapat resiko untuk menempatkan
kegiatan tersebut di
suatu daerah perkotaan yang relatif kecil. Sebaliknya lebih baik
bila ditempatkan pada
kota besar.
Sebaliknya deglomerasi bersifat membatasi pertumbuhan, misalnya
kongesti lalu
lintas. Kongesti lalu lintas mengakibatkan waktu perjalanan
bertambah lama, demikian
pula ketidaknyamanan fisik, ketegangan, dan ketidakpastian
umum.
Teori Tempat Sentral
Christaller mengembangkan pemikirannya tentang penyusunan suatu
model
wilayah perdagangan yang berbentuk segi enam atau heksagonal.
Teorinya adalah teori
tempat sentral (central place theory). Heksagonal yang terbesar
memiliki pusat paling
besar sedangkan heksagonal yang terkecil memiliki pusat paling
kecil. Secara horisontal,
model Christaller menunjukkan kegiatan-kegiatan manusia yang
tersusun dalam tata S S M
ruang geografi dan tempat-tempat sentral (pusat-pusat) yang
lebih tinggi ordenya
PA
Z
A PC
PB
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
24
mempunyai wilayah perdagangan atau wilayah pelayanan yang lebih
luas dibandingkan
pusat-pusat yang kecil. Sedangkan secara vertikal model tersebut
memperlihatkan bahwa
pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya mensuplai barang-barang ke
seluruh wilayah dan
kebutuhan akan bahan-bahan mentah di pusat-pusat yang lebih
tinggi ordenya disuplai
oleh pusat-pusat yang lebih rendah ordenya. Prinsip pemasaran
dengan susunan
piramidal pada model tempat sentral dapat menjamin minimisasi
biaya-biaya transportasi.
Menurut Christaller wilayah perdagangan dapat dilayani sedangkan
dalam sebagian dari
wilayah-wilayah tersebut tidak sepenuhnya dapat terlayani karena
terbatasnya fasilitas
transportasi dan hambatan-hambatan geografis.
Pada Gambar 3 terlihat bagaimana teori sentral menjelaskan
struktur pelayanan
antar pusat. Teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan
struktur pusat-pusat
kota (wilayah-wilayah nodal) tetapi tidak menjelaskan bagaimana
pola tersebut
mengalami perubahan-perubahan pada masa depan atau dengan
perkataan lain tidak
menjelaskan (fenomena) pembangunan. Teori ini bersifat statis;
agar teori tempat sentral
dapat menjelaskan gejala-gejala dinamis maka perlu ditunjang
oleh teori-teori
pertumbuhan wilayah yang menjelaskan mengenai proses
perubahan-perubahan
struktural. Salah satu dari teori pertumbuhan wilayah adalah
teori kutub pertumbuhan
(growth pole theory) yang diformulasikan oleh Perroux.
Gambar 3. Struktur Pelayanan Antar Pusat Perdagangan
Rank 1 : Dominant city
Rank 2 : second-order cities
Rank 3 : Third-order cities
Rank 4 cities
S S M Rank 5 cities
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
25
Sumbangan positif teori tempat sentral adalah teori tersebut
relevan bagi
perencanaan kota dan wilayah karena sistem herarki pusat
merupakan sarana yang
efisien untuk perencanaan wilayah. Distribusi tata ruang dan
besarnya pusat-pusat kota
merupakan unsur yang sangat penting dalam struktur wilayah nodal
dan melahirkan
konsep-konsep dominasi dan polarisasi.
Teori Kutub Pertumbuhan
Sebagaimana diketahui bahwa potensi dan kemampuan masing-masing
wilayah
berbeda-beda satu sama lainnya, juga masalah pokok yang
dihadapinya tidak sama
sehingga usaha-usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan
harus
disinkronisasikan dengan usaha-usaha pembangunan regional. Teori
lokasi klasik ternyata
tidak berlaku secara sempurna karena beranggapan bahwa semua
kegiatan berlangsung
diatas permukaan (surface) yang sama, perbedaan geografis
dianggap tidak ada, fasilitas
transportasi terdapat ke segala jurusan, bahan mentah (baku)
industri, pengetahuan
teknis dan kesempatan produksi adalah seragam di seluruh
wilayah. Sebagai akibat dari
ketidaksempurnaan pendekatan klasik tersebut kemudian timbullah
permikiran baru yaitu
teori kutub pertumbuhan (growth pole). Teori Francois Perroux
ini menyatakan bahwa
pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah akan
tetapi terbatas
hanya pada beberapa tempat tertentu dengan variabel yang
berbeda-beda intensitasnya.
Mengikuti pendapat Perroux tersebut, Hirschman mengatakan bahwa
untuk
mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi harus dibangun
sebuah atau beberapa
buah pusat kekuatan ekonomi dalam wilayah suatu negara atau yang
disebut sebagai
pusat-pusat pertumbuhan (growth point atau growth pole). Menurut
Perroux terdapat
elemen yang sangat menentukan dalam konsep kutub pertumbuhan
yaitu pengaruh yang
tidak dapat dielakkan dari suatu unit ekonomi terhadap unit-unit
ekonomi lainnya.
Pengaruh tersebut semata-mata adalah dominasi ekonomi yang
terlepas dari pengaruh
tata ruang geografis dan dimensi tata ruang.
Perusahaan-perusahaan yang menguasai
dominasi ekonomi tersebut pada umumnya adalah industri besar
yang mempunyai
kedudukan oligopolistis dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat
terhadap kegiatan S S M
para langganannya.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
26
Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten
dengan teori
tata ruang ekonomi (economic space theory), dimana industri
pendorong dianggap
sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk
permbangunan selanjutnya.
Disini Perroux lebih menekankan pada aspek pemusatan
pertumbuhan. Meskipun ada
beberapa perbedaan penekanan arti industri pendorong akan tetapi
ada tiga ciri dasar
yang dapat disebutkan yaitu :
1. Industri pendorong harus relatif besar kapasitasnya agar
mempunyai pengaruh kuat
baik langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan
ekonomi.
2. Industri pendorong harus merupakan sektor yang berkembang
dengan cepat.
3. Jumlah dan intensitas hubungannya dengan sektor-sektor
lainnya harus penting
sehingga besarnya pengaruh yang ditimbulkan dapat diterapkan
kepada unit-unit
ekonomi lainnya.
Dari sisi tata ruang geografis, industri-industri pendorong dan
industri-industri
yang dominan mendorong terjadinya aglomerasi-aglormerasi pada
kutub-kutub
pertumbuhan dimana mereka berada. Jelaslah bahwa industri
pendorong mempunyai
peranan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi.
2.1.2.2. Model Pembangunan Ekonomi Wilayah
Model pembangunan diartikan sebagai kerangka berpikir yang
obyektif dan
rasional berdasarkan konsep, teori dan paradigma dalam bentuk
konstruksi strategis guna
memecahkan berbagai masalah bagi kepentingan masyarakat
(Rahardjo Adisasmita,
2005). Model pembangunan dapat dilihat dari berbagai dimensi
yaitu dimensi politik,
ekonomi, sosial, budaya, administrasi dan lainnya. Berdasarkan
perkembangannya model
pembangunan ekonomi yang banyak digunakan oleh negara-negara
berkembang dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Model I, menitik beratkan pada pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB), model
ini berkembang pada dekade tahun 1950-an dan tahun 1960-an.
2. SMSoMdel II, menitik beratkan pada pemerataan dan pemenuhan
kebutuhan pokok,
berkembang pada dekade tahun 1970-an.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
27
mas
3. Model III, menitik beratkan pada pembangunan kualitas sumber
daya manusia
(SDM), berkembang pada dekade tahun 1980-an.
4. Model IV, berkembang pada akhir abad ke-20 dan memasuki abad
ke-21 dimana
dunia mengalami perubahan yang sangat mendasar yaitu memasuki
era globalisasi
dan liberalisasi, perdagangan bebas dan persaingan bebas antar
negara akan menjadi
ketat maka diperlukan penguatan daya saing ekonomi masing-masing
wilayah.
1. Model Pembangunan I
Model Pembangunan I ini berorientasi pada peningkatan
pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan anggapan bahwa
pertumbuhan ekonomi
dapat dicapai dengan pelaksanaan penanaman modal atau investasi
dalam jumlah besar
di sektor industri dengan cara menempatkan kelompok proyek yang
satu sama lain saling
menunjang dipusatkan pada suatu wilayah atau bagian wilayah.
Manfaat saling
penunjangan dan pembangunan sumberdaya industri dan prasarana
yang dipusatkan
tersebut akan dirasakan oleh sektor-sektor terkait. Dan
selanjutnya akan menyebar dan
diperluas ke bagian wilayah lainnya. Strategi investasi besar
tersebut akan menciptakan
"eksternalitas ekonomi" yang dinikmati oleh berbagai kegiatan
yang terkait berupa
efisiensi ekonomi yang ditimbulkan oleh kelompok industri
tersebut.
Dengan pembangunan industri dan eksternalitas ekonomi akan
dicapai
peningkatan pendapatan per kapita dan pemerataan hasil-hasil
pembangunan ke seluruh
bagian wilayah melalui proses trickle down effect (tetesan ke
bawah). Dalam Model
Pembangunan I yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan
adalah pertumbuhan
PDRB per kapita, tingkat penanaman modal dan tabungan.
Strategi perencanaan pembangunan yang digunakan dalam model ini
mendapat
pengaruh kuat dari teori Harrod-Domar dan teori tahapan
pertumbuhan Rostow. Model
pertumbuhan Harrod-Domar dapat digunakan untuk analisis
pertumbuhan regional
dengan memperhitungkan perpindahan modal dan tenaga kerja antar
regional. Menurut
Rostow, perkembangan (pertumbuhan) ekonomi berlangsung melalui
tahapan yaitu :
(1)S S M
yarakat tradisional, (2) masyarakat lepas landas (take-off), (3)
masyarakat
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
28
menuju kematangan (drive to maturity), dan (4) masyarakat
konsumsi yang berlebih
(high mass consumption). Kritik terhadap model pembangunan ini
yaitu jika strategi
investasi pada industri besar dilakukan secara berlebihan
sementara proses tetesan ke
bawah (penyebaran pembangunan) ternyata tidak terlaksana maka
akan terjadi
ketidakseimbangan.
2. Model Pembangunan II
Kritik terhadap kelemahan Model Pembangunan I telah mendorong
munculnya
Model Pembangunan II. Model Pembangunan I lebih menekankan pada
aspek ekonomi
dengan modernisasi dan industrialisasi yang kurang seimbang
telah menimbulkan
pengangguran, kemiskinan, dan ketidakmerataan. Model Pembangunan
II
mengemukakan alternatif pemecahan yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan
pokok, kemandirian, pengembangan sektor pertanian dan pedesaan.
Pembangunan yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok meliputi pula
pengembangan kesempatan
kerja dan berusaha, pemberantasan kemiskinan, kesehatan dan
perbaikan gizi, air bersih,
dan perumahan merupakan strategi pembangunan yang lebih sesuai
dengan negara-
negara berkembang.
Strategi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan
ekonomi
mengabaikan aspek sosial, lingkungan, dan kelembagaan, tidak
menjangkau lapisan
masyarakat yang miskin (terbawah). Ternyata manfaat pertumbuhan
tidak merembes
(menyebar) ke bawah, ke berbagai lapisan masyarakat yang miskin.
Oleh karena itu
dipilih jalan lain untuk memeratakan pertumbuhan pembangunan ke
berbagai lapisan
masyarakat miskin, berarti dilakukan penentuan sasaran
pembangunan yang lebih tepat
yaitu strategi "kebutuhan pokok".
Kebutuhan pokok yang dirumuskan terdiri dari dua unsur utama
yaitu (1)
kebutuhan minimum keluarga untuk konsumsi pribadi yang meliputi
pangan dalam jumlah
yang memadai, tempat tinggal (papan), sandang, dan (2) pelayanan
penting yang
disediakan untuk masyarakat seperti air minum, sanitasi,
pengangkutan umum, fasilitas
keseShSaMtan dan pendidikan. Model pembangunan ini
mengisyaratkan adanya desentralisasi
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
29
dan pembangunan aparat lokal (decentralization and local
institution development).
Penguatan aparat pemerintah lokal harus mendapat perhatian
serius untuk menunjang
pelaksanaan model pembangunan ini. Aspek kelembagaan tidak boleh
diabaikan dan
harus diberikan penekanan secara proporsional dan
profesional.
3. Model Pembangunan III
Model Pembangunan III lebih menekankan pada kegiatan aparatur
pemerintah
yang bertangggung jawab dan berupaya membangkitkan kesadaran dan
kemampuan
instansi secara individual dan kolektif. Manajemen dan
administrasi pemerintahan
dianggap mempunyai peranan menentukan dalam pelaksanaan Model
Pembangunan III
yang berorientasi pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia
(SDM) sebagai
"community based resources development".
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia diarahkan kepada
pembentukan
kemampuan masyarakat yang diarahkan kepada :
a. Secara bertahap prakarsa dan proses pengambilan keputusan
untuk pembangunan
diserahkan kepada masyarakat.
b. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan
memobilisasi
sumberdaya pembangunan.
c. Pemanfaatan potensi sumberdaya lokal secara optimal.
d. Pengembangan jaringan kerja secara terkoordinasi antara
aparat pemerintah,
lembaga-lembaga swasta, dan masyarakat secara luas.
Model Pembangunan III ini mengupayakan pengembangan partisipasi
masyarakat
dalam proses pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat,
pembelajaran
masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya lokal, dalam rangka
pembangunan masyarakat
lokal. Prakarsa, aspirasi, dan kreativitas masyarakat harus
direspon dan diaktualisasikan
dalam berbagai kegiatan dan tindakan yang positif dan bermanfaat
untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia pada khususnya dan kesejahteraan
masyarakat lokal pada S S M
umumnya.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
30
4. Model Pembangunan IV
Model Pembangunan IV ini muncul bersamaan dengan perkembangan
dan
kemajuan bidang transportasi, komunikasi, dan informasi yang
sangat pesat, sehingga
mendorong berkembangnya perdagangan antar wilayah yang lebih
intensif dan interaktif
secara luas. Kehidupan yang lebih maju dan mengglobal, artinya
sistem perekonomian
akan terlaksana secara lebih efektif, efisien, produktif, dan
inovatif. Mutu barang dan jasa
yang dihasilkan akan lebih baik, harganya lebih rendah.
Persaingan menjadi lebih ketat.
Dalam pembangunan ekonomi wilayah, masing-masing wilayah
memiliki keunggulan
komparatif. Untuk itu diperlukan dukungan peningkatan mutu
sumberdaya manusia,
proses produksi, manajemem, pengetahuan dan teknologi,
tersedianya modal, prasarana
dan sarana pembangunan, aparat pemerintah, lembaga-lembaga
swasta, dan masyarakat
luas yang capable (yang berkemampuan) meliputi seluruh aspek
fisik, ekonomi, sosial,
budaya, politik/pemerintahan dan kelembagaan.
Model pembangunan ini menekankan pada sasaran peningkatan daya
saing dan
ketahanan manajemen pemerintahan dan pembangunan yang mampu
menghadapi
perkembangan dan tantangan. Demikian pula masyarakat mampu
menangkap dan
memanfaatkan peluang internal maupun eksternal. Salah satu
strategi yang sangat
penting untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi wilayah yaitu
peningkatan daya
saing di bidang ekonomi.
2.1.2.3. Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah
Pemerintah Daerah merupakan pemegang kekuasaan di daerah untuk
mengambil
keputusan menentukan kebijakan pembangunan yang tepat bagi suatu
wilayah sesuai
dengan potensi sumberdaya yang dimiliki dan sasaran ekonomi dan
sosial yang telah
ditetapkan. Strategi pembangunan yang dapat diambil pemerintah
daerah harus mengacu
pada perangkat kebijakan dan kegiatan yang secara luas
memberikan perhatian pada hal-
hal yang berupa prasarana, penanaman modal pemerintah,
keseimbangan antara
berbagai sektor dan wilayah, serta peranan yang timbul dari
perdagangan antara wilayah.
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
31
A. Strategi Pembangunan Prasarana {Infrastructure Development
Strategy)
Pembangunan prasarana mempunyai kegunaan eksternal bagi
perekonomian
dalam arti manfaatnya dinikmati bersama-sama oleh masyarakat.
Prasarana ekonomi
merujuk pada investasi yang berupa jalan umum, sistem
pengangkutan, irigasi, sistem
pembuangan air dan pengendalian banjir, pelayanan air bersih dan
sebagainya.
Prasarana sosial berupa investasi yang mempertinggi mutu
sumberdaya manusia
untuk keikutsertaan mereka dalam pertumbuhan nasional dan
wilayah yaitu kesehatan
masyarakat dan pendidikan masyarakat yang menjadi tugas pokok
pemerintah.
B. Strategi Pembangunan yang Seimbang atau Tidak Seimbang
{Balanced or
Unbalanced Growth Strategy)
Strategi pembangunan yang seimbang adalah melaksanakan
pembangunan sektor
pertanian dan sektor industri secara serentak dan serempak.
Sektor pertanian diusahakan
pada sebagian besar penduduk daerah pedesaan, komoditas yang
dihasilkan sub sektor
tanaman pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk
pedesaan dan
perkotaan, serta digunakan sebagai bahan baku industri dan
sebagian lainnya
diperdagangkan antar pulau dan diekspor. Sektor industri selain
memberikan lapangan
pekerjaan juga meningkatkan nilai tambah (value added) terhadap
produk yang
dihasilkan. Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri
akan memperkokoh
struktur perekonomian suatu wilayah.
Mengingat sumberdaya ekonomi di negara berkembang sangat
terbatas,
pemerintah hanya dapat membiayai program pembangunan yang tidak
seimbang. Dalam
strategi pembangunan tidak seimbang, harus diperhatikan
pemilihan bidang usaha atau
sektor yang dapat memberikan daya imbas menumbuhkan bidang usaha
atau sektor-
sektor lainnya dalam perekonomian. Konsep saling keterkaitan
ekonomi antar sektor
sangat penting artinya dalam melaksanakan strategi pembangunan
yang tidak seimbang.
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
32
C. Strategi Keseimbangan Antar Daerah {Interregional Equilibrium
Strategy)
Keseimbangan antar daerah adalah salah satu tujuan strategi
pembangunan yang
tidak berat sebelah. Pemerintah menyusun perencanaan pembangunan
yang tidak
dipusatkan di suatu daerah (sub wilayah) melainkan dilakukan di
beberapa daerah (sub
wilayah) tergantung pada besar kecilnya potensi sumberdaya dan
kondisi geografis
daerah-daerah (sub-sub wilayah) yang bersangkutan. Keseimbangan
antar daerah adalah
penting artinya bagi suatu wilayah atau negara yang luas.
Sebaliknya tidak penting bagi
sebuah negara atau wilayah yang relatif kecil.
Dalam upaya mewujudkan keseimbangan antar daerah dapat dipilih
strategi
pusat-pusat pertumbuhan (growth pole strategy). Pusat
pertumbuhan adalah tempat
dilaksanakannya berbagai proyek pembangunan yang besar yang
mempunyai daya tarik
dan daya dorong terhadap pengembangan industri-industri yang
terkait, yang selanjutnya
keberhasilan pembangunan di kutub pertumbuhan disebarkan ke
daerah-daerah di
sekitarnya sehingga pertumbuhan terjadi secara luas.
D. Strategi Pembangunan yang Berorientasi Ke Dalam dan Ke Luar
{Inward-
Looking Development and Outward-Looking Development)
Strategi pembangunan berorientasi ke dalam ditujukan untuk
memajukan sektor
industri di dalam wilayah untuk menggantikan perdagangan yang
mendatangkan barang
dan jasa yang berasal dari luar wilayah, meskipun dimaklumi
bahwa perdagangan luar
wilayah itu memainkan peranan sebagai pendukung strategi
pembangunan yang
berorientasi ke dalam. Landasan penerapan strategi ini adalah
kondisi dan potensi
wilayah-wilayah pada umumnya di negara-negara berkembang yang
merupakan
penghasil produk atau komoditas sektor primer (sektor pertanian
dalam arti luas, meliputi
sub-sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan peternakan,
perikanan dan
kehutanan). Posisinya dalam perdagangan nasional dan
internasional menjadi relatif
lemah menghadapi persaingan masuknya barang-barang industri dari
luar wilayah. Dalam
jangka panjang nilai tukar produk sektor primer lebih rendah
dibandingkan produk sektor
induSsSrt Mi. Harga produk industri naik lebih cepat
dibandingkan produk primer, oleh karena
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
33
itu perlu dikembangkan pembangunan sektor industri (kecil dan
menengah) untuk
menggantikan barang-barang industri yang didatangkan dari luar
wilayah. Strategi
pembangunan berorientasi ke dalam disebut pula sebagai strategi
"substitusi impor"
(import substitution).
Sebaliknya strategi pembangunan yang berorientasi ke luar
menganggap bahwa
perdagangan ke luar wilayah merupakan motor pertumbuhan.
Perekonomian di dalam
wilayah dikembangkan ke arah pembangunan industri (kecil dan
menengah) untuk
melayani pasar di luar wilayah. Barang-barang diproduksi dengan
biaya murah karena
potensi sumberdaya yang dimiliki relatif besar sehingga wilayah
yang bersangkutan
mempunyai daya saing yang tinggi. Keuntungan perdagangan ke luar
wilayah dapat
digunakan untuk membayar pembelian barang dari luar wilayah.
E. Strategi "Kebutuhan Pokok" {Basic Needs Strategy)
Strategi kebutuhan pokok muncul karena kegagalan pembangunan
ekonomi yang
telah dilaksanakan selama sekitar lima dasa warsa yang lalu
ternyata tidak berhasil
mengentaskan kemiskinan lapisan masyarakat bawah. Di lain pihak
dapat dikemukakan
bahwa manfaat pertumbuhan ekononi tidak "menetes ke bawah", dan
hanya dinikmati
oleh lapisan masyarakat menengah dan atas yang umumnya berada di
daerah perkotaan
dan pusat pertumbuhan, dan tidak menyebar ke lapisan masyarakat
bawah yang berada
baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Oleh karena
itu perlu dilakukan
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah dan
ke seluruh lapisan
masyarakat miskin dengan menerapkan strategi kebutuhan pokok
untuk mencapai
sasaran pembangunan yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat
secara menyeluruh.
Secara konseptual, kebutuhan pokok meliputi dua unsur utama
yaitu (1)
kebutuhan minimum keluarga untuk konsumsi pribadi yang meliputi
pangan dalam jumlah
yang memadai, sandang, dan papan yang memadai, dan (2) pelayanan
penting yang
disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti air
bersih, listrik, sanitasi,
pengangkutan umum, kesehatan dan pendidikan.
S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
34
Setiap stratregi pembangunan ekonomi yang diuraikan di atas pada
dasarnya
menekankan perhatiannya kepada pentingnya pencapaian kemajuan
ekonomi untuk
kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah dan antar wilayah.
Penerapan masing-masing
strategi pembangunan tersebut harus disesuaikan dengan potensi
kondisi, dan tingkat
perkembangan dari masing-masing wilayah yang bersangkutan.
2.1.3. Kerangka Pembangunan Koperasi
2.1.3.1. Ciri dan Prinsip Koperasi
Koperasi mempunyai ciri khusus yang fungsinya sangat penting
dalam kehidupan
perkoperasian. Ciri khusus inilah yang membedakan koperasi
dengan organisasi
perusahaan lainnya. Pakar koperasi Professor Hans H. Muenkner
dari Universitas Philipps,
Marburg, Jerman, menyatakan bahwa ciri khusus koperasi menjadi
pola hukum
perkoperasian. Menurut Prof. Muenkner (1998), ciri khusus
koperasi adalah swadaya,
jumlah anggota yang berubah, perusahaan yang dibiayai dan
diawasi bersama, dan
tujuannya meningkatkan kepentingan anggota. Ciri swadaya
mencerminkan pengeloaan
sendiri oleh anggota sehingga setiap anggota berhak ikut serta
dalam kepengurusan
koperasi, bertanggungjawab sendiri dalam hal kesinambungan
keberadaan koperasi dan
akibat yang timbul dari kegiatan koperasi. Jumlah anggota yang
berubah mencerminkan
keterbukaan bagi yang memiliki kepentingan yang sama atau
altruisti. Ciri perusahaan
yang dibiayai dan diawasi bersama mencerminkan ciri pengurusan
dan tanggungjawab
bersama. Ciri tujuan peningkatan kepentingan anggota
mencerminkan promosi anggota
melalui pengurus dan manajer koperasi.
Berdasarkan ciri-ciri khusus koperasi tersebut, koperasi
mempunyai prinsip atau
azas yang secara universal telah dirumuskan oleh International
Cooperative Alliance (ICA)
pada kongres ICA tahun 1930 di Vienna. Prinsip-prinsip koperasi
adalah keanggotaan,
sukarela dan terbuka. Kontrol demokratis melalui satu anggota
satu suara (SASS),
sukubunga terbatas atas kapital, dividen atas pembelian, netral
dalam poltik dan agama,
pembayaran tunai dalam pembelian dan penjualan, dan memajukan
pendidikan. Prinsip-
pnri SsSipMini diadopsi dari koperasi konsumsi Rochdale yang
sangat berhasil di Jerman
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
35
sehingga disebut sebagai Rochdale Pioneers (Watkins, 1986). Di
berbagai negara prinsip-
prinsip koperasi disesuaikan dengan karakteristik negara. Di
Indonesia, prinsip-prinsip
koperasi hampir sama dengan Rochdale Pioneer dengan penyesuaian
pada suku bunga
terbatas atas modal menjadi pembagian keuntungan koperasi
menurut jasa anggota.
Atas dasar ciri dan prinsip koperasi, para ahli, pengamat, dan
praktisi koperasi
meyakini bahwa koperasi akan mampu menjadi tulang punggung
perekonomian
Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Ciri dan prinsip
koperasi Indonesia
mendasari sistem pengelolaan sumberdaya Indonesia berdasarkan
kekeluargaan dan
demokratis yang termuat dalam UUD 1945. Pada pasal 33 UUD 1945
secara jelas
terungkap bahwa pembangunan ekonomi Indonesia adalah untuk
mencapai kemakmuran
masyarakat, bukan kemakmuran orang seorang. Bahkan pada era Orde
Baru koperasi
dinyatakan sebagai sokoguru perekonomian Indonesia walaupun
dalam prakteknya
koperasi hanya sekedar pelengkap saja karena yang makmur adalah
orang seorang
melalui perusahaan berbentuk perseroran terbatas (PT) dan
konglomerasi.
Koperasi sebagai tulang punggung perekonomian tidak lagi sekedar
bentuk
perusahaan melainkan gagasan pembangunan ekonomi yang berdimensi
makro. Masalah
membangun keadilan, kesejahteraan, dan pendapatan yang menjadi
muatan
pembangunan nasional menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
pengembangan
koperasi. Oleh karena itu pembangunan wilayah yang merupakan
bagian integral dari
pembangunan ekonomi semestinya juga ditinjau dari pembangunan
koperasi.
2.1.3.2. Tinjauan Kebijakan
Menurut Prof Muenkner, prinsip-prinsip koperasi merupakan sistem
hukum yang
mencakup gagasan yang abstrak yang diangkat dari pengalaman para
koperator sebagai
pedoman yang paling sesuai dalam mendirikan koperasi. Namun.
prinsip-prinsip yang
bersifat abstrak belum sepenuhnya dapat dioperasionalkan oleh
para koperator di bawah
kondisi politik, sosial, budaya, dan ekonomi tertentu.
Praktek-praktek koperasi
membutuhkan landasan hukum yang tepat dan tegas dalam bentuk
undang-undang (UU).
KeteSnStMuan dalam UU menjadi dasar mengelola koperasi dan
menghasilkan kebijakan
pembangunan perkoperasian di Indonesia. UU 12/1967 merupakan UU
yang melandasi
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
36
pembangunan koperasi sejak Orde Baru berkuasa. UU ini memberikan
kesempatan pada
pemerintah Orde Baru untuk ikut aktif melalui kebijakan dalam
pembangunan koperasi.
Kemudian, UU 12/1967 diubah menjadi UU 25 tahun 1992 sebagai
wujud dari keinginan
pemangku kepentingan menyesuaikan perubahan dan usulan
pembaharuan UU koperasi
pada seminar UU koperasi tahun 1984 di Singapura.
Berbagai kebijakan sebagai derivasi dari UU dikeluarkan oleh
pemerintah.
Disamping itu untuk meningkatkan percepatan pembangunan, kabinet
Indonesia berisikan
Kementerian KUKM. Dari berbagai kebijakan itu terlihat bahwa
orientasi pembangunan
koperasi lebih pada memperkuat kelembagaan dan usaha koperasi
dengan harapan dapat
meningkatkan ekonomi rakyat. Pemerintah pusat mengeluarkan
kebijakan menyangkut
keberadaan koperasi di daerah dengan upaya memberikan penilaian.
Terakhir,
pemerintah melalui Kementerian Negara KUKM mengeluarkan
kebijakan Peraturan
Menteri (Permen) KUKM nomor 06/Per/M.KUKM//V/2006 tentang
Pedoman Penilaian
Koperasi/Koperasi Award dan Permen nomor 03/Per/14-KUKM/I/2007
tentang Pedoman
Penilaian Provinsi/Kabupaten/ Kota Koperasi.
Permen nomor 06/2006 dikeluarkan untuk menyemarakkan peringatan
Hari
Koperasi setiap tanggal 12 Juli. Kebijakan ini lebih merupakan
kontes antar koperasi yang
juaranya diberikan Koperasi Award. Permen 03/2007 bertujuan
untuk meningkatkan
peran pemerintah daerah dalam pemberdayaan koperasi. Dari sisi
tujuannya, kebijakan
ini secara normatif cukup menjanjikan peningkatan peran, tetapi
esensi kebijakan ini lebih
pada kontes antar daerah untuk memperoleh award juga. Perpres
03/2007 telah
mengatur penilaian sebanyak 19 variabel, yakni kelembagaan
koperasi, keanggotaan
koperasi, penyerapan tenagakerja, penyebaran koperasi aktif per
kecamatan, penilaian
koperasi berprestasi, koperasi berkualitas, modal sendiri,
volume usaha, sisa hasil usaha,
modal luar koperasi, asset, struktur permodalan, kesehatan
KSP/USP, kontribusi koperasi
dalam PAD, animo dan peran serta masyarakat berkoperasi di desa
tertinggal, kontribusi
koperasi terhadap pengembangan kualitas lingkungan, representasi
perempuan dalam
manajemen, kerjasama antar koperasi dan badan usaha lain, dan
akses pembiayaan
koperasi pada bank pembangunan. S S M
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
37
S S M
Kebijakan tersebut kalau untuk tujuan kontes cukup memadai.
Namun untuk
kepentingan pembangunan, secara prinsip dan metodologis masih
perlu dipertanyakan.
Kelemahan penilaian terletak pada tujuan, variabel, model, dan
metode. Tujuan penilaian
lebih pada kontes untuk memperoleh penghargaan. Variabel lebih
pada dimensi mikro,
belum pada dimensi makro yang mencerminkan pembangunan, skor
merupakan penilaian
nominal, dan modelnya tidak integratif. Oleh karena itu
penilaian yang mencerminkan
keterkaitan pembangunan koperasi dengan daerah masih perlu
dikembangkan sehingga
diperoleh kondisi yang merangsang kompetisi antar daerah.
2.1.4. Pilihan Model Pembangunan Koperasi dan Wilayah
Bahasan teori-teori dan empiris baik terhadap pembangunan dan
pertumbuhan
wilayah maupun pembangunan koperasi yang dijelaskan di atas
menghasilkan variabel
atau indikator-indikator pada masing-masing bidang. Variabel
atau indikator tersebut
merupakan sebuah unit yang digunakan untuk mengukur perkembangan
dan kontribusi
dari masing-masing bidang. Selain itu bahasan teori menghasilkan
model-model
pembangunan wilayah dan koperasi dan strategi serta kebijakan
yang dapat
diimplementasikan dalam dunia nyata. Berdasakan bahasan teori
dan empiris tersebut,
berikut ini diberikan model teoritis pembangunan koperasi dan
pembangunan wilayah
sebagai sebuah kerangka berpikir untuk menemukan variabel atau
indikator-indikator
terukur dalam model pemeringkatan daerah dalam pembangunan
koperasi.
Gambar 4. Model Kerangka Pikir Pembangunan Koperasi
Teori dan Prinsip Koperasi
1. Teori Ekonomi
2. Teori Bisnis
3. Prinsip Rodhdale
Kelembagaan Koperasi
Lembaga
Usaha
Ekonomi
Indikator Utama
Anggota Lembaga
Volume usaha
Permodalan
Kesempatan kerja
Asset
Pembiayaan
Pelayanan
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
38
Gambar 5. Model Kerangka Pikir Pembangunan Wilayah
2.1.5. Tinjauan Arti Penting Pemeringkatan
Informasi menyangkut pemeringkatan telah menjadi kebutuhan
penting tidak
hanya bagi pemerintah tetapi juga swasta. Hal ini terjadi karena
perubahan tatanan
perekonomian dunia dewasa ini yang ditandai oleh globalisasi.
Implikasi ekonomi dari
globalisasi adalah kompetisi. Baik negara maupun perusahaan
harus mampu
meningkatkan kemampuan kompetisi agar mampu memainkan peran
lebih tinggi dalam
perekonomian. Kemampuan negara, perusahaan, dan individu
meningkatkan kompetisi
sangat tergantung pada pengetahuan menyangkut posisi
masing-masing dalam
interaksinya baik secara global, nasional, regional, maupun
lokal.
Dalam rangka itu pula berbagai upaya pemeringkatan telah
dilakukan oleh
lembaga internasional dan nasional. The International Management
Development (IMD) S S M
yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, setiap tahunnya
menerbitkan rating dan
Teori Pembangunan
Wilayah
1. Klasik 2. Neo Klasik
3. Keynesian
4. Basis Ekspor 5. Sektoral
6. Struktural 7. Kausasi Kumulatif
8. Lokasi dan Aglomerasi
9. Tempat Sentral 10. Growth Pole
Model
Pembangunan
Wilayah
Model I
Model II
Model III
Model IV
Indikator Utama
Pendapatan agregat (PDB, PDRB)
Pertumbuhan ekonomi
Kesempatan kerja Ekspor Investasi
Pemerataan Sumberdaya manusia Kesehatan & pendidikan
Penduduk Dunia usaha Infrastruktur
Strategi :
Pembangunan prasarana
Pembangunan seimbang atau tak seimbang Keseimbangan daerah
Orientasi ke dalam dan ke luar
Kebutuhan pokok.
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
39
pemeringkatan dayasaing negara-negara. The Political and
Economic Risk Country (PERC)
selalu menerbitkan posisi negara-negara dalam hal resiko. The
Standard & Poor (SP) dan
Moody di Hongkong selalu menerbitkan rating negara-negara dalam
bidang finansial.
UNCTAD di Genewa dalam laporan tahunannya dalam buku the World
Investment Report
(WIR) memeringkat negara-negara dalam menarik investasi asing
(FDI) setiap tahunnya.
Business Monitor International (BMI) di Singapura menerbitkan
pemeringkatan negara-
negara dalam hal resiko ekonomi dan politik. Para pengamat dan
pakar juga berupaya
menerbitkan analisis menyangkut posisi perusahaan. Pada tahun
2006, dalam majalah
semi ilmiah "Infokop", Johnny W. Situmorang dkk telah berupaya
memperkenalkan
prototipe model pemeringkatan koperasi berdasarkan cooperative
membership dignity di
Kabupaten Bandung serta memeringkat propinsi dan sektor
perekonomian dalam menarik
PMDN dan PMA berdasarkan Regional Investment Performance Index
(RIPI).
Tidak hanya dalam bidang ekonomi, pemeringkatan dalam bidang
politik dan
sosial juga telah menjadi sumber informasi bagi pemangku
kepentingan. The
Transparency International (TI) menerbitkan peringkat
negara-negara dalam hal korupsi
dan transparansi. Lembaga sumberdaya manusia menerbitkan indeks
pembangunan
sumberdaya manusia. Lembaga Survei Indonesia (LSI) menjadi
rujukan dalam melihat
arah perkembangan politik dalam pemilihan kepala daerah di
Indonesia. Lembaga riset
Danareksa (dRI) juga berusaha menerbitkan rating kinerja
perusahaan di Indonesia.
Hasil publikasi setiap lembaga pemeringkat sangat mempengaruhi
proses
pembangunan. Misalnya, IMD menempatkan Indonesia pada posisi
ke-47 dari 49 negara
pada tahun 2002 dalam dayasaing global. BMI menempatkan
Indonesia pada peringkat
ke-88 dari 131 negara dalam resiko ekonomi serta peringkat ke-87
dari 125 negara dalam
hal resiko politik. Pada tahun 2003, TI menempatkan Indonesia
pada posisi ke-122 dari
133 negara dalam hal korupsi. Lembaga dRI menerbitkan rating
Indonesia yang lemah
berdasarkan Indeks Kinerja Perusahaan (IKP). Para pengambil
keputusan segera
berreaksi dan mengevaluasi kembali kebijakannya apabila hasil
pemeringkatan
menunjukkan posisinya rendah. Disamping itu pula citra negara
dan bangsa atau lembaga
yang menjadi obyek pemeringkatan sangat terpengaruh oleh hasil
pemeringkatan. Bank S S M
Mandiri dengan bangga mempublikasikan hasil pemeringkatan
layanan prima oleh MRI
-
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam
Pembangunan Koperasi
2014 DRAFT
40
(Marketing Research Indonesia) selama tahun 2003-2006 melalui
iklan di Harian Media
Indonesia (1 Mei 2007). Peringkat Bank Mandiri naik dari posisi
ke-16 tahun 2003 menjadi
posisi ke-12 tahun 2004, ke-3 tahun 2005, dan ke-2 tahun 2006.
Manajemen Bank
Mandiri menyatakan bahwa naiknya peringkat Bank Mandiri
merupakan persembahan
kepada konsumen untuk selalu memperbaiki dan menyempurnakan
layanan kepada
nasabah. Hasil pemeringkatan menjadi salah satu faktor penting
yang menjadi perhatian
bagi negara, perusahaan, dan lembaga internasional dalam
membangun hubungan
dengan negara atau lembaga tertentu. Hal itu terlihat jelas pada
setiap pertemuan dalam
the World Economic Forum (WEF) dan the World Social Forum (WSF)
juga dalam forum
WTO dan multilateral lainnya, seperti IMF, Bank Dunia, dan forum
kerjasama regional.
Kekuatan dari pemeringkatan sangat tergantung pada metodologi.
Indikator dan
model analisis menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam upaya
pemeringkatan.
Indikator tidak hanya menyangkut ekonomi tetapi juga non-ekonomi
dan semua indikator
harus terukur. Pada umumnya dengan banyaknya indikator yang
digunakan dalam
pemeringkatan, metode penentuan akhir yang lazim digunakan
adalah metode indeks.
IMD misalnya, menggunakan empat indikator yakni aspek bisnis,
ekonomi, birokrasi, dan
infrastukrur. Pembangunan sumberdaya manusia, konsumen retensi,
cooperative
membership dignity, dan lainnya juga menggunakan metode
indeks.
Dengan memperhatikan TOR, sangat jelas tercantum dalam masalah
dan tujuan
studi bahwa indikator dan rumusan model menjadi output dari
studi ini. Oleh karena itu