-
FITRA RIAU
1
MEMBANGUN BASISDATA POTENSI, PRODUKSI, PENERIMAAN dan MANFAAT
EKONOMI SOSIAL UNTUK MENDORONG TRANSPARANSI DAN
AKUNTABILITAS TATAKELOLA INDUSTRI EKSTRAKTIF di PROVINSI
RIAU
A. Pendahuluan
Bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumberdaya alam strategis
tidak terbarukan (Unrenewable ) yang dikuasai oleh Negara dan
merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak
serta mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional. Untuk
itu pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin dengan
menggunakan teknologi yang terus dikembangkan dan lebih efisiensi
serta ramah lingkungan agar dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Alhir-akhir ini, kecenderungan penggunaan minyak bumi sebagai
bahan baku semakin meningkat, sementara produksi semakin menurun
seiring dengan semakin menipisnya cadangan minyak. Kecenderungan
penurunan produksi dan lifting migas saat ini, akan sangat
berpengaruh terhadap penerimaan negara yang berakibat langsung
terhadap penerimaan Dana Bagi Hasil dari SDA migas dan ini sangat
menentukan dalam perolehan pendapatan asli daerah (anggaran
pembangunan).
Landasan Hukum
Beberapa landasan hukum yang digunakan sebagai kekuatan mengikat
bagi pengelolaan industry Migas di Indonesia:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Ayat 2 mengatakan bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan Bangsa yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Ayat 3
bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001, tentang
Minyak dan Gas Bumi (proses amandemen). Pasal 31, Ayat 6 mengatakan
bahwa penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) merupakan penerimaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Undang-undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004, Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pasal 19 Ayat 1 mengatakan bahwa penerimaan pertambangan Minyak
Bumi dan Gas Bumi yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara
dari sumber daya alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dari
wilayah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan
pungutan lainnya. Ayat 2 mengatakan bahwa Dana Bagi Hasil dari
Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf
e angka 2 sebesar 15,5 persen dibagi dengan rincian sebagi berikut
:
a. 3,1% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan;b. 6,2%
dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan c. 6,2% dibagikan
untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang
-
FITRA RIAU
2
bersangkutan. Pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa Dana Bagi Hasil
dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f angka 2 sebesar 0,5%
(setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan
dasar. Ayat (2) berpendapat bahwa Dana Bagi Hasil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibagi masing-masing dengan rincian sebagai
berikut: (a).0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi
yang bersangkutan; (b).0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk
kabupaten/ kota penghasil; dan (c).0,2% (dua persepuluh persen)
dibagikan untuk kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan. Ayat (3) Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk
semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.
4. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana
Perimbangan. Pasal 28mengatakan bahwa perhitungan realisasi DBH
Sumber Daya alam dilakukan secara triwulan melalui mekanisme
rekonsiliasi data antara Pemerintah Pusat dan daerah penghasil
kecuali untuk DBH perikanan. Pasal 29 menyatakan bahwa penyaluran
DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan Negara pada
tahun anggaran berjalan. Penyaluran tersebut di atas dilaksanakan
secara triwulanan (periode April- Juli- Oktober- Desember)
5. Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi (proses amandemen). Pasal 11 Ayat 3.p
mengatakan bahwa Kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok.
Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak- hak masyarakat
adat. Pasal 40 butir 5 mengatakan bahwa Badan Usaha atau
BentukUsaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab
dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.
6. Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004, tentang Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi. Pasal 76 mengatakan bahwa Kegiatan
pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat oleh kontraktor
dilakukan dengan berkoordinasi dengan Pemerintah daerah. Kegiatan
Pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) di utamakan untuk masyarakat di sekitar
daerah dimana Eksploitasi dilaksanakan. Pasal 77 mengatakan bahwa
pelaksanaan keikutsertaan kontraktor dalam pengembangan lingkungan
dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat
(1) diberikan dalam bentuk natura berupa sarana dan prasarana
fisik, atau pemberdayaan usaha dan tenaga kerja setempat.
-
3Mekanisme Penerimaan SDA Minyak Bumi
Mekanisme Penetapan Bagian Daerah Penerima DBH Migas
B. Potensi Minyak Bumi dan Bahan Tambang lainnya di RiauPropinsi
Riau secara Geologi terletak pada Cekungan Sumatera Tengah yang
kaya akan sumber daya mineral seperti Minyak dan Gas Bumi,
Batubara, Gambut, serta Bahan Galian lainnya. Semua bahan galian
tersebut diatas sebagian sudah dimanfaatkan sejak zaman penjajahan
Belanda seperti Minyak dan Gas Bumi, dimana puncak produksinya pada
tahun 80an minyak bumi mencapai 1,2 barel/hari namun sampai saat
ini produksin
Penerimaan SDA Minyak Bumi
ekanisme Penetapan Bagian Daerah Penerima DBH Migas (PP No.55
Tahun 2005
Minyak Bumi dan Bahan Tambang lainnya di RiauPropinsi Riau
secara Geologi terletak pada Cekungan Sumatera Tengah yang kaya
akan sumber daya mineral seperti Minyak dan Gas Bumi, Batubara,
Gambut, serta Bahan Galian lainnya. Semua bahan galian tersebut
diatas sebagian sudah dimanfaatkan sejak zaman penjajahan Belanda
seperti Minyak dan Gas Bumi, dimana puncak produksinya pada tahun
80an minyak bumi mencapai 1,2 barel/hari namun sampai saat ini
produksinya terus menurun.
FITRA RIAU
PP No.55 Tahun 2005 )
Propinsi Riau secara Geologi terletak pada Cekungan Sumatera
Tengah yang kaya akan sumber daya mineral seperti Minyak dan Gas
Bumi, Batubara, Gambut, serta Bahan Galian Mineral lainnya. Semua
bahan galian tersebut diatas sebagian sudah dimanfaatkan sejak
zaman penjajahan Belanda seperti Minyak dan Gas Bumi, dimana puncak
produksinya pada tahun 80-
ya terus menurun.
-
FITRA RIAU
4
Potensi Minyak Bumi di RiauNO Kabupaten/Kota Lokasi Eksplorasi1
Kabupaten Bengkalis Bekasap, Kota Batak, dan Duri2 Kabupaten Siak
Minas, Libo dan Zamrud3 Kabupaten Rokan Hilir Rantau Bais dan Ujung
Tanjung4 Kabupaten Kampar Petapahan dan tapung5 Kabupaten Rokan
Hulu Tandun6 Kabupaten Pelalawan -7 Kabupaten Indragiri Hulu Lirik8
Kabupaten Kepulauan Meranti
Produksi Minyak Bumi rata-rata = 375,00 BOPD
Peta Potensi Wilayah Kerja Pertambangan di Provinsi Riau
Sumber: Dinas Pertambangan Riau
-
5Sumber: Dinas Pertambangan Provinsi Riaunas Pertambangan
Provinsi Riau
FITRA RIAU
-
6Kontraktor (KKKS) Migas yangyang Beroperasi di Provinsi
Riau
FITRA RIAU
-
7 Potensi Batubara Riau
FITRA RIAU
-
FITRA RIAU
8
Produksi Batu bara di RiauNO PERIODE PRODUKSI1 1997-2004
1.307.468 MT2 2005-2008 5.908.986 MT JUMLAH 7.216.454 MT
Sumber: Dinas Pertambangan Provinsi Riau
Kualitas Batubara Rata-rata di Riau
Produksi Pertambangan di Provinsi Riau dari tahun 2006-2008
No Jenis Satuan Produksi2006 2007 2008
1 Minyak Bumi Ribu Barel 157 765,423,00 147 901 613,46 143 793
347,43
2 Kondesat Ribu Barel - - -3 Gas Bumi Ribu MSCF - - 7714234 004
Batu Bara Metrik Ton 2040 500,691 1 546 599,267 1 274 180,785
Gambut Ton 423 587,400 483 616,000 452 907,54Sumber: Distamben Riau
2009
No. Parameter Rata-rata 1 Rata rata 2
1. Total Moisture ( as Received ) 14,5-29,5 % 8,75 15,40 %
2. Inheren Moisture ( adb ) 10,5-14,2 % 5,25 8,60 %
3. Ash Content 25-28,3 % 6,28 14,95 %
4. Volatil Meter 24,4-27,3 % 33,26 40,19 %
5. Fixed Carbon 30,4 % 37,36 43,41 %
6. Total Sulfur 0,21 0,5 % 1,41 2,85 %
7. Gross Calorific Value 4.360-5.100 6.285,75 6.840 cal/gram
-
9C. Pendapatan Pemerintah dari sektor Migas1. Pendapatan
Pemerintah Daerah
Realiisasi LIfing dan Penerimaan Dana Bagi Hasil Minyak Bumi
Daerah Riau Tahun 2006-2009
Sumber: Distamben Riau 2010
Sementara itu, di dalam APBD Provinsi Riau Tahun 2010,
penerimaan daerah dari bagi hasil Pertambangan Minyak Bumi mencapai
Rp. 1.213.609.880.000,00. Menempati daerah yang paling besar
diantar pendapatan dari lainnya, seperti dari sector kehutanan dan
pertambangan umum yang masing2.500.000.000,00. Tabel berikut
menunjukkan perbandingan hal tersebut:
NO DAERAH
PENGHASIL REALISASILIFTING
(ribu barel)1 2 3
PROVINSI RIAU 157,765.42
1 BENGKALIS 72,890.76
2 INDRAGIRI HULU 758.86
3 KAMPAR 16,317.07
4 ROKAN HULU 627.56
5 ROKAN HILIR 31,994.67
6 SIAK 34,496.09
7 PELALAWAN 680.41
8 INDRAGIRI HILIR -
9 KUANSING -
10 DUMAI -
11 PEKANBARU -
- TOTAL 157,765.42
TAHUN 2006
tor MigasPendapatan Pemerintah Daerah
ealiisasi LIfing dan Penerimaan Dana Bagi Hasil Minyak Bumi
Daerah Riau Tahun
Sumber: Distamben Riau 2010
Sementara itu, di dalam APBD Provinsi Riau Tahun 2010,
penerimaan daerah dari bagi hasil Pertambangan Minyak Bumi mencapai
Rp. 1.213.609.880.000,00. Menempati daerah yang paling besar
diantar pendapatan dari lainnya, seperti dari sector kehutanan dan
pertambangan umum yang masing-masing hanya Rp. 7.000.000.000,00 dan
Rp. 2.500.000.000,00. Tabel berikut menunjukkan perbandingan hal
tersebut:
REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI REALISASIDBH
MIGAS LIFTING DBH MIGAS LIFTING DBH MIGAS
(juta Rupiah) (ribu barel) (juta Rupiah) (ribu barel) (juta
Rupiah) (ribu barel)4 5 6 7 8
1,744,304.08 147,901.61 1,671,285.21 143,793.35 2,624,455.99
132,517.71
1,638,026.83 69,611.65 1,611,523.37 70,422.27 2,674,781.77
351,980.26 681.60 336,896.64 681.30 531,103.86
712,961.67 15,919.15 674,442.16 15,004.45 1,062,183.85
362,313.05 660.74 345,599.52 593.95 545,314.98
1,066,782.17 28,220.26 1,017,283.18 25,548.64 1,444,824.76
1,092,592.59 32,174.10 1,022,009.19 30,965.04 1,603,357.66
357,116.48 634.10 340,358.60 577.70 536,483.73
348,860.82 334,257.04 524,891.20
348,860.82 334,257.04 524,891.20
348,860.82 334,257.04 524,891.20
348,860.82 334,257.04 525,099.77
8,721,520.38 147,901.61 8,356,426.04 143,793.35 13,122,279.96
132,517.71
TAHUN 2007TAHUN 2006 TAHUN 2008
FITRA RIAU
ealiisasi LIfing dan Penerimaan Dana Bagi Hasil Minyak Bumi
Daerah Riau Tahun
Sementara itu, di dalam APBD Provinsi Riau Tahun 2010,
penerimaan daerah dari bagi hasil Pertambangan Minyak Bumi mencapai
Rp. 1.213.609.880.000,00. Menempati pendapatan daerah yang paling
besar diantar pendapatan dari lainnya, seperti dari sector
kehutanan dan
masing hanya Rp. 7.000.000.000,00 dan Rp.
REALISASI REALISASILIFTING DBH MIGAS
(ribu barel) (juta Rupiah)9 10
132,517.71 1,417,070.58
64,358.72 1,358,527.31
694.90 287,939.60
14,343.59 601,636.65
525.94 295,223.96
23,876.60 818,404.09
28,121.91 877,152.56
596.05 295,741.68
283,414.12
283,414.12
283,414.12
283,414.12
132,517.71 7,085,352.90
TAHUN 2009
-
FITRA RIAU
10
Nilai ekspor dari industry Migas di Riau mencapai 20% lebih jika
bandingkan dengan nilai ekspor non-migas yang hanya 12 %:
Komoditas Nilai (US$)Migas 7,921,099,219Minyak Mentah
7,220,399,575Hasil Minyak 700,699,644Gas Alam 0Batu Bara
50,824,018Bauksit 1,540,610Hasil Tambang Lainnya 73,943Total
842.148.707,94Non Migas 12,834,732,316
Sumber: BPS Riau Tahun 2009
Sementara itu jumlah Pendapatan Daerah dari sector pajak Migas
cukup besar jumlah dan berkontribusi positif bagi Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah terutama di daerah-daerah eskplorasi Migas
di Riau:
Jenis Pajak 2008A. Pajak Penghasilan Direct Tax
1. PPH pasal 212. Pph Pasal 223. Pph Pasal 22 Impor4. Pph Pasal
235. Pph Pasal 25/29 Orang Pribadi6. Pph Pasal 25/29 Badan7. Pph
Pasal 268. Pph Final dan Fiskal LN9. Pph non Migas Lainnya10. Pph
Minyak Bumi11. Pph Gas Alam12. Pph Lainnya dari Minyak Bumi13. Pph
Lainnya dari Gas Alam
3.984.822.121.604.976.07 136.431,73 31.262,44 628,465,94
45.818,101.205.354,79 58.421,11 271.499,99 (32,46) 2.465,92 123,39
- 35,09
No Jenis Pendapatan Besaran (Rp)1 Bagi Hasil Sumber Daya Hutan
7.000.000.000,002 Bagi Hasil Pertambangan Minyak Bumi
1.213.609880.000,003 Bagi Hasil Pertambangan Gas Bumi
364.003.000,004 Bagi Hasil Pertambangan Umum 2.500.000.000,005 Bagi
Hasil Pajak 1.624.863.460.017,006 Dana Alokasi Umum
58.869.157.000,007 Dana Alokasi Khusus 22.368.500.000,00
-
11
B. Ppn dan PPn BM Indirect Tax1. Ppn dalam Negeri2. PPn Impor3.
PPn BM dalam Negeri4. PPn BM Impor5. PPn dan PPn BM lainnya
C. Pajak Lainnya Other Tax1. Bea Materai2. Pajak Tidak Langsung
Lainnya3. Bunga Penagihan PPh4. Bunga Penagihan PPn/PTLL5. BPP6.
Pembelian Imbalan Bunga
D. Pajak Bumi dan Bangunan1. PBB Pedesaan2. PBB Perkotaan3. PBB
Perkebunan4. PBB Perhutanan5. PBB Pertambangan
E. BPHTBJumlah
Sumber; BPS Riau Tahun 2009
Perbandingan PDRB per Kapita
Sumber: Diolah Dari BPS dan hasil wawancara dengan Tokoh
Masyarakat (Drs. Ediyanus, MM), 2010
0100
2008
Tahun
2008
2009
Indirect TaxPpn dalam Negeri
PPn BM dalam Negeri
PPn dan PPn BM lainnya
1.904.014,071.800.502,02 92.962,86 725,12 607,65 9.216,42
Pajak Lainnya Other Tax
Pajak Tidak Langsung LainnyaBunga Penagihan PPhBunga Penagihan
PPn/PTLL
Pembelian Imbalan Bunga
54.254,35 60.802,69 3,64 519,56 191,07 - (7.262,61)
dan Bangunan
PBB PerkebunanPBB PerhutananPBB Pertambangan
1.770.955.281,65 6.177.493,75 67.187.252,91 83.665.959,59
16.754.244,03 1.597.170.331,37 48.211.705,331.825.100.077,52
Sumber; BPS Riau Tahun 2009
Perbandingan PDRB per Kapita
Sumber: Diolah Dari BPS dan hasil wawancara dengan Tokoh
Masyarakat (Drs. Ediyanus,
2008 2009
Non
Migas
Migas Non-Migas
Rp 53.26 Juta Rp 28.74 Juta
Rp 60.21 Juta Rp 33.77 Juta
FITRA RIAU
Sumber: Diolah Dari BPS dan hasil wawancara dengan Tokoh
Masyarakat (Drs. Ediyanus,
-Migas
Migas
Migas
Rp 28.74 Juta
Rp 33.77 Juta
-
FITRA RIAU
12
KKKS P.T. CPI di Riau
Kegiatan ekplorasi dan ekploitasi minyak dan gas bumi di
Indonesia dilakukan oleh paraKontraktor berdasarkan suatu Kontrak
Kerja Sama dengan pemerintah. Kontrak Kerja Sama(KKS) adalah
Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara
dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
KKS ditandatangani oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi(BPMIGAS) dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama
(KKKS) dan disetujui oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Setiap KKKS diberikan hak
untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pada satu
Wilayah Kerja.
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(BPMIGAS) adalah suatu badan hukum yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 42 tahun 2002 tentang Badan
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagai
pelaksanaan amanat Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi. Sesuai dengan pasal 10 PP nomor 42 tahun 2002,
BPMIGAS mempunyai fungsi melakukan pengawasan terhadap Kegiatan
Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi
milik negara dapat memberikan manfaatdan penerimaan yang maksimal
bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Salah satu bentuk KKS adalah Kontrak Bagi Hasil atau Production
Sharing Contract (PSC). Prinsip-prinsip PSC adalah sebagai
berikut:
1. Manajemen ditangan Pertamina (sekarang beralih kepada
BPMIGAS).2. Kontraktor menyediakan semua dana, tehnologi, dan
keahlian.3. Kontraktor menanggung semua resiko finansial.4.
Besarnya Bagi Hasil ditentukan atas dasar tingkat produksi minyak
dan atau gas bumi.
PSC Wilayah Kerja Rokan
Sejarah perkembangan PT CPI berawal pada Tim Geologi dari
Standard Oil of California (Socal) melakukan penelitian di 1924
yang kemudian di tahun 1936 Socal bersama Texaco mendirikan Caltex.
Pada tahun 1963 Caltex resmi menjadi PT Caltex Pasific Indonesia.
Perkembangannnya nama Socal berubah menjadi Chevron dan di tahun
2001 Chevron & Texaco bergabung menjadi ChevronTexaco. Pada
awal 2005 gabungan perusahaan Chevron Texaco berganti nama menjadi
Chevron Corporation. Dan saat ini, PT CPI bertindak sebagai
kontraktor dari tiga PSC di Sumatera, yaitu PSC Rokan, PSC C&T
Siak dan PSC C&T Mountain Front & Kuantan (MFK).
PSC Rokan
Penandatanganan PSC Rokan antara Pertamina dengan PT CPI
dilakukan pada tanggal 9Agustus 1971, dan telah mengalami amandemen
dengan persetujuan Menteri Pertambangan pada tanggal 24 Desember
1983, untuk jangka waktu (akhir masa) PSC sampai tanggal 8 Agustus
2002. Setelah dilakukan amandemen PSC pada tanggal 15 Oktober 1992,
PT CPI masih berhak
-
FITRA RIAU
13
meneruskan usaha pertambangan migas di daerah Sumatera Bagian
Tengah (Rokan Block)seluas 9.898 km2 untuk masa 30 tahun sampai
dengan Agustus 2021.
PSC Rokan dioperasikan PT CPI di 3 (tiga) lapangan minyak utama,
yaitu: Duri, Minas dan Bekasap. Lapangan Duri memproduksi minyak
bumi yang terkenal dengan nama Duri Crude yang ditemukan tahun 1941
dan mulai berproduksi tahun 1958. Lapangan Minas ditemukan pada
tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1952 dengan jenis minyak
yang dihasilkan yaitu Sumatran Light Crude (SLC). Sedangkan
Lapangan Bekasap hanya memiliki sejumlah lapangan minyak kecil
produktif yang memproduksi light crude.
PSC C&T Siak
Penandatanganan PSC C&T Siak antara Pertamina, Chevron Siak
Inc. dan Texaco Inc. dilakukan pada tanggal 28 Maret 1991 dengan
wilayah kuasa pertambangan migas (area eksplorasi) di daerah Siak
Block seluas 8,314 km2. PSC C&T Siak mengoperasikan Lapangan
Siak yang menghasilkan jenis minyak SLC.
PSC C&T MFK
Penandatanganan PSC C&T MFK antara Pertamina dengan
California Asiatic Oil Company(Calasiatic) dan Texaco Overseas
Petroleum Company (Topco) (C&T) dilakukan pada tanggal 20
Januari 1975, dengan amandemen pada tanggal 21 Desember 1978 dan 28
Januari 1980. PSC C&T MFK mengoperasikan ladang migas (area
eksplorasi) di daerah Blok MFK di Kabupaten Rokan Hulu seluas 6.865
km2, yaitu di Mountain Front Block seluas 805 km2 dan Kuantan Block
seluas 6.060 km2.
Ringkasan perhitungan bagi hasil operasi minyak dan gas untuk
tahun 2007 yang dilaporkan oleh KKKS PT CPI kepada BPMIGAS (Audit
BPK-RI 03/AUDITAMA VII/PDTT/02/2009, tanggal 6 FEBRUARI 2009)
Rincian Penerimaan Negara Penerimaan PT CPI (000 US $)First
Tranche Peroleum (FTP) 1,476,967 375,127Cost Recovery -
1,181,204Equity to be Split (ETBS) 4,970,495 1,256,678Lifting Price
Variance (LPV) 15,956 (15,956)Domestic Market Obligation (DMO)
468,909 (468,909)
DMO Fee (112,535) 112,535Govt Tax Entitlement (GTE) 522,708
(522,708)Total 7,342,500 1,917,971
-
14
Perbandingan penerimaan bagi hasil Pemerintah dan KKKS PT CPI
antara tahun 2007 dengantahun sebelumnya (tahun 2006)
Bagian PemerintahRincian
FTP 1,377,754ETBS 4,729,824Lifting Price Variance 11,424DMO
435,725DMO Fee (112,535)Govt Tax Entitlement 522,708Total Bagian
Pemerintah 7,342,500
Bagian KontraktorRincian
FTP 348,580Cost Recovery 982,734ETBS 1,192,780Lifting Price
Variance (11,424)DMO (435,725)DMO Fee 105,953Govt Tax Entitlement
(498,028)Total Bagian Kontraktor 1,684,870
Penerimaan bagi hasil Pemerintah dari pelaksanaan kenaikan
sebesar US $24.032.000 atau 21,85% disebabkan oleh kenaikan
lifhting minyak.
D. Nilai Manfaat Industri Migas Bagi Masyarakat
Bagi Perusahaan Migas, nilai manfaat Perusahaan PSC (Production
Sharing ContractRecovery belum terdapat. Berdasar data produksi
migas sampai tengah tahun 2010 (sumber: Majalah Petrominer), 10
besar KKKS produksi migas Indonesia sebagai berikut (BOD: Oil per
Day, MMSCFD: Million Cubic Feet Per Day
Perbandingan penerimaan bagi hasil Pemerintah dan KKKS PT CPI
antara tahun 2007 dengansebelumnya (tahun 2006)
2006 2007 % naik (turun) /000
1,377,754 1,476,967 7,204,729,824 4,970,495 5,0911,424 15,956
-435,725 468,909 7,62(112,535) (112,535) -522,708 522,708
4,967,342,500 7,342,500 5,70
2006 2007 % naik (turun) /(000
348,580 375,127 7,62982,734 1,181,204 20,201,192,780 1,256,678
5,36(11,424) (15,956) -(435,725) (468,909) -105,953 112,535
6,21(498,028) (522,708) 4,961,684,870 1,917,971 13,83
Penerimaan bagi hasil Pemerintah dari pelaksanaan PSCRokan di
tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar US $24.032.000 atau 21,85%
disbanding tahun sebelumnya. Kemungkinan disebabkan oleh kenaikan
lifhting minyak.
Nilai Manfaat Industri Migas Bagi Masyarakat
Bagi Perusahaan Migas, nilai manfaat Perusahaan Migas tersebut
bagi masyarakat di atur dalam Production Sharing Contract).
Sedangkan aturan (PP) yang mengatur khusus tentang Cost
Berdasar data produksi migas sampai tengah tahun 2010 (sumber:
Majalah Petrominer), 10 besar KKKS produksi migas Indonesia sebagai
berikut (BOD:
Million Cubic Feet Per Day) ;
FITRA RIAU
Perbandingan penerimaan bagi hasil Pemerintah dan KKKS PT CPI
antara tahun 2007 dengan
% naik (turun) /000 US $)
% naik (turun) /(000 US $)
di tahun 2007 mengalami tahun sebelumnya. Kemungkinan
Migas tersebut bagi masyarakat di atur dalam Sedangkan aturan
(PP) yang mengatur khusus tentang Cost
Berdasar data produksi migas sampai tengah tahun 2010 (sumber:
Majalah Petrominer), 10 besar KKKS produksi migas Indonesia sebagai
berikut (BOD: Barrel
-
15
Dengan asumsi persentase produksi 10 besar KKKS diatas tidak
banyak berubah terhadap total lifting 2010 yang estimasi 2,466 juta
BOE (Oil 960 ribu Barrel, gas 1.505 juta BOE Juli 2009), maka
estimasi batas maksimal batas atas CR pada 10 KKKS adalah:
Berikut ditampilkan data kemiskinan di porovinsi Riau selamdari
data BPS tahun 2007- 2009.
No Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
1 20092 20083 2007Sumber: BPS tahun 2007
Jika dilihat dari data BPS Tahun 2008 memiliki daerah eksplorasi
Pertambangan (migas dan sejenisnya) justru tidak menunjukkan
penurunan angka kemiskinan yang signifikankabupaten Rokan Hilir,
Pelalawan, Kampar, Rokan Hulu dan Indragiri Hulu.
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Miskin (000)2006
Kuantan Singingi 53,1Indragiri Hulu 47,2Indragiri Hilir
96,2Pelalawan 50,2Siak 16,5Kampar 64,9Rokan Hulu 82,6Bengkalis
81,9Rokan Hilir 38,3Pekanbaru 16,3Dumai 17,7Sumber: BPS Riau Tahun
2009
Dengan asumsi persentase produksi 10 besar KKKS diatas tidak
banyak berubah terhadap total lifting 2010 yang estimasi 2,466 juta
BOE (Oil 960 ribu Barrel, gas 1.505 juta BOE
maka estimasi batas maksimal batas atas CR pada 10 KKKS
adalah:
erikut ditampilkan data kemiskinan di porovinsi Riau selama tiga
tahun terakhir yang diambil
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin
527,49 9,48 %566,7 10,63 %
574.500 11,20 %Sumber: BPS tahun 2007-2009
BPS Tahun 2008 per kabuten, beberapa daerah atau Kabupaten yang
daerah eksplorasi Pertambangan (migas dan sejenisnya) justru tidak
menunjukkan
penurunan angka kemiskinan yang signifikan, seperti di kabupaten
Bengkalis, kabupaten Siak, kabupaten Rokan Hilir, Pelalawan,
Kampar, Rokan Hulu dan Indragiri Hulu.
Jumlah Penduduk Miskin (000) Jumlah Penduduk (Jiwa)2007 2008
2006 200751,7 47,35 265 261 270 17747,0 40,62 311 938 317 54997,1
92,39 644 584 658 07949,6 54,57 262 979 271 66219,3 23,85 314 310
318 58564,2 71,57 581 381 590 46784,6 75,16 368 713 383 41780,0
69,80 729 165 738 99648,7 61,27 472 823 511 00017,7 29,74 776 601
779 89914,6 18,35 225 249 231 121
FITRA RIAU
Dengan asumsi persentase produksi 10 besar KKKS diatas tidak
banyak berubah terhadap total lifting 2010 yang estimasi 2,466 juta
BOE (Oil 960 ribu Barrel, gas 1.505 juta BOE data akhir
tiga tahun terakhir yang diambil
Persentase Penduduk Miskin
9,48 %10,63 %11,20 %
per kabuten, beberapa daerah atau Kabupaten yang daerah
eksplorasi Pertambangan (migas dan sejenisnya) justru tidak
menunjukkan
, seperti di kabupaten Bengkalis, kabupaten Siak,
Jumlah Penduduk (Jiwa)2008
270 177 274 757317 549 322 759658 079 670 814271 662 280 197318
585 322 417590 467 598 764383 417 398 089738 996 747 797511 000 551
402779 899 785 380231 121 236 778
-
FITRA RIAU
16
Dilihat dari APBD provinsi Riau, alokasi khusus dari hasil
pertambangan khususnya Migas bagi Pendidikan dan Kesehatan serta
Kemiskinan tidak dialokasikan secara khusus. Dana Bagi Hasil Migas
memang dibagi per kabupaten sesuai dengan amanat UU yang berlaku
(15 % yang dibagi kepada daerah penghasil dan non penghasil serta
provinsi induk). Akan tetapi, dari pembagian 15% tersebut tidak
secara jelas di sebutkan bagi alokasi dana pendidikan, kesehatan
maupun kemiskinan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah Tokoh Masyarakat dan
Akademisi, pada umunya menyatakan bahwa DBH migas yang hanya 15%
terasa tidak cukup bagi percepatan pembangunan di Provinsi Riau dan
dan tersebut (15%) tidak seimbang dengan kontribusi Minyak Riau
terhadap Pembangunan Indonesia selama ini. Drs, Al.- Azhar MA
(budayawan, tokoh masyaraka), minsalnya mengatakan bahwa 70%
pendapatan negara berasal dari minyak Riau, dari yang sudah ada
produksi minyak 1 juta barel per hari. Mengenai keterlibatan daerah
selama ini dalam pengelolaan Migas masih kecil dan masalahnya ada
di Undang-undang bahwa potensi yang strategis kewenangan daerah
sangat kecil. Sedangkan Perda hanya ada satu untuk mendirikan Riau
Petrolium, sebuah BUMD. Dan BUMD ini didirikan hanya untuk
mengantisipasi bila ada Blok-blok yang sudah habis masa
kontraknya.
Jumlah yang diterima (15%) kurang mencukupi, tapi ketika bicara
kemana dana yang didapatkan selama ini cukup memprihatinkan, dana
yang didapat dari DBH ini dipergunakan hanya untuk aparat
pemerintah saja. Dana yang didapat melalui DBH tidak diarahkan pada
tiga sektor utama (pendidikan, kesehatan dan ekonomi) bukti yang
riel dilapangan masih banyak sarana penunjangkesehatan yang tidak
ada. Untuk pendidikan meskipun biaya SPP sudah mendapatkan subsidi
namun tidak dibarengi dengan biaya opersional yang lain, justru
biaya operasional ini yang lebil banyak memerlukan biaya. Untuk
lapangan pekerjaan, tiap tahun tingkat pengangguran semakin
meningkat, bukti bahwa pemerintah seolah-olah lupa terhadap rakyat
(Pekanbaru, 04 Mei 2010 jam 18.00).
Edyanus Herman Halim (akademisi dan pengamat ekonomi Riau),
mengatakan bahwa manfaatnya ekonomi bagi masyarakat dengan adanya
industry ekstraktif ada, tetapi mudharatnya juga besar. Akibat
ekstraksi yang ada di Riau, terjadi ketimpangan ekonomi yang sangat
besar, tanpa industri migas Indeks ratio Riau 0,3, dengan
memasukkan industri migas menjadi 0,8, jadi akibat industri migas
perekonomian daerah menjadi timpang. Dilihat pendapatan 20%
dikuasai oleh orang-orang yang bekerja disektor migas.
Perbandingan PDRB perkapita dengan migas PDRBnya 60,21 juta,
tanpa migas 33,77 juta. Jadi 56,08 % dikuasai oleh migas,
kesempatan kerja Riau justru menurun. 20% berpenghasilan tinggi itu
menerima 83,99% PDRB sedangkan tanpa migas 37,7%. Dari segi sosial
lingkungan rusak akibat ekstraksi dan masyarakat Riau hidup dalam
keterancaman.
Pemerintah mendorong agar mengalokasikan dana tersebut kepada
kepentingan-kepentingan kesehatan dan pendidikan, misalnya 20 %
dari DBH SDA dialokasikan kepada pendidikan dan kesehatan bagi
pelayanan masyarakat, bukan pelayanan aparatur. Evaluasi kinerja
terhadap re new able dan resources tadi sudah berapa tingkat
kemiskinan berkurang akibat dibagikannya DBH ini ke Riau, ini
tidak, dana ini digunakan untuk anggota DPRD, beli kendaraan.
Kitamaunya di Riau ini khususnya dana SDA ini dialokasikan kepada 3
hal: Insfratruktur, peningkatn
-
FITRA RIAU
17
SDM, investasi sector-sektor ekonomi produktif di Riau.
Infrastruktur yang paling penting 3 (tiga) 1. jalan, 2. listrik,
dan 3. air. SDM ada 2 (dua) pendidikan dan kesehatan . investasi
harus dikembangkan industri kreatif dan kredibel, tiga hal ini
seharusnya yang dijadikan prioritas(Pekanbaru, 10 Mei 1020).
Berdasarkan wawancara dengan Hanafi Kadir (Rumbai, 26 Mei 2010)
selaku Manajer Komunikasi P.T. Chevron Pacifik Indonesia (CPI),
sejak tahun 1950, CPI telah melaksanakan program pengembangan
masyarakat dalam kerangka Corporate Social Responsibility (CSR).
Diantaranya penyerahan gedung SMA yang kemudian dikenal dengan SMA
I Pekanbaru yang merupakan salah satu SMA favorit di Kota
Pekanbaru. Pembangunan jalan Dumai-Pekanbaru yang kemudian menjadi
salah satu urat nadi perekonomian di Riau. Membangun Jembatan Siak
I yang dikenal dengan jembatan Leighton, gedung olahraga dan kolam
renang yang sampai saat ini masih dipergunakan masyarakat kota
pekanbaru.
Selain membangun Infrastruktur, CPI juga melakukan pembangunan
Sumber Daya Manusia dengan focus pada air bersih, kesehatan,
pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat.Dibidang pendidikan,
CPI memberikan beasiswa bagi lebih dari 1300 orang yang berasal
dari Suku Sakai dari tingkat Sekolah Dasar sampai kepada jenjang
Strata dua. Tidak mengambil alih program yang sudah dijalankan
pemerintah, akan tetapi menjadi pelengkap program-program yang
sudah dijalankan pemerintah.
E. Hasil dan Temuan1. Pendapatan Daerah dari Dana Bagi Hasil
yang diperoleh dan Minyak di Provinsi Riau
tidak memiliki mekanisme porsentase bagi sector Pendidikan,
Kesehatan maupun Kemiskinan
2. BP Migas Perwakilan Riau tidak bersedia memberikan data-data
kongkrit tentang kondisi Industri Migas yang ada di Riau termasuk
berapa keuntungan yang diperoleh Negara dari eksplorasi Migas yang
ada di Riau khususnya P.T. CPI
3. Dinas Pertambangan Provinsi Riau tidak memiliki data yang
valid tentang kondisi pertambangan yang ada di Riau termasuk
potensi Pertambangan dan besaran keuntungan yang didapatkan daerah
dari eksplorasi Migas di Riau
4. Chevron selaku salah satu perusahaan tambang Minyak yang ada
di Riau (terbesar) juga tidak memiliki data-data yang kongkrit
mengenai keuntungan yang diperoleh dari eksplorasi Minyak.
5. Chevron juga tidak memiliki data kuantitatif tentang
perkembangan nilai manfaat yang diperoleh dari eksplorasi (terutama
suku Sakai). Corporate Social Responsibility beruap bangunan fisik
dan tidak ada alokasi dana yang disediakan per tahun bagi
masyarakat.
6. Pendapatan 15% yang diperoleh oleh Provinsi Riau tidak banyak
mempengaruhi ekonomi masyarakat terutama untuk mengatasi persoalan
kemiskinan, peningkatan mutupendidikan dan kesehatan.