Page 1
i
LAPORAN PENELITIAN
PENGEMBANGAN MODEL INTERVENSI PENCEGAHAN STUNTING
TERINTEGRASI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DAN NUSA
TENGGARA BARAT
Tim Pelaksana
RUBEN WADU WILA, SKM, M.Sc
ROY NUSA R.E.S, SKM,M.Si
FRIDOLINA MAU S.Si, M.Sc
MAJEMATANG MADING, S.KM,M.Ked.Trop.
MONIKA NOSHIRMA, SKM, M.Kes
NI WAYAN DEWI ADNYANA, S.Si
VARRY LOBO, S.KM
ELFRIDA FRIDOLIN WUWUR, SE
YUSTUS EDISON TANGKUYAH
RUTH VICTORIA SINADIA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
LOKA LITBANGKES WAIKABUBAK
2021
Page 2
ii
JUDUL PENELITIAN
PENGEMBANGAN MODEL INTERVENSI PENCEGAHAN STUNTING
STUNTING TERINTEGRASI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
DAN NUSA TENGGARA BARAT
Page 6
vi
SUSUNAN TIM PENELITI
No N a m a Keahlian/
Kesarjanaan
Kedudukan
dalam Tim Uraian tugas
1.
Ruben, S.KM,
M.Sc
Entomologikes
ehatan
Kedokteran
Tropis
Ketua
Pelaksana
Tim Peneliti
Bertanggungjawab terhadap
keseluruhan pelaksanaanpenelitian
2 Roy Nusa
RES,S.KM.,M.Si
Entomologi
Kesehatan
Anggota
tim
Membantu dalam perijinan,
koordinasi ke daerah dan
pelaksanaan pengumpulan data
kualitatif lapangan analisis data dan
pelaporan
3 Fridolina Mau,
S.Si, M.Sc
Kedokteran
tropis
Anggota
tim
Membantu dalam perijinan,
koordinasi ke daerah dan
pelaksanaan pengumpulan data
kualitatif lapangan, analisis data dan
pelaporan
4 Monika
Noshirma, S.KM.
M.Kes
Biostatistik Anggota
tim
Pesiapan penelitian, Membantu
dalam perijinan, koordinasi ke
daerah dan pelaksanaan
pengumpulan data kualitatif
lapangan, analisis data dan pelaporan
5 Majematang
Mading, S.KM,
M.Kedok
Kedokteran
Tropis
Anggota
tim
Membatu pelaksanaan pengumpulan
data lapangandan pelaporan, analisis
data dan pelaporan
6 Varry Lobo,
S.KM
Membatu persiapan penelitian,
pengumpulan data dan analisis data
7 Ni Wayan Dewi
Adyana, S.Si
Biologi Anggota
tim
Membantu dalam persiapan
lapangan, dan pelaksanaan
pengumpulan kuantitatif data
lapangan
8 Eka Triana Kesehatan
lingkungan
Anggota
tim
Membantu pelaksanaan
pengumpulan data, pengolahan data
kuantitatif
9 Yustus
Tangkuyah
Kesehatan
lingkungan
Anggota
tim
Membantu proses pengumpulan data
10 Ruth Victoria
Sinadia
Analis
kesehatan
Anggota
tim
Membantu proses pengumpulan data
11 Elfrida Fridolin Akuntansi Administras
i
Bertanggjawab terhadapa segala
pelaksaan administrasi penelitian
Page 7
vii
PERSETUJUAN ETIK
Page 8
viii
PERSETUJUAN ATASAN YAG BERWENANG
PENGEMBANGAN MODEL INTERVENSI PENCEGAHAN STUNTING STUNTING
TERINTEGRASI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DAN NUSA TENGGARA
BARAT TAHUN 2021
Waikabubak, 31 Desember 2021
Ketua Pelaksana
Ruben Wadu Wila, S.KM, M.Sc
NIP. 198007142006041002
Kepala Loka Litbangkes Waikabubak
Roy Nusa R.E.S, S.KM, M.Si
NIP. 19720725 199903 1 003
Page 9
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segalah berkat dan penyertaan-
Nya penelitian tentang Pengembangan Model Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi di
Provinnsi Nusa Tenggara timur dan Nusa Tenggara Barat dapat diselesaikan. Penelitian ini
berujuan untuk pengembangan model intervensi penurunan stunting terintegrasi pada berbagai di
Provinsi NTT dan NTB. Penelitian ini adalah riset operasional bersifat pendampingan
dengan pendekatan Participatory Action Research (PAR), terhadap pelaksanaan intervensi
penurunan stunting terintegrasi di provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu dari dua provinsi dengan prevalensi
stunting tertinggi di Indonesia.
Pada laporan ini hasil penelitian tentang pengembangan model intervensi pencegahan
stunting terintegrasi di provinsi NTT dan NTB. Laporan ini akan membahas tentan program
intervensi penpegahan stunting, cakupan intervensi pencegahan stunting, pengetahuan sikap dan
tindakan ibu Baduta terhadap stunting, model intervensi pencegahan stunting dan komitmen dari
sector yang melakukan intervensi teradap pencegahan stunting. Masih terdapat banyak
keterbatasan dari laporan penelitian ini, saran dan masukan akan sangat berarti untuk
penyempurnaan laporan ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasig kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan semua masukan dan dukungan bagi penelitian ini, semoga penelitian ini bermanfaat
untuk kita, Tuhan memberkati setiap karya kita.
Waikabubak, 31 Desember 2021
Tim Peneliti
Page 10
x
RINGKASAN EKSEKUTIF
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan prevalensi stunting cukup tinggi. Stunting
adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak.
Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya.
Bahkan stunting dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi pada berkurangnya 2-3% Produk
Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya (Bapenas.,2018). Berdasarkan data Riskesdas tahun
2018 prevalensi stunting pada balita 30,8.% menurun jika dibandingkan dengan data Riskesdas
tahun 2013 yaitu 37,2%. Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur prevalensi stunting pada
Balita lebih besar dari angka nasional berdasarkan Riskesdas tahun 2018 sebesar 42,6% lebih
rendah dari hasil Riskesdas 2013 sebesar 51,7%. Namun prevalensi stunting tersebut masih
tinggi jika dibandingkan dengan standar WHO yaitu < 20%.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan tujuan perbaikan
gizi adalah untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Dalam peraturan
Persiden Republik Indonesia No 83 tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan di
bidang perbaikan gizi masyarakat salah satunya meliputi perbaikan gizi bagi ibu hamil, ibu
menyusui, bayi, balita, remaja, dan kelompok rawan gizi lainnya; penguatan sistem surveilan
pangan dan gizi serta penguatan program gizi lintas sektor melalui program sensitif gizi.
Upaya penurunan stunting yang dilakukan oleh program melalui dua intervensi, yaitu
intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk
mengatasi penyebab tidak langsung. Intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung
mengatasi terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular,
dan kesehatan lingkungan. Intervensi gizi sensitif mencakup: (a) Peningkatan penyediaan air
bersih dan sarana sanitasi; (b) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; (c)
Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; (d) Peningkatan
akses pangan bergizi. Intervensi gizi sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian
Kesehatan. Sasaran intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat dan dilakukan
melalui berbagai program dan kegiatan mencangkup (a) Peningkatan penyediaan air bersih dan
sarana sanitasi; (b). Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; (c).
Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktek pengasuhan gizi ibu dan anak; (d). Peningkatan
akses pangan dan gizi.
Page 11
xi
Selain mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung
yang mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan
lintas sektor, serta kapasitas untuk melaksanakan. Intergrasi tersebut harus dilaksanakan mulai
dari perencaan pengganggaran, pelaksanaan, pengawasan dan evalusi serta pelaporan hasil.
Apabila intervensi tersebut dapat berjalan secara terintegrasi maka akan membawa dampak pada
penurunan stunting. Intervensi penurunan stunting terintegrasi oleh program bisa berjalan
dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan dan evaluasi. Tujuan
penelitian ini untuk pengembangan model intervensi penurunan stunting terintegrasi pada
berbagai di Provinsi NTT dan NTB. Penelitian ini adalah riset operasional bersifat
pendampingan dengan pendekatan Participatory Action Research (PAR), terhadap
pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi di provinsi Nusa Tenggara Timur dan
Nusa Tenggara Barat.
Jenis program intervensi spesifik di Puskesmas Baing dan Lewa adalah sebagai berikut.
Program Remaja Putri. Jenis kegiatan yang dilakukan untuk remaja putri antara lain:
Pemeriksaan secara berkala terhadap status gizi remaja putri antara lain pengukuran berat badan
(BB), pengukuran tinggi badan (TB), pengukuran Lingkar Lengan Atas, periksaan anemia dan
konseling gizi pada remaja putri serta pembagian tablet tambah darah (TTD). Program KIA/KB
antara lain: Pemeriksaan kehamilan secara rutin bagi ibu hamil, penyuluhan dan koseling Gizi,
pengukuran Berat Badan (BB), Pengukuran Tinggi Badan (TB), pengkuran Lingkar Lengan Atas
(LILA). Pemberian Tablet Tambah Darah bagi ibu hamil, Immunisasi T1/T2, KB pasca bersalin,
Inisiasi Menyusui Dini dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil KEK.
Program kesehatan Lingkungan antara lain inspeksi santasi rumah sehat, inspeksi sarana
air bersih monitoring jamban sehat dan pemeriksaan air bersih. Program gizi puskesmas antara
lain: konseling ASI Eklusif, konseling Makananan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemantauan
status gizi balita yang terdiri dari pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan atas.
Pemberian makanan tambahan balita gizi buruk, pemberia Vit A warna merah dan pemberian vit
A warna biru serta pemberian makanan tambahan utuk iu hamil. Pogram immunisasi antara lain,
pemberian immunisasi HB 0, BCG, Polio 1-4, IPV, DPT 1-3, MR dan DPT lanjutan serta MR
lajutan. Program pengendalian penyakit untukmendukng pencegahan stunting antara lain
pemerian obat cacing bagi ibu hamil. Pembagian kelambu beritetisida kedapa ibu hamil.
Sebanyak 300 orang ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang menjadi responden
pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap stunting di kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu.
Sebanyak 34,38 % dari ibu yang memiki bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wulla waijellu
sudah memiki pengetahuan yang baik tetang stuting,sedangkan sisanya masih memiki
Page 12
xii
pengetahuan yang keliru tentang stunting. Terdapat 60,07 % dari ibu yang memiliki bayi usia 0-
23 bulan yang mengetahuai tentng stunting memiliki pengetahuan yang baik tentang penyeb
stuting sedangkan sisanya masih pemiliki pengetahuan salah tentang penyebab stunting. Sikap
ibu terhadap pencegahan stunting sebanyak 70,83 % sudah memiliki sikap yang baik terhadap
stunting. Terdapat sebanyak 43,40 % memiliki sikap yang tidak baik terhadap pencegahan
stunting dan sebanyak 42,71 % sudah emiliki sikap yang baik. Sebanyak 83,33% dari ibu yang
memiki bayi usia 0-23 bulan sudah memiliki sikap yang baik terhadap pencegahan stunting.
Tindakan ibu terhadap pencegahan stunting sebanyak 92,01 % dari ibu yang memiliki bayi
usia 0-23 bulan sudah mendapatkan suntikan TT pada saat kehamilan. Ibu yang memiliki bayi
usia 0-23 yang sudah mendapatkan tablet tambah darah selama masa kehamilan sebanyak 98,96
%.. Ibu baduta yang dinyatakan menderita malaria oleh tenaga kesehatan selama masa
kehamilan sebanyak 4,51 % dan sebanyak 27, 78 % yang menyatakan tidak pernah mendapatkan
sosialisasi tentang ASI-Eklusif pada masa kehamilan. Sebanyak 22,22% mennyatakan tidak
pernah mendapatkan sosialisasi tentang MP-ASI anak usia lebih dari bulan. Sebanyak 18,06 ibu
yang memiliki bayi usia 023 bulan tidak rutin membawa anak-anaknya secara rutin ke posyandu.
Pengetahuan sikap dan tindakan ibu hamil dan ibu yang memiliki Baduta tentang
pencegahan dan penanggulangan stunting di Kabupaten Lombok Tengah. Pengetahuan ibu
tentang stunting sebanyak 19,00 % dari yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang stunting dan masih lebih dari 80% belum memiki pengetahuan
yang tidak baik tentang stunting. Sikap ibu tentang stunting sebanyak 64,00 % Ibu yang
memiliki Baduta sudah memiliki sikap yang baik tentang stunting. Tindakan tentang stunting
Sebanyak 18,33% ibu baduta yang menderita Kurang Energi Kronik (KEK) atau dengan lingkar
lengan kurang dari 23,5 cm yang dinyatakan oleh tenaga kesehayan. Sebanyak 92,00% ibu tidak
memilii kelambu berinsektisida dan masih terdapat 1,67 % dari ibu Baduta yang didiagnosa
malaria oleh tenaga kesehatan selama masa kehamilan. Sebanyak 81,33 % ibu yang meiliki
Baduta yang menyatakan tidak pernah mendapatkan pemberian makan tambahan PMT selama
masa kehamilan, dari sebanyak 28,67 % yang menyatakan pernah mendapatkan PMT.
Kendala Implementasi Intervensi Gizi Spesisik dan sensitif Dalam Rangka Penurunan
Stunting pada Puskesmas Lewa dan Baing Kabupaten Sumba Timur adalah sebagai berikut:
Sektor kesehatan dan non kesehatan belum menggunakan data sasaran intervensi pencegahan
stunting yang sama. Data sasaran intervensi belum lengkap bahkan masih terdapat data sasaran
tertentu seperti remaja putri tidak tersedia data by name dan by adres. Belum terjangkaunya
semua sasaran intervensi pencegahan stunting pada kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu.
Montoring pelaksanaan intervensi pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu
Page 13
xiii
untuk memudahkan koordinasi dan singkronisasi program antar sektor. Kendala Implementasi
Intervensi Gizi Spesisik Dalam Rangka Penurunan Stunting pada empat puskesmas di Kabuaten
Lombok Tengah adalah sebagai berikut: Sasasaran intervensi pencegahan stunting di Kabupaten
Lombok Tengah belum terjangkau semuanya. Data sasaran intervensi untuk remaja putri sebagai
calon ibu belum lengkap masih terbatas pada data yang terdapat di sekolah-sekolah dan belum
tersedia data by name dan by adres. Monitoring terhadap pelasanaan intervensi yang
dilakukan oleh program dan lintas sektor masih belum maksimal.
Hasil diskusi sektoral tersebut menyepakati suatu komitmen bersama yaitu …“ Semua sector
melakukan intervensi pencegahan stunting dengan satu data sasaran untuk memastikan tidak ada
ibu hamil yang melahirkan anak stunting sasaran intervensi dimulai dari remaja putri, ibu hamil
dan bayi usia 0-23 bulan. Sasaran ini akan dilakukan intervensi oleh sema sector yang
berkontribusi dalam pencegahan. Pelaksanaan intervensi akan dilakukan monitoring
mengunakan apliksi. Model pencegahan stunting di Kabupaten Lombok Tengah dengan tujuan
yaitu semua sasaran intervensi gizi spesifik terjangkau 100%. Untuk menjangkau sasaran diawali
dengan mengulpukan semua data sasaran yang dimuali dari remaja putri, ibu hamil, wanita usia
subur dan anak usia 0-23 bulan. Data sasaran ini dikumpulkan mengunakan aplikasi google form
dengan melibatkan semua tenaga kesehatan puskesmas dan lintas sector desa dan kepala dusun.
Hasil intervensi gizi spesifik akan dikirim menggunakan aplikasi google form sebagai bahan
monitoring dan evauasi terhadap data sasaran.
Page 14
xiv
DAFTAR ISI
HAMALAM SAMPUL ...............................................................................................
JUDUL PENELITIAN………………………………………………………………..
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN......... ...............................................................
SUSUNAN TIM PENELITI ......................................................................................
PERSETUJUAN ETIK ................................................................................................
PERSETUJUAN ATASAN BERWENANG ……………………………………….
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….
RINGKASAN PENELITIAN ......................................................................................
i
ii
iii
vi
vii
viii
ix
x
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................
1.2 Perumusan Masalah ..........................................................................................
1.3 Pertanyaan Penelitian .......................................................................................
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................
1
3
3
3
3
II. METODOLOGI
2.1 Kerangka Teori .................................................................................................
2.2 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................
2.3 Desain dan Jenis Penelitian .............................................................................
2.4 Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................................
2.5 Sampel Penelitian .............................................................................................
2.6 Variabel ...........................................................................................................
2.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...........................................................................
2.8 Defenis Operasional .........................................................................................
2.9 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ...........................................................
2.10 Tahapan Pelaksanaan .....................................................................................
2.11 Manajemen Data Penelitian ...........................................................................
4
5
6
6
6
6
7
7
8
9
11
III. HASIL PENELITIAN .......................... ................................................................ 20
IV. PEMBAHASAN ................................................................................................... 65
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 79
VI. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 81
Page 15
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 Tingkat Pendidikan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23 di
Kecamatan Lewa dan Wulla waijelu Kabupaten Sumba Timur
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting
Terintergrasi di Prov NTT dan NTB.................................................
34
Grafik 3.2 Jenis Pekerjaan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23 di
Kecamatan Lewa dan Wulla waijelu Kabupaten Sumba Timur
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting
Terintergrasi di Prov NTT dan NTB......................................................
35
Grafik 3.3 Tingkat Pendapatan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23 di
Kecamatan Lewa dan Wulla waijelu Kabupaten Sumba Timur
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting
Terintergrasi di Prov NTT dan NTB…………………………………..
36
Grafik 3.4 Distribusi Usia Saat Hamil anak Pertama Responden Ibu yang
memiliki Bayi Usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wulla waijelu
Kabupaten Sumba Timur penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB ...............................................................................................................
43
Grafik 3.5 Tingkat Pendidikan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23
Kabupaten Lombok Tengah penelitian Pengembangan Model
Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB
44
Grafik 3.6 Jenis Pekerjaan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23
Kabupaten Lombok Tengah penelitian Pengembangan Model
Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB
44
Grafik 3.7 Distribusi Usia saat Hamil anak Pertama Responden Ibu yang
memiliki Bayi Usia 0-23 Kabupaten Lombok Tengah penelitian
Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di
Prov NTT dan NTB
46
Page 16
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Cakupan intervensi gizi spesisik untuk mendukung penegahan stunting
tahun 2020 di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu Kabupaten Sumba
Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur..................
32
Tabel 3.2 Cakupan intervensi gizi spesisik untuk mendukung penegahan stunting
tahun 2020 di Kabupaten Lombok Tengah. ……………........
33
Tabel 3.3 Distribusi umur ibu yang memiliki balita penelitian Pengembangan
Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT.
34
Tabel 3.4 Distribusi Pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-23 di Kecamatan
Lewa dan Wula Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB
37
Tabel 3.5 Sikap ibu yang memiliki bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wula
Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan
Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB………………………...
39
Tabel 3.6 Tindakan ibu yang memiliki bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan
Wula Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan
Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB………………………...
40
Tabel 3.7 Intervensi Sensitif yang didapatkan bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa
dan Wula Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB…………….
41
Tabel 3.8 Distribusi Umur Ibu dari bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting
Terintergrasi di Prov NTT dan NTB………………………...
43
Tabel 3.9 Pengetahuan Ibu dari bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting
Terintergrasi di Prov NTT dan NTB…………………………………..
45
Tabel 3.10 Jenis Intervensi Sensitif yang didapat bayi usia 0-23 di Kecamatan
Lewa dan Wulla Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB…………….
47
Tabel 3.11 Jenis Intervensi Sensitif yang didapat bayi usia 0-23 di Kecamatan
Lewa dan Wulla Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB…………….
48
Tabel 3.12 Sikap Ibu dari bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah penelitian
Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di
Prov NTT dan NTB………………………………….
49
Tabel 3.13 Tindakan Ibu dari bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting
Terintergrasi di Prov NTT dan NTB ………………………………….
50
Tabel 3.14 Jenis Intervensi Spesifik yang didapat bayi usia 0-23 di Kabupaten
Lombok Tengah penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB…………….
51
Tabel 3.15 Jenis Intervensi Sensitif yang didapat bayi usia 0-23 di Kabupaten
Lombok Tengah penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB ……………
52
Tabel 3.16 Jenis Intervensi gizi sensitif yang didapat bayi usia 0-23 di Kabupaten
Lombok Tengah penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB
53
Page 17
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan prevalensi stunting cukup tinggi. Stunting
adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak.
Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya.
Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama
serta terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang
tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK.1 Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(PPN) atau Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada pertemuan WNPG
XI menyatakan Pentingnya Investasi pada Program Penurunan Stunting dan menjelaskan masalah
stunting adalah masalah nasional yang cukup serius karena bias mengganggu pembangunan
dimana 1 dari 3 anak Indonesia yang berusia di bawah 2 tahun banyak yang terkena stunting,
.Berdasarkan studi yang dilakukan kerugian ekonomi Indonesia akibat stunting mencapai 2-3
persen PDB atau 400 triliun rupiah kerugian ekonomi pertahunnya terangnya. 2
Menurut United Nations Children's Emergency Fund (UNICEF) lebih dari setengah anak
stunting atau sebesar 56% tinggal di ASIA dan lebih dari sepertiga atau sebesar 37% tinggal di
Afrika.3 Indonesia masih mengalami permasalahan dalam masalah gizi dan tumbuh kembang
anak. UNICEF mengemukakan sekitar 80% anak stunting terdapat di 24 negara berkembang di
Asia dan Afrika.4 Indonesia merupakan negara urutan kelima yang memiliki prevalensi anak
stunting tertinggi setelah India, China, Nigeria dan Pakistan. Saat ini, prevalensi anak stunting di
bawah 5 tahun di Asia Selatan sekitar 38%.5 Penduduk Indonesia dengan asupan kalori di bawah
tingkat konsumsi minimum masih cukup banyak. Kondisi ini salah satunya diindikasikan oleh
Page 18
2
masih tingginya prevalensi stunting yang disebabkan oleh kurang asupan gizi dalam waktu cukup
lama. Terdapat 8,9 juta (2013) anak balita Indonesia yang mengalami stunting, angka ini
menempatkan Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah penderita stunting yang
tinggi.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 prevalensi stunting pada balita 30,8.% menurun jika
dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013 yaitu 37,2%. Sedangkan Provinsi Nusa Tenggara
Timur prevalensi stunting pada Balita lebih besar dari angka nasional berdasarkan Riskesdas tahun
2018 sebesar 42,6% lebih rendah dari hasil Riskesdas 2013 sebesar 51,7%. Namun prevalensi
stunting tersebut masih tinggi jika dibandingkan dengan standar WHO yaitu < 20%. Apabila
stunting melebihi angka 20% makan akan menjadi masalah kesehatan. Upaya yang dilakukan
harus dapat menekan angka stunting sampai kurang dari 20%. 4 Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2018 persentase balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia
tahun 2018 adalah 11,5% dan 19,3%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
persentase balita usia 0-59 bulan sangat pendek sebesar 9,8% dan balita pendek sebesar 19,8%.
Provinsi dengan persentase tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun
2018 adalah Nusa Tenggara Timur. 5
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan tujuan perbaikan gizi
adalah untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Meningkatkan mutu gizi akan
tercapai melalui perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang, perbaikan
perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi dan peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
Dalam peraturan Persiden Republik Indonesia No 83 tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis
Pangan dan di bidang perbaikan gizi masyarakat salah satunya meliputi perbaikan gizi bagi ibu
Page 19
3
hamil, ibu menyusui, bayi, balita, remaja, dan kelompok rawan gizi lainnya; penguatan sistem
surveilan pangan dan gizi serta penguatan program gizi lintas sektor melalui program sensitif gizi.
5. Untuk menilai status gizi anak balita, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap anak balita
dikonversikan dalam nilai terstandar (Z-score) menggunakan baku antropometri anak balita WHO
2005. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score dari masing-masing indikator tersebut ditentukan
status gizi anak balita dengan batasan sebagai berikut.
a. Klasifikasi berdasarkan indeks BB/U
Gizi buruk : Z-score < -3,0
Gizi kurang : Z-score ≥ -3,0 s/d Z-score < -2,0
Gizi Baik : Z-score ≥ -2,0 s/d Z-score ≤ 2,0
Gizi lebih : Z-score > 2,0
b. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator PB/U
Sangat pendek : Z-score < -3,0
Pendek : Z-score ≥ -3,0 s/d Z-score < -2,0
Normal : Z-score ≥ -2,0
c. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/PB:
Sangat kurus : Z-score < -3,0
Kurus : Z-score ≥ -3,0 s/d Z-score < -2,0
Normal : Z-score ≥ -2,0 s/d Z-score ≤ 2,0
Gemuk : Z-score > 2,0
Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu intervensi gizi spesifik
untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak
langsung. Intervensi gizi spesifik yang dilakukan oleh program merupakan kegiatan yang langsung
mengatasi terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular,
dan kesehatan lingkungan. Intervensi gizi sensitif mencakup: (a) Peningkatan penyediaan air
bersih dan sarana sanitasi; (b) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; (c)
Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak; (d) Peningkatan
akses pangan bergizi. Intervensi gizi sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian
Kesehatan. Sasaran intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat dan dilakukan melalui
Page 20
4
berbagai program mencangkup (a) Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi; (b).
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; (c). Peningkatan kesadaran,
komitmen dan praktek pengasuhan gizi ibu dan anak; (d). Peningkatan akses pangan dan gizi.
Selain mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung yang
mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas
sektor, serta kapasitas untuk melaksanakan. Intergrasi tersebut harus dilaksanakan mulai dari
perencaan pengganggaran, pelaksanaan, pengawasan dan evalusi serta pelaporan hasil. Apabila
intervensi tersebut dapat berjalan secara terintegrasi maka akan membawa dampak pada penurunan
stunting.
1.2 Perumusan Masalah
Prevalensi stunting pada Balita di Provinsi NTT yaitu sebesar 42,6% dan Provinsi NTB sebesar
33,7% lebih besar dari angka nasional. Pelaksanaan intervensi penurunan stunting selama ini telah
dilakukan oleh program. Namun pelaksaan masih mengalami berbagai kendala mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan belum dilaksanakan secara
terintegrasi.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah model intervensi penurunan stunting dan kendala yang dihadapi dalam manajemen
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan dapat dilaknanakan
secaara terintegrasi antara berbagai level kebijakan, program dan sektor dalam penunurunan
prevalensi stunting di provinsi NTT dan NTB
Page 21
5
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Diperolehnya model intervensi penurunan stunting terintegrasi di Provinsi Nusa Tenggara
Timur dan Nusa Tenggara Barat
Tujuan khusus :
1) Diperolehnya Informasi manajemen implementasi penurunan stunting di prov NTT dan
NTB
2) Diperolenya informasi jenis program implementasi intervensi gizi spesisik dan intervensi
gizi sensitif dalam rangka penurunan stunting.
3) Memperoleh informasi cakupan implementasi intervensi gizi spesisik dan intervensi gizi
sensitif.
4) Diketahuinya pengetahuan sikap dan tindakan ibu hamil dan ibu yang memiliki Baduta
tentang pencegahan dan penanggulangan stunting
5) Diketahuinya kendala implementasi intervensi gizi spesisik dan intervensi gizi sensitif
dalam rangka penurunan stunting pada masing-masing sektor
6) Diperolehnya solusi implementasi intervensi gizi spesisik dan intervensi gizi sensitif
dalam rangka penurunan stunting pada masing-masing sektor
7) Diperolehnya model intervensi penurunan stunting terintegrasi di provinsi NTT dan NTB
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi.
1) Puskesmas : mengataui model intervensi penurunan stunting terintegrasi di wilayan kerja.
2) Pemerintah daerah : mengetahui model intervensi penurunan stunting terintegrasi dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi kegiatan percepatan penurunan stunting
wilayah kabupaten/kota.
Page 22
6
3) Kemenkes : sebagai masukan kepada stakeholder terkait kebijakan terkait intervensi
penurunan stunting di Provinsi NTT dan NTB
II. METODE PENELITIAN
2.1 Kerangka Teori
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)1 yang disebabkan oleh kurangnya
asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang dan kedua faktor penyebab ini
dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai dalam 1.000 HPK. Stunting mempengaruhi
perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko
menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan
terhadap penyakit. Penyebab langsung masalah stunting adalah rendahnya asupan gizi dan
status kesehatan. Penurunan stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah
gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap
pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan
bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan
pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air
bersih dan sanitasi. Penelitian Dubois, et.al pada tahun 2012 menunjukkan bahwa faktor
keturunan hanya sedikit (4-7% pada wanita) mempengaruhi tinggi badan seseorang saat lahir.
Sebaliknya, pengaruh faktor lingkungan pada saat lahir ternyata sangat besar (74-87% pada
wanita). Hal ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan yang mendukung dapat membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Page 23
7
Gambar 1. Kerangka teori penyebab masalah stunting di Indonesi
Ibu hamil dengan konsumsi asupan gizi yang rendah dan mengalami penyakit infeksi akan
melahirkan bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR), dan/atau panjang badan bayi di bawah
standar. Asupan gizi yang baik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah
tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian kolostrum (ASI yang pertama kali
keluar), Inisasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, dan pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat. Selain itu, faktor kesehatan lingkungan seperti akses air
bersih dan sanitasi layak juga berhubungan erat dengan kejadian infeksi penyakit menular pada
anak.
Page 24
8
2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Cakupan Intervensi Gizi Spesisfik
Pelayanan Kesehatan Kesehatan lingkungan Akses ais bersih dan sanitasi
1. Persentase cakupan PMT ibu hamil dari kelompok miskin/KEK
2. Prensntase cakupan suplemen tablet tambah darah ibu hamil, PUS dan remaja putri
3. Persentase cakupan pemberian suplemen kalsium
4. Persentase cakupan Pemberian MP-ASI anak usia > 6 bulan
5. Pemberian makanan tambahan bagi anak kurus 6. Jumlah inisiasi Menyusui Dini dan ASI Ekslusif
termasuk konseling KB 7. Persentase cakupan pemeriksaan kehamilan
8. Persentase cakupan promosi dan koseling
menyusui
9. Persentase cakupan promosi pemebrian
makanan bayi dan anak (PMBA)
10. Persentase cakupan kelambunisasi pada ibu
hamil dan balita
11. Persentase Cakupan KIE Pemberian MP-ASI 12. Persentase cakupan pemeriksaan kehamilan 13. Tatalaksana gizi buruk untuk anak 0-23 dan 24
– 59 bulan
14. Pemantauan dan promosi pertumbuhan
15. Cakupan imunisasi dasar lengkap
16. Cakupan pengobatan kecacingan
17. Pengetahuan dan sikap masyarakat tentang
stunting dan dan PMBA
1. Persentase cakupan akses terhadapan air bersih
2. Persentase sanitasi yang layak 3. Persentase cakupan Cuci tangan dan
PHBS 4. Persentase cakupan jamban sehat 5. Pengetahuan sikap dan tindakan
masyarakat tentang hidup sehat
Cakupan Intervensi Gizi Sensitif Terintegrasi
Akses dan pelayanan Gizi
1. Persentase cakupan program PKH 2. Angka pemakaian kontrasepsi/CPR
bagi perempuan menikah usia 15 – 49 tahun
3. Persentase angka kelahiran 4. Cakupan kepemilikan JKN
Intervensi Participatory Action Research (PAR).
Sosialisasi dan pendampingan
Prevanlensi Stunting
Peningkatan Cakupan Intervensi Gizi
Spesisfik dan Sensitif
Model intervensi penurunan stunting
Page 25
9
Upaya intervensi penurunan stunting yang dilakukan oleh program perlu di lakukan secara
terintegrasi antara semua sektor dan program yang mempunyai kontribusi dalam penurunan
stunting. Keberhasilan intervensi tersebut diukur dari cakupan masing-masing program intervensi
stunting. Namun permasalahan selama ini yang sering ditemui sektor kesehatan sering kali sulit
untuk mendapatkan data sasaran yang menyeluruh untuk intervensi. Melalu PAR sektor kesehatan
diajak untuk mengidenfikasi permasalahan rendahnya sasaran dan cakupan intervensi serta diajak
untuk berinovasi dalam pemecahan masalah tersebut serta segai pelaku dalam pemecahan masalah
dan pengambangan sehingga pada akhirnya sasaran dan cakupan intervensi program gizi spesifik
dapat meningkat.Pada penelitian ini sebagai baseline data dilakukan pengumpulan data intervensi
gizi spesifik dan sensitif dan untuk melihat dampak intervensi PAR (sosilisasi dan pendampingan
selama penelitian dilakukan terhadap program) juga dilakukan pengumpulan data post intervensi
pendampingan. Intervensi PAR hanya dilakukan untuk intervensi gizi spesifik saja yaitu bidang
kesehatan.
2.3 Desain dan Jenis penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode quasi experimental dengan pendekatan One Group
Pretest-Postest. Desain ini diukur menggunakan pretest yaitu diukur sebelum diberikan perlakukan
berupa intervensi sosilisasi dan pendampingan tentang stunting serta postest yaitu dikur setelah
dilakukan intervensi. Penelitian ini menggunakan pendekatan Participatory Action Research
(PAR). Melalui PAR, mengubah peran subjek penelitian sebagai peneliti aktif sekaligus agen
perubahan, tidak memisahkan antara subjek dengan objek serta terlibat dalam perkembangan,
implementasi dan merefleksikan tindakan sebagai bagian proses riset. Subjek penelitian akan
dilibatkan dari awal dalam mengidentifikasi masalah mencari solusi dan membuat model
intervensi yang tepat. Group adalah petugas pelaksana program gizi, KIA/KB, Kesling, P2P dan
Page 26
10
Program remaja putri pada puskesmas dan dinas Kesehatan kabupaten sedangkan data ibu
hamil/baduta sebagai bentuk konfirmasi atas pelaksanaan intervensi gizi sensitif maupun spesifik.
2.4 Tempat dan waktu
Penelitian dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur yaitu propinsi
dengen kasus stunting cukup tinggi di Indonesia. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 10 bulan
yaitu mulai bulan Februari sampai November tahun 2021. Untuk pendampingan di daerah
penelitian, akan dilaksanakan pada tingkat puskesmas, Dinas Kesehatan dan Bappeda, Dinas
PU/PR, Dinas Lingkungan Hidup, dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Kantor
BPMD di Kabupaten Sumba Timur provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Lombok
Tengan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2021.
2.5 Populasi dan Sampel (estimasi dan cara pemilihan)
Popolasi penelitian adalah stakeholder di Kabupaten Sumba Timur Provinsi NTT dan Kabupaten
Lombok Tengah Provinsi NTB. Sedangkan sampel penelitian ini merupakan stakeholder yang
terlibat dalam program intervensi penurunan stunting di kabupaten yang Dinas Kesehatan dan
Puskesmas (Pengelolah program gizi, KIA, Remaja Putri, P2P dan Kesling) Bappeda, Dinas
PU/PR, dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dengan total sebanyak 30 orang dan
ibu yang memiliki baduta di desa terpilih di Kabupaten Sumba Timur provinsi Nusa Tenggara
Timur dan Kabupaten Lombok Tengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Data kuatitatif besar
sampel ibu yang memiliki baduta dihitung menggunakan Metode Survei Cepat (Rapid Survey
Method) dengan rancangan sampel klaster dua tahap (two-stage cluster survey). Satuan yang
digunakan sebagai cluster adalah posyandu dengan tahapan pertama dilakukan pemilihan 30
klaster secara probability proportionate to size (PPS) atau menggunakan teknik probabilitas yang
proporsional terhadap besar klaster. Tahap kedua dilakukan pemilihan sampel 10 ibu baduta dari
Page 27
11
setiap klaster sehingga dapat ditentukan besar sampel sejumlah 300 ibu baduta untuk Kabupaten
Sumba Timur dan 300 ibu baduta untuk kabupaten Lombok Tengah. Ibu baduta pertama dari 10
ibu baduta tersebut dipilih ibu baduta terdekat dari rumah kepala desa dan selanjutnya 9 ibu baduta
lainnya dipilih dari rumah terdekat.
2.6 Variabel penelitian
Variabel dependen : Prevalensi stunting
Variabel independen: Pelayanan kesehatan (cakupan intervensi gizi spesifik) dan kesehatan
lingkungan (cakupan intervensi gizi sensitif) serta pengetahuan sikap dan tindakan tentang
stunting
2.7 Kriteri Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi sebagai petugas pengelolah Program gizi, Kesga KIA, Pengendalian Penyakit
pada Puskesmas dan Dinas kesehatan, pengelolah program stunting pada lintas sektor antara lain
Bapeda, Dinas PU/PR, Dinas Lingkungan Hidup, dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan
Anak dan ibu hamil dan ibu yang memiliki baduta pada puskesmas terpilih pada Kabupaten
Sumba Timur provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Lombok Tengan Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Pemilihan Puskesmas didasarkan hasil diskusi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten dan Keterwakilan wilayah.
Kriteria Eksklusi sebagai petugas pengelolah Program gizi, Kesga KIA, Pengendalian Penyakit
pada Puskesmas dan Dinas kesehatan, pengelolah program stunting pada lintas sektor antara lain
Bapeda, Dinas PU/PR, Dinas Lingkungan Hidup, dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan
yang karena alasan tertentu seperti sakit, cuti melebihi jangka waktu penelitian atau dengan
alasan lain yang sah. Serta sebagai ibu yang memiliki anak baduta yang tidak bisa terjangkau
atau wilayah konflik atau rawan keamanan.
Page 28
12
6.8 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Cara
pengukuran
Indikator
keberhasilan
intervensi PAR
Pelayanan
kesehatan
Adalah suatu proses
layanan yang
berhubungan dengan
pencegahan,
pengobatan dan
manajemen stunting
yang diselenggarakan
oleh Puskesmas
Koesioner
dan
Pedoman
wawancara
Wawancara
dan indept
interview
Upaya
peningkatan
cakupan gizi
spesifik di
puskesmas
Kesehatan
lingkungan
Semua aspkek alam
dan lingkungan yang
dapat mempengaruhi
kesehatan manusia
Koesioner
dan
Pedoman
wawancara
Wawancara
dan indept
interview
Upaya
peningkatan
cakupan
pelayan gizi
sensitif
Pengetahuan Adalah semua
informasi yang
diketahui oleh ibu
hamil dan ibu yang
memiliki baduta
tentang stunting
Kusioner Wawancara
terstruktur
Peningkatan
cakupan
edukasi dan
peluluhan gizi
tentang
stunting
terhadap ibu
hamil
Sikap kecenderungan dan
perasaan ibu hamil dan
ibu yang memiliki
baduta tentang
stunting
Kuesioner Wawancara
terstruktur
Peningkatan
cakupan
edukasi dan
peluluhan gizi
tentang
stunting
terhadap ibu
hamil
Tindakan suatu perbuatan, atau
aksi yang dilakukan
oleh ibu hamil dan ibu
Kuesioner Wawancara
terstruktur
Peningkatan
cakupan
edukasi dan
Page 29
13
yang memiliki baduta
tentang stunting peluluhan gizi
tentang
stunting
terhadap ibu
hamil
2.8 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan oleh tim selama pendampingan di daerah pengembangan:
1) Pedoman Kegiatan Pendampingan dinas kesehatan dan Puskesmas
2) Kuesioner wawancara terstruktur pada sektor kesehatan (Dinas Kesehatan dan Puskesmas)
tentang pelaksanaan intervensi penurunan stunting
3) Kuesioner wawancara terstruktur peran lintas sektor Bapeda, Bapeda Dinas PU/PR, Dinas
Lingkungan Hidup, dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dalam pelaksanaan
intervensi penurunan stunting.
4) Panduan Wawancara Mendalam tingkat Bapeda, Bapeda Dinas PU/PR, Dinas Lingkungan
Hidup, dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak perencanan, Pelaksanaan,
pengawasan, evaluasi dan pelaporan intervensi penurunan stunting (P1-P3)
5) Panduan wawancara mendalam Dinas Kesehatan tentang perencanan pelaksanaan dan
pengawasan, evaluasi dan pelaporan intervensi penurunan stunting intervensi penurunan
stunting (P1-P3)
6) Kuesioner PSP ibu yang memiliki baduta tentang stunting
Cara pengumpulan data.
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data Kuatitatif dan data Kualitatif
Data Kuantitati dikumpulkan melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner intervensi
gizi spesifik kepada pelaksana program gizi, Kesga dan Rematri pada Dinas Kesehatan dan
Page 30
14
Puskesmas. Data intervensi gizi sensitif dikumpulkan melalui wawancara terstruktur
menggunakan kuesioner intervensi gizi sensitif kepada pelaksana program gizi pada Dinas PUPR,
Bapeda, Lingkungan Hidup, BPMD Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak. Data PSP ibu
Baduta tantang stunting dikumpulkan melaui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner
kepada ibu yang memiliki baduta.
Data kualitatif diperoleh dari wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara
intervensi gizi spesisif kepada pelaksana program gizi, Kesga dan Rematri pada Dinas Kesehatan
dan intervensi gizi sensitif kepada pelaksana program gizi pada Dinas PUPR, Bapeda, Lingkungan
Hidup, BPMD Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak. Selain dari wawancara mendalam
data kualitaif juga dapat diperoleh dari hasil catatan selama pendampingan.
2.9 Tahapan pelaksanaan penelitian
Dalam riset implementasi, stakeholder terkait dengan kebijakan akan duduk bersama dan terlibat
sejak awal riset direncanakan. Oleh karena itu, riset implementasi ini akan melalui tahapan:
1) Pesiapan penelitian
2) Penyusunan protokol
3) Sosialisasi rencana riset dan adaptasi proposal
4) Uji coba kuesioner
5) Perijinan
6) Pelaksanaan riset
7) Pengolahan dan analisis data
8) Deseminasi hasil
9) Penyusunan laporan
10) Deseminasi akhir
Page 31
15
Secara terperinci pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut ini:
Persiapan Penelitian
Tahap I : Pertemuan Tim peneliti Pembuatan protokol & Instrumen. diperkirakan perlu pertemuan
rutin sebanyak 3 kali yang dihadiri oleh anggota tim.
Tahap II : Pemetaan awal Tim
Sebanyak satu kali pertemuan yang dihadiri oleh anggota tim dengan melibatkan pejabat
structural, pengelolah program pada gizi pada Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Pada tahapan ini
dilakukan pembentukan tim pendamping daerah yang terdiri dari peneliti, Dinkes Kesehatan
Kabupaten. Pembentukan tim hanya pada sektor kesehatan ini dikarenakan intervensi yang
dilakukan oleh fasilitator melalui pendampingan dan sosilaisasi lebih dititiberapkan pada
intervensi Gizi Spesisif. Selain itu juga penjajakan untuk pengembangan protokol dalam
penyusunan kesepakatan atau komitmen bersama tentang masalah, solusi dan model intervensi
Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi yang diharapkan.
Pelaksanaan/ Pengumpulan Data.
Tahap I: Pengumpulan data Pre (Sebelum Intervensi)
Sebelum kegiatan intervensi sebagai baseline data pada seluruh wilayah yg terpilih sebagai daerah
penelitian. Setelah Intervensi juga akan dilakukan pengumpulan data kembali sebagai pembanding
atas keberhasilan intervensi PAR yaitu melaui pendampingan dan sosialisasi. Pada saat melakukan
wawancara terstruktur maupun wawancara mendalam untuk menghindari risiko penularan covid-
19 diupayakan untuk dilakukan pada tempat terbuka, dengan memakai masker dan menjaga jarak
minimal 2 sampai 4 meter dari responden.
Page 32
16
Data yang dikumpulkan adalah :
- Data Kuantitatif:
Dilakukan pengumpulan data sasaran dan cakupan program dan kegiatan intervensi
penurunan stunting pada masing-masing sektor terkait, baik program intervensi gizi spesifik
maupun intervensi gizi sensitif yang dilakukan dengan wawancara terhadap penanggung
jawab program intervensi penurunan stunting pada masing-masing sektor terkait dengan
berpedoman pada kuesioner terstruktur. Data PSP ibu yang memiliki baduta tentang stunting
yang dikumpulkan melaui wawancara terstruktur menggunakan kusioner kepada ibu yang
memiki baduta.
- Data Kualitatif
Dilakukan pengumpulan data terkait kegiatan program intervensi gizi spesifik maupun
intervensi gizi sensitif yang dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara terhadap
penanggung jawab program intervensi penurunan stunting
Tahap II: Tahap intervensi
Proses intervensi ini dilakukan dengan metode pendekatan Participatory Action Research (PAR)
intervensi yang dilakukan berupa sosialisasi dan pendampingan. Karena keterbatasan sumber daya
intervensi yang dilakukan hanya pada program intervensi gizi spesifik. Melalui PAR, mengubah
peran subjek penelitian sebagai peneliti aktif sekaligus agen perubahan, tidak memisahkan
antara subjek dengan objek serta terlibat dalam perkembangan, implementasi dan
merefleksikan tindakan sebagai bagian proses riset. Subjek penelitian akan dilibatkan dari awal
penelitian pada saat adaptasi protokol dan penyamaan persepsi PAR. Subjek dilibatkan dari awal
dalam mengidentifikasi masalah mencari solusi/inovasi dan membuat model intervensi yang tepat
untuk meningkatkan cakupan dan capaian intervensi gizi spesifik. Indikator keberhasilan yang
Page 33
17
dipakai untuk mengukur keberhasilan PAR antara lain adanya komitmen menyelesaikan
permasalahan stuntiing, ada solusi/inovasi dan langkah-langkah yang diambil dalan rangkah
pemecahan masalah stunting dan, adanya peningkatan cakupan kegiatan intervensi stunting
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam proses intervensi ini sebagai berikut :
1). Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi dilakukan secara luring dengan memperhatikan protokol covid-19 yaitu
melakukan pengukuran suhu tubuh sebelum mengikuti kegiatan, mengcuci tangan pake sabun
dengan air mengalir, memakai masker dan menjaga jarak pada selama mengikuti kegiatan.
Kegiatan dilakukan satu kali dengan mengundang pelaksana program Gizi, Kesga, Kesling,
Rematri, Kepala puskesmas dan Bidang Kesmas serta Seksi Gizi dan Kesga pada Dinas Kesehatan.
Kegiatan ini bertujuan untuk menilai sejauh mana kesiapan Dinas Kesehatan, puskesmas.
Materi berupa permasalahan dan intervensi gizi spesifik penurunan stunting setelah paparan dari
narasumber. kegiatan selanjutnya adalah diskusi untuk menyusun rencana tindak lanjut untuk
intervensi penurunan stunting terintegrasi.
2). Pendampingan Pertama
Sebelum pelaksanaan pendampingan, Selama melakukan pendampingan akan melakukan
pengamatan dan pengisian formulir pengamatan yang merekam proses dialog saat pendampingan.
Melakukan analisis formulirpengamatan sebagai bahan dalam penyusunan laporan. Kegiatan
pendampingan pertama dilakukan dua minggu setelah kegiatan sosialisasi. Kegiatan
pendampingan pertama merupakan kegiatan pertemuan di Puskesmas yang diikuti oleh
Pengelolah Program Gizi, Kesga/KIA, Kesling dan P2 Puskesmas dan Dinas Kesehatan serta
Peneliti. Agenda dari pendampingan pertama ini adalah adanya diskusi secara bersama untuk
Page 34
18
melakukan membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) untuk merealisasikan kesepakatan yang telah
dibuat pada saat peretemuan awal penggalangan komitmen dan pada saat sosialisasi. Pada
pendampingan pertama ini diharapkan masing-masing telah membuat rencana tindak lanjut berupa
Penyusunan Rencana Aksi Kegiatan Intervesi Penurunan Stunting Terintegrasi.
3). Pendampingan kedua
Kegiatan pendampingan kedua dilakukan 1 bulan setelah kegiatan pendampingan pertama.
Kegiatan pendampingan kedua dilakukan pertemuan di Puskesmas yang dihadiri oleh Dinas
Kesehatan, Puskesmas dan Peneliti Agenda dari pendampingan kedua ini adalah Agenda dari
pendampingan kedua ini adalah pendampingan dalam implementasi RTL yang telah dibuat. Untuk
intervensi gizi spesifik, indentifikasi hambatan/permasalahan yang dihadapi saat pelaksanaan RTL
dan pendampingan pertama.serta membuat rencana implementasi selanjutnya.
Output dari kegiatan pendampingan kedua ini adalah sudah terlaksananya kegiatan yang
direncanakan dan teridentifikasi dukungan, hambatan, dan rencana kegiatan selanjutnya.
3). Pendampingan ketiga
Kegiatan pendampingan ketiga dilakukan 1 bulan setelah kegiatan pendampingan kedua. Kegiatan
pendampingan ketiga dilakukan pertemuan di Puskesmas yang diikuti oleh masing-masing
Pengelolah Program Gizi, Kesga/KIA, Kesling dan P2 di Puskesmas dan Dinas Kesehatan.
Kegiatan pendampingan ketiga bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap komitmen/kegiatan
penurunan stunting yang sudah disepakati.
Tahap III: Pengumpulan data Pos (Setelah Intervensi)
Setelah intervensi juga akan dilakukan pengumpulan data kembali dengan jenis data sama dengan
data pre intervensi sebagai pembanding atas keberhasilan intervensi PAR
Page 35
19
Data yang dikumpulkan adalah :
- Data Kuantitatif:
Data rencana program dan kegiatan serta kebijakan intervensi penurunan stunting pada
masing-masing sektor terkait, baik program intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi
sensitif yang dilakukan dengan wawancara terhadap penanggung jawab program intervensi
penurunan stunting pada masing-masing sektor terkait dengan berpedoman pada kuesioner
terstruktur.
- Data Kualitatif
Pengumpulan data terkait kegiatan program intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi
sensitif yang dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara terhadap penanggung
jawab program intervensi penurunan stunting atau pada pengambil kebijakan pada masing-
masing sektor terkait.
2.10 Manajemen Data
Data hasil wawancara dientri pada lembar kerja elektronik.
Analisis Data:
a. Data kuantitatif akan dianalisis secara deskriptif.
b. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif. Analisis kualitatif
dapat dilakukan secara induktif, yaitu pengambilan kesimpulan umum berdasarkan data-data
yang telah terkumpul (Notoatmodjo, 2002). Langkah-langkah dalam menganalisis data adalah
sebagai berikut:
- Coding (Pengkodean)
Coding (pengkodean) dimaksudkan untuk memudahkan klasifikasi data.Klasifikasi data yaitu
kegiatan untuk mengelompokkan atau menggolong-golongkan data.
Page 36
20
- ReduksiData
Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan dan perhatian pada
penyederhanaan,pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengkoordinasi data dengan
cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi
(Miles dan Huberman, 1992).
- Interpretasi
Kegiatan pengolahan data diakhiri dengan penyimpulan hasil analisa data yang nantinya harus
siap untuk dibahas dan diinterpretasikan lebih lanjut dalam konteks pemecahan masalah.
Page 37
20
III. HASIL
1. Manajemen Implementasi Penurunan Stunting di Kabupaten Sumba Timur Prov NTT
Kabupten Lombok Tenga Prov NTB
Manajemen intervensi stunting di Kabupaten Sumba Timur
Manajemen intervensi penurunan stunting pada daerah lokus stunting mengacu pada 8 aksi
konvergensi stunting yang dimulai dari kegiatan perencanaan yaitu analisis situasi program
penurunan stunting, penusunan rencana kegiatan, rembuk stunting dan pengintegrasian rencana
kegiatan kedalam Rencana Kerja Pembngunan Daerah, penetapan peraturan Bupati, pelatihan
kader pembangunan manusia, sistim manajemen data dan pengukuran dan publikasi stunting dan
review kinerja tahunan. Kegiatan perencanaan diawali dari tingkat desa yang dimulai dari rembok
stunting tingkat desa, yaitu melakukn analisis situasi awal dan rencana kegiatan tingkat desa.
Pelaksanaan pelayanan gizi puskesmas dilakukan melalui pemberian PMT, Pemantauan
pertumbuhan dan konseling gizi. Selain itu juga puskesmas menyelenggarakan pelayanan esensial
lainya yang mendukung penurunan stunting. Untuk Perencanaan progam gizi puskesmas yang
tidak termasuk dalam lokus stuting perencanaan pemberian Makanan Tambahan baik untuk Ibu
hamil atau ibu hamil KEK dan balita dilakukan oleh Dinas kesehatan kabupaten Sumba Timur,
Perhitungan kebutuhan berdasarkan laporan ruting pemantauan status gizi yang diimput pada
EPPGBM dan laporan rutin puskesmas. Perencanaan kebutuhan tersebut akan diserahkan ke
Kementerian Kesehatan dalam bentuk permintaan kebutuhan PMT stelah melihat stok yeng
terdapat pada masing-masing puskesmas. Pengadaan dan pendistribusian akan dilakukan oleh
kemenkes ke masing-masing dinas Kesehatan dan Dinas Kesehatan akan menditribusikan ke
masing-masing puskesmas.
Page 38
21
Sedangkan untuk kebutuhan PMT gizi buruk puskemas melakukan permintaan ke dinas
kesehatan dan dinas kesehatan melakukan pengadaan langsung berupa susu untuk baita dan ibu
hmil yang gizi kurang. Monitoring dilkukan setiap bulan yang dibantu oleh kader kesehatan dan
Bidan desa, pemantauan pertumbuhn dilakukan setiap tiga bulan dan akan dilakukan evaluasi
melalui minilokakary puskesmas.
Manajemen intervensi stunting di Kabupaten Lombok Tengah
Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu intervensi gizi spesifik
untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak
langsung. Semua sektor terlibat. Untuk dinkes Lombok Tengah menangani intervensi gizi spesifik
yaitu kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting seperti asupan makanan, infeksi, status
gizi ibu, penyakit menular, dan kesehatan lingkungan dengan kelompok sasaran : ibu hamil, ibu
menyusui dan anak usia 0-23 bulan sertaanak remaja putrid an Wanita usia subur.
Prosesnya perencanaan program melewati 8 aksi konvergensi stunting untuk meningkatkan
efektifitas yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi..dari analisa
situasi..sampai ke perencanaan untuk menentukan desa lokus penanganan stunting. Untuk
pendanaan bersumber dari DAK non fisik stunting yaitu APBD dan dana desa, sedangkan dana
di puskesmas untuk program stunting bersumber dari dana BOK.
Program di Dinas Kesehatan antara lain: Suplementasi tablet tambah darah pada Remaja dan
Wanbita Usia Subur, Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, Promosi, konseling menyusui
dan (PMBA), Stimulasi, deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang dan manajemen terpadu
balita sakit. Pelaksanaan di Puskesmas program-program tersebut dilakukan intervensi oleh semua
program yang ada di puskesmas (berdasarkan SPM dari dinas kesehatan). Programnya sesuai paket
konvergensi stunting yaitu KIA (ibu hamil pelayanan ANC, tablet tambah darah, kelas gizi ibu
Page 39
22
hamil, kelas gizi ibu balita, PMT pemulihan, ibu hamil resiko tinggi, dan PMT pemulihan untuk
balita, konseling). Untuk program sanitasi melibatkan program kesling dan promkes dalam
memantau 5 pilar STBM, jumlah rumah tangga yang memiliki sanitasi.
Pencatatan dan pelaporan rutin tiap bulan menggunakan aplikasi pelaporan gizi khusus
bernama Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) per triwulan.
Data yang diinput secara langsung dari pengukuran balita (BB, PB/TB, PMT, dll), perkembangan
balita, data ibu hamil (LILA, PMT, dll) serta 23 indikator gizi. Data di input per bulan by name by
address. Aplikasi lainnya untuk pencatatan dan pelaporan adalah Komdat Kesmas yang merupakan
bentuk aplikasi terpadu dengan program lainnya. Walaupun pada kenyataannya masih ditemukan
keterlambatan dalam memberikan laporan namun bisa diatasi dengan forum komunikasi dijadikan
sebagai alat untuk mengingatkan pengisian laporan bulanan.
Monitoring dan evaluasi kegiatan program stunting bisa dilakukan sampai 4 kali namun
karena keterbatasan SDM dan anggaran sehingga hanya bisa dilakukan 1-2 kali dalam setahun.
Monitoring ini dilakukan oleh masing-masing seksi di Dinkes misalnya evaluasi Kesga lebih di
fokuskan penurunan AKI AKB dengan sasaran ibu hamil, bayi dan lanjut usia. Monitoring evaluasi
gizi terkait yang anemia bumil, anemia remaja, KEK, anak stunting, gizi buruk. Sementara
monitoring evaluasi promosi kesehatan tahun 2021 tidak ada, namun setidaknya bisa menempel
pada kegiatan penilaian posyandu dan pembinaan kader posyandu.
Permasalahan yang sering ditemui antara lain; masih kurangnya kegiatan konseling serta
kepatuhan dalam pencatatan laporan. Tindak lanjut dari kegiatan monitoring dan evaluasi
mengingatkan dan memotivasi Dinas kesehatan kabupaten Kota untuk selalu mengupdate
ilmunya, terutama bagi pengelola program yang sudah pernah mengikuti pelatihan, karena
bagaimanapun terpilih menjadi peserta pelatihan dengan biaya negara merupakan beban untuk
Page 40
23
mengimplementasikan hasil pelatihan dan transfer ilmu ke teman pengelola program di Kabupaten
Kota. Selain itu perlu pelatihan peningkatan kapasitas petugas terkait ANC dan penanganan
stunting bagi pengelola program yang belum pernah mengikuti pelatihan.
Untuk lokus stunting anggaran untuk implementasi bersumber dari dana BOK. Puskesmas
selalu mengadakan pertemuan rutin dengan kader. Tahun 2021 dana PMT tidak bisa dialokasikan
karena refocusing untuk Covid. Ada tambahan dana dari Kabupaten (Dinas) tapi terbatas. Dana
desa juga refocusing. Puskesmas kerjasama dengan desa tapi karena keterbatasan dana maka
mobile dan intervensi stunting dan kunjungan terhambat. Kegiatan imunisasi juga terhambat
karena focus ke penanggulangan covid. Dana BOK hanya untuk pemantauan perkembangan.
Konseling juga terbatas.
2. Jenis Program Implementasi Intervensi Gizi Spesisik dan Intervensi Gizi Sensitif Dalam
Rangka Penurunan Stunting
1) Jenis Program Implementasi Intervensi Gizi Spesisik Dan Intervensi Gizi Sensitif Dalam
Rangka Penurunan Stunting di Puskesmas Lewa dan Baing Provisi Nusa Tenggara
Timur
a. Program Intervensi Spesifik
Intervensi spesifik merupakan intervensi yang dilakukan oleh sektor kesehatan untuk
pencehagan terhadap stunting. Intervensi tersebut dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten maupun oleh puskesmas.
Jenis program intervensi spesifik dalam rangka pencegahan stunting di Pusksmas
Kecamatan Wulla Waijelu ditujukan untuk pencegahan dan penurunan stunting.
Jenis program intervensi spesifik di Puskesmas Baing dan Lewa adalah sebagai berikut.
a) Program Remaja Putri
Page 41
24
Program remaja putri ditujukan pada sasaran remaja putri yang terdapat pada
sekolah-sekolah Menengah atas yang terdapat di kecamatan Wula Waijelu yang
ditujukan untuk pencehagah terhadap stunting. Jenis kegiatan yang dilakukan untuk
remaja putri antara lain: Pemeriksaan secara berkala terhadap status gizi remaja putri
antara lain pengukuran berat badan (BB), pengukuran tinggi badan (TB), pengukuran
Lingkar Lengan Atas, periksaan anemia dan konseling gizi pada remaja putri serta
pembagian tablet tambah darah (TTD).
b) Program KIA/KB
Program kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga berencana yang ditujukan untuk
pencegahan stunting antara lain: Pemeriksaan kehamilan secara rutin bagi ibu hamil,
penyuluhan dan koseling Gizi, pengukuran Berat Badan (BB), Pengukuran Tinggi
Badan (TB), pengkuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Pemberian Tablet Tambah
Darah bagi ibu hamil, Immunisasi T1/T2, KB pasca bersalin, Inisiasi Menyusui Dini
dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil KEK.
c) Kesehatan Lingkungan
Program kesehatan Lingkungan yang ditujukan untuk mendukung pencegahan
stunting antara lain inspeksi santasi rumah sehat, inspeksi sarana air bersih
monitoring jamban sehat dan pemeriksaan air bersih.
d) Gizi
Program gizi puskesmas untuk melakukan pencegahan stunting antara lain: konseling
ASI Eklusif, konseling Makananan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemantauan status
gizi balita yang terdiri dari pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan
Page 42
25
atas. Pemberian makanan tambahan balita gizi buruk, pemberia Vit A warna merah
dan pemberian vit A warna biru serta pemberian makanan tambahan utuk iu hamil.
e) Program immunisasi
Pogram immunisasi antara lain, pemberian immunisasi HB 0, BCG, Polio 1-4, IPV,
DPT 1-3, MR dan DPT lanjutan serta MR lajutan.
f) Program Pengendalian Penyakit
Program pengendalian penyakit untukmendukng pencegahan stunting antara lain
pemerian obat cacing bagi ibu hamil. Pembagian kelambu beritetisida kedapa ibu
hamil untuk pencegahan malaria pada ibu hamil.
b. Program Intervensi Sensitif
Intervensi sensitive merupakan jenis intervensi yang dilakukan oleh sektordi luar
kesehatan yang bertujuan untuk melakukan pencegahan terhadap stunting. Intervensi ini
dapat dilakukan oleh Dinas Keluarga Berencana, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, Dinas Pertanian dan Peternakan dan Pemerintahan Desa.
Gambaran jenis program yang dilakukan oleh masing-masing sektor tersebut adalah
sebagai berikut.
a) Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Jenis program intervensi untuk pencegahan stunting yang dilakuan oleh Balai
Penyuluhan KB yang terdapat pada setiap kecamatan
(a). Program siap nikah anti stunting program ini terdiri dari kegiatan ini berupa
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat atau pasangan yang akan melakukan
pernikahan dengan melibatkan semua lini yang terdapat di kecamatan.
Page 43
26
(b). Perencanaan Kehamilan: Sasaran dari program ini adalah Wanita Usia Subur dan
Pasangan Usia Subur dengan jumlah sasaran sebanyak 2.596 orang.
(c). Program Bina Keluarga Balita : Sasaran dari program ini adalah orang tua yang
memiliki anak balita usia 0-59 bulan kegiatan yang dilakukan adalah penyuluhan
tumbuh kembang anaka dan peran ayah dalam pertumbuhan balita. Namun yang
menjadi kendala adalah tidak tersedia data seluruh balita by name by adres.
(b). Program bina keluarga remaja : Sasaran program ini adalah anak usia 13-18 tahun
yang berada jenjang pendidikan SMP dan SMA. Kegiatan yang dilakukan
berupa penyuluhan kesehatan reproduksi yang dilakukan setiap sebulan sekali.
b) Dinas Pekerjaan Umu dan Perumahan Rakyat
Program dari Dinas Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat yang berhubungan
dengan stunting antara lain :
(a). Sanitasi yaitu dengan menyediakan jamban sehat dengan target masing-masing
desa sebanyak 50 unit.
(b). Pengadaan air bersih yang terdiri dari dua bagian yaitu penyediaan air minum
dengan melibatkan masyarakat yang disbut program PANSIMAS dengan
menggunakan anggaran APBN. Penyediaan akses air minum untuk masyarakat
dengan menggunakan sumur bor yang dilakukan oleh bidang P2AT dengan
menggunakan tenaga surya untuk menaikan air namu mempunyaiketerbatasan
karena tidak memiliki teknisi untukmemperbaiki apabia terjadi kerusakan.
c) Dinas Pemberdayaan masyarakat Desa
Dinas pemerintahan desa mempunyai tanggungjawab untuk meningkatkan kopetensi
aparatur pemerintahan desa termasuk kader posyandu melalui pembinaan dan
Page 44
27
pelatihan. Selain itu juga menyediakan anggaran opeasional kader sebesar 1.140.000
per posyandu per tahun. Dinas pemerintahan Desa juga memfasilitasi dalam
pengusuan anggaran desa yang bertujuan untuk penceghan stunting
Program yang bertujuan untuk penceghan stuting yang terdapat di desa antara lain:
(a). Pemberian Makanan Tambahan Penyuluhan anggaran untuk pelayanan PMT
diberikan oleh desa ke posyandu dan posyandu akan membelanjaan dalam
bentuk susu. Selain itu terdapat beberapa desa PMT diberikan sekali sebulan
selama tiga bulan Oktober, November dan Desember dalam bentuk kacang
hijau 3 Kg, susu 8 saset dan gula 1 Kg untuk setiap posyandunya.
(b). Pengadaan sarana air besih : pengadaan air bersih bagi masyarakat desa melalui
pengadaan perpipaan dari mata air untuk wilayah-wilayah yang susah air. Tetapi
tidak semua masyarakat terlayani. Terdapat juga pengadaaan air bersih melalui
penyadiaan sumur gali namun mengalami kendala pada musim kemarau
cenderung mengering.
(c). Pengadaan jamban sehat. Untuk pengadaan jamban sehat bagi masyarakat masih
banyak yang belum terlayani. Karena keterbatasan anggaran desa yang banyak
dialihkan ke bantuan social untuk pencegahan covid-19. Pengadaan jamban akan
dilakukan secara bertahap sesui dengan anggaran yang tersedia.
2) Jenis Program Implementasi Intervensi Gizi Spesisik Dalam Rangka Penurunan
Stunting di di Kabupate Lombok Tengah
Intervensi spesifik merupakan intervensi yang dilakukan oleh sektor kesehatan untuk
pencehagan terhadap stunting. Intervensi tersebut dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten maupun oleh puskesmas.
Page 45
28
Jenis program intervensi spesifik dalam rangka pencegahan stunting pada 4 Pusksmas
Pusksmas yaitu Puskesmas Mujur, Puskesmas Aikmual, Puskesmas Mantang dan
Puskesmas Kuta ditujukan untuk pencegahan dan penurunan stunting.
Jenis program intervensi gizi spesifik untuk pencegahan stunting di Puskesmas Aikmual
adalah sebagai berikut.
a) Program Remaja Putri
Program remaja putri ditujukan pada sasaran remaja putri yang terdapat pada
sekolah-sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kendala
yang dihadapi adalah keterbatasan data sasaran data yang ada saat ini hanya data
jumlah anak sedangkan untuk by name dan by address tidak dicatat. Jenis kegiatan yang
dilakukan untuk remaja putri antara lain: konseling gizi pada remaja putri serta
pembagian tablet tambah darah (TTD) pemberian 4 tablet untuk sebulan.
b) Program KIA/KB
Program kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga berencana yang ditujukan untuk
pencegahan stunting antara lain: Pemeriksaan kehamilan secara rutin bagi ibu hamil,
penyuluhan dan koseling Gizi, pengukuran Berat Badan (BB), Pengukuran Tinggi
Badan (TB), pengkuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Pemberian Tablet Tambah
Darah bagi ibu hamil, Immunisasi T1/T2, KB pasca bersalin, Inisiasi Menyusui Dini
dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil KEK.
c) Kesehatan Lingkungan
Program kesehatan Lingkungan yang ditujukan untuk mendukung pencegahan
stunting antara lain inspeksi santasi rumah sehat, inspeksi sarana air bersih
monitoring jamban sehat dan pemeriksaan air bersih.
Page 46
29
d) Gizi
Program gizi puskesmas untuk melakukan pencegahan stunting antara lain: konseling
ASI Eklusif, konseling Makananan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemantauan status
gizi balita yang terdiri dari pengukuran tinggi badan dan berat badan. Pemberian
makanan tambahan balita gizi buruk, pemberia Vit A warna merah dan pemberian
vit A warna biru serta pemberian makanan tambahan utuk iu hamil.
e) Program immunisasi
Pogram immunisasi antara lain, pemberian immunisasi HB 0, BCG, Polio 1-4, IPV,
DPT 1-3, MR dan DPT lanjutan serta MR lajutan.
f) Program Pengendalian Penyakit
Program pengendalian penyakit untukmendukng pencegahan stunting antara lain
pemerian obat cacing bagi ibu hamil. Pembagian kelambu beritetisida kedapa ibu
hamil untuk pencegahan malaria pada ibu hamil.
Jenis program intervensi gizi spesifik yang bertujuan untuk pencegahan stuting di Puskesmas
Kuta adalah sebagai berikut
a) Monitoring evaluasi puskesmas ke kader posyandu saja dilakukan untuk melihat langsung
kegiatan yang dilakuan di posyandu.
b) Program Remaja Putri
Program remaja putri ditujukan pada sasaran remaja putri yang terdapat pada sekolah-
sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jenis kegiatan remaja
putri antara lain berupa pemberian TTD ke pada kemaja putri dan penyuluhan kesehatan
reproduksi pada remaja. Kegiatan ini belum maksimal karena untuk remaja putri yang
Page 47
30
putus sekolah belum terjangkau. Pemberian TTD remaja putri juga belum semua sekolah
terlayani
c) Program KIA/KB
Program kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga berencana yang ditujukan untuk
pencegahan stunting antara lain: Pemeriksaan kehamilan secara rutin bagi ibu hamil,
penyuluhan dan koseling Gizi, pengukuran Berat Badan (BB), Pengukuran Tinggi Badan
(TB), pengkuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Pemberian Tablet Tambah Darah bagi ibu
hamil, Immunisasi T1/T2, KB pasca bersalin, Inisiasi Menyusui Dini dan Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil.
d) Gizi
Program gizi puskesmas untuk melakukan pencegahan stunting antara lain: konseling
ASI Eklusif, konseling Makananan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemantauan status gizi
balita yang terdiri dari pengukuran tinggi badan dan berat badan. Pemberian makanan
tambahan balita gizi buruk, pemberia Vit A warna merah dan pemberian vit A warna
biru serta pemberian makanan tambahan utuk iu hamil.
e) Program immunisasi
Pogram immunisasi antara lain, pemberian immunisasi HB 0, BCG, Polio 1-4, IPV,
DPT 1-3, MR dan DPT lanjutan serta MR lajutan.
f) Program Pengendalian Penyakit
Program pengendalian penyakit untuk mendukng pencegahan stunting antara lain
pemerian obat cacing bagi ibu hamil.
Page 48
31
Jenis program intervensi gizi spesifik yang bertujuan untuk pencegahan stuting di Puskesmas
Mujur adalah sebagai berikut
a) Program Remaja Putri
Program remaja putri ditujukan pada sasaran remaja putri yang terdapat pada sekolah-
sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jenis kegiatan remaja
putri antara lain berupa distribusi TTD ke pada kemaja putri.
b) Program KIA/KB
Program kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga berencana yang ditujukan untuk
pencegahan stunting antara lain: Pemeriksaan kehamilan secara rutin bagi ibu hamil,
penyuluhan dan koseling Gizi, pengukuran Berat Badan (BB), Pengukuran Tinggi Badan
(TB), pengkuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Pemberian Tablet Tambah Darah bagi ibu
hamil, Immunisasi T1/T2, KB pasca bersalin, Inisiasi Menyusui Dini dan Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil. Kelas gizi ibu balita, kelas gizi ibu hamil
KEK. . Kunjungan rumah balita dan pelatihan PMBA bagi kader.
c) Gizi
Program gizi puskesmas untuk melakukan pencegahan stunting antara lain: konseling
ASI Eklusif, konseling Makananan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemantauan status gizi
balita yang terdiri dari pengukuran tinggi badan dan berat badan. Pemberian makanan
tambahan balita gizi buruk, pemberia Vit A warna merah dan pemberian vit A warna
biru serta pemberian makanan tambahan utuk iu hamil.
d) Program immunisasi
Pogram immunisasi antara lain, pemberian immunisasi HB 0, BCG, Polio 1-4, IPV,
DPT 1-3, MR dan DPT lanjutan serta MR lajutan.
Page 49
32
e) Program Pengendalian Penyakit
Program pengendalian penyakit untuk mendukng pencegahan stunting antara lain
pemerian obat cacing bagi ibu hamil.
3. Cakupan intervensi gizi spesisik untuk mendukung pencegahan stunting di kabupaten
Sumba Timur dan Lombok Tengah.
Cakupan intervensi gizi spesifik untuk mendukung pencegahan stunting di Puskesmas
Lewa dan Puskesmas Baing dapat dilihat pada tabel di bawah ini, hamper sebagia besar
cakupan masing-masing indicator telah mencapai 100%, terdapat beberapa indicator yang
masih cukup kecil diantaranya cakupan pemberian tablet tambah darah pada remaja
putri,cakupan inisiasimenyusui dni dan pemantauan pertumbuhan balita.
Tabel 3.1 Cakupan intervensi gizi spesisik untuk mendukung penegahan stunting tahun 2020
di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu Kabupaten Sumba Timur Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
Indikator Lewa Baing
Pesentase cakupan Pemberinan Makanan Tambahan (PMT)
ibu hamil dari kelompok miskin/KEK 100% 100,00%
Prensntase cakupan suplemen tablet tambah darah pada ibu
hamil 100% 100%
Prensntase cakupan suplemen tablet tambah darah pada
remaja putri 14% 73%
Persentase cakupan pemberian suplemen kalsium 100% 100%
Persentase cakupan promosi dan koseling menyusui 19% 100%
Jumlah inisiasi Menyusui Dini 67% 99%
ASI Ekslusif 67% 99%
Cakupan vitamin A anak usia 6-11 bulan 100% 100%
Cakupan Vitamin A anak usia 12-23 bulan 100% 100%
Pemberian makanan tambahan bagi anak kurus 100% 100%
Pemantauan dan promosi pertumbuhan (balita (D/S)) 79,00%
Cakupan pengobatan kecacingan 0,00% 0%
Persentase Cakupan KIE Pemberian MP-ASI 0% 100%
Cakupan imunisasi dasar lengkap 95,00%
Page 50
33
Tabel 3.2 Cakupan intervensi gizi spesisik untuk mendukung penegahan stunting tahun 2020
di Kabupaten Lombok Tengah.
Indikator Aimual Kuta Mantang Mujur
Pesentase cakupan Pemberinan Makanan
Tambahan (PMT) ibu hamil dari kelompok
miskin/KEK 100% 82,35% 100% 100%
Prensntase cakupan suplemen tablet tambah darah
pada ibu hamil 100% 106% 100% 0%
Prensntase cakupan suplemen tablet tambah darah
pada remaja putri 0% 46% 55,25% 0%
Persentase cakupan pemberian suplemen kalsium 0% 0% 0% 0%
Persentase cakupan promosi dan koseling
menyusui 100% 0% 0% 0%
Jumlah inisiasi Menyusui Dini 87% 71% 100% 100%
ASI Ekslusif 94% 78% 100% 100%
Cakupan vitamin A anak usia 6-11 bulan 100% 98% 100% 100%
Cakupan Vitamin A anak usia 12-23 bulan 100% 95% 100% 100%
Pemberian makanan tambahan bagi anak kurus 83% 100% 100% 100%
Pemantauan dan promosi pertumbuhan (balita (D/S)) 80,20% 84,96 77,1 85,04%
Cakupan pengobatan kecacingan 98,50% 95% 0% 100%
Persentase Cakupan KIE Pemberian MP-ASI 0% 17% 0% 100%
Cakupan imunisasi dasar lengkap 100% 79,57% 100% 100%
Cakupan intervensi gizi spesifik untuk pencegahan stuting pada empat puskesmas di
Kabupaten Lombok Tengah dapat dilihat pada batel di atas. Sebagian besar cakupan beberapa
indicator telah mencpai 100% . terdapat beberapa indicator dengan capaian masih cukup kecil
seperti cakupan pemberian tablet tambah darah untuk remaja putri, cakupan pemberian
suplemen kalsium pada puskesmas yang menjadi lokus penelitian masih 0% atau boleh
dikatakan tidak terdapat kegiatan. Cakupan promosi kesehatan dan konseling menyusui
hanya pada puskesmas Aikmual yang mencapai 100% sedangkan pada puskesmas lainya
hanya mencapai 0%.
Page 51
34
4. Pengetahuan Sikap Dan Tidandakan Ibu yang Memiliki Anak Usia 0-23 Bulan Tentang
Stunting di Kabupaten Sumba Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Karakteristik Resonden Ibu yang Memiliki Anak Usia 0-23 Bulan Tentang Stunting di
Kabupaten Sumba Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 3.3 Distribusi umur ibu yang memiliki balita penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB.
Umur responden Persentase (%)
17-22 16,32%
23-28 29,86%
29-34 30,90%
35-40 16,32%
41-46 6,60%
Berdasarkan tabel…di atas sebanyak 16,32% dari ibu Baduta di Kecamatan Lewa dab Wulla Waijelu
memiliki umur kurang dari 22 tahun dan sebanyak 6,60% dari ibu yang memiki Baduta yang memilki umur
lebih dari 41 tahun. Jika dlihat dari tingkat pendidikan ibu Baduta sebagian besar adalah 33,33 % tamat
SLTA/MA dan 26,04 dari ibu Baduta berpendidikan tamat SD/MI serta hanya sebanyak 7,29 % ibu Baduta
berpendidkan tamat PT.
Grafi. 3.1 Tingkat Pendidikan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23 di Kecamatan Lewa
dan Wulla waijelu Kabupaten Sumba Timur penelitian Pengembangan Model
Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB..
3,47%
11,81%
26,04%
15,63%
33,33%
2,43%
7,29%
0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00%
Tidak/belum pernah sekolah
Tidak tamat SD/MI
Tamat SD/MI
Tamat SLTP/MTS
Tamat SLTA/MA
Tamat D1/D2/D3
Tamat PT
Page 52
35
Jika dilihat dari jenis pekerjaan ibu yang memiiki bayi kurang dari dua tahun di Kecematan
Lewa dan Wula Waijelu sebanyak 59,03% berjenis pekerjaan sebagai petani dan sebanyak 29,86
tidak bekerja atau hanya mengurus rumah tangga saja, sedangkan sebanyak 0,69 % bekerja sebagai
PNS/TNI/Polri.
Grafik…Distribus pendidikan ibu yang memilki balita penelitian Pengembangan Model Intervensi
Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB.
Grafik 3.2 Jenis Pekerjaan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23 di Kecamatan Lewa
dan Wulla waijelu Kabupaten Sumba Timur penelitian Pengembangan Model
Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB.
Grafik 3.3 Tingkat Pendapatan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23 di Kecamatan Lewa
dan Wulla waijelu Kabupaten Sumba Timur penelitian Pengembangan Model
Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB..
29,86%
0,69%
0,35%
1,04%
59,03%
0,35%
8,68%
Tidak bekerja
PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD
Pegawai swasta
Wiraswasta
Petani
Buruh/Sopir/Asisten Rumah tangga
Kontrak/honor, Lainnya
89,93%
3,82%
1,04%
3,47%
1,74%
Kurang dari Rp. 1.950.000
Kurang dari Rp. 2.192.987
Lebih dari Rp. 3.000.000
Lebih dari sama dengan Rp. 2.192.987
Lebih dari sama dengan Rp.1.950.000
Page 53
36
Tingkat pendapatan dari ibu yang memiliki bayi usia0-23 di Kecamatan Lewa dan Wulla
Waijelu 89,93 % kurangdari 1.950.000 rupiah untuk setiap bulanya dan hanya sebanyak 1,04%
ibu yang memiki bayi usia 0-23 bulan yang memiliki pendapatan setiapbulanya lebih dari 3 juta
rupiah.
Grafik 3.4 Distribusi Usia Saat Hamil anak Pertama Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-
23 di Kecamatan Lewa dan Wulla waijelu Kabupaten Sumba Timur penelitian
Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan
NTB..
Usia ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan di kecamatan Lewa dan Wulla Waijellu saat
hamil anak pertama sebanyak 46, 67% dari ibu baduta berusia 15-19 tahun dan sebanyak 0,67 %
ibu baduta berusia lebih dari 40 tahun ketika hamil anak pertama serta sebanyak 15,33 % ibu
baduta memiliki usia 25-29 tahun saat kehamilan anak pertama.
Pengetahuan Ibu yang Memiliki Bayi Usia 0-23 Bulan Tentang Stunting di Kabupaten
Suma Timur
Sebanyak 300 orang ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang menjadi responden
pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap stunting di kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu. Hasil
wawancara yang dilakukan terhadap ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulang di Kecamatan Lewa
dan Wulla Waijelu dapat dilihat pada tabel berikut ini.
46,67%
36,00%
15,33%
0,67% 0,67% 0,67%0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44
Page 54
37
Tabel 3.4 Distribusi Pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wula
Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi
di Prov NTT dan NTB.
Pertanyaan Persentase (%)
Dalam dua tahun terakhir anak pernah diasuh orang lain
a. Ya 91,32 %
b. Tidak 8,86%
Pernah mendengar tentang stunting
c. Ya 77,08%
d. Tidak 22,92%
Sumber informasi tentang stunting
a. Petugas kesehatan 22,92%
b. Petugas kesehatan, Media sosial 34,38%
c. Petugas kesehatan, Media sosial, Media cetak(buku,koran,leaflet,dll) 12,15%
d. Media sosial, Media cetak(buku,koran,leaflet,dll) 5,21%
e. Tetangga 25,35%
f. Lainnya 2,92%
Stunting menurut ibu baduta
a. Kondisi tubuh anak lebih kecil daripada anak lainnya 22,92%
b. Kondisi dimana tinggi badan anak lebih pendek dibanding tinggi badan
anak lain yang seusia. 34,38%
c. Kondisi berat badan anak sangat kurang pada usianya. 12,15%
d. Kondisi anak menjadi pendek karena keturunan/bawaan 5,21%
e. Tidak tahu 25,35%
Penyebab langsung terjadinya stunting
a. Kekurangan gizi pada ibu hamil dan anak balita 60,07%
b. Bawaan sejak kandungan 13,89%
c. Faktor ekonomi 2,43%
d. Cacat pada anak 1,04%
e. Tidak tahu 22,57%
Ciri-ciri anak stunting menurut ibu Baduta
a. Tubuh lebih pendek untuk usianya 46,88%
b. Pertumbuhan melambat 25,32%
c. Tubuh lebih pendek untuk usianya, Pertumbuhan melambat 3,13%
d. Wajah tampak lebih muda dari usianya 1,39%
e. Tidak tahu 23,26%
Saat yang tepat untuk mencegah stunting
a. Masa kehamilan hingga bayi 6,94%
b. Saat anak terlihat lebih pendek 63,54%
c. Anak usia lima tahun 4,86%
d. Anak usia sekolah 1,74%
e. Tidak tahu 22,92%
Page 55
38
ASI eksklusif diberikan sampai usia
a. Hanya memberikan ASI saja hingga bayi usia 6 bulan 54,17%
b. ASI diberikan hingga bayi usia 6 bulan ditambah makanan bergizi 24,31%
c. ASI diberikan hingga bayi usia 6 bulan ditambah vitamin 1,39%
d. ASI dapat digantikan dengan susu formula 20,14%
e. Tidak tahu 35,33
Terdapat 8,86 % dari anak usia 0-23b bulan di kecamatan Lewa dan Wulla wijellu
Kabupaten Sumba Timur yang pernah di asuh oleh orang lain selama dua tahun terakhir. Terdapat
sebanyak 22,92 % dari Ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang sama sekalibelum pernah
mendengar tentang stunting. Hanya terdaat sebanyak 22,92 % yang pernah mendengan stunting
dengan sumber informai dari tenaga kesehatan dan sebanyak 34,38 % mendapatkan informasi
tentang stuting dari petugas kesehatan dan media social.
Sebanyak 34,38 % dari ibu yang memiki bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wulla
waijellu sudah memiki pengetahuan yang baik tetang stuting,sedangkan sisanya masih memiki
pengetahuan yang keliru tentang stunting. Terdapat 60,07 % dari ibu yang memiliki bayi usia 0-
23 bulan yang mengetahuai tentng stunting memiliki pengetahuan yang baik tentang penyeb
stuting sedangkan sisanya masih pemiliki pengetahuan salah tentang penyebab stunting.
Sebanyak 46,88 % ibu yangmemilii anak usia 0-23 di kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu
Kabupaten Sumba Timur sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang ciri-ciri dari anak yang
mengalami stunting sedangkan sebanyak 22,92 % menyatakan tidak mengetahui ciri-ciri dari
anak-anak yang mengalami stunting. Sebanyak 63,54 % masih memiliki pengetahuan yang salah
tentang saat yang tepat untuk pencegahan stunting,dan sebanyak 22,92 % menyatakan tidak tahu
tentang saat yang tepat untuk melakukan pencehagahan terhadap stunting. Sebanyak 54,17 % dari
ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang memiliki pengetahuan yang baik tentang pemberian
ASI-eklusif.
Page 56
39
Sikap Ibu yang Memiliki Bayi Usia 0-23 Bulan Tentang Stunting di Kabupaten Suma
Timur
Tabel 3.5 Sikap ibu yang memiliki bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wula Waijelu
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov
NTT dan NTB.
No Penyataan
Setuju
(%)
Ragu-
Ragu (%)
Tidak
setuju (%)
1 Stunting adalah anak pendek tidak sesuai dengan
umurnya 70,83 12,15 17,01 2
Stunting berbahaya bagi anak-anak 49,65 15,97 34,38 3 Stunting adalah faktor keturunan yang tidak
dapat diperbaiki 42,71 13,89 43,40 4 Stuntingn dapat dicegah sejak masa kehamilan
hingga anak usia 2 tahun 83,33 7,29 9,38 5 Stunting terjadi karena kekurangan gizi yang
lama 75,00 0,28 15,00 6 Pergi ke posyandu merupakan salah satu cara
mencegah terjadinya stunting 91,32 3,82 4,84 7 Persalinan harus dilakukan di fasilitas kesehatan
(puskesmas/rumah sakit) 80,56 3,47 15,97 8 Bayi umur 0 – 6 bulan hanya boleh mendapat
ASI saja tanpa makanan lainnya 88,89 1,74 9,38 9 Salah satu cara mencegah stunting ibu hamil
harus minum tablet tambah darah 97,57 1,39 1,04 10 Kesehatan bayi dalam kandungan ibu
dipengaruhi oleh gizi ibu 95,14 2,78 2,08 11 Memakai garam beryodium penting untuk
kesehatan anak 89,93 5,56 4,51
Jika dilihat dari sikap ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan terhadap stunting di Kecamatan
Lewa dan Wula Waijelu sebanyak 70,83 % sudah memiliki sikap yang baik terhadap stunting.
Terdapat sebanyak 43,40 % memiliki sikap yang tidak baik terhadap pencegahan stunting dan
sebanyak 42,71 % sudah emiliki sikap yang baik. Sebanyak 83,33% dari ibu yang memiki bayi
usia 0-23 bulan sudah memiliki sikap yang baik terhadap pencegahan stunting. Sebanyak 91,32
dari ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang cara
pencegahan stunting. Sebanyak 88,89 % dari ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan sudah
Page 57
40
memiliki sikap yag baik tentang pemberian ASI-Eklusif higga bayi usia 6 bulan. Sebanyak 97,57
% ibu yang memiliki bayi usia 0-23 di kecamatan Lewa dan Wula Waijelu sudah memiliki sikap
yang baik tentang minum tablet tambah darah sebagai salah satu cara utuk melakukan pencegahan
terhadap stunting.
Tindakan Ibu yang Memiliki Bayi Usia 0-23 Bulan Tentang Stunting di Kabupaten Suma
Timur
Tindakan ibu yang memiliibayi usia 0-23 bulan di Kecaamatan Lewa dan Kecamatan Wulla
Waijelu dapat dilihat pada tabel berikut ini. Ibu yang memiliki bayi usia 0-23 masih terdapat
sebanyak 30,19 % yang pada saat hamil dinyatakan kurang energy kronis oleh tenaga kesehatan.
Selama masakehamlan terdapat sebanyak 23,26% yang menyatakan tidak mendapatkan PMT baik
dari pemerintahan desa maupun dari tenaga kesehatan.
Tabel 3.6 Tindakan ibu yang memiliki bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wula Waijelu
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov
NTT dan NTB.
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Pada saat hamil dinyatakan kurang energi kronis/ Lingkar Lengan
Atas kurang dari 23,5 oleh tenaga kesehatan 30,19% 69,81%
2 Selama kehamilan, ibu pernah mendapat PMT 76,74% 23,26%
3 Pernah mendapat suntikan imunisasi TT 92,01% 7,99%
4 Selama kehamilan ibu mengkonsumsi tablet tamba darah 98,96% 1,04%
5 selama hamil ibu mendapat suplemen kalsium 79,86% 20,14%
6 Ibu memiliki kelambu berinsektisida 91,67% 1,04%
7 Selama hamil, ibu pernah didiagnosa malaria menurut tenaga
kesehatan 4,51% 95,49%
8 Pernah mendapat sosialisasi tentang inisiasi menyusui dini 34,03% 65,97%
9 Pernah mendapat sosialisasi ASI Eksklusif 72,22% 27,78%
10 Pernah mendapatkan sosialisasi tentang MP-ASI anak usia 6 bulan 77,78% 22,22%
11 Pernah mendapat sosialisasi garan beryodium 61,11% 38,89%
12 Keluarga menggunakan garam beryodium 63,54% 36,46%
13 Anak memiliki buku KIA 98,96% 1,04%
14 Anak dibawa ke posyandu setiap bulan 81,94% 18,06%
Page 58
41
Sebanyak 92,01 % dari ibu yang memilii bayi usia0-23 bulan di Kecamatan Lewa dan Wula
Waijelu sudah mendapatkan suntikan TT pada saat kehamilan. Ibu yang memiliki bayi usia 0-23
yang sudah mendapatkan tablet tambah darah selama masa kehamilan sebanyak 98,96 %. Masih
terdapat 20,14 % dari ibu yang memiki bayi usia 0-23 bulan yang belum mendapatkan suplemen
kalsium pada saatkehamilan. Ibu baduta yang dinyatakan menderita malaria oleh tenaga kesehatan
selama masa kehamilan sebanyak 4,51 % dan sebanyak 27, 78 % yang menyatakan tidak pernah
mndapatkan sosialisasi tentang ASI-Eklusif pada masa kehamilan. Sebanyak 22,22%
mennyatakan tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang MP-ASI anak usia lebih dari bulan.
Sebanyak 18,06 ibu yang memiliki bayi usia 023 bulan tidak rutin membawa anak-anaknya secara
rutin ke posyandu.
Tabel 3.7 Intervensi Sensitif yang didapatkan bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wula
Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi
di Prov NTT dan NTB.
Bayi baru lahir (Usia 0-6 bulan) Ya Tidak
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) 73,96% 26,04%
Pada saat peletakkan tersebut anak sampai menghisap puting susu 55,40% 44,60%
Anak pada usia 0-6 bulan mendapatkan makananan/minuman lain
selain ASI 30,90% 69,10%
Pernah mendapat sosialisasi tentang garam beryodium 61,11% 38,89%
Anak usia 6-11 bulan
Mendapatkan Vit A berwarna biru pada usia 6-11 bulan 91,43% 8,57%
Pernah buang air besar lebih dari 3 kali sehari/mencret 49,05% 50,95%
Pernah dinyatakan diare oleh petugas kesehatan 24,29% 75,71%
Pernah mendapatkan tablet zink 84,31% 15,69%
Anak pernah menderita kurang gizi 13,81% 86,19%
Anak pernah mendapatkan PMT 52,38% 47,62%
Anak usia 12-23 bulan 91,43% 8,57%
Anak pernah mendapatkan Vit A warna merah pada usia 12-23 bulan 90,70% 9,30%
Anak pernah mendapatkan periksaan kecacingan 94,57% 5,43%
Pernah minum obat cacing 27,13% 72,87%
Anak masih mendapatkan ASI sampai sekarang 41,86% 58,14%
Makanan anak mendapatkan garam beryodium 65,89% 34,11%
Page 59
42
Bayi usia 0-6 bulan yang mendapatkan Inisiasi menyusui Dini (IMD) sebanyak 26,04 %
tidak dilakukan IMD pada saat lahir, yang dilakukan IMD sebanyak 73,96 % dari sejumlah yang
melakukan IMD saat peletakkan tersebut anak sampai menghisap puting susu sebanyak 55,04 %
sedangkan sisanya tidak sampai mengisap putting susu ibu bayi. Masih terdapat 69,10% dari bayi
usia 0-23 bulang yang tidak hanya mendapatkan ASI-eklusif samai usia 6 bulan tetapi sudah diberi
makanan atau minuman selain ASI. Sebanyak 38,39 % dari ibu yang memliki byi usia 0-23 bulan
di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu tidakmendapatkan sosialisasi tentang garam beryodium.
Bayi usia 6-11 bulan yang sudah mendapatkan Vit A berwarna biru sebanyak 91,43 % dan
bayi pernah buang air besar lebih dari 3 kali sehari/mencret sebanyak 49,05 % serta yang pernah
dinyatakan diare oleh petugas kesehatan sebanyak 24,29%. Anak pernah menderita kurang gizi
sebanyak 13,81 %, masih terdapat sebanyak 47,62 yang belum mendapatkan PMT. Anak usia
12-23 bulan yang pernah mendapatkan Vit A warna merah sebanyak 90,70 %. Anak tidak
mendapatkan ASI sampai saat pengumpulan data sebanyak 58,14%.
Pengetahuan Sikap dan Tindakan Ibu yang Memiliki Anak Usia 0-23 Bulan di Kabupaten
Lombok Tengah Provinsi NTB.
Karakateristik Ibu Tindakan Ibu yang Memiliki Anak Usia 0-23 Bulan di Kabupaten
Lombok Tengah Provinsi NTB.
Hasil wawancara terhadap 300 orang ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang menjadi
responden pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap stunting di Kabupaten Lombok Tengah pada
empat wilayah kerja puskesmas yaitu Puskesmas Aikmual, Mujur, Mantang dan Puskesmas Kuta.
Disribusi umur resonden ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan di pada empat wilayah kerja
puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah adalah sebagai berikut.
Page 60
43
Tabel 3.8 Distribusi Umur Ibu dari bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah penelitian
Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan
NTB
Umur responden Persentase (%)
13-17 0,33
18-22 18,33
23-27 27,00
28-32 26,00
33-37 11,33
38-42 11,33
43-48 2,67
Umur responden ibu yang memiliki anak usia0-23 bulan di kabupaten Lombok Tengah
masih terdapat usia ibu 13-17 tahun sebanyak 0,33% dan sebanyak 18,33 % berusia 18-22 tahun
serta masih terdapat sebanyak 2,67 % ibu yang memiliki bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok
yang sudan berusia lebih dari 43 tahun.
Grafik 3.5 Tingkat Pendidikan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23 Kabupaten Lombok
Tengah penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi
di Prov NTT dan NTB.
Jika dilihat dari tingkat pendidikan responden ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan
sebanyak 35,00 % memiliki tingkat pendidikan tamat SLTA/MA dan kedua terbanyak adalah
1,67%
6,00%
19,00%
28,00%
35,00%
7,00%
3,33%
0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00% 40,00%
Tidak/belum pernah sekolah
Tidak tamat SD/MI
Tamat SD/MI
Tamat SLTP/MTS
Tamat SLTA/MA
Tamat D1/D2/D3
Tamat PT
Page 61
44
pendidikan tamat SLTP sebanyak 28,00 sedangkan responden yang memiliki pendidikan amat
perguruan tinggi sebanyak 3,33% dan yang berpendidikan tidak tamat SD sebanyak 6,00.
Grafik 3.6 Jenis Pekerjaan Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23 Kabupaten Lombok
Tengah penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi
di Prov NTT dan NTB.
Jenis pekerjaan ibu yang memiliki anak usia 0-23 bulan sebagia besar 33,00% adalah sebagia
buruh asisten rumah tangga dan tik bekerja sebanyak 31 % dan yang bekerja sebgai petani
sebanyak 11 % sedangakan yang bekerja sebagai PNS/TNI Polri sebanyak 1,67 %.
Grafik 3.7 Distribusi Usia saat Hamil anak Pertama Responden Ibu yang memiliki Bayi Usia 0-23
Kabupaten Lombok Tengah penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan
Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB..
1
1,67
2
9
10
11
31
33
0 5 10 15 20 25 30 35
Pegawai swasta
PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD
Nelayan
Wiraswasta
Kontrak/honor, Lainnya
Petani
Tidak bekerja
Buruh/Sopir/Asisten Rumah tangga
46,67%
36,00%
15,33%
0,67% 0,67% 0,67%
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44
Page 62
45
Distribusi ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan di Kabupaten Lombok tengah jika dilihat
dari umur ibu saat hamil anak pertama sebanyak 46,67 berusia 15-19 tahun dan sebanyak 36,00
berusia 20-24 tahun dan juga terdapat sebanyak 0,67 % yang hamil anak pertama pada usia lebih
dari 40 tahun.
Pengetahuan Ibu yang Memiliki Anak Usia 0-23 Bulan tentang Stunting di Kabupaten
Lombok Tengah Provinsi NTB.
Sebanyak 300 orang ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang menjadi responden
pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap stunting di Kabupaten Lombok Tengah pada empat
wilayah kerja puskesmas yaitu Puskesmas Aikmual, Mujur, Mantang dan Puskesmas Kuta. Hasil
wawancara yang dilakukan terhadap ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulang di Kecamatan Lewa
dan Wulla Waijelu dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.9 Pengetahuan Ibu dari bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah penelitian
Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan
NTB
Pertanyaan Persentase (%)
Dalam dua tahun terakhir anak pernah diasuh orang lain
a. Ya 0,67%
b. Tidak 99,33%
Pernah mendengar tentang stunting
a. Ya 56,67%
b. Tidak 43,33%
Sumber informasi tentang stunting
a. Petugas kesehatan 58,24
b. Petugas kesehatan, Media sosial 10,00
c. Petugas kesehatan, Media sosial, Media cetak(buku,koran,leaflet,dll) 3,53
d. Media sosial 11,76
e. Media sosial, Media cetak(buku,koran,leaflet,dll) 7,65
f. Tetangga 5,88
g. Lainnya 2,94
Stunting menurut ibu baduta
Page 63
46
a. Kondisi tubuh anak lebih kecil daripada anak lainnya 21,67
b. Kondisi dimana tinggi badan anak lebih pendek dibanding tinggi badan
anak lain yang seusia. 19,00
c. Kondisi berat badan anak sangat kurang pada usianya. 5,67
d. Kondisi anak menjadi pendek karena keturunan/bawaan 5,00
e. Tidak tahu 48,67
Penyebab langsung terjadinya stunting
a. Kekurangan gizi pada ibu hamil dan anak balita 32,67
b. Bawaan sejak kandungan 6,33
c. Faktor ekonomi 9,00
d. Cacat pada anak 3,00
e. Tidak tahu 49,00
Ciri-ciri anak stunting menurut ibu Baduta
a. Tubuh lebih pendek untuk usianya 30,00
b. Pertumbuhan melambat 55,00
c. Tubuh lebih pendek untuk usianya, Pertumbuhan melambat 7,00
d. Wajah tampak lebih muda dari usianya 4,00
e. Pertumbuhan melambat, Tubuh lebih pendek untuk usianya 3,00
Saat yang tepat untuk mencegah stunting
a. Masa kehamilan hingga bayi 44,00
b. Saat anak terlihat lebih pendek 11,33
c. Anak usia lima tahun 1,67
d. Anak usia sekolah 2,00
e. Tidak tahu 41,00
ASI eksklusif diberikan sampai usia
a. Hanya memberikan ASI saja hingga bayi usia 6 bulan 58,00
b. ASI diberikan hingga bayi usia 6 bulan ditambah makanan bergizi 4,00
c. ASI diberikan hingga bayi usia 6 bulan ditambah vitamin 1,67
d. ASI dapat digantikan dengan susu formula 2,00
e. Tidak tahu 35,33
Sebanyak 99,33 % bayi yang berusia 0-23 bulan tidak pernah diasuh oleh orang lain tetapi
di asuh sendiri oleh orang tuanya. Masih terapat 43,3 % dari ibu yang memiliki bayi ussia 0-23
bulang di Kabupaten Lombok Tengah yang menyatakan belum pernah mendengar tentang
stunting. Sumber nformasi tentang stunting sebanyak 58,24 % menyatakan berasal dari petugas
kesehatan dan sebanyak11,76% menyatakan mendapatkan informasi dari media social.
Page 64
47
Dan sebanyak10,00 % menyatakan mendapatkan informasi tentang stunting dari tenaga
kesehatan dan mediasosial. Sebanyak 19,00 % dari yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang
memiliki pengetahuan yang baik tentang stunting dan masih lebih ari 80% ibu yang memiliki bayi
usia 0-23 bulang yang memiki pengetahuan yang tidak baiktentang stunting. Sebanyak 32, 67 %
dari yng memiki bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah yang memiliki pengetahuan yang
baik tentang penyebab dari stunting, dan terapat sebanyak49,00% dari ibu yang memiliki bayi usia
0-23 bulang yang pernah mendengr tapi tikengetahuai penyebab dari stunting.
Sebanyak 30,00 % dari ibu yang memiki bayi usia 0-23 bulan di Kabupaten Lombok Tengah
yang sudah memiliki pengetahuan yang baik tentng ciri-ciri dari anak yag stunting. Masih terdapat
sebanyak 55,00 % yang memiliki pengetahuan yangurang tepat tentang ciri-ciri anak stunting yaitu
pertumbuhan melambat. Sebnayak 44,00 % sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang cara
pencegahan stunting dan sebanyak lebih dari 55 % yang memiki pengetahuan yang
tidakbaiktentang cara pencegahan stunting. Sebanyak 58,00 % sudah memiki pengetahuan yang
baik tentang pemberian ASI-eklusif dan masi sebanyak 42,00 % yang memiliki pengetahuan yang
kurang baik tentang pemberian asi eklusif untuk bayi usia 0-6 bulan.
Tabel 3.10 Jenis Intervensi Sensitif yang didapat bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wulla
Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi
di Prov NTT dan NTB
Jenis sumber air
a. Sumur terlindung 12,90%
b. Perusahaan air minum 7,99%
c. Sumur tidak terlindung 59,63%
d. Mata air/sungai 16, 90%
e. Lainnya 2,08%
Jarak ke sumber air
0-29 63,89%
30-59 9,38%
60-89 12,85%
Page 65
48
90-119 1,39%
180-209 0,35%
240-269 4,17%
480-509 1,04%
780-809 3,82%
Jika dilihat dari sumber air bersih yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari ibu yang
memiliki bayi usia 0-23 bulan di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu sebanyak 59,63%
mengguakan air besih dari sumur gali yang tidak terlindung dan sebanyak 12,90 % yang
menggunakan air dari sumur gali terlindung serta sebanyak 16,90% menggunakan mata air tidak
terlindung atau air sungai. Jika dilihat dari akses terhadap air besih 63,897% menyatakan akses
terhadap air minum kurang dari 20 meter jarak tempat tinggal dengan sumber air.
Tabel 3.11 Jenis Intervensi Sensitif yang didapat bayi usia 0-23 di Kecamatan Lewa dan Wulla
Waijelu penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi
di Prov NTT dan NTB
No Intervensi Ya Tidak
1 Keluarga memiliki jamban sehat 79,86% 20,14%
2 Ibu memiliki kartu BPJS 92,01% 7,99%
3 Kelurga menerima PKH 29,86% 70,14%
4 Ibu mengikuti program kelas ibu hamil 28,82% 71,18%
5 Ibu mengikuti kelompok Bina Keluarga Balita 11,11% 88,89%
6 Ibu mendapat sosialisasi tentang KB 72,22% 27,78%
7 Ibu pernah menggunakan alat KB 57,99% 42,01%
8 Ibu pernah mendapat konseling calon penganting 8,68% 91,32%
Masih terdapat sebanyak 20,14 % dari ibu yang memiliki bayi usia 0-23 di kecamatan Lewa
dan Wulla Waijelu yang belum memiliki akses terhadap jamban sehat. Sebanyak 92,01 % sudah
menjadi anggota JKN dan hanya sebanyak 29,86 % ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang
mendapatkan bantuan PKH. Sebanyak 71,18 % yang tidak mengikuti program kelas ibu hamil.
Sebanyak 88,89% ibu tidak mengikuti kelompok Bina Keluarga Balita.
Page 66
49
Sikap Ibu yang Memiliki Bayi Usia 0-23 bulan Tentang Stunting di Kabupaten Lombok
Tengah
Tabel. 3.12 Sikap Ibu dari bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah penelitian Pengembangan
Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan NTB
No Penyataan
Setuju
(%)
Ragu-
Ragu
(%)
Tidak
setuju
(%)
1
Stunting adalah anak yang pendek tidak sesuai dengan
umurnya 64,00 27,67 8,33
2 Stunting berbahaya bagi anak-anak 42,67 33,00 24,33
3
Stunting adalah faktor keturunan yang tidak dapat
diperbaiki 39,67 32,67 27,67
4
Stuntingn dapat dicegah sejak masa kehamilan hingga
anak usia 2 tahun 52,33 38,33 9,33
5 Stunting terjadi karena kekurangan gizi yang lama 57,67 32,00 10,33
6
Pergi ke posyandu merupakan salah satu cara mencegah
terjadinya stunting 65,67 27,33 7,00
7
Persalinan harus dilakukan di fasilitas kesehatan
(puskesmas/rumah sakit) 59,67 21,00 19,33
8
Bayi umur 0 – 6 bulan hanya boleh mendapat ASI saja
tanpa makanan lainnya 74,00 22,67 3,33
9
Salah satu cara mencegah stunting ibu hamil harus
minum tablet tambah darah 88,33 16,33 0,33
10
Kesehatan bayi dalam kandungan ibu dipengaruhi oleh
gizi ibu 69,67 27,67 2,67
11 Memakai garam beryodium penting untuk kesehatan anak 57,33 35,00 7,67
Sebanyak 64,00 % Ibu yang memiliki Baduta sudah memiliki sikap yang baik tentang
stunting, sebanyak 24,33 % ibu Baduta tidakmemilki sikap yang baik tentang bahaya stunting bagi
anak-anak dan 27,67 ibu yang memiliki Baduta memiki sikap yang tidakbaik tentang penyebab
stunting. Sebanyak 65,67 % ibu yang memiliki Baduta memiliki sikap yang baik tentang stunting.
Sebanyak 88,33 % memiliki sikap yang baik tentng minum tablet tambah darah untuk mencegah
stuting dan sebanyak 57,33% memiliki sikap yang baik dalam penggunaan garam beryodium.
Page 67
50
Tindakan Ibu yang Memiliki Bayi Usia 0-23 bulan Tentang Stunting di kabupaten Lombok
Tengah tahun 2021
Tabel 3.3 Tindakan Ibu dari bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah penelitian
Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov NTT dan
NTB
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Pada saat hamil dinyatakan kurang energi kronis/ Lingkar Lengan
Atas kurang dari 23,5 oleh tenaga kesehatan 18,33 81,33
2 Selama kehamilan, ibu pernah mendapat PMT 28,67 71,33
3 Pernah mendapat suntikan imunisasi TT 81,67 18,33
4 Selama kehamilan ibu mengkonsumsi tablet tamba darah 96,00 4,00
5 selama hamil ibu mendapat suplemen kalsium 53,67 46,33
6 Ibu memiliki kelambu berinsektisida 8,00 92,00
7 Selama hamil, ibu pernah didiagnosa malaria menurut tenaga
kesehatan 1,67 98,33
8 Pernah mendapat sosialisasi tentang inisiasi menyusui dini 45,00 55,00
9 Pernah mendapat sosialisasi ASI Eksklusif 51,00 49,00
10 Pernah mendapatkan sosialisasi tentang MP-ASI anak usia 6 bulan 45,00 55,00
11 Pernah mendapat sosialisasi garan beryodium 22,00 78,00
12 Keluarga menggunakan garam beryodium 100,00 0,00
13 Anak memiliki buku KIA 98,00 2,00
14 Anak dibawa ke posyandu setiap bulan 75,00 25,00
Sebanyak 18,33% ibu baduta yang menderita Kurang Energi Kronik (KEK) atau dengan
lingkar lengan kurang dari 23,5 cm yang dinyatakan oleh tenaga kesehayan. Sebanyak 92,00% Ibu
Baduta tidak memilii kelambu berinsektisida dan masih terdapat 1,67 % dari ibu Baduta yang
didiagnosamenerita malaria oleh tenaga kesehatan selama masa kehamilan. Sebanyak 81,33 % ibu
yang meiliki Baduta yang menyatakan tidak pernah mendapatkan pemberian makan tambahan
PMT selama masa kehamilan, dari sebanyak 28,67 % yang menyatakan pernah mendapatkan PMT
sebagian besar menyatakan mendapakan biskuit program dan sisanya mendapatkan dalam bentuk
bahan makanan local. Sebanyak 55,00% ibu yang memiliki Baduta yangmenyatakan selamamasa
Page 68
51
khamilan tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang IMD dan sebanyak 49,00 % menyatakan
tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang ASI Eklusifdari tenaga kesehatan.
Sebanyak 55,00 % ibu Baduta menyatakan tidakpernah mendapatkan sosialisasi tentang MP-
ASI dari tenaga kesehatan selama masa kehamilan. Menurut pengakuan ibu Baduta semuanya
menyatakan telah menggunakan garam beryodium. Sebanyak 98,02% Ibu baduta menyatakan
telah memiliki buku KIA dan masih terdapat sebanyak 25,00 % yang menyatakan tdak rutin
membawa anaknya ke posyandu setiap bulannya.
Tabel 3.14 Jenis Intervensi Spesifik yang didapat bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov
NTT dan NTB
Bayi baru lahir (Usia 0-6 bulan) Ya Tidak
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) 51,00 49,00
Pada saat peletakkan tersebut anak sampai menghisap puting susu 94,01 5,99
Anak pada usia 0-6 bulan mendapatkan makananan/minuman lain
selain ASI 48,33 51,67
Pernah mendapat sosialisasi tentang garam beryodium 98,00 2,00
Anak usia 6-11 bulan
Mendapatkan Vit A berwarna biru pada usia 6-11 bulan 84,83 15,15
Pernah buang air besar lebih dari 3 kali sehari/mencret 37,44 62,56
Pernah dinyatakan diare oleh petugas kesehatan 21,33 78,67
Pernah mendapatkan tablet zink 22,22 77,78
Anak pernah menderita kurang gizi 6,64 88,63
Anak pernah mendapatkan PMT 30,81 69,19
Anak usia 12-23 bulan
Anak pernah mendapatkan Vit A warna merah pada usia 12-23 bulan 92,54 7,46
Anak pernah mendapatkan periksaan kecacingan 10,45 89,55
Pernah minum obat cacing 80,60 19,40
Anak masih mendapatkan ASI sampai sekarang 71,64 28,36
Makanan anak mendapatkan garam beryodium 20,90 79,10
Sebanyak 49,00 % dari ibu yang memiliki bayi usia usia 0-6 bulan di Kabupaten Lmbok
Tengah yang tidak melakukan IMD pada saat melhirkan sedangkan dari jumalh ibu yang
Page 69
52
melakukan IMD pada saat melahirkan terdapat sebanyak 58,99% yang melakukan peletakan kulit
bayi dengan kulit ibu kurang dari satu jam, sedangkan sebanyak 41,01% yang melakukan
peletakan lebih dari satu jam. Terdapat sebanyak 15,15 % dari ibu yang memiliki anak usia 6-11
bulan menyatakan tidak pernahmendapatkan VIT A.
sebanyak 37,44 % menyatakan pernah buang air besar lebih dari 3 kali sehari/mencret 21,33
% menyatakan pernah dinyatakan diare oleh petugas kesehatan dan sebanyak 6.64% anak pernah
dinyatakan menderita kurang gizi oleh tenaga kesehatan. Sebanyak 69,19 % ibu yang memilki
Baduta menyatakan ananya tidak pernah mendapatkan PMT. Sebanyak 92,4% ibu Baduta
menyatakan anak pernah mendapatkan Vit A warna merah pada usia 12-23 bulan. Sebanyak 28,36
% menyatakan anak masih mendapatkan ASI sampai sekarang dan sebanyak 19,40 % menyatakan
anak tidak pernah minum obat cacing. Sebanyak 79,10 % menyatakan tidak diberikan garam
beryodium pada makanan anak.
Tabel 3.15 Jenis Intervensi Sensitif yang didapat bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov
NTT dan NTB
Jenis sumber air
f. Sumur terlindung 71,33%
g. Perusahaan air minum 8,00%
h. Sumur tidak terlindung 12,33%
i. Lainnya 8,33%
Jarak ke sumber air
0-29 90,67%
30-59 3,33%
60-89 0,67%
90-119 2,00%
180-209 0,67%
240-269 0,33%
480-509 2,00%
780-809 0,33%
Page 70
53
Jika dilihat dari sumber air bersih yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari ibu yang
memiliki bayi usia 0-23 bulan di Kabupaten Lombok Tengah sebanyak 7,33% sudah mengguakan
air besih dari sumur gali terlindung dan sebanyak 1,33 % yang menggunakan air dari sumur gali
tidak terlindung. Jika dilihat dari akses terhadap air besih 90,067% menyatakan akses terhadap air
minum kurang dari 20 meter jarak tempat tinggal dengan sumber air.
Tabel 3.16 Jenis Intervensi gizi sensitif yang didapat bayi usia 0-23 di Kabupaten Lombok Tengah
penelitian Pengembangan Model Intervensi Penurunan Stunting Terintergrasi di Prov
NTT dan NTB
No Intervensi Ya Tidak
1 Keluarga memiliki jamban sehat 91,00 9,00
2 Ibu memiliki kartu BPJS 51,33 48,67
3 Kelurga menerima PKH 17,33 82,67
4 Ibu mengikuti program kelas ibu hamil 16,67 83,33
5 Ibu mengikuti kelompok Bina Keluarga Balita 1,00 99,00
6 Ibu mendapat sosialisasi tentang KB 26,00 74,00
7 Ibu pernah menggunakan alat KB 79,00 21,00
8 Ibu pernah mendapat konseling calon penganting 0,00 100,00
Jika dilihat dari intervensi sensitive untuk penceghan stunting di Kabupaten Lombok
Tengah sebanyak 91,00 % ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan sudah memiliki jamban sehat.
Masih tedapat 48,67% dari ibu yang memilki bayi usia0-23bulan belum memiliki kartu BPJS
kesehatan. Sebanyak 82,67 % tidak mendapatkan bantuan PKH dan sebanyak 83,33 % ibu yang
memiiki bayi usia 0-23 bulan tidak mengikuti kelas ibu hamil selama masa kehamilan.
Sebanyak74,00 % menyaakan belumpernah mendapatkan konseling tentang program KB dan
semua ibu yang memiliki bayi usia 0-23bulan menyakan tidak perna mendapatkan konseling pada
saat jadicalon penganting.
Page 71
54
5. Kendala Implementasi Intervensi Gizi Spesisik Dan Intervensi Gizi Sensitif Dalam Rangka
Penurunan Stunting Pada Masing-Masing Sektor
Kendala implementasi interversi yang diperoleh atas hasil diskusi sosialisasi lintas sektor
pencegahan stunting tingkat kecamatan Lewa dan Wula Waijelu pada tanggal 25-28 Agustus
2021. Peserta yang hadir pada acara diskusi tersebut adalah Pusekesmas dan pengelolah program
terkait dengan stunting di Puskesmas Lewa dan Puskesmas Baing, Camat dan aparat kecamatan,
Kepala Balai Penyuluh pertanian dan Balai Penyuluh KB dan semua kepala desa pada kecamatan
Lewa dan Wulla Waijelu. Kendala Implementasi Intervensi Gizi Spesisik dan sensitif dalam
Rangka Penurunan Stunting pada Puskesmas Lewa dan Baing Kabupaten Sumba Timur adalah
sebagai berikut:
1) Sektor kesehatan dan non kesehatan belum menggunakan data sasaran intervensi pencegahan
stunting yang sama.
2) Data sasaran intervensi belum lengkap bahkan masih terdapat data sasaran tertentu seperti
remaja putri tidak tersedia data by name dan by adres
3) Belum terjangkaunya semua sasaran intervensi pencegahan stunting pada kecamatan Lewa
dan Wulla Waijelu
4) Montoring pelaksanaan intervensi pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla
Waijelu untuk memudahkan koordinasi dan singkronisasi program antar sektor
Kendala Implementasi Intervensi Gizi Spesisik Dalam Rangka Penurunan Stunting pada empat
puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah adalah sebagai berikut:
1) Sasasaran intervensi pencegahan stunting di Kabupaten Lombok Tengah belum terjangkau
semuanya.
Page 72
55
2) Data sasaran intervensi untuk remaja putri sebagai calon ibu belum lengkap masih terbatas
pada data yang terdapat di sekolah-sekolah dan belum tersedia data by name dan by adres
3) Monitoring terhadap pelasanaan intervensi yang dilakukan oleh program dan lintas
sektor masih belum maksimal.
6. Model Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi Di Provinsi NTT dan NTB
1) Model intervensi pencegahan Stunting di Kabupaten Suba Timur
Sebelum dilakukan penyusunan model intervensi pencegahan stunting dilakukan
diskusi sektoral untuk peningkatan pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla
Waijelu. Diskusi sekoral ini bertujuan untuk menghasilkan suatu komitmen yng akan
dipergunakan dalam penecagahan stunting. Diskusi sektoral ini diikuti oleh Pusekesmas dan
pengelolah program terkait dengan stunting di Puskesmas Lewa dan Puskesmas Baing, Camat
dan aparat kecamatan, Kepala Balai Penyuluh pertanian dan Balai Penyuluh KB dan semua
kepala desa pada kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu.
Hasil diskusi sektoral tersebut menyepakati suatu komitmen bersama yaitu …“ Semua
sector melakukan intervensi pencegahan stunting dengan satu data sasaran untuk memastikan
tidak ada ibu hamil yang melahirkan anak stunting “ Untuk memastikan tidak terdapat ibu
hamil yang melahirkan anak stunting maka sasaran intervensi disepakati dimulai dari remaja
putri, ibu hamil dan bayi usia 0-23 bulan. Sasaran ini akan dilakukan intervensi oleh sema
sector yang berkontribusi dalam pencegahan. Pelaksanaan intervensi akan dilakukan
monitoring mengunakan apliksi.
Page 73
56
Gambar 3.1 Model intervensi pencegaha stunting di kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu Kabupten
Sumba Timur.
Untuk memastikan tidak terdapat ibu hamil yang melahirkan anak stunting maka sasaran
intervensi disepakati dimulai dari remaja putri, ibu hamil dan bayi usia 0-23 bulan. Sasaran ini
akan dilakukan intervensi oleh sema sector yang berkontribusi dalam pencegahan. Pelaksanaan
intervensi akan dilakukan monitoring mengunakan apliksi. Semua sector akan melakukan
intervensi terhadap sasaran yng sama, data sasaran akan distribusikan ke semua sector untuk
dilakukan intervensi. Pada saat melakukan intervensi sector yang melakukan intervensi akan
melakukan pengisian data intervensi pada aplikasi WTS (Waijellu Tolak Stunting) untuk
kecamatan Wulla Waijelu. Dan aplikasi LGBS (Lewa Generasi Bebas Stunting). Data tersebut
akan dari aplikasi akan dipakai sebagi bahan evalusia dan monitoring terhadap hasil intervensi.
Page 74
57
Gambar1 Gambar 2
Gambar 3.2 Tampilan awal aplikasi intervensi pencegahan stunting di Kecamatan Wulla Waijellu
gambar 1 dan Kecamtan Lewa gambar 2 di Kabupaten Sumba Timur
Gambar 3.3 Tampilan display data hasil intervensi pencegahan stunting di Kecamatan Wulla di
Kabupaten Sumba Timur
Bentuk tampilan data hasil intervensi akan terlihat seperti pada gambar di atas, jumlah
inntervensi yang dilakuan oleh masing-masing sector akan kelihatan termasuk identitas nomor
induk kependudukan dari sasran yang mendapatkan intervensi pencegahan stunting. Hasil display
ini dapat dipergunakan sebagai bahan monitoring dan evaluasi bersama pada tingkat kecamatan
maupun kabupaten.
Page 75
58
2) Modekl Intervensi Pencegahan stunting di Kabupaten Lombok Tengah.
Berdasarkan diskusi dengan bidang kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan Model yang
dihasilkan adalah model pengumpulan data sasaran dan model monitoring pelaksanaan
intervensi terhadap data sasaran. Pengumpulan data sasaran dilakukan masing-masing
puskesmas dengan menggunakan aplikasi Gunting Rapi untuk puskesmas Mantang,
pengumpulan data sasaran di Puskesmas mantang dengan mengajak kader dan bidan serta
tenaga perawat di desa.
Gambar 3.4 Model intervensi intervensi pencegahan gizi spesisf untuk stunting di Kabupaten
Lombok Timur
Aplikasi pelaporan data sasaran ibu remaja putri, ibu hamil, wanita usia subur dan balita
di wilayah kerja puskesmas kuta menggunakan aplikasi yang dinamakan Sikirana. Untuk
pengisian aplikasi Sikirana dengan mengajak lintas sector yang terdiri dari kepala desa, kepala
dusun, bidan desa dan perawat desa. Untuk pengumpulan data di wilayah puskesms Aikmual
menggunakan format manual dengan pertimbangan terdapat kader yang tidak memiliki HP
android.
Page 76
59
Gambar 3.5 Tampilan awal aplikasi intervensi pencegahan stunting di Kabupaten Lombok Timur
Hasil intervensi juga akan dilaporkan melalui aplikasi ini. Kabupaten Lombok Tengah akan
memprioritaskan pada pencapaian intervensi gizi spesifik. Hasil intervensi yang dilakukan oleh
semua prohram akan masuk dalam google sheet sebagai bentuk display data.hasil display data
akan dipakai untuk memonitoring dan bahan evaluasi intervensi terhadap semua sasaran,
harapanya bahwa semua sasaran pencegahan stunting dapat diintervensi 100%.
Gambar 3.6 Tampilan hasil intervensi pencegahan stunting di Kabupaten Lombok Timur
Page 77
60
7. Affective Commitment dan Normative Commitment untuk pencegahan stunting di
Kabupaten Sumba Timur Provinsi NTT dan Kabupaten Lombok Tengah Provinsi NTB.
Salah satu tujuan pendekatan Participatory Action Research (PAR) adalah timulnya rasa
kepemilikan dari semua komponen yang terlibat dalam pencegahan terhadap stunting. Rasa
kepemilikan tersebt akan melahirkan komitmen untuk menelesaikan masalah stuting. Untuk
mengukur sejauhmanakan keberhasin dari PAR dilakukan pengukuran terhadap komitmen
masing-msing sktor terkait. Komitmen yang timbul dapat berupa affective commitment yang
timbul karena kesadaran maupun normative commitment karena jabatan yang diduduki.
Affective Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi untuk pencegahan stunting
di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu Kabupaten Sumba Timur Provinsi NTT.
Hasil pengukuran Affective Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi untuk
pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu Kabupaten Sumba Timur dapat
dilihat pada tabel di bawa ini. Semua sektor yang mempunyai kontribusi untuk pencegahan
stunting sudah memiliki komitmen yang sagat baik untuk melakkan pencegahan terhadap
stunting.
Tabel 3.17 Hasil pengukuran Affective Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi
untuk pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu Kabupaten
Sumba Timur Provinsi NTT
No Pertanyaan
Alternatif jawaban
Rata-
rata
Kesimpulan 1 2 3 4 5
1 Memilki komitmen untuk pencegahan stunting 2 1 13 82 111 4,41 Sangat baik
2 Mersa yakin dapat menjangkau semua sasaran 1 16 33 108 52 3,92 Baik
3 Memiliki rasa tanggung jawab untuk pencegahan
stunting 3 8 9 82 108 4,35 Sangat baik
4 Yakin permasalahan stunting dapat diselesikan. 1 1 25 102 81 4,24 Sangat baik
5 Mersa masalah stunting sangat merugikan masa
depan dari anak-anak 0 4 5 74 127 4,54 Sangat baik
6 Akan menjadi sektor yang telah mengambil bagian
dalam pencegahan terhadap stunting 1 4 5 111 91 4,40 Sangat baik
Page 78
61
7 Telah mengetahui dengan pasti besarnya masalah
stunting 2 8 37 108 55 3,98 Baik
8 Telah mengetahui penyebab dari masalah stunting 0 11 40 105 54 3,96 Baik
9 Telah mengetahui solusi/aplikasi untuk
memecahkan permasalahan stunting 4 17 32 100 57 3,90 Baik
10 Mendapatkan kendala dalam mengoperasikan
aplikasi pencegahan stunting. 7 27 49 95 32 3,56 Baik
11 Memanfaatkan aplikasi intervensi pencegahan
stunting 9 37 46 83 35 3,47 Baik
12 Mengetaui dengan pasti sasaran yang akan
dilakukan intervensi pencehgahan terhadap stunting 2 15 38 91 64 3,95 Baik
13 Tidak terdapat kendala untuk mendapatkan data
sasaran pencegahan stunting. 2 13 24 112 59 4,01 Baik
14 Memiki data sasaran untuk diintervensi agar
stunting 8 15 27 98 62 3,91 Baik
Rata-rata skor variabel Affective Commitment untuk pencgahan stunting 4,04 Baik
Hasil rata-rata skor variabel Affective Commitment untuk pencgahan stunting di kecanatan
Lewa dan Wulla Waijeu menunjukkaan memiliki komitmen yang baik. Semua sudah memiliki rasa
tanggung jawab untuk pencegahan stunting dengan komitmen yang sangat baik dan mesa yakin
bahwa masalha stunting dapat diselesaikan karena merasa sangat mrugikan masa depan dari
anak-anak.
Normative Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi untuk pencegahan
stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu Kabupaten Sumba Timur Provinsi NTT
Hasil pengukuran terhadap normative commitment dari sector yang mempunyai kontribusi
untuk pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu menunjukkan komimen yang
baik unttuk melakukan pencegahan terhadap stunting. Rata-rata skor variabel Normative
Commitment utuk pencegahan stunting menunjukkan omitmen yang baik dan mersa yakin bahwa
permasalahan stunting dapat teratasi. Hasil pengukuran terhadap commitment normative dapat
dilihat pada tabel di bawa ini.
Page 79
62
Tabel 3.17 Hasil pengukuran Normative Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi
untuk pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu Kabupaten
Sumba Timur Provinsi NTT
No Pertanyaan Alternatif jawaban Rata-
rata Kesimpulan 1 2 3 4 5
1 Merasa belum memberikan banyak kontribusibagi bagi
pencegahan stunting 9 24 26 118 33 3,68 Baik
2 Merasa telah memenuhi kewajiban saya untuk
pencegahan stunting 2 27 43 89 49 3,74 Baik
3 Yakin bahwa kegiatan/program pencegahan stunting
yang dilakukan telah sesui sasaran. 1 13 29 95 72 4,07 Baik
4 Yakin bahwa program dilakukan menjangkau semua
sasaran pencegahan stunting 0 8 38 111 54 4,02 Baik
5 Telah merencanakan mengalokasikan sejumlah
anggaran untuk mencegah stunting 8 36 53 72 42 3,51 Baik
6 Merasa telah aktif bekerja sama dengan sektor lain
untuk melakukan pencegahan stunting 1 10 29 108 62 4,05 Baik
7 Telah mengetahui i sektor yang dapat diajak untuk
kerjasama mencegah stunting 1 13 28 104 64 4,03 Baik
8 Telah aktif hadir dalam setiap pertemuan yang
dilakukan untuk membahas permasalahan stunting 1 9 25 98 77 3,99 Baik
Rata-rata skor variabel Normative Commitment utuk pencegahan stunting 3,89 Baik
Affective Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi untuk pencegahan stunting
pada empat Puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi NTB.
Hasil pengukuran terhadap pengukuran Affective Commitment dari sector yang mempunyai
kontribusi untuk pencegahan stunting pada empat Puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah rata-
rata skor variabel Affective Commitment untuk pencegahan stunting menunjukkan komitmen
yang baik. Semua sktor memiliki komitmen yang sangat baik untk melkukan pencegahan terhadap
stunting.
Page 80
63
Tabel 3.18 Hasil pengukuran Affective Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi untuk
pencegahan stunting pada empat Puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi
NTB.
No
Pertanyaan Alternatif jawaban
Rata-
rata
Kesimpulan
1 2 3 4 5
1 memilki komitmen pencegahan 2 0 5 112 93 4,43 Sangat baik
2 Dapat menjangkau semua sasaran 2 2 33 138 37 4,01 Baik
3 Tanggung jawab 0 2 7 118 85 4,39 Sangat baik
4 Yakin permasalahan stunting dapat diselesikan. 0 2 15 116 79 4,32 Sangat baik
5 Masalah stunting sangat merugikan masa depan dari
anak-anak 1 4 6 84 117 4,51 Sangat baik
6 Menjadi sektor yang telah mengambil bagian dalam
pencegahan terhadap stunting 0 1 18 145 48 4,17 Baik
7 Telah mengetahui dengan pasti besarnya masalah
stunting 0 3 38 134 37 4,00 Baik
8 Telah mengetahui penyebab dari masalah stunting 2 2 50 126 33 3,93 Baik
9 Telah mengetahui solusi/aplikasi untuk memecahkan
permasalahan stunting 6 6 53 118 30 3,80 Baik
10 Mendapatkan kendala dalam mengoperasikan
aplikasi pencegahan stunting. 7 25 51 104 27 3,62 Baik
11 Memanfaatkan aplikasi intervensi pencegahan
stunting 4 17 57 109 27 3,71 Baik
12 Mengetaui dengan pasti sasaran yang akan
dilakukan intervensi pencehgahan terhadap stunting 0 5 38 123 48 4,08 Baik
13 Tidak terdapat kendala untuk mendapatkan data
sasaran pencegahan stunting. 4 7 40 123 40 3,95 Baik
14 Memiki data sasaran untuk diintervensi agar stunting 4 11 25 118 56 4,06 Baik
Rata-rata skor variabel Affective Commitment untuk pencegahan stunting
4,07 Baik
Sektor yang mempunyai kontribusi untuk pencegahan stunting sudah memilki komitmen
yang sanat baik untuk dapat menjangkau semua sasaran pecegahan stunting dan mersa bahw
masalaha stuning dapat diselesikan. Sector merasa yakin telah cukup mengambil bagian
dalmkegiatan kegiatan yag bertujuan untuk pencegahan stunting.
Page 81
64
Normative Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi untuk pencegahan
stunting pada empat Puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi NTB.
Tabel 3.19 Hasil pengukuran Normative Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi
untuk pencegahan stunting pada empat Puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah
Provinsi NTB.
No Pertanyaan Alternatif jawaban Rata-
rata Kesimpulan 1 2 3 4 5
1 Merasa belum memberikan banyak kontribusibagi bagi
pencegahan stunting 13 30 46 103 23 4,07 Baik
2 Merasa telah memenuhi kewajiban saya untuk pencegahan
stunting 3 3 39 132 37 4,00 Baik
3 Yakin bahwa kegiatan/program pencegahan stunting yang
dilakukan telah sesui sasaran. 1 2 33 132 45 4,08 Baik
4 Yakin bahwa program dilakukan menjangkau semua
sasaran pencegahan stunting 0 2 29 136 46 4,12 Baik
5 Telah merencanakan mengalokasikan sejumlah anggaran
untuk mencegah stunting 3 7 47 112 46 3,98 Baik
6 Merasa telah aktif bekerja sama dengan sektor lain untuk
melakukan pencegahan stunting 1 3 16 140 53 4,19 Baik
7 Telah mengetahui i sektor yang dapat diajak untuk
kerjasama mencegah stunting 0 3 21 148 41 4,12 Baik
8 Telah aktif hadir dalam setiap pertemuan yang dilakukan
untuk membahas permasalahan stunting 1 0 24 128 56 4,12 Baik
Rata-rata skor variabel Normative Commitment untuk pencegahn stunting 4,09 Baik
Rata-rata skor variabel Normative Commitment untuk pencegahn stunting sudah enunjukkan
komitmen yang baik denga nilai rata-rata sebanyak 4,09. Sektor yang mempunyai kontribusi untuk
pncegahan stunting di kabupaten Lombok tengah telah memiliki komitmen yang baik untuk dapat
menjangkau semua sasaran intervensi dengan skor sebanyak 4,12.
Page 82
65
IV. PEMBAHASAN
Intervensi gizi spesifik merupakan intervensi yang dilakukan oleh sektor kesehatan yaitu
puskesmas dan dinas kesehatan yang bertujuan untuk pencegahan terhadap stunting. Jenis
program intervensi gizi spesifik dalam rangka pencegahan stunting di Pusksmas Kecamatan
Wulla Waijelu terdiri dari program remaja putri yang terdiri dari kegiatan pemberian tablet
tambah darah (TTD) kepada remaja putri. Pemberian tablet tambah darah ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya anemia pada remaja putri. Salah satu faktor yang mempengaruhi
kesehatan reproduksi remaja adalah masalah gizi.
Masalah gizi yang terjadi pada remaja adalah anemia dan kurang energy kronis dan
pertumbuhan yang pada remaja putri sehingga mengakibatkan panggul sempit dengan resiko
melahirkan bayi berat di kemudian hari. Anemia adalah berkurangnya hemoglobin (HB) dalam
darah. HB adalah komponen didalam sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi mengangkut
oksigen keseluruh tubuh. Jika terjadi kekurangan HB atau anemia maka jaringan tubuh akan
terjadi kekurangan oksigen, oksigen diperlukan tubuh sebagai bahan bakar proses metabolism.
Seuai standar pemberian tablet tambah darah pada remaja putri yaitu 1 tablet untuk setiap
minggunya dan 1 tablet untuk setiap hari selama 10 hari ketika menstruasi (Kemenkes 2003).
Program pemberian tablet tambah darah kepada remaja putri di kecamatan Lewa dan
Wula waijelu masih jauh dar harapan. Program pemberian ablet tambah darah ini belum dapat
menjangkau semua sasaran remaja putri yang terdapat di di Kecamatan Lewa dan Wulla
Waijellu. Cakupan pemberian TTD di kecamatan Lewa baru mencapai 14 dari target yang ada,
cakupan ini masih sangat jauh dari harapan. Demikian juga cakupan pemberian TTD di
Kecamatan Wulla waijelu telah mencapai 73% dari sasaran yang ada. Namun yang menjadi
persoalan adalah puskesmas belum memiliki data sasaran semua remaja putri yang terdapat di
wilayah kerjanya. Puskesmas hanya memiliki data remaja putri yang terdapat disekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sedangkan data remaja putri
Page 83
66
yang telah putus sekolah tidak dimiliki. Remaja putri yang terdapat disekolah-pun belum dapat
dijangkau semuaya.
Selain pemberian tablettambah darah kegiatan pelayanan terhadap remaja putri juja
dilakukan pengukuran berat badan (BB), pengukuran Tinggi Badan (TB) dan pengkuran
Lingkar Lengan Atas (LILA) kegaiat ini bertjuaan untk mengetahui status gizi dari remaja
putri. Selain itu juga untuk meningkatkan wawasan remaja putri Puskesmas Lewa dan baing
juga memberikan konseling dan edukasi gizi kepada remaja putri. Selain di Kabupaten Sumba
Timur Empat Puskesmas yang menjadi Lous penelitian di Kabupaten Lombok Tengah juga
mempunyai program untukremaja putri.
Program remaja putri di Kabupaten Lombok Tengah terdiri dari konseling gizi pada
remaja putri serta pembagian tablet tambah darah (TTD) pemberian 4 tablet untuk sebulan.
Kegaiatn pembagian tablet tambah darahdan konseling diberikan kepada sasaran remaja putri
yang terdapat disekolah sekolah SMP dan SMA yang terdapat di Kabupaten Lombok Tengah.
Kendala yang dihadapi oleh puskesmas yang terdapat di Kabu[aten Lombok Tengah adalah
sama dengan di Kabupaten Suba Timur yaitu tidak tersedia data sasaran semua remaja putri
yang terdapat di wilayah Lombok Tengah by name dan by address dan tidak dapat menjangkau
semua sasaran yang ada selama ini.
Puskesmas pelu melakukan pendataan pada semua remaja putri yang terdapat
diwilayah kerjanya. Untuk mendapatkan data remaja putri yang lengkap puskesmas jug dapat
menggunakan sumber data lainnya yang cukup lengkap seperti data Program Indonesia Sehat
Dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Data remaja putri di PIS-PK sudah lengkap untuk setia
wilayah kerja puskesmas yang telah melakukan pendataan keluarga sehat total coverage.
Untuk memaksimalkan pelaksanaan program perlu melakukan integrasi dengan setiap program
yang terdapat di puskesmas baik intergrasi pelaksanaan maupun integrasi data sasaran.
Page 84
67
Pemantauan status gizi dilakukan pada puskesms baik di Kabupaten Sumba Timur
maupun di Kabupaten Lombok Tengah sudah dilakukan. Pemantauan status gizi remaja putri
dilakukan untuk mengetahuai status gizi remaja putri. Pada umumnya masyarakat terutama
remaja putri masih banyak yang belum mengetahui berapa berat badan yang sesuai untuk
dirinya dengan hanya mereka nerka atau hanya melihat sebatas pandangannya untuk
menentukan kategori ukuran tubunya.
Pemantauan status gizi yang dilakukan di Kabupaten Lombok Tengan antara lain
pengukuran berat badan (BB), pengukuran tinggi badan (TB), pengukuran Lingkar Lengan
Atas (LILA). Kegiatan ini dilakukan dengan sasaran anak sekolah Menengah Perama (SMP)
dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kegiatan belum menjangkau remaja putri yng telh putus
ataua selesai sekolah. Zat besi adalah komponen penting hemoglobin. Hemoglobin
mengandung besi yang disebut hem dan protein globulin. Setiap molekul hemoglobin mengikat
oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Pada remaja putri, kebutuhan yang tinggi akan besi
terutama disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi. Beberapa faktor penyebab
kurangnya konsumsi zat besi pada remaja adalah ketersediaan pangan, kurangnya pengetahuan
dan kebiasaan makan yang salah (Nurhaedar,2021)
Jenis program intervensi gizi spesifik yang terdapat di Puskesmas Lewa dan Wula
Waijellu adalah program Kesehatan Ibu dan Anak serta keluarga berencana. Program ini terdiri
dari beberapa kegiatan antara lain Pemeriksaan kehamilan secara rutin bagi ibu hamil,
penyuluhan dan koseling Gizi, pengukuran Berat Badan (BB), Pengukuran Tinggi Badan (TB),
pengkuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Pemberian Tablet Tambah Darah bagi ibu hamil,
Immunisasi T1/T2, KB pasca bersalin, Inisiasi Menyusui Dini dan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) bagi ibu hamil KEK. Program KIA dan KB bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan anak yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin,
Page 85
68
ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Salah satu tujuan pelayanan
program kesehatan ibu dan anak adalah untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu
indikator derajat kesehatan. Namun masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih
merupakan masalah besar. Dengan demikian, pelayanan kesehatan ibu dan anak menjadi
prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Pelayanan kesehatan ibu dan anak
di atur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014.
Program kesehatan ibu an anak yang dilakua di Kabupaten Sumba Timur umumnya sama
dengan program yang dilakukan di Kabupaten Lmbok Tengah. Data sasasara ibu hamil dan
anak usia 0-23 bulan pada umumnya tidak mengalami kendala karena data tersebut telah
tersedia pada masing-masing puskesmas.
Salah satu program kesehatan yang dilakukan di puskesmas untuk mendukung
pencegahan stunting adalah program kesehatan lingkungan. Program kesehatan Lingkungan
yang ditujukan untuk mendukung pencegahan stunting antara lain inspeksi santasi rumah
sehat, inspeksi sarana air bersih monitoring jamban sehat dan pemeriksaan air bersih.
Ketersediaan air besih dan jamban sehat akan berpengaruh terhadap sanitasi lingkugan.
Sanitasi lingkugan merupakan factor yang tidak langsung yang berpengaruh terhadap stunting.
Sanitasi yang layak akan berpengaruh terhadap penyakit infeksi yang terjadi pada anak-anak.
Penyakit infeksi yag mumunya terjadi adalah kecaingan. Kabupaten Sumba Timur merupakan
salah satu kabupaten dengan prevaleni kecacigan cikup tinggi yaitu lebih dari 70%.
Untuk menurunkan prevalensi penyakit infeksi pada anak tersebut masyarakata harus
menerapakan perilakuhidup bersih dan sehat. Inti dari pengembangan desa dan kelurahan
adalah memberdayakan keluarga-keluarga agar mampu mempraktikkan PHBS. Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai
hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu
Page 86
69
menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat. Aspek kesehatan lingkungan dari sektorkelesahatan lebih ditekankan
pada perubahan perilaku dan penyehatan lingkungan tempat tinggal masyarakt.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat harus dipraktikkan di semua bidang kesehatan
masyarakat karena pada hakikatnya setiap masalah kesehatan merupakan hasil perilaku, yaitu
interaksi manusia (host) dengan bibit penyakit atau pengganggu lainnya (agent) dan
lingkungan (environment). Sedangkan dari aspek penyediaan adalah merupakan tanggung
jawab bidang PUPR karena merupakan standar minimal pelayanan SPM dari Bupati dan
Walikota Bidang PUPR (Kemenkes, 2016)
Salah satu program utama puskesmas yang bertujuan untuk melakukan pencegahan
terhadap stunting di Kabupaten Sumba Timur adalah program gizi. Program gizi puskesmas
untuk melakukan pencegahan stunting antara lain: konseling ASI Eklusif, konseling
Makananan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemantauan status gizi balita yang terdiri dari
pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan atas. Pemberian makanan tambahan
balita gizi buruk, pemberia Vit A warna merah dan pemberian vit A warna biru serta pemberian
makanan tambahan utuk iu hamil.
Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah konseling kepada ibu hamil tentang ASI-
Eklusif, yaitu bayi diberikan ASI sampai usia 6 bulan tanpa diberi makanan atau minuman
tambahan. Cakupan pemberian ASI-Ekslusif di Puskesmas Baing sudah mencapai 99% dan
puskesmas Lewa mencapai 67 %. Cakupan ini sudah cukup tinggi, pemebrian ASI-ekslusif
mengalami kendala yaitu iubu hamil pada saat melahirkan air susu tidak langsung keluar, hal
tersebut menyebabkan ibu bayi memberikan makanan atau minuman selain ASI. Selain
program di atas terdapat juga program-program rutin yang yang terdapat di puskesmas di
Kabupaten Sumba Timur dan kabupaten Lombok Tengah anatar lain program immunisasi
antara lain, pemberian immunisasi HB 0, BCG, Polio 1-4, IPV, DPT 1-3, MR dan DPT lanjutan
Page 87
70
serta MR lajutan. Program pengendalian penyakit untuk mendukng pencegahan stunting antara
lain pemerian obat cacing bagi ibu hamil.
Selain intervensi terhadap gizi spesifik dikabupaten Sumba Timur jua dilakukan
pengukuran terhadap intervensi gizi sensitive. Intervensi gizi sensitif merupakan jenis
intervensi yang dilakukan oleh sektor di luar kesehatan yang bertujuan untuk melakukan
pencegahan terhadap stunting. Intervensi ini dapat dilakukan oleh Dinas Keluarga Berencana,
Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Pertanian dan Peternakan dan
Pemerintahan Desa. Jenis kegiatan intervensi sensitive dari Dinas Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana yang dilakukan oleh balai KB pada kecamatan Lewa dan Wula Waijellu
terdiri dari,
Program siap nikah anti stunting program ini terdiri dari kegiatan ini berupa sosialisasi
dan edukasi kepada masyarakat atau pasangan yang akan melakukan pernikahan dengan
melibatkan semua lini yang terdapat di kecamatan. Perencanaan Kehamilan: Sasaran dari
program ini adalah Wanita Usia Subur dan Pasangan Usia Subur dengan jumlah sasaran
sebanyak 2.596 orang. Program ini melalui penyediaan alat kotrasepi pada unit pelayanan
kesehatan puskesmas, puskesmas pembantu dan polindes, pogram ini ditujukkan untuk
meningkatkan cakupan keluarga memnggunakan KB.
Tujuannya adalah membatasi jarak kelahiran, salah satu penyebab kematian Ibu adalah
jarak terlalu dekat. Program lain yang dilakukan oleh dins KB adalah Program Bina Keluarga
Balita, Sasaran dari program ini adalah orang tua yang memiliki anak balita usia 0-59 bulan
kegiatan yang dilakukan adalah penyuluhan tumbuh kembang anak dan peran ayah dalam
pertumbuhan balita. Namun yang menjadi kendala adalah tidak tersedia data seluruh balita by
name dan by adres. Balai peyuluh KB harus berekrja sama dengan sector yang memilii data
balita 0-59. Data tersebut tersedia pada puskesmas secara lengkap bay name dan by address.
Masih kurangnya koordinasi dan kerjasama antara sector dalam melakukan pencegahan
Page 88
71
terhadap stunting. Program lainya yang dilakukan oleh balai penyuluh KB adalah program
bina keluarga remaja : Sasaran program ini adalah anak usia 13-18 tahun yang berada jenjang
pendidikan SMP dan SMA. Kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan kesehatan reproduksi
yang dilakukan setiap sebulan sekali. Program ini bisa disenirgiskan denga program pelayanan
yang terdapat di puskesmas.namun kenyataan selama ini masih berjalan masing-masing.
Salah satu dinas yang mempunyai kontribusi dalam pencegahan stunting adalah Dinas
Pekerjaan Umu dan Perumahan Rakyat. Program dari Dinas Pekerjaan Umum dan perumahan
Rakyat yang berhubungan dengan stunting antara lain : Sanitasi yaitu dengan menyediakan
jamban sehat dengan target masing-masing desa sebanyak 50 unit. Pengadaan air bersih yang
terdiri dari dua bagian yaitu penyediaan air minum dengan melibatkan masyarakat yang disbut
program PANSIMAS dengan menggunakan anggaran APBN. Penyediaan akses air minum
untuk masyarakat dengan menggunakan sumur bor yang dilakukan oleh bidang P2AT dengan
menggunakan tenaga surya untuk menaikan air namu mempunyaiketerbatasan karena tidak
memiliki teknisi untukmemperbaiki apabia terjadi kerusakan.
Salah satu Dinas yang mempunyai kotribus dalam pencegahan stunting adalah Dinas
Pemberdayaan masyarakat Desa, Dinas ini mempunyai tanggungjawab untuk meningkatkan
kopetensi aparatur pemerintahan desa termasuk kader posyandu melalui pembinaan dan
pelatihan. Selain itu juga menyediakan anggaran opeasional kader sebesar 1.140.000 per
posyandu per tahun. Dinas pemerintahan Desa juga memfasilitasi dalam pengusuan anggaran
desa yang bertujuan untuk penceghan stunting. Program yang bertujuan untuk penceghan
stuting yang terdapat di desa antara lain: Pemberian Makanan Tambahan Penyuluhan anggaran
untuk pelayanan PMT diberikan oleh desa ke posyandu dan posyandu akan membelanjaan
dalam bentuk susu. Selain itu terdapat beberapa desa PMT diberikan sekali sebulan selama tiga
bulan Oktober, November dan Desember dalam bentuk kacang hijau 3 Kg, susu 8 saset dan
gula 1 Kg untuk setiap posyandunya. Pengadaan sarana air besih : pengadaan air bersih bagi
Page 89
72
masyarakat desa melalui pengadaan perpipaan dari mata air untuk wilayah-wilayah yang susah
air. Tetapi tidak semua masyarakat terlayani. Terdapat juga pengadaaan air bersih melalui
penyadiaan sumur gali namun mengalami kendala pada musim kemarau cenderung mengering.
Pengadaan jamban sehat. Untuk pengadaan jamban sehat bagi masyarakat masih banyak yang
belum terlayani. Karena keterbatasan anggaran desa yang banyak dialihkan ke bantuan social
untuk pencegahan covid-19. Pengadaan jamban akan dilakukan secara bertahap sesui dengan
anggaran yang tersedia.
Jika dilihat dari cakupan interevnsi pencegahan pgizi spesifik di Kecamatan Lewa
wilayah kerja puskesmas Lewa dan Kecamatan Wulla Waujelu kwilayah kerja puskesmas
Baing Presentase cakupan PMT bagi ibu hamil Kurang Energi Kronik sudah mencapai 100%
pada kedua puskesmas ini. Kekurangan energy kronik merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama. salah satu bentu
intervensi yang diberikan untuk meningkatkan status gizi ibu hamil adalah PMT.
Pemberian PMT dapat berupa pangan local ataupun bahan makanan jadi seperti biskuti
untuk ibu hamil. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah citra rasa dan kemudahan untu
mendapatkan bahan tersebut. Upaya penngkatan gizi pada ibu hamil dan perubahan perilaku
masyarakat tentang pola konsumsi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upaya
perbaikan gizi secara menyeluruh. Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan
kurang gizi pada ibu hamil akan berdampak pada ibunya sendiri dan bayi yang dilahirkan.
Demikian juga dengan cakupan pemberian tablet tambah darah TTD pada ibu hamil pad
kedua puskesmas sudah mencapai 100%. Tujuan pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil
adalah utuk mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil. Pemerintah merekomendasikan
konsumsi tablet tambah darah (TTD) atau tablet zat besi untuk ibu hamil sebanyak minimal 90
tablet atau setiap hari selama kehamilan sampai masa nifas. Hal tersebut tentu bertujuan untuk
Page 90
73
mencegah anemia defisiensi zat besi saat hamil. Makanan yang dianjurkan untuk ibu hamil
adalah sayuran berdaun hijau seperti bayam dan brokoli. Jenis sayuran ini adalah jenis makanan
yang banyak mengandung zat besi dan asam folat, kandungan ini menjadi penambah darah
yang baik untuk ibu hamil. Kurangnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12 bisa menjadi
penyebab rendahnya kadar Hb saat hamil. Hal ini karena ketiga nutrisi tersebut dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan zat besi, asam folat, dan vitamin B12
biasanya disebabkan oleh diet dan pola makan yang kurang sehat selama kehamilan.
Cakupan pemberian tablet TTD pada remaja putri masih sangat rendah pada puskesmas
lewa sebanyak 14% sedangkan di di puskesmas baing sudah lebih tinggi yaitu mencapai 73%.
Cakupan tersebut adalah terhadap remaja putri yang terdapat pada sekolah SMP dan SMA.
Cakupan tersebut belum termasuk remaja putri yang telah selesai sekolah atau yang putus
sekolah. Kedua puskesmas tersebut belum memiliki data remaja putri yang
menyeluruh.kegiatan yang belum terdapat cakupannya adalah cakupan pemberian obat cacing.
Ibu hamil yang mengalami kecacingan akan berpengaruh terhadap status gizi anakannya.
Kecacingan merpakan salah satu penyakit infeksi yag berpengaruh terhadap status gizi.
Jika dilihat dari cakupan intervensi gizi spesifik di Kabupaten Lombok Tengah Sudah
cukup bagus rata-rata dari cakupan telah mencapai 100%. Pesentase cakupan Pemberinan
Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil dari kelompok miskin/KEK telah mencapai 100%.
cakupan suplemen tablet tambah darah pada ibu hamil pada ibu hamil dan cakupan pemberin
vit A telah mencapai 100%. Prensntase cakupan suplemen tablet tambah darah pada remaja
putri masih sangat kecil dengan sasaran terbatas pada anak SMP dan SMA yang terdaftar di
sekolah saja naun kelompok sasaran remaja putri yang telah tamat dan yang putus sekolah
belum terjangkau karena tidak tersedia data sasaran., persentase cakupan pemberian suplemen
kalsium dan persentase cakupan promosi dan koseling menyusui masih belum ada. Hal ini
kemungkinan program tersebut belum berjalan pada wilayah yang menjadi lokus penelitian.
Page 91
74
Jika dilihat dari pengetahuan ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan di Kecamatan Lewa
dan Kecamatan Wula Waijelu Sebanyak 34,38 % dari ibu yang memiki bayi usia 0-23 sudah
memiki pengetahuan yang baik tetang stuting, sedangkan sisanya masih memiki pengetahuan
yang keliru tentang stunting. Dan masih sebanyak 60,07 % dari ibu yang memiliki bayi usia
0-23 bulan yang mengetahuai tentng stunting memiliki pengetahuan yang baik tentang penyeb
stuting sedangkan sisanya masih pemiliki pengetahuan salah tentang penyebab stunting. Sikap
ibu terhadap pencegahan stunting sebanyak 70,83 % sudah memiliki sikap yang baik terhadap
stunting.
Pengetahuan merupakan aspek yang cukup penting ditanamkan kepada masyarakat.
Apabila ibu hamil memiki pengetahuan yang kurang tentang stuting akan berpengaruh terhadap
pengasuhan dan pola pemberian makanan bagi anaka maupun pola konsumsi ibu selama masa
kehamilan. Dari sejumlah ibu yang sudah mengetahui tentng stung masih banyak yang memilii
sikap yang kurang baik terhadap stunting. Terdapat sebanyak 43,40 % memiliki sikap yang
tidak baik terhadap pencegahan stunting. Sebanyak 83,33% dari ibu yang memiki bayi usia 0-
23 bulan sudah memiliki sikap yang baik terhadap pencegahan stunting.
Tindakan ibu terhadap pencegahan stunting sebanyak 92,01 % dari ibu yang memiliki
bayi usia 0-23 bulan sudah mendapatkan suntikan TT pada saat kehamilan. Ibu yang memiliki
bayi usia 0-23 yang sudah mendapatkan tablet tambah darah selama masa kehamilan sebanyak
98,96 %.. Ibu baduta yang dinyatakan menderita malaria oleh tenaga kesehatan selama masa
kehamilan sebanyak 4,51 % dan sebanyak 27, 78 % yang menyatakan tidak pernah
mendapatkan sosialisasi tentang ASI-Eklusif pada masa kehamilan. Sebanyak 22,22%
mennyatakan tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang MP-ASI anak usia lebih dari bulan.
Sebanyak 18,06 ibu yang memiliki bayi usia 023 bulan tidak rutin membawa anak-anaknya
secara rutin ke posyandu.
Page 92
75
Demikian juga dengan pengetahuan ibu tentang stunting di Kabupaten Lombok Tengah
sebanyak 19,00 % dari yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang memiliki pengetahuan yang
baik tentang stunting dan masih lebih dari 80% belum memiki pengetahuan yang tidak baik
tentang stunting. Sikap ibu tentang stunting sebanyak 64,00 % Ibu yang memiliki Baduta sudah
memiliki sikap yang baik tentang stunting.
Tindakan tentang stunting Sebanyak 18,33% ibu baduta yang menderita Kurang Energi
Kronik (KEK) atau dengan lingkar lengan kurang dari 23,5 cm yang dinyatakan oleh tenaga
kesehayan. Sebanyak 92,00% ibu tidak memilii kelambu berinsektisida dan masih terdapat
1,67 % dari ibu Baduta yang didiagnosa malaria oleh tenaga kesehatan selama masa kehamilan.
Sebanyak 81,33 % ibu yang meiliki Baduta yang menyatakan tidak pernah mendapatkan
pemberian makan tambahan PMT selama masa kehamilan, dari sebanyak 28,67 % yang
menyatakan pernah mendapatkan PMT. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdapat
hubungan antara pengetahuan sikap dan tindakan ibu dengan kejadian stuting.
Kendala implentasi interversi yang diperoleh atas hasil diskusi sosialisasi penecegahan
stunting tingkat kecamatan Lewa dan Wula Waijelu pada tanggal 25-28 Agustus 2021. Peserta
yang hadir pada acara diskusi tersebut adalah Pusekesmas dan pengelolah program terkait
dengan stunting di Puskesmas Lewa dan Puskesmas Baing, Camat dan aparat kecamatan,
Kepala Balai Penyuluh pertanian dan Balai Penyuluh KB dan semua kepala desa pada
kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu. Kendala Implementasi Intervensi Gizi Spesisik dan
sensitif Dalam Rangka Penurunan Stunting pada Puskesmas Lewa dan Baing Kabupaten
Sumba Timur adalah sebagai berikut: (a) Sektor kesehatan dan non kesehatan belum
menggunakan data sasaran intervensi pencegahan stunting yang sama. (b) Data sasaran
intervensi belum lengkap bahkan masih terdapat data sasaran tertentu seperti remaja putri tidak
tersedia data by name dan by adres . (c) Belum terjangkaunya semua sasaran intervensi
pencegahan stunting pada kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu (c) Montoring pelaksanaan
Page 93
76
intervensi pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu untuk memudahkan
koordinasi dan singkronisasi program antar sektor.
Kendala Implementasi Intervensi Gizi Spesisik Dalam Rangka Penurunan Stunting pada
empat puskesmas di Kabuaten Lombok Tengah adalah sebagai berikut: (a) Sasasaran intervensi
pencegahan stunting di Kabupaten Lombok Tengah belum terjangkau semuanya. (b) Data
sasaran intervensi untuk remaja putri sebagai calon ibu belum lengkap masih terbatas pada
data yang terdapat di sekolah-sekolah dan belum tersedia data by name dan by adres (c)
Monitoring terhadap pelasanaan intervensi yang dilakukan oleh program dan lintas sektor
masih belum maksimal. Untuk memaksimalkan intervesi pencegahan stunting semua sector
yang mempunai kontribusi terhadap pencegahan harus menggunakan data sasaran yang sama.
Dengan satu data sasaran untuk semua maka dapat memonotirng sasaran mana yang sudah
endapatkan intervensi dan sasaran mana yang belum mendapatkan intervensi.
Model intervensi pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wula Waijellu adalaha
sebagi berikut; Berdasarkan hasil diskusi lintas sector untuk pencegahan stunting dilakukan
penyusunan model untuk pencegahan stunting, Pada saat penyusunan model melibatkan semua
sector yang ada sehingga dapat menghasilkan model yang aplikatif. Model tersebut dimulai
dari perbaikaan dan melengkapi data sasaran. Data sasaran yang terdiri dari remaja putri yaitu
usia 10-17 tahun, data ibu hamil dan data anak balita usia 0-23 bulan. Data tersebut harus
tersedia by name dan by adres untuk semua sector yang melakukan intervensi.
Data sasaran tersebut akan didistribukan atau di akses oleh semua sector melalui link
google sheet pada deskripsi media komunisasi yaitu group whatsapp (Wa) data sasaran tersebut
akan diintervensi oleh semua sector yang mempunyai kontribusi untuk pencegahan stuting.
Pada saat melakukan intervensi sector yang memeri intervensi akan mengisi aplikasi
WTS/LGBS, pengisian data dapat dilakukan tanpa bantuan jringan internet setelah
mendapatkan jaringan internet data hasil entrain akan diuplod ke server data. Data yang telah
Page 94
77
dikirim akan masukan dalam display data. Hasil display data akan dipakai sebagai laporan
intervensi dan juga bahan evaluasi untuk pelaksanaan intervensi pencegahan stunting. Selain
itu data tersebut juga dapat dipakai untuk melakukan monitoring terhadap data sasaran yang
sudah mendapat ntervensi maupun belum mendapatkan intervensi. hasil monitoring dan
evaluasi tersebut dapat dipakai untuk membuat perencanaan intervensi selanjutnya.
Model intervensi pencegahan stunting pada 4 puskesmas di Kabupaten Lombok tengah
adalah sebagai berikut.
Salah satu tujuan PAR dalam penelitian ini adalah timbulnya rasa kepemilikan terhadap
permasalahan stunting di masing-masing daerah lokus penelitian. Rasa kepemlikan akan
melahirkan komitmen untuk menyelesaikan permasalahan stuting pada wilayah masing-
masing. Pengukuran erhadap komitmen dilakukan terhadap semuayang memiliki kotribusi
terhadap pencegahan stunting pada wilayah kecamatan yang menjadi lokus penelitian.
Pengukuran komitmentersebut terdiri dari aspek Affective Commitment dan normative
commitment.
Hasil pengukuran Affective Commitment dari sector yang mempunyai kontribusi untuk
pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu Kabupaten Sumba Timur dapat
dilihat pada tabel di bawa ini. Semua sector yang mempunyai kontribusi untuk pencegahan
stunting sudah memiliki komitmen yang sagat baik untuk melakkan penecgahan terhadap
stunting. Hasil rata-rata skor variabel Affective Commitment untuk pencgahan stunting di
kecanatan Lewa dan Wulla Waijeu menunjukkaan memiliki komitmen yang baik. Semua
sudah memiliki rasa tanggung jawab untuk pencegahan stunting dengan komitmen yang
sangat baik dan mesa yakin bahwa masalha stunting dapat diselesaikan karena merasa sangat
mrugikan masa depan dari anak-anak.
Hasil pengukuran terhadap normative commitment dari sector yang mempunyai
kontribusi untuk pencegahan stunting di Kecamatan Lewa dan Wulla Waijelu menunjukkan
Page 95
78
komimen yang baik unttuk melakukan pencegahan terhadap stunting. Rata-rata skor
variabel Normative Commitment utuk pencegahan stunting menunjukkan omitmen yang baik
dan mersa yakin bahwa permasalahan stunting dapat teratasi.
Hasil pengukuran terhadap pengukuran Affective Commitment dari sector yang
mempunyai kontribusi untuk pencegahan stunting pada empat Puskesmas di Kabupaten
Lombok Tengah rata-rata skor variabel Affective Commitment untuk pencegahan stunting
menunjukkan komitmen yang baik. Semua sktor memiliki komitmen yang sangat baik untk
melkukan pencegahan terhadap stunting. Sector yang mempunyai kontribusi untuk pencegahan
stunting sudah memilki komitmen yang sanat baik untuk dapat menjangkau semua sasaran
pecegahan stunting dan mersa bahw masalaha stuning dapat diselesikan.
Sector merasa yakin telah cukup mengambil bagian dalmkegiatan kegiatan yag bertujuan
untuk pencegahan stuntin. Rata-rata skor variabel Normative Commitment untuk pencegahn
stunting sudah enunjukkan komitmen yang baik denga nilai rata-rata sebanyak 4,09. Sektor
yang mempunyai kontribusi untuk pncegahan stunting di kabupaten Lombok tengah telah
memiliki komitmen yang baik untuk dapat menjangkau semua sasaran intervensi dengan skor
sebanyak 4,12.
Page 96
79
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka kesimpulan penelitian pengembangan
model intervensi pencegahan stunting terintegrasi di Provinsi NTT danNTB adalah sebagai
berikut.
1) Pelaksanaan intervensi pencegahan stunting sudah dilaksanakan oleh sektor-sektor
namun dalam pelaksanaan belum begitu efektif karena dalam pelaksanaan masing-
masing sector belum mengacu pada data sasaran yang sama yaitu remaja putri, ibu
hamil dan balita usia 0-23 bulan.
2) Data sasaran intervensi remaja putri, ibu hamil dan balita usia 0-23 bulan yang akan
dipakai saat intervensi belum lengkap total coverage dan by name dan by adres.
3) Penggunaan aplikasi intervensi berbasis android dapat meningkatkan efektifitas
intervensi, montoring dan evaluasi pencegahan stunting guns memastikan semua
sasaran terlayani..
4) Monitoring dan evaluasi intervensi pencegahan stunting belum dilakukan secara
bersama-sama dengan semua sector yang memiliki kontribusi terhadap pencegahan
stunting.
5) Sudah terdapat komitmen yang baik dari semua sector dalam melakukan intervensi
pencegahan stunting.
2. Saran
Saran yang diberikan untuk pengembangan model intervensi pencegahan stunting
terintegrasi di Kabupaten Sumba Timur.
Page 97
80
1) Untuk meningkatkan efektivitas intervensi pencegahan stunting sudah dilaksanakan
oleh sektor-sektor pelaksanaan masing-masing sector perlu mengacu pada satu data
sasaran yang sama yaitu remaja putri, ibu hamil dan balita usia 0-23 bulan.
2) Puskesmas dengan bekerja sama dengan lintas sector perlu melakukan pengumpulan
data sasaran intervensi remaja putri, ibu hamil dan balita usia 0-23 bulan secara
lengkap total coverage dan by name dan by adres.
3) Semua sector yang melakukan intervensi perlu menggunakan aplikasi intervensi
berbasis android dapat meningkatkan efektifitas intervensi, montoring dan evaluasi
pencegahan stunting.
4) Perlu melakukan monitoring dan evaluasi intervensi pencegahan stunting belum
dilakukan secara bersama-sama dengan semua sector yang memiliki kontribusi
terhadap pencegahan stunting.
Page 98
81
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian kesehatan RI., 2008 Pogram penanggulangan anemia pada wanita usia subur dan
remaja putri, Jakarta Direktorat Jenderal Kesehatan Masyrakat.
Nurhaedar Jafar.,2012, Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja. Skripsi: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin. 2012
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.,2018, Pedoman Pelaksanaan
Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi Di Kabupaten/ Kota, Jakarta.
Tonasi, Siti D, Ade Irawan., 2019, Efektifitas Pemberian Tablet Tambah Darah pada Remaja putri
Terhadap Peningkatan Hemoglobin. Jurnal SMART Kebinadan 6 (2) 2019.
Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional (Bappenas), disampaikan pada WNPG XI Angkat Pentingnya
Investasi pada Program Penurunan Stunting.
UNICEF. 2016. A Fair Chance For Every Child. New York. USA www.unicef.org/publications.
Diakses 20 April 2017.
UNICEF. 2009. Tracking Progress on Child and Maternal Nutrition a Survival and Development
Priority. New York. USA www.unicef.org/publications. Diakses 20 April 2017.
UNICEF. 2014. The State of the World‟s Children 2014 in Numbers. Everychild
Counts: Revealing Disparities, Advancing Children‟s Rights. New York. USA
www.unicef.org/publications. Diakses 20 April 2017