i LAPORAN PENELITIAN PEMETAAN FOKUS HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS KEONG Oncomelania hupensis lindoensis DI WILAYAH ENDEMIS SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017 Penyusun Junus Widjaja dan Tim (Apkesi No: 20120210449) BALAI LITBANG P2B2 DONGGALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI JL.MASITUDJU N0.58 LABUAN PANIMBA TAHUN 2017
65
Embed
LAPORAN PENELITIAN KEONG Oncomelania hupensis lindoensis Schistosomiasis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di daerah endemis. Di Indonesia schistosomiasis hanya ditemukan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
LAPORAN PENELITIAN
PEMETAAN FOKUS HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS
KEONG Oncomelania hupensis lindoensis DI WILAYAH ENDEMIS
SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
Penyusun
Junus Widjaja dan Tim
(Apkesi No: 20120210449)
BALAI LITBANG P2B2 DONGGALA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JL.MASITUDJU N0.58 LABUAN PANIMBA
TAHUN 2017
ii
JUDUL PENELITIAN
PEMETAAN FOKUS HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS
KEONG Oncomelania hupensis lindoensis DI WILAYAH ENDEMIS
SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA TAHUN 2017
iii
iv
v
vi
vii
viii
SUSUNAN TIM PENELITI
Ketua Pelaksna :
Junus Widjaja, S.K.M.,M.Sc.
Anggota Tim Pelaksanaan Penelitian:
Hayani Anastasia, S.K.M, M.P.H.Anis Nur Widayati, S.Si., M.Sc.
Samarang, S.K.M., M.Si.Made Agus Nurjana, S.K.M., M.Epid.
Table 1. Data Luas wilayah dan Jarak ke Ibukota Kab.Sigi Tahun 2015 ............................18
Table 2. Data Persentase dan Kepadatan Penduduk di Kab.Sigi Tahun 2015 .....................19
Table 3. Data Luas wilayah dan Jarak ke Ibukota Kabupaten Poso Tahun 2015 ................21
Table 4. Data Persentase penduduk dan Kepadatan Penduduk per km2 Ibukota KabupatenPoso Tahun 2015....................................................................................................22
Table 5. Jumlah Fokus Keong O.hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi Napu KabupatenPoso Tahun 2017....................................................................................................24
Table 6.Jumlah Fokus Keong O hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi Bada KabupatenPoso Tahun 2017....................................................................................................27
Table 7. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi LinduKabupaten Sigi Tahun 2017...................................................................................29
Table 8. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Wilayah Rampi dan SekoKabupaten Luwu Utara ..........................................................................................30
Table 9.Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi NapuKabupaten Poso sampai Tahun 2017 .....................................................................31
Table 10. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi LinduKabupaten Sigi sampai Tahun 2017 ....................................................................32
Table 11. Data Jumlah Fokus Keong O. hupensis lindoensis Di Dataran Tinggi BadaKabupaten Poso sampai Tahun 2017...................................................................32
Table 12. Persentase Perubahan Fokus Keong O. hupensis lindoensis di Daerah EndemisSchistos0miasis Tahun 2017 ..............................................................................33
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Daerah Endemis Schistosomiasis ............................................................... 6
Gambar 2. Kerangka teori .................................................................................................... 9
Gambar 3. Kerangka konsep .............................................................................................. 10
Gambar 4. Peta Distribusi Fokus Keong Penular Schistosomiasis di Dataran Tinggi Napu............................................................................................................................................ 34
Gambar 5. Peta Distribusi Fokus Keong Penular Schistosomiasis di Dataran Tinggi Bada35
Gambar 6. Peta Distribusi Fokus Keong Penular Schistosomiasis .................................... 36
Gambar 7. Peta Titik di temukan keong di wilayah Rampi Kab. Luwu Utara .................. 37
Gambar 8. Peta Titik di temukan keong di wilayah Seko Kab. Luwu Utara ..................... 37
xix
DAFTAR LAMPIRAN
lampiran 1 foto jenis keong perantara penular schistosomiasis. ............................................
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis S.
japonicum dengan hospes perantara keong O. hupensis lindoensis.1 Telah diketahui
bahwa keong tersebut adalah keong amfibius, artinya keong tersebut hidup di daerah
yang lembab dan tidak bisa hidup di dalam air atau di daerah yang kering. Keong O.
hupensis lindoensis ditemukan di seluruh dataran tinggi daerah endemis dalam kantong-
kantong yang disebut fokus (focus), luasnya bervariasi antara beberapa meter persegi
sampai beberapa ribu meter persegi.2 Ada dua jenis habitat keong O. hupensis lindoensis
yaitu: pertama habitat alamiah atau natural habitat (daerah-daerah pinggiran hutan,
dalam hutan atau di tepi danau). Habitat keong tersebut hampir selalu terlindung dari
sinar matahari langsung karena adanya pohon-pohon besar, semak-semak, dan selalu
basah karena adanya air yang keluar secara terus menerus dari lereng di atasnya. Kedua
adalah habitat yang sudah dijamah manusia atau disturbed habitat berupa bekas sawah
yang sudah lama ditinggalkan dan tidak dikerjakan lagi atau atau abandoned rice fields,
padang rumput bekas daerah perladangan, tepi-tepi saluran pengairan dan lain-lain.2
Schistosomiasis selain di derita manusia juga menyerang pada semua jenis
mamalia baik hewan peliharaan maupun binatang liar. Schistosomiasis di Indonesia
hanya ditemukan di Provpinsi Sulawesi Tengah, yaitu Dataran Tinggi Napu dan Dataran
Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi.2
Pengendalian schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 tetapi hanya di daerah
yang terbatas, pengobatan dengan niridazole telah dicoba untuk mengobati penderita
schistosomiasis sebelum ditemukan Praziquantel, namun tidak efektif dan Niridazole
sangat toksik, menyebabkan efek samping yang berat. Setelah ditemukan Praziquantel,
dilakukan pengobatan massal di Dataran Tinggi Lindu dan Napu semenjak tahun 2000.2
Pemberantasan keong dilakukan dengan berbagai cara, mekanik dan kimia.
Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan perbaikan saluran air dengan
agroengineering di daerah persawahan Paku di Lindu, pengeringan, pemarasan,
2
pembakaran dan penimbunan daerah fokus. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan
penyemprotan molusisida baylucide pada daerah fokus.2
Pemetaan penyebaran O. hupensis lindoensis di seluruh daerah endemis telah
dilakukan pada tahun 2004 dan 2008. Pada tahun 2016 dilakukan pemetaan kembali pada
empat desa di daerah endemis. Ternyata dari pemetaan tersebut diketahui terdapat
perubahan yang signifikan dalam penyebaran fokus keong. Perubahan berupa
ditemukannya fokus baru, beberapa fokus lama yang tidak ditemukan lagi dan terdapat
fokus yang semua keongnya tidak mengandung serkaria.3
Prevalensi schistosomiasis di Lindu dan Napu berfluktuasi pada lima tahun
terakhir. Prevalensi kasus schistosomiasis di Lindu pada tahun 2011 – 2015 yaitu
berturut-turut 0,8%, 0,76%, 0,71%, 1,61% dan 1,3%. Prevalensi di Napu tahun 2011 –
2015 yaitu masing-masing 0,31%, 1,43%, 2,25%, 0,8%, 1,9%. Selain jumlah kasus
schistosomiasis pada manusia, angka infeksi pada keong dan tikus juga diukur. Pada
tahun 2015, infection rate pada keong adalah sebesar 3,4% di Lindu dan 4,8% di Napu
sedangkan infection rate pada tikus adalah sebesar 16% di Lindu dan 7,3% di Napu.2
Program pengendalian yang dilakukan hingga saat ini belum dapat menekan angka
infeksi schistosomiasis, karena adanya reinfeksi dari berbagai reservoar diantaranya
tikus, ternak masyarakat, termasuk hewan liar, bahkan masyarakat sendiri sebagai
sumber penular.4
Pemberantasan schistosomiasis dilakukan sejak tahun 1982 secara intensif, yang
dibagi menjadi 5 periode.2
- Periode pertama berlangsung sejak 1982-1986 dengan kegiatan berupa
pengobatan massal, survei tinja, dan survei tikus setiap enam bulan. Pada
periode ini prevalensi menurun secara signifikan dan partisipasi masyarakat
pada periode ini sangat bagus.
- Periode kedua berlangsung pada tahun 1986-1990 dengan kegiatan berupa,
pemeriksaan tinja, pemeriksaan keong, pemeriksaan tikus dilanjutkan dengan
pengobatan selektif. Dalam periode ini sektor pertanian berperan serta dengan
melakukan pengelolaan lahan sehingga dapat mengeliminasi beberapa daerah
fokus, program transmigrasi, dan memobilisasi peran serta masyarakat.
3
- Periode ketiga berlangsung pada tahun 1991 sampai tahun 1993, dengan
kegiatan yang lebih terintegrasi. Pada periode ini sektor kesehatan bukan lagi
sebagai leading sector, akan tetapi digantikan oleh Bappeda. Pada periode ini
juga dibentuk Kelompok Kerja Schistosomiasis.2
- Periode keempat berlangsung pada tahun 1993-1998, dengan adanya
kelompok kerja schistosomiasis yang diberi nama integrated development
project. Program kerja kelompok tersebut dapat berlangsung dengan jadwal
dan pembiayaan yang lebih baik.
- Periode kelima tahun 1998 – 2005 yaitu dengan dimulainya CSIADCP
(Central Sulawesi Integrated Area Development and Conservation Project).
Suatu proyek pengembangan daerah dua kabupaten, Poso dan Donggala
dengan dana pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) Pada periode ini
pengendalian schistosomiasis sangat intensif, peran lintas sektor sangat baik,
yaitu: kesehatan, pertanian, pekerjaan umum, transmigrasi, Program
Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan peternakan.2 Pengendalian
schistosomiasis yang dilakukan oleh sektor kesehatan berupa kegiatan rutin
yaitu survei tinja, survei keong, pengobatan, survei fokus, dan survei tikus,
serta pembuatan jamban keluarga untuk penduduk di seluruh daerah endemis.
Pengendalian keong dilakukan secara mekanik dan kimia. Pengendalian
secara mekanik dilakukan dengan perbaikan saluran air di daerah fokus,
pengeringan daerah fokus, dan penimbunan. Pengendalian secara kimia
dilakukan dengan penyemprotan baylucide pada daerah fokus.2
Pada saat itu dilakukan juga pemetaan penyebaran keong O.hupensis lindoensis
dengan hasil sebagai berikut: di Dataran Tinggi Lindu telah ditemukan 144 fokus keong
terdiri dari 108 fokus lama dan 36 fokus baru. Berbagai metoda pemberantasan fokus
telah dilakukan semenjak tahun 1976 terhadap 108 fokus, hasilnya 75 fokus telah hilang
dan sisanya sebanyak 35 fokus masih positif keong O.hupensis lindoensis. Di dataran
tinggi Napu sebanyak 370 fokus keong ditemukan terdiri dari 164 fokus lama dan 206
fokus baru. Sejak tahun 2008 telah dilakukan pemberantasan keong di 164 fokus dan 57
fokus telah hilang. Sisanya (107) fokus masih positif keong O.hupensis lindoensis.5
4
Pemetaan fokus keong O.hupensis lindoensis pada tahun 2008 berhasil ditemukan
fokus keong O.hupensis lindoensis sebanyak 129 fokus, yang tersebar pada 16 sub desa
dari 4 desa yang ada di wilayah dataran tinggi Lindu. Total fokus tersebut terdiri dari 120
fokus yang masih positif keong, 68 fokus tidak positif keong, dan 1 fokus baru. Pada
tahun 2008 Fokus yang berhasil ditemukan di wilayah dataran Tinggi Napu sebanyak 369
fokus, terdiri atas 170 fokus positif, 166 fokus negatif dan 33 fokus baru. Sebanyak 49
fokus lama tidak ditemukan lagi. Pada tahun 2008 dilakukan juga pemetaan fokus keong
O. hupensis lindoensis di wilayah Dataran Tinggi Bada Kabupaten Poso, hasilnya
ditemukan 21 fokus baru yang tersebar di tiga desa (Kageroa, Tomehipi, dan Lengkeka)
di wilayah Kecamatan Lore Barat.5
Peran serta aktif masyarakat sangat penting dalam pengendalian schistosomiasis,
terlihat pada fase pengendalian periode dua. Pada periode kedua, PKK memegang
peranan penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dengan cara membentuk dan
melatih kader untuk membantu petugas kesehatan dalam pembagian dan pengumpulan
pot tinja masyarakat, partisipasi masyarakat dalam pengobatan, serta meningkatkan
kesadaran masyarakat melalui penyuluhan kesehatan. Peran serta masyarakat pada fase
kedua sangat aktif sehingga dapat membantu menurunkan prevalensi schistosomiasis.
Setelah prevalensi menurun, maka kasus kronis sudah jarang ditemukan di masyarakat,
hal ini menyebabkan menurunnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengendalian schistosomiasis, sehingga menyebabkan prevalensi schistosomiasis
kembali meningkat.
Peningkatan kasus schistosomiasis juga disebabkan kurang terintegrasinya peran
lintas sektor dalam pengendalian schistosomasis. Lintas sektor melaksanakan kegiatan
sesuai tugas pokok masing-masing, dan belum sesuai dengan saran dari sektor kesehatan
dalam pengendalian schistosomiasis.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian dengan judul
Eliminasi keong perantara O.hupensis lindoensis melalui peran lintas sektor di Sulawesi
Tengah. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu:
- Pada tahun pertama akan dilaksanakan pemetaan habitat keong perantara
schistosomiasis di Dataran Tinggi Lindu, Napu, Besoa, dan Bada.
5
- Pada tahun kedua akan dilakukan penerapan metode manajemen lingkungan
eliminasi keong penular schistosomiasis di desa percontohan di Dataran
Tinggi Napu.
- Pada tahun ketiga penerapan metode manajemen lingkungan eliminasi keong
penular schistosomiasis di daerah endemis schistosomiasis di dataran tinggi
Napu dan
- Pada tahun keempat penerapan metode manajemen lingkungan eliminasi
keong penular schistosomiasis di daerah endemis schistosomiasis di dataran
tinggi Bada dan Lindu.
B. Pertimbangan/justisikasi Penelitian
Eliminasi schistosomiasis hanya dapat dilakukan dengan menghilangkan hospes
perantara.ra keong Ohl. keong Oncomelania hupensis lindoensis tersebut telah
dibuktikan di Jepang dan Cina yang telah berhasil melakukan eliminasi
schistosomiasis dengan menghilangkan keong melalui manajememn lingkungan.
Untuk itu perlu adanya peta penyebaran keong Oncomelania hupensis lindoensis
yang akurat sebagai acuan untuk eliminasi keong.
C. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan hasil pemetaan fokus yang dilakukan pada tahun 2004, 2008, dan 2016
menunjukkan fokus keong O.hupensis lindoensis masih tersebar luas di daerah
endemis, sehingga perlu dilakukan pemetaan kembali untuk pembaharuan data. Data
tersebut dapat dipakai sebagai data dasar untuk eliminasi keong dengan metode
manajemen lingkungan yang dilakukan bersama lintas sektor dibantu peran serta aktif
masyarakat.
6
Gambar 1. Peta Daerah Endemis Schistosomiasis
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Mengeliminasi keong perantara schistosomiasis melalui manajemen lingkungan
dengan peran lintas sektor di Sulawesi Tengah selama 4 tahun.
7
Tujuan Umum Tahun 1 (2017):
Memetakan fokus keong O. hupensis lindoensis di dataran tinggi Napu-Besoa, Lindu,
2. Tujuan Khusus Tahap 1
1. Memetakan distribusi titik fokus keong O.hupensis lindoensis di Dataran Tinggi
Napu-Besoa, Bada, Lindu (Sulawesi Tengah), Rampi dan Seko (Sulawesi Selatan).
2. Menghitung luas fokus keong O.hupensis lindoensis di Dataran Tinggi Napu-
Besoa, Bada, Lindu (Sulawesi Tengah), Rampi dan Seko (Sulawesi Selatan).
3. Menghitung kepadatan dan infection rate (IR) keong O.hupensis lindoensis
Dataran Tinggi Napu-Besoa, Bada, Lindu (Sulawesi Tengah), Rampi dan Seko
(Sulawesi Selatan).
4. Mengidentifikasi penggunaan lahan daerah fokus O.hupensis lindoensis Dataran
Tinggi Napu-Besoa, Bada, Lindu (Sulawesi Tengah), Rampi dan Seko (Sulawesi
Selatan).
5. Mengidentifikasi manajemen lingkungan yang dapat dilakukan oleh lintas sektor
dalam pengendalian schistosomiasis Dataran Tinggi Napu-Besoa, Bada, dan
Lindu.
E. Manfaat Penelitian
Program :
Kerjasama lintas sector dan memberdayakan peranserta masyarakat
merupakan metoda yang paling tepat dalam program eliminasi
schistosomiasis
Peta dan data yang dihasilkan dapat menjadi dasar oleh sektor
terkait untuk melakukan eliminasi fokus O.hupensis lindoensis.
Antara lain :
- Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2&P)
: Sebagai dasar peningkatan program eliminasi schistosomiasis
- Dinas Pekerjaan Umum : Menjadi acuan dalam mengupayakan
eliminasi keong perantara schistosomiasis dengan berbagai cara dan
metoda (pembuatan drainase, irigasi tersier, penimbunan dst).
8
- Dinas Perikanan : Menjadi acuan dalam pembuatan kolam ikan pada
fokus yang berpotensi.
- Dinas Kehutanan : Menjadi acuan untuk penanaman tumbuhan yang
berpotensi untuk menyerap air lebih besar sehingga daaerah fokus
keong menjadi kering
- Dinas Perkebunan dan Pertanian : Sebagai dasar untuk melakukan
intensifikasi dan ekstensifikasi serta mekanisasi pertanian dalam
upaya untuk eliminasi fokus koeng.
Masyarakat : Masyarakat dapat melakukan kegiatan pengendalian
schistosomiasis secara mandiri serta dapat memberikan informasi
tentang fokus keong O. hupensis lindoensis yang positif dan negatif
yang ada di Daerah endemis.
Ilmu Pengetahuan: Didapatnya peta penyebaran keong perantara schistosomiasis serta
epidemiologi schistosomiasis di daerah endemis
Peneliti : Menambah pengalaman pengendalian schistosomiasis secara
terintegrasi.
9
II. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka teori
F.
G.
H.
I.
Pengobatan Pengurangan daerah fokus:- kimia- mekanik- biologi
di Dataran Tinggi Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi tengah Tahun 2012. Media Penelit
dan Pengemb Kesehat. 2013;23(3):137-142.
12. Leonardo, LR, Acosta LP, Olv RM. Difficulties and strategies in the control of
Schistosomiasis in The Philippines. Acta Tropica, Vol.2. No. 2. 2002.
13. Nurwidayati A. Kajian Hubungan Antara Daerah Perindukan Keong PerantaraSchistosomiasis Terhadap Kejadian Schistosomiasis di Napu, Kabupaten Poso,Sulawesi Tengah. JVektor Penyakit. 2008;2(1):31-37.
43
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih pada kesempatan ini kami sampaikan kepada Kepala Badan
Litbang Kesehatan, karena penelitian ini dapat terlaksana berkat dukungan dana dari
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI Tahun 2017. Ketua PPI
Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat Badan Litbang Kesehatan, Ketua Komisi Etik Badan
Litbang Kesehatan, P2M Pusat, Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas disetujuinya
usulan ini.
Tak lupa juga kami ucapakan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Propinsi
Sulawesi Tengah, Pemda Kab.Poso, Pemda Kab. Sigi, Puskesmas setempat, atas izin
penelitian dan dukungan yang telah diberikan kepada kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak,
termasuk kerjasama dengan teman-teman Balai Litbang P2B2 Donggala yang telah
banyak memberikan bantuan tenaga dan saran selama kegiatan penelitian berlangsung
sehingga dapat terselesaikan sesuai dengan harapan. Terima kasih juga kami sampaikan
kepada petugas laboratorium schistosomiasis Dataran Tinggi Lindu, Bada dan Lindu yang
secara kooperatif telah mendukung kegiatan penelitian ini.
1
Lampiran
Foto jenis fokus keong perantara penular schistosomiasis