A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Mobilisasi 1. Definisi Pengertian Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. (Mubarak, 2008). Potter dan Perry (1994) menjelaskan mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari- hari dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik. Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya. Sedangkan gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995 dalam Fundamental Keperawatan Potter dan Perry, Ed. 4.)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Mobilisasi
1. Definisi Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi.
(Mubarak, 2008).
Potter dan Perry (1994) menjelaskan mobilisasi mempunyai banyak tujuan,
seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri,
pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan
rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka
sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik.
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya. Sedangkan gangguan
mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu
mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al,
1995 dalam Fundamental Keperawatan Potter dan Perry, Ed. 4.)
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi
Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat
disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko
menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta
kontak antara sumber panas.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Mobilisasi : (Aziz Alimul;2006)
a. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari.
b. Proses Penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat
memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang mengalami
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bawah.
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi kebudayaan.
Contohnya orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilisasi yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilisasi (kaki) karena adat dan kebudayaan tertentu dilarang
untuk beraktivitas.
d. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar seseorang dapat
melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda.
Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan
dengan perkembangan usia.
Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas
lentur dan persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku
karena kepala dan tubuh bagian atas dibawa ke depan dan tidak
seimbang sehingga mudah terjatuh.
Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang
belakang servikal dan lumbal lebih nyata
Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan
tungkai tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat,
berakibat pada perkembangan postur dan peningkatan kekuatan otot.
Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak melakukan tugas-
tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.
Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu
dibanding yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak disimpan di
lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan laki-laki pada bentuk
biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan
meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan
pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di
dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.
Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal
pada tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi
terutama pada wanita hamil. Perubahan ini akibat dari respon
adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan fetus.
Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan. Wanita hamil bersandar
ke belakang dan agak berpunggung lengkung. Klien biasanya
mengeluh sakit punggung.
Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada
orangtua. (Potter and Perry, 2005)
f. Kondisi patologis
Postur abnormal:
Tortikolis: kepala miring pada satu sisi, di mana adanya kontraktur
pada otot sternoklei domanstoid.
Lordosis: kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/
anterior
Kifosis: peningkatan kurva spinal torakal
Kipolordosis: kombinasi dari kifosis dan lordosis.
Skolioasis: kurva spinal yang miring ke samping, tidak samanya
tinggi hip/ pinggul dan bahu.
Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan
lateral.
Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena
kerusakan saraf peroneal.
Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi
karena gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat otot
skeletal
Kerusakan sistem saraf pusat
g. Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah urat, dan
fraktur.
h. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan
dibagi menjadi dua yaitu :
Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau
trauma (misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada
medula spinalis).
Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah
baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan
berpengaruh terhadap mobilitas.
3. Patofisiologi
Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat
disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko
menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta
kontak antara sumber panas. Terjadinya trauma dan kondisi patologis tersebut
dapat menimbulkan fraktur yang menyebabkan pergeseran fragmen tulang
sehingga terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang menimbulkan gangguan
fungsi organ dan akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Beberapa
penyakit seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis dapat menyebabkan
pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga aliran
darah ke otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak yang menimbulkan
stroke yang menyerang pembuluh darah otak bagian depan mengakibatkan
penurunan kekuatan otot (hemiparesis) hingga hilangnya kekuatan otot
(hemiplegia) yang akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Penyebab
lain karena kontak langsung yang terjadi antara tubuh dengan sumber panas
ekstrem seperti air panas, api, bahan kimia, listrik yang menyebabkan kombustio
(luka bakar) dan merusak jaringan kulit yang lebih dalam, menimbulkan sensasi
nyeri terutama saat dilakukan pergerakan pada bagian tersebut sehingga terjadi
hambatan mobilitas fisik.
Pathway : Hambatan Mobilitas Fisik
Fraktur
Iskemia sel-sel otak
Deformitas Menimbulkan sensasi nyeri
Merusak jaringan kulit yang lebih
dalam
Kontak antara sumber panas, (air panas, api, bahan kimia, listrik)
dengan kulit
Hipertensi, DM, Arterosklerosis,
embolis
(+) plak, bekuan darah
Diameter pembuluh darah menyempit
Aliran darah ke otak terganggu
Trauma
Kondisi Patologis
Pergeseran Fragmen Tulang
Stroke
Hemiparesis, hemiplegia
Menyerang anterior cerebral
arteri
Gangguan fungsi organ
Kesakitan saat bergerak
Gangguan mobilitas
Hambatan mobilitas fisik
Pasien lebih banyak berbaring
Kesulitan untuk melakukan
perawatan diri
Defisit perawatan diri
Penekanan pada area penonjolan
tulang
Dekubitus
Risiko kerusakan
integritas kulit
4. Klasifikasi Mobilisasi dan Imobilisasi
1. Jenis Mobilisasi
a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya.
Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan
sensorik. Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Dapat
disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2. Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang ireversible, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomyelitis karena terganggunya system saraf motorik
dan sensorik.
2. Jenis Imobilisasi
a. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami
kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c. Imobilisasi emosional, keadaan ktika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stress berat dapat disebabkan
karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian
anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d. Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
5. Gejala Klinis
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) 2012-2014,
batasan karakteristik dari hambatan mobilitas fisik adalah sebagai berikut:
Penurunan waktu reaksi.
Kesulitan membolak balik posisi
Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti gerakan (mis. meningkatkan
perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan prilaku, fokus pada
ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit).
Dispnea setelah aktivitas.
Perubahan cara berjalan.
Gerakan gemetar.
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus.
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar.
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
Tremor akibat pergerakan.
Ketidakstabilan postur.
Pergerakan lambat.
Pergerakan tidak terkodinasi
Seseorang yang mengalami gangguan mobilitas fisik akan menunjukan
tanda dan gejala seperti di atas.
6. Pemeriksaan Fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian
tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada
tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan