LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR A. DEFINISI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002). Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong, 2003). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor
53
Embed
LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKARdocshare01.docshare.tips/files/24676/246762727.pdf · Gambar 1. Luka bakar derajat I b. ... dinamakan sindrom kompartemen. Volume darah yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan
cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru
mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa
cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar
yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain
adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu
kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau
akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus
kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan
oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai
permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas
menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh
uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera
hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan
nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka
bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar
pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
D. ANATOMI FISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi
utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada
bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian
mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban
dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme
makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang
terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin
D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas: a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan
mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut
terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan
terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan
mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian
basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu: a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis). Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat
serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Kelenjar Pada Kulit
Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar
ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar
apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
Gambar 4. Anatomi Kulit
E. PATOFISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi
jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa
saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ
visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama
dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar
56.10C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang
disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup
hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung
dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka
bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam
ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Crowin,E.J.2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Mahasiswa mampu menyusun dan menjelaskan asuhan keperawatan kritis klien pada luka bakar dengan pendekatan
proses keperawatan.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi luka bakar.
2. Mengetahui etiologi luka bakar.
3. Mengetahui patofisologi dan efek patofisiologi luka bakar
4. Mengetahui fase, kedalaman, luas dan berat ringanya luka bakar
5. Mengetahui penatalaksanaan luka bakar
6. Mengetahui rencana asuhan keperawatan kritis pada klien dengan luka bakar.
BAB 2
KONSEP TEORI LUKA BAKAR
2.1 Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Musliha, 2010).
2.2 Etiologi
Menurut Rahayuningsih (2012), etiologi luka bakar antara lain :
1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas dan bahan padat (solid).
1. Luka bakar bahan kimia (Chemical burn)
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia,
lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. luka bakar
kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000
produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
1. Luka bakar sengatan listrik (Electrical burn)
Lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan perubahannya menjadi tenaga panas, ia
menimbulkan luka bakar yang tidak hanya mengenai kulit dan jaringan sub kutis, tetapi juga semua jaringan pada
jalur alur listrik tersebut. Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltase
tinggi. Anggota gerak merupakan kontak yang terlazim, dengan tangan dan lengan yang lebih sering cedera daripada
tungkai dan kaki. Kontak sering menyebabkan gangguan jantung dan atau pernafasan, dan resusitasi kardiopulmonal
sering diperlukan pada saat kecelakaan tersebut terjadi. Luka pada daerah masuknya arus listrik biasanya gosong dan
tampak cekung.
1. Luka bakar radiasi (Radiasi injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injury ini seringkali berhubungan
dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.
2.3 Patofisiologi Luka Bakar
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir sampai 2 m2 pada orang
dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi. Pembuluh kapiler dibawahnya, area sekitar dan area yang
jauh sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler
ke interstisial sehingga terjadi oedema dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka
bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan.
Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya
kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari
20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil
dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi
setelah delapan jam.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permebilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut
rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi diwajah, dapat terjadi kerusaakan mukosa jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnoe, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida sangat kuat terikat dengan
hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, binggung, pusing, mual dan muntah. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari
ruang intertisial ke pembuluh darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh
pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga kontaminasi dari
kuman saluran nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasnya sangat
berbahaya karena kumanya banyak yang Sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran
napas, tapi kemudian dapat terjadi infasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi
pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah lepas dengan nanah yang banyak.
Infeksi yang infasive ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan keropeng yang mula-mula
sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa
parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang
nyeri, gatal, kaku, dan secara ekstetik sangat jelek.
Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di
persendian; fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak dimukosa lambung atau duedonum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan
ini dikenal dengan tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia
mukosa. Bila keadaan ini berlanjut, dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan dari
tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemisis dan melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein
tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan dari
kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat
dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat
badan menurun. Kecatatan akibat luka bakar inisangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin
mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang
disebut schizophrenia postburn. (Sjamsuhidajat, dkk, 2010).
2.4 Efek patofisiologi luka bakar
Menurut Pujilestari (2007), efek patofisiologi luka bakar antara lain :
1. Pada kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung pada luas dan ukuran luka
bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burn), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang
mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas 25% dari total permukaan tubuh (TBSA:total body
surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luas
injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh.
Menurut Noer (2006), Kerusakan jaringan kulit yang diakibatkan luka bakar juga mengakibatkan proteksi terhadap
tubuh terganggu, sehingga terjadi penguapan yang berlebihan. Pada jaringan kulit normal penguapan terjadi antara
2-20 g/m2/jam atau kurang dari 40 ml/jam. Penguapan yang terjadi melalui jaringan kulit yang rusak akibat luka
bakar sangat besar, dapat mencapai 140-180 gram/m2/jam. Bahkan pada luka bakar yang luas, proses eksudasi dan
penguapan dapat mencapai 300 ml/jam atau lebih dari 7 L/hari. Kondisi Evaporative Heat Loss dan jaringan luka
yang terbuka menyebabkan terjadinya kehilangan cairan tubuh yang berlebihan, karenya perlu
memphitungkan InsisibleWater Loss (IWL) lebih banyak dari biasanya.
Perhitungan IWL pada penderita lukabakar menggunakan persamaan
IWL = (25+% LB) x BSA x 24 jam
Dimana :
% LB : persentasi luas luka bakar
BSA : body surface area, dihitung menggunakan Chart luas permukaan tubuh
25 merupakan konstanta
1. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, histamin, serotonin,leukotrienes,
dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami injuri. Substansi-substansi ini menyebabkan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes ke dalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung
mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung mengenai membran sel
menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan
osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan intracelluler dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut
menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general
baik pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan
sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamin
dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunya cardiac output. Kadar hematocrit menigkat yang
menunjukkan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara
evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan normal pada orang
dewasa dengan sehu tubuh normal perhari adalah 350 ml.
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak diiisi kembali
dengan cairan intravena maka syok hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat
terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah
injuri. Kardiak output kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh
kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi
intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai
dibawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi
pada waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
1. Sistem renal dan gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunya GFR (glomerulus filtration rate)
yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus
intestinal dan disfungsi gastrointestinal pada klien dengan luka bakar yang > 25%.
1. Sistem imun
Fungsi sitem imun mengalami depresi. Depresi pada aktifitas lympocyte, suatu penurunan dalam produksi
hemoglobin, supresi aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutrofil dan magrofag dapat
terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya
infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
1. Sistem respirasi
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmonal, mengakibatkan penurunan kadar oksigen aretri dan “lung compliance”
1) Smoke inhalation
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmonal yang seringkali berhubungan dengan injuri akibat jilatan api.
Keadaan injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30% untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang diduga injuri inhalasi meliputi adanya LB yang mengenai wajah, kemerahan dan
pembengkakan oropharing atau nasopharing, rambut hidung yang gososng, agitasi atau kecemasan, takipnoe,
kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan batuk.
Bronchoskopi dan scaning paru dapat mengkonfirmasi diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap atau gas yang
dihirup.
2) Keracunan carbon momoxide
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar. Ia merupakan gas yang tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan
terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversible berikatan dengan hemoglobin sehingga
membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada
kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum
darah. Manifestasi dari keracunan CO adalah:
(1) Kadar CO 5-10% : gangguan tajam penglihatan
(2) Kadar CO 11-20% : nyeri kepala
(3) Kadar CO 21-30% : mual, gangguan ketangkasan
(4) Kadar CO 31-40% : muntah, dizines, sincope
(5) Kadar CO 40-50% : takipnea, takikardi
(6) Kadar CO > 50% : coma, kematian
2.5 Fase luka bakar
Menurut Musliha (2010), fase luka bakar terbagi menjadi tiga fase :
1. Fase akut
Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),
breathing (mekanisme bernafas), circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam
48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
1. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak
dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi
2) Problem penutupan luka
3) Keadaan hipermetabolisme
1. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ
fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
2.6 Zona luka bakar
Menurut Moenadjat (2009), Jackson membedakan tiga area pada luka bakar, yaitu:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Daerah yang mengalami kontak langsung.Kerusakan jaringan berupa koagulasi (denaturasi) protein akibat pengaruh
trauma termis.Jaringan ini bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak,
karenanya disebut juga zona nekrosis.
1. Zona statis
Daerah di luar/sekitar dan langsung berhubungan dengan zona koagulasi.Kerusakan yang terjadi di daerah ini terjadi
karena perubahan endotel pembuluh darah, trombosit, dan respon inflamasi lokal; mengakibatkan terjadinya
gangguan perfusi (no flow phenomena).Proses tersebut biasanya berlangsung dalam 12-24 jam pasca trauma;
mungkin berakhir dengan zona nekrosis.
1. Zona hiperemia
Daerah di luar zona statis.Di daerah ini terjadi reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi sel.
Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau
berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama (perubahan derajat luka yang menunjukkan perburukan disebut
degradasi luka).
Gambar 2.1 zona luka bakar
2.7 Kedalaman luka bakar
Menurut Kahan & Raves (2011) :
Derajat Lokasi yang
terlibat
Karakteristik Perkembangan klinis Terapi
Derajat 1 atau
ketebalan partial
superfisial
Epidermis Eritema & nyeri Sembuh dalam waktu 3-4 hari
tanpa pembentukan jaringan
parut. Sel-sel epidermis yang
mati mengalami deskuamasi
(mengelupas).
Lotion dan obat
anti inflamasi
non steroid
Derajat 2 atau
ketebalan partial
- superfisial -
dalam
Melewati
epidermis dan
sampai ke dermis
Merah
muda/merah/mengeluarkan
cairan, pembengkakan dan
lepuh, sangat nyeri
Luka bakar dermis superfisial
sembuh dalam waktu 1 minggu
tanpa pembentukan jaringan
parut atau gangguan
fungsional. Luka bakar dermis
yang dalam sembuh dalam
waktu3-8 minggu tetapi disertai
dengan pembentukan jaringan
parut yang beratdan gangguan
fungsi
Dilakukan eksisi
dan graft pada
luka bakar
dermis yg dalam
Derajat 3 atau
ketebalan penuh
Semua lapisan
melewati dermis
Putih atau hitam, seperti
beludru, seperti lilin, tidak
nyeri
Luka bakar hanya dapat
sembuh dengan cara migrasi
epitelial dari perifer dan
kontraksi. Kecuali luka bakar
berukuran kecil, luka bakar ini
Dilakukan eksisi
dan graf
memerlukan tindakan graf.
2.8 Luas luka bakar
Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of nine) yang diprovokasi oleh Wallace,
yaitu:
Kepala dan leher : 9%
Lengan masing-masing 9% : 18%
Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
Tungkai masing-masing 18% : 36%
Genitatalia/perinium : 1%
Total : 100%
Pada anak-anak menggunakan tabel dari lund atau Browder yang mengacu pada ukuran bagian tubuh terbesar
pada seorang bayi/anak (yaitu kepala) (Moenadjat, 2009).
Usia (tahun) 0 1 5 10 15 dws
A-kepala (muka-belakang) 9 ½ 8 ½ 6 ½ 5 ½ 4 ½ 3 ½
B-1 paha (muka belakang) 2 ¾ 3 ¼ 4 4 ¼ 4 ½ 4 ¾
C-1 kaki (muka-belakang) 2 ½ 2 ½ 2 ¾ 3 3 ¼ 3 ½
Gambar 2.1 skema pembagian luas luka bakar
2.9 Berat ringanya luka bakar
1. Berat ringan luka bakar, ditinjau dari kedalaman dan kerusakan jaringan berdasarkan penyebab dan lama
kontak (Pujilestari, 2007).
1) Penyebab
Kerusakan jaringan disebabkan api lebih berat dibandingkan air panas, kerusakan jaringan akibat bahan yang
bersifat koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan selain menimbulkan luka bakar,
juga menyebabkan kerusakan organ dalam akibat daya ledak (eksplosif). Bahan kimia, terutama menyebabkan
kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan
proses penyembuhan.
2) Lama kontak
Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalama kerusakan jaringan. Semakin lama
waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi
1. Berat ringanya luka bakar menurut American college of soergeon:
1) Parah-critical:
Tingkat II : 30% atau lebih
Tingkat III : 10% atau lebih
Tingkat III : pada tangan, kaki dan wajah
Dengan adanya komplikasi pernapasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas
2) Sedang-moderate
Tingkat II : 15-30%
Tingkat III : 1-10%
3) Ringan-minor
Tingkat II : kurang 15%
Tingkat III : kurang 1 %
2.10 Pentalaksanaan
1. Penatalaksanaan luka bakar
1) Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat (2010)
(1) Luka bakar suhu atau thermal
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian
yang terbakar dengan kain basah. Atau korban dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling-guling agar bagian
pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan
mencelupkan bagian yang terbakar atau menyelupkan diri ke air dingin atau melepas baju yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air mengalir
selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada
jam pertama akan menghentikan proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan
terlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas.
(2) Luka bakar kimia
Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah
menganggap ringan luka karena dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal daya rusak
masih terus menembus kulit, kadang sampai 72 jam.
Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara masif yaitu dengan mengguyur
penderita dengan air mengalir dan kalau perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis. Netralisasi
dengan zat kimia lain merugikan karena membuang waktu untuk mencarinya, dan panas yang timbul dari reaksi
kimianya dapat menambah kerusakan jaringan.
Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum, serta pemberian cairan dan
elektrolit.
Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat 10% dibawah jaringan yang terkena, bermanfaat
mencegah ion fluor menembus jaringan dan menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi
kalsium fluorida yang tidak larut. Jika ada luka dalam, mungkin diperlukan debridemen yang disusulskin
grafting dan rekonstruksi.
Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa irigasi dengan air atau sebaiknya larutan
garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita ditangani di rumah sakit.
(3) Luka bakar arus listrik
Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita mengandung muatan listrik selama masih terhubung
dengan sumber arus. Kemudian kalau perlu, dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral harus diberikan
dan umumnya diperlukan cairan yang lebih banyak dari yang diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas.
Kadang luka bakar di kulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan jaringan ternyata lebih dalam. Kalau banyak terjadi
kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini
mengharuskan pengeluaran urin 75-100ml per jam. Selain itu, urin harus dirubah menjadi basa dengan natrium
bikarbonat intravena, yang menghalangi pengendapan mioglobulin. Bila urin tidak segera bening atau pengeluaran
urin tetap rendah, walaupun sudah diberikan sejumlah besar cairan, maka harus diberikan diuretik yang kuat
bersama manitol. Pada penderita cedera otot yang masif, dosis manitol (12,5 gram per dosis) mungkin diperlukan
selama 12-24 jam. Pasien yang gagal berespon terhadap dosis diatas mungkin membutuhkan amputasi anggota gerak
gawat darurat atau pembersihan jaringan nonviabel.
Otot jantung, juga rentan trauma arus listrik. Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan untuk mengetahui adanya
kerusakan jantung dan pemantauan jantung yang terus menerus dilakukan untuk mendiagnosis dan merawat
aritmia. Kerusakan neurologi juga sering terjadi, terutama pada medulla spinalis, tetapi sulit dilihat, kecuali bila
dilakukan tes elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas abdomen perlu dilakukan pada tahap segera setelah cedera
karena arus yang melewati kavitas peritonealis dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan.
(4) Luka bakar radiasi
Pada kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari kontaminan sehingga harus menggunakan
pelindung. Prinsip penolong penderita atau korban radiasi adalah memakai sarung tangan, masker, baju pelindung,
dan detektor sinar ionisasi. Sumber kontaminasi harus dicari dan dihentikan, dan benda yang terkontaminasi
dibersihkan dengan air sabun, deterjen atau secara mekanis disimpan dan dibuang di tempat aman.
Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan. Selain itu, perlu dipikirkan kemungkinan adanya
anemia, leukopenia, trombositopenia, dan kerentanan terhadap infeksi. Sedapat mungkin tidak digunakan obat-