LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
RUANG BERLIAN
RSUD DR.H.MOCH.ANSYARI SALEH BANJARMASIN
Disusun Oleh:
HAFIZ ATMA SASMITA
NIM.P071201123062
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN
BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Hafiz Atma Sasmita
NIM: PO7120113062
Judul: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien
chronic kidney disease (CKD) di ruang berlian RSUD
Dr.H.Moch.Ansyari Saleh BanjarmasinBanjarmasin, Januari
2015Menyetujui,
Kepala Ruang Berlian/CI
Hj.Fauziah, S.kep. Ns
Pembimbing Akademik
Syarniah, M.kep, Sp.KepJ
BAB IKONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal
kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3
bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR)
(Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Smeltzer, 2009) B. KlasifikasiKlasifikasi gagal ginjal
kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus)
dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus
Kockroft Gault sebagai berikut :
DerajatPenjelasanLFG (ml/mn/1.73m2)
1Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90
2Kerusakan ginjal dengan LFG atau ringan60-89
3Kerusakan ginjal dengan LFG atau sedang30-59
4Kerusakan ginjal dengan LFG atau berat15-29
5Gagal ginjal< 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
FKUI
C. Etiologi Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi
etiologi tersering terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34%
dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan
17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing
3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif ,
lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000
dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan
glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi
dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%,
obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan
sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).D. Faktor Predisposisi
Faktor risiko penyakit ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan
diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur
lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes
melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National
Kidney Foundation, 2009).
E. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung
pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan
selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan
massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhimya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron
yang masih tersisa. Proses ini akhimya diikuti dengan penurunan
fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas
tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis
renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang
juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk
terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), keadaan LFG masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti,
akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik),
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien
seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di
bawah 15% akan teljadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.F.
Manifestasi KlinisMenurut Brunner & Suddart (2002) setiap
sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan
gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :a.
Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema
(kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut,
anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot dropg.
Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler G. KomplikasiSeperti penyakit
kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah : 1. Hiperkalemi akibat
penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat
retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
sistem renin angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi
fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang
abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan
nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang
berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.H.
Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi
ginjal.1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran
ginjal dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan
bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan
sel jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis
ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi
lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi
penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan
nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi
sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan
(vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi
metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit
(hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal
kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal
ginjal 1) Laju endap darah
2) UrinVolume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau
urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.Berat
Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5). 4)
Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
Hipertrigliserida
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh
selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer,
2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat
mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini
karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan
dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan
cara mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah
(diet, kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake
protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari
dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme
(menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau
mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus ,
neurologik, perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan
diet; 4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota
keluarga(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah
memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini
biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan Overload
cairan (edema paru)
Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran Efusi perikardial
Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang
memburuk.Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan
derajat LFG nya, yaitu:
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan
mengacu pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut
:
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian
CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu
lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak
sehat.2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti
DM, glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme,
obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga
dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.3. Pola nutrisi dan
metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB
dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.4. Pola eliminasiGejalanya
adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu.5. Pengkajian fisika. Penampilan / keadaan
umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea,
nadi meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan
cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut
bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada
leher. f. Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada
berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak
simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor
jelek, perut buncit. h. Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia
kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas. Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu,
terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari
1 detik.
j. Kulit. Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit
bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran
urin dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.C. Rencana Asuhan
KeperawatanNODiagnosa KeperawatanTujuan & KHKode NICIntervensi
Keperawatan
1.Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin dan
retensi cairan dan natrium.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam volume
cairan seimbang.
Kriteria Hasil:
NOC : Fluid Balance Terbebas dari edema, efusi, anasarka Bunyi
nafas bersih,tidak adanya dipsnea Memilihara tekanan vena sentral,
tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign
normal.41302100
Fluid Management :1. Kaji status cairan ; timbang berat
badan,keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya
edema2. Batasi masukan cairan3. Identifikasi sumber potensial
cairan 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
cairan5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.Hemodialysis
therapy1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya
BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum
perawatan untuk mengevaluasi respon thdp terapi.2. Rekam tanda
vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah
untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.3. Sesuaikan tekanan
filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan berlebih
di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk menyesuaikan
panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara
pengobatan
2Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia mual
muntah.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi
seimbang dan adekuat.
Kriteria Hasil:
NOC : Nutritional Status Nafsu makan meningkat Tidak terjadi
penurunan BB Masukan nutrisi adekuat Menghabiskan porsi makan Hasil
lab normal (albumin, kalium)
1100Nutritional Management1. Monitor adanya mual dan muntah2.
Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan status
nutrisi.3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan untuk
perencanaan treatment selanjutnya.4. Monitor intake nutrisi dan
kalori klien.5. Berikan makanan sedikit tapi sering6. Berikan
perawatan mulut sering7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet sesuai terapi
3Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
paruSetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas
adekuat.
Kriteria Hasil:
NOC : Respiratory Status Peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat Bebas dari tanda tanda distress pernafasan Suara nafas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Tanda
tanda vital dalam rentang normal33503320Respiratory Monitoring
1. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi2.
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal3. Monitor pola nafas
: bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes4.
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahanOxygen Therapy1. Auskultasi bunyi
nafas, catat adanya crakles2. Ajarkan pasien nafas dalam3. Atur
posisi senyaman mungkin4. Batasi untuk beraktivitas5. Kolaborasi
pemberian oksigen
4Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam perfusi
jaringan adekuat.Kriteria Hasil:
NOC: Circulation Status
Membran mukosa merah muda Conjunctiva tidak anemis Akral hangat
TTV dalam batas normal. Tidak ada edema
4066Circulatory Care
1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
ekstremitas).
2. Kaji nyeri
3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
memperbaiki sirkulasi.
5. Monitor status cairan intake dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
DAFTAR PUSTAKAAnonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus.
http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-pada-diabetes-melitus.pdf
diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang
Memakai Prinsip Ilmu Fisika.
http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada
tanggal 23 Februari 2014Bakta, I Made & I Ketut Suastika,.
Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical
Nursing Clinical Management for Positive Outcome Seventh Edition.
China : Elsevier inc. 2005Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K.,
Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention Classification (NIC).
USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.Johnson, M. Etal. Nursing
Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.Nahas,
Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University
Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta :
EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2006