LAPORAN TUTORIAL MODUL IBLOK ENDOKRIN DAN MENTABOLIKBERAT BADAN
MENURUN
PEMBIMBING: dr.DISUSUN OLEH:KELOMPOK 5Muh Azrul Azhari Djafar110
211 0024Rahmi Taftawaty110 213 0008Ramdhani Witia110 213 0021M.
Luthfi Syahdatin110 213 0026Titin Suhartina110 213 0039St. Giranti
Ardilia Gunadi110 213 0074Ghea Anisah110 213 0075Rahmawati S.110
213 0087Suardiman110 213 0088Syahnaz Mardiah Alkatiri110 213
0111Izmy Nurul Khasanah110 213 0112Wahyuni Rachaman110 213 0143
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2015MODUL
1BERAT BADAN MENURUN
Seorang laki-laki umur 45 tahun, mengunjungi dokter oleh karena
berat badan menurun yang dialami sejak 1 bulan terakhir. Nafsu
makan baik dan yang bersangkutan tidak sedang melakukan program
diet. Penderita juga mengeluh akhir-akhir ini selalu merasa lemas,
lelah dan selalu mengantuk dan terganggu dengan keluhan kram pada
kedua tungkai.
KATA SULIT : Diet : Kebiasaan dalam hal jumlah dan jenis makanan
atau minuman yang dimakan oleh seseorang dari hari ke hari;
terutama makanan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan individu
yang spesifik, mencakup atau tidak mencakup bahan makanan tertentu.
Kram : Nyeri akibat spasme oto dkaki yang timbull karena otot
berkontraksi terlalu keras.
KATA KUNCI : Laki-laki 45 tahun Berat badan menurun sejak 1
bulan terakhir tetapi nafsu makan baik Tidak melakukan program diet
Lemas, lelah, mengantuk Kram pada kedua tungkai
PERTANYAAN PENTING1. Mengapa berat badan menurun sedangkan nafsu
makan baik ?2. Mengapa pasien selalu merasa lemas, lelah, dan
mengantuk ?3. Mengapa pasien mengalami kram pada kedua tungkai ?4.
Hormon apa saja yang dapat menyebabkan berat badan menurun ?5.
Penyakit apa saja yang dapat menyebabakan berat badan menurun ?6.
Bagaimana langkah-langkah diagnosis kasus diatas ?7. Apa
differential diagnosis kasus diatas ?8. Tindakan preventif yang
sesuai dengan scenario ?
JAWABAN PERTANYAAN :
1. Mengapa berat badan menurun sedangkan nafsu makan baik
?Jawab:Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat. Kadang ada
diare. Sehingga terjadi penurunan asupan nutrisi pada organ. Untuk
mengkompensasi kondisi tersebut tubuh akan melakukan proses
pemecahan cadangan energy berupa protein dan lemak. Hal ini
menyebabkan penurunan massa otot dan pengurangan fraksi lipid dalam
tubuh sehingga terjadi penurunan berat badan.
Sedangkan pada pasien resistensi hormon insulin, maka akan
menimbulkan hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiposekresi insulin disebabkan
oleh rusaknya sel beta pancreas sedangkan resistensi insulin
disebabkan tidak adanya atau tidak sensitifnya reseptor insulin
yang berada di permukaan sel. Hiposekresi dan resistensi insulin
menyebabkan glukosa tidak masuk ke dalam sel sehingga tidak
dihasilkan energi. Akibatnya terjadi penguraian glikogen dalam
otot. Dan pemecahan protein sehingga menyebabkan penurunan berat
badan.1
2. Mengapa pasien selalu merasa lemas, lelah, dan mengantuk
?Jawab : Mekanisme terjadinya lemah, lelah dan mengantuk.Lemah dan
lelah disebabkan oleh penurunan utilisasi glukosa oleh jaringan
(kekurangan energi) dan terjadinya peningkatan metabolisme anaerob
yang menghasilkan energi lebih sedikit serta penumpukan asam
laktat. Dapat pula disebabkanoleh ketosa yang kemudian menyebabkan
asidosis metabolik, penurunan massa otot akibat penguraian protein,
glikogen dan osmosis akibat hiperglikemia.Mengantuk disebabkan oleh
menurunnya suplai oksigen pada otak. Hal ini disebabkan karena
penurunan insulin yang menyebabkan tingginya kadar glukosa dalam
darah hal ini mengakibatkan viskositas darah meningkat. Viskosits
darah meningkat menyebabkan penurunan darah plasma. Penurunan
volume plasma ini juga berarti bahwa darah yang di pompa oleh
jantung menurun. Hal ini berdampak pada kekurangan transport darah
ke otak sehingga otak tidak mendapatkan cukup oksigen. Hal inilah
yang menyebabkan timbulnya rasa mengantuk.2
3. Mengapa pasien mengalami kram pada kedua
tungkai?Jawab:Neuropati merupakan komplikasi kronik diabetes yang
sering ditemukan. Gejala klinik biasanya dimulai dari bagian distal
tubuh dengan menghilangnya persepsi proprioseptif, penurunan
responsi terhadap sentuhan, rasa nyeri, hiporefleksi, kulit di
daerah tersebut menjadi atrofi, kering dan dingin, dan bulu kulit
rontok.Neuropati diabetik dapat dibagi menjadi beberapa sindroma
klinik neurologik. Banyak hipotesis yang diajukan untuk mencoba
menerangkan sebab dan mekanisme terjadinya neuropati ini, akan
tetapi pada umumnya dianggap sebagai akibat kelainan metabolik atau
akibat vaskulopati.Macam-macam neuropati
diabetikMacamMekanismeManifestasi Klinik
Polineuropati diabetikMetabolikParestesi, menghilangnya persepsi
vibrasi & prosisi distal-proksimal, hiporefleksi, atrofi kaki,
sendi Charcot, ulserasi plantar.
Mononeuropati-radikulopatiVaskulerSaraf sentral, saraf periferi,
mononeuropati multipleks; gejala dan tanda klinik tergantung pada
saraf yang terkena (misalnya neuritis interkostal)
Mononeuropati-arniotrofiMetabolikPengecilan otot proksimal
asimetrik, kelemahan, rasa sakit, refleks tendo abnormal,
disestesia paha bagian depan.
Neuropati: Autonomik Motorik Sensorik MetabolikImpotensi, diare,
neurogenic bladder, konstipasi dengan dilatasi kolon,
gastroparesis, disfungsi empedu, gangguan keringat, hipotensi
ortostatik, abnormalitas refleks kardiovaskuler.
Sampai sekarang hanya mononeuropati-radikulopati diabetik yang
dianggap sebagai akibat iskemia, karena timbulnya sangat mendadak
dan sering kali disertai gangguan vaskuler. Komplikasi vaskuler
yang mengakibatkan iskemia dan infark neuron, gejala dan tanda
klinik yang ditimbulkannya tergantung pada lokalisasi saraf yang
terkena, motorik atau sensorik. Kadangkala ia memberikan nyeri yang
sangat. 3
4. Hormon apa saja yang dapat menyebabkan berat badan menurun
?Jawab :1. GhrelinGhrelin adalah hormon stimulator GH. GHS
diproduksi paling banyak oleh kelenjar oksintik yang berada di
dalam lambung, selain itu juga oleh sel epsilon dalam pankreas,
nukleus arkuata dalam hipotalamus.Selain melakukan stimulasi
sekresi hormon GH, GHS juga mengaktivasi sistem hipotalamik yang:
mengendalikan sekresi GH, yaitu neuron GHRH berperan dalam
peningkatan nafsu makan mengatur penumpukan lemak ke dalam jaringan
adiposa.2.Leptin Hormon ini dilepaskan oleh sel-sel lemak. Leptin
dikeluarkan ke dalam sitem sirkulasi oleh jaringan adiposa. Serum
dan plasma leptin tertinggi terdapat pada orang yang memiliki BMI
(Body mass index) tertinggi dan total persen lemak tubuh yang
dimiliki. Leptin juga dapat menyebrangi Blood brain barrier (BBB)
dan cairan cerebral spinal (CSF) yang juga dipengaruhi dari tingkat
BMI. Setelah dikeluarkan oleh jaringan adiposa, leptin akan memberi
sinyal ke otak dan memberikan informasi terkait status persediaan
energi di dalam tubuh. Informasi ini yang dapat menyebabkan
penurunan nafsu makan dan peningkatan pengeluaran energi dari lemak
yang tersedia.3. AdiponectinAdiponectin juga salah satu hormon yang
dilepaskan dari sel lemak. Tapi tidak seperti leptin, semakin kurus
tubuh akan lebih banyak juga adiponectin yang diproduksi sel lemak.
Hormon ini meningkatkan kemampuan otot untuk menggunakan
karbohidrat sebagai energi, meningkatkan metabolisme tubuh dan
menekan nafsu makan.4. InsulinInsulin merupakan hormon yang terdiri
dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar
pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta,
insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai
kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah.
5. GlucagonGlucagon merupakan hormon yang cara kerjanya
kebalikan dari insulin. Jika insulin menyimpan karbohidrat dan
membentuk lemak, glucagon bertanggung jawab menghancurkan timbunan
karbohidrat dan lemak; melepaskan mereka sehingga tubuh Anda bisa
menggunakannya untuk energi. Konsumsi makanan tinggi protein dan
rendah karbohidrat merupakan cara paling baik untuk memaksimalkan
pelepasan glucagon.6.CCKKependekan dari Cholecystokinin, hormon ini
dilepaskan dari sel ke usus kapanpun Anda makan protein atau lemak.
Tapi CCK tidak hanya menetap di usus. Sebaliknya, CCK akan bekerja
sama dengan sistem syaraf dan perut untuk memperlambat proses
pencernaan. Hasilnya, Anda akan merasa kenyang lebih lama. Agar
mendapatkan manfaat maksimal dari hormon ini, pastikan Anda
mendapatkan protein dan lemak sehat dari setiap makanan yang
dikonsumsi.7.EpinephrineEpinephrine memicu pembakaran lemak yang
nantinya dikeluarkan sebagai energi untuk tubuh. Hormon ini juga
bisa menahan hasrat makan. Agar epinephrine bekerja maksimal, harus
ada aktivitas fisik yang mendorong pelepasan Epinephrine dalam
tubuh.8.GrowthHormonHormon pertumbuhan atau growth hormone, sering
disebut-sebut sebagai kunci agar awet muda. Tapi manfaatnya tak
hanya itu, hormon pertumbuhan juga membantu penurunan berat badan.
Hormon ini berinteraksi dengan sel-sel lemak dan memerintahkan
mereka untuk hancur serta membakar cadangan lemak untuk energi.
Hormon pertumbuhan bisa ditingkatkan jumlahnya dengan olahraga
intensitas tinggi, circuit training (semi-kardio) dan tidur yang
berkualitas.4,55. Penyakit apa saja yang dapat menyebabakan berat
badan menurun ?jawab : 66. Bagaimana langkah-langkah diagnosis
?jawab : Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2Hasil Anamnesis
(Subjective) Keluhan:1. Polifagi2. Poliuri3. Polidipsi4. Penurunan
berat badan yang tidak jelas sebabnya Keluhan tidak khas DM:1.
Lemah2. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)3. Gatal4.
Mata kabur5. Disfungsi ereksi pada pria6. Pruritus vulvae pada
wanita7. Luka yang sulit sembuh Faktor risiko DM tipe 2:1. Berat
badan lebih dan obesitas (IMT 25kg/m2)2. Riwayat penyakit DM di
keluarga3. Mengalami hipertensi (TD 140/90 mmHg atau sedang dalam
terapi hipertensi)4. Pernah didiagnosis penyakit jantung atau
stroke (kardiovaskular)5. Kolesterol HDL 250mg/dl atau sedang dalam
pengobatan dyslipidemia6. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa
terganggu)/TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)7. Aktivitas jasmani
yang kurang
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan fisik patognomonis- Penurunan berat badan yang tidak
jelas penyebabnya Faktor predisposisi1. Usia >45 tahun2. Diet
tinggi kalori dan lemak3. Aktivitas fisik yang kurang4. Hipertensi
(TD 140/90 mmHg)5. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT)6. Penderita penyakit jantung
coroner, tuberculosis, hipertiroidisme7. Dyslipidemia Pemeriksaan
penunjang:1. Gula darah puasa2. Gula darah 2 jam post prandial3.
HbA1C.7Diagnosis KlinisDiagnosis DM ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan
atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemerik-
saan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan
pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.I.1.1.
Diagnosis diabetes melitusBerbagai keluhan dapat ditemukan pada
penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila
terdapat kelu- han klasik DM seperti di bawah ini: Keluhan klasik
DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat
berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanitaDiagnosis DM
dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegak- kan diagnosis DM.2. Pemeriksaan glukosa
plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.3. Tes
toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesiik dibanding dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan
khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa
dapat dilihat pada bagan1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak
hamil dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pe- meriksaan tidak
memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang
diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L). 2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL
(5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140
mg/dL.
Tabel 2. Kriteria diagnosis DM1. Gejala klasik DM + glukosa
plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhirAtau
2. Gejala klasik DM+Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0
mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jamAtau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam
air.
* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan
menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada
sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): Tiga hari sebelum
pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam
hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan. Diperiksa kadar glukosa darah puasa. Diberikan
glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
2 jam setelah minum larutan glukosa selesai. Diperiksa kadar
glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa. Selama proses
pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap isti- rahat dan tidak
merokokI.1.2. Pemeriksaan penyaring Pemeriksaan penyaring dilakukan
pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak menunjukkan
adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan
pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih
dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua
keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM
dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari. Pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa. Skema langkah-langkah pemeriksaan
pada kelompok yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada bagan1.
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass
screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada
umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang
ditemukan adanya kelainan. Pemer iksaan penyaring dianjurkan
dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general
check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa se-
bagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai pato- kan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)
Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan
kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang
berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan
penyaring da- pat dilakukan setiap 3 tahun.
Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi
glukosa
I.2. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah
meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.I.2.1. Tujuan
penatalaksanaan Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
glukosa darah. Jangka panjang: mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan proil
lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajar
kan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
I.2.2. Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang
diabetesI.2.2.1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan
pertama: Evaluasi medis meliputi: Riwayat Penyakit Gejala yang
timbul,Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa
darah, A1C, dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM Pola
makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan Riwayat
tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda Pengobatan yang pernah
diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan
penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara
mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi
kesehatan. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang
diguna kan, perencanaan makan dan program latihan jasmani. Riwayat
komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia,
dan hipoglikemia) Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi
kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki Gejala dan riwayat
pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran
pencernaan, dll.) Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap
glukosa dara Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit
jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk
penyakit DM dan endokrin lain) Riwayat penyakit dan pengobatan di
luar DM Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status
ekonomi Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar
pinggang Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan
darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemung kinan adanya
hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI),untuk
mencari kemungkinan penyakit pem buluh darah arteri tepi
Pemeriksaan funduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun
dengan stetoskop Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk
jari Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat
penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis Tandatanda penyakit
lain yang dapat menimbulkan DM tipelain Evaluasi
Laboratoris/penunjang lain Glukosa darah puasa dan 2 jam post
prandial A1C Proil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL,
LDL, dan trigliserida) Kreatinin serum Albuminuria Keton, sedimen,
dan protein dalam urin Elektrokardiogram Foto sinarx dada
RujukanSistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan
kesehatan yang memungkinkan dilakukan rujukan. Rujukan meliputi:
Rujukan ke bagian mata Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai
indikasi Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes Rujukan
kepada perawat khusus kaki (podiatrist), spesialis perilaku
(psikolog) atau spesialis lain sebagai bagian dari pelayanan dasar.
Konsultasi lain sesuai kebutuhanI.2.2.2. Evaluasi medis secara
berkala Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam
sesudah makan, atau pada waktuwaktu tertentu lain nya sesuai dengan
kebutuhan Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (36) bulan Secara
berkala dilakukan pemeriksaan: Jasmani lengkap Mikroalbuminuria
Kreatinin Albumin/globulin dan ALT Kolesterol total, kolesterol
LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida EKG Foto sinarX dada
FunduskopiI.2.3. Pilar penatalaksanaan DM1. EdukasiDiabetes tipe 2
umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang
pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.2. Terapi gizi medis Terapi Nutrisi Medis
(TNM) merupakan bagian dari penata laksanaan diabetes secara total.
Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran
terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir
sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan
jumlah makanan, ter utama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin.3. Latihan jasmaniKegiatan jasmani
seharihari dan latihan jasmani secara teratur (34 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan seharihari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka
yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.4.
Intervensi farmakologisTerapi farmakologis diberikan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. A. Obat
hipoglikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5
golongan: Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):
sulfonilurea dan glinid Peningkat sensitivitas terhadap insulin:
metformin dan tiazolidindion Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. DPPIV
inhibitorB. Suntikan Insulin Agonis GLP1/incretin mimetic Terapi
Kombinasi.8
7. Apa diferential diagnosis kasus tersebut ?jawab :A. Diabetes
Mellitusa. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM)
merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan
berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh
darah(ADA, 2012). Diabetes Mellitus adalah sindrom klinis yang
ditandai dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin yang
absolut maupun relatif. Kurangnya hormon insulin dalam tubuh yang
dikeluarkan dari sel B pankreas mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak menyebabkan gangguan signifikan.
Kadar glukosa darah erat diatur oleh insulin sebagai regulator
utama perantara metabolisme. Hati sebagai organ utama dalam
transport glukosa yang menyimpan glukosa sebagai glikogen dan
kemudian dirilis ke jaringan perifer ketika dibutuhkan (Animesh,
2006).
b. Epidemiologi Diabetes Mellitus Indonesia menduduki posisi
keempat dunia setelah India, Cina, dan Amerika dalam prevalensi DM.
Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM adalah
sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030
menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian
DM tidak hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara
berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara
nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan
dan adanya gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi
berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur
lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7%
(Depkes, 2008). c. Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut American
Diabetes Association (ADA,2013), klasifikasi diabetes meliputi
empat kelas klinis : 1. Diabetes Mellitus tipe 1 Hasil dari
kehancuran sel pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin
yang absolut. 2. Diabetes Mellitus tipe 2 Hasil dari gangguan
sekresi insulin yang progresif ynag menjadi latar belakang
terjadinya resistensi insulin.3. Diabetes tipe spesifik lain
Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel , gangguan genetik pada
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic
fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti
dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ). 4.
Gestational Diabetes Mellitus
d. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Faktor risiko DM tipe 2
antara lain adalah (Powers, 2010): Riwayat keluarga menderita
diabetes (contoh: orang tua atau saudara kandung dengan DM tipe 2)
Obesitas (Indeks Massa Tubuh 25 kg/m2) Aktivitas fisik Ras/etnis
Gangguan Toleransi Glukosa Riwayat Diabetes Gestational atau
melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg Hipertensi (tekanan
darah 140/90 mmHg) Kadar kolesterol HDL 35 mg/dL (0,90 mmol/L)
dan/atau kadar trigliserida 250 mg/dL (2,82 mmol/L) Polycystic
Ovary Syndrome atau Acantosis Nigricans Riwayat kelainan darah e.
Patogenesis Diabetes Mellitus 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 DM tipe 1
adalah hasil dari interaksi genetik, lingkungan, dan faktor
imunologi yang pada akhirnya mengarah pada kerusakan sel pankreas
dan defisiensi insulin. DM tipe 1 adalah hasil dari interaksi
genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang pada akhirnya
mengarah terhadap kerusakan sel pankreas dan insulin defisiensi.
Massa sel kemudian menurun dan sekresi insulin menjadi semakin
terganggu, meskipun toleransi glukosa normal dipertahankan (Powers,
2010). 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 DM tipe 2 ditandai dengan
gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, produksi glukosa
hepatik yang berlebihan, dan abnormal metabolisme lemak. Obesitas,
khususnya visceral atau pusat (yang dibuktikan dengan rasio
pinggul/pinggang), sangat umum di DM tipe 2. Pada tahap awal
gangguan, toleransi glukosa tetap mendekati normal, meskipun
resistensi insulin, karena sel-sel pankreas mengkompensasi dengan
meningkatkan produksi insulin. Resistensi insulin dan kompensasi
hiperinsulinemia, pankreas pada individu tertentu tidak dapat
mempertahankan keadaan hiperinsulinemia. IGT, ditandai dengan
peningkatan glukosa postprandial, kemudian berkembang. Lebih
lanjut, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa
hepatik menyebabkan diabetes dengan hiperglikemia puasa. Akhirnya,
kegagalan sel mungkin terjadi (Powers, 2010).f. Gejala Klinis
Diabetes Mellitus Manifestasi utama penyakit DM adalah
hiperglikemia, yang terjadi akibat (1) berkurangnya jumlah glukosa
yang masuk ke dalam sel; (2) berkurangnya penggunaan glukosa oleh
berbagai jaringan; dan (3) peningkatan produksi glukosa
(glukoneogenesis) oleh hati. Poliuri, polidipsi dan penurunan berat
badan sekalipun asupan kalori memadai, merupakan gejala utama
defisiensi insulin. Kadar glukosa plasma jarang melampaui 120 mg/dL
pada manusia normal, kadar yang jauh lebih tinggi selalu dijumpai
pada pasien defisiensi kerja insulin. Setelah kadar tertentu
glukosa plasma dicapai (pada manusia pada umumnya >80 mg/dL),
taraf maksimal reabsorpsi glukosa pada tubulus renalis akan
dilampaui, dan gula akan diekskresikan ke dalam urine (glukosuria).
Volume urine meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan
kehilangan air yang bersifat obligatorik pada saat yang bersamaan
(poliuria) : kejadian ini selanjutnya akan menimbulkan dehidrasi
(hiperosmolaritas), bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum
(polidipsia). Glukosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup
besar (4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat yang diekskresikan
keluar); kehilangan ini, jika ditambah lagi dengan hilangnya
jaringan otot dan adiposa, akan mengakibatkan penurunan berat badan
yang hebat meskipun terdapat peningkatan selera makan (polifagia)
dan asupan kalori yang normal atau meningkat (Granner, 2003). g.
Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus Uji diagnostik DM dilakukan
pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji
diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan
penyaringnya positif untuk memastikan diagnosis definitif.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian
dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Diagnosis
klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikeluhkan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada pasien wanita
(Purnamasari, 2009). Menurut American Diabetes Association,
kriteria diagnostik untuk DM sebagai berikut : Gejala diabetes
disertai kadar glukosa darah ad random 11,1 mmol/L (200 mg/dL),
atau Kadar glukosa darah puasa 7,0 mmol/L (126 mg/dL), atau Kadar
glukosa darah dua jam pascaprandia l1 1,1 mmol/L (200 mg/dL) selama
tes toleransi glukosa oral (Powers, 2010)h. Komplikasi Diabetes
Mellitus Komplikasi diabetes terbagi 2 yaitu komplikasi akut dan
kronik. 1. Komplikasi Akut Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan
Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS) adalah komplikasi akut
diabetes (Powers, 2010). Pada Ketoasidosis Diabetik (KAD),
kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra
regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif
pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga
terjadi peningkatan produksi badan keton dan asam lemak secara
berlebihan. Akumulasi produksi badan keton oleh sel hati dapat
menyebabkan asidosis metabolik. Badan keton utama adalah asam
asetoasetat (AcAc) dan 3-beta-hidroksibutirat (3HB). Pada
Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS), hilangnya air lebih banyak
dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar (Soewondo,
2009). 2. Komplikasi KronikJika dibiarkan dan tidak dikelola dengan
baik, DM akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik,
baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Waspadji, 2009).
Komplikasi kronik DM bisa berefek pada banyak sistem organ.
Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu komplikasi
vaskular dan non-vaskular. Komplikasi vaskular terbagi lagi menjadi
mikrovaskular (retinopati, neuropati, dan nefropati) dan
makrovaskular (penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer,
penyakit serebrovaskular). Sedangkan komplikasi non-vaskular dari
DM yaitu gastroparesis, infeksi, dan perubahan kulit (Powers,
2010).24
B. Hipertiroida. DefinisiHipertiroid adalah suatu keadaan
hipermetabolik disebut juga tirotoksikosis, terjadi akibat
kelebihan sekresi tiroksin (T4) atau triiodo-tironin (T3)..
Hipertiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang
merupakan akibat dari produksi hormone tiroid yang berlebihan.
Hipertiroid adalah keadaan di mana kadar hormone tiroid yang
berlebihan dan terlalu aktif. Hipertiroidisme adalah keadaan di
mana produksi hormon tiroksin berlebihan.b. EtiologiHipertiroidisme
dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan
disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negative HT
terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat malfungsi
hipofisis memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang tinggi. TRF
akan rendah karena umpan balik negative dari HT dan TSH.
Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT
yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan. Lebih dari 90%
hipertiroidisme adalah penyakit Graves dan nodul tiroid toksik. c.
Klasifikasi1. Penyakit Graves- Graves ialah nama orang yang pertama
menemui penyakit ini. Penyakit Graves merupakan penyebab tersering
hipertiroidisme merupakan suatu penyakit otoimun yang biasanya
ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH
pada kelenjar tiroid. Otoantibodi IgG ini yang disebut
immunoglobulin perangsang tiroid (Thyroid-Stimulating
Immunoglobulin), meningkatkan pembenukan HT.Badan pesakit yang
mengalami hipertiroidisme selalu akan mengeluarkan antibody, yang
kemudian akan merangsang kelenjar tiroid untuk menjadi aktif.
Penyebab penyakit Graves tidak diketahui, namun tampaknya terdapat
predisposisi genetic terhadap penyakit otoimun. Penyakit Graves
biasanya terjadi pada usia sekitar 30-40 tahun dan lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria.
2. Penyakit multi nodular goiterKeadaan di mana wujud nodul pada
tiroid dan berfungsi sama ada secara aktif, normal atau tidak aktif
langsung.
3. Adenoma toksikWujud satu nodul saja pada tiroid tetapi nodul
itu aktif dan mengeluarkan hormone berlebih.
d. PatofisiologiTiroid hiperaktif (hipertiroidisme) terjadi
karena produksi hormon tiroid yang berlebihan. Pada sebagian besar
pasien, hipertiroidisme terjadi akibat adanya sejenis antibodi
dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya
produksi hormon tiroid yang berlebihan, tetapi juga ukuran kelenjar
tiroid menjadi besar. Penyebab adanya antibodi tersebut belum
diketahui, mungkin ada kaitannya dengan faktor keturunan. Produksi
hormon tiroid yang berlebihan terjadi dengan sendirinya tanpa
kendali dari TSH. Jenis hipertiroidisme ini disebut penyakit
Graves.Pada penyakit Graves terdapat 2 kelompok gambaran utama,
tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tidak tampak.
Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hyperplasia kelenjar tiroid
dan hipertiroidisme akibat sekresi hormone tiroid yang berlebihan.
Gejala-gejala hipertiroid berupa manifestasi hipermetabolisme dan
aktivitas simpatis yang berlebihan, manifestasi ektratiroidal
berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit local yang biasanya pada
tungkai bawah. Jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh
limfosit, sel mast, dan sel-sel plasma yang mengakibatkan
eksoftalmoa, okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstra
ocular.Goiter nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien
lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik. Pada
pasien-pasien ini hipertiroidisme timbul secara lambat dan
manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit Graves.
Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten
terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan
bukti-bukti penurunan BB, lemah, dan pengecilan otot. Penderita
goiter nodular toksik memperlihatkan tanda-tanda mata melotot,
pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang akibat aktivitas
simpatis yang berlebihan.Penderita hipertiroidisme berat dapat
mengalami krisis atau badai tiroid yang bias membahayakan
kehidupan. Apabila terdapat manifestasi klinis hipertiroidisme,
maka tes laboratorium akan menunjukkan pengambilan resin
triyodotironin/T3 dan tiroksin serum yang tinggi, serta kadar TSH
serum rendah. Selain itu TSH tidak dapat memberikan respon terhadap
rangsangan oleh TRH, suatu tiroid releasing hormone dari
hipotalamuse. Manifestasi KlinisPada umumnya gejala klinik berupa:
Gangguan kardiopulmoner seperti: Berdebar-debar Hipertensi sistolik
Tekanan nadi meningkat Kadang-kadang disertai sesak nafas Gangguan
gastrointestinal Selera makan semakin bertambah Berat badan mulai
menurun Kerap buang air besar/diare Malabsorpsi Sering
berpeluh/berkeringat karena metabolisme meningkat Gangguan saraf
dan neuromuskular oleh kelebihan tiroksin Emosi labil Rasa gelisah
Susah tidur Hiperkinetik (banyak bergerak) Lumpuh kaki, terutama di
kalangan laki-laki. Penglihatan terjejas karena saraf mata tertekan
Menggeletar jari tangan Mata melotot/bola mata menonjol terjadi
akibat pembengkakan otot dan jaringan lemak di sekitar mata.
Kelainan kulit Biasanya kulit menjadi hangat, lembab dan terdapat
hiperpigmentasi Kelainan pada jari tangan dan kulit pada depan
betisSering ditemukan menstruasi tidak teratur, infertilitas akan
tetapi setelah hipertiroidisme terkendali lagi sistem reproduksi
bisa kembali normal.f. KomplikasiHipertiroid yang menyebabkan
komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi atrium dan kelainan
ventrikel akan sulit dikontrol. Pada orang Asia dapat terjadi
episode paralysis yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan
karbohidrat da adanya hipokalemia dapat terjadi sebagai komplikasi.
Hiperkalsemia dan nefrokalsinosis dapat terjadi. Pria dengan
hipertiroid dapat mengalami penurunan libido, impotensi,
berkurangnya jumlah sperma, dan ginekomastia.g.
PenatalaksanaanPengobatan penderita hipertiroid dapat dilakukan
dengan berbagai cara, dengan obat-obatan, pembedahan, maupun dengan
menggunakan bahan radioaktif. Lamanya penanganan dengan obat-obatan
bias sampai 12 bulan. Dengan pembedahan, hanya sebagian kelenjar
yang diambil, sedangkan pengobatan dengan radioaktif tidak boleh
dilakukan pada ibu hamil. Secara lengkap teknik pengobatannya
yaitu: BeristirahatUntuk kasus-kasus yang ringan, cukup berobat
jalan dengan observasi yang baik. Sedangkan untuk kasus-kasus yang
berat, diperlukan istirahat total, lebih-lebih bila pasien
direncanakan akan dioperasi. MakananPengaturan makanannya yaitu
tinggi kalori, tinggi vitamin dan mineral serta cukup protein.
Obat-obatanApabila masalahnya berada di tingkat kelenjar tiroid,
maka pengobatan yang diberikan adalah pemberian obat antitiroid
yang menghambat produksi HT dan atau obat-obat penghambat beta
untuk menurunkan hiperresponsivitas simpatis.Jenis obat-obatan yang
biasanya diberikan di antaranya adalah: Propiltourasi (PTU), 100 mg
3x sehari, sampai tercapai kondisi eutiroid (keadaan normal). Ini
diberikan untuk menormalkan produksi hormone tiroidnya.
Fenobarbital yang berfungsi sebagai penenang atau obat tidur karena
pasien biasanya gekisah dan tidak bias tidur. Vitamin B kompleks
diberikan karena kekurangan vitamin B adalah salah satu pemicu
hipertiroid. Terapi yodium radioaktifIndikasi pengobatan dengan
yodium radioaktif diberikan pada:1. Pasien umur 35 tahun atau
lebih2. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi3. Gagal
mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.4. Tidak mampu
atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid5. Adenoma toksik,
goiter multinodular toksikBiasanya dilakukan pada
penderita-penderita tertentu dan berusia di atas 40 tahun, yaitu
apabila sering terjadi kekambuhan (relaps) setelah diterapi dengan
obat-obatan, atau kekambuhan setelah operasi. Tindakan operasiCara
ini jarang dilakukan dokter karena beresiko tinggi. Komplikasi
operasi yang mungkin terjadi ialah hipoparatiroid atau kadar
kelenjar paratiroidnya menjadi rendah, paralysis (kelumpuhan) pita
suara sehingga suara pasien menjadi hilang. Pembedahan dilakukan
untuk mengangkat sebagian ( bagian). Tetapi sebelum operasi
dilakukan kadar hormon tiroid harus dinormalkan lebih dahulu dengan
obat metimazol. Hal ini berguna untuk mengurangi resiko selama
menjalani operasi. Cara alami dengan membiasakan pola hidup sehat,
terutama pada ibu hamil supaya janin sehat dan terhndar dari
gangguan hipertiroid, sebaiknya hindari mengkonsumsi junk food dan
berbagai macam makanan olahan (makanan kaleng, sosis, bakso, smoke
beef, dll). Lebih baik memperbanyak buah dan sayur-sayuran. Bagi
yang sudah menderita hipertiroid, pengaturan kembali pola makan
tetap diperlukan, sebab beberapa penderita hipertiroid terbukti
mengalami perbaikan dalam kondisinya dengan gejala tremor,
berdebar-debar dan berkeringat setelah mengikuti pola makan food
combainin. Menghindari stress yang tinggi, cukup tidur.9-16C. Ca
thyroid a. Definisi
Kelenjar tiroid termasuk bagian tubuh yang jarang mengalami
keganasan, terjadi 0,85% dan 2,5% dari seluruh keganasan pada pria
dan wanita. Tetapi di antara kelenjar endokrin,keganasan tiroid
termasuk jenis keganasan kelenjar endokrin yang paling sering
ditemukan.Secara klinis, antara nodul tiroid yang ganas dengan yang
jinak sering sulit dibedakan, bahkan baru dapat dibedakan setelah
didapatkan hasil evaluasi sitologi preparat biopsi jarum halus atau
histopatologi dari jaringan kelenjar tiroid yang diambil saat
operasi.Tampilan klinis karsinoma tiroid pada sebagian besar kasus
umumnya ringan. Pada nodul tiroid yang ganas,bisa saja nodul tiroid
tersebut baru muncul dalam beberapa bulan terakhir, tetapi dapat
pula sudah mengalami pembesaran kelenjar tiroid berpuluh tahun
lamanya serta memberikan gejala klinis yang ringan saja, kecuali
jenis karsinoma tiroid anaplastik yang perkembangannya sangat cepat
dengan prognosis buruk. Dari berbagai penelitian, terdapat beberapa
petunjuk yang dapat digunakan untukmenduga kecenderungan nodul
tiroid ganas atau tidak, antara lain riwayat terekspos radiasi,usia
saat nodul timbul, konsistensi nodul.Dengan berbagai kemajuan
teknologi kedokteran, seperti aplikasi biopsi aspirasi jarum halus
(BAJAH),ultrasonografi (USG), thyroid stimulating hormone (TSH)
sensitif dan terapi supresi L-tiroksin, telah memungkinkan para
peneliti melakukan evaluasi nodul tiroid secara lebih cermat hingga
sampai pada diagnosis nodul jinak atau ganas.Modalitas terapi
karsinoma tiroid, khususnya yang berdiferensiasi, adalah operasi,
ablasi Iodium radioaktif dan terapi supresi L-tiroksin. Agresivitas
terapi didasarkan atas faktor risiko prognostik pada masing-masing
pasien.Untuk evaluasi hasil pengobatan, parameter yang digunakan
adalah pencitraan dan petanda keganasan. Ruang lingkup bahasan
tulisan ini adalah karsinoma tiroid khususnya yang berdiferensiasi.
Sedangkan jenis karsinoma medulare dan anaplastik akan disinggung
prinsip-prinsipnya saja.b. PrevalensiAngka kekerapan keganasan pada
nodul tiroid berkisar 5-10%. Prevalensi keganasan pada multinodular
tidak jauh berbeda. Gharib H dalam laporannya mendapatkan angka
4,1% dan 4,7% masing-masing prevalensi untuk nodul tunggal dan
multipel. Bila dilihat dari jenis karsinomanya,kurang lebih 90%
jenis karsinoma papilare dan folikulare,5-9% jenis karsinoma
medulare, 1-2 % jenis karsinoma anaplastik, 1-3% jenis lainnya.
Anak-anak usia di bawah 20 tahun dengan nodul tiroid dingin
mempunyai risiko keganasan 2 kali lebih besar dibanding kelompok
dewasa.Kelompok usia di atas 60th, di samping mempunyai prevalensi
keganasan lebih tinggi, juga mempunyai tingkat agresivitas penyakit
yang lebih berat, yang terlihat dari seringnya kejadian jenis
karsinoma tiroid tidak berdiferensiasi.c. KlasifikasiKlasifikasi
karsinoma tiroid dibedakan atas dasar (1) Asal sel yang berkembang
menjadi sel ganas, dan (2).Tingkat keganasannya.1. Asal Sel Tumor
epiteliala. Tumor berasal dari sel folikulare. Jinak : Adenoma
Folikulare, Konvensional,Varia. Ganas: Karsinoma Berdiferensiasi
baik : karsinoma folikulare,karsinoma papilare (konvensional,
varian) Berdiferensiasi buruk (karsinoma insular) Tak
berdiferensiasi (anaplastik)b. Tumor berasal dari sel C
(berhubungan dengan tumor neuroendokrin) Karsinoma Medularec. Tumor
berasal dari sel folikulare dan sel C Sarkoma Limfoma Malignum (dan
neoplasma hematopoetik yang berhubungan) Neoplasma Miselaneus2.
Tingkat keganasan. Untuk kepentingan praktis, karsinoma tiroid
dibagi atas 3 kategori, yaitu:Tingkat keganasan rendah : a).
Karsinoma papilare,b). Karsinoma folikular (dengan invasi
minimal)Tingkat keganasan menengah : a). Karsinoma
folikulare(dengan invasi luas),(b).Karsinoma medulare, (c)Limfoma
maligna, (d). Karsinoma tiroid berdiferensiasi Buruk)Tingkat
keganasan tinggi : a). Karsinoma tidak
berdiferensiasi,(b)Haemangioendothelioma
maligna(angiosarcoma)Perangai karsinoma tiroid yang berdiferensiasi
baik Relative jinak, perkembangannya lambat dengan kelangsungan
hidup cukup panjang. Dilaporkan angka kelangsungan hidup 10 tahun
berkisar 74-93 untukjenis papilare dan 43-94% untuk jenis
folikulare. Sedang karsinoma tiroid yang tidak berdiferensiasi
(anaplastik) hampir semuanya meninggal dalam 1 tahun. Di klinik
Mayo, hanya 3.6% karsinoma berdiferensiasi buruk yang mampu
bertahan hidup lebih dari 5 tahun, meskipun telah mendapat terapi
operasi, radiasi eksternal dan kemoterapi.d. Pendekatan
DiagnosisPasien dengan karsinoma tiroid biasanya datang dengan
nodul soliter. Pengambilan keterangan riwayat penyakit (anamnesis)
merupakan bagian penting dalam rangka penegakan diagnosis.
AnamnesisSebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala
yang berat, kecuali keganasan jenis anaplastik yang sangat cepat
membesar bahkan dalam hitungan minggu. Sebagian kecil pasien,
khususnya pasien dengan nodul tiroid yang besar, mengeluh adanya
gejala penekanan pada esophagus clan trakhea. Biasanya nodul tiroid
tidak disertai rasa nyeri, kecuali timbul perdarahan ke dalam nodul
atau bila kelainannya tiroiditis akut/subakut. Keluhan lain pada
keganasan yang mungkin ada ialah suara serak. Dalam hal riwayat
kesehatan, banyak faktor yang perlu ditanyakan, apakah ke arah
ganas atau tidak. Seperti misalnya usia pasien saat pertama kali
nodul tiroid ditemukan, riwayat radiasi pengion saat usia anak
anak, jenis kelamin pria, meskipun prevalensi nodul tiroid lebih
rendah, tetapi kecenderungannya menjadi ganas lebih tinggi
dibandingkan pada wanita. Respons terhadap pengobatan dengan hormon
tiroid juga dapat digunakan sebagai petunjuk dalam evaluasi nodul
tiroid. Riwayat karsinoma tiroid medulare dalam keluarga,penting
untuk evalusi nodul tiroid ke arah ganas atau jinak.Sebagian pasien
dengan karsinoma tiroid medulare herediter juga memiliki penyakit
lain yang tergabung dalam MEN (multiple endocrine neoplasia) 2A
atau MEN2B. Pemeriksaan FisisPemeriksaan fisik diarahkan pada
kemungkinan adanya keganasan tiroid. Pertumbuhan nodul yang cepat
merupakan salah satu tanda keganasan tiroid, terutama jenis
karsinoma tiroid yang tidak berdiferensiasi (anaplastik). Tanda
lainnya ialah konsistensi nodul keras dan melekat ke jaringan
sekitar, serta terdapat pembesaran kelenjar getah bening di daerah
leher. Pada tiroiditis, perabaan nodul nyeri dan kadang-kadang
berfluktuasi karena ada abses/pus. Sedangkan jenis nodul tiroid
lainnya biasanya tidak memberikan kelainan fisik kecuali benjolan
leher.Untuk memudahkan pendekatan diagnostik, berikut ini adalah
kumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada
nodul tiroid jinak, tanpa menghilangkan kemungkinan adanya
keganasan, yaitu Riwayat keluarga tiroiditis Hashimoto atau
penyakit tiroid autoimun Riwayat keluarga dengan nodul tiroid jinak
atau goiter Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme Nyeri dan
kencang pada nodul Lunak, rata dan tidak terfiksirStruma
multinodular tanpa nodul dominan dan konsistensi sama Sedangkan di
bawah ini adalah kumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid, yaitu : usia
60th mempunyai prevalensi tinggi keganasan pada nodul yang teraba.
Nodul pada prig mempunyai kemungkinan 2 kali lebih tinggi menjadi
ganas dari wanita Keluhan suara serak, susah napas, batuk, disfagia
Riwayat radiasi pengion pada saat kanak-kanak Padat, keras, tidak
rata dan terfiksir Limfadenopati servikal Riwayat keganasan tiroid
sebelumnya Pemeriksaan PenunjangAdapun pemeriksaan penunjang yang
peru di lakukan daalah sebagai berikut: Biopsi aspirasi jarum halus
(BAJAH). Pemeriksaan sitologi dari BAJAH Laboratorium Pencitraan
Terapi Supresi Siroksin (untuk Diagnostik).17-18D.Chronic primary
adrenal insufisiency ( Addison disease )a. DefinisiPenyakit ini
berhubungan dengan kerusakan secara lambat dari kelenjar adrenal,
dengan defisiensi kortisol, aldosterone, dan adrenal androgen dan
kelebihan dari ACTH dan CRH yang berhubungan dengan hilangnya
feedback negatif.19
b. PatofisiologiInsufisiensi adrenal kronis terjadi ketika
kelenjar adrenal gagal untuk mengeluarkan hormon dalam jumlah yang
adekwat, untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, walaupun ACTH keluar
dari kelenjar pituitari.21
c. Etiologi1. Autoimun ( kurang lebih 70-90 kasus)2.
Infeksi(TBC,Histoplasmosis,HIV, Syphilis)3. Keganasan ( metastase
dari paru paru, mamae, carcinoma colon, melanoma, lymphoma).20
d. Gejala Dan Tanda1. Gejala yang berhubungan dengan kekurangan
kortisol Lemah badan, cepat lelah, anoreksia, mual mual, muntah,
diare, hipoglikemi, hipertensi ortostatik ringan, hiponatremi,
eosinophilia.2. Gejala yang berhubungan dengan kekurangan
aldosteron Hipertensi ortostatik, hiperkalemia, hiponatremia3.
Gejala yang berhubungan dengan kekurangan androgen Kehilangan bulu
bulu axilla dan pubis4. Gejala yang berhubungan dengan kelebihan
ACTH Hiperpigmentasi kulit dan permukaan mukosa.22
e. DiagnosisPeriksa kadar kortisol baseline pada pagi hari dan
ACTH, lalu dilakukan cosyntropin (ACTH) stimulation test. Kadar
kortisol biasanya rendah dan kadar ACTH tinggi dan eksogen ACTH
tidak meningkatkan kortisol karena kelenjar adrenal tidak
berfungsi. Pemeriksaan lebih lanjut tergantung dari kemungkinan
penyebab penyakit yaitu autoimun, infeksi dan keganasan.21
f. Penanganan 1. Pemberian kortisol po 15 mg pagi hari dan
hidrokortison po 10 mg sore hari ( dosis dikurangi secara bertahap,
lalu gunakan dosis terendah yang masih dapat ditoleransi ).2.
Gantikan aldosteron dengan fludrikortison 50-200mcg/hari, dosis
titrasi sesuai dengan tekanan darah dan kadar Kalium3. Yang paling
penting adalah memakai tanda ditangan yang menerangkan penyakit
penderita dan instruksi untuk meningkatkan duakali lipat atau tiga
kali lipat dosis hidrokortison selama stres fisiologik.19
8. Tindakan preventif yang sesuai dengan scenario ?Jawab :1.
Usaha pencegahan primerPencegahan primer berarti mencegah
terjadinya diabetes mellitus. Untuk dapat menghayati dan
melaksanakan benar usaha pencegahan primer harus dikenal dahulu
faktor yang berpengaruh terjadinya penyakit diabetes mellitus.
Faktor yang berpengaruh adalah sebagai berikut: Faktor keturunan
Faktor kegiatan jasmani yang kurang Faktor kegemukan/distribusi
lemak Faktor nutrisi berlebih Faktor lain, obat-obatan,
hormoneUsaha pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada
masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan
dengan baik pada mereka yang berisiko tinggi untuk kemudian
mengidap DM.Tindakan yang dilakukan untuk usaha pencegahan primer
meliputi: Penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat
sedini mungkin dengan memberikan pedoman sebagai berikut:
Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang
yaitu: Meningkatkan konsumsi sayuran dan uah Membatasi makanan
tinggi lemak dan karbohidrat sederhana Mempertahankan BB
normal/idaman sesuai dengan umur dan TB Melakukan kegiatan jasmani
yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan Menghindari obat yang
bersifat diabetogenik.2. Usaha pencegahan sekunderUsaha pencegahan
sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi dini penyandang DM. Karena
itu dianjurkan untuk pada setiap kesempatan terutama untuk mereka
yang mempunyai risiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan penyaring
glukosa darah. Dengan demikian, mereka yang mempunyai risiko tinggi
DM daoat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang dicurigai
diabetes mellitus akan segera ditindaklanjuti, sampai diyakinkan
benar mereka mengidap DM. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis
dini DM kemudia dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit
lebih lanjut. Usaha ini dapat dilakukan oleh semua petugas
kesehatan pada setiap kesempatan ataupun juga oleh pasien yang
berisiko tinggi atas permintaan mereka sendiri.
Tujuan pengelolaan Diabetes Mellitus:Jangka panjang :
menghilangkan keluhan dan gejala DMJangka pendek : mencegah
penyulit DM baik mikroangiopati, makroangipati, dan neuropati.
Tindakan yang dilakukan untuk usaha pencegahan sekunder
meliputi: Perencanaan makan yang baik dan seimbang untuk
mendapatkan BB idaman sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
Kegiatan jasmani yang cukup sesuai umur dan kondisi pasien.
Obat-obatan, baik berbagai macam obat yang diminum maupun obat
suntik insulin Penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai DM
dan penyulitnya agar kemudian didapatkan pengertian yang baik dan
keikutsertaan pasien dalam usaha mengendalikan kadar glukosa
darahnya.23
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar IlmuPenyakitDalam. Jilid 3 Edisi 5.Halaman 19982.
Sherwood,laurance. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem.
Edisi 6. Jakarta:EGC. hal 781-7853. Journal of the medical
sciences. Berkala ilmu kedokteran. Diterbitkan oleh fakultas
kedokteran Universitas Gajah Mada. Hipergliemia dan Komplikasi
Kronik Diabetes Melitus hal. 1214. Burnside , John W. Adams
Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta. Hal 485. Marks, Dawn B.
Biokimia Kedokteran Dasar. EGC. Jakarta. 2000. Hal 3656. Gleadle,
Jonathan.20077. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi 1. 2013. Hal.470-471.8.
http://labcito.co.id/wp-content/uploads/2015/03/Revisi_Final_KONSENSUS_DM_Tipe_2_Indonesia_2011.pdf
.[online]. Diakses 10 Mei 2015.9.
http://www.healthyenthusiast.com/hipertiroid.html10. Barbara, C.
Long.1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan ),Yayasan Ikatan Allumni Pendidikan Keperawatan
Padjajaran: Bandung11. Corwin, E,J, 2000, Buku Saku Patofisiologi,
EGC, Jakarta12. Doenges, M,E,2000, Rencana Asuhan Kepeawatan
pedoman Untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan pasien,
EGC : Jakarta13. Luckman and Sorensons. 1993. Medical Surgical
Nursing, Fourth Edition: America.14. Mansjoer, Arif dkk. 1999.
Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. FKUI : Jakarta15. Price,
S,A; Wilson, L,M, 1993, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Klinis Penyakit Edisi, Bagian 2, EGC, Jakarta16. Ranakusuma, A. B.
1992. Buku Ajar Praktis Metabolik Endokrinologi, Universitas
Indonesia: Jakarta17. American Association of Clinical Endocrinoogi
and The guidelines College of Endocrinologi. AACE Clinical practice
guidelines for the Diagnostic and management of tyroid
NodulesEndocr practice 1996 2:78-79.18. Buku Ilmu Penyakit Dalam
(IPD) JILID III Edisi V 2009.19. Addison`s Disease. Medic Alert
Foundation International ; California ; available at :
http//www.labtestonline.org/understanding/condition/addisons-
disease.html 20. Corrigan EK . Addison`s Disease ; Family Health
Guide; 2006; available at
http://:www.medic8com/healthguide/articles/addisondis.html 21. Joan
Hoffman. 911 Adrenal crisis / Crisis Addison / Adrenal Insuficiency
in : Cushing`s Help and support ; June 2002 available from ;
http://www.cushing- help.com/911.htm 22. Addisons Disease or
Hypoadrenocorticism ; available at:
http//wheatenguy.tripod.com/addisons.html 23. Prof. Dr. Slamet
Suyono,SpPD-KEMD,dkk.2007.Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta:FKUI. Hal 163-16424.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40473/4/Chapter%20II.pdf
40