LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING VIIBLOK NEUROLOGY & SPESIFIC
SENSE SYSTEMSAnak Abon Jadi Rewel....
Pembimbing : dr. Tri Okmawati Handini
Kelompok 8Anggota : Tesa Agrawita G1A010002 Olga Cantika P.I
G1A010014 Anna Rumaisyah A G1A010021 Iman Hendrianto G1A010048
Rhininta AdistyaraniG1A010053 Indrajati Laksana G1A010057 Ulfah
Izdihar G1A010092 Elma Laeni Barokah G1A010101 Intan Puspita
Hapsari G1A010109 Rizki Anshar G1A007038
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONALUNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU
KESEHATANJURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO2013
PBL 7Anak Abon Jadi Rewel....
Informasi IAnak Abon usia 5 tahun datang ke poliklinik dengan
diantar oleh ibunya dengan keluhan telinga sebelah kanan terasa
nyeri. Nyeri ini dirasakan sejak 2 hari yang lalu dan semakin lama
semakin bertambah berat. Anak Abon menjadi rewel dan sukar tidur
karena merasa telinganya nyeri. Anak Abon juga mengeluh pada ibunya
jika pendengaran telinga sebelah kanan berkurang. Keluhan ini
diikuti dengan demam yang tinggi bersamaan dengan timbulnya keluhan
nyeri pada telinga kanan hingga sekarang Anak Abon juga menderita
sakit tenggorokan, batuk dan pilek sejak 4 hari yang lalu. Ibunya
hanya memberi obat warung dan tidak dibawa ke dokter.
A. Klasifikasi Istilah1. Otalgia: nyeri pada telinga
(Nuswantari, 1998).2. Nyeri tenggorokan, batuk dan pilek merupakan
tanda adanya infeksi di saluran pernafasan bagian atas, bisa
disebabkan bakteri, virus ataupun mikroorganisme lain. Gejala ini
dapat menunjukan adanya gejala rhinofaringitis.
B. Batasan MasalahNama: An. AbonUsia: 5 tahunKU: nyeri pada
telinga kananOnset: 2 hariKuantitas: -Kualitas : mengganggu
aktivitasFaktor memperberat: -Faktor memperingan: -Gejala lain:
pendengaran telinga kanan berkurangKronologi: 4 hari lalu anak Abon
demam tinggi bersamaan dengan timbulnya keluhan nyeri telinga
kanan, dan menderita sakit tenggorokan, batuk dan pilek.
C. Analisis MasalahDifferential Diagnosis (DD) yang dapat
diajukan dari hasil informasi 1 adalah:1. Otitis Externa Otitis
eksterna adalah penyakit yang dapat diderita oleh semua orang dan
berbagai usia. Otitis eksterna biasanya ditunjukkan dengan adanya
infeksi bakteri pada kulit liang telinga tetapi dapat juga
disebabkan oleh infeksi jamur. Meskipun demikian otitis eksterna
jarang menyebabkan komplikasi yang serius. Infeksi ini ditandai
dengan rasa nyeri yang hebat (Soepardi, 2007).Otitis eksterna juga
sering dihubungkan dengan adanya proses dematologi lokal atau non
infeksius. Gejala-gejala yang khas pada otitis externa adalah rasa
tidak nyaman pada liang telinga yang ditandai dengan eritema dan
discharge yang bervariasi (Soepardi, 2007).Tanda dan gejala pada
otitis externa antara lain (Soepardi, 2007) :a. Nyeri hebat di
telinga (otalgia)b. Nyeri tragusc. Rasa tidak nyaman di telinga,
karena discharge di canalis acusticus externusd. Edema atau
pembengkakan sehingga menyebabkan penyempitan canalis acusticus
externuse. Perdarahanf. Perasaan tersumbat pada canalis acusticus
externus2. Otitis Media AkutOtitis media berdasarkan gejalanya
dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif,
di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain
itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis
media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain
adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).
Gambar 1. Pembagian Otitis Media (Djaafar, 2007)Otitis media
akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda
klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau
sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare,
serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada
pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah.
Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah
ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging,
terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore. Ditambah
pasien ada gejala rhinofaringitis, dimana penyakit dicurigai
menjadi faktor predisposisi dari otitis media akut (Adams, 2010;
Soepardi, 2007).
Stadium Otitis Media Supuratif Akut (Soepardi, 2007).a. Stadium
Oklusi Tuba EustachiusStadium oklusi tuba Eustachius terdapat
sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membrana
timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah karena
terjadinya absorpsi udara. Selain retraksi, membrana timpani
kadang-kadang tetap normal atau hanya berwarna keruh pucat atau
terjadi efusi.b. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)Stadium hiperemis
akibat pelebaran pembuluh darah di membran timpani yang ditandai
oleh membran timpani mengalami hiperemis dan edema mukosac. Stadium
SupurasiStadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat
purulen (nanah). Selain itu edema pada mukosa telinga tengah makin
hebat dan sel epitel superfisial hancur. Ketiganya menyebabkan
terjadinya bulging (penonjolan) membrana timpani ke arah liang
telinga luar.Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak tertangani
dengan baik akan menimbulkan ruptur membran timpani akibat
timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Daerah
nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan. Nekrosis ini
disebabkan oleh terjadinya iskemia akibat tekanan kapiler membran
timpani karena penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum
timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil.d. Stadium
PerforasiStadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani
sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir
dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang
pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya
virulensi kuman.
e. Stadium ResolusiStadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup
kembali dan sekret purulen tidak ada lagi. Stadium ini berlangsung
jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan
virulensi kuman rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang
berkurang sampai mengering.
Informasi IIPemeriksaan FisikKeadaan umum: Tampak sakitVital
sign: Nadi 120x/menitRespirasi 24x/menitTekanan darah 100/70
mmHgTemperatur 39,5oCPemeriksaan OtoskopiTelinga KananTelinga
Kiri
AurikulaEdema (-), hiperemi (-), massa (-)Edema (-), hiperemi
(-), massa (-)
Pre-aurikulaEdema (-), hiperemi (-), massa (-), fistula (-),
abses (-)Edema (-), hiperemi (-), massa (-), fistula (-), abses
(-)
Retro-aurikulaEdema (-), hiperemi (-), massa (-), fistula (-),
abses (-)Edema (-), hiperemi (-), massa (-), fistula (-), abses
(-)
PalpasiNyeri pergerakan aurikula (+), nyeri tekan tragus
(+)Nyeri pergerakan aurikula (-), nyeri tekan tragus (-)
MAEEdema (-), hiperemi (-), serumen (-), furunkel (-)Edema (-),
hiperemi (-), serumen (-), furunkel (-)
Membran timpaniEdema (+), hiperemi (+), bulging (+), conus of
light (-)Intak, conus of light (+)
Interpretasi Informasi II1. Pada informasi 2, An. Abon tampak
sakit dan pada pemeriksaan vital sign mengalami peningkatan
temperatur sampai 39,5oC.2. Hasil pemeriksaan vital sign nadi,
respirasi, dan tekanan darah dalam keadaan normal.3. Dari hasil
pemeriksaan otoskopi didapatkan kelainan pada telinga kanan,
sedangkan telinga kiri dalam keadaan normal.4. Keadaan membrane
timpani yang intak menandakan bahwa membrane timpani masih utuh.5.
Conus of light merupakan tampilan klinis dari membrane timpani yang
normal.
Gambar 2. Membran timpani kanan pada pemeriksaan klinis (Adams,
2010)Pada telinga kanan kerucut refleks cahaya (conus of light)
negatif menunjukan keadaan yang tidak normal, sedangkan pada
telinga kiri menunjukkan keadaan yang normal.6. Eliminasi DD otitis
eksterna, karena pada otitis ekterna terjadi edema atau
pembengkakan pada canalis acusticus externus sehingga menjadi
sempit dan akhirnya tidak dapat memeriksa keadaan membrane
timpani.7. DD yang masih bertahan adalah otitis media akut pada
telinga kanan, karena pada informasi 2, terdapat edema, hiperemi,
dan bulging (adanya cairan pada cavum timpani yang membuat membran
timpani terdesak keluar) dan conus of light (-) pada membran
timpani telinga kanan saat dilakukan pemeriksaan otoskopi. Ditambah
pasien ada gejala rhinofaringitis, dimana penyakit dicurigai
menjadi faktor predisposisi dari otitis media akut (Soepardi,
2007).
Informasi IIIPemeriksaan Garpu TalaJenis PemeriksaanAD(Auricula
Dextra)AS (Auricula Sinistra)Kesan
RinneNegatifPositifCHL AD
WeberLateralisasi ke ADCHL AD
SchwabachMemanjangSama dengan pemeriksaCHL AD
Interpretasi Informasi II1. Dari pemeriksaan dengan garpu tala,
kemungkinan penurunan pendengaran pada telinga kanan yang dialami
An. Abon merupakan tuli konduksi. Sedangkan telinga kiri
pendengaran masih normal.2. Tes Garpu Tala (Lumbantobing,
2012).Syarat dilakukan pemeriksaan garpu tala adalah pemeriksa
dalam keadaan normal tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran.a.
Tes Rinne1) Prisip KerjaPemeriksaan Rinne pada intinya adalah
membandingkan air conduction (AC), yaitu gelombang suara yang
dihantarkan melalui udara dan bone conduction (BC) yaitu gelombang
suara yang dihantarkan melalui tulang.2) Cara KerjaGarpu tala
dibunyikan dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid penderita
dan disuruh mendengarkan bunyinya. Bila tidak terdengar lagi, garpu
tala segera didekatkan pada telinga. Jika masih terdengar bunyi,
maka konduksi udara lebih baik daripada konduksi tulang, dan dalam
hal ini dikatakan pemeriksaan tes Rinne positif. Tes Jika tidak
terdengar lagi bunyi ketika didekatkan ke telinga maka hasil
pemeriksaan tes Rinne negatif.3) Interpretasi AC lebih lama atau
sama dengan BCRinne (+) yaitu bila pasien masih mendengar dengungan
melalui hantaran udara. Tuli yang diderita bersifat sensorineural
hearing loss (SNHL). AC lebih kecil dari BCRinne () yaitu bila
pasien tidak dapat mendengar dengungan melalui hantaran udara. Tuli
yang diderita bersifat conductive hearing loss (CHL).b. Tes
Schwabach1) Prinsip KerjaMembandingkan BC (bone conduction) pasien
dan pemeriksa.2) Cara KerjaGarpu tala dibunyikan dan kemudian
ditempatkan di tulang mastoid penderita. Setelah penderita tidak
mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan di tulang mastoid
pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa maka dikatakan
bahwa tes Schwabach memendek. Apabila bunyi yang dinyatakan tidak
terdengar lagi oleh penderita juga tidak terdengar oleh pemeriksa,
maka untuk memastikannya dilakukan pemeriksaan pada pemeriksa.
Garpu tala dibunyikan dan diletakkan pada tulang mastoid pemeriksa.
Setelah tidak terdengar bunyi lagi dari pemeriksa, kemudian garpu
tala ditempakan pada tulang mastoid penderita. Jika bunyi masih
didengarkan oleh penderita, dinyatakan bahwa tes Schwabach
memanjan, sedangkan apabila bunyi juga sudah tidak terdengar lagi
oleh penderita maka tes Schwabach normal.3) Interpretasi Schwabach
normal (BC pasien = BC pemeriksa) Schwabach memendek (BC pasien
lebih pendek dari pemeriksa SNHL). Schwabach memanjang (BC pasien
lebih panjang dari pemeriksa CHL).c. Tes Weber1) Prinsip
KerjaMembandingkan BC pasien antara telinga kanan dan kiri,2) Cara
Kerja Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz. Tekankan ujungnya pada
dadhi pasien di garis median. Tanyakan pada pasien apakah dia
mendengar dengungan buni garpu tala sama kuat antara telinga kanan
dan kiri. Jika dengungan garpu tala lebih kuat pada salah satu
telinga, ini dinamakan lateralisasi. Jika dengungan lebih keras di
telinga kanan, maka terjadi lateralisasi kanan, begitu juga
sebaliknya.3) Interpretasi AD = AS normal AD lebih keras dari AS
lateralisasi kanan, terjadi AD CHL atau AS SNHL AS lebih keras dari
AD lateralisasi kiri, terjadi AS CH atau AD SNHL.
Informasi IVDiagnosis : Otitis Media Akut Stadium Supurasi
Aurikuler DextraPenatalaksanaan : Antibiotika Dekongestan
Analgetik/Antipiretik
PEMBAHASANOtitis Media Akut Stadium Supurasi
A. Fisiologi Pendengaran
Gambar 3. Potongan melintang koklea dan pembesaran organ
korti(Sherwood, 2001)Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai
energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat
dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi
(pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang seling dengan
daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut
(Sherwood, 2012).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta
suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan
menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris
terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium,
sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial
aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf
aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk
melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin,
2009).Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang
akan berubah dan, neuron aferen yang akan melepaskan potensial
aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian membrana
basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami
perubahan oleh suara berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut
yang terletak dimembrana basilaris yang paling jauh dari jendela
oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang
berfrekuensi rendah. Otak menginterpretasikan suatu suara
berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan. Otak menginterpretasikan
intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah
neuron aferen yang melepaskan potensial aksi (Corwin,
2009).Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga
dalam melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang
merupakan jalur utama untuk pendengaran normal, disebut hantaran
osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani
kedua yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak
penting untuk pendengaran normal, disebut hantaran udara. Hantaran
jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari
tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang
yang cukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau
benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga
berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras (Sheerwood,
2012).Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20
sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif
antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran
dipakai garpu tala 512, 1.024, dan 2.048 Hz. Penggunaan ketiga
garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila
salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya
gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu
tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini
tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya (Sherwood,
2012).
B. DefinisiOtitis Media Akut ialah peradangan telinga tengah
yang mengenai sebagian atau seluruh periosteum dan terjadi dalam
waktu kurang dari 3 minggu (Hughes, 2007).
C. EtiologiOtitis media yang paling sering disebabkan oleh
infeksi dengan patogen virus, bakteri, atau jamur. Patogen bakteri
yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia (40 %), Haemophilus
influenzae (25-30 %), dan Moraxella catarrhalis (10-15 %) dan
bakteri lain seperti Streptococcus pyogens, Staphylococcus aureus,
dan organisme gram negatif (5%). Dapat juga ditemukan Escherechia
coli, Streptokokus hemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas
aeruginosa. Pada remaja yang lebih tua dan dewasa muda, penyebab
paling umum dari infeksi telinga adalah Haemophilus influenza
(Mansjoer, 2000; Soepardi, 2007).Infeksi virus seperti virus RSV,
Influenza virus, Adenovirus (30-40 %); dan Parainfluenza virus,
Rhinovirus, atau Enterovirus (10-15 %) juga dapat menyebabkan
otitis media akut. Faktor risiko utama untuk mengembangkan otitis
media adalah disfungsi tabung eustachius, yang mengarah pada
pembersihan tidak efektif bakteri dari telinga tengah (Mansjoer,
2000; Djaafar, 2006).
D. Faktor RisikoFaktor risiko terjadinya OMA diantaranya adalah
(Daly, 2000).1. Prematuritas dan BBLR2. Umur muda3. Riwayat
penyakit keluarga4. Imunitas rendah5. Abnormalitas kraniofasial6.
Penyakit neuromuscular7. Alergi8. Pemukiman kumuh9. Social ekonomi
rendah10. Rokok dan berbagai polutan11. Musim dingin atau musim
hujan12. Kurangnya pemberian ASI13. Ibu sering menyusui balita
dengan cara berbaring 14. Anak-anakKarena struktur anatomis dari
tuba eustachius pada anak-anak lebih mendatar dan pendek, sedangkan
tuba eustachius pada dewasa bentuknya lebih vertical dan lebih
panjang . Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah
dengan nasofaring sehingga berperan langsung dalam masuknya infeksi
fari ke bagian tengah telinga (Adams, 2010).
Gambar 4. Tuba eustachius pada anak dan dewasa
E. Penegakan Diagnosis1. AnamnesisPada anak yang sudah dapat
berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan
disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk
pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang
dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa
rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak
kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC
(pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba
anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan terkadang anak
memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani,
maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan
anak mulai tertidur dengan tenang (Efiaty, 2007).Pada jurnal
American Academy of Pediatrics, dikatakan bahwa anak-anak dengan
OMA biasanya hadir dengan riwayat onset yang cepat dan gejala
seperti otalgia, rewel pada bayi atau balita, otorrhea, dan/atau
demam (Berman, 2006 ; Niemela, 2000). Dalam sebuah survei di antara
354 anak-anak yang mengunjungi dokter untuk penyakit pernapasan,
demam, sakit telinga, dan menangis yang berlebihan sering
didapatkan dengan OMA (90%). Namun, gejala ini juga terdapat pada
anak tanpa OMA (72%). Gejala lain dari infeksi virus pernapasan
atas, seperti batuk dan hidung tersumbat, sering mendahului atau
menyertai OMA dan tidak spesifik juga. Dengan demikian, sejarah
klinis saja tidak bisa untuk menilai adanya OMA, terutama pada anak
muda (Niemela, 2000).2. Pemeriksaan FisikVisualisasi dari membran
timpani dengan identifikasi dari perubahan dan inflamasi diperlukan
untuk menegakkan diagnosis dengan pasti. Untuk melihat membran
timpani dengan baik adalah penting bahwa serumen yang menutupi
membran timpani harus dibersihkan dan dengan pencahayaan yang
memadai. Temuan pada otoskop menunjukkan adanya peradangan yang
terkait dengan OMA telah didefinisikan dengan baik. Penonjolan
(bulging) dari membran timpani sering terlihat dan memiliki nilai
prediktif tertinggi untuk kehadiran OMA. Penonjolan (bulging) juga
merupakan prediktor terbaik dari OMA (Pelton, 2008).Kekeruhan juga
merupakan temuan yang konsisten dan disebabkan oleh edema dari
membran timpani. Kemerahan dari membran timpani yang disebabkan
oleh peradangan mungkin hadir dan harus dibedakan dari eritematosa
ditimbulkan oleh demam tinggi. Ketika kehadiran cairan telinga
bagian tengah sulit untuk menentukan, penggunaan timpanometri dapat
membantu dalam membangun diagnosis (Klein, 2007).3. Pemeriksaan
PenunjangJika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan
otoskopi pneumatic (alat untuk melihat gendang telinga yang
dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang
telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga
yang kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini
dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk memperkuat
diagnosis OMA. Namun umunya OMA sudah dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan otoskop biasa (Pelton, 2008).
F. PatogenesisInfeksi pernafasan, alergi, sumbatan dan perubahan
tekanan secara tiba-tiba menyebab gangguan pada tuba, sehingga
menyebabkan tekanan negative di telinga tengah, hal ini menyebabkan
fungsi tuba eustachius sebagai penyeimbang tekanan pun terganggu
dan terjadi lah oklusi di tuba eustachius (Stadium Oklusi Tuba
Eustachius), oklusi tuba yang berkelanjutan menyebabkan terjadinya
peradangan pada telinga tengah, ini adalah stadium Hiperemi.
Pembuluh darah melebar di membran timpani disertai sekret transudat
yang bersifat serosa. Peradangan pada telinga tengah ini
menyebabkan edema pada mukosa dan hancurnya sel epitel superficial
serta terbentuknya eksudat yang purulen, masa ini dinamakan stadium
supurasi. Produksi eksudat yang terus-menerus menyebabkan kumpulan
yang mendesak membran timpani, sehingga pada otoskopi terlihat
bulging. Desakan eksudat yang berlebih dapat menyebabkan rupturnya
membran timpani (Stadium perforasi) dan keluarnya sekret eksudat ke
liang telinga, sehingga eksudat yang berada di telinga tengah makin
lama makin sedikit dan akhirnya mengering, inilah stadium resolusi
dari otitis media akut (Soepardi, 2007).
G. PatofisiologiTelinga tengah pada normalnya adalah steril,
walaupun banyaknya flora dan organisme yang ada pada faring dan
nasofaring. Penggabungan mekanisme dari rambut telinga, enzim yang
dihasilkan dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan.
Jika mekanisme pertahanan ini rusak, maka kuman dapat menyebar ke
banyak organ di sekitarnya (Soepardi, 2007).Tekanan pada telinga
tengah yang negatif menyebabkan kuman dari saluran nafas menyebar
dan menginfeksi ke tuba auditiva, terjadi efusi dan otitis media
akut. Hal ini terjadi pada stadium satu otitis media akut, yaitu
stadium oklusi (Soepardi, 2007).Setelah itu terjadi peradangan di
telinga tengah dan masuk ke stadium kedua, yaitu hiperemis. Telinga
tengah menjadi bengkak dan memproduksi lendir dalam jumlah banyak.
Ini menyebabkan osikula tidak dapat bergerak dan akhirnya terjadi
penurunan fungsi pendengaran, baik yang konduktif maupun sensori
neural. Lalu terbentuk eksudat purulen dan masuk dalam stadium
supuratif, menekan membrane tympani sehingga menyebabkan nyeri
telinga. Setelah itu timbul pengeluaran sekret dari telinga (otore)
(Soepardi, 2007).
Gambar 5. Patomekanisme Otitis Media Akut
H. PenatalaksanaanPenatalaksanaan untuk otitis media akut yang
disebabkan oleh infeksi di saluran pernafasan bagian atas adalah
:1. Antibiotik (Soepardi, 2007)a. Ampisilin diberikan dengan dosis
50-100 mg/kgBB per hari dibagi dalam 4 dosis minimal selama 10
hari, ataub. Amoksisilin 40 mg/kgBB per hari dibagi dalam 3 dosis,
atauc. Eritromisin 40 mg/kgBB per hari, ataud. Untuk yang alergi
penisilin, kombinasi eritromisin 40mg/kgBB dalam 24 jama dan
sulfisoksazol 120 mg/kgBB dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis dapat
digunakan dan sama efektifnya dengan amoksisilin (Aboet, 2006).e.
Jika mikroorganisme penghasil beta-laktamase diduga sebagai
penyebab, pemberian amoksisilin-klavunat, 40mg/kgBB dalam 24 jam
dibagi dalam 3 dosis atau sulfametoksazol-trimetoprim, 8mg/kgBB
trimetoprim dan 40mg/kgBB sulfametoksazol dalam 24 jam dapat
digunakan dala 2 dosis terbagi. Sefiksim, 8 mg/kgBB dalam satu
dosis atau ceprozil 15 mg/kgBB dalam 24 jam dalam 2 dosis terbagi
(Aboet, 2006).2. Dekongestan : Pseudoefedrin HCL 30 mg diberikan
1,25 mL 3x/hari.3. Antipiretik : Parasetamol sirup (per 5 mL sir
paracetamol 120 mg) 1 sdm- 2 sdt 3-4x/hari.4. Operatif :
miringotomi, agar gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan
rupture dapat dihindari (Soepardi, 2007).5. Edukasi Rajin
membersihkan telinga dan menjaga kesehatan dengan hidup bersih dan
sehat supaya terhindar dari penyakit.
I. PrognosisDengan penanganan yang tepat dan cepat, prognosis
untuk otitis media akut sangat baik. Apabila miringotomi untuk
pengambilan cairan di cavum timpani dilakukan, maka perlukaan pada
membran timpani lebih bagus sehingga akan sembuh dengan baik.
Pengobatan untuk penyebab dan gejala penyerta harus dilakukan agar
tidak terjadi komplikasi.
J. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada otitis media
akut yang tidak mendapatkan penanganan, diantaranya adalah (Eaton,
2011) :1. Otitis media supuratif kronik2. Petrositis3. Paralisis
facialis4. Labirintis5. Tromboflebitis sinus lateralis6.
Meningitis7. Abses intrakranial
DAFTAR PUSTAKA
Aboet, Askaroellah. 2006. Terapi pada Otitis Media Supuratif
Akut. Volume 39.Adams, George L., Lawrence R. Boies, Peter H.
Higler. 2010. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6 Cetakan VI. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.Berman, S. 2006. Otitis Media in
Developing Countries. Pediatrics. Available from URL:
http://www.pediatrics.org.Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku
Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta : EGCDaly, KA, Giebink GS.
2000. Clinical Epidemiology of Otitis Media. Pediatr Infect Dis J.
19 (5 Suppl) : S31-6.Djaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah.
Dalam: Telinga Hidung Tenggorokan, cetakan ke-5. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.Eaton, Debbie A. 2011. Complication of Otitis Media.
Diakses di
http://emedicine.medscape.com/article/860323-overview#showall pada
tanggal 12 April 2013.Efiaty, AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR.
2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorokan
Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta : FKUI.Hughes, Gordon B., dkk.
2007. Clinical Otology Third Edition. New York : Thieme.Klein, JO,
Mc Cracken GH Jr. 2007. Introduction: current assessments of
diagnosis and management of otitis media.Pediatr Infect Dis
J.Lumbantobing. 2012. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan
Mental. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.Mansjoer, Arief, dkk. 2000.
Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.Niemela, M, Uhari M, Jounio-Ervasti K, Luotonen J,
Alho OP, Vierimaa E. 2000. Lack of Specific Symptomatology in
Children with Acute Otitis Media.Pediatr Infect Dis J.Nuswantari,
Dyah (ed). 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi 25. Jakarta:
EGC.Pelton, SI. 2008. Otoscopy for the diagnosis of otitis
media.Pediatr Infect Dis JSherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi
Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta : EGC.Soepardi, Efiaty
Arsyad, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Restuti.
2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher Edisi 6. Jakarta: FKUI.