KLARIFIKASI ISTILAH1. LISINOPRILLisinopril adalah kelompok obat
ACE inhibitor yang berfungsi mengobati hipertensi atau tekanan
darah tinggi, dan untuk mengatasi penyakit gagal jantung. Secara
tidak langsung, obat ini berguna mencegah stroke, serangan jantung,
dan gangguan ginjal. Lisinopril juga dikonsumsi oleh mereka yang
baru mengalami serangan jantung untuk mencegah komplikasi dari
kondisi tersebut.Kelompok obat ACE inhibitor mencegah tubuh
menghasilkan hormon yang dikenal dengan nama angiotensin II. Obat
ini melakukannya dengan menghalangi unsur kimia bernama enzim
pengubah angiotensin. Pembuluh darah akan rileks dan membantu
mengurangi kadar air dalam darah yang dikembalikan oleh ginjal.
Akibatnya, tekanan darah akan berkurang dan meningkatkan pasokan
darah serta oksigen ke dalam jantung.Hipertensi biasanya tidak
menyebabkan tubuh terasa sakit, tapi jika tidak ditangani, kondisi
ini bisa melukai jantung dan merusak pembuluh darah. Komplikasi
lainnya adalah serangan jantung dan stroke.Biasanya terdapat
terlalu banyak cairan dalam pembuluh darah saat seseorang mengalami
gagal jantung. Obat ini membantu mengurangi cairan yang berlebih.
Obat ini memberikan efek perlindungan pada jantung dan memperlambat
proses perkembangan gagal jantung. (Dubey, 2008)2.
CLOPIDOGRELClopidogrel digunakan untuk mengurangi kekentalan darah
dan membantu mencegah terjadinya pembekuan darah di arteri.
Penggunaan obat ini bertujuan mengurangi risiko terkena serangan
jantung atau stroke.Clopidogrel akan diberikan kepada orang
berisiko tinggi dan yang baru terkena serangan jantung atau stroke.
Contoh orang yang berisiko tinggi adalah penderita gangguan
sirkulasi darah, sindrom koroner akut, atau fibrilasi atrium.Obat
ini bisa dikonsumsi sendiri atau dengan aspirin dosis rendah, yang
juga berfungsi untuk mencegah pembekuan darah. Meski sangat efektif
jika dikonsumsi secara bersamaan, namun memiliki risiko pendarahan
lebih tinggi dan biasanya terjadi di usus. (Dubey, 2008)3.
HYDROCHLOROTHIAZIDHydrochlorothiazide adalah thiazide diuretic yang
membantu untuk mencegah tubuh anda dari kelebihan penyerapan garam
yang dapat menyebabkan penumpukan cairanHydrochlorothiazide
digunakan untuk mengobati fluid retention (edema) pada orang dengan
gagal jantung kongestif, sirosis hati, atau gagal ginjal atau edema
yang disebabkan oleh penggunaan steroid atau estrogen. Obat ini
juga digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi
(hipertensi)Hydrochlorothiazide juga digunakan untuk kebutuhan lain
yang tidak tercantum disini. (Dubey, 2008)
ANALISIS + RUMUSAN MASALAH1. Anatomi Organ terkait (Duodenum
fakhroh eahhhhh)LambungLambung atau gaster adalah organ yang
terletak di peritoneum, regio epigastrium dan berbentuk seperti
huruf J. terdiri dari 4 pars yaitu fundus, corpus, cardia, dan
pylorus. Memiliki dua pintu, yaitu di orifisium kardia dan pylori.
Memiliki 2 curvatura, yang sebelah dalam curvature minor, dan yang
sebelah luar curvature major (Widjaja,2007).Gaster dibungkus oleh
peritoneum viscerale, difiksasi oleh ligamentum gastrophrenicum,
ligamentum gastrolienale, omentum majus dan omentum minus. Omentum
minus mengikat curvature minor dengan hepar dan diapragma thorax,
sedangkan omentum majus mengikat curvature major dengan colon
transversum. Permukaan lambung berhubungan dengan difragma, lobus
kiri dari hepar serta dinding anterior abdomen. Permukaan posterior
berbatasan dengan aorta, pancreas, limpa, ginjal kiri, kelenjar
supra renal serta mesokolon transversum (Harjadi,2007).
Gambar 1.1 Gaster (Harjadi, 2007)2. Fisiologi organ
terkaitLambung atau gaster merupakan salh satu organ pencernaan
yang berfungsi dalam mengolah makanan yang masuk ke dalam tubuh
manusia, sehingga kandungan dalam makanan dapat digunakan oleh
tubuh manusia. Lambung memiliki beberapa fungsi, salah satunya
adalah merupakan tempat penyimpanan makanan sementara sebelum
disalurkan ke duodenum untuk kemudian diserap. Fungsi lain dari
lambung yaitu mensekresikan asam klorida atau (HCl) serta enzim
yang memulai pencernaan protein. Maka dari itu lambung merupakan
tempat pertama yang memulai pencernaan protein. Makanan yang masuk
ke dalam lambung kemudian mengalami proses pencernaan untuk
dicampurkan dan dihaluskan secara kimiawi dengan HCl serta enzim,
yang akhirnya akan menghasilkan kimus (Sherwood, 2002).Makanan yang
masuk ke dalam tubuh manusia akan dicerna di lambung sebelum masuk
ke dalam duodenum, untuk kemudian diserap oleh tubuh. Motilitas
makanan yang masuk ke dalam lambung terbagi menjadi beberapa tahap.
Tahap pertama adalah pengisian lambung oleh makanan. Proses
pengisian lambung ini dipengaruhi oleh platisitas otot lambung dan
relaksasi reseptif. Plastisitas berhubungan dengan kemampuan otot
polos untuk dapat mempertahankan ketegangan dalam panjang dan
lebar. Relaksasi reseptif berhubungan dengan kondisi lambung yang
dapat menerima makanan seiring dengan bertambahnya volume lambung
(Sherwood, 2002).Fase kedua adalah penyimpanan lambung, dimana
makanan yang sudah masuk ke dalam lambung akan disimpan sementara
di dalam lambung. Hal ini terjadi karena kontraksi yang ada pada
fundus dan korpus lambung tidak cukup kuat untuk mencampur makanan
sehingga akan terjadi proses penyimpanan secara sementara di
lambung. Kemudian apabila terjadi peristaltic lambung, yang akan
membuat makanan menjadi tercampur dan terjadilah proses pencernaan
secara kimiawi di lambung, ini merupakan fase pencampuran lambung.
Pada saat antrum pylorus berkontraksi yang kemudian menyebabkan
makanan tercampur, selain itu juga dapat menyebabkan gaya
pendorongan untuk mengosongkan lambung. Dimana makanan akan dapat
masuk ke dalam duodenum. Proses pengosongan lambung diatur oleh
faktor-faktor yang ada di lambung dan duodenum. Seperti jumlah
volume kimus, serta derajat keenceran kimus merupakan faktor
lambung yang dapat mempengaruhi pengosongan lambung. Sementara
faktor duodenum yang dapat mempengaruhi seperti adanya lemak, asam,
hipertonisitas atau peregangan (Sherwood, 2002).Lambung juga
merupakan organ yang dapat menghasilkan sekret, yaitu berupa getah
lambung. Dalam lambung terdapat dua lapisan yang bertanggung jawab
untuk sekresi lambung, yaitu mukosa oksitik dan daerah kelenjar
pilorik. Pada mukosa oksitik terdapat tiga jenis sel sekretorik
yang akan menghasilkan sekret lambung. Mukosa encer yang berfungsi
sebagai proteksi dinding lambung yang dihasilkan oleh sel mukosa.
Sementara itu chief cell mengeluarkan prekusor enzim pepsinogen,
dan sel parietal yang mensekresi HCl dan faktor instriksik
(Sherwood, 2002).
3. Biokimiawi organ terkaitProses-proses biokimiawi pada sistem
digestif terkait dengan proses pencernaan kimiawi serta absorbsi
zat-zat gizi pada makanan. Proses pencernaan kimiawi merupakan
suatu proses katabolisme yang memecah molekuk-molekul besar menjadi
senyawa-senyawa yang lebih kecil dan dapat diserap tubuh. Proses
ini dikatalis oleh suatu substansi katalisator alami tubuh, yaitu
enzim. Enzim bekerja sebagai katalisator. Artinya, enzim akan
mempercepat reaksi dengan menurunkan batas energi aktivasi untuk
reaksi tertentu. Dan pada akhir reaksi, enzim ini akan diperoleh
kembali secara utuh. Enzim-enzim pada pencernaan sebagian besar
merupakan enzim-enzim hidrolitik. Enzim-enzim ini akan
menghidrolisis ikatan pada gugus atau senyawa tertentu secara
spesifik untuk memecah molekul tersebut menjadi substrat yang lebih
kecil dan dapat diabsorbsi tubuh. a.KarbohidratKarbohidrat dapat
diserap dan digunakan tubuh ketika telah terpecah sebagai
monosakarida. Pada awalnya kita mengonsumsi karbohidrat sebagai
polisakarida pada tepung-tepungan, pati (amylum). Polisakarida
(amylum) ini akan dihidrolisis dengan enzim amylase menjadi
oligosakarida. Oligosakarida kemudian akan dihidrolisis kembali
pleh amylase pankreas hingga menjadi disakarida seperti maltosa,
laktosa, ataupun sukrosa. Disakarida ini kemudian akan dihidrolisis
kembali oleh enzim-enzim spesifik pada brush birder sel-sel
intestinal agar menjadi glukosa. Maltosa akan dihidrolisis oleh
maltase menjadi dua glukosa. Laktosa akan diubah menjadi glukosa
dan galaktosa oleh laktase. Sementara sukrosa akan dipecah menjadi
glukosa dan fruktosa oleh sukrase. Monosakarida ini kemudian akan
diserap atau ditransport ke dalam sel epitek intestinal melalui
transporter spesifik GLUT-5 dan SGLT-1. Gula-gula sederhana ini
kemudian akan ditranspor ke kapiler intestinal melalui GLUT-2 untuk
kemudian dialirkan dan digunakan sebagai sumber energi oleh sel-sel
tubuh (Murray et al, 2012). Gambar 1.2 Biokimiawi Karbohidrat
(Murray et al, 2012)b.LipidEnzim pencernaan merupakan enzim
hidrolitik yang larut air. Agar dapat bekerja, senyawa target juga
harus terlarut dalam air. Oleh karena itu, lemak yang tak larut air
akan diemulsifikasi terlebih dahulu oleh garam empedu menjadi
misel. Misel yang tercampur dalam air in kemudian akan dihidrolisis
oleh enzim lipase menjadi triasilgliserol/trigliserida.
Triasilgliserol kemudian akan dihidrolisis kembali oleh lipase
menjadi monoasilgliserol, asam lemak, dan gliserol yang lebih
sederhana dan dapat diserap oleh sel-sel intestinal. Dalam sel
intestinal, senyawa-senyawa tersebut akan disusun kembali menjadi
triasilgliserol dan ditransport ke dalam pembuluh limfatik sebagai
kilomikron (Murray et al, 2012).
Gambar 1.3 Asorbsi lemak (Murray et al, 2012)c.ProteinProtein
atau polipeptida mulai dihidrolisis di lambung oleh pepsin yang
telah diaktifkan oleh asam lambung. Hasil hidrolisis ini berupa
oligopeptida yang kemudian akan mengalami hidrolisis lebih lanjut
pada intestinum yang dikatalisis oleh berbagai enzim seperti
trypsin, chemotrypsin, carboxypeptidase, dsb. Enzim-enzim ini
bekerja spesifik pada gugus-gugus tertentu yang kemudian akan
memberikan hasil berupa asam amino yang dapat diserap dan digunakan
tubuh (Murray et al, 2012). Gambar 1.4 Proses pencernaan
proteind.VitaminVitamin merupakan substansi organik yang dibutuhkan
tubuh dalam jumlah kecil (mikronutrien). Terdapat dua jenis
vitamin, yakni vitamin larut air (Vitamin B, C) dan vitamin larut
lemak (Vitamin A, D, E, K). Vitamin akan diserap pada jejunum dan
ileum. Vitamin-vitamin larut air akan diabsorbsi sel intestinal
melalui transport aktif ataupun difusi terfasilitasi. Vitamin
tertentu seperti B12 memerlukan senyawa spesifik berupa faktor
intrinsik ataupun mineral tertentu agar dapat diserap tubuh.
Sementara vitamin-vitamin larut lemak akan diserap bersamaan dengan
absorbsi lemak (Murray et al, 2012).e.MineralMineral merupakan
substansi anorganik yang dibutuhkan tubuh. Terdapat berbagai
mineral yang dibutuhkan tubuh, mulai dari Fe, Ca, Zinc, Mg, S, P,
dst. Masing-masing memiliki mekanisme absorbsi yang berbeda-beda.
Beberapa mineral absorbsinya bergantung pada vitamin, misalnya Ca
dan vitamin D. Namun secara umum, mineral diabsorbsi tubuh pada
intestinum tenue dan beberapa pada colon (Murray et al, 2012).
4. Mekanisme DefekasiKolon merupakan salah satu organ sistem
digestif yang berfungsi sebagai organ absorbsi dan penyimpanan
feses. Kolon normalnya menerima sekitar 1500 mL massa dari usus
halus. Jumlah ini kemudian akan direduksi menjadi 200 mL sebelum
dikeluarkan menjadi feses (Martini et al, 2014).Sebagian besar
pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di usus halus, oleh
karena itu massa yang diterima kolon terdiri dari residu makanan
yang tidak tercerna, komponen empedu yang tidak terserap, dan
cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya. Hasil
akhir dari proses inilah yang disebut feses (Sherwood,
2013).Berikut ini adalah faktor-faktor yang berperan dalam
mekanisme defekasi:a.Kontraksi haustraKontraksi haustra merupakan
motilitas utama kolon. Gerakan ini menyebabkan pengadukan isi kolon
sehingga isi kolon terpanjan ke mukosa penyerapan. Kontraksi
haustra dipicu oleh ritmisitas otonom sel-sel otot polos kolon. Hal
ini jugalah yang membuat kolon memiliki penampakan berupa
kantung-kantung haustra (Sherwood, 2013).
Gambar 1.5 Penampakan kantung-kantung haustra pada kolon
(Sherwood, 2013)b.Mass movementMass movement adalah kontraksi
peristaltik kuat yang terjadi beberapa kali dalam sehari. Kontraksi
ini berfungsi untuk mendorong massa dari kolon tranversum langsung
ke sepanjang sisa kolon. Stimulus untuk kondisi ini adalah distensi
gaster dan duodenum (Martini et al, 2014). Saat makanan memasuki
lambung, terjadi refleks gastrokolon yang diperantarai dari lambung
ke kolon melalui gastrin dan saraf otonom ekstrinsik. Pada banyak
orang, refleks ini paling jelas setelah sarapan dan sering diikuti
keinginan buang air besar. Massa yang terdorong akhirnya akan
memasuki rektum dan mengaktifkan refleks defekasi (Sherwood,
2013).c.Refleks defekasiMass movement menyebabkan rektum terisi
feses. Distensi pada dinding rektum memicu munculnya refleks
defekasi. Refleks ini terdiri atas dua feedback positif, yaitu
refleks pendek dan refleks panjang (Martini et al, 2014).Refleks
panjang menyebabkan terjadinya dua aksi. Aksi yang pertama
dimediasi oleh saraf parasimpatis dan menyebabkan sfingter ani
internal relaksasi. Hal ini menyebabkan feses yang telah terbentuk
masuk ke kanalis anal. Aksi kedua adalah releks somatis yang
menstimulasi kontraksi sfingter ani eksterna sehingga proses
defekasi dapat diatur secara sadar (Martini et al, 2014).Kontraksi
sfingter ani yang terus dipertahankan akan menyebabkan dinding
rektum yang awalnya teregang perlahan melemas dan rasa ingin buang
air besar akan menghilang sampai mass movement selanjutnya terjadi
dan mendorong lebih banyak feses ke dalam rektum. Rasa ingin buang
air besar biasanya muncul saat tekanan di rektum mencapai 15 mmHg,
namun saat tekanan mencapai 55 mmHg maka sfingter ani eksterna akan
otomatis relaksasi dan menyebabkan terjadinya defekasi (Martini et
al, 2014).Proses defekasi biasanya dibantu oleh gerakan mengejan
volunter yang melilbatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi
paksa dengan glotis tertutup secara bersamaan. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga membantu proses
pendorongan feses (Sherwood, 2013).
Gambar 1.6 Mekanisme defekasi (Martini et al, 2014)
5. Klasifikasi tipe-tipe feces
Gambar 1.7 Tipe-tipe feces (Heaton, 1997)
6. Faktor yang menyebabkan perbedaan warna fecesAIDA
7. Pengaruh konsumsi obat dengan warna feces
kehitamanClopidogrel merupakan salah satu obet antiplatelet yang
bertujuan mengurangi risiko terkena serangan jantung atau stroke.
Antiplatelet bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet,
sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi
arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan. Clopidogrel
sendiri bekerja denga menurunkan ADP sehingga menghambat agregasi
platelet. Salah satu efek samping dari Clopidogrel adalah
menyebabkan perdarahan pada gastrointestinal. Perdarahan pada
gastrointestinal dapat menyebabkan feses menjadi berwarna hitam
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).
8. Hubungan Hipertensi dan Stroke dengan tinja berwarna
hitamFeses yang berwarna kehitaman dikenal pula dengan sebutan
melena. Tinja atau feses yang berwarna kehitaman merupakan salah
satu tanda yang menunjukkan adanya perdarahan pada saluran
pencernaan. Melena merupakan tanda khusus adanya perdarahan pada
saluran cerna bagian atas. Sementara perdaarahan saluran cerna
bagian bawah biasanya ditandai dengan adanya hematoskezia, atau
feses dengan warna darah segar (Djumhana, 2011).Perdarahan pada
saluran cerna bagian atas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah hipertensi. Dimana pada pasien hipertensi
terjadi peningkatan tekanan darah, sehingga aliran darah yang
disalurkan pada tubuh manusia akan meningkat/cepat. Apabila tekanan
darah yang ada pada pembuluh darah tinggi dapat berisiko untuk
terjadinya perdarahan. Hipertensi juga dapat menyebabkan disfungsi
endotel sehingga mudah terkena jejas. Selain itu hipertensi juga
dapat memperparah atherosclerosis, oleh karena itu pasien
hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi obat anti platelet
(Prasanti, 2013).Namun penggunaan obat-obat antiplatelet dapat
menyebabkan faktor perdarahan naik menjadi dua kali lipat. Selain
itu salah satu obat antiplatelet memiliki efek samping
mengakibatkan perdarahan, sehingga berisiko tinggi apabila
dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna (Prasanti,
2013). Selain obat antiplatelet, obat stroke juga dapat menyababkan
efek samping perdarahan. Oleh karena itu pada anamnesis perlu
ditanyakan mengenai riwayat konsumsi obat stroke pada pasien yang
mengalami perdarahan (Djumhana, 2011).
9. Hubungan keluhan tidak nyaman di perut dengan keluhan
utamanya
Pada sistem pencernaan, rasa sakit atau tidak nyaman di perut
sering disebut sebagai dispepsia. Dispepsia adalah sindrom yang
meliputi rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah,
sendawa, rasa cepat kenyang, perut terasa penuh. Definisi yang
lebih ringkas dan sering dipakai adalah definisi dari Rome II tahun
2000, yaitu dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the
upper abdomen (Djojoningrat, 2014).Beberapa etiologi dispepsia
adalah sebagai berikut (Djojoningrat, 2014):a.Gangguan atau
penyakit dalam lumen saluran cerna: peptic ulcer, gastritis, tumor,
infeksi H. pylorib.Obat-obatan: NSAID, aspirin, digitalis, dan
lain-lainc.Penyakit pada hati, pankreas, dan sistem billier:
hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronikd.Penyakit sistemik:
diabetes melitus, penyakit jantung koronere.Dispepsia fungsional
atau dispepsia non-ulkus Gambar 1.8 Alur diagnosis dispepsia
(Djojoningrat, 2014)
10. Perbedaan perdarahan saluran cerna atas dan bawahGambaran
Umum Perdarahan saluran cerna bahagian atas dapat bermanifestasi
klinis mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar
sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah
darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang
merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau
proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam
bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya
berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon
stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan
kolon bagian proksimal (ileo-caecal). Upper gastrointestinal tract
bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal perdarahan saluran cerna
bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari
seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah
menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna,
masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50
tahun terakhir. (Djojoningrat, 2006)
11. Etiologi dan Tanda Gejala GastritisAIDA DAN THEAAA
12. Patofisiologi gastritisPatofisiologi Gastritis akut
merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak
dan swasirna; merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai
iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan
terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen
pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap
sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada
epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung,
meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat,
misalnya anti inflamasi nonsteroid (NSAID: misalnya indomestasin,
ibuprofen, naproksen), sulfonamida, steroid, dan digitalis. Asam
empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar
mukosa lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin,
efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek masing-masing
agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price & Wilson,
2005). Patofisiologi gastritis yaitu mukosa barier lambung umumnya
melindungi lambung dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri,
yang disebut proses autodigesti acid, prostaglandin yang memberikan
perlindungan ini. Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul
gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan
diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian
HCL dapat berdifusi balik kedalam mucus dan menyebabkan luka pada
pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan tercadinya bengkak,
perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin dan refluk isi
duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier. (Dermawan,
2010)
13. Penatalaksanaan Gastritisa. Gastritis Akut Penatalaksanaan
medis pada pasien gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan
pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai gejala
berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung
gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara
parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran
gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna
makanan yang sangat asam, pengobatan terdiri dari pengenceran dan
penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisir asam digunakan
antacid umum dan bila korosi luas atau berat dihindari karena
bahaya perforasi.(Suzzane, 2002) Penatalaksanaanya jika terjadi
perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif berupa
pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis reseptor
H2. Pemberian obat yang berlanjut memerlukan tindakan bedah.
(Sjamsuhidajat, 2004)b. Gastritis kronik Penatalaksanaan medis pada
pasien gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien,
meningkatkan istirahat, mengurangi stres. Sedangkan menurut
Mansjoer (2001) penatalaksanaan yang dilakukan pertama kali adalah
jika tidak dapat dilakukan endoskopi caranya yitu dengan mengatasi
dan menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan
pengobatan empiris berupa antacid. Tetapi jika endoskopi dapat
dilakukan berikan terapi eradikasi. (Suzzane, 2002)
14. Komplikasi GastritisKomplikasi gastritis dibagi menjadi dua
yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. a. Gastristis akut
komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa
hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik. b. Gastritis
kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas,
ulkus, perforasi dan anemia. (Mansjoer, 2001) INI KOK KOMPLIKASI??
KAN DISURUHNYA PROGNOSIS. TAU AH SURAM -_________-
15. Etiologi dan Tanda Gejala Peptic UlcerPenyebab paling sering
terjadinya ulkus peptik adalah :1.Infeksi Helicobacter
PyloriSebagian besar tukak lambung terjadi dengan adanya asam dan
pepsin ketika Helicobacter pylori mengganggu pertahanan mukosa dan
mekanisme penyembuhan.Hipersekresi asam adalah mekanisme patogenik
yang utama pada tingkat Hypersecretoryseperti Zollinger-Ellison
syndrome (ZES). Infeksi Helicobacter pylori dapat menyebabkan
gastritis kronik yang menginfeksi semua individu, kemudian akan
berkembang menjadi PUD (sekitar 20%), kanker gastrik (kurang dari
1%) dan MALT.Semua kasus ulkus duodenum serta 2/3 dari kasus tukak
lambung diperkirakan berhubungan dengan Helicobacter pylori. Lokasi
ulkus berkaitan dengan sejumlah factor etiologi. Ulkus lambung
ringan dapat terjadi dimana saja diperut, meskipun sebagian besar
terletak di lengkung kecil (Lesser curvature) dan mukosa lambung
bagian antral.Proses transmisi Helicobacter pylori dari orang ke
orang melalui tiga jalur yaitu fecal oral,oral-oral dan iatrogenic.
Transmisi fecal-oral dapat terjadi secara langsung dengan
menginfeksi seseorang dan tidak langsung melalui kontaminasi pada
makanan atau minuman akibat tangan yang tidak bersih setelah
menyentuh fecal. Transmisi oral-oral merupakan rute karena
Helicobacter pylori telah diisolasi dari lubang mulut. Transmisi
secara iatrogenic yaitu terinfeksi karena menggunakan alat seperti
endoskopi.2.Penggunaan NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs
(NSAIDs)Di Amerika, NSAIDs yang tidak selektif merupakan salah satu
obat yang sering diresepkan untuk pasien berumur 60 tahun keatas.
Angka kejadian yang sangat besar akibat penggunaan NSAIDs (termasuk
aspirin) jangka panjang berupa gangguan saluran GI. Menggunakan
NSAIDs dan infeksi Helicobacter pylori adalah faktor risiko
independen untuk penyakit tukak lambung. Resiko adalah 5 sampai 20
kali lebih tinggi pada orang yang menggunakan NSAIDs dibandingkan
dengan yang tidak menggunakan.Secara ktahap s, 3-4,5% kejadian
ulkus peptikum pada pasien yang mengalami arthritiskarena
penggunaan NSAIDs dan 1,5% diantaranya berkembang serius menjadi
komplikasi (perdarahan saluran cerna, perforasi dan obstruksi ).2
Berikut golongan obat NSAIDs Non Selektif yang dapat menyebabkan
ulkus peptikum:
Gambar 1.9 Golongan obatNSAIDs Non Selektif yang menyebabkan
Ulkus Peptikum.
Faktor risiko dari penggunaan NSAIDs yang dapat menginduksi
terjadi ulkus disaluran cerna dan komplikasinya. Komplikasi dapat
meningkat pada pasien yang punya riwayat pernah mengalami ulkus dan
perdarahan GI. Kejadian ulkus dan komplikasi nyaberhubungan dengan
penggunaan dosis NSAIDS, meskipun digunakan dosis rendah misalnya
dosis aspirin 81-325mg/hari untuk kardio protektif dapat
menginduksi ulkus
Gambar 2.0 Faktors risiko ulkus
3.Stres psikologisStress psikologis menjadi faktor penting
patogenesis terjadinya PUD yang kontroversial, namun hasil uji coba
gagal membuktikan antara penyebab dan akibat terjadinya PUD.
Kemungkinan emosional pada stress yang memicu perilaku untuk
merokok dan menggunakan NSAID, sehingga hal ini yang dapat
menyebabkan ulkus.Bagaimana stress dapat menyebabkan PUD
kemungkinan dipengaruhi banyak faktor.4. Kebiasaan
MerokokKemungkinan mekanisme yang terjadi akibat merokok sehingga
dapatmenginduksi terjadinya PUD adalah penghambatan pengosongan
lambung,penghambatan sekresi bikarbonat dari pankreas, memicu
refluks duodenogastric dan mengurangi produksi Prostaglandin
(PG).Meskipun merokok dapat meningkatkan sekresi asam lambung tapi
efeknya tidak konsisten. Merokok dapat menyebabkan seeorang lebih
mudah terinfeksi HP.5. Faktor Diet dan Penyakit LainKedua faktor
ini belum ada mekanisme patofisiologi yang pasti, beberapa minuman
seperti kopi dan the (mengandung kafein), cola, bir, dan susu dapat
menyebabkan dyspepsia tapi tidak meningkatkan resiko PUD. Kafein
dapat menstimulasi sekresi asam lambung dan alcohol dapat
menyebabkan kerusakan mukosa lambung serta perdarahan GI bagian
atas, tapi tidak ada bukti cukup yang menunjukkan bahwa alcohol
dapat menyebabkan ulkus. Pasien dengan penyakit kronik seperti
cystic fibrosis,pancreatitis kronik, coronary artery disease dapat
meningkatkan ulkus pada duodenal. (Joseph, 2008)
16. Patofisiologi Peptic UlcerFaktor predisposisi yang dapat
menyebabkan terjadinya ulkus peptik adalah penggunaan obat-obat
NSAID, infeksi Helicobacter pylori, stress, komponen psikogenik,
merokok. Helicobacter pylori dapat menyebabkan terjadinya gastritis
serta penurunan fungsi dari barrier (mukus, HCO3, sel epitel).
Penurunan dari fungsi barrier dikarenakan H.pylori yang dapat
menhasilkan ureasea yang dapat menghambat prostaglandin sehingga
menurunnya produksi mukus (Silbernagl dan Lang, 2000).Sementara
penggunaan NSAID dan merokok juga akan mengakibatkan hal yang sama.
Sehingga yang ketika terjadi penurunan fungsi barrier, dan juga
peningkatan HCl dan pepsinogen karena faktor psikologis atau tumor
gaster yang kemudian dapat merusak epitel yang kemudian menyebabkan
luka yang akhirnya terbentuklah ulkus (Silbernagl dan Lang,
2000).
Gambar 2.1 Patofisiologi Peptic Ulcer (Silbernagl dan Lang,
2000).
17. Penatalaksanaan Peptic Ulcer Aidaaaaaaaaaa
18. Prognosis Peptic Ulcera. Terapi medikamentosa saja memberi
kesembuhan > 85 %b. Jika tidak diterapi, penyakit ulkus dapat
menimbulkan obstruksi saluran keluarlambung sebagai akibat
peradangan kronis dan jaringan parutc. Terdapat risiko transformasi
maligna pada ulkus lambung (Misnadiarly, 2009)
19. Etiologi dan Tanda Gejala Perdarahan Saluran Cerna Bagian
AtasPenyebab perdarahan saluran bagian atas terbanyak di indonesia
adalah karena pecahnya varises esophagus dengan rata rata 45-50%
seluruh perdarahan saluran cerna bagian atas.1. Perdarahan saluran
cerna bagian atas di antaranya :- Kelainan esophagus : varises ,
esophagitis, keganasan- Kelainan lambung dan duodenum : tukak
lambung & duodenum, keganasan- Penyakit darah : leukemia,
purpura trombositopenia- Penyakit sistemik : uremia- Pemakaian obat
yang ulserogenik : gol. Salisilat, kortokosteroid, alkohol(Sylvia
A. Price, 2006)Tanda dan gejala perdarahan saluran cerna bagian
atas adalah sebagai berikut : 1. Muntah darah (Hematemesis)Adalah
muntah darah dan biasanya di sebabkan oleh penyakit saluran cerna
bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per
rectal yang mengandung campuran darah biasanya disebabkan oleh
perdarahan usus proksimal.2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman
(Melena)Tinja berwarna hitam merupakan akibat dari perdarahan di
saluran bagian atas. Misalnya lambung atau duodenum. Warna hitam
terjadi Karena darah tercemar oleh asam lambung dan pencernaan
kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200
gram darah dapat menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman.3.
Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut.
Gangguan ini dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam
atau cairan panas yang pahit4. Pirosis (Nyeri uluhati) Pirosis
sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat disebabkan oleh
refluks asam lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian
bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa.5. Pada penderita
perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari penyakit
lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit
paru-paru dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita
penyakit hati, perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan
pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan
kepribadian, perubahan kesiagaan dan perubahan kemampuan mental
(ensefalopati hepatik). (Sylfia A. Price, 2006)
20. Patofisiologi Perdarahan Saluran Cerna Bagian
AtasTHEAAAAAAAAAA
21. Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian
AtasMempertahankan saluran nafas paten dan restorasi volume
intravascular adalah tujuan tata laksana awal. Infus kristaloid
awal, sampai 30 mL/ kg, dapat diikuti transfusi darah O-negatif
atau yang crossmatched jika diperlukan. Pasien dengan perdarahan
aktif memerlukan konsultasi emergensi untuk
esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif
dapat dipantau, diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD.
Intervensi selama EGD meliputi injeksi epinefrin submukosa,
skleroterapi, dan ligase pita. Jika tindakan ini gagal menghentikan
perdarahan, angiografi dengan embolisasi atau pembedahan mungkin
diperlukan. Untuk pasien yang diduga mengalami perdarahan varises,
tata laksana medis dapat diberikan sambil menunggu tindakan
definitif. Oktreotid dapat digunakan untuk menurunkan tekanan vena
porta, dan pipa Sengstaken-Blakmore dapat dipasang sebagai tindakan
sementara untuk bertahan. (Dubey S., 2008)
22. Etiologi dan Tanda Gejala AVMPenyebab pasti terjadinya AVM
tidak dapat diketahui secara pasti. Umumnya, AVM disebabkan oleh
kelainan kongenital/bawaan yang terjadi pada masa embrio sehingga
seseorang lahir dengan kelainan tersebut. Tetapi, penyakit ini
tidak diturunkan secara herediter (tidak ada diteruskan ke anak
ataupun mendapatkannya secara genetis dari faktor keturunan).
(Sylvia A. Price, 2006)Tanda dan gejala dari AVM otak meliputi:1.
Kejang2. Seperti mendengar suara mendesing3. Sakit kepala4.
Kelemahan progresif atau mati rasaKetika terjadi pendarahan dalam
otak, tanda-tanda dan gejalanya mirip dengan stroke, antara lain:1.
Mendadak sakit kepala2. Kelemahan, kesemutan atau kelumpuhan3.
Penurunan penglihatan4. Kesulitan berbicara5. Ketidakmampuan untuk
memahami orang lain(Sylvia A. Price, 2006)
23. Patofisiologi AVMArteriovenosus malformation ( AVM) dapat
muncul sebagai suatu lesi kongenital ataupun bawaan ( acquired).
Terdapat beberapa teori tentang patogenesis dan patofisiologi dari
AVM. Salah satunya adalah bahwa AVM muncul ketika terdapat
kombinasi stimulus angiogenik dengan deplesi endoglin. Endoglin
merupakan salah satu reseptor aksesorius TGF-. Endoglin diyakini
merupakan suatu biomarker untuk angiogenesis dan neovaskularisasi
(pembentukan pembuluh darah baru). Kurang atau bahkan tak adanya
endoglin akan mengakibatkan proliferasi sel endotel yang tak
sempurna dan menghambat proses remodelling vaskular. Hal inilah
yang dapat mengakibatkan terbentuknya AVM (Mahmoud et al, 2010).AVM
tersusun atas belitan kompleks arteri dan vena yang terhubung oleh
satu atau lebih fistula. Kumpulan vaskular tersebut dinamakan
nidus. Nidus tidak memiliki capillary bed, dan feeding arteries
bermuara langsung pada vena. Arteri pada AVM memiliki lapisan
muskularis yang krang sempurna. Vena seringkali terdilatasi akibat
tingginya aliran darah yang diterima melalui fistula (Wensheimer et
al, 2009).AVM pada sistem gastrointestinal dapat berada pada usus
halus ataupun caecum dan colon ascenden. AVM pada lokasi-lokasi ini
dapat pula dikarenakan atherosklerosis ataupun valvular heart
disease lain (Dimakakos & Kotsis, 2007).Acquired defects pada
AVM dapat dikarenakan adanya luka tusuk (penetrating injuries),
seringkali akibat prosedur diagnostik atau terapi penyakit-penyakit
seperti tumor, atherosklerosis, ataupun aneurysmal disease
(Dimakakos & Kotsis, 2007).Arteriovenosus malformation akan
mengakibatkan aliran darah pada organ tersebut menjadi terganggu.
Gangguan ini dapat mengakibatkan gangguan pasokan nutrisi dan
oksigen yang kemudian mengakibatkan adanya iskemia jaringan. Hal
ini kemudaan dapat mengakibatkan munculnya berbagai gejala,
tergantung lokasi AVM tersebut. Pada organ-organ visceral, iskemia
dapat menyababkan munculnya rasa sakit serta gangguan fungsi organ
yang terkena. Pada otak ataupun medulla spinalis, adanya iskemia
akibat AVM dapat mengakibatkan adanya gangguan neurologik seperti
sakit kepala, pusing, kejang, dsb (Dimakakos & Kotsis,
2007).AVM merupakan gabungan kompleks pembuluh-pembuluh darah yang
terbentuk dengan kurang sempurna. Hal ini menyebabkan AVM rentan
terhadap adanya perdarahan (hemorrhaging). Apabila pada GI tract,
misalnya. Adanya AVM pada lapisan submukosa GI tract beresiko
mengakibatkan adanya GIT bleeding yang kemudian akan memunculkan
gejala seperti melena, hematoemesis, maupun hematochezia (Abraham,
2014).
24. Tatalaksana AVMPenatalaksanaan pada kasus malformasi arteri
vena adalah sebagai berikut :1.EndoskopiEndoskopi Thermal heater
probe, elektrokoagulasi, dan sclerotherapy telah banyak digunakan.
terdapat laporan yang menunjukkan bahwa elektrokoagulasi bdapat
berhasil diterapkan untuk pendarahan divertikula kolon, meskipun
terapi ini belum banyak dianut. Terapi dengan endoscopy ini juga
dapat memicu perdarahan berulang yang lebih signifikan. Sebaliknya,
angiodysplasias dapat segera diobati dengan tindakan endoskopik.
Perdarahan akut dapat dikontrol dalam hingga 80% dari pasien dengan
perdarahan angiodysplasias, meskipun perdarahan berulang juga dapat
terjadi hingga 15%. Terapi endoskopi ini juga sesuai untuk pasien
dengan perdarahan dari daerah yang telah dilakukan polypectomy.
Pendarahan dapat terjadi pada 1% sampai 2% pasien setelah
polypectomy dan mungkin terjadi hingga 2 minggu setelah polypectomy
dimana terapi endoskopik dianjurkan.2.AngiographicAngiography
dipakai sebagai metode perioperatif, terutama pada pasien-pasien
dengan risiko gangguan vascular, sementara menunggu terapi bedah
definitive. Pada metode ini dilakukan katerisasi selektif dari
pembuluh darah mesentrika yang langsung menuju ke lokasi sumber
perdarahan yang akan dilanjutkan dengan pemberian vasokontriktor
intra-arteri dengan vasopressin yang dapat menghentikan perdarahan
sekitar 80 % kasus. Perdarahan berulang mungkin terjadi jika terapi
tidak dilanjutkan. Komplikasi yang sering dan serius pada metode
ini adalah iskemi miokard, edema paru, thrombosis mesenterika, dan
hiponatremia. Transarterial vasopressin tidak boleh digunakan pada
pasien dengan penyakit arteri koroner atau penyakit vaskular
lainnya. Peran utama dari terapi ini adalah untuk mengehentikan
perdarahan sebagai terapi darurat sebelum bedah definitif.
Embolisasi transkateter pendarahan massive dapat juga dilakukan
pada pasien yang tidak mempunyai cukup biaya untuk menjalani
operasi. Embolisasi dari gelatin spons atau microcoils dapat
menghentikan pendarahan sementra yang disebabkan angiodysplasias
dan divertikula. Metode ini juga dapat menyebabkan demam dan dan
sepsis yang disebabkan oleh kurangnya pasokan darah ke kolon
sehingg aterjadi infark kolon.3.PembedahanIndikasi dilakukannya
tindakan bedah diantarnya pasien dengan perdarahan yang terus
menerus berlangsung dan berulang, tidak sembuh dengan tindakan non
operatif. Transfusi lebih dari 6 unit labu transfusi PRC, perlu
transfusi, ketidakseimbangan hemodinamik yang persisten merupakan
indikasi colectomy pada perdarahan akut. (Sjamsuhidayat, 2004)
25. Prognosis AVMIdentifikasi letak pendarahan adalah langkah
awal yang paling penting dalam pengobatan. Setelah letak perdarahan
terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat secara langsung dan
kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak
perdarahan yang tepat telah sangat meningkat dalam 3 dekade
terakhir, 10-20% dari pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian
bawah tidak dapat dibuktikan sumber pendarahannya. Oleh karena itu,
masalah yang kompleks ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan
teratur untuk mengurangi persentase kasus perdarahan saluran cerna
yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati (Sjamsuhidayat,
2004).
DAFTAR PUSTAKAAAAAA
Abraham, Neena S. 2014. Gastrointestinal Bleeding in Cardiac
Patients : Epidemiology and Evolving Clinical Paradigms. Curr Opin
Gastroenterol. 30(6):609-614.Dermawan, D & Tutik Rahayuningsih.
2010.Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Pencernaan.Yogyakarta :
Gosyen PublishingDimakakos, P. B & T. E Kotsis. 2007.
Arteriovenosus Malformation dalam : Liapis, Christos D., Klaus
Balzer, Fabrizio Benedetti-Valentini, Jos Fernandes e
Fernandes.2007. European Manual of Medicine : Vascular Surgery. New
York : Springer-VerlagBerlin HeidelbergDjojoningrat, D. 2006.
Dispepsia Fungsional. Dalam: Sudoyo, A.W; Setiyohadi, B; Alwi, I;
Simadibrata, M; Setiati, S. (eds.). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid1. Edisi ke-4. Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUIDjojoningrat, Dharmika. 2014. Pendekatan
Klinis Penyakit Gastrointestinal dalam Ilmu Penyakit Dalam Edisi
VI. Jakarta: Interna PublishingDjumhana, A. 2011. Perdarahan Akut
Saluran Cerna Bagian Atas. Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RS dr Hasan
Sadikin, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran.Dubey, S. and
Adebajo, A.O., 2008. Historical and Current Perspectives on
Management of Osteoarthritis and Rheumatoid Arthritis. In: Reid,
D.M. and Miller, C.G., Clinical Trials in Rheumatoid Arthritis and
Osteoarthritis. Springer Science + Business Media.Harjadi W. 2007.
Anatomi Abdomen. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCHeaton, K W
& Lewis, S J. 1997. Stool from scale as a useful guide to
intestinal trnsit time. Scandinavian Journal of
Gastroenterology.Joseph DiPiro,Robert L.Talbert,Gary Yee,Gary
Matzke,Barbara Wells,L.Michael Posey et al.Pharmacotherapy: A
Phatophysiology Approach.7th ed. Columbus: McGraw-Hill
Company;2008.Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi ketiga Jilid Pertama. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.Martini et al. 2014. Fundamentals
of Anatomy & Physiology 9th Ed. US: Pearson Education
Limited.Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis
(Dyspepsia atau maag),Infeksi Mycobacteria pada Ulser
Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka Populer Obor.Murray, Robert K.,
Darryl K. Granner, Peter a. Mayes, Victor W. Rodwell. 2012. Harpers
Illustrated Biochemistry 29th edition. New York : McGraw-Hill
Companies, Inc.Sherwood, Lauralee. 2013. Fisiologi Manusia Dari Sel
ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGCSherwood, L. 2002. Fisiologi Manusia
: Dari Sel ke Sistem, Edisi 2. EGC : Jakarta.Silbernagl, S. dan F.
Lang. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart : New
York.Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
2, Jakarta : EGC.Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002.
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Jakarta : EGCSylvia A.Price,Lorraine M.Wilson.Patofisiologi :
Konsep Ktahap s Proses-Proses Penyakit 1st ed.Jakarta: EGC;
2005.Prasanti, D.I. 2013. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas, Studi Pada Pasien
Penyakit Jantung Koroner dengan Terapi Antipletelet. Skripsi.
Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro : Semarang.Weinsheimer S, Kim H, Pawlikowska
L, Chen Y, Lawton MT, Sidney S, et al. EPHB4 gene polymorphisms and
risk of intracranial hemorrhage in patients with brain
arteriovenous malformations. Circ Cardiovasc Genet. Oct
2009;2(5):476-82.