BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Padi ( Oryza sativa L. ) merupakan tanaman sumber bahan makanan
pokok bangsa Indonesia sehingga peranannya sangat penting dilihat
dari aspek ekonomi, sosial maupun politik. Sebagian besar petani di
Indonesia bermata pencaharian sebagai petani, dan sekitar 18 juta
petani membudidayakan padi sebagai komoditas utamanya, dengan besar
sumbangan 66% terhadap produk domestik bruto (PDB) tanaman pangan.
Selain itu usahatani padi telah memberikan kesempatan kerja dan
pendapatan bagi lebih 21 juta rumah tangga dengan sumbangan
pendapatan 25% sampai 35% (Departemen Pertanian. 2005). Oleh karena
itu padi tetap menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan
ketahanan pangan nasional, sehingga pemerintah menaruh perhatian
besar terhadap perkembangan komoditas ini.Produksi padi di
Indonesia Tahun 2012 realisasinya mencapai 69,05 juta ton GKG atau
101,81% dari target produksi sebesar 67,82 juta ton GKG (sangat
berhasil). Jika dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 65,76 juta
ton GKG, produksi tahun 2012 naik sebesar 3,29 juta ton atau 5%.
Apabila dibandingkan target produksi tahun 2014 sesuai dengan Road
Map sebesar 76,57 juta ton GKG, maka capaian produksi padi pada
tahun 2012 baru mencapai 90,18%. Hal ini mengindikasikan bahwa
walaupun tahun 2012 telah dicapai produksi padi melebihi target,
tetapi masih perlu kerja keras untuk pencapaian target surplus 10
juta ton beras pada tahun 2014. Dukungan kegiatan untuk pencapaian
target produksi padi secara umum sudah cukup baik, seperti
penyaluran BLBU hampir mencapai target yang ditetapkan, sementara
kegiatan lainnya yang mendukung pencapaian produksi padi sudah
terlaksana secara cukup maksimal seperti Tabel 1.1 berikut..Tabel
1.1 Kegiatan Mendukung Pencapaian Swasembada Padi Berkelanjutan
(Peningkatan Produksi Padi) Tahun 2012
No. Kegiatan Target Realisasi % Capaian
1. SL-PTT padi hibrida/non hibrida/ lahan kering (Ha) 3.400.000
3.243.292 95,38
2. Susut padi (%) 1,53 0,47 30,72
3. Luas tanaman padi yang toleran serangan OPT dan terkena DPI
(%) 6 4,54 75,67
4. BLBU padi hibrida/non hibrida/ lahan kering (ton benih)
83.500 75.515 90,43
5. Pemberdayaan penangkar benih padi (ha) 10.000 9.027 90,27
6. Perbanyakan benih sumber (ha) 648 509 78,55
7. Optimalisasi balai benih/seed center (UPB) 12 11 91,67
Apabila memperhatikan trend produksi padi tahun 2005 sampai
dengan tahun 2010 menunjukkan trend yang meningkat setiap tahunnya.
Walaupun produksi sedikit agak menurun tahun 2011, tetapi kemudian
meningkat kembali pada tahun 2012. Peningkatan produksi padi tahun
2012 disebabkan naiknya produktivitas rata-rata 2,79% (1,39 ku/ha)
dan meningkatnya luas panen 2,03% (268.010 ha) dibandingkan tahun
2011. Faktor pendukung peningkatan produktivitas padi antara lain:
penggunaan benih unggul bersertifikat, meningkatnya penggunaan
benih varietas produksi tinggi, penerapan teknologi budidaya
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) seluas 3,23 juta ha, pengamanan
pertanaman dari gangguan OPT dan DPI, penurunan susut hasil
pascapanen sebesar 0,47%, serta meningkatnya penggunaan pupuk
berimbang dan pupuk organik. Keragaan produksi padi selama periode
2005-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 . Produksi Padi di Indonesia selama Tahun
2005-2012
No. Tahun Sasaran (juta ton) Capaian Produksi (juta ton) %
terhadap Sasaran
1. 2005 55,03054,15198,4
2. 2006 55,72054,45597,72
3. 2007 58,18057,15798,25
4. 2008 60,50060,32699,72
5. 2009 63,53064,398101,37
6. 2010 66,47066,46999,99
7. 2011 65,72065,757100,06
8. 2012 67,82069,045*101,81
Pada tahun 2012, target penurunan susut hasil untuk padi
sebanyak 1,53% guna menunjang program Peningkatan Produksi Beras
Nasional (P2BN) berupa surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014.
Beberapa kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai penurunan susut
hasil padi adalah: (1) Bantuan sarana di 442 poktan/gapoktan
(terealisasi 442 poktan/ gapoktan), di mana hasil analisis
menunjukkan bahwa susut hasil dapat diturunkan 0,17%; (2) Bantuan
sarana panen, perontok dan pengering sebanyak 197 unit (terealisasi
197 unit) dapat menurunkan susut hasil padi 0,06%; (3) Bantuan
sarana panen dan perontok sebanyak 630 unit (terealisasi 630 unit)
dapat menurunkan susut hasil padi 0,24%. Secara keseluruhan susut
hasil yang berhasil diturunkan yaitu 0,47%. Dari target 1,53%, sisa
1,06% yang belum tercapai dan diharapkan berasal dari dukungan
instansi terkait, pemda dan swadaya. Apabila dibandingkan tahun
2011 yang berhasil menurunkan susut hasil padi sebanyak 0,19%, maka
penurunan susut hasil padi 0,47% pada tahun 2012 menunjukkan
terjadinya peningkatan penurunan susut padi sebesar 0,28%. Hal ini
menunjukkan adanya pengamanan hasil padi sebesar 324.095 ton GKG
yang berkontribusi pada peningkatan produksi padi nasional.
Kontribusi tersebut diperoleh dari penyaluran bantuan sarana
pascapanen padi dari dana APBN, APBN Kontigensi dan APBN-P tahun
2012. Fasilitasi bantuan pascapanen padi tahun 2012 sebanyak 442
paket diberikan kepada 442 poktan/gapoktan. Dari fasilitasi bantuan
tahun 2012. tersebut diperkirakan dapat menurunkan susut hasil
sebesar 0,17% atau dapat mengamankan hasil padi sebesar 117.226 ton
GKG, sedangkan fasilitasi bantuan sarana pascapanen padi dana APBN
Kontigensi berupa Combine Harvester 25 unit di 11 Provinsi, dan
Dryer sebanyak 172 unit di 17 Provinsi diperkirakan dapat
menurunkan susut sebesar 0,06% atau dapat mengamankan hasil padi
sebesar 41.374 ton GKG. Adanya tambahan bantuan sarana pascapanen
padi dari APBN-P tahun 2012 berupa Combine Harvester 330 unit di 13
Provinsi sentra padi, Power Thresher 300 unit di 11 Provinsi sentra
padi dan Power Thresher Multiguna 100 unit di 8 Provinsi sentra
kedelai. Fasilitasi bantuan tersebut diperkirakan dapat menurunkan
susut sebesar 0,24% atau dapat mengamankan hasil padi sebesar
165.495 ton GKG.
Beberapa faktor yang mendukung keberhasilan pengamanan produksi
padi antara lain: :
1. Faktor iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman, sehingga
mampu menghambat perkembangan OPT di lapangan.
2. Meningkatnya kemampuan petugas POPT dalam mendukung
pengamanan produksi di lapangan.
3. Melembaganya sistem Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dalam
penanggulangan OPT tanaman pangan.
4. Pemanfaatan kalender tanam oleh petugas dan petani.
5. Meningkatnya kepedulian dan kemampuan petani dalam mengawal
pertanamannya mulai dari pembibitan hingga pada saat panen sehingga
mampu menekan keberadaan OPT di lapangan (SPOT STOP).
6. Tersedianya sarana pengendalian sampai di tingkat kabupaten
sehingga lebih mudah dimanfaatkan oleh petugas maupun petani.
Jawa Barat merupakan satu diantara beberapa provinsi sentra
produksi padi di Indonesia. Produksi padi dalam 5 tahun terakhir
meningkat rata-rata 2,95 %/tahun, dari 9.914.020 ton GKG pada tahun
2007 menjadi 11.403.668 ton GKG pada tahun 2012 (ARAM II BPS)
sedangkan laju peningkatan produktivitas mencapai 1,59%/tahun dan
luas panen meningkat rata-rata 1,35 %/tahun. Secara rinci
peningkatan luas panen, produktivitas dan produksi padi dalam 5
tahun terakhir disajikan pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi
Padi Jawa Barat 2008-2012 (ARAM II BPS)
TahunLuas PanenProduktivitasProduksi
Ha%Ku/Ha%Ton%
20071.829.085-54,20-9.914.020-
20081.803.628-1,3956.063,3410.111.0701,99
20091.950.2038,1358,603,5711.737.07011,98
20102.037.6574,4857,60-0,7911.322.6813,66
20111.964.466-3,5959,222,8111.633.891-0.88
20121.946.810-0,9058,58-1.0811.403.668-1,98
Rata-rata1,351,592,95
Sasaran produksi padi tahun 2013 adalah 13.000.000 ton GKG atau
meningkat 4,00% dibanding sasaran produksi tahun sebelumnya sebesar
12.500.000 ton GKG. Sasaran tanam 2.055.340 ha, sasaran panen
1.975.769 ha, sasaran produktivitas 65,80 ku/ha. Apabila
dibandingkan dengan pencapaian pada tahun 2012 (ARAM II BPS),
sasaran produksi tahun 2013 adalah 14,00% di atas produksi ARAM II
2012 yaitu sebesar 11.403.668 ton GKG. Sasaran tanam dan panen
adalah 1,49% di atas ARAM II BPS serta sasaran produktivitas adalah
12,33% di atas ARAM II BPS.
Kabupaten Karawang bagi masyarakat Indonesia identik dengan
produksi padinya. Hingga tak mengherankan jika Karawang mendapat
sebutan lumbung padi Jawa Barat, bahkan nasional. Dari luas wilayah
Kabupaten Karawang yaitu 1.753,27 kilometer persegi atau 175.327
hektar (sekitar 4 persen dari total luas wilayah Propinsi Jawa
Barat), luas areal pertaniannya yaitu 94.311 hektar atau hampir
separuhnya. Kabupaten Karawang dilewati oleh Sungai Citarum, sungai
terbesar dan terpanjang di Propinsi Jawa Barat ini, yang menjadi
batas wilayah Kabupaten Karawang dan Bekasi. Sungai Citarum sangat
penting keberadaannya bagi Kabupaten Karawang, karena hampir
seluruh wilayah area pertanian Karawang mendapatkan sumber air dari
sungai ini. Areal sawah irigasi teknis yaitu seluas 83.021 hektar,
3.852 hektar sawah irigasi setengah teknis, 4.165 hektar sawah
irigasi sederhana dan 3.273 hektar areal sawah tadah hujan.
(Kompas, 27 Januari 2012, data Pemerintah Kab.Karawang).
Rata-rata produksi padi per hektar mencapai antara 6 bahkan
hingga 9 ton per hektarnya. Pada tahun 2011, produksi padi yang
dihasilkan oleh Kabupaten Karawang yaitu 1383,34 ton, yang berasal
dari dua musim tanam dalam setahun, dan pada tahun 2012 mengalami
penurunan sekitar 2,29%, yaitu produksinya menjadi 1351,67 ton,
dengan produktivitas per hektar 7,01 ton.Tanaman padi merupakan
komoditas pertanian yang tergolong bersifat strategis, karena
menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika tidak ditangani dengan
baik dan produksinya merosot atau gagal panen, maka dampaknya
sangat terasa bagi masyarakat. Oleh karena itu peningkatan produksi
padi sampai saat ini masih merupakan prioritas. Peningkatan
produksi padi ditempuh melalui empat program, yaitu : (a)
peningkatan produksi, (b) stabilitas produksi, (c) efisiensi
produksi dan (d) peningkatan mutu dan diversifikasi produk (Balai
Penelitian Tanaman Padi, 2002).Peningkatan produktivitas usaha tani
padi dilakukan melalui penerapan teknologi seperti penggunaan
varietas unggul dan bermutu, pengaturan air, pemupukan yang
berimbang, pengaturan jarang tanam, pengendalian organisme
pengganggu tanaman dan pengaturan pola tanam. Saat ini sejumlah
petani di Karawang diakui sudah banyak yang menggunakan varietas
benih padi lokal yang produktivitasnya cukup tinggi hingga mencapai
7-8 ton per hektare. Penggunaan varietas padi di kalangan petani
itu diawali dengan proses alamiah para petani setempat atau temuan
petani secara langsung. Potensi varietas padi lokal di Karawang
juga ada yang produktivitasnya di atas 9 ton per hektare. Jenis
varietas padi lokal yang produktivitasnya di atas 9 ton per hektare
sedang diujicobakan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Karawang.
Terdapat tiga jenis varietas benih padi yang tengah diujicobakan,
yakni Sidenok, Manohara, Bima. Dalam perkembangannya Sidenok sudah
dilepas oleh Badan Atom Nasional (Batan), sehingga tinggal dua
varietas lokal. Pada tahun 2013 pemurnian dan kajian potensi hasil
dilakukan kembali dengan menambah jumlah varietas lokal yaitu
Shogun dan Sri Putih
Kelebihan dari varietas padi lokal produktivitasnya tinggi dan
memiliki daya adaptasi tinggi di wilayah Kabupaten Karawang karena
sudah lama dibudidayakan. Menurut kepala Dinas Pertanian,
Perkebunan, Kehutanan dan Peternakan Kabupaten Karawang, Nachrowi,
jika varietas padi lokal mampu menghasilkan produktivitas yang
tinggi, maka produksi padi di Karawang tidak akan terganggu
walaupun terjadi alih fungsi lahan pertanian dari tahun ke tahun.
Diharapkan nantinya walaupun selalu terjadi alih fungsi lahan
pertanian setiap tahun, tetapi produksi padi di Karawang tetap
tinggi. Bahkan target produksi yang dibebankan oleh pemerintah
pusat, yakni harus naik sekitar 5 persen setiap tahunnya bisa
terpenuhi. Sebagai contoh, pada 2010 target produksi padi Karawang
yang mencapai 1,37 ton gabah kering panen tercapai. Padahal dalam
setahun terdapat ratusan hektare lahan pertanian yang gagal
panen.
1.1 Identifikasi dan Rumusan MasalahPenggunaan benih yang unggul
dan bermutu merupakan bagian dari penerapan paket teknologi
budidaya, termasuk pada budidaya tanaman padi. Di Kabupaten
Karawang terdapat beberapa jenis padi lokal yang memiliki
keunggulan dari produktivitas dan tahan terhadap organisme
pengganggu tanaman. Jenis padi lokal yang ada di kabupaten Karawang
dan telah banyak dibudidayakan oleh petani antara lain Bima,
Shogun, Manohara dan Sri Putih. Jenis padi lokal Bima dan shogun
telah dikaji dan dimurnikan oleh Dinas Pertanian Perkebunan
Kehutanan dan Peternakan pada tahun 2011 dan 2012. Pada tahun 2013
Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan dan Peternakan kembali
mengkaji potensi keempat jenis padi lokal dengan penerapan
teknologi budidaya berbeda, yaitu cara konvensional dan PTT,
sekaligus dilakukan pemurnian. Berdasarkan uraian tersebut, maka
dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1) Apakah terdapat perbedaan potensi daya hasil jenis padi lokal
Karawang pada penerapan teknologi yang berbeda 2) Jenis padi lokal
mana yang memiliki potensi hasil tertinggi pada tiap paket
teknologi yang diterapkan.1.2 Tujuan PenelitianTujuan dari kegiatan
ini adalah untuk mengetahui kemampuan atau potensi hasil,
keunggulan sifat-sifat padi lokal Shogun, Bima, Manohara, dan Sri
Putih dalam beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya pada teknologi
budidaya yang berbeda
1.3 Sasaran
Diketahuinya potensi, sifat agronomi serta keunggulan padi lokal
Shogun, Bima, Manohara dan Sri Putih pada teknologi budidaya
konvensional dan SLPTT, sebagai bahan informasi yang akan
dipergunakan untuk proses pelepasan dan sertifikasi.
1.4 Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman
b. Undang-Undang Nomor 29 tahun 1992 tentang Perlindungan
Tanaman
c. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1995 tentang Perbenihan
Tanaman
d. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2004 tentang Penanaman,
Pendaftaran dan Penggunaan Varietas Asal untuk Pembuatan Varietas
Tanaman Essensiale. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
37/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan
dan Penarikan Varietas.BAB II. KAJIAN PUSTAKA,
Menurut Aksi Agraris Kanisius (2000), tanaman padi termasuk
golongan tanaman setahun atau semusim, dan yang ditanam di
Indonesia termasuk golongan Oryza sativa L., pada umumnya terdiri
dari padi bulu dan cere. Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi)
tanaman padi diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio
:
Spermatophyta
Sub divisio
:
Angiospermae
Class
:
Monocotyledoneae
Ordo
:
Glumiflorae
Familia
:
Graminae
Sub famili
:
Oryzadiae/Poaceae
Genus
:
Oryza
Species
:
Oryza sativa L.
Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yakni
organ vegetatif dan organ generatif (reproduksi). Bagian-bagian
vegetatif meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian
generatif (reproduksi) terdiri dari malai dan gabah (Soemartono,
Bahrin Samad dan Haryono, 1982 ; Manurung dan Ismunadji, 1988).
Menurut Yayat Rochayati, Sudiarso (1987), pada saat berkecambah
tumbuh akar tunggang, diikuti akar serabut yang tumbuh dari batang.
Letak susunan akar tidak dalam, kira-kira pada kedalaam 20 30 cm
dan menyebar ke samping. Akar tunggang dan akar serabut mempunyai
bagian akar lagi yang disebut akar sisi dan akar sisi yang keluar
dari akar serabut disebut akar rambut.
Menurut Sutarwi Surowinoto (1980), batang padi disusun oleh
serangkaian ruas-ruas berongga dan bentuknya bulat dipisahkan oleh
buku. Dari atas ke bawah ruas batang itu makin lama makin pendek
dan pada setiap buku duduk sehelai daun. Pada buku yang paling
bawah, mata-mata tunas yang terdapat antara ruas batang dan upih
daun, tumbuh menjadi batang-batang sekunder yang serupa dengan
batang primer. Batang-batang sekunder ini pada gilirannya nanti
menghasilkan batang-batang tersier dan seterusnya, peristiwa itu
disebut anakan. Anakan atau tunas pada padi setelah di panen
keadaan cukup air dapat membentuk batang baru (anakan).
Daun terdiri dari helai daun yang berbentuk memanjang seperti
pita, upih (pelepah) daun yang memeluk batang. Pada pembatasan
antara helai dan upih terdapat lidah daun. Banyak daun dan lembar
sudut yang dibentuk antara daun bendera dengan malai tergantung
varietas padi yang ditanam.
Malai terdiri dari bulir-bulir yang timbul dari buku-buku paling
atas dan pada tiap-tiap bulir terdapat satu bunga padi. Pada waktu
berbunga malai berdiri tegak kemudian terkulai bila bulir telah
terisi dan matang menjadi buah. Bunga padi adalah bunga telanjang
artinya tidak mempunyai perhiasan bunga, berkelamin dua jenis
dengan bakal buah yang terdapat di atas. Jumlah benang sari 6 buah,
tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai
dua kantung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik dengan dua
buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna putih dan ungu.
Biji padi atau gabah adalah buah padi yang tertutup oleh lemma dan
palea. Lemma dan palea serta bagian lain yang membentuk sekam,
sedangkan endosperm (beras) mengandung tepung dan sebagian kecil
ditempati oleh embrio (Lembaga) (Aksi Agraris Kanisius, 2000).
Gabah merupakan hasil tanaman padi yang telah dilepas dari
tangkainya dengan cara perontokkan, sehingga didapat berupa
butiran-butiran gabah, yang pada akhirnya biasa disebut sebagai
Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering Giling (GKG), maupun Gabah
Kering Simpan (GKS).
Noble dan Andrizal (2003) menyatakan bahwa struktur butir gabah
terdiri atas 3 (tiga) bagian utama yaitu : kulit (sekam), butiran
biji (endosperma) dan lembaga (embrio).
1.Kulit atau SekamKulit padi lazimnya dinamakan sekam yaitu 23%
dari bobot gabah, sedangkan butir biji (endosperma) dan lembaga
(embrio) disebut beras.
2.Butir biji atau EndospermaButir biji yaitu 77% dari berat
gabah atau endosperma dibungkus kulit ari (yang hanya 3% dari bobot
beras). Butir biji terdiri dari lapisan terluar disebut perikarp,
kemudian tegmen dan lapisan aleuron yang banyak mengandung protein.
Terdapat 2 (dua) lapisan pada tegmen, yaitu spermaderma dan
perisperma yang banyak mengandung lemak.
a.Pericarp merupakan lapisan yang sangat tipis dan
berserat-serat. Karena tipisnya, pericarp disebut silver skin
(Rawnsley, 1976). Kemudian Juliano, Resurreccion dan Tanaka (1979)
membagi pericarp atas epicarp dan mesocarp. Selanjutnya dikatakan
bahwa pericarp mempunyai ketebalan dinding sel sebesar 2 mikron,
selulosa, dan hemiselulosa.
b.Tegmen terdiri dari dua lapisan yang disebut spermoderm dan
perisperm. Kedua lapisan ini mempunyai permukaan dinding sel yang
halus dan tersusun dalam barisan-barisan yang teratur. Sel-sel
perisperm dicirikan dengan adanya bintik-bintik seperti manik-manik
pada bagian dindingnya (Juliano dkk, 1979).
c.Aleuron menutup keseluruhan endosperma dan tersusun dari satu
sampai tujuh lapisan sel yang mempunyai ketebalan yang lebih tinggi
padi bagian dorsal dibandingkan dengan bagian ventral dan lateral
biji. Lapisan aleuron tersusun dari sel-sel pengisi (parenchyma
cells) yang berbentuk bujur sangkar atau segi empat yang berdinding
tipis (Juliano dkk, 1979). Sel-sel aleuron yang mengelilingi
endosperma mengandung butiran aleuron kaya protein dengan membrane
tunggal yang mengandung butiran phytat di dalam matriks
protein-karbohidrat. Di samping itu juga terdapat lemak disekitar
nucleus.
3.Lembaga atau EmbrioEmbrio atau lembaga merupakan bakal biji
yang berukuran kecil dan terletak pada sisi ventral butir beras.
Pada penampang bujur butir BPK, embrio kelihatan kurang cerah
dibandingkan dengan endosperma. Embrio mempunyai bakal daun
(plumule), bakal akar (radicle) yang bersatu dengan bakal batang
(hypocotyl) yang sangat pendek. Sel-sel pengisi bakal daun, bakal
akar dan sel-sel epithelial diisi oleh sejumlah kecil butiran
protein dan globula lemak (Juliano dkk, 1979). Lembaga atau embrio
bobotnya sekitar + 2% 3% dari bobot butir. Lembaga terdiri dari
bakal akar (radikel), bakan daun (plumul), tudung (skutelum) dan
epiblas. Lembaga atau embrio banyak mengandung lemak dan
protein.
Endosperm merupakan jaringan yang terdapat pada bagian paling
dalam dari biji. Tersusun oleh sel-sel yang berdinding tipis yang
kaya akan granula pati, tetapi sedikit mengandung potein (Juliano
dkk, 1979). Menurut Rawnsley (1976) sel-sel pengisi endosperm
berbentuk segi enam pada titik pusat biji semakin jauh dari pusat
bentuknya semakin memanjang. Bentuk sel yang memanjang ini diduga
sebagai penyebab mudah patahnya biji akibat benturan mekanis pada
penggilingan dan pengaruh panas selama pengeringan.
Beras merupakan butiran yang diperoleh dari padi gabah setelah
dihilangkan bagian sekamnya. Berdasarkan cara pengolahannya beras
dibagi menjadi 2 jenis yaitu beras tumbuk atau beras pecah kulit
dan beras giling (Winarno, 1981). Beras Pecah Kulit (BPK) adalah
beras yang berasal dari gabah yang bagian sekamnya saja dibuang.
Beras giling adalah beras yang diperoleh dari gabah yang seluruh
atau sebagian kulit arinya telah dipisahkan dalam proses
penggilingan, umumnya berhubungan dengan proses penyosohan (Hubeis,
1984 dalam Agus Setyono, 2001).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Gabah Padi
Soemartono, Bahrin Samad dan Haryono (1982)
2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim panas
yang lembab. Cocok di tanam pada ketinggian 0 650 meter di atas
permukaan laut dengan suhu antara 22,50 C serta membutuhkan curah
hujan yang banyak, rata-rata 200 mm atau lebih per bulan. Tanah
yang baik untuk tanaman padi adalah tanah yang subur dan banyak
mengandung bahan organik dengan pH 5 sampai 7 (Aksi Agraris
Kanisius, 2000)
Vergara (1990) menyatakan bahwa tanaman tumbuhan lebih cepat
pada suhu hangat dari pada suhu dingin, bibit akan tumbuh lebih
tinggi bila tumbuh pada suhu yang hangat dari pada suhu yang
dingin, dimana pada suhu dingin dapat menyebabkan daun bibit
berwarna kekuningan dan selanjutnya bibit akan mati, demikian juga
cahaya matahari sangat di perlukan oleh tanaman padi dengan
penyinaran yang cukup, karena bila cahaya ini kurang maka
pertumbuhan bibit tidak akan sempurna dan menyebabkan bibit tumbuh
lemah karena daun dan pelapah daun tanaman tumbuh memanjang.
Pada umumnya tanaman untuk tumbuh dengan sehat dan subur di
samping dipengaruhi oleh faktor manusia juga di pengaruhi oleh
faktor tanaman itu sendiri dan faktor lingkungan antara lain sifat
fisik dan sifat kimia. Menurut Siregar (1981) untuk memperoleh
hasil setinggi-tingginya dari suatu tanaman padi suatu keharusan
kelima komponen panca usaha tani sebagai faktor produksi dalam
melaksanakan intensifikasi padi diterapkan. Jika salah satu dari
kelima komponen diabaikan, maka hasil yang tinggi tidak akan
tercapai.
Padi sawah memerlukan air yang cukup mulai dari awal pertumbuhan
atau fase pertunasan sampai menjelang panen. Kebutuhan air bagi
tanaman bergantung dari berbagai macam faktor antara lain jenis
tanah, musim, iklim dan umur tanaman Faktor ketersediaan air dan
kesuburan tanah sangat besar peranannya dalam menentukan hasil
tanaman padi
BAB III. PELAKSANAAN
3.1. Tempat dan WaktuPengkajian dilaksanakan di lahan milik
Petani di Desa Puspasari, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang,
Pengkajian dimulai pada bulan Agustus 2013 sampai bulan Nopember
2013.3.1 Metode yang Digunakan
Pengkajian terhadap potensi hasil beberapa jenis padi sawah
lokal Karawang, pemurnian dan identifikasi karakteristik morfologi
dan agronomis pada sistem budidaya konvensional dan sistem
pengelolaan tanaman terpadu, bersifat verifikatif yang dilakukan
dengan pendekatan eksperimen di lahan percobaan.
Bahan yang digunakan dalam percobaan meliputi benih tanaman padi
sawah lokal Karawang, yaitu Shogun, Ciherang- kujang, Kulabet, Bima
dan Ciherang, pupuk Urea (45% N), Phonska, SP 18 (18% P2O5), KCl
(50% K2O), dolomit, garam, Furadan, dan pupuk kandang.
Alat yang dipergunakan meliputi hand traktor, cangkul, caplak,
kanpsack, ember, timbangan, plang perlakuan, serta alat tulis
menulis.
Pendekatan eksperimen menggunakan rancangan percobaan Rancangan
Petak terbagi/strip plot design diulang tiga kali. Petak utama
sebagai sistem tanam terdiri atas sistem konvensional dan sistem
pengelolaan tanaman terpadu (PTT) serta anak petak sebagai varietas
padi lokal Karawang Petak-petak percobaan berukuran 5 m x 8 m,
dengan tata letak percobaan pada Lampiran 4.
3.2 Operasionalisasi Variabel
Variabel dalam penelitian terdiri atas variabel bebas
(Independent Variable) dan variabel terikat (Dependent Variable).
Variabel bebas (Independent Variable), yaitu berupa perlakuan
sistem tanam dan varietas padi sawah lokal Karawang. Kombinasi
perlakuan sebanyak 8 (Tabel 3.1) yang diulang 3 kali dengan ukuran
petak 5 m x 8 m, sehingga terdapat 24 petak percobaan. Penempatan
perlakuan pada petak percobaan dilakukan secara acak.
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan Sistem Tanam dan Varietas Padi
Sawah Unggul Baru
Varietas Padi Sawah (V)Sistem Tanam (S)
Konvensional (s1)Pengelolaan Tanaman Terpadu (s2)
Ciherang(v1)s1v1s2v1
Shogun (v2)s1v2s2v2
Bima/Kulabet (v3)s1v3s2v3
Sri Putih (v4)s1v4S2v4
Manohara (v5) s1v5s2v5
Variabel terikat (Dependent Variable) yaitu berupa respons
tanaman terhadap perlakuan; terdiri atas karakteristik pertumbuhan,
komponen hasil dan hasil tanaman padi sawah. Variabel respons
tersebut digunakan untuk menjawab hipotesis sehingga datanya
dianalisis menggunakan analisis statistik. Operasional variabel
selengkapnya disajikan pada Tabel 3.2.Tabel 3.2 Operasionalisasi
Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Jenis VariabelKonsep VariabelIndikator Variabel
Sistem tanamSistem tanam merupakan penerapan atas suatu usaha
penanaman tanaman pada sebidang lahan menurut pola tanaman yang
sesuai untuk memperbaiki produktivitas usahatani s1 = Sistem tanam
konvensional
s2 = Sistem tanam pengelolaan tanaman terpadu
Varietas Padi Sawah
Varietas padi sawah merupakan sekelompok tanaman dalam suatu
species yang dapat dibedakan dengan suatu sifat atau sekelompok
sifat-sifat tertentu yang memiliki peran nyata dalam meningkatkan
hasil dan kualitas hasil. v1 = Shogun v2 = Ciherang Kujangv3 =
Bima/kulabetv4 = Ciherang
Pertumbuhan dan komponen hasil
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks
antara faktor internal (sifat genetik/hereditas, hormon, enzim) dan
Eksternal (iklim, air tanah dan unsur hara)1. Tinggi tanaman
2. Jumlah anakan per rumpun
3. Jumlah anakan produktif per rumpun
4. Nisbah pupus akar
5. Panjang malai
6. Persentase gabah isi per rumpun
7. Bobot gabah isi per rumpun
8. Bobot 1000 butir gabah isi
Hasil Hasil merupakan resultante akhir dari seluruh proses
fisiologi selama fase atau periode pertumbuhan tanaman1. Hasil
gabah kering panen (GKP) per petak
2. Hasil gabah kering giling (GKG) per petak
Cara pengukuran masing-masing karakteristik respons tanaman
adalah sebagai berikut :
1) Pertumbuhan Tanaman
(1) Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman yaitu rata-rata tinggi tanaman dari 5 rumpun
tanaman contoh dengan cara mengukur tinggi tanaman dari pangkal
batang sampai ujung daun terpanjang. Pengamatan tinggi tanaman
dilakukan dengan periode 7 harian mulai dari umur 14 hst (hari
setelah tanam) sampai 42 hst (pertumbuhan aktif menjelang periode
generatif). Tinggi tanaman dinyatakan dalam satuan centimeter
(cm).
(2) Jumlah Anakan Produktif per Rumpun
Jumlah anakan produktif per rumpun adalah rata-rata jumlah
anakan per rumpun yang mengeluarkan malai dari 5 rumpun tanaman dan
diamati pada saat panen. Jumlah anakan produktif per rumpun dalam
satuan buah.
(3) Nisbah Pupus Akar (NPA)
Nisbah pupus akar adalah rata-rata perbandingan antara bobot
kering bagian atas tanaman (daun dan batang) dengan bobot kering
bagian bawah tanaman (akar) dari 2 rumpun tanaman pada petak
destruktif saat primordia tanaman. Bobot kering tanaman merupakan
bobot tanaman yang telah dikeringkan di bawah sinar matahari sampai
kering kemudian dioven pada suhu 80oC selama 24 jam sampai mencapai
berat kering konstan yaitu setelah tiga kali penimbangan beratnya
tidak berubah lagi.
2) Komponen Hasil Tanaman
(1) Panjang Malai
Panjang malai adalah rata-rata panjang malai dari 5 rumpun
tanaman contoh yang diukur pada saat panen mulai dari leher/pangkal
malai sampai ujung malai. Panjang malai dinyatakan dalam satuan
centimeter (cm).
(2) Persentase gabah isi per rumpun
Persentase gabah isi per rumpun adalah rata-rata persentase
gabah isi per rumpun dari 5 rumpun tanaman contoh yang diukur pada
saat panen. Persentase gabah isi dihitung dengan cara membagi bobot
gabah isi per rumpun dengan bobot gabah total (isi dan hampa) per
rumpun di kali 100%. Persentase gabah isi per rumpun dinyatakan
dalam satuan persen (%).
(3) Bobot gabah isi per rumpun
Bobot gabah isi per rumpun adalah rata-rata bobot gabah isi per
rumpun dari 5 rumpun tanaman contoh yang diukur pada saat panen.
Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang gabah isi per rumpun
yang telah dikeringkan sampai kadar air 14% (pengukuran kadar air
menggunakan moisture tester). Bobot gabah isi per rumpun dinyatakan
dalam satuan gram (g).(4) Bobot 1000 butir gabah isi
Bobot 1000 butir gabah isi dihitung dengan cara menimbang 1000
butir gabah dari setiap petak sebanyak tiga kali kemudian dicari
rata-ratanya. Gabah yang ditimbang adalah gabah yang telah
dikeringkan sampai kering giling (GKG). Bobot 1000 butir gabah isi
dinyatakan dalam satuan gram (g).
3) Hasil Tanaman (1) Hasil Gabah Kering Panen per Petak
(GKP)Hasil gabah kering panen per petak adalah bobot gabah yang
dihasilkan dari setiap petak hasil pada saat panen dan telah
dibersihkan kemudian ditimbang. Hasil gabah kering panen per petak
dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
(2) Hasil Gabah Kering Giling per petak (GKG)Hasil gabah kering
giling per petak adalah bobot gabah yang dihasilkan dari setiap
petak hasil dan telah dibersihkan serta dikeringkan sampai siap
untuk digiling (kadar air gabah antara 13%-15%) kemudian ditimbang.
Hasil gabah kering panen per petak dinyatakan dalam satuan kilogram
(kg).
Hasil gabah kering giling panen per petak dikonversi ke hasil
gabah kering giling per hektar (satuan ton) dengan menggunakan
rumus :Hasil Gabah Kering Giling (GKG) per hektar = x GKG per
petakPengamatan juga dilakukan terhadap variabel lainnya sebagai
pengamatan penunjang yang datanya digunakan untuk mendukung
variabel respons dan tidak dianalisis secara statistik. Variabel
tersebut meliputi kondisi lingkungan tempat percobaan seperti
analisis tanah sebelum percobaan, tipe curah hujan, serangan hama
dan penyakit serta tumbuhan pengganggu, umur berbunga (pada saat
50% malai per petak telah mengeluarkan bunga), dan umur panen (pada
saat malai per petak telah menguning dan matang sekitar 85% - 90%),
3.3 Sumber dan Cara Penentuan Data
Dalam percobaan ini diperlukan data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengukuran di
lapangan, yaitu berupa variabel-variabel respons dari beberapa
varietas tanaman padi sawah unggul baru pada sistem tanam
konvensional dan sistem tanam pengelolaan tanaman terpadu. Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kepustakaan,
laporan dinas terkait dan observasi lapangan yang terkait dengan
masalah yang diteliti atau hasil penelitian orang lain yang dapat
menunjang terhadap penelitian.
Data primer diperoleh melalui pengukuran tanaman sampel yang
di-tentukan secara acak sederhana (random sampling) pada petak
destruktif untuk pengamatan karakteristik pertumbuhan serta petak
hasil untuk pengamatan karakteristik komponen hasil dan hasil
tanaman padi sawah. Pada setiap petak sistem konvensional terdapat
300 rumpun tanaman padi, terdiri atas 75 rumpun pada petak
destruktif (ukuran petak 1 m x 3 m) dan 225 rumpun pada petak hasil
(ukuran petak 3 m x 3 m). Pada setiap petak sistem pengelolaan
tanaman terpadu (PTT) terdapat 390 rumpun tanaman padi, terdiri
atas 90 rumpun pada petak destruktif (ukuran petak 1 m x 3 m) dan
300 rumpun pada petak hasil (ukuran petak 3 m x 3 m).
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sebagai bagian dari tahapan penelitian
menentukan terhadap keberhasilan penelitian dan ditentukan oleh
ketelitian pada saat pelaksanaan di lapangan, pengamatan, analisis,
dan kelengkapan catatan (filed note) yang disusun. Teknik yang
digunakan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti yaitu melalui kajian pustaka, laporan dinas terkait,
laporan hasil penelitian, dan observasi lapangan terhadap objek
percobaan, yaitu pada tanaman padi sawah yang dirancang berupa
petak-petak percobaan digunakan untuk memperoleh data primer. Objek
percobaan dibudidayakan dengan tahapan sebagai berikut :1)
Penyiapan lahan
Lahan tempat percobaan dibagi ke dalam tiga blok ulangan,
masing-masing blok berada pada bidang lahan yang sama sehingga
memiliki kesuburan tanah yang merata.
Penyiapan lahan merupakan usaha untuk menyiapkan tempat yang
baik bagi tanaman,sehingga pengolahan tanah sangat menentukan
keberlanjutan pertumbuhan tanaman padi sawah. Lahan sawah disiapkan
15 hari sebelum tanam dengan pengolahan tanah dilakukan sebanyak 3
kali.
a. Pengolahan I, tanah diolah/dibajak dalam keadaan macak-macak.
Pengolahan tanah dengan bajak singkal (kedalaman 10 cm-20 cm),
sebelumnya tanah digenang air selama 1 minggu untuk melunakkan
tanah. Galengan dibersihkan dari rumput-rumput dengan cangkul dan
ditimbun lagi dengan tanah agar air dan unsur hara pada petakan
tidak hilang melalui rembesan. Setelah tanah diolah, tanah
dibiarkan selama 1 minggu dan digenangi air.
b. Pengolahan II, tanah diolah/dibajak dan digaru untuk
melumpurkan dan meratakan lahan agar siap ditanami benih padi.
Lahan penelitian pada masing-masing blok ulangan dibagi menjadi
petak-petak percobaan ukurun 4 m x 3 m, jarak antar petak 50 cm dan
jarak antar blok ulangan 1 m.c. Pengolahan III (terakhir), tanah
diolah sekaligus pemberian bahan organik (kompos) dosis 2 t ha-1
pada petak sistem tanam pengelolaan tanaman terpadu, sedangkan
petak sistem tanam konvensional tidak diberi pupuk organik.
2) Penyiapan benih
Benih yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu
direndam dengan air yang dicampur dengan garam dengan dosis 20 gram
per liter air. Benih yang terapung dibuang dan yang tenggelam
diambil, setelah itu benih dibersihkan dengan air putih untuk
menghilangkan kadar garam baru dilakukan perendaman selama 24 jam,
dimaksudkan untuk mengetahui daya kecambah benih. Lahan yang
digunakan untuk persemaian diberi Furadan dosis 30 kg ha-1.
3) Penanaman dan Pemeliharaan
Pada sistem tanam konvesional, penanaman dilakukan pada umur 21
hari setelah semai (hss), banyaknya benih 3 batang per rumpun
dengan kedalaman 2-3 cm dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Pada
sistem tanam pengelolaan tanaman terpadu, penanaman dilakukan pada
umur 16 hari setelah semai (hss), banyaknya benih 1 batang per
rumpun dengan kedalaman 2-3 cm dengan jarak tanam legowo 2 : 1 (20
cm x 10 cm) x 40 cm). Untuk mendapatkan populasi optimal, setelah
tanam dilakukan penyulaman pada umur 1 minggu setelah tanam
terhadap benih yang tidak tumbuh/mati dengan benih yang sudah
dipersiapkan sebelumnya.
Pemupukan tanaman dilakukan berdasarkan hasil analisa sebelum
bertanam dengan menggunakan PUTSB (Perangkat Uji Tanah Sawah
Basah). Dosis pupuk yang diberikan masing-masing Urea 100 kg ha-1
(120 g petak-1) dan Phonska 300 kg ha-1 (360 g petak-1). Pemupukan
Urea dan Phonska dilakukan 2 kali, yaitu 1/3 dosis diberikan pada
umur 7 hst (hari setelah tanam) dan 2/3 dosis diberikan pada umur
35 hst.
Penyiangan gulma dilakukan pada saat tanaman padi berumur 21
hst. Untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit
dilakukan pendekatan secara PHT (Pengendalian Hama secara Terpadu)
dilakukan pemberantasan apabila terjadi serangan hama dan penyakit.
Pestisida yang digunakan disesuaikan dengan serangan OPT pada saat
itu.
4) Pengairan
Pengairan dilakukan dengan pengairan cara petani pada sistem
tanam konvensional dan berselang (intermitten) pada sistem tanam
pengelolaan tanaman terpadu. Pengairan berselang atau disebut juga
intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering
dan tergenang secara bergantian untuk menghemat air, memberi
kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara, sehingga dapat
berkembang lebih dalam, mencegah timbulnya keracunan besi, mencegah
penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan
akar, mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat, mengurangi
kerebahan, mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak
menghasilkan malai dan gabah), menyeragamkan pemasakan gabah dan
mempercepat waktu panen, memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah
(lapisan olah), memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi
penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi
kerusakan tanaman padi karena hama tikus. Cara pengairan berselang
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Cara Pengairan Berselang (Intermitten)
NoUmur Tanam Pengairan Berselang (Intermitten)Keterangan
10 hstAir Macak-macak
21-10 hstLahan diairi setinggi 3 cmSecara berangsur-angsur
311-16 hstLahan tidak diairiSampai permukaan tanah
retak-retak
416-18 hstLahan diairi kembali sampai 3 cmPengairan lahan
diulang seperti diatas sampai fase keluar bunga
5Fase keluar bungaLahan terus digenangi air setinggi 2 cm
610 hari menjelang panenLahan dikeringkanUntuk mempercepat dan
meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen.
5. Pemanenan
Pemanenan dilakukan apabila 95% butir padi sudah menguning (30
hari 35 hari setelah masa berbunga), bagian malai masih terdapat
sedikit gabah hijau, kadar air gabah 21% - 26% dan butir hijau
rendah.
3.5 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
Respon pertumbuhan tinggi tanaman umur 14 hst, 21 hst, 28 hst,
35 hst, dan 42 hst, jumlah anakan 42 hst, jumlah anakan per rumpun,
jumlah anakan produktif per rumpun, bobot brangkasan per rumpun,
panjang malai, persentase gabah isi per rumpun, bobot gabah isi per
rumpun, bobot 1000 butir gabah isi, hasil gabah kering panen per
petak, dan hasil gabah kering giling per petak dianalisis dengan
menggunakan hipotesis, model linier Rancangan Petak Terpisah atau
Strip Plot Design (SPD) dengan rancangan dasar Rancangan Acak
Kelompok (RAK), dan analisis ragam percobaan sebagai berikut :
Uji Hipotesis
H0 : 1 = 2 = ... = n
H1 : 1 2 ... n, atau paling sedikit ada sepasang perlakuan yang
berbeda.
Kaidah keputusan apabila hasil uji menunjukkan adanya keragaman
respons yang nyata maka H0 ditolak dan H1 diterima atau ada
pengaruh dari perlakuan terhadap respon yang diamati, dalam hal ini
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian diterima atau
teruji.
Model Linier :
Xijh = + ri + sj + ij + vh + (sv)jh + ijh
Keterangan :
Xijh
risj
ijvh(sv)jh ijh=
=
=
=
=
=
=
=Respon karena pengaruh bersama taraf kej faktor S, taraf ke-h
faktor V, ulangan kei
Rata-rata umum
Pengaruh ulangan kei
Pengaruh perlakuan sistem tanam kej
Pengaruh faktor random dari perlakuan kej pada ulangan kei
Pengaruh varietas padi sawah keh
Pengaruh interaksi antara taraf kej faktor S, dan taraf keh
faktor V
Pengaruh faktor random dari perlakuan kej dan keh pada ulangan
kei
Berdasarkan model linier yang digunakan maka dapat disusun
daftar sidik ragam seperti pada Tabel 3.4. dengan perhitungan
menggunakan program Microsoft Excel office 2007 dan Stats versi
2,7.Tabel 3.4. Sumber Ragam Rancangan Petak Terbagi (Split Plot
Design)
Sumber RagamDB JK KT FhF,05
Ulangan (r)
Petak Utama (S)
Galat (a)
Anak petak (V)
Interaksi (SV)
Galat (b)2
1
2
5
5
20Xi..2 /t - X2/rsv
X.j.2 /rv - X2/rsv
Xij.2/v - X2/rsv
X..h2/rs - X2/rsv
X..jh2 /r-X2/rsv JKS - JKVJKtotal-JKr-JKS-JK(a)-JKv-JKSV
JKr/1
JKS/2
JK(a)/2
JKV/5
JKSV/5
JKG/20KTr/KT(a)KTS/KT(a)-
KTV/KT(b)KTSV/KT(b)-19,00
18,51
2,71
2,71
Total35Xijh2 X2/rsv ---
Sumber : Gomez dan Gomez (1995)
Apabila terjadi keragaman yang nyata yaitu Fhitung Ftabel, maka
untuk mengetahui perbedaan di antara masing-masing perlakuan,
analisis dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) (Least Significant Different) taraf nyata 0,05, dengan rumus
:
BNT(,dbg,p)= t() x
Keterangan : t(() = t tabel dengan taraf nyata 5% dengan n
(derajat bebas galat)
= galat baku beda dua rata-rata
Galat baku () dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Apabila tidak terjadi interaksi antara S dengan V :
Menguji faktor S, maka =
- Menguji faktor V, maka =
b. Apabila terjadi interaksi antara S dengan V :
Menguji faktor V pada taraf faktor S yang sama, maka =
Menguji faktor S pada taraf faktor V yang sama, maka :
=
dengan nilai ttabel terkoreksi yaitu :
Keterangan :
r
= Ulangan
KTG(a)= Kuadrat Tengah Galat petak utama
KTG(b)= Kuadrat Tengah Galat anak petak
s
= banyaknya perlakuan petak utama
v = banyaknya perlakuan anak petak
t(b)
= nilai t tabel taraf 5% dengan db.galat b
t(a)
= nilai t tabel taraf 5% dengan db.galat a
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian4.1.1. Gambaran Umum Pertanaman
Pada awal penanaman curah hujan di daerah penelitian masih
relatif tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan air tanaman padi di
fase pertumbuhan vegetatif, sehingga secara umum pertanaman padi
fase vegetatif sampai terbentuknya malai tumbuh normal dan
baik.
Pada saat pengisian bulir terjadi serangan hama wereng yang
cukup parah di areal penanaman, bahkan menyerang hampir seluruh
areal penanaman padi di desa Puspasari. Dari lima varietas yang
ditanam, varietas Ciherang, Shogun, dan Bima mengalami kerusakan
yang cukup parah sehingga daunnya mengering dan bulir malainya
hampa. Varietas Manohara dan Ciherang tinggi/Sri Putih terhadap
serangan wereng sehingga pertumbuhannya sampai masa reproduksi
tetap bagus. Varietas Ciherang, Shogun dan Bima termasuk varietas
yang berumur genjah, yaitu 90 hari, sedangkan varietas Sri putih
dan Manohara termasuk berumur dalam 90 hari.
4.2 Hasil Pengamatan Pertumbuhan, Komponen Hasil dan Hasil
Hasil pengamatan terhadap karakteristik pertumbuhan, komponen
hasil dan hasil disajikan pada Lampiran 5 - Hasil analisis data
tinggi tanaman menunujkkan adanya unteraksi antara penerapan
teknologi budidaya dengan varietas. Data hasil analisis disajikan
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Tinggi Tanaman Varietas Ciherang, Shogun, Bima,
Manohara
dan Sri Putih Pada Teknik Budidaya Konvensional dan PTT
Perlakuan. Tinggi Tanaman (cm)
a1 : Konvensionala2 : PTT
v1=Ciherang106,17a107,83A
AA
v2=Shogun119,00abc118,17Abc
AA
v3=Bima111,83ab115,00Ab
AA
v5= Sri putih129,50c127,67Bc
AA
v5=Manohara123,67bc130,67C
AA
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
kapital yang sama
arah baris dan huruf kecil yang sama arah kolon berbeda tidak
nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan's pada taraf nyata 5%
Dari Tabel 4.1. diketahui bahwa pada penerapan teknologi
budidaya konvensional maupun PTT terdapat perbedaan tinggi tanaman
dari varietas yang diuji, yaitu ciherang, Shogun, Bima, Sri Putih
dan Manohara. Pada setiap variatas yang diuji penerapan teknologi
budidaya, hyaitu teknik konvensional dan PTT berpengaruh terhadap
tinggi tanaman.
Tabel 4.2. Bobot Kering Pupus per Rumpun Varietas Ciherang,
Shogun, Bima, Manohara dan Sri PutihPERLAKUANBobot kering pupus per
rumpun (g)
Teknologi Budidaya
s1= Konvensional97,79a
s2= PTT99,33a
Varietas
v1=Ciherang98,90a
v2=Shogun96,72a
v3=Bima92,21a
v4=Sriputih106,90a
v5=Manohara98,04a
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang sama pada
arah kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda
Duncan's pada taraf nyata 5%
Dari Tabel 4.2. dapat diketahui bahwa penerapan teknologi
budidaya konvensional maupun PTT menghasilkan tanaman padi dengan
bobot kering pupus per rumpun yang sama, demikian juga pada
varietas yang diuji bobot kering pupus sama.
Tabel 4.3 Jumlah Anakan Produktif Varietas Ciherang, Shogun,
Bima, Manohara dan Sri Putih
PERLAKUANJumlah anakan Produktif per rumpun (g)
Teknologi Budidaya
s1= Konvensional18,50a
s2= PTT20,00a
Varietas
v1=Ciherang20,67b
v2=Shogun14,67a
v3=Bima17,08ab
v4=Sriputih22,08b
v5=Manohara21,75b
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang sama pada
arah kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda
Duncan's pada taraf nyata 5%
Dari tabel 4.3. dapat diketahui bahwa jumlah anakan produktif
dari variates yang diuji tidak berbeda pada penerapan teknologi
budidaya konvensional maupun PTT, tetapi jumlah anakan produktif
pada varietas yang diuji berbeda. Varietas Shogun memiliki jumlah
anakan produktif paling sedikit.
Tabel 4.4. Panjang Malai Varietas Ciherang, Shogun, Bima,
Manohara dan Sri PutihPERLAKUAN Panjang Malai (cm)
Metode
s1= Konvensional27,84a
s2= PTT29,20b
Varietas
v1=Ciherang25,96a
v2=Shogun30,50b
v3=Bima28,12ab
v4=Sriputih29,03b
v5=Manohara29,01b
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang sama pada arah kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan's pada taraf nyata lima persen
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa panjang malai tanaman padi
pada penerapan teknologi budidaya, yaitu konvensional dan PTT
berbeda, demikian juga panjang malai dari tiap varietas yang diuji
berbeda. Varietas Ciherang memiliki panjang malai paling
pendekTabel 4.5. Bobot gabah Isi basah per rumpun Varietas
Ciherang, Shogun, Bima,Manohara dan Sri PutihPERLAKUANBobot gabah
Isi basah per rumpun
Metode
s1= Konvensional37,01a
s2= PTT37,31a
Varietas
v1=Ciherang11,16b
v2=Shogun7,71a
v3=Bima12,19b
v4=Sriputih81,55c
v5=Manohara73,22c
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang sama pada arah kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan's pada taraf nyata lima persen.
Dari Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa teknologi budidaya
konvensional maupun PTT tidak berbeda pengaruhnya terhadap bobot
gabah isi basah per rumpun. Bobot gabah isi basah per rumpun antar
varietas berbeda. Varietas Manohara dan Sri Putih memberikan bobot
gabah isi kering panen per rumpun tertinggi dan varietas Shogun
terendah.
Tabel 4.6. Bobot gabah Isi kering per rumpun Varietas Ciherang,
Shogun, Bima, Manohara dan Sri Putih
PERLAKUANBobot gabah isi kering per rumpun
Metode
s1= Konvensional28,82a
s2= PTT29,59a
Varietas
v1=Ciherang8,48a
v2=Shogun6,04a
v3=Bima9,06a
v4=Sriputih64,71b
v5=Manohara57,73b
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang sama pada arah kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan's pada taraf nyata lima persen.
Dari Tabel 4.6. di atas dapat diketahui bahwa teknologi budidaya
konvensional maupun PTT tidak berbeda pengaruhnya terhadap bobot
gabah isi kering per rumpun, hal ini dikarenakan posisi lahan sawah
kondisinya tidak mendukung untuk penerapan teknologi PTT, terutama
dalam mengatur pemberian air, dimana sulit menciptakan kondisi
intermiten karena sawah sulit dikeringkan dan penerapan sarana
produksi padi di daerah karawang umumnya dan desa Puspasari umumnya
terutama dalam penggunaan pupuk dan pestisida sudah sangat tinggi,
sehingga perlu waktu yang cukup lama untuk dapat melihat hasil
penerapan teknologi yang low eksternal input seperti dalam
penerapan PTT.
Bobot gabah isi kering per rumpun antar varietas berbeda, hal
ini dikarenakan oleh potensi genetik yang berbeda dari tiap
varietas dan ketahanan terhadap serangan hama wereng yang menyerang
pertanaman padi. Varietas Manohara dan Sri Putih memberikan bobot
gabah isi kering giling per rumpun tertinggi.
Tabel 4.7. Bobot Gabah kering giling per rumpun Varietas
Ciherang, Shogun, Bima, Manohara dan Sri Putih
PERLAKUANBobot Gabah kering giling per rumpun (g)
Metode
s1= Konvensional13,89a
s2= PTT22,92b
Varietas
v1=Ciherang11,29c
v2=Shogun1,85a
v3=Bima10,80b
v4=Sriputih42,61e
v5=Manohara25,48d
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang sama pada arah kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan's pada taraf nyata lima persen
Dari Tabel 4.7. di atas dapat diketahui bahwa teknologi budidaya
konvensional maupun PTT berbeda pengaruhnya terhadap bobot gabah
isi kering giling per rumpun, dimana teknologi PTT memberikan bobot
gabah kering giling lebih tinggi. Bobot gabah isi kering giling per
rumpun antar varietas berbeda. Varietas Sri Putih memberikan bobot
gabah isi kering panen per rumpun tertinggi dan varietas Shogun
terendah.Tabel 4.8. Bobot 100 butir Varietas Ciherang, Shogun,
Bima, Manohara
dan Sri Putih
PERLAKUANBobot 100 butir (g)
Metode
s1= Konvensional2,03a
s2= PTT2,20a
Varietas
v1=Ciherang1,77a
v2=Shogun2,02b
v3=Bima2,07b
v4=Sriputih2,39d
v5=Manohara2,31c
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang sama pada arah kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan's pada taraf nyata lima persenDari tabel 4.8. di
atas dapat diketahui bahwa teknologi budidaya konvensional maupun
PTT tidak berbeda pengaruhnya terhadap bobot 100 butir gabah. Bobot
100 butir gabah antar varietas berbeda, hal ini dikarenakan oleh
potensi ukuran bulir secara genetik yang berbeda dari tiap varietas
dan ketahanan terhadap serangan hama wereng yang menyerang
pertanaman padi. Varietas Sri Putih memberikan bobot 100 butir
gabah tertinggi dan varietas Ciherang terendah.
Tabel 4.9. Jumlah gabah isi per rumpun Varietas Ciherang,
Shogun, Bima, Manohara dan Sri Putih
PERLAKUANJumlah gabah isi per rumpun
Metode
s1=579,07a
s2=998,47b
Dosis Pupuk Fosfat
v1=Ciherang435,42b
v2=Shogun113,92a
v3=Bima560,50c
v4=Sriputih1820,25e
v5=Manohara1013,75d
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang sama pada arah kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan's pada taraf nyata lima persen
Dari tabel 4.9. dapat diketahui bahwa jumlah gabah isi per
rumpun pada pertanaman dengan teknologi konvensional dan PTT
berbeda, dimana pada penerapan teknologi PTT julahnya lebih banyak.
Jumlah gabah isi per rumpun antar varietas yang diuji berbeda,
dimana varietas Sri Putih memiliki jumlah gabah isi per rumpun
paling banyak dan varietas Shogun paling sedikit.
Tabel 4.10. Jumlah gabah total per rumpun Varietas Ciherang,
Shogun, Bima, Manohara dan Sri Putih
PERLAKUANJumlah gabah total per rumpun
Metode
s1=2600,33a
s2=2885,20a
Dosis Pupuk Fosfat
v1=Ciherang2220,00ab
v2=Shogun1836,67a
v3=Bima1823,08a
v4=Sriputih4152,00b
v5=Manohara3682,08b
Dari tabel 4.10. dapat diketahui bahwa jumlah gabah total per
rumpun pada pertanaman dengan teknologi konvensional dan PTT tidak
berbeda. Jumlah gabah total per rumpun antar varietas yang diuji
berbeda, dimana varietas Sri Putih dan Manohara memiliki jumlah
gabah total per paling banyak.Tabel 4.11. Persen gabah isi Varietas
Ciherang, Shogun, Bima, Manohara Dan Sri Putih
Faktora1a2Rata2
b116,27a23,04a19,65
AA
b24,36a13,12a8,74
AA
b347,58b26,70a37,14
AA
b418,31a62,58b40,44
AB
b526,30ab31,90a29,10
AA
Rata222,5731,4727,02
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf
yang sama pada tiap kolom (huruf kecil) dan tiap baris (huruf
kapital) tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5 % berdasarkan Uji
Jarak Berganda Duncan.
Dari Tabel 4.11. diketahui bahwa pada penerapan teknologi
budidaya konvensional maupun PTT terdapat perbedaan persentase
gabah isi dari varietas yang diuji, yaitu ciherang, Shogun, Bima,
Sri Putih dan Manohara. Pada setiap variatas yang diuji penerapan
teknologi budidaya, yaitu teknik konvensional dan PTT berbeda
berpengaruh terhadap persentase gabah isi.
4.12. Hasil per petak Varietas Ciherang, Shogun, Bima, Manohara
dan Sri
Putih
PERLAKUANHasil per petak (6 x4,2 m)(kg)
Metode
s1=6,32a
s2=9,25a
Dosis Pupuk Fosfat
v1=Ciherang1,84a
v2=Shogun1,24a
v3=Bima2,90a
v4=Sriputih18,11c
v5=Manohara14,85b
Keterangan: Angka rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang sama pada arah kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan's pada taraf nyata lima persen
Dari Tabel 4.12. di atas dapat diketahui bahwa teknologi
budidaya konvensional maupun PTT tidak berbeda pengaruhnya terhadap
hasil padi per petak.Hasil gabah per petak antar varietas berbeda,
dimana varietas Sri Putih hasilnya paling tinggi dan diikuti
varietas manohara. Varietas Ciherang, Shogun dan Bima hasil per
petaknya sama rendahnya. Hasil per Hektar varietas Ciherang,
Shogun, Bima, Sri Putih dan Manohara terdapat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Hasil per Hektar varietas Ciherang, Shogun, Bima,
Sri Putih
dan Manohara
VarietasHasil per Hektar (Ton)
v1=Ciherang0,730
v2=Shogun0,492
v3=Bima1,137
v4=Sriputih7,187
v5=Manohara5,893
Dari Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa hasil varietas Ciherang,
Shogun, dan Bima sangat rendah, hal ini dikarenakan terjadinya
kerusakan akibat serangan hama wereng putih. Varietas Manohara dan
sri putih hasilnya cukup tingg, bahkan Sri Putih di atas 7 ton, hal
ini dikarenakan potensi hasilnya tinggi dan memiliki ketahanan
terhadap serangan hama wereng putih sehingga kerusakannya sangat
rendah.4.2. Pembahasan
secara umum tidak terjadi pengaruh interaksi penerapan teknologi
budidaya dan varietas terhadap karakteristik pertumbuhan, komponen
hasil dan hasil padi yang diteliti, kecuali pada tinggi tanaman dan
persen gabah isi. Secara mandiri penerapan teknologi tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, komponen hasil maupun
hasil kecuali pada panjang malai dan bobot gabah kering giling.
Antara varietas yang diuji terdapat perbedaan untuk semua karakter
pertumbuhan, komponen hasil dan hasil.
Penerapan teknologi tidak berpengaruh dikarenakan pada saat awal
penanaman curah hujan masih tinggi dan mengakibatkan sawah
tergenang air dan terdapat kesulitan untuk melakukan pengeringan
secara intermiten sesuai dengan anjuran dalam teknologi PTT. hal
ini dikarenakan posisi lahan sawah kondisinya tidak mendukung untuk
penerapan teknologi PTT, terutama dalam mengatur pemberian air,
dimana sulit menciptakan kondisi intermiten karena sawah sulit
dikeringkan. Selain itu dalam budidaya padi di daerah karawang pada
umumnya dan termasuk di lokasi penelitian yaitu Desa Puspasari
penggunaan sarana produksi padi terutama dalam penggunaan pupuk dan
pestisida sudah sangat tinggi, sehingga perlu waktu yang cukup lama
untuk dapat melihat hasil penerapan teknologi yang low eksternal
input seperti dalam teknologi PTT.
Teknologi PTT yang berbasis bahan organik dan pengaturan
ketersediaan air sesuai dengan kebutuhan serta penanaman pola
legowo dengan benih muda dan jumlahnya 1 tanaman untuk daerah
Karawang masih memerlukan waktu untuk dapat meningkatkan hasil atau
produktivitas, karena diperlukan adanya pemulihan kondisi tanah
yang sudah tidak sehat dan tercemar.
Antara varietas yang diuji, yaitu Ciherang, Shogun, Bima, sri
Putih dan manohara terdapat perbedaan baik dalam karakteristik
pertumbuhan, komponen hasil maupun hasil. Perbedaan yang terjadi
dikarenakan potensi genetik yang berbeda dari tiap varietas untuk
karakter pertumbuhan, komponen hasil maupun hasil.
Berbedaan genetik diantara varietas Ciherang, Shogun, Bima, sri
Putih dan Manohara didukung oleh hasil analisis kemiripan DNA
sebagai berikut
Skoring 5 varietas berdasarkan 6 marka SSR
RM3701RM190RM234RM529RM3459
CIHERANG1/11/12/21/11/1
BIMA1/11/12/21/11/1
MANOHARA1/11/11/11/11/1
SRI PUTIH1/11/12/21/12/2
SHOGUN1/11/11/11/12/2
Berdasarkan marka SSR ternyata antara varietas Ciherang dengan
bima tidak dapat dibedakan, artinya ada kemiripan, sedangkan antara
Sri putih, Manohara, Ciherang, Shogun dan Bima dapat dibedakan,
artinya diantara ke lima varietas semuanya berbeda kecuali antara
Ciherang dan Bima
Selain itu setiap varietas yang diuji secara alamiah teruji
ketahanannya terhadap wereng putih, dimana varietas Sri Putih dan
Manohara lebih tahan dibandingkan Ciherang, shogun dan Bima, dan
ketahanan terhadap wereng berpengaruh pada pencapaian komponen
hasil dan hasil.V. KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI TINDAK LANJUT5.1. Kesimpulan
Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Tidak terdapat pengaruh berbeda dari penerapan teknologi
konvensional dan PTT terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil
varietas Ciherang, Shogun, Bima, Sri putih dan Manohara2. Terdapat
perbedaan tampilan dari varietas yang berbeda, dimana varietas Sri
Putih dan Manohara memiliki keunggulan dalam pertumbuhan, komponen
hasil dan hasil dibanding varietas Ciherang, Shogun, dan Bima
3. Varietas Sri Putih dan Manohara memiliki ketahanan terhadap
serangan hama Wereng Putih
5.2. Rekomendasii Tindak Lanjut 1. Berdasarkan hasil penelitian,
maka perlu dilakukan proses pemurnian dan pengujian lanjutan untuk
varietas Sri Putih dan Manohara pada kondisi lingkungan optimal
agar terekspresi potensi hasilnya, dan pada daerah endemis serangan
OPT agar diketahui potensi ketahanannya terhadap OPT utama, yaitu
wereng dan penggerek batang.2. Bila potensi dari varietas Sri Putih
dan Manohara stabil bahkan meningkat pada kondisi lingkungan
optimal dan tahan terhadap OPT utama, maka dapat diajukan untuk
dilepas sebagai Varietas Padi unggul Spesifik Karawang. .
42
_1427729094.unknown
_1427729098.unknown
_1427729100.unknown
_1427729101.unknown
_1427729102.unknown
_1427729099.unknown
_1427729096.unknown
_1427729097.unknown
_1427729095.unknown
_1427729092.unknown
_1427729093.unknown
_1427729090.unknown