BAB IPENDAHULUAN
1.1Latar BelakangPada era pasar bebas diperlukan sumber daya
manusia (SDM) yang siap menghadapi persaingan global terbuka.
Persaingan global terbuka dibutuhkan tenaga kerja lokal yang dapat
bersaing dengan pekerja asing. Dengan adanya hal tersebut,
tantangan utama yang harus dihadapi mahasiswa sebagai calon tenaga
kerja lokal adalah mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum
memasuki dunia kerja yang sebenarnya.Salah satu upaya peningkatan
SDM, khususnya dalam pendidikan tinggi adalah melalui kegiatan On
The Job Training (OJT). On The Job Training (OJT) memungkinkan
mahasiswa memperoleh kemampuan yang praktis dengan dihadapkan pada
aplikasi dunia kerja diluar kampus. Sehingga diharapkan melalui On
The Job Training (OJT) tersebut akan diperoleh calon lulusan yang
mandiri.Atas dasar pemikiran tersebut, On The Job Training (OJT)
menjadi salah satu kurikulum wajib yang harus ditempuh oleh
mahasiswa D-2 Jurusan Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program Pendidikan Diluar Domisili Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya selama dua bulan dengan beban kredit sebesar 13 Satuan
Kredit Semester (SKS) atau 30 jam per minggu. Dengan syarat
kelulusan yang ditetapkan, mata kuliah On The Job Training (OJT)
telah menjadi salah satu pendorong utama bagi tiap mahasiswa untuk
mengenal kondisi di lapangan kerja dan untuk melihat keselarasan
antara ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku perkuliahan dengan
aplikasi praktis di dunia kerja.
1.2TujuanKegiatan On The Job Training (OJT) di PT Envilab
Indonesia bertujuan sebagai berikut:1. Memberi kesempatan kepada
mahasiswa untuk mengaplikasikan teori/konsep ilmu pengetahuan
sesuai program studinya yang telah dipelajari di bangku kuliah pada
suatu organisasi/perusahaan.2. Memberi kesempatan kepada mahasiswa
untuk pengalaman praktis sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan
program studinya.3. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
menganalisis, mengkaji teori/konsep dengan kenyataan kegiatan
penerapan ilmu pengetahuan dan keterampilan di suatu organisasi
/perusahaan.4. Menerapkan kemampuan mahasiswa D2 PDD PPNS (sesuai
program studi terkait) dalam pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan dalam penerapan pengetahuan dan attitude / perilaku
mahasiswa dalam bekerja.5. Mahasiswa mampu membuat laporan tugas
yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus.
1.3Permasalahan khususPermasalahan khusus yang dibahas dalam
laporan On The Job Training (OJT) di PT Envilab Indonesia sebagai
berikut:1. Bagaimana cara mengidentifikasi bahaya yang ditimbulkan
pada proses analisis di Laboratorium PT Envilab Indonesia dengan
metode Job Safety Analysis?2. Bagaimana melakukan penilaian risiko
terhadap potensi potensi bahaya yang ada?3. Bagaimana cara
pengendalian risiko terhadap potensi potensi bahaya yang ada?
1.4Batasan PermasalahanAdapun batasan permasalahan dalam laporan
On The Job Training (OJT) di PT Envilab Indonesia sebagai
berikut:1. Penelitian selama On The Job Training (OJT) di lakukan
di ruang analisis Laboratorium PT Envilab Indonesia.2. Penelitian
difokuskan pada pengujian Minyak dan lemak, TDS, NOX emisi, Kadar
fenol, Logam Cu, NH3 udara ambien, NO3 air, COD, Total coli, dan
Plankton.3. Pengendalian risiko mempertimbangkan kondisi yang ada
di ruang analisis Laboratorium PT Envilab Indonesia.
BAB IIDATA UMUM PERUSAHAAN
2.1Profil PerusahaanPT Envilab Indonesia berlokasi di Jalan
Tridharma 03 Ruko KIG Blok A-28 dan B-20, Gresik. PT Envilab
Indonesia merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa
pengujian parameter kualitas lingkungan untuk mendukung pengelolaan
lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang berdiri pada tanggal 1 Juni 2006 dan disahkan pada tanggal 10
Agustus 2006 disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
berdasarkan surat keputusan menteri nomor C-23539 HT.01.01.TH.2006.
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Asasi Manusia
menerbitkan surat nomor B-203/PS-VII/LH/07/2007 perihal rekomendasi
laboratorium lingkungan kepada Laboratorium PT Envilab Indonesia.
Pada tanggal 4 September 2007 Gubernur Jawa Timur menerbitkan
Keputusan Gubernur No 188/336/KPTS/013/2007 tentang penunjukkan
laboratorium PT Envilab Indonesia sebagai laboratorium lingkungan
di Jawa Timur. PT Envilab Indonesia telah mendapatkan akreditasi
sebagai laboratorium penguji dari Komite Akreditasi Nasional (KAN)
dengan nomor akreditasi LP-572-IDN serta mendapatkan surat
penunjukan sebagai laboratorium lingkungan dari Kementrian
Lingkungan Hidup (KLH). Serta telah ditunjuk oleh Kemenakertrans
untuk pemeriksaan dan pengujian lingkungan kerja.
2.2Produk dan Pemasaran2.2.1ProdukPT Envilab Indonesia menerima
jasa pengujian parameter lingkuangan yaitu pengujian udara terdiri
dari : udara ambien, udara emisi dan udara lingkungan kerja; serta
pengujian air terdiri dari : air minum, air bersih, air badan air,
air limbah, air limbah domestik dn air laut.Tabel 2.1 Ruang Lingkup
PengujianBahan-Bahan / Produk yang DiujiJenis Pengujian / Sifat
yang DiukurSpesifikasi/Identitas Metoda Pengujian
Udara ambien dan udara tempat kerjaSulfur Dioksida (SO2)SNI
19-7119.7-2005
Nitrogen Dioksida (NO2)SNI 19-7119.2-2005
Oksidan (O3)SNI 19-7119.8-2005
Amonia (NH3)SNI 19-7119.1-2005
Debu (partikel tersuspensi total )SNI 19-7119.3-2005; SK Gub
Jatim 128/1997
Timbal (Pb)SNI 19-7119.4-2005
Udara emisi sumber tidak bergerak (gas buang)Sulfur Dioksida
(SO2)SNI 19-7117.3.1-2005; SNI 19-7117.10-2005
Nitrogen Oksida (sebagai NO2)SNI 19-7117.5-2005
Nitrogen Oksida (NOx)SNI 19-7117.10-2005
Amonia (NH3)SNI 19-7117.6-2005
Hidrogen Klorida (HCl)SNI 19-7117.8-2005
Hidrogen Fluorida (HF)SNI 19-7117.9-2005
Karbon Monoksida (CO)SNI 19-7117.10-2005
Karbon Dioksida (CO2)SNI 19-7117.10-2005
Oksigen (O2)SNI 19-7117.10-2005
OpasitasSNI 19-7117.11-2005
Air limbah, Air tanah, air permukaanChemical Oxygen Demand
(COD)SNI 6989.73:2009
Biochemical Oxygen Demand (BOD)SNI 6989.72:2009
Total padatan tersuspensi (TSS)SNI 06-6989.3-2004
Minyak & LemakSNI 06-6989.10-2004
Amonia (NH3)SNI 06-6989.30-2005
Hidrogen Sulfida (H2S)SNI 6989.75:2009
PhSNI 06-6989.11-2004
SuhuSNI 06-6989.23-2005
Total padatan terlarut (TDS)SNI 06-6989.27-2005
Residu KlorinEI 36.027 (by calculation)
Free KlorinEI 36.026 (spektrofotometri)
Fluorida (F)SNI 06-6989.29-2005EI 36.028 (spektrofotometri)
Nitrit NO2)SNI 06-6989.9-2004EI 36.029 (spektrofotometri)
Air limbah, Air tanah, air permukaanKlorida (Cl)SNI
6989.19:2009
Sulfat (SO4)SNI 6989.20:2009EI 36.030 (spektrofotometri)
Kesadahan totalSNI 06-6989.12-2004
Oksigen terlarut (DO)SNI 06-6989.14-2004
Cromium VISNI 6989.71:2009
Nitrat (NO3)SNI 19-6964.7-2003EI 36.031 (spektrofotometri)
Timbal (Pb)SNI 6989.8:2009
Tembaga (Cu)SNI 6989.6:2009
Cadmium (Cd)SNI 6989.16:2009
Kromium (Cr)SNI 6989.17:2009
Nikel (Ni)SNI 06-6989.18-2004
Mangan (Mn)SNI 6989.5:2009
Barium (Ba)SNI 06-6989.39-2005
Besi (Fe)SNI 6989.4:2009
Kobal (Co)SNI 6989.68:2009
Seng (Zn)SNI 06-6989.7-2004
Lingkungan / tempatkerjaKebisinganSNI 7231:2009
2.2.2 PemasaranWilayah Pemasaran PT Envilab Indonesia adalah
semua perusahaan atau instansi pemerintah yang memerlukan pengujian
parameter lingkuangan.Perusahaan yang bekerjasama dengan PT Envilab
Indonesia diantaranya :1. PT. PJB UP Paiton2. PT. Nestle
Indonesia3. PT. Pertamina Hulu Energi WMO4. PT. Sampoerna5. PT.
Semen Indonesia, dllSedangakan Instansi Pemerintah yang bekerjasama
dengan PT Envilab Indonesia diantaranya:1. BLH Gresik2. BLH
Surabaya3. BLH Pasuruan, dll
2.3Kebijakan Perusahaan tentang Safety dan Lingkungan Kebijakan
Laboratorium PT Envilab Indonesia yang terkait dengan keselamatan,
kesehatan dan lingkungan yang ditetapkan dan dikeluarkan secara
formal oleh Direktur Utama sebagai berikut:PT Envilab Indonesia
bertekad menjadi Laboratorium pilihan di Indonesia yang memberikan
jasa pengujian parameter kualitas lingkungan kepada customer
melalui komitmen manajemen dan semua personil untuk:1. Menyediakan
sistem, tempat dan lingkungan kerja yang aman serta sumber daya
agar mematuhi ketentuan tentang keselamatan, kesehatan dan
lingkungan di perusahaan.2. Mematuhi peraturan terkait keselamatan,
kesehatan dan lingkungan yang berlaku untuk mencegah kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja.3. Memberikan informasi, instruksi,
pelatihan atau sosialisasi dan pengendalian atau pengawasan
terhadap personel, kontraktor, pelanggan dan tamu guna memastikan
keselamatan mereka.4. Melibatkan diri dalam pengembangan,
peningkatan, dan pelaksanaan sistem manajemen keselamatan,
kesehatan dan lingkungan.5. Melakukan pencegahan polusi atau
pencemaran lingkungan melalui pengelolaan di laboratorium.6.
Melakukan program minimalisasi limbah.Kebijakan ini dikomunikasikan
kepada, dimengerti, dan dipelihara oleh semua personel PT Envilab
Indonesia. Komitmen terhadap kebijakan ini wajib bagi semua
personel dalam pekerjaan sehari hari setiap waktu.
2.4Lain-lainPT Envilab Indonesia merupakan suatu perusahaan yang
bergerak dibidang jasa pengujian parameter kualitas lingkungan,
diantaranya bergerak dalam uji emisi, uji udara ambien dan jasa
pengujian kualitas udara dalam ruangan. Selain itu, PT Envilab
Indonesia juga menyediakan jasa pengujian lingkungan yaitu air (air
limbah, air permukaan, air tanah), padat (lumpur, tanah, sedimen),
dll. PT Envilab Indonesia berkomitmen memberikan hasil pengujian
yang lebih baik (valid), lebih cepat (tepat waktu) dan diterima
customer (acceptable) sesuai metode pengujian yang yang telah
ditetapkan dan persyaratan customer.Data pengujian dapat dikatakan
valid apabila memenuhi standar perencanaan dan pelaksanaan
pengambilan contoh uji, penanganan, preparasi, pengujian termasuk
pengendalian mutu internal, verifikasi dan verifikasi data serta
laporan pengujian. PT Envilab Indonesia memiliki kebijakan dalam
pengendalian mutu hasil pengujian sebagai berikut:
2.4.1 Pengendalian mutu internalHal ini bertujuan untuk
memastikan bahwa tahapan proses pengujian dapat berjalan secara
efektif dan efisien dengan cara mengendalikan ketidaksesuaian yang
mungkin terjadi. Ketidaksesuaian yang harus dihindari dalam
pengujian, antara lain:1. Pengoperasian peralatan yang tidak sesuai
dengan instruksi kerja2. Peralatan ukur tidak dilakukan kalibrasi
dan/atau uji kinerja3. Penerapan metode pengujian termasuk
preparasi yang kurang tepat4. Kondisi akomodasi dan lingkungan
pengujian yang kurang memadai5. Analis yang kurang kompeten, dan6.
Penggunaan bahan kimia yang tidak sesuai persyaratan teknis.Adapun
parameter pengendalian mutu internal laboratorium antara lain:1.
Repeatibility dan ReproducibilityRepeatibility adalah kedekatan
antara hasil-hasil pengukuran yang berurutan untuk besaran ukur
yang sama yang dilakukan pada kondisi yang sama. Contohnya: kondisi
tersebut harus spesifik, misalnya waktu, suhu, kelembapan saat
pengukuran dilaksanakan.Reproducibility merupakan kedekatan antara
hasil-hasil pengukuran yang berurutan untuk besaran yang berbeda
dalam kondisi yang berbeda pula.2. AkurasiAkurasi (kecermatan)
adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan dan dapat
ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi dan metode
penambahan bahan baku (spiked placebo recovery).3. Limit deteksi
dan limit kuantitasiLimit deteksi adalah konsentrasi terendah dari
analit dalam contoh yang dapat dideteksi. Sedangkan limit
kuantitasi merupakan konsentrasi terendah dari analit yang
ditentukan oleh presisi dan akurasi yang dapat diterima.4.
Perolehan kembali (recovery)Untuk mengecek efisiensi proses
preparasi yang meliputi antara lain pelarutan, distilasi, destruksi
atau ekstraksi maka dilakukan uji perolehan kembali (recovery test,
%R) yang merupakan perbandingan nilai terukur dengan nilai target
dan dirumuskan sebagai berikut:
Untuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap evaluasi akurasi
metode melalui uji perolehan kembali maka kadar akhir contoh uji
setelah ditambahkan analit (spike) berkisar antara 2 -5 kali kadar
contoh uji sebelum ditambahkan analit. Recovery test yang bagus
berkisar antara 85%-115%5. LinearitasPenentuan kadar analit dalam
contoh uji secara kuantitatif dengan menggunakan instrumentasi
kimia secara umum dapat dilakukan melalui kurva kalibrasi yang
memiliki linearitas memenuhi batas keberterimaan. Kurva kalibrasi
merupakan grafik yang membentuk garis lurus (linear) yang
menyatakan hubungan antara kadar larutan kerja termasuk blanko
dengan respon yang proporsional dari instrumen.
2.4.2 Pengendalian mutu eksternalKompetensi suatu laboratorium
dapat dievaluasi oleh badan akreditasi melalui penilaian
laboratorium. Secara teknis kempetensi laboratorium dapat juga
diukur dengan keikutsertaannya dalam uji profisiensi dan uji
banding antar laboratorium. Uji profisiensi merupakan salah satu
cara untuk mengetahui unjuk kerja laboratorium pengujian yang
diadakan oleh lembaga yang berwenang, misalkan LIPI (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia). Sedangkan uji banding adalah pengelolaan,
unjuk kerja dan evaluasi pengujan atas bahan yang sama atau serupa
oleh dua atau lebih laboratorium yang berbeda sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan terlebih dahulu. Secara umum, uji
profisiensi dan uji banding antar laboratorium dilakukan oleh
laboratorium minimal sekali dalam setahun untuk semua parameter
ruang lingkup pengujian, bila memungkinkan.Selain itu, pengendalian
mutu eksternal dilakukan untuk pemantauan keabsahan pengujian yang
dilakukan. Uji banding dan uji profisiensi dapat dilaksanakan
ketika:1. Penentuan unjuk kerja laboratorium secara menyeluruh
sehubungan dengan persyaratan akreditasi2. Penentuan verifikasi
metode pengujian3. Kalibrasi tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan
dalam satuan sistem internasional4. Penentuan nilai in-house
reference materialic5. Penentuan kompetensi personil laboratorium6.
Memberikan kepercayaan kepada pelanggan atas kompetensi
laboratorium berkaitan dengan adanya pengaduan.
BAB IIITEORI DASAR
3.1On The Job Training (OJT) On The Job Training (OJT) merupakan
serangkaian kegiatan yang meliputi pemahaman teori/konsep ilmu
pengetahuan yang diaplikasikan dalam pekerjaan sesuai profesi
bidang studi. On The Job Training (OJT) dapat menambah wacana,
pengetahuan dan skill mahasiswa, serta mampu menyelesaikan
persoalan-persoalan ilmu pengetahuan sesuai dengan teori yang
mereka peroleh di bangku kuliah. Pelaksanaan On The Job Training
(OJT) bertujuan untuk memenuhi beban Satuan Kredit Semester (SKS)
yang harus ditempuh sebagai persyaratan akademis di Program Studi
D-2 Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja PPNS, mengenal secara
khusus bidang yang menjadi minat peserta yakni tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di PT Envilab Indonesia, menumbuhkan dan
menciptakan pola berpikir konstruktif yang lebih berwawasan bagi
mahasiswa, mahasiswa dapat mengetahui dan memahami implementasi K3
di dunia industri sekaligus mampu mengadakan pendekatan masalah
secara utuh serta menganalisa kekurangan dan kelebihannya, membuka
wawasan mahasiswa agar dapat mengetahui, memahami dan mengembangkan
pelaksanaan aplikasi teoretis ilmunya ke dalam praktek secara nyata
di dunia industri sehingga mahasiswa mampu menyerap dan berasosiasi
dengan dunia kerja secara utuh.
3.2Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya merupakan suatu
tahapan yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi hal-hal
tertentu (hazard) dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan sebuah
risiko terjadi (Kolluru, 1996 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011).
Menurut Australian Standard/New Zealand Standard 4360 : 2004 dalam
Farhan Ferdiansyah (2011), identifikasi bahaya adalah langkah dalam
proses manajemen risiko untuk mengidentifikasi apa penyebab atau
kemungkinan terjadinya kegagalan dan bagaimana skenario dari
kegagalan tersebut terjadi. Identifikasi bahaya dimulai dengan
melakukan identifikasi semua sumber bahaya pada area yang
berpotensi bahaya. Dalam melakukan sebuah identifikasi bahaya
dibutuhkan metode yang logis dan terstruktur untuk memastikan bahwa
tidak ada area lain yang terlewatkan. Struktur tersebut dijadikan
sebagai dasar untuk menanyakan pertanyaan dengan cara yang
imajinatif tentang apa yang mungkin terjadi dan bagaimana hal itu
dapat terjadi (Cross, 1998 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). Ada
beberapa metode efektif yang dapat digunakan dalam melakukan
identifikasi bahaya. Beberapa contoh metode identifikasi bahaya,
yaitu : 1. Preliminary Hazard Analysis (PHA)Preliminary Hazard
Analysis adalah suatu metode yang dilakukan sebagai analisis awal
(Budiono, 2003 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). Preliminary Hazard
Analysis dilakukan jika tidak ada suatu informasi mengenai sistem
(Colling, 1990 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). 2. Hazard and
Operability Study (HAZOPS) Hazard and Operability Study adalah
suatu metode analisis yang lebih detail pada desain dan operasi
(Budiono, 2003 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). Hazard and
Operability Study digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
proses yang berhubungan dengan safety dan bahaya pada lingkungan,
serta memproses masalah yang dapat berdampak pada efisisensi
operasi (Kolluru, 1996 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). 3. Failure
Modes and Effects Analysis (FMEA)Failure Modes and Effects Analysis
adalah suatu metode analisis yang mendalam sebagai akibat kegagalan
peralatan dan pengaruhnya (Budiono, 2003 dalam Farhan Ferdiansyah,
2011). Failure Modes and Effects Analysis secara sistematis menilai
komponen dari suatu sistem tentang bagaimana sistem tersebut dapat
mengalami kegagalan, kemudian mengevaluasi efek yang terjadi dari
kegagalan tersebut dan tingkat bahaya yang dihasilkan akibat
kegagalan sistem, serta bagaimana kegagalan tersebut dapat dicegah
atau diminimalisasi (Colling, 1990 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011).
4. Fault Tree Analysis (FTA)Fault Tree Analysis adalah suatu model
analisis desain, prosedur, dan kesalahan pada fakr manusia
(Budiono, 2003 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). Fault Tree Analysis
dapat digunakan untuk memprediksi dan mencegah terjadinya
kecelakaan atau alat investigasi setelah terjadinya kecelakaan
(Geotsch, 1996 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). 5. Job Safety
Analysis (JSA)Menurut Soeripto (1997) dalam Farhan Ferdiansyah
(2011), Job Safety Analysis adalah suatu cara yang digunakan untuk
memeriksa metode kerja dan menentukan bahaya yang sebelumnya telah
diabaikan dalam merencanakan pabrik atau gedung dan di dalam
rancang bangun masin-mesin, alat-alat kerja, material, lingkungan
tempat kerja, dan proses kerja. Terdapat 4 langkah dalam membuat
Job Safety Analysis :a. Memilih (menyeleksi) pekerjaan yang akan
dianalisa. Pekerjaan tidak dapat dipilih secara acak, pekerjaan
dengan pengalaman kecelakaan terburuk seharusnya di analisis
terlebih dahulu. Dalam memilih pekerjaan untuk di analisis dan
dalam menyusun tata cara analisis, pengawasan utama yang harus
diikuti adalah :1) Banyaknya kecelakaan yang terjadi dalam sebuah
pekerjaan. 2) Kecelakaan yang menghasilkan luka berat. 3)
Kecelakaan yang menghasilkan luka cacat. 4) Pekerjaan baru dengan
perubahan di dalam peralatan kerja atau proses. b. Membagi
pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan. Sebelum
penelitian terhadap bahaya dimulai, pekerjaan harus di bagi ke
dalam beberapa langkah yang menggambarkan apa yang telah selesai
dikerjakan. Untuk menghindari 2 kesalahan umum, yaitu :1) Membagi
pekerjaan menjadi terlalu rinci yang seharusnya tidak perlu
menghasilkan sejumlah banyak langkah. 2) Membuat rincian kerja yang
terlalu umum, sehingga langkah dasar tidak tertulis. c. Melakukan
identifikasi terhadap bahaya dan kecelakaan yang potensial. d.
Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan bahaya
dan mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan. Mengembangkan suatu
prosedur kerja yang aman untuk :1) Mencegah timbulnya kecelakaan.
2) Mencari data baru untuk melakukan pekerjaan itu. 3) Merubah
kondisi fisik yang menimbulkan risiko. 4) Mehilangkan bahaya yang
masih ada dan mengganti prosedur. 5) Mengurangi frekuensi
melaksanakan tugas.
Menurut Diberardinis (1999) dalam Farhan Ferdiansyah (2011),
beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode
Job Safety Analysis adalah :a. Pendekatan Job Safety Analysis
sangat mudah dipahami dan tidak membutuhkan suatu tahapan training,
serta dapat dengan cepat disesuaikan dengan pandangan individu yang
berpengalaman. b. Proses pada Job Safety Analysis dapat memberikan
kesempatan pada individu untuk mengenali atau memberikan
pengetahuan mengenai operasi. c. Hasil dari analisis dapat
digunakan untuk dokumentasi yang dapat digunakan untuk melatih
pekerja baru. d. Dokumentasi Job Safety Analysis juga dapat
digunakan sebagai bahan audit.
Menurut Colling (1990) dalam Farhan Ferdiansyah (2011), Job
Safety Analysis berisikan beberapa informasi yang berkaitan dengan
suatu proses pekerjaan, yaitu : a. Job (Pekerjaan), berisikan
mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan dalam unit produksi untuk
diidentifikasi risikonya.b. Task (Rincian Kegiatan), berisikan
penjelasan mengenai rincian kegiatan yang dilakukan untuk
masing-masing tahapan kegiatan yang dapat menggambarkan
faktor-faktor terjadinya dampak.c. Hazard (Bahaya), untuk
mengetahui jenis bahaya apa yang ditimbulkan dari kegiatan
pekerjaan.d. Probability (Kemungkinan), berisikan tentang
kemungkinan pekerja untuk terkena cidera dari bahaya yang
ditimbulkan oleh kegiatan pekerjaan.e. Consequency (Konsekuensi),
berisikan penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan dari setiap
kegiatan kerja.
3.3Analisis RisikoAnalisis risiko adalah sebuah bentuk
sistematika dalam penggunaan informasi yang telah tersedia untuk
mengidentifikasi bahaya (hazard) dan untuk memperkirakan suatu
risiko terhadap individu, populasi, bangunan, dan lingkungan
(Kolluru, 1996 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). Tujuan melakukan
analisis risiko adalah untuk membedakan antara risiko kecil dengan
risiko besar dan menyediakan data untuk membantu evaluasi dan
penanganan risiko. Terdapat 3 metode dalam melakukan analisis
risiko, yaitu:1. Analisis Kualitatif, menggunakan bentuk kata atau
skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial
dari kemungkinan yang akan terjadi. Dalam analisis kualitatif
dihasilkan skala kategori tingkat risiko, yaitu risiko sangat
tinggi, tinggi, sedang, dan rendah. Analisis kualitatif biasanya
digunakan sebagai skrining awal dalam identifikasi risiko yang
membutuhkan analisis lebih lengkap juga dapat digunakan jika data
numerik tidak memadai untuk melakukan analisis kuantitatif.
Tabel 3.1 Analisis Risiko Kualitatif Faktor Kemungkinan
(Probability)NilaiKategoriDeskripsi
5CriticalKecelakaan tersebut hamper dapat dipastikan terjadi,
kemungkinan 75%, aspek muncul dalam sehari
4LikelySuatu keadaan dimana bahaya kemungkinan besar terjadi
atau kemungkinan terjadi diatas rata-rata 51% s/d 75%, aspek muncul
sekali dalam seminggu
3PossibleSuatu keadaan dimana bahaya dapat terjadi
kadang-kadang, atau kemungkinan terjadi rata-rata 50%, aspek muncul
sekali dalam sebulan
2UnlikelySuatu keadaan dimana bahaya dapat terjadi pada
saat-saat tertentu saja, kemungkinan dibawah rata-rata atau
kemungkinan terjadi 25% s/d 49%, aspek muncul sekali dalam
setahun
1RateSuatu keadaan dimana bahaya terjadi sangat kecil terjadi,
atau hamper tidak mungkin terjadi atau tingkat kemungkinan dibawah
25%, aspek muncul sekali dalam lima tahun
Sumber: SOP/01/IBPR/VIII/2010 PT. Marunda Grahamineral dalam
Dzulfiqar, Penerapan Risk Management , suatu Laporan Khusus,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011, hlm.56.
Tabel 3.2 Analisis Risiko Kualitatif Faktor Keparahan
(Severity)NilaiKategoriDeskripsi
5FatalityAda kematian, kerusakan harta benda diatas U$ 10.000,
penutupan usaha, kerusakan lingkungan yang eksternal serius jangka
panjang
4MajorLTI dengan cacat permanen, kerusakan harta benda U$ 5000
s/d 10.000, kerusakan lingkungan eksternal serius jangka pendek
3ModerateLTI dengan tanpa cacat permanen, kerusakan harta benda
U$ 500 s/d 5000, kerusakan eksternal ringan
2MinorMinor injury/sakit tanpa gangguan fungsi, kerusakan harta
benda U$ 10 s/d 500, ada dampak lingkungan internal serius
1InsignificantAda cidera ringan/hanya memerlukan P3K, kerugian
harta benda kurang dari U$ 10, dampak lingkungan internal
ringan
Sumber: SOP/01/IBPR/VIII/2010 PT. Marunda Grahamineral dalam
Dzulfiqar, Penerapan Risk Management , suatu Laporan Khusus,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011, hlm.56.
Tabel 3.3 Kategori risiko, nilai risiko, kode risiko dan
tindakan pengendalianKategori risikoNilai risikoKode risikoTindakan
pengendalian
Extreme (sangat tinggi)16-25EHentikan, isolasi, segera laporkan
keatasan, perbaiki segera mungkin dalam waktu 2x24 jam
High (tinggi)9-15HSegera laporkan keatasan, putuskan lanjutan
dengan catatan atau perbaikikan segera maksimum 2 minggu
Moderate (sedang)5-8MLaporkan keatasan, perbaiki dalam waktu
maksimum 1 bulan
Low (rendah)2-4LHarus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas
rendah
Negligible (sangat rendah)1NDapat diterima, perbaiki sesuai
dengan kondisi dan situasi yang terjadi
Sumber: SOP/01/IBPR/VIII/2010 PT. Marunda Grahamineral dalam
Dzulfiqar, Penerapan Risk Management , suatu Laporan Khusus,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011, hlm.58.
2. Analisis Kuantitatif, menggunakan hasil perhitungan numerik
untuk tiap konsekuensi dan tingkat probabilitas dengan menggunakan
data variasi, seperti catatan kejadian, literatur, dan eksperimen.
Dengan adanya sumber data tersebut, hasil analisis kuantitatif
memiliki keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis
risiko yang lain (Kolluru, 1996 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011).3.
Analisis Semi Kuantitatif, metode ini pada prinsipnya hampir sama
dengan metode analisis kualitatif, perbedannya terletak pada
deskripsi parameter, pada analisis semi kuantitatif dinyatakan
dengan nilai atau skor tertentu. Menurut AS / NZS 4360 : 1999 dalam
Farhan Ferdiansyah (2011), analisis semi kuantitatif
mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu
probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai
frekuensi.
3.4Evaluasi Risiko Menurut Australian Standard / New Zealand
Standard 4360 : 2004 dalam Farhan Ferdiansyah (2011), evaluasi
risiko merupakan suatu proses membandingkan estimasi level risiko
dengan kriteria yang telah disusun terlebih dahulu dan
mempertimbangkan keseimbangan antara manfaat potensial dan hasil
yang tidak menguntungkan untuk menilai dan menentukan prioritas
pengendalian risiko berdasarkan kriteria yang ditetapkan mengenai
batasan risiko mana yang bisa diterima, risiko mana yang harus
dikurangi atau dikendalikan dengan cara yang lain.
3.5Pengendalian Bahaya Menurut PERMENAKER No. 05 / MEN / 1996,
pengendalian bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan
dengan berbagai macam metode, yaitu:a. Pengendalian teknis atau
rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi,
higiene, dan sanitasi (engineering control). b. Pendidikan dan
pelatihan. c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi
sistem bonus, insentif, penghargaan, dan motivasi diri.d. Evaluasi
melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi. e. Penegakan
hukum.
Menurut Suardi (2005) dalam Farhan Ferdiansyah (2011), dalam
melakukan langkah-langkah untuk mengatasi bahaya yang timbul,
dibutuhkan suatu skala prioritas yang dapat membantu dalam
pemilihan pengendalian suatu bahaya yang disebut dengan hierarki
pengendalian. Urutan prioritas atau hierarki tersebut, yaitu :a.
Eliminasi adalah langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus
menjadi pilihan pertama dalam melakukan pengendalian risiko.
Eliminasi berarti menghilangkan peralatan yang dapat menimbulkan
bahaya. b. Substitusi, prinsip dari alat kendali ini adalah
mengendalikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang
tingkat risikonya lebih rendah atau tidak ada. c. Rekayasa
Engineering dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja,
peralatan, atau proses kerja untuk mengurangi tingkat risiko. Ciri
khusus dari tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih
mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang lebih aman dengan
melakukan pengaturan ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan,
melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi
frekuensi dalam melakukan kegiatan berbahaya. d. Pengendalian
Administrasi, dalam tahap ini menggunakan prosedur, standar operasi
kerja, atau panduan sebagai langkah untuk mengurangi risiko. Akan
tetapi banyak kasus yang ada, pengendalian administrasi tetap
membutuhkan sarana pengendalian risiko lainnya. e. Alat Pelindung
Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk
mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini disarankan
hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali
lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan
personel akan lebih efektif.
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Pelaksanaan On The Job Training
(OJT)4.1.1PelaksanaanKegiatan On The Job Training (OJT)
dilaksanakan sejak tanggal 5 Januari 2015 sampai dengan 27 Februari
2015 di ruang analisis Laboratorium PT Envilab Indonesia, Jalan
Tridharma 03 Ruko KIG Blok A-28 dan B-20, Gresik.4.1.2 Hasil
pelaksanaanA. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan
Pengendalian bahaya pada analisis minyak dan lemakIdentifikasi
bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya yang dilaksanakan
selama On The Job Training (OJT) di PT Envilab Indonesia pada
analisis minyak dan lemak.Prosedur analisis:1. Pindahkan contoh uji
ke corong pisah. Tentukan volume contoh uji seluruhnya (tandai
botol contoh uji pada meniskus air atau timbang berat contoh uji).
Bilas botol contoh uji dengan 30 mL pelarut organik dan tambahkan
pelarut pencuci ke dalam corong pisah.2. Kocok dengan kuat selama 2
menit. Biarkan lapisan memisah, keluarkan lapisan air.3. Keluarkan
lapisan pelarut melalui corong yang telah dipasang kertas saring
dan 10 g Na2SO4 anhidrat, yang keduanya telah dicuci dengan
pelarut, ke dalam labu bersih yang telah ditimbang.4. Ekstraksi 2
kali lagi dengan pelarut 30 mL, sebelumnya cuci dahulu wadah contoh
uji dengan tiap bagian pelarut.5. Gabungkan ekstrak dalam labu
Erlenmeyer yang telah ditimbang 6. Destilasi pelarut dalam penangas
air pada suhu 70 C. 7. Saat terlihat kondensasi pelarut berhenti,
pindahkan labu dari penangas air. Kemudian oven pada suhu 70 C
selama 30 45 menit.8. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit
pastikan labu kering dan timbang sampai diperoleh berat tetap.
Pada uraian proses analisis minyak dan lemak diatas, bahaya
keselamatan kerja yang pertama dimulai saat penimbangan bahan kimia
Sodium sulfat berupa bahaya iritasi jika kontak dengan kulit, mata
dan pernafasan apabila pekerja tidak hati-hati saat penimbangan
sehingga mengakibatkan tumpahan bahan kimia yang dapat berpotensi
kontak dengan kulit, mata hingga pernafasan.Uraian kegiatan
selanjutnya yaitu proses ekstraksi menggunakan pelarut n-Hexane
dapat menimbulkan bahaya keracunan, gangguan system saraf, iritasi
saluran pernafasan akibat percikan bahan n-Hexane yang dapat
tersembur saat membuka-menutup kran corong pemisah selama proses
ekstraksi. Potensi bahaya lain dari proses ekstraksi yaitu bahaya
ledakan corong pisah ringan hingga pecah akibat tekanan yang tinggi
pada corong pemisah.Selanjutnya proses destilasi dapat menimbulkan
luka bakar ringan akibat kurang hati-hati saat meletakkan
Erlenmeyer diatas penangas air (waterbath) sehingga tangan pekerja
tersentuh permukaan penangas air (waterbath). Proses destilasi juga
dapat berpotensi untuk terjadinya arus pendek listrik akibat kabel
terkelupas.Selanjutnya pada proses pengovenan hasil uji dapat
menimbulkan luka bakar ringan akibat kurang hati-hati saat
meletakkan Erlenmeyer kedalam oven sehingga tangan pekerja
tersentuh permukaan dalam oven.Uraian proses yanga terakhir yaitu
proses penstabilan suhu hasil uji dapat menimbulkan luka tangan
atau bagian tubuh yang lain akibat kurang hati-hati saat membuka
atau menutup desikator sehingga desikator pecah dan tangan tergores
atau kejatuhan pecahan desikator tersebut.Pada proses penimbangan
bahan Sodium Sulfat dengan bahaya iritasi akibat tumpahan bahan
kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4
yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada
tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta
benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan.Pada proses ekstraksi dengan pelarut n-hexane
dengan bahaya percikan n-hexane yang tersembur saat proses
ekstraksi, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 5 yaitu aspek muncul dalam sehari dengan keparahan pada
tingkat 1 yaitu ada cidera ringan dan kerugian harta benda kurang
dari U$ 10. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 5
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan. Untuk potensi bahaya meledak, penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam
setahun dengan keparahan pada tingkat 4 yaitu LTI dengan cacat
permanen atau kerusakan harta benda U$ 5000 s/d 10.000. Sehingga
pada bahaya ini berada pada tingkat 8 (moderate) yang artinya
memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.Proses destilasi
pelarut n-hexane dengan bahaya luka bakar ringan, kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam
sebulan dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan
fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat 6 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Untuk potensi bahaya arus
pendek listrik, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu
aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada tingkat 1
yaitu ada cidera ringan atau kerugian harta benda kurang dari U$
10. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 2 (low)
yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas
rendah.Proses pengovenan hasil uji dengan bahaya luka bakar ringan,
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul
sekali dalam sebulan dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 6 (moderate) yang
artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.Sedangkan
pada proses penstabilan suhu hasil uji dengan bahaya luka tangan
atau bagian tubuh yang lain, kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan
pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan
harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko 4 (low) yang artinya harus dilakukan perbaikan
dengan skala prioritas rendah.Upaya pengendalian bahaya agar
pekerja selalu terlindungi diantaranya pelatihan analisis minyak
dan lemak kepada pekerja yang bersangkutan, dengan adanya pelatihan
ini maka pekerja akan lebih kompeten dalam melakukan proses
analisa. Pekerja juga diharapkan untuk melaksanakan Medical chek up
untuk mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau
perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi kerja
atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah satu upaya
pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka potensi bahaya
dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati hati
dalam bekerja dan waspada terhadap potensi bahaya merupakan upaya
yang harus diterapkan pekerja agar terselamatkan dari bahaya yang
ada. Pengendalian lingkungan kerja dengan pemasangan exhaust fan
sehingga udara dapat ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan
peralatan, harus dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign
terkait bahaya alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal
ini penting karena dapat menngetahui performa alat dan dapat
meminimalisir potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian
pula pada bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu
mengetahui bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)
atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi
bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat pelindung
diri (APD) merupakan upaya terahir dalam melaksanakan proses
analisa minyak dan lemak, hal ini dikaranakan APD adalah
perlindungan terahir pekerja sebelum terjadinya insiden
kecelakaan.
B. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis Total Dissolved Solid (TDS)Identifikasi bahaya,
penilaian risiko dan pengendalian bahaya yang dilaksanakan selama
On The Job Training (OJT) di PT Envilab Indonesia pada analisis
Total Dissolved Solid (TDS)Prosedur analisis:1. Persiapan kertas
saringa. Masukkan kertas saring kedalam alat penyaring.b. Hubungkan
alat saring dengan pompa penghisap dan bilas dengan air suling
sebanyak 3 kali masing-masing 20 mL.c. Lanjutkan penghisap untuk
menghilangkan seluruh kotoran yang halus dalam kertas saring.d.
Buang air hasil pembilasan.e. Kertas saring ini siap digunakan
untuk pengujian padatan terlarut.2. Persiapan cawana. Panaskan
cawan yang telah bersih pada suhu 180C 2C selama 1 jam di dalam
oven.b. Pindahkan cawan dari oven dengan penjepit dan dinginkan
dalam desikator.c. Setelah dingin segera timbang dengan neraca
analitik.d. Ulangi langkah 1). Sampai 3). Sehingga diperoleh berat
tetap.3. Pengujian padatan terlarut totala. Aduk dengan magnetic
stirer contoh uji sampai homogen.b. Pipet 50 mL sampai 100 mL
contoh uji ke dalam alat penyaring yang telah dilengkapi dengan
alat pompa penghisap dan kertas saring.c. Operasikan alat
penyaringnya.d. Setelah contoh tersaring semuanya bilas kertas
saring dengan air suling sebanyak 10 mL dan dilakukan 3 kali
pembilasan.e. Lanjutkan penghisapan selama kira-kira 3 menit
setelah penyaringan sempurna.f. Pindahkan seluruh hasil saringan
termasuk air bilasan kedalam cawan yang telah mempunyai berat
tetap.g. Uapkan hasil saringan yang ada dalam cawan sehingga kering
pada penangas air.h. Masukkan cawan yang berisi padatan terlarut
yang sudah kering ke dalam oven pada suhu 180C 0,2C selama 1 jam.i.
Pindahkan cawan dari oven dengan penjepit dan dinginkan dalam
desikatorj. Setelah dingin segera timbang dengan neraca analitik.k.
Uangi langkah h. Samapi j. Sehingga diperoleh berat tetap.
Pada uraian proses analisis Total Dissolved Solid (TDS) diatas,
bahaya keselamatan kerja yang pertama dimulai saat proses filtrasi
dengan pompa penghisap dengan bahaya tersengat listrik apabila
tangan pekerja atau tombol power yang basah ketika menyalakan pompa
penghisap.Uraian kegiatan selanjutnya yaitu pengeringan atau
pengovenan cawan porselen dapat menimbulkan luka bakar ringan
akibat kurang hati-hati saat meletakkan cawan porselen kedalam oven
sehingga tangan pekerja tersentuh permukaan dalam oven.Selanjutnya
proses penguapan hasil uji diatas penangas air (waterbath) dapat
menimbulkan luka bakar ringan akibat tersentuh permukaan penangas
air (waterbath) serta terkena letupan hasil uji yang mengenai
tangan atau bagian tubuh yang lain. Proses penguapan hasil uji juga
dapat berpotensi untuk terjadinya arus pendek listrik akibat kabel
terkelupas.Uraian proses yanga terakhir yaitu proses penstabilan
suhu hasil uji dapat menimbulkan luka tangan atau bagian tubuh yang
lain akibat kurang hati-hati saat membuka atau menutup desikator
sehingga desikator pecah dan tangan tergores atau kejatuhan pecahan
desikator tersebut.Pada proses filtrasi dengan pompa penghisap
dengan bahaya tersengat listrik, penulis penulis menilai
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul
sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.Proses pengeringan atau pengovenan cawan porselen dengan
bahaya luka bakar ringan, kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan
pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan
harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat 6 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan.Pada proses penguapan hasil uji dengan bahaya luka
bakar ringan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu
aspek muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10
s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 6 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Untuk potensi bahaya arus pendek listrik, kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam setahun
dengan keparahan pada tingkat 1 yaitu ada cidera ringan atau
kerugian harta benda kurang dari U$ 10. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 2 (low) yang artinya harus dilakukan
perbaikan dengan skala prioritas rendah.Sedangkan pada proses
penstabilan suhu hasil uji dengan bahaya luka tangan atau bagian
tubuh yang lain, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu
aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10
s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 4
(low) yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas
rendah.Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis Total Dissolved Solid (TDS) kepada
pekerja yang bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja
akan lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga
diharapkan untuk melaksanakan Medical chek up untuk mengetahui
kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau perkembangan
kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi kerja atau prosedur
kerja yang jelas merupakan salah satu upaya pengendalian, dengan
kejelasan instruksi kerja maka potensi bahaya dapat dicegah atau
diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati hati dalam bekerja dan
waspada terhadap potensi bahaya merupakan upaya yang harus
diterapkan pekerja agar terselamatkan dari bahaya yang ada.
Pengendalian lingkungan pemasangan exhaust fan sehingga udara dapat
ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan peralatan, harus
dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya
alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting
karena dapat menegtahui peforma alat dan dapat meminimalisir
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Penggunaan alat
pelindung diri (APD) merupakan upaya terahir dalam melaksanakan
proses analisa Total Dissolved Solid (TDS), hal ini dikaranakan APD
adalah perlindungan terahir pekerja sebelum terjadinya insiden
kecelakaan.
C. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis NOx emisiIdentifikasi bahaya, penilaian risiko dan
pengendalian bahaya yang dilaksanakan selama On The Job Training
(OJT) di PT Envilab Indonesia pada analisis NOx emisiProsedur
analisis:1. Pindahkan contoh uji ke cawan penguap, bilas labu
dengan sedikit aquadest.2. Tambahkan bilasan ke dalam cawan
penguap, ulangi pembilasan sampai tiga kali.3. Tambahkan larutan
KOH 5,6% (b/v) tetes demi tetes ke dalam cawan penguap sampai
bersifat basa, uji dengan kertas lakmus.4. Uapkan di atas penangas
air sampai kering dan membentuk Kristal.5. Diamkan sampai suhu
kamar, tambahkan 2 ml larutan PDS kemudian aduk dengan batang
pengaduk sampai seluruh Kristal larut.6. Tambahkan 1 ml aquadest
dan 4 tetes H2SO4 pekat, lalu panaskan pada penangas air selama 3
menit sambil diaduk.7. Diamkan sampai suhu kamar, kemudian
tambahkan 10 ml aquades dan aduk dengan baik.8. Masukkan 15 ml NaOH
25% (b/v) ke dalam cawan penguap.9. Saring larutan dengan kertas
saring dan tamping pada labu ukur 100 ml berwarna coklat.10. Bilas
cawan penguap dengan sedikit aquadest, saring lalu tera menggunakan
aquades.11. Baca dan catat serapan pada 400 nm.
Pada uraian proses analisis NOx emisi diatas, bahaya keselamatan
kerja yang pertama dimulai saat pembuatan larutan uji yaitu
penimbangan bahan kimia KOH dan NaOH berupa bahaya iritasi,
korosif, apabila pekerja tidak hati-hati saat penimbangan sehingga
mengakibatkan tumpahan bahan kimia yang dapat berpotensi kontak
dengan kulit, mata hingga tertelan. Pembuatan larutan uji lainnya
menggunakan proses pemipetan, karena menggunakan bahan kimia cair
pekat sebagai bahan utama, yaitu pemipetan H2SO4 berupa bahaya
iritasi, korosif dan flammable; pemipetan H2O2 30% berupa bahaya
iritasi, Harmful, korosif, gesekan dapat menimbulkan
kebakaran/ledakan; pemipetan H2SO4 Fumming berupa bahaya iritasi
kulit, mata dan saluran pernafasan, korosif, karsinogenik;, apabila
pekerja tidak hati-hati saat pemipetan sehingga mengakibatkan
tumpahan bahan kimia yang berpotensi kontak dengan kulit, mata
hingga tertelan, untuk H2O2 30% yang berpotensi kebakaran/ledakan
apabila kontak dengan bahan kimia lain serta H2SO4 Fumming
mengeluarkan gas yang berpotensi untuk terhirup, khusus untuk
pembuatan larutan uji Fenol, proses diawali dengan peleburan Fenol
dengan penagas air yang memiliki bahaya gangguan syaraf, iritatif
dan korosif apablia kontak dengan kulit, mata hingga tertelan dan
juga bahaya terkena luka bakar ringan akibat tersentuh permukaan
penagas air.Selanjutnya pada proses penambahan larutan uji seperti
larutan penjerap(Asam Sulfat, H2O2), larutan KOH(KOH) 5,6 %,
Larutan Phenol Disulphonic Acid(H2SO4, Fenol, H2SO4 Fuming),
Larutan NaOH 25 %(NaOH), masing masing memiliki bahaya seperti
bahan penyusunnya diatas, diakibatkan tumpahan atau percikan
larutan pada saat pemipetan yang kontak dengan kulit, mata, hingga
tertelan.Proses penguapan hasil uji diatas penangas air (waterbath)
dapat menimbulkan luka bakar ringan akibat tersentuh permukaan
penangas air (waterbath) serta terkena letupan hasil uji yang
mengenai tangan atau bagian tubuh yang lain. Proses penguapan hasil
uji juga dapat berpotensi untuk terjadinya arus pendek listrik
akibat kabel terkelupas. Dan pada proses pengukuran absorbansi
menggunakan spektrofotometri memiliki bahaya luka gores akibat
tergores atau kejatuhan kaca kuvet serta bahaya bahaya iritasi yang
terpapar akibat kontak dengan dengan kulit mata hingga
tertelan.Pada proses penimbangan (NaOH dan KOH) dipembuatan larutan
uji, dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek
muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Pada bahaya pemipetan (H2SO4, H2O2 30%, H2SO4 Fuming) dipembuatan
larutan uji, dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu
aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan; serta pemipetan H2O2 30% dipembuatan larutan uji, dengan
bahaya ledakan/kebakaran akibat gesekan atau kontak dengan bahan
kimia lain, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan
pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan
harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko 9 (high) yang artinya putuskan lanjutan dengan
catatan atau perbaikan segera maksimum 2 minggu; pemipetan H2SO4
Fuming dipembuatan larutan uji, dengan bahaya terhirup asap atau
bahan, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3
yaitu %, aspek muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan pada
tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan
harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko 9 (high) yang artinya putuskan lanjutan dengan
catatan atau perbaikikan segera maksimum 2 minggu. Khusus pembuatan
larutan uji Fenol dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu
aspek muncul sekali dalam satu bulan dengan keparahan pada tingkat
3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan harta benda
U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
risiko 9 (high) yang artinya putuskan lanjutan dengan catatan atau
perbaikikan segera maksimum 2 minggu; serta pembuatan larutan uji
Fenol dengan bahaya luka bakar ringan penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam
satu bulan dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan
fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat risiko 6 (moderate) yang artinya
memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.Bahaya pemipetan
pada penambahan larutan uji(Larutan penjerap, larutan KOH 5,6%,
larutan NaOH 25%) dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu
aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan. Sedangkan penambahan larutan Phenol Disulphonic Acid (PDS)
dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis menilai
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul
sekali dalam satu bulan dengan keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI
dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d
5000. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 9 (high)
yang artinya putuskan lanjutan dengan catatan atau perbaikan segera
maksimum 2 minggu.Pada proses penguapan hasil uji dengan bahaya
luka bakar ringan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3
yaitu aspek muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan pada
tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta
benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 6
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan. Untuk potensi bahaya arus pendek listrik, kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam
setahun dengan keparahan pada tingkat 1 yaitu ada cidera ringan
atau kerugian harta benda kurang dari U$ 10. Sehingga pada bahaya
ini berada pada tingkat risiko 2 (low) yang artinya harus dilakukan
perbaikan dengan skala prioritas rendah.Sedangkan pada bahaya
pengukuran absorbansi menggunakan alat spektofotometri, dengan
bahaya tergores atau kejatuhan pecahan kuvet, kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam
setahun dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi
atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 4 (low) yang artinya harus dilakukan
perbaikan dengan skala prioritas rendah. Kecuali bahaya iritasi
kontak dengan kulit, mata dan pernafasan, penulis menilai
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul
sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga
pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang
artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.Upaya
pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi diantaranya
pelatihan analisis NOx emisi kepada pekerja yang bersangkutan,
dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan lebih kompeten dalam
melakukan proses analisa. Pekerja juga diharapkan untuk
melaksanakan Medical chek up untuk mengetahui kondisi kesehatan
pekerja dan dapat terus dipantau perkembangan kondisi kesehatan
pekerja. Penggunaan Instruksi kerja atau prosedur kerja yang jelas
merupakan salah satu upaya pengendalian, dengan kejelasan instruksi
kerja maka potensi bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu
memiliki sifat hati hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi
bahaya merupakan upaya yang harus diterapkan pekerja agar
terselamatkan dari bahaya yang ada. Pengendalian lingkungan
kerjadengan memasangan exhaust fan sehingga udara dapat ditukarkan
secara teratur. Pada penggunaan peralatan, harus dilengkapi dengan
daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya alat dan selalu
dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting karena dapat
mengetahui performa alat dan dapat meminimalisir potensi bahaya
yang ditimbulkan oleh alat. Demikian pula pada bahan, penggunaan
bahan kimia harus terlebih dahulu mengetahui bahaya bahan melalui
lembar data keselamatan bahan(LDKB) atau Material Safety Data Sheet
(MSDS) bahan, sehingga potensi bahaya yang timbul dapat
diminimalisir. Penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan upaya
terahir dalam melaksanakan proses analisa NOx emisi, hal ini
dikaranakan APD adalah perlindungan terahir pekerja sebelum
terjadinya insiden kecelakaan.
D. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis FenolIdentifikasi bahaya, penilaian risiko dan
pengendalian bahaya yang dilaksanakan selama On The Job Training
(OJT) di PT Envilab Indonesia pada analisis Fenol.Prosedur
analisis:1. Ambil 300 mL contoh uji dan masukkan kedalam labu
destilasi2. Tambahkan beberapa tetes indikator MO sampai contoh uji
berwarna kuning, apabila tercium bau H2S, kocok sampai bau H2S
menghilang.3. Tambahkan tetes demi setetes larutan H3PO4 1:9 hingga
warna contoh uji berubah menjadi merah muda. Apabila warna hilang,
tambahkan terus hingga contoh uji berwarna merah mudah.4.
Operasikan peralatan destilasi hingga diperoleh destilat lebih dari
100 mL5. Ukur 100 mL destilat secara duplo dan masukkan ke dalam
gelas piala 250 mL6. Tambahkan 2,5 mL larutan NH4OH 0,5N dan atur
pH menjadi 7,9 0,1 dengan penambahan larutan penyangga Fosfat.7.
Tambahkan 1 mL larutan 4-Amino antipirin sambil diaduk8. Tambahkan
1 mL larutan Kalium Ferisianida sambil di aduk, diamkan selama 15
menit9. Baca dan catat absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm
dengan menggunakan spektrofotometer.
Pada uraian proses analisis Fenol diatas, bahaya keselamatan
kerja yang pertama dimulai saat pembuatan larutan uji yaitu
penimbangan bahan kimia K2HPO4 dan KH2PO4 berupa bahaya iritasi
jika kontak dengan kulit, mata dan pernafasan; penimbangan 4-Amino
Antipirin dan K3Fe(CN)6 berupa bahaya beracun, iritasi jika kontak
dengan kulit, mata dan pernafasan; serta penimbangan serbuk
Indikator Metyl Orange (MO) berupa bahaya pewarna tekstil;, apabila
pekerja tidak hati-hati saat penimbangan sehingga mengakibatkan
tumpahan bahan kimia yang dapat berpotensi kontak dengan kulit,
mata hingga tertelan. Pembuatan larutan uji lainnya menggunakan
proses pemipetan, karena menggunakan bahan kimia cair pekat sebagai
bahan utama, yaitu pemipetan NH4OH berupa bahaya korosif, Iritasi
saluran pernafasan, kulit dan mata serta luka bakar; pemipetan
H3PO4 berupa bahaya Iritasi kulit, mata dan saluran pernafasan;,
apabila pekerja tidak hati-hati saat pemipetan sehingga
mengakibatkan tumpahan bahan kimia yang berpotensi kontak dengan
kulit, mata hingga tertelan, khusus untuk NH4OH mengeluarkan gas
yang berpotensi untuk terhirup.Uraian kegiatan selanjutnya yaitu
proses destilasi contoh uji menggunakan larutan indikator MO dan
H3PO4 1:9 dapat menimbulkan bahaya seperti diatas, akibat percikan
bahan pada saat pemipetan. Proses destilasi juga dapat berpotensi
untuk terjadinya arus pendek dan tersetrum, akibat konsleting
elektromantle, kipas pendingin dan pompa pendingin. Berpotensi pula
untuk meledak akibat suhu dan tekanan labu destilasi yang tinggi
serta suhu kondensor yang terlalu panas. Juga dapat menimbulkan
luka bakar akibat tersentuh labu destilasi yang sedang
beroperasi.Selanjutnya pada proses penambahan larutan uji seperti
NH4OH 5N, buffer phospat, 4-Amino Antipirin dan K3Fe(CN)6 masing
masing memiliki bahaya seperti diatas, diakibatkan tumpahan atau
percikan larutan pada saat pemipetan yang kontak dengan kulit mata
hingga tertelan. Dan pada proses pengukuran absorbansi menggunakan
spektrofotometri memiliki bahaya luka gores akibat tergores atau
kejatuhan kaca kuvet serta bahaya bahan kimia yang terpapar akibat
kontak dengan dengan kulit mata hingga tertelan.Pada proses
penimbangan(K2HPO4, KH2PO4 ,4-Amino Antipirin dan K3Fe(CN)6)
dipembuatan larutan uji, dengan penyebab bahaya tumpahan atau
percikan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya
pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan
harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam
waktu maksimum 1 bulan. Kecuali penimbangan Indikator MO yang
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 1 yaitu aspek muncul
sangat jarang, sekali dalam lima tahun dengan keparahan tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 2 (low)
yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas
rendah.Pada bahaya pemipetan(NH4OH dan H3PO4) dipembuatan larutan
uji, dengan penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu
aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan. Kecuali pemipetan NH4OH terdapat bahaya terhirup asap atau
uap bahan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek
muncul sekali dalam satu bulan dengan keparahan pada tingkat 3
yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan harta benda U$
500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 9
(high) yang artinya putuskan lanjutan dengan catatan atau perbaikan
segera maksimum 2 minggu.Bahaya proses destilasi, dengan bahaya
arus pendek dan tersetrum, kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan
pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta
benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
risiko 4(low) yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala
prioritas rendah. Untuk potensi bahaya luka bakar ringan,
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul
sekali dalam sebulan dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500,
sedangakan untuk potensi bahaya meledak, kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam setahun
dengan keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat
permanen atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000. Sedangkan
bahaya iritasi kontak dengan kulit, mata dan pernafasan, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek
muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko berturut turut
6, 6, 8 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan.Bahaya pemipetan pada penambahan larutan uji,
dengan penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek
muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.Sedangkan pada bahaya pengukuran absorbansi menggunakan alat
spektofotometri, dengan penyebab bahaya tergores atau kejatuhan
pecahan kuvet, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu
aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 4 (low)
yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas
rendah. Kecuali bahaya iritasi kontak dengan kulit, mata dan
pernafasan, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan
pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta
benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan.Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu
terlindungi diantaranya pelatihan analisis Fenol kepada pekerja
yang bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan
lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga
diharapkan untuk melaksanakan Medical chek up untuk mengetahui
kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau perkembangan
kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi kerja atau prosedur
kerja yang jelas merupakan salah satu upaya pengendalian, dengan
kejelasan instruksi kerja maka potensi bahaya dapat dicegah atau
diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati hati dalam bekerja dan
waspada terhadap potensi bahaya merupakan upaya yang harus
diterapkan pekerja agar terselamatkan dari bahaya yang ada.
Pengendalian lingkungan kerja dengan pemasangan exhaust fan
sehingga udara dapat ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan
peralatan, harus dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign
terkait bahaya alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal
ini penting karena dapat menegtahui peforma alat dan dapat
meminimalisir potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian
pula pada bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu
mengetahui bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan
(LDKB) atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga
potensi bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat
pelindung diri (APD) merupakan upaya terahir dalam melaksanakan
proses analisa Fenol, hal ini dikaranakan APD adalah perlindungan
terahir pekerja sebelum terjadinya insiden kecelakaan.
E. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis Logam CuIdentifikasi bahaya, penilaian risiko dan
pengendalian bahaya yang dilaksanakan selama On The Job Training
(OJT) di PT Envilab Indonesia pada analisis Logam Cu.Prosedur
analisis:1. Homogenkan contoh uji, pipet 50 mL contoh uji dan
masukkan ke dalam gelas piala 100 mL atau Erlenmeyer 300 100 mL.2.
Tambahkan 5 mL HNO3 pekat, bila menggunakan gelas piala tutup
dengan kaca arloji dan bila dengan Erlenmeyer gunakanlah corong
sebagai penutup.3. Panaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15
mL sampai dengan 20 mL.4. Jika dekstruksi belum sempurna (tidak
jernih), maka tambahkan lagi 5 mL HNO3 pekat, kemudian tutup dan
panaskan lagi (tidak sampai mendidih). Lakukan proses ini secara
berulang sampai semua logam terlarut, yang terlihat dari warna
endapan dalam contoh uji menjadi agak putih atau contoh uji menjadi
jernih.5. Bilas kaca arloji dan masukkan ke dalam gelas piala.6.
Pindahkan contoh uji ke dalam labu ukur 50 mL (saring bila perlu)
dan tambahkan air bebas mineral sampai tanda tera dan
dihomogenkan.7. Contoh uji siap diukur serapannya.
Pada uraian proses analisis Logam Cu diatas, bahaya keselamatan
kerja yang pertama dimulai saat proses destruksi contoh uji yaitu
penggunaan bahan HNO3 pekat yang ditambahkan pada contoh uji berupa
bahaya korosif dan oksidator yang kuat, HNO3 pekat dapat
menimbulkan gas atau uap sehingga rawan untuk terhirup serta
apabila terkena panas, gesekan atau kontak dengan bahan kimia
lainnya akan cepat bereaksi karena merupakan oksidator yang kuat.
Pada proses destruksi juga memrlukan pemanasan menggunakan hot
plate sehingga dapat menimbulakn luka bakar ringan apabila pekerja
tersentuh permukaan hot plate yang sedang beroperasi.Uraian
kegiatan selanjutnya yaitu proses pengujian contoh uji menggunakan
spektrofotometer AAS memiliki bahaya luka bakar ringan apabila
tersentuh flame AAS, bahaya sesak nafas dan afiksial karena proses
pembakaran menggunkan gas asetilen, bahaya ledakan dan kebakaran
akibat kebocoran gas asitelin atau pecahnya tabung asetilen, bahaya
luka pada tangan dan tubuh lainnya akibat tergores atau kejatuhan
pecahan lampu katoda Cu dan bahaya gangguan penglihatan akibat
nyala api dari flame yang cukup terang.Pada proses destruksi contoh
uji, dengan bahaya luka bakar ringan, penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam
satu bulan dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan
fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat risiko 6 (moderate) yang artinya
memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Sedangkan pada
bahaya korosif dan oksidator kuat, penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 5 yaitu aspek muncul sekali dalam
sehari dengan keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat
permanen atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat risiko 15 (high) yang artinya
putuskan lanjutan dengan catatan atau perbaikikan segera maksimum 2
minggu.Sedangkan pada proses pengujian contoh uji menggunakan alat
spektofotometri AAS, denagn bahaya luka bakar ringan, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek
muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500,
untuk penyebab bahaya tergores atau kejatuhan pecahan pecahan lampu
katoda Cu, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 1 yaitu aspek
muncul sekali dalam lima tahun dengan keparahan pada tingkat 3
yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan harta benda U$
500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko
berturut turut 4, 3 (low) yang artinya harus dilakukan perbaikan
dengan skala prioritas rendah. Sedangkan untuk bahaya sesak nafas
dan asfiksial, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu
aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500, pada bahaya meledak dan kebakaran, kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 1 yaitu aspek muncul sekali dalam lima tahun
dengan keparahan pada tingkat 5 yaitu ada kematian, kerusakan harta
benda diatas U$ 10.000, penutupan usaha, kerusakan lingkungan yang
eksternal serius jangka panjang, dan pada bahaya gangguan
penglihatan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu
aspek muncul sekali dalam satu bulan dengan keparahan pada tingkat
2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko berturut
turut 8, 5, 6 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam
waktu maksimum 1 bulan.Upaya pengendalian bahaya agar pekerja
selalu terlindungi diantaranya pelatihan analisis logam Cu kepada
pekerja yang bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja
akan lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga
diharapkan untuk melaksanakan Medical chek up untuk mengetahui
kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau perkembangan
kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi kerja atau prosedur
kerja yang jelas merupakan salah satu upaya pengendalian, dengan
kejelasan instruksi kerja maka potensi bahaya dapat dicegah atau
diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati hati dalam bekerja dan
waspada terhadap potensi bahaya merupakan upaya yang harus
diterapkan pekerja agar terselamatkan dari bahaya yang ada.
Pengendalian lingkungan kerja dengan memasangan exhaust fan
sehingga udara dapat ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan
peralatan, harus dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign
terkait bahaya alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal
ini penting karena dapat menegtahui peforma alat dan dapat
meminimalisir potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian
pula pada bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu
mengetahui bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)
atau MSDS bahan, sehingga potensi bahaya yang timbul dapat
diminimalisir. Penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan upaya
terahir dalam melaksanakan proses analisa logam Cu, hal ini
dikaranakan APD adalah perlindungan terahir pekerja sebelum
terjadinya insiden kecelakaan.
F. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis NH3 ambienIdentifikasi bahaya, penilaian risiko dan
pengendalian bahaya yang dilaksanakan selama On The Job Training
(OJT) di PT Envilab Indonesia pada analisis NH3 Udara
Ambien.Prosedur analisis:1. Pindahkan contoh uji (larutan
penjerap/absorben) kedalam tabung uji 25 ml.2. Tambahkan
berturut-turut ke dalam masing-masing labu ukur 2 ml larutan
penyangga, 5 ml larutan pereaksi Fenol, dan 2,5 ml larutan pereaksi
Natrium Hipoklorit, lalu tera menggunakan aquades.3. Tunggu hingga
30-60 menit.4. Ukur serapan masing-masing contoh uji pada 630 nm
pada spektrofotometer.
Pada uraian proses analisis NH3 Udara Ambien diatas, bahaya
keselamatan kerja yang pertama dimulai saat pembuatan larutan uji
yaitu penimbangan bahan kimia NAOH, Natrium Nitropuside dan
Na2PO4.12H2O berupa bahaya iritasi jika kontak dengan kulit, mata
dan pernafasan, apabila pekerja tidak hati-hati saat penimbangan
sehingga mengakibatkan tumpahan bahan kimia yang dapat berpotensi
kontak dengan kulit, mata hingga tertelan. Pembuatan larutan uji
lainnya menggunakan proses pemipetan, karena menggunakan bahan
kimia cair pekat sebagai bahan utama, yaitu pemipetan H2SO4 berupa
bahaya iritasi, korosif, dan flamable; pemipetan NaOCl berupa
bahaya korosif, dan berbahaya bagi lingkungan; pemipetan Methanol
berupa bahaya Flammable, iritasi saluran nafas atas, mata dan
kulit;, apabila pekerja tidak hati-hati saat pemipetan sehingga
mengakibatkan tumpahan bahan kimia yang berpotensi kontak dengan
kulit, mata hingga tertelan, khusus untuk pembuatan larutan uji
Fenol, proses diawali dengan peleburan Fenol dengan penangas air
yang memiliki bahaya gangguan syaraf, iritasi, dan korosif apablia
kontak dengan kulit, mata hingga tertelan dan juga bahaya terkena
luka bakar ringan akibat tersentuh permukaan penangas
air.Selanjutnya pada proses penambahan larutan uji seperti larutan
penjerap(H2SO4 encer), larutan kerja Hipoklorit(NaOH dan NaOCl),
larutan kerja Fenol(Fenol, Methanol, Natrium Nitropuside), dan
larutan penyangga(Na2PO4.12H2O dan NaOH), masing masing memiliki
bahaya seperti bahan penyusunnya diatas, diakibatkan tumpahan atau
percikan larutan pada saat pemipetan yang kontak dengan kulit mata
hingga tertelan. Dan pada proses pengukuran absorbansi menggunakan
spektrofotometri memiliki bahaya luka gores akibat tergores atau
kejatuhan kaca kuvet serta bahaya bahan kimia yang terpapar akibat
kontak dengan dengan kulit mata hingga tertelan.Pada proses
penimbangan (NaOH, Natrium Nitropuside, dan Na2PO4.12H2O)
dipembuatan larutan uji, dengan penyebab bahaya tumpahan atau
percikan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya
pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan
harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam
waktu maksimum 1 bulan. Pada bahaya pemipetan (H2SO4, NaOCl, dan
Methanol) dipembuatan larutan uji, dengan penyebab bahaya tumpahan
atau percikan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu
dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Khusus pembuatan larutan
uji Fenol dengan penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan
kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3
yaitu aspek muncul sekali dalam satu bulan dengan keparahan pada
tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan
harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko 9 (high) yang artinya putuskan lanjutan dengan
catatan atau perbaikan segera maksimum 2 minggu; serta pembuatan
larutan uji Fenol dengan penyebab bahaya luka bakar ringan penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek
muncul sekali dalam satu bulan dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 6
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.Bahaya pemipetan pada penambahan larutan uji(larutan kerja
Hipoklorit, larutan kerja Fenol dan larutan penyangga) dengan
penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis menilai
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul
sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga
pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang
artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Sedangkan penambahan larutan penjerap, dengan penyebab bahaya
tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam
seminggu dengan keparahan pada tingkat 1 yaitu Ada cidera
ringan/hanya memerlukan P3K. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko 4 (low) yang artinya harus dilakukan perbaikan
dengan skala prioritas rendah, hal ini dikarenakan penggunaan bahan
H2SO4 pada larutan penjerap sangat encer.Sedangkan pada bahaya
pengukuran absorbansi menggunakan alat spektofotometri, dengan
penyebab bahaya tergores atau kejatuhan pecahan kuvet, kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam
setahun dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi
atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 4 (low) yang artinya harus dilakukan
perbaikan dengan skala prioritas rendah. Kecuali bahaya iritasi
kontak dengan kulit, mata dan pernafasan, penulis menilai
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul
sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga
pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang
artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.Upaya
pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi diantaranya
pelatihan analisis NH3 udara Ambien kepada pekerja yang
bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan lebih
kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga diharapkan
untuk melaksanakan Medical chek up untuk mengetahui kondisi
kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau perkembangan kondisi
kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi kerja atau prosedur kerja
yang jelas merupakan salah satu upaya pengendalian, dengan
kejelasan instruksi kerja maka potensi bahaya dapat dicegah atau
diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati hati dalam bekerja dan
waspada terhadap potensi bahaya merupakan upaya yang harus
diterapkan pekerja agar terselamatkan dari bahaya yang ada.
Pengendalian lingkungan kerjadengan memasangan exhaust fan sehingga
udara dapat ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan peralatan,
harus dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait
bahaya alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini
penting karena dapat mengetahui performa alat dan dapat
meminimalisir potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian
pula pada bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu
mengetahui bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)
atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi
bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat pelindung
diri (APD) merupakan upaya terahir dalam melaksanakan proses
analisa NH3 udara Ambien, hal ini dikaranakan APD adalah
perlindungan terahir pekerja sebelum terjadinya insiden
kecelakaan.
G. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis NO3 airIdentifikasi bahaya, penilaian risiko dan
pengendalian bahaya yang dilaksanakan selama On The Job Training
(OJT) di PT Envilab Indonesia pada analisis NO3 Air.Prosedur
analisis:1. Atur pH contoh uji antara 7-9 dengan HCl atau NaOH.2.
Siapkan 25 mL contoh uji di gelas piala 250 mL.3. Tambahkan 75 mL
NH4Cl-EDTA pekat, kocok. 4. Lewatkan larutan tersebut melalui kolom
reduksi dengan laju 7-10 mL/menit. 5. Buang 25 mL tampungan
pertama.6. Selanjutnya tampung 50 mL contoh uji yang sudah
direduksi ke dalam tabung reaksi bertutup.7. Tambahkan 2 mL larutan
pewarna, Kocok. 8. Ukur absorbansinya dalam kisaran waktu antara 10
menit sampai 2 Jam setelah penambahan larutan pewarna pada panjang
gelombang optimal di sekitar 543 nm.9. Kadar yang terukur adalah
kadar nitrat dan nitrit.10. Lakukan pengukuran blanko:Ke dalam 25
ml air laut buatan di dalam gelas piala 250 ml, lakukan langkah 3
sampai dengan 8.11. Untuk kontrol kontaminasi pada kertas saring,
lakukan juga langkah 3 sampai dengan 8.12. Lakukan analisis
duplo.13. Pembuatan spike matriks :a) Ke dalam 20 mL contoh uji
tambahkan 5 mL larutan kerja 2 mg/l. Kadar standar yang diperoleh
0,4 mg/l. Lakukan langkah 3 sampai dengan 8.b) Ke dalam 20 mL
contoh uji tambahkan 5 mL air laut buatan. Lakukan langkah 3 sampai
dengan 8.
Pada uraian proses analisis NO3 Air diatas, bahaya keselamatan
kerja yang pertama dimulai saat pembuatan larutan uji yaitu
penimbangan bahan kimia NH4Cl, Na2EDTA dan NED-dihidroklorida
berupa bahaya iritasi kulit, mata dan pernafasan; penimbangan
Sulfanilamida berupa bahaya korosif, iritasi saluran pernafasan,
kulit dan mata; penimbangan CuSO4 berupa bahaya iritatif, dan
mutagenik sel somatik mamalia;, apabila pekerja tidak hati-hati
saat penimbangan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan kimia yang
dapat berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga
tertelan.Pembuatan larutan uji lainnya menggunakan proses
pemipetan, karena menggunakan bahan kimia cair pekat sebagai bahan
utama, yaitu pemipetan NH4OH berupa bahaya korosif, Iritasi saluran
pernafasan, kulit dan mata serta luka bakar; pemipetan H3PO4 berupa
bahaya iritasi kulit, mata dan saluran pernafasan; HCl berupa
bahaya sangat korosif, toksik, dan iritatif;, apabila pekerja tidak
hati-hati saat pemipetan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan
kimia yang berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga tertelan,
khusus untuk NH4OH dan HCl mengeluarkan gas yang berpotensi untuk
terhirup.Selanjutnya pada proses reduksi sampel, terdapat
penambahan larutan uji seperti larutan NH4Cl-EDTA(NH4Cl-EDTA,
Na2EDTA dan NH4OH), masing masing memiliki bahaya seperti bahan
penyusunnya diatas, diakibatkan tumpahan atau percikan larutan pada
saat pemipetan yang kontak dengan kulit mata hingga tertelan, serta
penggunaan butiran Cd-Cu berupa bahaya beracun dan karsinogenik,
apabila kontak dengan kulit, mata hingga tertelan. Proses
selanjutnya yaitu penambahan larutan pewarna(H3PO4, Sulfanilamida,
dan NED-dihidroklorida), masing masing memiliki bahaya seperti
bahan penyusunnya diatas, diakibatkan tumpahan atau percikan
larutan pada saat pemipetan yang kontak dengan kulit mata hingga
tertelan. Dan pada proses pengukuran absorbansi menggunakan
spektrofotometri memiliki bahaya luka gores akibat tergores atau
kejatuhan kaca kuvet serta bahaya bahan kimia yang terpapar akibat
kontak dengan dengan kulit mata hingga tertelan.Pada proses
penimbangan (NH4Cl, Na2EDTA, Sulfanilamida, NED-dihidroklorida, dan
CuSO4) dipembuatan larutan uji, dengan penyebab bahaya tumpahan
atau percikan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu
dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Pada bahaya pemipetan
(NH4OH, H3PO4, dan HCl) dipembuatan larutan uji, dengan penyebab
bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis menilai
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul
sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga
pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang
artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Kecuali
pemipetan NH4OH dan HCl terdapat bahaya terhirup asap atau uap
bahan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek
muncul sekali dalam satu bulan dengan keparahan pada tingkat 3
yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan harta benda U$
500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 9
(high) yang artinya putuskan lanjutan dengan catatan atau
perbaikikan segera maksimum 2 minggu.Penilaian risiko pada proses
reduksi, dengan penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu
aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.Selanjutnya pada proses penambahan larutan (larutan pewarna),
dengan penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek
muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.Sedangkan pada bahaya pengukuran absorbansi menggunakan alat
spektofotometri, dengan bahaya tergores atau kejatuhan pecahan
kuvet, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek
muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 4 (low) yang
artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas rendah.
Kecuali bahaya iritasi kontak dengan kulit, mata dan pernafasan,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu
aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis NO3 Air kepada pekerja yang
bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan lebih
kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga diharapkan
untuk melaksanakan Medical chek up untuk mengetahui kondisi
kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau perkembangan kondisi
kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi kerja atau prosedur kerja
yang jelas merupakan salah satu upaya pengendalian, dengan
kejelasan instruksi kerja maka potensi bahaya dapat dicegah atau
diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati hati dalam bekerja dan
waspada terhadap potensi bahaya merupakan upaya yang harus
diterapkan pekerja agar terselamatkan dari bahaya yang ada.
Pengendalian lingkungan kerja dengan pemasangan exhaust fan
sehingga udara dapat ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan
peralatan, harus dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign
terkait bahaya alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal
ini penting karena dapat mengetahui performa alat dan dapat
meminimalisir potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian
pula pada bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu
mengetahui bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)
atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi
bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat pelindung
diri (APD) merupakan upaya terahir dalam melaksanakan proses
analisa NO3 Air, hal ini dikaranakan APD adalah perlindungan
terahir pekerja sebelum terjadinya insiden kecelakaan.
H. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis Chemical Oxygen Demand (COD)Identifikasi bahaya,
penilaian risiko dan pengendalian bahaya yang dilaksanakan selama
On The Job Training (OJT) di PT Envilab Indonesia pada analisis
Chemical Oxygen Demand (COD)Prosedur analisis:1. Pipet 10 mL contoh
uji dan masukkan kedalam tabung reaksi atau ampul 10 mL.2.
Tambahkan 1,5 mL Digestion Solution dan 3,5 mL larutan pereaksi
Asam Sulfat ke dalam tabung atau ampul.3. Tutup tabung dan kocok
perlahan sampai homogen.4. Letakkan tabung pada pemanas (COD
Reactor) yang telah dipanaskan pada suhu 150 C, lakukan digestion
selama 2 jam.5. Dinginkan perlahan-lahan contoh uji yang sudah
direfluks sampai suhu ruang. Saat pendinginan sesekali tutup contoh
uji dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas.6. Pindahkan secara
kuantitatif contoh uji dari tube atau ampul ke dalam Erlenmeyer
untuk titrasi.7. Tambahkan indikator Ferroin 0,05 mL - 0,1 mL atau
1 - 2 tetes dan aduk dengan pengaduk magnetik sambil dititrasi
dengan larutan baku FAS 0,05 M sampai terjadi perubahan warna yang
jelas dari hijau-biru menjadi coklat-kemerahan, catat volume
larutan FAS yang digunakan.8. Lakukan langkah 1. sampai dengan 7.
terhadap air bebas organik sebagai blanko. Catat volume larutan FAS
yang digunakan.
Pada uraian proses analisis Chemical Oxygen Demand (COD) diatas,
bahaya keselamatan kerja yang pertama dimulai saat pembuatan
larutan uji yaitu penimbangan bahan kimia kristal Ag2SO4 berupa
bahaya iritasi mata, kulit, hidung, membrane mukosa dan sistem
pernafasan; penimbangan K2Cr2O7 berupa bahaya karsinogenik,
korosif; penimbangan 1,10-phenanthrolin monohidrat berupa bahaya
beracun, iritasi, dan bahaya bagi lingkungan; penimbangan
FeSO4.7H2O berupa bahaya Iritasi saluran pernafasan, kulit dan
mata, mutagenik untuk jenis bakteri; penimbangan Ferro Amonium
Sulfat (FAS) dan Kalium Hidrogen Ftalat (KHP) berupa bahaya iritasi
saluran pernafasan, kulit dan mata serta penimbangan Asam Sulfamat
berupa bahaya iritasi kulit dan mata, korosif dan bahaya bagi
organisme air;, apabila pekerja tidak hati-hati saat penimbangan
sehingga mengakibatkan tumpahan bahan kimia yang dapat berpotensi
kontak dengan kulit, mata hingga tertelan. Pembuatan larutan uji
lainnya menggunakan proses pemipetan, karena menggunakan bahan
kimia cair pekat sebagai bahan utama, yaitu pemipetan Asam Sulfat
berupa bahaya iritasi, korosif dan flammable, apabila pekerja tidak
hati-hati saat pemipetan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan
kimia yang berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga
tertelan.Uraian kegiatan selanjutnya pada proses penambahan
larutan/reagen/bahan kimia padatan seperti serbuk Mercury Sulfat,
larutan baku Kalium diKromat(K2Cr2O7, H2SO4, HgSO4), larutan
Pereaksi Asam Sulfat(Ag2SO4, H2SO4), Indikator
Ferroin(1,10-Phenanthrolin Monohidrat, FeSO4.7H2O), larutan Asam
Sulfamat(Asam Sulfamat), masing masing memiliki bahaya seperti
bahan penyusunnya diatas, diakibatkan tumpahan atau percikan
larutan pada saat pemipetan yang kontak dengan kulit mata hingga
tertelan.Selanjutnya proses pemanasan sampel uji dengan refluks
tertutup dapat menimbulkan luka bakar ringan akibat tersentuh
tabung reaksi atau bagian pemanas reactor COD saat pengambilan atau
peletakan tabung reaksi. Proses pemanasan sampel uji dengan refluks
tertutup dapat berpotensi luka tangan atau bagian tubuh yang lain
akibat kurang hati-hati saat mengambil atau meletakkan tabung
reaksi sehingga tabung reaksi pecah dan tangan tergores atau
kejatuhan pecahan tabung reaksitersebut. Berpotensi pula untuk
meledak akibat tekanan gas di dalam tabung reaksi yang
tinggi.Proses memasukkan larutan penitran (Larutan Ferroin Ammonium
Sulfat) ke dalam buret dapat menimbulkan iritasi saluran
pernafasan, kulit dan mata akibat tumpahan atau percikan saat
memasukkan larutan penitran ke dalam buret. Dan pada proses titrasi
dapat menimbulkan iritasi saluran pernafasan, kulit dan mata akibat
tumpahan atau percikan bahan kimia saat proses titrasi.Pada proses
penimbangan(Ag2SO4, K2Cr2O7, ,10-Phenanthrolin Monohidrat,
FeSO4.7H2O, Ferro Amonium Sulfat, Asam Sulfamat, Kalium Hidrogen
Ftalat) dipembuatan larutan uji, dengan bahaya tumpahan atau
percikan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya
pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan
harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam
waktu maksimum 1 bulan. Sedangkan pada bahaya pemipetan H2SO4
dipembuatan larutan uji, dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan
kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4
yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada
tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$
10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya mem