SISTEM MANAJEMEN RUMAH SAKIT
Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber
daya (unsur manajemen) melalui proses perencanaan,
pengorganisasian, kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan
rumah sakit. Banyak hal-hal yang harus diperhatikan dalam manajemen
rumah sakit agar pelaksanaan program dan sistemsistem yang ada di
rumah sakit dapat berjalan dengan baik (Sabarguna, 2009).1.
Pengertian Rumah SakitRumah Sakit adalah suatu fasilitas umum
(public facility) yang berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan
meliputi pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemeliharaan,
peningkatan dan pemulihan kesehatan secara paripurna. Adapun
pengertian Rumah Sakit lainnya, antara lain: a. Berdasarkan
Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan
rawat inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi dan atau pelayanan kesehatan yang lainnya
dengan menginap di rumah sakit. Pelayanan rawat jalan adalah
pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan,
rehabilitasi medic, dan pelayan kesehatan lainnya tanpa menginap di
rumah sakit. Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan daruratan
medik yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah atau
menanggulangi resiko kematian atau cacat (Depkes RI, 2009). b. WHO
(World Health Organization) memaparkan bahwa rumah sakit adalah
organisasi terpadu dari bidang sosial dan medik yang berfungsi
sebagai pusat pemberi pelayanan kesehatan, baik pencegahan
penyembuhan dan pusat latihan dan penelitian biologi-sosial.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan
rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau
dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes ,RI
2004).Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992
pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan
Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E
(Azwar,1996): 1) Rumah Sakit Kelas A Rumah Sakit kelas A adalah
rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis
dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah
ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral
hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat. 2) Rumah Sakit Kelas
B Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis
terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan di setiap
ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan
rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang
tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit
tipe B. 3) Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit kelas C adalah rumah
sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis
terbatas. Terdapat empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni
pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan
anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah
sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency
hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas. 4) Rumah
Sakit Kelas D Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu
saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini
kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan
kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit
tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal
dari puskesmas. 5) Rumah Sakit Kelas E Rumah sakit ini merupakan
rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya
satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E
yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit
kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu
dan anak. Sedangkan penggolongan rumah sakit berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI tentang Rumah Sakit, BAB I Ketentuan Umum,
Pasal 1 antara lain:1) Berdasarkan Bentuk Pelayanan a. Rumah Sakit
Umum Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis
penyakit dari yang bersifat dasar sampai sub spesialistik. b. Rumah
Sakit Khusus Rumah sakit yang melenggarakan pelayanan kesehatan
berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu. 2)
Berdasarkan Jumlah Tempat Tidur, Pemilik, dan Pengelola : a. Rumah
sakit kelas A Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 4 pelayanan medik spesialistik dasar, 5 pelayanan
spesialistik penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialistik lain,
13 pelayanan medik sub spesialistik, 1000-1500 tempat tidur,
pemilik dan pengelola Pemerintah (Depkes). b. Rumah sakit kelas B
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
pelayanan medik spesialistik dasar, 4 pelayanan spesialistik
penunjang medik, 8 pelayanan medik spesialistik lain, 2 pelayanan
medik sub spesialistik, 400-1000 tempat tidur, pemilik dan
pengelola Pemerintah Dati 1 (di Ibukota propinsi). c. Rumah sakit
kelas C Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling
sedikit 4 pelayanan medik spesialistik dasar, 4 pelayanan
spesialistik penunjang medik, 100-300 tempat tidur, pemilik dan
pengelola Pemerintah Dati II/III,d. Rumah sakit kelas D Mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan
medik spesialistik dasar, 25-100 tempat tidur, pemilik dan
pengelola Pemerintah Dati I/II/III, umum. e. Rumah sakit kelas E
Pelayanan kesehatan tertentu (kusta, paru-paru, bersalin, dan
lain-lain). 3) Berdasarkan Kepemilikan dan Penyelenggaraan a. Rumah
Sakit Pemerintah Rumah sakit yang dibiayai, dipelihara, dan diawasi
oleh Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI, dan departemen
lain, termasuk BUMN. Misalnya Rumah Sakit Umum Pusat, Provinsi,
Kabupaten dan lokal. Usaha ini dijalankan berdasarkan usaha sosial.
b. Rumah Sakit Swasta Rumah sakit yang dijalankan oleh suatu
yayasan atau swasta lain yang umumnya juga berdasarkan sosial serta
tujuan ekonomi (mencari keuntungan). 2. Struktur Organisasi Rumah
SakitBanyak struktur organisasi yang bisa dipilih dalam manajemen
rumah sakit, tentunya yang terbaik adalah yang sesuai dengan
kebutuhan. Secara umum pemenuhan kebutuhan sangat tergantung dari
tujuan organisasi, pelaksanaan, keadaan rumah sakit, dan lingkungan
rumah sakit.Tabel 1. Contoh Struktur organisasi unit dan seksi
setara Rumah Sakit Kelas (Kepmenkes No 340)NoBidangSeksiUnit
1MedisPelayanan Medis1. Kamar Operasi, Kamar Bersalin2. ICU3.
Kamar Jenazah4. UGD5. Rawat Jalan6. Rawat Inap
2MedisPenunjang Medis1. Pemeliharaan2. Catatan Medis3. Kantin4.
Laundry5. Farmasi6. Gizi dan Dapur7. Laboratorium8. Radiologi
3UmumAdministrasi1. Keamanan 2. Logistik3. Keuangan4.
Kepegawaian5. TU6. Admission7.Kebersihan dan Keindahan
4UmumPengembangan 1. Sistem Informasi2. Peningkatan Program3.
Penelitian4. Pelatihan5. Pemasaran6. Menjaga Mutu
Dalam melakukan manajemen rumah sakit harus memperhatikan
manajemen fungsional dan mutu. Manajemen fungsional meliputi
perencanaan, pengorganisasian, operasional rumah sakit,
pengendalian dan pegawasan. Dalam melakukan manajemen mutu yang
perlu diperhatikan yaitu komponen, aspek, efesiensi dan
efektifitas, keselamatan pasien, serta kepuasan pasien (Sabarguna,
2009).Organisasi manajemen rumah sakit juga memperhatikan sistem
informasi rumah sakit yang berurusan dengan pengumpulan data,
pengelolaan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpulan
informasi, serta penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk
kegiatan rumah sakit. Selain itu, juga memperhatikan dalam
pengambilan keputusan maupun kebijakan, serta melakukan evalusi
terhadap sistem organisasi manajemen rumah sakit yang telah
dijalankan untuk meningkatkan nilai daya guna dan hasil guna dari
perencanaan dan pelaksanaan program (Sabarguna, 2009).
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL BPJS KESEHATAN
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat
BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial (UU No. 24 tahun 2011 pasal 1 ayat 1). BPJS
bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta
dan/atau anggota keluarganya (UU No. 24 tahun 2011 pasal 3).BPJS
menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas:
1. Kemanusiaan; 2. Manfaat; dan 3. Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia (UU No. 24 tahun 2011 pasal 2). BPJS
menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan
prinsip: 1. Kegotongroyongan; 2. Nirlaba; 3. Keterbukaan; 4.
Kehati-Hatian; 5. Akuntabilitas; 6. Portabilitas; 7. Kepesertaan
bersifat wajib; 8. Dana amanat; dan 9. Hasil pengelolaan Dana
Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta (UU No. 24 tahun 2011
pasal 4). Program-program yang diselenggarakan BPJS adalah (1)
program jaminan kesehatan (yang fungsinya dijalankan oleh BPJS
Kesehatan); (2) jaminan kecelakaan kerja, (3) jaminan hari tua, (4)
jaminan pensiun, dan (5) jaminan kematian (yang fungsinya
dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan) (UU No. 24 tahun 2011 pasal
5, 6 dan 9).Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9, BPJS bertugas untuk: 1. Melakukan dan/atau menerima
pendaftaran peserta; 2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari
peserta dan pemberi kerja; 3. Menerima bantuan iuran dari
pemerintah; 4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan
peserta; 5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan
sosial; 6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan 7.
Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial kepada peserta dan masyarakat (UU No. 24 tahun 2011 pasal
10). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
BPJS berwenang untuk: 1. Menagih pembayaran iuran; 2. Menempatkan
Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; 3. Melakukan
pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja
dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan jaminan sosial nasional; 4. Membuat kesepakatan
dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas
kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
pemerintah; 5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan
fasilitas kesehatan; 6. Mengenakan sanksi administratif kepada
peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; 7.
Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan 8. Melakukan kerja sama dengan pihak lain
dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial (UU No. 24
tahun 2011 pasal 11). Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, BPJS berhak untuk: 1. Memperoleh dana
operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana
Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan 2. Memperoleh hasil monitoring
dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN
setiap 6 (enam) bulan (UU No. 24 tahun 2011 pasal 12). Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS
berkewajiban untuk:1. Memberikan nomor identitas tunggal kepada
peserta; 2. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS
untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta; 3. Memberikan informasi
melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi
keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya; 4. Memberikan
manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional; 5. Memberikan informasi kepada
peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang
berlaku; 6. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur
untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya; 7. Memberikan
informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan
pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; 8. Memberikan
informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun; 9. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan
standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum; 10. Melakukan
pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan 11. Melaporkan pelaksanaan
setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam)
bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN (UU No. 24
tahun 2011 pasal 13). Administrasi Kepesertaan dan IuranKelompok
Peserta Jaminan KesehatanPenerima Bantuan Iuran (PBI) JKBukan
Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKPekerja Penerima Upah (PPU)Pekerja
Bukan Penerima Upah (PBPU)Bukan Pekerja (BP)a. PNS (Pusat &
Daerah)b. Anggota TNIc. Anggota Polrid. Pejabat Negarae. Pegawai
Pemerintah Non PNSf. Pegawai Swastag. Pekerja yang tidak termasuk
huruf a sd f yang menerima upahPekerja MandiriSektor Informasia.
Investorb. Pemberi Kerjac. Penerima Pensiund. Veterane. Perintis
Kemerdekaanf. bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai
dengan huruf e yang mampu membayar iuran
KepesertaanJumlah peserta dan anggota keluarga inti yang
ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang.
Peserta yang memiliki jumlah keluarga lebih dari 5 (lima) orang
termasuk peserta, dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain
dengan membayar iuran tambahan.Anggota keluarga menurut Pasal 5
Perpres Jaminan Kesehatan meliputi:1. Istri atau suami yang sah
dari peserta; dan2. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat
yang sah dari peserta, dengan kriteria :a. Tidak atau belum pernah
menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; danb. Belum
berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh
lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal;3. Anggota
keluarga tambahan :a. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat
yang sah dari pesertab. Orang Tuac. MertuaHak dan Kewajiban BPJS
Kesehatan1. Hak Pesertaa. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti
sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;b. Memperoleh manfaat dan
informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;c. Mendapatkan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan; dand. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan
saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.2.
Kewajiban Pesertaa. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta
membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
;b. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah
fasilitas kesehatan tingkat I;c. Menjaga Kartu Peserta agar tidak
rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak.d.
Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
Contoh Design Kartu Identitas Peserta BPJS Kesehatan
Besaran Iuran Jaminan KesehatanGaji atau upah yang digunakan
sebagai dasar perhitungan iuran jaminan kesehatan, terdiri atas :1.
Gaji pokok dan tunjangan keluarga ;2. Upah ; atau3. Upah pokok dan
tunjangan tetap
Besaran Iuran Non PBI
Sasaran PesertaProsentase UpahKontribusiKeterangan
PNS/ TNI/ Polri/ Pensiunan5 %2 % oleh PNS/ TNI/ Polri/
Pensiunan3 % oleh PemerintahDari gaji pokok dan tunjangan
Pekerja Penerima Upah4,5 %
5 %4 % pemberi kerja dan 0,5 % pekerjaPer 1 Juli 2015, 4 %
pemberi kerja dan 1 % pekerja
Pekerja Bukan Penerima UpahNilai Nominal1. Rp 25,500,-2. Rp
42,500,-3. Rp 59,500,-1. Ranap kelas 32. Ranap kelas 23. Ranap
kelas 1
Besaran Iuran Anggota Keluarga LainnyaTambahan Anggota Keluarga
dari Pekerja Penerima Upah (PPU) :1. Keluarga tambahan dari PPU
terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua,
besaran iuran sebesar 1% dari dari gaji atau upah per orang
perbulan2. Peserta tambahan lainya dari PPU seperti keponakan,
kerabat lain, asisten rumah tangga dan lainnya, ditetapkan sesuai
dengan manfaat yang dipilih :a. Kelas III sebesar Rp.25.500,- per
orang per bulan.b. Kelas II sebesar Rp.42.500,- per orang per
bulan.c. Kelas I sebesar Rp.59.500,- per orang per bulanManfaat
Jaminan Kesehatan1. Bersifat pelayanan kesehatan perorangan,
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,
pelayanan obat, bahan medis habis pakai sesuai dengan indikasi
medis yang diperlukan.2. Manfaat medis yang tidak terikat dengan
besaran iuran yang dibayarkan3. Manfaat non medis yang ditentukan
berdasarkan skala besaran iuran yang dibayarkan, termasuk di
dalamnya manfaat akomodasi4. Ambulans diberikan untuk pasien
rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang
ditetapkan oleh BPJS KesehatanPelayanan Kesehatan yang Dijamina.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama (RJTP dan RITP)b. Pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjut (RJTL dan RITL)c. Pelayanan
kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteriPelayanan Kesehatan yang
Tidak Dijamina. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui
prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;b.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat
darurat;c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program
jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat
kecelakaan kerja atau hubungan kerja;d. Pelayanan kesehatan yang
dilakukan di luar negeri;e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan
estetik;f. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;g. Pelayanan
meratakan gigi (ortodensi);h. Gangguan kesehatan/penyakit akibat
ketergantungan obat dan/atau alkohol;i. Gangguan kesehatan akibat
sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri; j. Pengobatan komplementer, alternatif
dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang
belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
(health technology assessment);k. Pengobatan dan tindakan medis
yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);l. Alat
kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;m. Perbekalan
kesehatan rumah tangga;n. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada
masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah;o. Biaya pelayanan
lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan
yang diberikan.Alur Pelayanan Kesehatan (Sistem Pelayanan
Berjenjang)
PesertaFaskes Primer / PPK tk.IRumah Sakit / PPK tk.II dan
tk.IIIKantor Cabang BPJSPemeriksaan kesehatan (termasuk obat, lab
sederhana dan kesehatan gigi di PPK IRujukan dari PPK I / Rujukan
balik dari PPK II / PPK IIIEmergency / Gawat daruratKlaim
SISTEM RUJUKAN
1. DefinisiSistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas
dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta
jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh
fasilitas kesehatan (Idris,2014). 2. Ketentuan Umum1) Pelayanan
kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:a)
Pelayanan kesehatan tingkat pertama;b) Pelayanan kesehatan tingkat
kedua; danc) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.2) Pelayanan
kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.3) Pelayanan
kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik
yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik.4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan
pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub
spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.5) Dalam
menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat
pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan
mengacu pada peraturan perundang undangan yang berlaku6) Peserta
yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem
rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai
dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS
Kesehatan.7) Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem
rujukan maka BPJS Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap
kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada
kelanjutan kerjasama8) Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara
horizontal maupun vertikal.9) Rujukan horizontal/ internal adalah
rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara
atau menetap.10) Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan
antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan
dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang
lebih tinggi atau sebaliknya.11) Rujukan vertikal dari tingkatan
pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih
tinggi dilakukan apabila:a) pasien membutuhkan pelayanan kesehatan
spesialistik atau subspesialistik;b) perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.12) Rujukan
vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :a) permasalahan
kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan
yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;b)
kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua
lebih baik dalam menangani pasien tersebut;c) pasien membutuhkan
pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi
dan pelayanan jangka panjang; dan ataud) perujuk tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan atau
ketenagaan. (Idris, 2014)
Gambar 2.1. Alur Pelayanan Kesehatan di Indonesia
REGIONALISASI SISTEM RUJUKAN
Kabupaten/ kota dibagi dalam beberapa wilayah rujukan/region,
berdasarkan hasil mapping sarpras, SDM dan kondisi geografis,
setiap wilayah mempunyai pusat rujukan. 1. Definisi Regionalisasi
sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan penetapan
batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan
medis, penunjang dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur
sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi
(KemenKes,2014) .2. Tujuana) Mengembangkan regionalisasi sistem
rujukan bejenjang di Provinsi dan Kabupaten/Kota. b) Meningkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan rujukan RS.c) Meningkatkan pemerataan
pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah terpencil dan daerah
miskin.d) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
rujukan RS (KemenKes, 2014).3. Manfaat a) Pasien tidak menumpuk di
RS besar tertentu.b) Pengembangan seluruh RS di provinsi dan
kabupaten/kota dapat direncanakan secara sistematis efisien dan
efektif. c) Pelayanan rujukan dapat lebih dekat ke daerah
terpencil, miskin, dan daerah perbatasan karena pusat rujukan lebih
dekat.d) Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan
tenaga kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional. 4. Alur
sistem rujukan regionala) Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan
pelayanan berjenjang yang dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas C,
kelas D selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A.b)
Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan
rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter
disertai surat rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau
kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga
pasien.c) RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau
RS kelas A antar atau lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan .
yang dimaksud dengan antar kabupaten/ kota adalah pelayanan ke RS
kabupaten/ kota yang masih dalam satu region yang telah ditetapkan.
Sedangkan lintas kabupaten/kota adalah pelayanan ke RS
kabupaten/kota di luar wilayah region yang telah ditetapkan.
(KemenKes, 2014)5. Penetapan Regionalisasi Sistem Rujukan10 langkah
yang harus dipersiapkan yaitu ;a) Pemetaan sarana kesehatan : Gate
keeper (Praktek dokter/ drg pelayanan Primer), puskemas, Klinik
Pratama, RS dan faskes lainnya per provinsib) Pemetaan tenaga
kesehatan di sarana kesehatan yang ada.c) Menetapkan RS pusat
rujukan regional .d) Melakukan ujicoba kewilayahan melalui Workshop
Sistem Rujukan di pusat rujukan regional, bersama Tim Koordinasi
Sistem Rujukan Tingkat Pemerintah Daerah, yang terdiri dari Kepala
Dinas Kesehatan, Provinsi/Kabupaten dan Kota, tim profesi ahli,
RSUD, dan Askes yang akan bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan
Daerah. e) Menetapkan kab/kota sebagai pusat regional dari beberapa
sarana kesehatan disekitarnya. f) Mengadakan pelatihan bagi tenaga
dokter puskesmas, dokter keluarga mitra Askes dari wilayah tersebut
untuk penatalaksanaan kasus-kasus yang dirujuk dari Puskesmas
terutama pada 4 bagian besar (Obgyn, Penyakit Dalam, Anak dan
Bedah)g) Penyusunan 4 Buku Pedoman Sistem Rujukan bersama RS, FK,
DPM PT Askes, PT Askes Persero regional, dan 10 Organisasi Profesi
yang terdiri dari : PAPDI, POGI, IDAI, IKABI, PERDAMI, PERHATI-KL,
PERDOSI, PERDOSKI, PDSKJI, PDGI.h) Penyusunan peraturan gubernuri)
Lakukan Pembagian Peran untuk mewujudkan Regionalisasi Sistem
Rujukan,j) Lakukan Sosialisasi dan Monev ketat terhadap usaha yang
telah dilakukan , termasuk Kendali Mutu dan Biaya dengan
Pemanfaatan Sistem Informasi dan Teknologi.
PENANGGULANGAN BENCANA RUMAH SAKIT
1. Pendahuluan Persiapan dan perencanaan penanggulangan bencana
di rumah sakit diistilahkan sebagai Hospital Disaster PlanDi
Indonesia sendiri, sebuah rumah sakit jika ingin dianggap
berkapasitas dalam penanggulangan bencana harus memiliki dokumen
mengenai Hospital Disaster PlanKedudukan Tim Disaster digambarkan
sesuai bagan berikut : DKK
DirekturRS Tim Pendukung Disaster Tim Disaster RS Ambulan
118PMIRS lainPuskesmas2. Definisi Bencana adalah suatu keadaan
dimana terjadi kecelakaan atau bencana alam dan atau bencana yang
dibuat oleh manusia yang dalam waktu relaitif singkat mengakibatkan
korban dalam jumlah banyak, baik korban jiwa maupun harta benda.
Bencana masal adalah bencana yang harus dilakukan pertolongan
segera, dimana penanggulangannya melibatkan tidak hanya satu unit/
bagian tertentu.3. Klasifikasi Bencanaa. Bencana InternalBencana
yang terjadi di sekitar lingkungan RS dan menimpa RS dengan segala
obyek vitalnya yaitu pasien, pegawai, material dan dokumenContoh :
kebakaran, ancaman bom, keruntuhan gedung, banjirb. Bencana
EksternalBencana yang terjadi di luar lingkungan RS yang dalam
waktu relatif singkat mendatangkan korban dalam jumlah melebihi
rata-rata keadaan biasa sehingga memerlukan penanganan khusus dan
mobilisasi tenaga pendukung lainnya.Contoh : kecelakaan lalu
lintas, keracunan makanan, bencana alam.Berdasarkan jumlah korban
dibagi menjadi 4 tingkatan yakni : a. Tingkat I : jumlah korban 10
49 orangb. Tingkat II : jumlah korban 50 99 orangc. Tingkat III :
jumlah korban 100 299 orangd. Tingkat IV : jumlah korban >300
orangKemudian dibagi lagi apakah jumlah itu dapat ditangani sendiri
oleh IGD atau tidak yakni : a. Sistim Bencana Massal:Apabila jumlah
korban yang datang mampu ditangani sendiri oleh IGDb. Sistem
Penanggulangan Bencana MassalApabila jumlah korban yang datang
melebihi kuota RS sehingga tidak dapat ditangani sendiri oleh IGD
RS tsb.4. TRIAGEAdalah tindakan pemilihan korban sesuai kondisi
kesehatannya untuk mendapat label tertentu dan kemudian
dikelompokkan serta mendapatkan penanganan/pertolongan sesuai
dengan kebutuhan. Korban akan dibagi dalam empat kondisi kesehatan
sebagai berikut:a. Label HijauKorban yang tidak memerlukan
pengobatan atau pengobatan dapat ditunda. Penanggungjawab pada
label ini antara lain: Di dalam jam kerja : Dokter IGD Di luar jam
kerja : Perawat IGD Lokasi : ruang observasi IGDDengan tugas
sebagai berikut : Pemeriksaan ulang tingkat triase korban Memberika
pelayanan kesehatan yang diperlukan (perawatan luka, penjahitan
luka, dan lain-lain sesuai kebutuhan) Mencatat identitas korban
Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai kondisi siagab.
Label KuningKorban dengancidera sedang yang perlu perawatan khusus
dan kemudian dapat dipulangkan, atau dirawat di rumah sakit atau
dirujuk rumah sakit lain.Penanggungjawab pada label ini antara
lain: Di dalam jam kerja : Dokter Jaga IGD Di luar jam kerja :
Perawat Jaga IGD Lokasi : ruang tindakan IGDDengan tugas sebagai
berikut : Pemeriksaan ulang tingkat triase korban Memberika
pelayanan kesehatan yang diperlukan (perawatan luka, penjahitan
luka, dan lain-lain sesuai kebutuhan) Mencatat identitas korban
Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai kondisi siagac.
Label MerahKorban dengan cidera berat, memerlukan observasi ketat,
kalau perlu tindakan operasi.Penanggungjawab pada label ini antara
lain: Di dalam jam kerja : Dokter Spesialis Bedah Di luar jam kerja
: Dokter Jaga IGDDengan tugas sebagai berikut : Memberikan tindakan
medis bagi korban Menentukan korban yang dirawat di Rumah sakit
atau ditransfer ke rumah sakit lain setelah kondisi pasien relative
stabil Menentukan korban yang memerlukan tingkat operasi Mencatat
semua identitas korban Evaluasi lengkap data/administrasi setelah
selesai kondisi siagad. Label HitamKorban yang sudah meninggal
dunia.Penanggungjawab pada label ini antara lain: Di dalam jam
kerja : Kepala/Dokter IGD Di luar jam kerja : petugas kamar mayat
Lokasi : kamar mayatDengan tugas sebagai berikut : Mencatat
identitas korban Informasi kepada keluarga korban Transportasi
korban Evaluasi lengkap data/administrasi setelah selesai kondisi
siaga5. Fase Penanggulangan Bencanaa. Fase InformasiFase
mendapatkan informasi adanya bencana. Pada jam kerja, Kepala IGD
mendapatkan informasi bencana segera lapor kepada Direktur, Kabid
Yanmed, Kasubid perawat dan Ketua Tim Bencana yang selanjutnya
menentukan status siaga. Sedangkan jika di luar jam kerja, sampai
yang berwenang tiba, Dokter Jaga IGD memegang kendali dan segera
menghubungi Direktur, Ketua Tim Bencana dan Kepala IGD.b. Fase
SiagaFase di mana kita siap menangani korban bencana massal di mana
jumlah korban melebihi kapasitas IGD. Segera setelah rumah sakit
dinyatakan siaga, disiarkan pengumuman di seluruh penjuru rumah
sakit agar semua petugas menempatkan diri sesuai protokolnya.c.
Fase Triage PelayananFase di mana kita mulai bertindak menangani
korban secara massal. Korban diberi label dan mendapatkan penangan
sesuai kebutuhan.d. Fase evaluasiFase keseluruhan kegiatan
penanganan korban bencana massal yang telah kita lakukan.6.
SIAGAAdalah suatu keadaan dimana pada waktu yang bersamaan korban
di RS dalam jumlah yang besar sehingga memerlukan penanggulangan
khusus, dan dapat terjadi di dalam maupun di luar jam kerja.Pesan
siaga dari Pusat Komunikasi (dibagian Umum) harus disampaikan
langsung kepada IGD (melalui telpon) Informasi ini diteruskan
kepada Direktur, Ka bid Pelayanan dan kepala keperawatan,kepala
IGD,ketua tim disarter.Tim berkoordinasi untuk menentukan status
siaga. Setelah itu operator akan memanggil / memobilisasi tenaga
penolong yang tercantum dalam daftar.7. Organisasi Tim Disastera.
Pimpinan DisasterPada saat jam dinas kantor yang bertindak sebagai
pimpinan disaster adalah Direktur Rumah sakit dan di luar jam
kantor yang bertindak sebagai pimpinan disaster adalah dokterJaga
IGD yang bertugas saat itu sampai tim yang berwenang datang .
Bertugas : Mengkoordinasi segenap unsur di rumah sakit yang
bertugas menanggulangi bencana. Berkoordinasi dengan unsur dari
luar rumah sakit bilamana dipandang perlu setelah berkonsultasi
dengan direktur Rumah Sakit dan ketua tim disarter.b. Tim
EvakuasiTerdiri dari perawat, petugas kebersihan, petugas
administrasi dan keuangan .Bertugas :Membantu pasien dan
keluarganya untuk keluar dari gedung rumah sakit menyelamatkan
diri, menyelamatkan harta benda milik rumah sakit dan pasien c. Tim
KeamananAdalah Satuan Pengamanan dari rumah sakit.Bertugas :
Mengamankan lokasi bencana dari orang orang yang tidak
bertanggungjawab. Mengamankan jalur lalulintas ambulan, tenaga
medis, dokumen-dokumen dan harta benda Mengamankan jalur
transportasi intern rumah sakitd. Tim MedisDipimpin oleh dokter IGD
yang bertugas saat itu dan dibantu oleh perawat IGD. Berwenang :
Menentukan kondisi kegawatdarurat korban Menentukan penanganan
lanjut untuk para korban misalnya dirujuk atau tidak. Menentukan
tempat rujukan yang tepat buat korbanBertugas : Memberikan
pertolongan medis pertama kepada korban bencana e. Tim Logistik
UmumAdalah petugas dapur dan laundryBertugas : Melakukan
perencanaan dan menyediakan logistik umum yang dibutuhkan oleh
petugas maupun korban bencana yang dibutuhkan saat ituf. Tim
PenunjangTim Penunjang ini terdiri dari : Penunjang medik yaitu
radiologi, farmasi ,laboratorium ,ambulan ,rekam medis, yang
bertugas memberikan bantuan penunjang medis sesuai bidangnya.
Penunjang Umum yaitu petugas tekhnik yang akan memberikan bantuan
penunjang yang sifatnya umum seperti mengamanan kelistrikan agar
tetap berfungsi dan dapat memberikan tenaga listrik sesuai
kebutuhan , bantuan komunikasi serta bantuan umum yang lain yang
dibutuhkan saat bencanag. Tim KhususAdalah petugas perawat di Kamar
Operasi. Bila ada operasi yang sedang berlangsung dan operasi harus
diselasaikan maka operasi diselesaikan dan ditutup sementara. Maka
petugas kamar operasi bertugas: Mengupayakan tenaga listrik tetap
terjamin dengan berkoordinasi petugas tekhnik Berkoordinasi dengan
pimpinan disaster untuk kondisi dan situasi bencana
REKAM MEDIS
Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Isi rekam medis
berupa catatan medis dan dokumen medis. Catatan medis merupakan
uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kompetensinya. Sedangkan dokumen medis merupakan kelengkapan dari
catatan tersebut, antara lain foto rontgen, hasil laboratorium dan
keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya. Berdasarkan
media penulisannya, rekam medis dibedakan menjadi rekam medis
konvensional dan rekam medis elektronik. Beberapa manfaat rekam
medis antara lain sebagai catatan mengenai pengobatan yang telah
dijalani pasien, untuk peningkatan kualitas pelayanan, untuk
pendidikan dan peneltian, untuk klaim pembiayaan oleh pihak
asuransi, sebagai data dalam statistik kesehatan, dan sebagai
pembuktian masalah hokum, disiplin, dan etik. Rekam medis pada
pasien rawat jalan minimal memuat tentang identitas pasien,
pemeriksaan fisik, diagnosis/ masalah, tindakan/ pengobatan, dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis
pasien rawat inap minimal memuat tentang identitas pasien,
pemeriksaan, diagnosis/masalah, persetujuan tindakam medis,
tindakan/pengobatan, dan pelayanan yang telah diberikan kepada
pasien. Rekam medis pada keadaan gawat darurat memuat tentang
kondisi pasien saat tiba di sarana pelayanan kesehatan, identitas
pengantar pasien, ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan IGD
dan rencana tindak lanjut, nama dan tanda tangan dokter, dokter
gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan
kesehatan, sarana transportasi yang digunakan pasien bila
dipindahkan ke sarana kesehatan yang lain, dan pelayanan yang telah
diberikan kepada pasien. Rekam medis bencana sama dengan pada
pasien gawat darurat ditambah jenis bencana dan lokasi dimana
pasien ditemukan, kategori kegawatan dan nomor pasien bencana
massal, dan identitas orang yang menemukan pasien. Rekam medis
untuk pengobatan massal atau dalam ambulans sama dengan ketentuan
pada pasien gawat darurat dan dapat disimpan pada sarana pelayanan
kesehatan yang merawatnya. Dokter dan dokter gigi wajib mengisi
rekam medis pasien secara lengkap. Tenaga kesehatan lain dapat
mengisi rekam medis atas perintah / pendelegasian dokter dengan
ijin tertulis. Rekam medis harus dibubuhi nama terang, waktu, dan
tanda tangan petugas yang mengisi rekam medis. Pada rekam medis
elektronik, tanda tangan dapat diganti dengan PIN. Kesalahan
penulisan pada rekam medis tidak boleh dihapus atau dihilangkan.
Kesalahan dapat dicoret kemudian dibubuhi paraf petugas.Berkas
rekam medis menjadi milik dokter, dokter gigi, atau sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan lampiran dokumen
menjadi milik pasien. Rekam medis harus disimpan dan dijaga
kerahasiaan oleh dokter, dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan.
Apabila pasien ingin meminta rekam medis maka dokter atau tenaga
kesehatan bersangkutan dapat memberikan resume medis. Keluarga
pasien tidak berhak melihat isi dari rekam medis kecuali ada surat
dari kepolisian. Rekam medis dapat dilihat oleh peneliti dan pihak
asuransi untuk klaim pembiayaan. Batas waktu lama penyimpanan rekam
medis menurut Peraturan Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun.
Sebelum dimusnahkan, rekam medis harus dibuat resumenya terlebih
dahulu dan resume rekam medis baru dapat dimusnahkan paling sedikit
25 tahun.
PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR)
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari
separuh dari seluruh obat yang diresepkan, diberikan dan dijual
dengan cara yang tidak tepat, tidak efektif dan tidak efisien.
Namun berkebalikan dengan kondisi tersebut, sepertiga penduduk
dunia kesulitan mendapatkan akses memperoleh obat esensial sehingga
diperlukan suatu upaya untuk tercapainya cost effective medical
intervention. Penggunaan obat rasional sangat diperlukan guna
meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat sebagai salah
satu upaya cost effective medical intervention, mempermudah akses
masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau, mencegah
dampak penggunaan obat yang dapat membahayakan pasien dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu pelayanan
kesehatan.Penggunaan obat rasional adalah pemberian obat yang
sesuai dengan kebutuhan pasien, dalam dosis yang sesuai dan periode
waktu tertentu serta biaya serendah mungkin baik bagi pasien maupun
komunitasnya. Bila tidak sesuai dengan kaidah tersebut maka
pengobatan tidak rasional. Secara praktis, penggunaan obat
dikatakan rasional jika memenuhi kriteria berikut:1. Tepat
diagnosis2. Tepat indikasi penyakit3. Tepat pemilihan obat4. Tepat
dosis5. Tepat cara pemberian6. Tepat lama pemberian7. Waspada
terhadap efek samping8. Tepat penilaian kondisi pasien9. Obat yang
diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin serta
tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau10. Tepat
informasi11. Tepat tindak lanjut12. Tepat penyerahan obat13. Pasien
patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan
Gambar 1. Gambaran Penggunaan Obat RasionalPenggunaan obat
dikatakan tidak rasional apabila:1. Polifarmasi2. Penggunaan
antibiotik secara tidak tepat dosis dan indikasi3. Penggunaan
injeksi yang berlebihan4. Pemberian resep yang tidak sesuai dengan
indikasi klinis dan diagnosis5. Swamedikasi yang tidak tepatWorld
Health Organization mengadvokasikan 12 intervensi kunci untuk
mempromosikan penggunaan obat lebih rasional yaitu dengan:1.
Pembentukan badan nasional multidisiplin untuk mengkoordinasikan
peraturan penggunaan obat2. Penggunaan panduan klinis3.
Pengembangan dan penggunaan daftar obat esensial nasional (DOEN)4.
Pembentukan komite obat dan terapeutik RS5. Memasukkan pelatihan
farmakoterapi berbasis pemecahan masalah dalam kurikulum sarjana6.
Melanjutkan edukasi medis mencakup pelayanan sebagai persyaratan
lesensi7. Supervisi, audit dan umpan balik8. Penggunaan informasi
independen mengenai obat9. Edukasi publik mengenai obat10. Hindari
insentif finansial tanpa alasan11. Penggunaan regulasi yang cocok
dan diperkuat12. Ekspensitur pemerintah yang cukup untuk memastikan
adanya obat dan stafUpaya perbaikan dan intervensi dalam
peningkatan POR dapat dikelompokkan dalam beberapa hal:1. Edukasia.
Informasi tentang obat yang diberikan secara independen dan
transparanb. Pelatihan farmakoterapi berbasis penyelesaian masalah
(problem based) bagi mahasiswa FK dan farmasic. Pelatihan
berkelanjutan sebagai kredit profesi2. Regulasi dan kebijakana.
Menyusun pedoman/standar klinisb. Menyusun Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN)c. Menyusun peraturan/legislasi yang tepat dan
dilaksanakan secara konsisten3. Manajeriala. Membangun sistem
(lintas program dan lintas sektoral) untuk mengkoordinasikan
kebijakan PORb. Membentuk komite farmasi dan terapi di rumah sakit
dan tingkat kabupatenc. Supervisi, audit dan umpan balikd.
Mengurangi praktik pemberian insentif berlebihan kepada petugas4.
Finansiala. Analisis biaya POR di puskesmasb. Cost effectiveness
obat di rumash sakitCORE PROBLEMPENGGUNAAN AB YG TIDAK RASIONAL