Page 1
GAMBARAN PELAKSANAAN PEMANTAUAN WILAYAH
SETEMPAT (PWS) GIZI LIMA PUSKESMAS DI WILAYAH
KERJA DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2010
LAPORAN MAGANG
OLEH :
Ika Rizki Rahmawati
Nim : 107101000136
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2011 M
Page 2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
MAGANG, APRIL 2011
Ika Rizki Rahmawati, NIM: 107101000136
Gambaran Pelaksanaan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Gizi Lima
Puskesmas Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun
2010
xviii + 121 halaman, 9 bagan, 9 tabel, 2 diagram, 13 lampiran
ABSTRAK
Kurang gizi masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan masih tingginya prevalensi balita gizi buruk yaitu sebesar 4,9 % dan
gizi kurang 13 % (Riskesdas, 2010). Secara nasional sekitar 62,3% rumah tangga
telah megunakan garam beriodium dan baru 6 provinsi yang telah mencapai target
Universal Salt Iodization 2010 (Riskesdas, 2007). Walaupun Indonesia telah
dinyatakan bebas masalah kurang vitamin A klinik (Xeropthalmia) pada tahun 1992
namun kekurang vitamin A pada balita sangat berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan balita tersebut, sekitar 71,5% vitamin A telah di distribusikan kepada
anak umur 6-59 bulan (Riskesdas, 2007). Ketersediaan data secara cepat, akurat, dan
berkesinambungan menjadi faktor penting untuk dapat melacak dan menjaring
dengan cepat permasalahan gizi di suatu wilayah.
Kegiatan magang ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum mengenai
pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS) gizi lima puskemas wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2010. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi pustaka selama 26 hari kerja pada
Februari – Maret 2011. Adapun pelaksanaan PWS-Gizi di lima puskesmas meliputi
pengumpulan, pencatatan, pengolahan, pelaporan, penyajian dan analisis data.
Penetapan target sasaran setiap puskesmas dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan berdasarkan jumlah penduduk masing-masing wilayah.
Pelaksanaan PWS-Gizi tingkat Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan sudah sesuai dengan ketetapan indikator Depkes 2008 yaitu
prevelensi Ibu hamil Kurang Energi Kronis (Bumil KEK), prevelensi Bayi Berat
Rendah (BBLR), cakupan ASI Ekslusif, cakupan desa dengan garam beryodium baik,
pemantauan pertumbuhan, cakupan 90 TTD ibu hamil dan cakupan kapsul vitamin A
dosis tinggi untuk balita dan ibu nifas. Lokasi utama dalam pengumpulan, pencatatan,
pengolahan data PWS-Gizi dilakukan pada posyandu. Lokasi lain yang menjadi
sumber data Puskesmas, bidan, klinik dan RB swasta. Pelaksanaan pencatatan,
pengolahan dan pelaporan tingkat posyandu dilakukan oleh kader posyandu.
Page 3
Penanggung jawab PWS-Gizi tinkat puskesmas seorang TPG (tenaga
pelaksana gizi) yang dibantu bidan koordinator, bidan desa dan kader posyandu.
Pelaksanaan PWS-Gizi di lima puskesmas mengalami kelamahan pencatatan,
pengolahan dan pelaporan data pada indikator cakupan ASI eksklusif dan prevelensi
BBLR di tingkat posyandu maupun puskesmas. Hal tersebut ditandai oleh tidak
terdapatnya informasi cakupan ASI eksklusif dan prevelensi BBLR di puskesmas
secara pasti. Kelemahan pun terjadi pada pelaporan data dari bidan, klinik dan RB
swasta kepada puskesmas, diakui puskesmas keterlambatan bahkan tidak
dilaporkannya data sering terjadi. Dari lima puskesmas, hanya satu puskesmas yang
pernah terlambat mengirimkan laporan LB3 kepada pihak Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan. Saran yang diberikan ialah pelatihan dan pengawasan terhadap
kader, bidan desa, juga TPG dalam pencatatan, pengolahan dan pelaporan cakupan
ASI ekslusif dan prevelensi BBLR serta memberikan teguran, sangsi dan membuat
kesepakatan baru dengan bidan, klinik dan RB swasta dalam hal pelaporan data
terkait dengan PWS-Gizi di Puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan.
Daftar bacaan : 13 (1996-2011)
Page 4
KATA PENGANTAR
Segala syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , atas segala
limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
magang dengan judul “gambaran pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS)
gizi lima puskemas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun
2010. ” walaupun masih ada kekurangan yang masih perlu diperbaiki. Salawat serta
salam tidak lupa disampaikan kepada baginda Rasulallah SAW yang membawa
umatnya kejalan yang diridhai SWT.
Penyusunan laporan magang ini tidak dapat selesai tanpa bantuan, kerjasama,
dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, Selaku Kepala program studi Kesehatan
Masyarakat.
2. Ibu Yuli Amran SKM, MKM, selaku penanggung jawab magang.
3. Ibu Febrianti, Msc, selaku dosen pembimbing Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan atas konsultasi, arahan dan bimbingannya selama kegiatan magang
berlangsung.
4. Bapak H. Dadang, S. Ip, M. Epid, selaku kepala Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan atas kesempatan dan izinnya untuk melakukan magang.
5. Ibu Drg. Hj. Khairati, M.Kes, selaku kepala bidang kesehatan keluarga di
Dinas Kesehatan Kota Tangerang atas bimbingan dan ruangan kerjanya
selama kegiatan berlangsung.
6. Ibu Ida Kurniasih, SKM, selaku pembimbing lapangan atas saran dan
bimbingannya selama proses magang berlangsung maupun dalam proses
penyusunan laporan di tempat magang.
Page 5
7. Seluruh staff Dinas Kesehatan Tangerang Selatan yang telah membantu
penulis selama magang.
8. Seluruh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dan staff Puskesmas Ciputat, Ciputat
Timur, Jurang Mangu, Jombang dan Pamulang.
9. Orangtua tercinta yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, motivasi,
perhatian dan pengorbanan yang tidak akan pernah putus serta adik-adikku
Virda Dzikria Rahmawati dan Sarah Rifka Rahmawati.
10. Sahabat-sahabat terbaikku, Mellysa Putri Neldi, Siti Pipit Nurzeha Puspa
Bhayangkaari, Yeni Aryati Safitri, Ayu Pradipta yang selalu menemaniku
dalam suka dan duka, motivasi dan pemberi inspirasi serta Reinaldy Eka
Syahwal.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun agar di masa
mendatang penulis dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi.
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
mengenai gizi bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis mohon maaf
apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan kesalahan baik
sengaja maupun tidak disengaja.
Ciputat, April 2011
Penulis
Page 6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Ika Rizki Rahmawati
Tempat, Tanggal Lahir : Ciamis, 22 Juni 1989
Alamat : Perumahan Pos dan Giro Blok A.1 no 2
Rt. 04 Rw. 10 Puspasari
Kecamatan Citeureup, Kab. Bogor
Jawa Barat - 16810
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Email : [email protected]
Telepon : 0857 80** 0640
Riwayat Pendidikan
1994 – 1995 TK Islam Karya Mukti
1995 – 2001 SD Negeri Citeureup 04
2001 – 2004 SMP Negeri 1 Citeureup
2004 – 2007 SMA Negeri 1 Cibinong
2007 – sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Page 7
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI .................................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN .........................................................................................iii
LEMBAR PENGUJIAN .............................................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR SINKATAN DAN ISTILAH ..................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN....................................................................................................... xv
DAFTAR DIAGRAM ............................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................................. 2
1.2.1. Tujuan Umum ............................................................................. 2
1.2.2. Tujuan Khusus ............................................................................ 2
1.3. Manfaat ................................................................................................ 3
1.3.1. Bagi Penulis ................................................................................ 3
Page 8
1.3.2. Bagi Prodi Kesmas UIN Jakarta .................................................. 4
1.3.3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan............................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5
2.1. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ............................................. 5
2.1.1 Pengertian ................................................................................... 5
2.1.2 Fungsi Puskesmas ....................................................................... 5
2.2. Dinas Kesehatan Kota atau Daerah ....................................................... 8
2.3. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) - Gizi ........................................ 8
2.3.1 Pengertian ................................................................................... 8
2.3.2 Cakupan PWS-Gizi ..................................................................... 9
2.3.3 Landasan Hukum ........................................................................ 9
2.3.4 Prinsip-prinsip dasar PWS-Gizi ................................................. 10
2.3.5 Tujuan ....................................................................................... 11
2.3.5.1 Tujuan Umum ................................................................. 11
2.3.5.2 Tujuan Khusus ................................................................ 11
2.3.6 Manfaat ..................................................................................... 12
2.3.7 Lingkup Pengelolaan PWS-Gizi ................................................ 12
2.3.7.1 Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (Bumil KEK) ............... 13
A.1 Indikator .................................................................... 13
A.2 Pengumpulan Data ..................................................... 14
A.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan data ................ 14
A.4 Analisis dan Penyajian ............................................... 16
Page 9
2.3.7.2 Ibu Hamil yang mendapat 90 TTD .................................. 16
B.1 Indikator..................................................................... 16
B.2 Pengumpulan Data ..................................................... 17
B.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan data ................ 17
B.4 Analisis dan Penyajian................................................ 19
2.3.7.3 Berat Badan Lahir Rendah .............................................. 19
C.1 Indikator..................................................................... 19
C.2 Pengumpulan Data ..................................................... 20
C.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan data ................ 20
C.4 Analisis dan Penyajian................................................ 22
2.3.7.4 ASI - Eksklusif ............................................................... 22
D.1 Indikator .................................................................... 22
D.2 Pengumpulan Data ..................................................... 23
D.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan data ................ 23
D.4 Analisis dan Penyajian ............................................... 25
2.3.7.5 Pemantauan Pertumbuhan ............................................... 25
E.1 Indikator ..................................................................... 25
E.2 Pengumpulan Data...................................................... 27
E.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan data ................ 29
E.4 Analisis dan Penyajian ................................................ 30
2.3.7.6 Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi ..................... 30
F.1 Indikator ..................................................................... 30
Page 10
F.1.1 Cakupan Balita yang Mendapat Kapsul
Vitamin A dosis tinggi ....................................... 30
F.1.2 Cakupan Ibu Nifas yang Mendapat Kapsul
Vitamin A dosis tinggi ....................................... 31
F.2 Pengumpulan Data ...................................................... 32
F.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan data ................. 33
F.3.1 Bayi (6-11 bulan) ................................................ 33
F.3.2 Balita (12-59 bulan) ............................................ 34
F.3.3 Ibu Nifas (0-42 hari) ........................................... 35
F.4 Analisis dan Penyajian ................................................ 37
2.3.7.7 Desa dengan Garam Beryodium Baik .............................. 37
G.1 Indikator .................................................................... 37
G.2 Pengumpulan Data ..................................................... 38
G.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan data ................ 38
G.4 Analisis dan Penyajian ............................................... 39
2.4 Standar Pelayanan Minimal di Bidang Kesehatan Kab/Kota ................. 39
BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN ............................................ 41
3.1. Alur Kegiatan Magang......................................................................... 41
3.2. Jadwal Kegiatan Magang ..................................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 46
4.1. Hasil ..................................................................................................... 46
4.1.1. Gambaran Umum Dinas Kesehatan
Page 11
Kota Tangerang Selatan ........................................................... 46
4.1.1.1 Visi.............................................................................. 46
4.1.1.2 Misi ............................................................................. 47
4.1.1.3 Struktur Organisasi ..................................................... 48
4.1.1.4 Sumber Daya Kesehatan di Puskesmas ........................ 48
4.1.1.5 Prasarana Kesehatan Kota Tangerang Selatan .............. 50
4.1.1.6 Posyandu dan Kader ..................................................... 51
4.1.2. Gambaran Indikator dan Pelaksanaan PWS – Gizi
di Lima Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan ......................................................... 51
4.1.3. Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data ............................. 55
4.1.3.1 Prevelensi Ibu Hamil Kurang Energi Kronis................. 61
4.1.3.2 Cakupan 90TTD Ibu Hamil ......................................... 64
4.1.3.3 Prevelensi Bayi Berat Lahir Rendah ............................. 67
4.1.3.4 Cakupan ASI-Eksklusif ............................................... 70
4.1.3.5 Pemantauan Pertumbuhan ............................................ 74
4.1.3.6 Cakupan Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi..................... 78
a. Untuk Bayi dan Balita ............................................... 78
a. Untuk Ibu Nifas ........................................................ 82
4.1.3.7 Cakupan Desa dengan Garan Beryodium Baik ............. 85
4.1.4. Penyajian dan Analisis ............................................................. 88
4.1.4.1 Prevelensi Ibu Hamil Kurang Energi Kronis................. 91
Page 12
4.1.4.2 Cakupan 90TTD Ibu Hamil ......................................... 92
4.1.4.3 Prevelensi Bayi Berat Lahir Rendah ............................. 93
4.1.4.4 Cakupan ASI-Eksklusif ............................................... 94
4.1.4.5 Pemantauan Pertumbuhan ............................................ 95
4.1.4.6 Cakupan Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi..................... 97
a. Untuk Bayi dan Balita ............................................... 97
b. Untuk Ibu Nifas ........................................................ 98
4.1.3.7 Cakupan Desa dengan Garam Beryodium Baik .......... 100
4.1.5. Desiminasi Informasi Hasil Pengolahan dan Analisis
Data PWS-Gizi Tingkat Puskesmas Di Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ............................ 101
4.2. Pembahasan ........................................................................................ 102
4.2.1. Gambaran Umun Pelaksanaan PWS-Gizi
di lima Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan ....................................................... 102
4.2.2. Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data PWS-Gizi
di lima Puskesmas di Kota Tangerang Selatan ...................... 105
4.2.3. Penyajian dan Analisis ........................................................... 113
4.2.4. Desiminasi Informasi Hasil Pengolahan dan Analisis
Data PWS-Gizi Tingkat Puskesmas Di Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ............................ 114
Page 13
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 117
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 117
5.2. Saran ................................................................................................ 119
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 120
LAMPIRAN
Page 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya (SKN Depkes RI, 2009). Pembangunan
kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak
untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, amandemen kedua UUD 1945,
Pasal 34 ayat (3) menetapkan : “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak”. (Depkes RI, 2008).
Masalah gizi kurang dapat di sebabkan oleh penyebab langsung dan tidak
langsung. Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi
juga penyakit. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola asuh dan
pelayanan kesehatan, lingkungan yang kurang memadai, pokok masalah di
masyarakat dan akar masalah menjadi penyebab tidak langsung.
Kurang gizi masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan masih tingginya prevalensi balita gizi buruk yaitu sebesar 4,9 % dan
gizi kurang 13 % (Depkes, 2011). Anemia gizi pada ibu hamil berperan dalam
tingginya kematian ibu dan anak oleh karena itu penanggulangannya menjadi
program untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa datang,
pendistribusian Fe1 dan Fe3 pada ibu hamil telah dilakukan pemerintah untuk
menanggulanginya. Secara nasional sekitar 62,3% rumah tangga telah megunakan
Page 15
garam beriodium dan baru 6 provinsi yang telah mencapai target Universal Salt
Iodization 2010 (Depkes, 2008). Walaupun Indonesia telah dinyatakan bebas masalah
kurang vitamin A klinik (Xeropthalmia) pada tahun 1992 namun kekurang vitamin A
pada balita sangat berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan balita
tersebut, sekitar 71,5% vitamin A telah di distribusikan kepada anak umur 6-59 bulan
(Depkes, 2008).
Ketersediaan data secara cepat, akurat, dan berkesinambungan menjadi faktor
penting untuk dapat melacak dan menjaring dengan cepat permasalahan gizi di suatu
wilayah. Pertemuan dengan perangkat desa dan masyarakat untuk membahas hasil
temuan gizi merupakan salah satu media tepat agar masyarakat mengetahui
perkembangan wilayahnya dan dapat bersama-sama menyelesaikan permasalahan
yang terjadi.
Berkaitan dengan hal tersebut maka pada kegiatan magang kali ini mahasiswa
peminatan gizi program studi kesehatan masyarakat fakultas kedokteran dan ilmu
kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ingin melihat dan mengetahui gambaran
pelaksanaan pemantauan wilayah setempat (PWS) Gizi tingkat puskesmas wilayah
kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan.
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran umum mengenai pelaksanaan pemantauan wilayah
setempat (PWS) gizi tingkat puskemas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2010.
1.2.2 Tujuan Khusus
Page 16
1. Diketahuinya gambaran umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Tahun 2010.
2. Diketahuinya gambaran indikator dan pelaksanaan pemantauan wilayah
setempat (PWS) gizi lima puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.
3. Diketahuinya proses pengumpulan, pengolahan dan pelaporan data
pemantauan wilayah setempat (PWS) Gizi lima Puskesmas wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.
4. Diketahuinya cara penyajian data pemantauan wilayah setempat (PWS)
Gizi lima puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Tahun 2010.
5. Diketahuinya diseminasi PWS-Gizi lima puskesmas wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.
1.1 Manfaat
1.1.1 Bagi Penulis
1. Dapat mengaplikasikan berbagai teori yang didapatkan selama
perkuliahan terutama dalam pelaksanaan pemantauan setempat (PWS) gizi
tingkat Puskesmas di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun
2010.
2. Menambah wawasan dan pengalaman terhadap masalah kesehatan
masyarakat secara nyata di instansi pemerintahan sebagai bagian dari
kesiapan mahasiswa dalam memasuki dunia kerja.
Page 17
3. Mengerti dan memahami berbagai masalah kesehatan masyarakat secara
nyata di institusi kerja sebagai bagian dari kesiapan mahasiswa dalam
memasuki dunia kerja.
1.1.2 Bagi Program Study Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
1. Salah satu wujud Tridharma (Akademik, Penelitian, dan Pengabdian
Masyarakat) yang dilaksanakan oleh Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
2. Terbinanya suatu jaringan kerja sama yang berkelanjutan dengan Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan dalam upaya meningkatkan
keterkaitan dan kesepadanan antara substansi akademik dengan
kompetensi daya manusia yang kompetitif dan dibutuhkan dalam
pembangunan kesehatan masyarakat.
3. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan
tenaga terampil dari institusi magang.
1.1.3 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
1. Memberikan kontribusi bagi institusi magang, khususnya dalam
menemukan solusi dari masalah kesehatan masyarakat secara proporsional
2. Dapat dijadikan sebagai bahan tambahan studi kepustakaan Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
Page 18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
2.1.1 Pengertian
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan mayarakat yang juga
memiliki peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan
secara meneyluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya
dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 1997).
Puskesmas ialah suatu unit fungsional yang berfungsi sebagai
pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peraan srta masyarakat
dalam bidang kesehatan serta pelayannan kesehatan tingkat pertama yang
menyelanggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu, dan
menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinmabungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam
suatu wilayah tertentu (Azwar, 1996).
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas adalah pelayanan
kesehatan menyeluruh yang meliputi pelayanan (Hatmoko, 2006):
a. Kuratif (pengobatan)
b. Preventif (upaya pencegahan)
Page 19
c. Promotif (peningkatan kesehatan)
d. Rehabilitative (pemulihan kesehatan)
2.1.2 Fungsi Puskesmas
Menurut Trihono (2005), ada fungsi dari Puskesmas :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektoral termasuk oleh
penyelenggaraan pembangunan lintas sektoral termasuk oleh
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya sehingga berwawasan
serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas
aktif memantau dan melaporkan dampak kesahatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki
kesadaran kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan
kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut
menetapkan menyelenggarakan dan memantau program kesehatan.
Page 20
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab meliputi
:
1. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan
penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa
mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk
puskesmas tertntu ditambah dengan rawat inap.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan bersifat publik dengan tujuan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penykit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan
lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,
keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai
program kesehatan masyarakat lainnya. (Trihono, 2005)
Page 21
2.2 Dinas Kesehatan Kota atau Daerah
Untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan secara terpadu kepada
masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) mengembangkan Sistem Informasi
Kesehatan Online. Informasi kesehatan ini dapat diakses secara online dari
seluruh kabupaten/kota melalui rumah sakit dan Puskesmas. (Rosnini, 2007).
Dengan layanan online, maka koordinasi, proses pangambilan keputusan,
proses penanganan masalah, peningkatan kinerja petugas kesehatan, dan data
kesehatan dapat diperoleh secara akurat dan real time. Perkembangan teknologi
informasi yang sangat cepat merupakan jawaban untuk mendapatkan informasi
dalam bentuk pelaporan yang cepat dari seluruh pusat pelayanan kesehatan di
kabupaten/kota. (Rosnini, 2007).
2.3 Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) –Gizi
2.3.1 Pengertian
PWS – Gizi adalah instrumen manajemen program gizi untuk
mendapatkan informasi dini masalah dalm program gizi di suatu wilayah
secara terus menerus. Berdasarkan informasi data hasil PWS-Gizi, para
pengelola program dan penentu kebijakan di setiap tingkatan administrasi
pemerintahan khususnya kabupaten / kota dapat mengetahui besaran
masalah gizi dan menentukan tindakan yang tepat untuk memecahkan
masalah tersebut di wilayahnya. Disamping itu data hasil PWS – Gizi
Page 22
merupakan salah satu sumber data rutin untuk kajian epidemiologi sistem
kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD-KLB) Gizi buruk (Depkes
RI, 2008)
2.3.2 Cakupan PWS – Gizi
PWS – Gizi mencakup beberapa indikator, yaitu : prevelensi Ibu
hamil Kurang Energi Kronis (Bumil KEK), prevelensi Bayi Berat Rendah
(BBLR), cakupan ASI Ekslusif, cakupan desa dengan garam beryodium
baik, pemantauan pertumbuhan, cakupan 90 TTD ibu hamil dan cakupan
kapsul vitamin A dosis tinggi untuk balita dan ibu nifas (Depkes RI,
2008).
2.3.3 Landasan Hukum
Landasan hukum yang dipakai untuk pelaksanaan PWS-Gizi antara lain :
1. Undang-undang Nomor: 33 tahun 2004 tentang penimbangan
keuangan antara pusat dan pemerintah daerah
2. Undang-undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.
3. Undang-undang Nomor : 25 tahun 2000 tahun kewenangan pemerintah
daerah sebagai daerah otonom
4. Undang-undang Nomor : 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Page 23
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 564/Menkes/SK/VII/2006
tentang pelaksanaan pengembangan Desa siaga.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1457/Menkes/SK/X/2003
tentang Standar Minimal Bidang Kesehatan Di Kabipaten/Kota.
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1116/Menkes/SK/VIII/2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistim Surveilens Epidemiologi
Kesehatan.
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 920/Menkes/SK/V/2000
tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.
2.3.4 Prinsip-prinsip dasar PWS – Gizi
Prinsip dasar PWS – Gizi adalah mengumpulkan data, mengolah
dan menghasilkan informasi secara cepat, tepat, akurat dan terus menerus
untuk mengetahui gambaran kondisi masalah gizi di suatu wilayah, serta
menentukan tindakan yang perlu dilakukan untuk pencegahan dan
penanggulangan masalah gizi tersebut baik jangka pendek maupun jangka
panjang (Depkes RI, 2008).
Page 24
2.3.5 Tujuan
2.3.5.1 Tujuan umum
Tersedianya informasi secara terus menerus, cepat, tepat
dan akurat sebagai dasar penentuan tindakan dalam upaya untuk
pencegahan dan penanggulangan masalah gizi (Depkes RI, 2008).
2.3.5.2 Tujuan Khusus
1. Diperolehnya data prevelensi Ibu hamil Kurang Energi Kronis
(Bumil KEK)
2. Diperolehnya data cakupan 90 TTD ibu hamil
3. Diperolehnya data prevelensi Bayi Berat Rendah (BBLR)
4. Diperolehnya data cakupan ASI Ekslusif
5. Diperolehnya data pemantauan pertumbuhan
6. Diperolehnya data cakupan kapsul vitamin A dosis tinggi untuk
balita dan ibu nifas.
7. Diperolehnya data cakupan desa dengan garam beryodium di
tingkat masyarakat
8. Terolahnya data indikator PWS-Gizi
Page 25
9. Diperoleh hasil analisis dan interpretasi data PWS-Gizi
10. Dilakukannya diseminasi informasi PWS-Gizi
11. Dirumuskannya rekomendasi dan rencana tindak lanjut PWS-
gizi (Depkes RI, 2008).
2.3.6 Manfaat
PWS-Gizi menyediakan informasi untuk melakukan tindakan
secara cepat, tepat dan akurat dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan masalah gizi yang akan di manfaatkan dalam :
1) Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan,
dan evaluasi program perbaikan gizi masyarakat secara terpadu
2) Melaksanakan sistem kewaspadaan dini terjadinya masalah-masalah
gizi
3) Merencanakan studi epidemiologi gizi, penelitian, dan pengembangan
program perbaikan gizi masyarakat
4) Menilai keberhasilan program gizi
5) Semua hasil analisa data dapat dijadikan advokasi bagi penentu
kebijakan di daerah (Depkes RI, 2008).
2.3.7 Lingkup Pengelolaan PWS-Gizi
Page 26
Lingkup pengelolaan PWS-Gizi meliputi data prevelensi ibu
hamil Kurang Energi Kronis (KEK), Cakupan Tablet Tambah Darah
(TTD), prevelensi bayi berat rendah (BBLR), cakupan Asi-Eklusif,
cakupan pemantauan pertumbuhan, cakupan kapsul vitamin A dosis
tinggi, dan cakupan konsumsi garam beryodium di tingkat masyarakat
(Depkes RI, 2008).
2.3.7.1 Ibu Hamil Kurang Energi Kronis ( Bumil KEK)
A.1 Indikator
Bumil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran
lingkar lengan atas (LiLA) < 23.5 cm (Depkes, 1982). Bumil KEK
merupakan faktor resiko terjadinya BBLR. Pengukuran lingkar
lengan atas dilakukan dengan menggunakan pita LiLA. Parameter
yang digunakan adalah jumlah bumil KEK dan prevelensi bumil
KEK. Jumlah bumil KEK di hitung setiap bulan untuk intervensi,
sedangkan prevelensi dihitung setiap tahun. (Depkes RI, 2008)
Cara menghitung :
Bumil KEK dianggap sebagai masalah kesehatan bila prevelensi
≥ 10% (Depkes RI, 2008).
Page 27
A.2 Pengumpulan data
Pengumpulan data bumil KEK pada tiap tingkatan
administrasi, dapat dilihat pada tabel berikut :
Indikator Tingkat Sumber Data Lokasi Pengumpul Data Waktu
Bumil KEK Desa/
kelurahan
Kecamatan
Kabupaten
Buku bantu,
SIP, kohort
ibu, stiker
P4K
LB3 Gizi/KIA,
PWS KIA
puskesmas
PWS KIA
Kabupaten
Posyandu,
Polindes,
Poskesdes
Puskesmas,
Pustu, RB,
bidan swasta
Dinkes
Kabupaten
bidan
Bidan & TPG
Puskesmas
Petugas Gizi/
KIA Kabupaten/
kota
Setiap
bulan
Setiap
bulan
Setiap
bulan
(Depkes RI, 2008)
A.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan data
Data Bumil KEK dari hasil kegiatan PWS-Gizi di
Posyandu/desa, Poskesdes, Puskesmas Pembantu (Pustu) dan
Puskesmas Induk dicatat, dikumpulkan dan diolah. Pencatatan
dilakukan setiap bulan sebagai berikut :
Page 28
1. Data bumil KEK di desa dan Puskesmas dicatat setiap bulan oleh
bidan di desa atau bidan dipuskesmas pada kohort ibu dan buku
KIA.
2. Setiap kasus bumil KEK yang ditemukan, dilaporkan oleh bidan
di desa ke Puskesmas.
3. Bidan desa dan di puskesmas menjumlah kasus bumil KEK
setiap bulan pada formulir FIII-Gizi/LB3 Gizi/LB-3 KIA
4. TPG dan bidan peskesmas membuat distribusi kasus bumil KEK
berdasarkan wilayah kerja untuk mengetahui sebaran kasus.
5. Menghitung prevelensi bumil KEK berdasarkan wilayah kerja.
6. TPG Puskesmas dan bidan petugas KIA membuat grafik PWS-
GIZI bumil KEK, melakukan interpretasi data kemudian
ditetapkan prioritas wilayah binaan.
7. Data direkap setiap bulan oleh TPG Puskesmas dan bidan
petugas KIA untuk dilaporkan ke tingkat kabupaten dengan
menggunakan formulir PWS, Selanjutnya kabupaten/kota
merekap kemudian membuat grafik PWS-Gizi Bumil KEK dan
mengintrepetasikannya serta memberikan umpan balik ke
puskesmas untuk setiap laporan yang disampaikan.
8. Selanjutnya laporan disampaikan ke tingkat proprinsi dan pusat.
Page 29
9. Laporan direkap ulang dan dianalisa untuk melihat kondisi setiap
wilayah (kabupaten/propinsi) kemudian ditetapkan upaya tindak
lanjut baik berupa intervensi langsung, bimbingan teknik
maupun pendampingan (Depkes RI, 2008).
A.3 Analisis dan Penyajian
Data dianalisis secara sederhana dan disajikan dalam bentuk
tabel, grafik dan peta menurut wilayah dan waktu atau berdasarkan
faktor resiko tertentu dsb, sesuai kebutuhan program. Analisis
sederhana sudah mulai dilakukan ditingkat kecamatan (Depkes RI,
2008).
2.3.7.2 Ibu Hamil yang Mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD)
B.1 Indikator
Ibu hamil yang mendapatkan 90 TTD adalah ibu hamil yang
telah mendapat minimal 90 TTD (Fe3) selama periode
kehamilannya disuatu wilayah kerja. Parameter yang digunakan
adalah cakupan ibu hamil yang mendapat 90 TTD dalam kurun
waktu tertentu (cakupan dapat dihitung per bulan atau per tahun)
(Depkes RI, 2008).
Cara menghitung cakupan ibu hamil yang mendapat 90 TTD (Fe3) :
Page 30
Target cakupan TTD untuk bumil tahun 2010 = 90 % (SPM
Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat, 2005)
B.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data bumil mendapat 90 tablet TTD pada tiap
tingkatan administrasi, dapat dilihat pada tabel berikut :
Indikator Tingkat Sumber Data Lokasi Pengumpul Data Waktu
Ibu hamil
yang
mendapat 90
tablet fe
Desa/
kelurahan
Kecamatan
Kabupaten
Buku bantu,
kohort ibu
FIII Gizi, LB3
Gizi, PWS
KIA
puskesmas
LB3 Gizi, FIII
Gizi, SIRS/RB
Posyandu,
Polindes,
Poskesdes
Puskesmas,
Pustu, RB,
bidan swasta
dan yankes
lainnya yang
ada di wilayah
puskesmas
bidan
Bidan & TPG
Puskesmas
Petugas Gizi
Kabupaten/ kota
Setiap
bulan
Setiap
bulan
Setiap
bulan
(Depkes RI, 2008)
B.3 Pencatatan, Pengolahan, dan Pelaporan Data
Data cakupan 90 TTD bumil dari hasil kegiatan PWS-Gizi
di Posyandu/Desa, Poskesdes, Puskesmas Pembantu (Pustu) dan
Puskesmas Induk dicatat, dikumpulkan dan diolah. Pencatatan
dilakukan setiap bulan sebagai berikut:
Page 31
1. Bidan desa atau bidan di Puskesmas mencatat ibu hamil pada
register kohort ibu, kemudian direkap
2. Biadan didesa atau Puskesmas mencatat ibu hamil yang diberi
TTD, dengan memberi tanda pada kolom sesuai usia trisemester
kehamilan (Fe1, Fe2, Fe3)
3. Di tingkat Desa, bidan desa / koordinator wilaya merekapitulasi
seluruh ibu hamil yang telah diberi tablet Fe3 dari seluruh
Posyandu/klinik/Polindes/RB, menggunakan format bantu yang
ada, kemudian melaporkan ke Puskesmas.
4. Di wilayah Puskesmas TPG dan bidan Puskesmas menjumlah
seluruh ibu hamil yang telah diberi tablet Fe3 dari seluruh desa
yang menggunakan formulir bantu untuk tingkat puskesmas, dan
selanjutnya membuat PWS wilayah Puskesmas serta melaporkan
ke tingkat kabupaten/kota menggunakan formulir PWS-Gizi.
5. Petugas kabupaten/kota merekap laporan dari semua puskesmas
kemudian membuat PWS di tingkat kabupaten/kota, serta
memberikan umpan balik berupa pengiriman hasil rekapan
seluruh puskesmas maupun bimbingan teknis.
6. Selanjutnya laporan disampaikan ke tingkat propinsi dan pusat
dengan menggunakan formulir PWS-Gizi.
Page 32
7. Laporan direkap ulang dan dianalisa untuk melihat kondisi setiap
wilayah (kabupaten/propinsi) kemudian ditetapkan upaya tindak
lanjut berupa bimbingan teknis maupun pendampingan. (Depkes
RI, 2008)
B.4 Analisis dan Penyajian
Analisis dilakukan secara sederhana yaitu dengan
membandingkan antar wilayah, antar waktu dan target atau
dikaitkan dengan faktor resiko seperti kejadian anemia. Penyajian
data berupa tabel, grafik, dan peta menurut wilayah dan waktu
(Depkes RI, 2008).
2.3.7.3 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
C.1 Indikator
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah keadaan bayi lahir
dengan berat badan < 2500 gram yang timbang pada saat lahir atau
hari ke 7 setelah lahir (WHO 1987 dalam Depkes RI, 2008).
Parameter yang digunakan adalah jumlah kasus BBLR yang di
timbang pada saat lahir dan hari ke 7 setelah lahir, indikator adalah
prevelensi BBLR. Jumlah kasus BBLR dihitung setiap bulan untuk
intervensi, sedangkan prevelensi di hitung setiap tahun (Depkes RI,
2008).
Page 33
Cara menghitung :
BBLR sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila prevelensi
≥5% (Depkes RI, 2008)
C.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan BBLR di setiap tingkat administrasi :
Indikator Tingkat Sumber Data Lokasi Pengumpul Data Waktu
BBLR
Desa/
kelurahan
Kecamatan
Kabupaten
Buku bantu,
kohort
bayiLB3
Gizi/LB3 KIA
LB3 Gizi, FIII
Gizi,
SIRS/RB
Posyandu,
Polindes,
Poskesdes
Puskesmas,
Pustu, RB,
bidan swasta
Kader terlatih,
bidan
Bidan & TPG
Puskesmas
Petugas Gizi
Kabupaten/ kota
Setiap
kasus
Setiap
bulan
Setiap
bulan
(Depkes RI, 2008)
C.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data
Pencatatan, pengolahan dan pelaporan data kegiatan PWS-
Gizi setiap bulan sebagai berikut :
1. Data berat badan lahir bayi di desa dan puskesmas di catat pada
buku KIA dan kohort bayi oleh bidan di desa dan di Puskesmas.
Page 34
2. Data BBLR di rumah sakit di catat oleh petugas di ruang
bersalin.
3. Setiap kasus BBLR dilaporkan oleh bidan desa ke petugas KIA
di Puskesmas
4. Bidan puskesmas menjumlah semua kasus BBLR termasuk data
dari rumah sakit, ruma bersalin dan bidan praktek swasta setiap
bulan dalam LB3 KIA
5. Petugas TPG mengambil data bayi lahir dari petugas KIA di
Puskesmas, kemudian menjumlah seluruh bayi BBLR dan
menghitung prevelensi BBLR dengan rumus diatas.
6. TPG puskesmas membuat grafik PWS-Gizi untuk indikator
BBLR dan melakukan interpretasi data.
7. TPG dan bidan Puskesmas membuat sebaran kasus BBLR setiap
bulan berdasarkan wilayah kerja Puskesmas dan melaporkan ke
kabupaten dengan menggunakan formulir PWS-Gizi.
8. Petugas penanggung jawab program Gizi dan KIA di kabupaten
merekap ulang seluruh laporan puskesmas dan membuat PWS-
Gizi untuk indikator BBLR, menginterpretasikan, memberikan
umpan balik, serta melakukan bimbingan teknis maupun
pendampingan pada wilayah yang prevelensinya tinggi.
Page 35
9. Selanjutnya laporan disampaikan ke propinsi dan pusat. Direkap
ulang dan dianalisa untuk melihat kondisi setiap wilayah
(kabupaten/propinsi), kemudian ditetapkan upaya tindak lanjut
baik berupa intervensi langsung, bimbingan teknis maupun
pendampingan (Depkes RI, 2008).
C.4 Analisis dan Penyajian
Data BBLR dianalisis secara sederhana dan disajikan dalam
bentuk tabel, grafik, dan peta menurut tempat dan waktu atas
berdasarkan faktor resiko tertentu dan sebagainya, sesuai dengan
kebutuhan program (Depkes RI, 2008).
2.3.7.4 ASI – Eksklusif
D.1 Indikator
ASI eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) saja kepada
bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa di berikan minuman
lain, kecuali obat, vitamin dan mineral. Bayi dikatakan
mendapatkan ASI eksklusif, jika saat survei dilakukan masih di beri
ASI secara eksklusif (Depkes RI, 2008).
Cakupan ASI eksklusif di suatu wilayah dapat di ketahui dengan
rumus berikut :
Page 36
Cakupan ASI Eksklusif 6 bulan
Cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan
Target cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan tahun 2010 = 80 % (SPM-
Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat, 2005).
D.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data ASI eksklusif di setiap tingkat administrasi :
Indikator Tingkat Sumber Data Lokasi Pengumpul Data Waktu
Cakupan ASI Desa/
kelurahan
Kecamatan
Kabupaten
Buku bantu, kohort
bayi, KMS
LB3 Gizi/LB3
KIA, kohort ASI
LB3 Gizi, LB3
KIA
Posyandu,
Polindes,
Poskesdes
Puskesmas,
Kabupaten/ kota
Bidan, kader
Bidan & TPG
Puskesmas
Petugas Gizi
Kabupaten/ kota
Setiap bulan
Setiap bulan
Setiap bulan
(Depkes RI, 2008)
D.3 Pencatatan, Pengelohan dan Pelaporan Data
Pencatatan, pengolahan dan pelaporan data ASI eksklusif pada
PWS Gizi sebagai berikut :
1. Data seluruh bayi 0-6 bulan pada bulan bersangkutan dicatat oleh
kader, bidan dan TPG di kohort bayi dan KMS.
Page 37
2. Jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif dilaporkan oleh
bidan di desa ke petugas KIA di puskesmas.
3. Bidan dan TPG di Puskesmas menjumlah seluruh bayi 0-6 bulan
yang mendapatkan ASI eksklusif, kemudian menghitung
cakupan ASI eksklusif dengan menggunakan rumus di atas.
4. Bidan dan TPG Puskesmas mencatat cakupan ASI eksklusif
setiap bulan ke dalam LB3-KIA dan LB3-gizi serta membuat
ditribusi cakupan ASI eksklusif berdasarkan wilayah kerja.
5. TPG dan Bidan Puskesmas membuat grafik PWS-Gizi untuk
indikator cakupan ASI eksklusif dan melakukan intrepetasi data
serta melaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/ kota dengan
menggunakan formulir PWS-Gizi.
6. Petugas gizi kabupaten/ kota merekap ulang data, membuat
grafik PWS-Gizi untuk indikator cakupan ASI eksklusif dan
melakukan intrepetasi. Kemudian dilakukan follow up dari
laporan yang disampaikan dengan memberikan umpan balik
maupun bimbingan teknis dan pendampingan bagi daerah
dengan cakupan rendah.
7. Selanjutnya laporan disampaikan ke tingkat propinsi dan pusat
dengan menggunakan formulir PWS.
Page 38
8. Laporan rekap ulang dan analisis untuk melihat kondisi setiap
wilayah (kabupaten / propinsi) kemudian di tetapkan upaya
tindak lanjut berupa konseling, bimbingan teknis maupun
pendampingan. (Depkes RI, 2008)
D.4 Analisis dan Penyajian
Data tersebut dianalisis secara sederhana dan disajikan dalam
bentuk tabel, grafik dan grafik menurut tempat dan waktu atas
berdasarkan faktor resiko tertentu dan sebagainya, sesuai dengan
kebutuhan program (Depkes RI, 2008).
2.3.7.5 Pemantauan Pertumbuhan
E.1 Indikator
Pemantauan pertumbuhan balita biasa dilakukan di
Posyandu maupun di luar Posyandu secara teratur setiap bulan
untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan. Selama ini
pemantauan pertumbuhan balita dilakukan dengan menggunakan
data SKDN dan BGM sebagai berikut :
Page 39
S adalah seluruh balita yang ada di wilayah kerja.
K adalah jumlah balita yang terdaftar dan memiliki Kartu Menuju
Sehat (KMS) atau buku KIA.
D adalah jumlah seluruh balita yang ditimbang.
D` yaitu D yang sudah dikurangi dengan jumlah balita yang tidak
ditimbang pada bulan lalu (O) dan yang baru pertama kali
ditimbang (B).
N adalah balita yang naik berat badannya sesuai dengan garis
pertumbuhan .
BGM (Bawah Garis Merah) adalah balita dengan berat badan
menurut umur berada pada dan dibawah garis merah pada KMS.
Persentase D/S yaitu indikator untuk mengetahui partisipasi
masyarakat terhadap kegiatan Posyandu.
Persentase K/S yaitu indikator yang digunakan untuk mengetahui
cakupan program penimbangan.
Persentase N / D yaitu indikator yang digunakan untuk mengetahui
keberhasilan program.
Page 40
Saat ini perhatian mulai diutamakan pada balita yang tidak
naik berat badannya, sehingga indikator pemantauan pertumbuhan
balita akan ditambah dengan balita yang tidak naik berat badannya
(T).
T adalah balita yang tidak naik berat badannya, tetap atau
kenaikan berat badannya tidak dapat mengikuti garis
pertumbuhannya (Depkes RI, 2008).
Catatan : Balita yang tidak tetap atau < 6 bulan bertempat tinggal
dalam suatu wilayah tidak dicatat dalam register sedangkan jika
bertempat tinggal > 6 bulan dicatat dalam register.
Cara menghitung :
Atau
Presentasi T dapat dihitung dengan cara = 100% - % N/D’
Page 41
Target 2010 N/D` = 80 %, BGM = 5 % (SPM – Penyelenggaraan
Perbaikan Gizi Masyarakat, 2005).
E.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data pemantauan pertumbuhan di setiap
tingkat administrasi dapat dilihat pada tabel berikut :
Indikator Sumber Data Lokasi Pengumpul
Data Waktu
D/S - Register bayi dan anak balita , KMS,
buku KIA.
- F1 gizi / SIP / buku
bantu
- F2 gizi / SIP / buku bantu
- F3 gizi / LB3-Gizi
Posyandu, pustu
Posyandu, pustu
Posyandu, pustu
Puskesmas
Kader
Pembina desa /
bidan desa
Pembina desa /
bidan desa
TPG Puskesmas
Setiap bulan
Setiap bulan
Setiap bulan
Setiap bulan
T - Register bayi dan
anak balita, KMS, buku KIA.
- F1 gizi / SIP / buku bantu
- F2 gizi / SIP / buku bantu
- SIP / buku bantu
Posyandu, pustu
Posyandu , pustu
Posyandu, pustu
puskesmas
Kader
Pembina desa / bidan di desa
Pembina desa / bidan di desa
TPG Puskesmas
Setiap bulan
Setiap bulan
Setiap bulan
Setiap bulan
BGM / D - Register bayi dan
anak balita , KMS, buku KIA.
- F1 gizi / SIP / buku bantu
Posyandu
Posyandu , pustu
Kader
Pembina desa /
bidan desa
Setiap bulan
setiap bulan
Page 42
- F2 gizi / SIP / buku
bantu
- F3 gizi / LB3-Gizi
Posyandu, pustu
Puskesmas
Pembina desa /
bidan desa
TPG Puskesmas
Setiap bulan
Setiap bulan
(Depkes RI, 2008)
E.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan data
Pencatatan, pengolahan, dan pelaporan data pemantauan
pertumbuhan pada PWS– Gizi adalah sebagai berikut :
1. Data pemantauan pertumbuhan di Posyandu dari KMS dan
buku KIA dicatat oleh kader Posyandu pada buku register bayi
dan anak balita (R1- gizi) / SIP.
2. Data pemantauan pertumbuhan dicatat dan diolah dalam bentuk
persentase D/S, K/S, N/D`,T/D` dan BGM/D oleh Pembina
desa / bidan di desa sebagai bahan laporan ke Puskesmas dan
bahan PWS tingkat desa.
3. Data pemantauan pertumbuhan dicatat dan diolah dalam bentuk
persentase D/S, K/ S, N/ D`, T / D` dan BGM / D oleh TPG
Puskesmas sebagai bahan laporan ke tingkat kabupaten / kota
dan bahan PWS tingkat Puskesmas / kecamatan.
4. Data pemantauan pertumbuhan dicatat dan diolah dalam bentuk
persentase D/S, K/S, N/D`, T/D`,BMG/D oleh pengelola Gizi
Kabupaten / kota sebagai bahan laporan ke tingkat propinsi dan
bahan PWS tingkat kabupaten / kota.
Page 43
5. PWS di masing – masing tingkat administrasi pemerintahan
dianalisis dan disampaikan pada penentu kebijakan di masing-
masing tingkat administrasi yang bersangkutan (Depkes RI,
2008).
E.4 Analisis dan Penyajian
Data tersebut diatas dianalisis secara seerhana dan disajikan
dalam bentuk label, grafik dan peta menurut tempat dan wkatu atau
berdasarkan faktor risiko tertentu dsb, sesuai kebutuhan program
(Depkes RI, 2008).
2.3.7.6 Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi
Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi yang digunakan pada
PWS-Gizi adalah pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada
Balita dan Ibu Nifas (Depkes RI, 2008).
F.1 Indikator
F.1.1 Cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A dosis
tinggi
Cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A
dosis tinggi adalah bayi yang berumur 6-11 bulan mendapat
kapsul vitamin A satu kali dengan dosisi 100.00 SI (kapsul
Page 44
warna biru), dan anak umur 12 – 59 bulan yang mendapat
kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (kapsul warna
merah) sebanyak 2 kali yaitu pada setiap bulan Februari dan
Agustus disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tetentu.
(Depkes RI, 2008).
Cakupan bayi umur 6 – 11 bulan yang mendapat kapsul
Vitamin A dosis tinggi
Cakupan anak umur 12-59 bulan yang mendapatkan
kapsul Vitamin A Dosis tinggi
Target cakupan kapsul vitamin A dosis tinggi untuk bayi dan
anak balita pada tahun 2010 = 90 % (SPM-Penyelenggaraan
Perbaikan Gizi Masyarakat, 2005).
F.1.2 Cakupan Ibu Nifas yang mendapat 2 (Dua) Kapsul
Vitamin A Dosis tinggi
Cakupan ibu nifas (0-42 hari) yang mendapat kapsul vitamin
A dosis tinggi adalah cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul
Page 45
vitamin A sebanyak 2 x 1 kapsul vitamin A 200.000 SI yang
masing-masing sebaiknya diberikan sesaat setelah melahirkan
dan setelah 24 jam berikutnya di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu (Depkes RI, 2008).
Cakupan ibu nifas yang mendapat 2 (dua) kapsul vitamin
A Dosis Tinggi
Target cakupan kapsul vitamin A Ibu nifas pada tahun 2010 =
100%
F.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data cakupan kapsul vitamin A dosis tinggi disetiap
tingkatan administrasi dapat dilihat pada tabel berikut :
Indikator Sumber Data Lokasi Pengumpul Data Waktu
Cakupan
Kapsul
Vit.A Bayi
dan Balita
Buku bantu,
kohort bayi,
Register
pemberian vit A,
FII
LB3, FIII
LB3 Gizi/FIII
Data RS
Hasil
sweeping/valida
si data vit.A
Posyandu,
Polindes,
Poskesdes
Puskesmas,
Kabupaten/
kota
Bidan, kader
Bidan & TPG
Puskesmas
Petugas Gizi
Kabupaten/ kota
Setiap 6
bulan
(Februari
dan
Agustus)
Pada saat
sweeping
Page 46
F.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data
F.3.1 Bayi (6-11 bulan)
1. Kader atau bidan desa mencatat bayi 6-11 bulan yng diberi
kapsul vitamin A dosis tinggi (kapsul warna biru) pasa
buku bantu atau kohort bayi.
2. Ditingkat desa bidan desa menjumlah selutuh bayi 6-11
bulan yang diberi kapsul vitamin A dosis tinggi dari
seluruh posyandu yang ada, dengan mengacu pada formulir
distribusi kapsul vitamin A tingkat posyandu, kemudian
melaporkannya ke puskesmas.
3. Ditingkat puskesmas TPG puskesmas menjumlah seluruh
bayi 6-11 bulan yang diberi kapsul vitamin A dosis tinggi
diseluruh desa yang ada, menggunakan formulir distribusi
kapsul vitamin A tingkat puskesmas mengacu pada laporan
desa dan dilakukan analisis sederhana. Kemudian laporan
disampaikan ke kabupaten/kota.
Page 47
4. TPG kabupaten/kota menghitung cakupan kapsul vitamin
A dosis tinggi bayi usia 6-11 bulan untuk membuat PWS
dan memberikan umpan balik laporan ke Puskesmas.
5. Laporan direkap ulang dan dianalisa untuk melihat kondisi
setiap wilayah (kabupaten/proponsi), kemudian ditetapkan
upaya tindak lanjut baik berupa bimbingan teknis maupun
pendampingan (Depkes RI, 2008).
F.3.2 Balita (12-59 bulan)
1. Kader atau bidan desa mencatat balita 12-59 bulan yng
diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (kapsul warna
merah) pasa buku bantu atau kohort bayi.
2. Ditingkat desa bidan desa menjumlah selutuh balita 12-
59 bulan yang diberi kapsul vitamin A dosis tinggi dari
seluruh posyandu yang ada, dengan mengacu pada
formulir distribusi kapsul vitamin A tingkat posyandu,
kemudian melaporkannya ke puskesmas.
3. Ditingkat puskesmas TPG puskesmas menjumlah seluruh
balita 12-59 bulan yang diberi kapsul vitamin A dosis
tinggi diseluruh desa yang ada, menggunakan formulir
Page 48
distribusi kapsul vitamin A tingkat puskesmas mengacu
pada laporan desa dan dilakukan analisis sederhana.
Kemudian laporan disampaikan ke kabupaten/kota.
4. TPG kabupaten/kota menghitung cakupan kapsul vitamin
A dosis tinggi balita 12-59 bulan untuk membuat PWS
dan memberikan umpan balik laporan ke Puskesmas.
5. Laporan direkap ulang dan dianalisa untuk melihat
kondisi setiap wilayah (kabupaten/proponsi), kemudian
ditetapkan upaya tindak lanjut baik berupa bimbingan
teknis maupun pendampingan (Depkes RI, 2008).
F.3.2 Ibu Nifas (0-42 hari)
1. kader/bidan desa mendata sasaran ibu nifas (0-42 hari)
diambil dari register kohort ibu, buku KIA atau buku
bantu, kemudian mencatat ibu nifas yang diberi kapsul
vitamin A dosis tinggi dengan memberi tanda A1 untuk
pemberian 1 kapsul yang pertama dan A2 untuk tanda
pemberian kapsul yang kedua di dalam kohort ibu.
2. Ditingkat desa, bidan desa menjumlah seluruh ibu nifas
yang telah diberi 2 kapsul vitamin A dosis tinggi dari
Page 49
seluruh posyandu/klinik/polindes/RB menggunakan
format buku bantu yang ada, kemudian menyampaikan
leporan ke puskesmas.
3. Cakpan kapsul vitamin A dosis tinggi bufas dihitung
secara kumulatif sampai akhir tahun.
4. Ditingkat puskesmas TPG puskesmas mengambil data
dari petugas KIA. Selanjutnya menjumlah seluruh ibu
nifas yang telah diberi 2 kaspul vitamin A dosis tinggi
dari seluruh desa yang ada dengan menggunakan
formulir bantu untuk tingkat puskesmas dn dilakukan
analisis sederhana, kemudian laporan disampaikan ke
kabupaten/kota.
5. TPG kabupaten/kota menghitung cakupan kapsul
vitamin A dosis tinggi ibu nifas untuk membuat PWS
dan memberikan umpan balik laporan ke Puskesmas.
6. Selanjutnya laporan diampaikan ke tingkat propinsi dan
pusat dengan menggunakan formulir PWS.
7. Laporan direkap ulang dan dianalisa untuk melihat
kondisi setiap wilayah (kabupaten/propinsi), kemudian
ditetapkan upaya tindak lanjut baik berupa bimbingan
teknis maupun pendampingan (Depkes RI, 2008).
Page 50
F.4 Analisis dan Penyajian
Analisis dilakukan secara sederhana yaitu dengan
membandingkan antar wilayah, antar waktu dan target atau
dikaitkan dengan faktor ketersediaan kapsul vitamin A dosis tinggi.
Penyajian dalam bentuk tabel, grafik dan peta menurut tempat dan
waktu (Depkes RI, 2008).
2.3.7.7 Desa dengan Garam Beryodium Baik
G.1 Indikator
Desa dengan garam beryodium baik adalah desa/kelurahan
dengan 21 sampel garam konsumsi yang diperiksa (menunjuk pada
buku pemantauan garam yodium tingkat masyarakat), hanya
ditemukan tidak lebih dari 1 (satu) sampel garam konsumsi dengan
kandungan yodium kurang dari 30 ppm (tidak berwarna ungu tua
setelah ditest dengan iodina test) pada kurun waktu tertentu.
(Depkes RI, 2008)
Cakupan desa dengan garam beryodium baik
Page 51
Target cakupan desa dengan garam beryodium baik tahun 2010 =
90% (SPM-Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat, 2005)
G.2 Pengumpulan data
Pengumpulan data desa dengan garam beryodium baik
di setiap tingkat administrasi dapat dilihat pada tabel berikut :
Indikator Sumber Data Lokasi Pengumpul Data Waktu
Desa dengan
garam
beryodium
baik
Hasil
pemantauan
garam
beryodium di
tingkat
masyarakat
Sekolah
dasar,
Madrasah
Ibtidaiyah
Guru sekolah
dasar dan TPG
Puskesmas
Setiap 6
bulan
(Februari dan
Agustus)
(Depkes RI, 2008)
G.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data
Data tersebut diperoleh melalui anak sekolah dasar dengan
cara sebagai berikut :
1. Setiap desa dipilih 1 SD/MI secara acak dengan jumlah sampel
setiap kelas IV sampai dengan kelas VI yang dipilih secara
acak sistematik dan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali. Murid
menjadi sampel diminta membawa garam yang ada di rumah,
kemudian dites dengan iodina test oleh guru sekolah dasar yang
didampingi TPG Puskesmas.
Page 52
2. Desa dengan kategori baik dan tidak baik :
a. Kategori desa baik jika dari 21 sampel garam yang ditest,
minimal 20 sampel memenuhi syarat.
b. Kategori desa tidak baik jika 21 sampel garam yang dites,
kurang dari 20 sampel memenuhi syarat (Depkes RI,
2008).
G.4 Analisis dan Penyajian
Analisis dilakukan secara sederhana yaitu dengan
membandingkan antar wilayah, antar waktu dan target atau
dikaitkan dengan faktor ketersediaan garam beryodium di tingkat
masyarakat. Penyajian dalam bentuk tabel, grafik dan peta menurut
tempat dan waktu.untuk memperoleh peta pemantauan garam
beryodium harus dilaksanakan disemua wilayah desa (Depkes RI,
2008).
2.4 Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota
Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1457/MENKES/SK/X/2003 bahwa dalam rangka desentralisasi, Daerah diberi
tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab menangani urusan
pemerintahan tertentu, dan mengingat Keputusan Menteri Kesehatan dan
Page 53
Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia Nomor 1747 /Menkes
Kesos/SK/12/2000 tentang Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal
dalam Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota tidak sesuai lagi (Depkes, 2003).
Maka di tetapkan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di
Kabupaten/Kota yang merupakan tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan di daerah (Depkes, 2003).
Pada pasal 2 keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1457/MENKES/SK/X/2003 yang berkaitan dengan pemantauan wilayah
setempat (PWS) gizi tercantum sebagai berikut :
1. Pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi : Cakupan bayi lahir berat rendah /
BBLR yang ditangani (100%)
2. Pemantauan pertumbuhan balita
3. Pelayanan Gizi : Cakupan Balita yang mendapat kapsul vitamin A 2 kali
per tahun (90%), cakupan ibu hamil yang mendapat 90 tablet Fe (90%)
4. Penyuluhan prilaku sehat : Bayi yang mendapat ASI eksklusif (80%),
Desa dengan garam beryodium baik (90%)
Sesuai dengan pasal 4, Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal yang
dilaksanakan oleh perangkat Deerah Kabupaten/Kota. Dalam pasal 4 ayat 3,
bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal
dilakukan oleh tenaga dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan
(Depkes, 2003).
Page 55
BAB III
ALUR KEGIATAN DAN JADWAL MAGANG
3.1 Alur Kegiatan Magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Mempelajari pelaksanaan PWS-Gizi di tingkat puskesmas
Melakukan pengamatan dan wawancara pelaksanaan PWS-Gizi di tingkat
puskesmas di wilayah kerja dinas kesehatan kota Tangerang Selatan
Berdiskusi dengan pembimbing fakultas dan lapangan mengenai pelaksanaan PWS-
Gizi tingkat puskesmas kota Tangerang Selatan
Membaca dan memahami juknis PWS-Gizi yang di terbitkan Kementrian Kesehatan
tahun 2008
Mengerti dan memahami pelaksanaan PWS-Gizi di tingkat puskesmas wilayah
kerja dinas kesehatan kota Tangerang Selatan
Page 56
No. Hari, Tanggal Kegiatan Tempat
1. Rabu, 2 Februari 2011 - Fiksasi magang
- Perkenalan dan arahan oleh pembimbing lapangan
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
2. Jum’at, 4 Februari 2011
- Merekap data pegawai puskesmas di wilayah kerja Kota Tengerang
Selatan
- Fiksasi kunjungan dan wawancara PWS-Gizi tingkat Puskesmas
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
3. Senin, 7 Februari 2011
- Berdiskusi dengan kepala bidang membahas PWS-Gizi di Puskesmas
- Mengentri data gizi
- Membuat draft pertanyaan untuk puskesmas
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
4. Selasa, 8 Februari 2011
- Membantu mengentri data gizi tahun 2010 untuk presentasi kepala
sie.bidang gizi
- Berdiskusi dengan kabid kesehatan keluarga mengenai PWS Gizi
- Membuat draft pertanyaan untuk puskesmas
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
5. Rabu, 9 Februari 2011 - Diskusi dengan TPG Puskesmas Pamulang Puskesmas Pamulang
6. Kamis, 10 Februari
2011
- Diskusi dengan TPG Puskesmas Ciputat
- Melihat pelaksanaan posyandu di wilayah Puskesmas Ciputat Puskesmas Ciputat
7. Jum’at, 11 Februari
2011 - Diskusi dengan TPG Puskesmas Jombang Puskesmas Jombang
8. Sabtu, 12 Februari 2011 - Kunjungan ke Puskesmas Jurang Mangu Puskesmas Jurang
3.2 Jadwal Kegiatan Magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Page 57
Mangu
9. Senin, 14 Februari 2011 - Kunjungan ke Puskesmas Jurang Mangu
- Tinjauan pustaka ke perpustakaan Kemenkes
Puskesmas Jurang
Mangu dan
Perpustakaan
Kemenkes
10. Rabu, 16 Februari 2011 - Diskusi dengan TPG Puskesmas Jurang Mangu Puskesmas Jurang
Mangu
11. Kamis, 17 Februari
2011 - Diskusi dengan TPG Puskesmas Ciputat Timur
Puskesmas Ciputat
Timur
12. Jum’at, 18 Februari
2011
- Melihat pelaksanaan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Ciputat
- Membantu kerja di Puskesmas Ciputat
Puskesmas Ciputat
dan Posyandu
Pisangan Cipayung
13. Sabtu, 19 Februari 2011 - Diskusi dengan pemengang program KIA di Puskesmas Ciputat Puskesmas Ciputat
14. Senin, 21 Februari 2011 - Diskusi dengan pembimbing fakultas
- Tinjauan Pustaka ke Perpustakaan Kemenkes RI
Gedung FKIK dan
Perpustakaan
Kemenkes RI
15. Selasa, 22 Februari
2011 - Menginput dan mengolah data gizi tahun 2010
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
16. Rabu, 23 Februari 2011 - Menginput dan mengolah data gizi tahun 2010 Dinas Kesehatan Kota
Page 58
Tangerang Selatan
17. Kamis, 24 Februari
2011
- Mendata merk dagang garam yang beredar di wilayah Tangerang
Selatan
- Mencari dan merekap data posyandu dan kader di wilayahkota
Tangerang Selatan
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
18. Jum’at, 25 Februari
2011
- Menginput dan mengolah data gizi tahun 2010
- Menyusun rancangan laporan magang
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
19. Senin, 28 Februari 2011
- Pengetesan garam yang diduga tidak mengandung yodium
- Merekap merk dagang garam berdasarkan kadar yodium
- Membantu kerja TPG Dinkes
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
20. Selasa, 1 Maret 2011
- Membuatan contoh menu untuk remaja
- Membuat presentasi menu sehat remaja untuk dipresentasikan kepada
puskesmas
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
21. Rabu, 2 Maret 2011
- Menyusun laporan magang
- Mengroscek pencatatan, pelaporan Fe 90 TTD kepada TPG Dinas
Kesehatan
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
22. Kamis, 3 Maret 2011 - Membantu pekerjaan TPG dalam pembuatan blanko pelaporan, daftar
tilik pelaksanaan gizi buruk.
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
23. Jum’at, 4 Maret 2011 - Mengroscek data masuk ASI eksklusif di Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Kota
Page 59
- Menyusun laporan magang Tangerang Selatan
24. Senin, 7 Maret 2011 - Membantu pekerjaan TPG
- Menyusun laporan magang
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
25. Selasa, 8 Maret 2011 - Membantu pekerjaan TPG
- Menyusun laporan magang
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
26. Rabu, 9 Maret 2011 - Membantu pekerjaan TPG
- Berpamitan dengan seluruh staf kesehatan keluarga dinas kesehatan
Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan
Page 60
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan merupakan daerah
otonom yang terbentuk pada akhir 2008 berdasarkan Undang-undang
Nomor 51 tahun 2008, tentang pembentukan Kota Tangerang Selatan di
Propinsi Banten tertanggal 26 November 2008. Pembentukan daerah baru
tersebut, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, dilakukan
dengan tujuan meningkatkan pelayanan dalam bidang kesehatan.
4.1.1.1 Visi
Visi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan berpedoman
pada visi kesehatan nasional dan provinsi. Melalui visi ini
diharapkan pada tahun 2009 gambaran masyarakat di Kota
Tangerang Selatan dimasa depan ditandai dengan penduduknya
yang hidup dalam lingkungan dan prilaku hidup sehat, memiliki
kemapuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
Page 61
setinggi-tingginya di seluruh wilayah Kota Tangerang Selatan,
yang tentunya diperlukan dukungan dan kerjasama oleh sektor lain
untuk mewujudkannya.
Untuk mewujudkan visi pembangunan kesehatan tersebut,
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan telah menetapkan
visinya untuk tahun 2009 yaitu “ Rakyat Tangerang Selatan
Mandiri Dalam Hidup Sehat”.
4.1.1.2 Misi
Dalam upaya mencapai Visi pembangunan di Kota
Tangerang Selatan, ditetapkan tiga misi pembangunan kesehatan
sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu
dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
2. Mendorong kemandirian masyarakat melalui peningkatan
pemberdayaan kesehatan individu, keluarga, masyarakat
besarta lingkungannya.
3. Meningkatkan kemitraan dengan seluruh pelaku di bidang
kesehatan.
Page 62
4.1.1.3 Struktur Organisasi
Kepala Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan
Kepala Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan
Kepala Bidang
Kesehatan Keluarga
Kepala Bidang
Kesehatan Keluarga
Staf ahli
Bidang Gizi
Staf ahli
Bidang Gizi
Kepala Seksi
Bidang Gizi
Kepala Seksi
Bidang Gizi
Sumber: Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2010
4.1.1.4 Sumber Daya Kesehatan di Puskesmas
Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) merupakan salah satu unsur
terpenting dalam pelaksanaan program gizi baik di Dinas
Kesehatan maupun di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Tabel berikut ini memperlihatkan jumlah tenaga pelaksana gizi di
tingkat puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan.
Page 63
Tabel 4.1
Jumlah Tenaga Pelaksana Gizi Tingkat Puskesmas
di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan 2010
No Puskesmas Tenaga Pelaksana Gizi Pendidikan
1 Serpong 1 D3 Gizi
2 Pondok Jagung 1 D3 Perawat
3 Pamulang 1 D3 Gizi
4 Ciputat 1 D3 Kebidanan
5 Kampung Sawah 1 D3 Gizi
6 Jombang 1 D1 Gizi
7 Ciputat Timur 1 D3 Gizi
8 Pondok Aren 1 D3 Gizi
9 Jurang Mangu 1 D3 Gizi
10 Setu 1 D3 Gizi
11 Perigi 1 D3 Kebidanan
12 Keranggan 1 D3 Perawat
Jumlah 12
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Page 64
4.1.1.5 Prasarana Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Tabel 4.2
Jumlah Prasarana Kesehatan Menurut Kecamatan
Kota Tangerang Selatan 2010
No KECAMATAN JUMLAH PRASARANA
PUSKESMAS
RUMAH
SAKIT
RUMAH SAKIT
SWASTA
1 2 3 4 5
1 Serpong 1 - 6
2 Serpong Utara - - -
3 Setu 2 - -
4 Pamulang 1 1 1
5 Ciputat 3 - 3
6 Ciputat Timur 1 - 3
7 Pondok Aren 3 - 3
JUMLAH 11 1 16
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Page 65
4.1.1.6 Posyandu dan Kader
Tabel 4.3
Jumlah Posyandu dan Kader Menurut Puskesmas
Kota Tangerang Selatan tahun 2010
No
Puskesmas
Posyandu Jumlah
Kader Pratama Madya Purnama Mandiri
1 Serpong 1 20 41 13 371
2 Ciputat 4 31 3 2 175
3 Ciputat Timur 18 49 40 12 595
4 Pamulang 33 53 28 13 629
5 Pondok Aren 12 42 7 7 189
6 Setu 0 2 14 1 90
7 Pondok Jagung 19 28 20 3 345
8 Jurang Mangu 3 83 6 1 470
9 Jombang 5 16 17 9 240
10 Kampung
Sawah
0 16 24 2 220
11 Keranggan 0 3 16 2 92
12 Perigi 3 13 1 1 240
Kota Tangerang
Selatan
98 356 271 66 3.656
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Page 66
4.1.2Gambaran Indikator dan Pelaksanaan Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS) Gizi Lima Puskesmas Wilayah Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan
Sejak berdiri di akhir tahun 2008, Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan sudah melakukan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Gizi pada
seluruh Puskesmas yang berada di wilayahnya. Output yang diharapkan
oleh Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan PWS-gizi yaitu diketahuinya:
1. prevelensi Ibu hamil Kurang Energi Kronis (Bumil KEK) yaitu
ibu hamil yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas (LiLA) <
23.5 cm (Depkes, 1982);
2. cakupan 90 TTD ibu hamil yaitu ibu hamil yang telah mendapat
minimal 90 TTD (Fe3) selama periode kehamilannya disuatu
wilayah kerja (Depkes, 2008);
3. prevelensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yaitu keadaan bayi
lahir dengan berat badan < 2500 gram yang timbang pada saat
lahir atau hari ke 7 setelah lahir (WHO 1987 dalam Depkes RI,
2008);
4. cakupan ASI Eksklusif pemberian Air Susu Ibu (ASI) saja
kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa di berikan
Page 67
minuman lain, kecuali obat, vitamin dan mineral. Bayi
dikatakan mendapatkan ASI eksklusif, jika saat survei
dilakukan masih di beri ASI secara eksklusif (Depkes RI,
2008);
5. pemantauan pertumbuhan, pemantauan pertumbuhan balita
biasa dilakukan di Posyandu maupun di luar Posyandu secara
teratur setiap bulan untuk mengetahui adanya gangguan
pertumbuhan. Selama ini pemantauan pertumbuhan balita
dilakukan dengan menggunakan data SKDN dan BGM (Depkes
2008);
6. cakupan kapsul vitamin A dosis tinggi untuk balita dan ibu
nifas. Pengertian untuk balita ialah bayi yang berumur 6-11
bulan mendapat kapsul vitamin A satu kali dengan dosisi
100.00 SI (kapsul warna biru), dan anak umur 12 – 59 bulan
yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI
(kapsul warna merah) sebanyak 2 kali yaitu pada setiap bulan
Februari dan Agustus disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tetentu. (Depkes RI, 2008). Dan untuk ibu nifas, ibu nifas yang
mendapat kapsul vitamin A sebanyak 2 x 1 kapsul vitamin A
200.000 SI yang masing-masing sebaiknya diberikan sesaat
setelah melahirkan dan setelah 24 jam berikutnya di suatu
wilayah kerja (Depkes, 2008);
Page 68
7. cakupan desa dengan garam beryodium baik yaitu
desa/kelurahan dengan 21 sampel garam konsumsi yang
diperiksa (menunjuk pada buku pemantauan garam yodium
tingkat masyarakat), hanya ditemukan tidak lebih dari 1 (satu)
sampel garam konsumsi dengan kandungan yodium kurang dari
30 ppm (tidak berwarna ungu tua setelah ditest dengan iodina
test) pada kurun waktu tertentu. (Depkes RI, 2008).
Output tersebut merupakan indikator yang telah ditentukan
Kementrian Kesehatan sejak tahun 2008 untuk pelaksanaan PWS gizi
tingkat desa, kecamatan maupun kota.
Pelaksanaan PWS-Gizi tingkat puskesmas di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan di laksanakan oleh bidang gizi yaitu
tenaga pelaksana gizi (TPG). Hasil observasi yang dilakukan di lima
puskesmas yang berada di kota Tangerang Selatan yaitu Puskesmas
Pamulang, Ciputat, Ciputat Timur, Jombang, dan Jurang Mangu,
Puskesmas memiliki seorang TPG untuk menangani pengolahan data
berkaitan dengan pelaksanaan gizi. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
Gizi merupakan salah satu yang ditangani oleh seorang TPG Puskesmas.
Target setiap indikator PWS-Gizi tingkat Puskesmas sudah ditetapkan oleh
pihak dinas kesehatan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk masing-
masing wilayah, sehingga target cakupan setiap puskesmas berbeda-beda.
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mengacu pada target dari
Page 69
Kementrian Kesehatan, Provinsi Banten dan perhitungan dari Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
4.1.3 Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data
Prinsip dasar PWS-Gizi adalah mengumpulkan data, mengolah
dan menghasilkan informasi secara tepat, cepat, akurat dan terus-menerus
(Depkes RI, 2008). Pengumpulan data PWS – Gizi pada prinsipnya
dilakukan secara berjenjang yaitu mulai dari tingkat desa, kecamatan dan
kota. Pengumpulan data di tingkat desa dilakukan oleh bidan desa dan
kader posyandu desa, pengumpulan tingkat kecamatan dilakukan oleh
Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas. Kelengkapan pengumpulan data
PWS – Gizi meliputi :
1. Format 1 yang digunakan untuk pencatatan ibu hamil dalam wilayah
kerja posyandu dan mencatat hasil pendataan status ibu hamil antara
lain identitas ibu, umur, nama suami, kehamilan, jumlah TTD yang
diberikan, tanggal imunisasi, Hb, LiLa, hasil penimbangan, resiko,
status persalinan, berat bayi.
2. Format 2 yang digunakan untuk pencatatan bayi dalam wilayah kerja
posyandu dan mencatat hasil antara lain : nama bayi, tanggal lahir,
nama orangtua, jenis kelamin, berat lahir, hasil penimbangan,
Page 70
pelayanan yg diberikan, tanggal imunisasi, bayi meninggal, pemberian
ASI eksklusif.
3. Format 3A yang digunakan untuk pencatatan anak balita (12-35 bulan)
dalam wilayah kerja posyandu antara lain : nama anak, tanggal lahir,
jenis kelamin, nama orangtua, hasil penimbangan, pelayanan yang
diberikan (Sirup besi, Vitamin A, PMT, oralit).
4. Format 3B yang digunakan untuk pencatatan anak balita (36-59 bulan)
dalam wilayah kerja posyandu antara lain : nama anak, tanggal lahir,
jenis kelamin, nama orangtua, hasil penimbangan, pelayanan yang
diberikan (Sirup besi, Vitamin A, PMT, oralit).
5. Format 4 yang digunakan untuk pencatatan WUS / PUS dalam wilayah
kerja posyandu antara lain : nama WUS dan PUS, umur, Tahapan KS,
jumlah anak, imunisasi TT, KB.
6. Format 5 yang digunakan untuk rekapan data Format 1 s/d Format 5,
format ini digunakan dari tiap posyandu, kemudian di rekap dalam
Format 5 kelurahan (gabungan seluruh data posyandu dalam satu
kelurahan)
7. Form GB-KEI yang digunakan untuk pemantauan garam beryodium di
tingkat masyarakat. Antara lain kecamatan, kelurahan dan nama
SD/MI yang di ambil sampelnya, jenis garam dan hasil uji sampel
garam.
8. Form Vitamin A yang digunakan untuk daftar registrasi bayi dan balita
yang menerima vitamin A dosis tinggi di posyandu.
Page 71
9. Kohort ibu hamil (neonatal) yang digunakan untuk pencatatan ibu
hamil oleh bidan desa yang antara lain keterangan : register ibu,
pemeriksaan, pelayanan, laboraturium, integrasi program, resiko
terdeteksi, komplikasi, kegiatan rujukan.
10. Kohort ibu nifas yang digunakan untuk pencatatan ibu nifas oleh bidan
desa yang antara lain keterangan : tanggal periksa, identitas ibu,
registrasi persalinan, tanda vital, dan jenis pelayanan.
11. Buku bantu KIA yang digunakan untuk merekap data kunjungan ibu
hamil, ibu hamil yang mendapatkan 90 TTD kapsul penambah darah,
data BBLR, ASI eksklusif, kapsul vitamin A dosis tinggi untuk ibu
nifas.
12. Buku bantu gizi yang digunakan untuk merekap data Format 5
Kelurahan dan buku bantu KIA.
13. LB3 digunakan sebagai form pelaporan kepada tingkat kota yang
merupakan form terakhir dalam menggabungkan data yang
sebelumnya sudah di rekap dalam buku bantu gizi serta ditambahkan
dengan hasil pemantauan garam beryodium dan cakupan vitamin A
dosis tinggi untuk balita.
Page 72
Data Bayi,
Balita,
WUS/PUS,
Bumil
PencatatanFormat 1-4
Rekapitulasi data
Format 5
Posyandu
Format 5
KelurahanRekapitulasi data
seluruh Posyandu
Rekapitulasi dataBuku bantu gizi
Pencatatan
LB3 Gizi
Buku bantu KIA
Puskesmas
Data poli KIA
Puskesmas,
Klinik, Bidan dan
RS swasta
Bagan 4.1
Mekanisme Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data PWS-Gizi
Tingkat Puskesmas
Berdasarkan observasi yang dilakukan, secara kesulurahan
pencatatan, pengelolaan dan pelaporan data PWS-Gizi di Puskesmas
dilakukan berjalan seiring. Pencatatan dan pengumpulan data di posyandu
dilakukan oleh kader dan bidan desa, pencatatan ditulis pada SIP (Sistem
Page 73
Informasi Posyandu) format 1 hingga format 4. Bidan desa mencatat pada
kohort ibu dan nifas di setiap posyandu untuk beberapa indikator PWS-
Gizi seperti pemberian tablet 90 TTD dan kapsul vitamin A dosis tinggi
untuk ibu nifas, yang kemudian dicatat kembali dalam SIP. Data yang
telah dicatat kemudian direkapitulasi dalam format 5 posyandu oleh
kader. Format 5 posyandu diserahkan kepada pembina desa/bidan desa
pada saat selesai posyandu tersebut. Namun terkadang apabila kader
belum selesai merapitulasi format 5, laporan baru diserahkan keesokan
harinya. Setelah bidan desa menerima format 5 dari seluruh posyandu
binaannya, bidan desa merekapitulasi menjadi format 5 kelurahan dan
membuat beberapa laporan penunjang PWS – Gizi seperti laporan
cakupan vitamin A untuk bayi dan balita. Pelaporan format 5 kelurahan
kepada TPG Puskesmas paling lambat setiap akhir bulannya. Pengolahan
data sudah dilakukan di tingkat posyandu untuk indikator pemantauan
pertumbuhan, dan untuk indikator lainnya pengolahan dilakukan di
tingkat puskesmas.
Selain dari posyandu sumber data LB3 Gizi adalah poli KIA
puskesmas dan bidan, klinik dan RB swasta. Sumber data yang berasal
dari poli KIA Puskesmas dan bidan, klinik dan RB swasta mencakup
beberapa indikator PWS-Gizi seperti cakupan tablet 90TTD, vitamin A
balita, prevelensi ibu hamil KEK dan ibu nifas dan prevelensi BBLR.
Dalam pelaksanaan pencatatan data di bidan, klinik, dan RB swasta
Page 74
diserahkan kepada pihak institusi tersebut yang disesuaikan dengan
kebutuhan institusi dan dapat menjawab kebutuhan puskesmas. Pelaporan
data dari bidan, klinik, dan RB swasta kepada pihak puskesmas diwilayah
yang membina wilayahnya dilakukan berbeda. Puskesmas kampung
sawah mengaku harus menjemput laporan ke bidan, klinik, dan RB
swasta. Puskesmas Ciputat, Pamulang, dan Jurang Mangu laporan
dikirimkan langsung oleh pihak bersangkutan ke puskesmas walaupun
terkadang ada beberapa yang tidak mengirimkan setiap bulannya. Dan
Puskesmas Ciputat Timur mengakui bahwa mereka tidak mengandalkan
laporan dari bidan, klinik dan RB swasta karena mereka jarang
melaporkan laporannya ke pihak puskesmas dan puskesmas pun tidak
berusaha menjemput laporan. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas
dari sebuah laporan yang dihasilkan di suatu puskemas.
Pengolahan data tingkat puskesmas dilakukan oleh TPG dan
petugas KIA Puskesmas untuk beberapa indikator. TPG puskesmas
melakukan pengolahan data yang telah direkap oleh bidan desa dalam
format 5 dan buku bantu KIA Puskesmas. Data kemudian dihitung
kembali dan direkap ke dalam buku bantu, kemudian TPG memindahkan
data pada LB3 hal ini masih dilakukan secara manual. Setelah data telah
lengkap masuk ke LB3, TPG mengirimkan laporan ke tingkat kota paling
lambat tanggal 5 setiap bulannya, puskesmas mengirimkan LB3 berupa
lembaran kertas beserta laporan lain yang di minta pihak Dinas Kesehatan
Page 75
setiap bulannya. Jarang terdapat puskesmas yang terlambat dalam
pengiriman LB3. Berikut ini merupakan pencatatan, pengolahan dan
pelaporan yang di jelaskan melalui beberapa indikator:
4.1.3.1 Prevelensi Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (Bumil KEK)
Bumil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran
lingkar lengan atas (LiLA) < 23.5 cm (Depkes, 1982). Untuk
mengetahui ukuran lingkar lengan atas (LiLA), pengukuran
dilakukan dengan menggunakan pita LiLA oleh petugas
kesehatan. Pencatatan data ibu hamil Kurang Energi Kronis yang
dilakukan oleh 5 puskesmas tidaklah berbeda. Pencatatan data
dilakukan di Posyandu, poli KIA Puskesmas, dan bidan/klinik
swasta. Berikut ini alur pencatatan, pengolahan dan pelaporan data
prevelensi ibu hamil KEK di tingkat puskesmas :
Page 76
PencatatanData Ibu
Hamil KEK
Rekapitulasi data
Format 1
Klinik,
Bidan dan
RB swasta
Poli KIA
Puskesmas
Kohort ibu
Pencatatan
Format 5
Posyandu
Format 5
KelurahanRekapitulasi data
Pencatatan
Buku bantu KIA
Puskesmas
Buku bantu giziRekapitulasi data
Pencatatan
LB3 Gizi
Bagan 4.2
Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data
Prevelensi Ibu Hamil Kek di Tingkat Puskesmas
Page 77
Di posyandu pencatatan data ibu hamil yang mengalami
Kurang Energi Kronis dicatat dalam kohort ibu oleh bidan desa
dan format 1 oleh kader, selanjutnya kader merekapitulasi format
1 dalam format 5 posyandu yang kemudian di laporkan kepada
bidan desa. Pada tingkat posyandu belum mengalami pengolahan
data hanya melakukan pemindahan data dari format 1 kepada
format 5 posyandu. Kemudian bidan desa merekap data ibu hamil
KEK bersamaan dengan data yang lain pada format 5 kelurahan.
Sedangkan di puskesmas pencatatan dilakukan berdasarkan
kunjungan ANC di poli KIA Puskesmas, dicatat dalam kohort ibu
dan buku bantu KIA puskesmas.
Pencatatan data pihak bidan/klinik swasta dilakukan
dengan format yang beragam disesuaikan dengan kebutuhan dari
institusi tersebut. Bidan, klinik, RB swasta melaporkan temuan
kasus kepada puskesmas yang menaungi tempat praktek mereka,
pelaporan dapat dilakukan secara langsung ke pihak puskesmas
atau bidan desa. Namun pada kenyataannya bidan dan klinik
swasta jarang melaporkan temuan Bumil KEK kepada pihak
puskesmas. Pelaporan dilakukan setiap akhir bulannya.
Data yang di peroleh di Posyandu dalam bentuk format 5
kelurahan kemudian dilaporkan oleh bidan desa kepada
Page 78
puskesmas. Hal tersebut sesuai dengan juknis PWS-Gizi 2008
bahwa setiap temuan kasus dilaporkan oleh bidan desa kepada
bidan pembina. Kemudian data yang diperoleh dilakukan
rekapitulasi dan pengolahan data oleh pemengang program KIA
puskesmas/ bidan pembina dengan membuat distribusi kasus
bumil KEK untuk mengetahui sebaran kasus dan menghitung
prevelensi Bumil KEK berdasarkan wilayah kerja. Data hasil
rekapan bidan pembina dicatat kembali oleh TPG Puskesmas
setiap bulannya dalam buku bantu gizi yang selanjutnya di
laporkan ke tingkat kabupaten/kota menggunakan LB3.
4.1.3.2 Cakupan 90 TTD Ibu Hamil
Cakupan 90 TTD ibu hamil dapat diketahui dari jumlah
pemberian 90 TTD ibu hamil yang dilakukan di Posyandu, poli
KIA Puskesmas, bidan klinik dan RB swasta. Berikut ini alur
pencatatan, pengolahan dan pelaporan data cakupan 90 TTD ibu
hamil :
Page 79
Pencatatan
Data Ibu
Hamil yang
mendapat
90 TTD
Rekapitulasi data
Format 1
Klinik,
Bidan dan
RB swasta
Poli KIA
Puskesmas
Kohort ibu
Pencatatan
Format 5
Posyandu
Format 5
KelurahanRekapitulasi data
Pencatatan
Buku bantu KIA
Puskesmas
Buku bantu giziRekapitulasi data
Pencatatan
LB3 Gizi
Bagan 4.3
Pengumpulan, Pengolahan dan Pelaporan Data
Cakupan 90 TTD Ibu Hamil Tingkat Puskesmas
Pencatatan ibu hamil yang melakukan pemerikasaannya di
posyandu di catat format 1, kemudian bidan desa mencatat
Page 80
kembali pada kohort ibu. Kader akan merekapnya dalam format 5
posyandu. Sama halnya dengan data ibu hamil KEK, cakupan
tablet 90 TTD di tingkat Posyandu belum mengalami pengolahan
data karena kader hanya bertugas untuk mencatat jumlah ibu
hamil yang mendapat tablet 90 TTD. Di tingkat desa bidan desa
merekapitulasi seluruh ibu hamil yang telah diberikan tablet Fe3
dari seluruh Posyandu binaannya ke format 5 kelurahan.
Pencatatan yang dilakukan di puskesmas berdasarkan
kunjungan ANC yang mendapatkan tablet 90 TTD di poli KIA
Puskesmas, dicatat dalam kohort ibu dan buku bantu KIA
Puskesmas. Pencatatan pemberian tablet Fe di poli KIA tidak
hanya dilakukan pada tablet 90 TTD namun pada pemberian tablet
zat besi selama masa kehamilan.
Pencatatan pemberian tablet 90 TTD di bidan, klinik dan
RB swasta disesuaikan dengan kebutuhan institusi tersebut.
Pelaporan data cakupan pemberian tablet 90 TTD oleh bidan,
klinik dan RB swasta dilakukan setiap akhir bulan bersama
dengan laporan lain yang di minta oleh puskesmas yang
membina wilayahnya. Dalam pelaksanaan pelaporan data
pemberian 90 TTD ibu hamil kepada puskesmas dari bidan,
klinik dan RB swasta masih terjadi kelemahan.
Page 81
Pengolahan data dilakukan di tingkat puskesmas oleh
bidan koordinator / pemegang program KIA. Bidan koordinator
melakukan pengolahan data yang berasal dari bidan desa, poli
KIA Puskesmas, bidan praktek swasta, klinik dan RB swasta
mengunakan buku bantu KIA. Bidan koordinator menghitung
cakupan tablet 90 TTD setiap bulannya. Pemberian 90 TTD ibu
hamil tidak hanya dilakukan melalui Posyandu, poli KIA, bidan
praktek swata, klinik dan RB swasta namun melalui swiping yang
dilakukan oleh puskesmas yang kemudian di catat oleh bidan desa
yang kemudian di laporkan ke bidan koordinator.
TPG Puskesmas mencatat cakupan tablet 90 TTD berasal
dari rekapan bidan koordinator pada buku bantu KIA, kemudian
data cakupan 90 TTD ibu hamil rekap kembali kedalam buku
bantu gizi yang kemudian dilaporkan ke tingkat dinas bersama
dengan hasil pemantauan lain pada LB3 Gizi setiap bulan.
4.1.3.3 Prevelensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Untuk mengetahui prevelensi Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) penjaringan dilakukan di posyandu, puskesmas, bidan,
klinik dan RS swasta pelaksanaannya dilakukan pada setiap bulan.
Berikut ini alur Pencatatan, Pengelolaan dan Pelaporan data
prevelensi BBLR :
Page 82
Kasus
BBLRPencatatan
KMS
PencatatanFormat 2
Klinik,
Bidan dan
RB swasta
Poli KIA
Puskesmas
Format 5
KelurahanRekapitulasi data
Pencatatan
Buku bantu KIA
Puskesmas
Buku bantu giziRekapitulasi data
Pencatatan
LB3 KIA
Format 5
PosyanduRekapitulasi data
Bagan 4.4
Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data
Prevelensi BBLR di Tingkat Puskesmas
Page 83
Pencatatan di posyandu dilakukan setiap kali ditemukan
kasus BBLR di wilayah posyandu tersebut, kasus BBLR di cacat
dalam KMS dan format 2. Pencatatan dapat dilakukan pada
bulan dimana kasus ditemukan atau dicatat pada bulan
berikutnya apabila pelaksanaan posyandu sudah usai
dilaksanakan. Kasus BBLR yang telah di catat dalam format 2
Setiap kasus BBLR dilaporkan oleh kader kepada bidan desa.
Bidan desa merekap kasus BBLR berdasarkan format 5
posyandu dalam format 5 kelurahan. Bidan desa melaporkan
temuan kasus kepada petugas KIA Puskesmas.
Pencatatan yang dilakukan oleh bidan, klinik dan RB
swasta oleh petugas instansi tersebut di ruang bersalin dalam
cacatan yang disesuaikan kebutuhan instansi masing-masing.
Laporan BBLR dari bidan, klinik dan RB swasta dilakukan
setiap kali terdapat kasus kepada pihak puskesmas. Dalam
pelaksanaan pencatatan serta pelaporan data BBLR di bidan,
klinik dan RB swasta masih terjadi kelemahan.
Pengolahan data BBLR berupa pengolahan sederhana
baru dilakukan pada tingkat puskesmas oleh Bidan
koordinator/petugas KIA Puskesmas yang bertugas menjumlah
semua kasus BBLR dari bidan desa, poli KIA Puskesmas, bidan,
klinik dan RS swasta ke dalam buku bantu KIA dan menghitung
Page 84
prevelensi BBLR. Melalui LB3 KIA, prevelensi BBLR di
wilayah puskesmas dilaporkan ke tingkat kota. Selain dicatat
dalam buku bantu KIA Puskesmas, petugas TPG mencatat data
bayi lahir dalam buku bantu gizi. Jadi secara keseluruhan, data
prevelensi BBLR di tingkat puskesmas di kelola oleh program
KIA puskesmas/bidan koordinator.
4.1.3.4 Cakupan ASI Eksklusif
Penjaringan ASI eksklusif dilakukan di Posyandu dan
Puskesmas setiap bulannya. Di Posyandu data seluruh bayi 0-6
bulan yang diberikan ASI eksklusif dicatat oleh kader pada
format 2 dan KMS. Bidan desa maupun kader diposyandu
biasanya menanyakan kepada orangtua bayi tentang pemberian
ASI ekslusif kepada bayinya, dengan indikator pada buku
Pedoman PWS-Gizi 2008 yaitu pemberian hanya ASI saja
kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa diberikan
makanan lain kecuali obat, vitamin, dan mineral.
Namun, masih terdapat perbedaan presepsi kader dan
bidan desa mengenai waktu pemberian ASI eksklusif pada bayi.
Karena masih ada yang berpresepsi ASI eksklusif diberikan pada
0-4 bulan dan tercatat sebagai ASI eksklusif, hal tersebut
Page 85
berakibat pada data yang kurang valid. Berikut ini alur
pencatatan, pengelolaan dan pelaporan data ASI eksklusif:
Bayi yg
melakukan
ASI Eksklusif
berumur 0-6
bln
PencatatanFormat 2
Pencatatan
Format 5
Posyandu
Poli KIA
Puskesmas
Format 5
KelurahanRekapitulasi data
Pencatatan
Buku bantu KIA
Puskesmas
Buku bantu gizi
Pencatatan
Pencatatan
LB3 KIA
Bagan 4.5
Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data
Cakupan ASI Eksklusif di Tingkat Puskesmas
Pencatatan di posyandu dilakukan setiap bulannya dengan
menggunakan KMS dan format 2, namun kolom ASI eksklusif
tidak tercantum pada format 5 posyandu sebagai rangkuman SIP
Page 86
di tingkat posyandu yang di fasilitasi pihak dinas kesehatan Kota
Tangerang Selatan. Sehingga data ASI Eksklusif dari posyandu
dilaporkan kepada bidan desa melalui laporan tertulis. Pencatatan
di posyandu belum terkordinasi dengan baik, diketahui dari
keterangan bidan desa bahwa pertanyaan mengenai pemberian
ASI kepada orangtua bayi tidak selalu dilakukan. Hal tersebut
dikuatkan dengan hasil observasi Posyandu, setelah bayi
ditimbang kader tidak menanyakan apakah bayi tersebut diberikan
ASI Eksklusif pada bulan tersebut kerena yang bertugas
menanyakan ialah kader Posyandu. Di tingkat Posyandu belum
mengalami pengolahan data menjadi suatu cakupan, yang terjadi
hanya penjumlahan bayi yang mendapatkan ASI. Data yang
diperoleh dari Posyandu kemudian dilaporkan oleh bidan desa
kepada petugas KIA/bidan koordinator.
Pencatatan ASI eksklusif di Puskesmas dilakukan pada
poli KIA Puskesmas dengan cara menanyakan penggunaan ASI
kepada orang tua bayi yang datang ke poli KIA. Seperti halnya di
Posyandu pencatatan di Puskesmas masih lemah karena tidak
setiap bulan bayi yang melakukan ASI Eksklusif datang ke poli
KIA, padahal pencatatan ASI eksklusif harus dilakukan
berkesinambungan sampai bayi berusia 6 bulan. Sehingga
pemberian ASI eksklusif pada bayi yang terdata diberikan ASI
Page 87
eksklusif di poli KIA tidak dapat di kontrol oleh petugas KIA
puskesmas terlebih lagi bila bayi tidak di bawa ke posyandu
wilayah rumahnya.
Pencatatan yang dilakukan di posyandu dan puskesmas
selama tahun 2010 belum menggunakan cara pencatatan terbaru
tahun 2010 yang di anjurkan. Kader masih mencatat bayi yang di
berikan ASI dengan ketentuan yang berasal dari kabupaten
Tangerang. Pelaksanaan setiap indikaor PWS-Gizi di seluruh
Puskesmas wilayah kota Tangerang Selatan telah di tetapkan oleh
pihak dinas kesehatan kota Tangerang Selatan, dapat dikatakan
indikator cakupan ASI eksklusif pada tahun 2010 belum menjadi
prioritas dalam hal pencatatan, pengolahan dan pelaporan di dalam
PWS-Gizi.
Pengolahan data terjadi pada tingkat Puskesmas, Petugas
KIA menjumlah seluruh bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
dari posyandu dan poli KIA di puskesmas. Petugas KIA
menghitung cakupan ASI eksklusif serta mencatat data bayi
cakupan ASI eksklusif pada buku bantu KIA dan memasukkannya
pada PWS-KIA atau LB3 KIA yang kemudian dilaporkan kepada
tingkat kota. Karena penjaringannya masih lemah di tingkat
posyandu maupun puskesmas sehingga data yang diperoleh belum
menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Pelaksanaan
Page 88
pencatatan ASI eksklusif selama 2010 masih mengacu pada
kabupaten Tangerang. Selain dari kesadaran masyarakat yang
kurang dalam pemberian ASI eksklusif terhadap anaknya,
kurangnya bimbingan dan pelatihan terhadap kader dari petugas
kesehatan menjadi salah satu faktor yang membuat penjaringan
ASI Eksklusif di Kota Tangerang Selatan masih sangat lemah
sehingga tidak terdapat data yang menggambarkan cakupan ASI
Eksklusif selama tahun 2010.
Hingga akhir tahun 2010 indikator cakupan ASI eksklusif
di tingkat puskesmas masih di pegang penuh oleh pemegang
program KIA. Hal tersebut diketahui dari laporan cakupan ASI
eksklusif tingkat puskesmas yang dilaporkan melalui LB3 KIA
kepada dinas kesehatan yang ditunjukan kepada staf KIA dinas
kesehatan. Padahal menurut juknis PWS – Gizi 2008 laporan
cakupan ASI eksklusif dari puskesmas dilaporkan melalui LB3
KIA dan LB3 gizi yang diserahkan kepada petugas gizi tingkat
kota.
4.1.3.5 Pemantauan Pertumbuhan
Pemantauan pertumbuhan balita dilakukan di Posyandu
maupun di luar posyandu secara teratur setiap bulan untuk
Page 89
mengetahui adanya gangguan pertumbuhan (juknis PWS – Gizi
Depkes 2008). Pemantauan pertumbuhan yang dilakukan dan
terorganisir di kota Tangerang Selatan bertempat di seluruh
posyandu yang tersebar, kegiatan yang dilakukan berupa
penimbangan berat badan. Berikut ini alur pencatatan, pengelolaan
dan pelaporan data pemantauan pertumbuhan :
Data bayi
dan balita
Penimbangan bayi
dan balita serta
pengisian KMS
Format 2
Pencatatan
Format 5
Posyandu
Format 5
Kelurahan
Rekapitulasi data Buku Bantu Gizi
Rekapitulasi data
Format 3a
Format 3b
Pencatatan
LB 3 Gizi
Bagan 4.6
Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data
Pemantauan Pertumbuhan Tingkat Puskesmas
Page 90
Pelaksanaan penimbangan di posyandu dilakukan oleh
kader posyandu, pencatatan hasil pemantauan pertumbuhan
dicatat dalam beberapa format disesuaikan dengan usia bayi dan
balita tersebut diantaranya format 2, format 3A dan format 3B
serta menuliskan dalam KMS oleh kader posyandu.
Transformasi data dilakukan di tingkat Posyandu oleh
kader guna mempersiapkan data untuk siap diolah di tingkat
Puskesmas dalam bentuk D untuk seluruh balita yang
ditimbang, K merupakan jumlah balita yang terdaftar dan
memiliki kartu menuju sehat (KMS), N untuk balita yang naik
berat badannya sesuai dengan garis pertumbuhan, S untuk
seluruh balita yang ada di wilayah kerja, T untuk jumlah balita
yang tidak naik berat badannya dibulan ini, O untuk jumlah
balita yang ditimbang bulan ini tapi tidak di timbang pada bulan
lalu dan A untuk jumalah balita yang mendapat vitamin A bulan
Februari/Agustus pada format 2, 3a dan 3b. Setelah pencacatan
dan pengolahan data pada format 2, 3a dan 3b, kemudian hasil
pemantauan pertumbuhan di rekap dalam format 5 posyandu
dengan poin yang sama dengan hasil pengolahan pada format 2,
3a dan 3b.
Format 5 posyandu dilaporkan kepada bidan desa setelah
pelaksanaan posyandu, namun terkadang kader baru melaporkan
Page 91
satu hari setelah posyandu kepada bidan desa. Hal tersebut masih
dapat di maklumkan oleh bidan desa yang mengasuh wilayah
tersebut, namun untuk mengantisipasi keterlambatan laporan dari
posyandu bidan desa sering membimbing dan menemani kader
dalam merekap data setelah pelaksanaan posyandu di wilayah
tersebut. Setelah bidan desa menerima seluruh format 5
posyandu, bidan desa merekap menjadi format 5 kelurahan
sebagai bahan laporan ke Puskesmas, laporan di laporkan paling
lambat tanggal 25 setiap bulannya, apabila terjadi keterlambatan
dapat mempengaruhi TPG dalam pengolahan data dan untuk
menghindarinya terkadang TPG membantu bidan desa dalam
merekap format 5 posyandu. Selain itu bidan desa melaporkan
nama balita gizi buruk di wilayah binaannya kepada TPG
Puskesmas.
Di tingkat desa bidan desa selain merekap format 5
posyandu menjadi format 5 kelurahan, bidan desa juga
melakukan tranformasi data dalam bentuk presentase D/S, K/S,
N/D, T/D, BGM/D sebagai bahan laporan pada saat
RAKORDES (rapat kordinasi desa) setiap bulannya.
Setelah mendapatkan laporan dari bidan desa berupa
format 5 kelurahan, TPG merekap dan mengolah seluruh data
dengan poin K, D, N, BGM kasus baru dan lama, balita gizi
Page 92
buruk baru dan lama keselurahan poin di olah berdasarkan usia.
Hasil pengolahannya dicatat dalam buku bantu gizi selain itu
TPG membuat presentase D/S, K/S, N/D, T/D, BGM/D pada
buku bantu. Hasil pengolahan dilaporkan TPG puskesmas
kepada tingkat kota melalui LB3 gizi setiap bulannya bersamaan
dengan daftar nama balita gizi buruk, balita yang mendapatkan
PMT, dan balita gakin mendapat MP-ASI.
4.1.3.6 Cakupan Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi Untuk Balita dan
Ibu Nifas
a. Untuk Bayi dan Balita
Pengumpulan, pengolahan dan pelaporan cakupan
kapsul vitamin A untuk bayi dan Balita dilakukan setiap 6
bulan sekali. Cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A
dosis tinggi adalah bayi yang berumur 6-11 bulan mendapat
kapsul vitamin A satu kali dengan dosisi 100.00 SI (kapsul
warna biru), dan anak umur 12 – 59 bulan yang mendapat
kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (kapsul warna merah)
sebanyak 2 kali yaitu pada setiap bulan Februari dan Agustus
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tetentu (juknis PWS –
Gizi Depkes 2008). Berikut ini alur pencatatan, pengolahan dan
Page 93
pelaporan data cakupan kapsul vitamin A dosis Tinggi untuk
Bayi dan Balita:
Data bayi dan
balita yang
mendapat vit
A dosis tinggi
Pencatatan di
posyandu
Form vit A dosis
tinggi
Pencatatan
Format 3a dan 3b
Rekapitulasi data
Rekapitulasi data
Format 5
Posyandu
Format 5
Kelurahan
Form vit A dosis
tinggi kelurahan
Buku bantu gizi
Poli KIA
Puskesmas
Klinik,
Bidan dan
RB swasta
Pencatatan
Buku bantu KIA
Rekaputulasi data
Pencaatatan
LB 3 Gizi
Data hasil
swiping
Bagan 4.7
Pengumpulan Dan Pengolahan Data Cakupan Kapsul Vitamin A
Untuk Bayi Dan Balita Tingkat Puskesmas
Page 94
Pemberian kapsul vitamin A dilakukan di posyandu,
puskesmas, bidan, klinik dan RB swasta serta pada saat swiping
yang dilakukan petugas kesehatan Puskesmas. Pemberian
kapsul vitamin A di posyandu dilakukan oleh kader terlatih dan
bidan desa. Pemberian kapsul vitamin A dilakukan setelah
balita melakukan penimbangan.
Pencatatan data balita yang diberikan vitamin A dosis
tinggi dilakukan sebelum balita tersebut di berikan kapsul
vitamin A menggunakan form register vitamin A dosis tinggi
oleh kader atau bidan desa setelah itu balita diberikan kapsul
vitamin A dosis tinggi sesuai dengan usianya. Pencatatan
dilakukan kembali pada format 3a dan 3b oleh kader,
pencatatan ini bisa dilakukan bersamaan dengan pencatatan
form register atau setelah seluruh bayi di berikan kapsul
vitamin A dosis tinggi. Kemudian kader merekap dalam format
5 posyandu sebagai bahan laporan kepada bidan desa,
meskipun demikian form register vitamin A dosis tinggi balita
disimpan oleh bidan desa sebagai arsip dan bahan laporan
kepada TPG puskesmas.
Berdasarkan laporan posyandu berupa format 5 dan
form register vitamin A, bidan desa membuat rekapan data
kelurahan dalam format 5 kelurahan sebagai bahan laporan
Page 95
kepada TPG Puskesmas. Kegiatan swiping dilakukan untuk
menjangkau balita yang belum diberikan kapsul vitamin A
dosis tinggi dilakukan oleh bidan desa maupun kader.
Pencatatan laporan dibuat terpisah dengan kegiatan pemberian
kapsul vitamin A di posyandu, selanjutnya laporan terkumpul
di bidan desa sebelum dilaporkan kepada TPG.
Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi untuk balita
dilakukan pula di puskesmas setempat melalui poli KIA. Balita
yang diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi akan di catat
dalam buku bantu KIA oleh bidan. Berbeda dengan posyandu
dan puskesmas untuk pencatatan yang dilakukan oleh bidan,
klinik dan RB swasta yang memberikan pelayanan kapsul
vitamin A dosis tinggi balita diserahkan kepada instansi
tersebut. Meskipun demikian mereka dituntut untuk
melaporkan laporan tertulis tentang kegiatan pemberian kapsul
vitamin A balita kepada puskesmas.
Bidan koordinator/pemegang program KIA puskesmas
melakukan perekapan data cakupan kapsul vitamin A balita
yang berasal dari poli KIA puskesmas dan laporan bidan, klinik
dan RB swasta dalam buku bantu KIA. TPG Puskesmas
sebagai penanggung jawab Gizi melakukan perekapan dan
pengolahan data cakupan kapsul vitamin A balita dari seluruh
Page 96
tempat pemberian kapsul vitamin A balita, laporan yang berasal
dari bidan desa berupa format 5 kelurahan dan laporan swiping
direkap dalam buku bantu gizi. Hasil rekapan bidan koordinator
dicatat kembali dalam buku bantu gizi yang kemudian
dilakukan penghitungan cakupan pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi balita di wilayah puskesmas tersebut.
TPG Puskesmas melaporkan cakupan pemberian kapsul
vitamin A dosis tinggi balita di wilayah puskesmas tersebut
dalam LB3 kepada tingkat Kota.
b. Untuk Ibu Nifas
Cakupan vitamin A dosis tinggi untuk ibu nifas di
peroleh dari hasil pencatatan pemberian kapsul vitamin A dosis
tinggi untuk ibu nifas di posyandu, puskesmas, swiping, bidan
dan klinik/RB swasta. Pelaporan dilakukan setiap bulannya.
Berikut ini alur pencatatan, pengelolaan dan pelaporan lahan
data cakupan kapsul vitamin A dosis Tinggi untuk ibu nifas:
Page 97
Data ibu nifas
yang
mendapat vit
A dosis tinggi
Pencatatan di
posyandu
Kohort nifas
Rekapitulasi Data
PencatatanFormat 1
Format 5
Posyandu
Format 5
KelurahanRekapitulasi Data
Data Swiping
ibu nifas
mendapat vit
A dosis tinggi
Data poli KIA
ibu nifas yang
mendapat vit
A dosis tinggi
Rekapitulasi Data
Pencatatan
Data
klinik,
bidan, dan
RB swasta
Pencatatan
Buku bantu gizi
Buku Bantu KIA
Puskesmas
Pencatatan
LB 3 Gizi
Bagan 4.8
Pencatatan Dan Pengolahan Data Cakupan Kapsul Vitamin A
Untuk Ibu Nifas Tingkat Puskesmas
Page 98
Pencatatan ibu nifas yang datang ke posyandu dan di
berikan vitamin A dosis tinggi dicatat pada kohort nifas oleh
bidan desa, kemudian di catat kembali pada format 1. Kader
hanya melakukan penjumlahan pemberian vitamin A dosis
tinggi ibu nifas pada format 5 posyandu. Ibu nifas di desa tidak
selalu datang ke posyandu, jadi pemberian vitamin A dosis
tinggi ibu nifas karena adanya upaya penjaringan yang
dilakukan oleh kader dan bidan desa, hal tersebut merupakan
kegiatan swiping yang dilakukan puskesmas tersebut.
Pencatatan hasil kegiatan swiping vitamin A dosis tinggi ibu
nifas dicatat dalam laporan berbeda.
Bidan desa merekap ibu nifas yang mendapat vitamin A
dosis tinggi dari kohort nifas, format 5 posyandu dan laporan
swiping menjadi format 5 kelurahan kemudian disampaikan
kepada bidan koordinator yang merupakan pemegang program
KIA. Pelaksanaan pemberian vitamin A dosis tinggi ibu nifas
dilaksanakan pula di puskesmas melalui poli KIA, pencatatan
dilakukan pada kohort ibu nifas dan buku bantu KIA. Selain
posyandu, puskesmas dan swiping sumber data cakupan
vitamin A dosis tinggi ibu nifas berasal dari bidan, klinik dan
RB swasta. Sama halnya dengan pencatatan indikator lain PWS
gizi yang dilakukan oleh pihak bidan, klinik dan RB swasta,
Page 99
pencatatan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi ibu nifas
diserahkan kepada instansi tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan. Mereka melaporkan cakupan kapsul vitamin A
dosis tinggi ibu nifas setiap bulan bersama dengan laporan
lainnya kepada puskesmas.
Bidan koordinator memiliki tanggung jawab dalam
pengolahan data cakupan vitamin A dosis tinggi ibu nifas yang
berasal dari bidan desa, poli KIA Puskesmas, bidan, klinik dan
RB swasta. Hasil pengolahan tersebut dicatat dalam buku bantu
KIA. TPG puskesmas kemudian mencatat ulang dalam buku
bantu gizi, selain itu bersama dengan bidan koordinator
menghitung cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A
dosis tinggi berdasarkan wilayahnya. TPG Puskesmas akan
melaporkan cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A
dosis tinggi kepada tingkat kota melalui LB3 setiap bulannya.
4.1.3.7 Cakupan Desa Dengan Garam Beryodium Baik
Desa dengan garam beryodium baik adalah desa/kelurahan
dengan 21 sampel garam yang dikonsumsi yang diperiksa (juknis
PWS-Gizi, Depkes 2008). Untuk mengetahui cakupan desa
dengan garam beryodium baik, Dinas Kesehatan Kota tangerang
Page 100
Selatan melalui Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas melakukan
pengetesan garam dapur dengan sampel dua SD/MI yang dipilih
secara acak sistimatik di setiap kelurahan. Murid yang menjadi
sampel diminta membawa garam yang ada dirumah kemudian
dites dengan iodina test oleh guru Sekolah Dasar yang di dampingi
oleh Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas.
Pelaksanaan dilakukan pada 2008 dan Oktober -
November 2010, seharusnya dilaksanakan setiap 6 bulan sekali
pada bulan Februari dan Agustus namun mingingat keterbatasan
dana Kota Tangerang Selatan dan bukan temasuk daerah endemis
GAKY maka pemantauan dilakukan hanya satu kali pada tahun
2010 sehingga cakupan garam beryodium bukan merupan prioritas
permasalahan gizi di Dinas Kota Tangerang Selatan di tahun 2010.
Berikut ini alur pencatatan, pengelolaan dan pelaporan cakupan
garam beryodium tingkat masyarakat :
Page 101
Data hasil
pengetesan
garam 2 SD/
MI tiap
kelurahan
Pencatatan Form GB-KEI
Rekapitulasi data
Laporan
pemantauan garam
per kelurahan
Rekapitulasi data
Laporan
pemantauan garam
di wilayah
puskesmas
Bagan 4.9
Pencatatan, Pengolahan dan Pelaporan Data
Cakupan Desa dengan Garam Beryodium Baik Tingkat Puskesmas
Pencatatan data dilakukan pada saat pelaksanaan
pengetesan garam dapur di 2 SD/MI yang menjadi sampel di
masing-masing kelurahan oleh guru kelas yang didampingi TPG
Puskesmas. Pelaporan data pengetesan garam dapur dari SD/MI
dilakukan seusai pelaksanaan pengetesan garam di SD/MI tersebut
kepada TPG puskesmas melalui form GB-KEI.
Pengolahan data pengetesan garam dapur dilakukan oleh
TPG puskesmas, TPG mengolah data menjadi cakupan garam
Page 102
beryodium tingkat masyarakat berdasarkan kelurahan yang
kemudian dibuat cakupan desa dengan garam beryodium baik
tingkat puskesmas. Laporan cakupan desa dengan garam
beryodium baik tingkat puskesmas akan dilaporkan kepada tingkat
dinas kesehatan Kota Tangerang sebagai bahan intervensi
selanjutnya.
Jadi diketahui bahwa permasalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan pencatatan, pengolahan dan pelaporan data PWS Gizi dari
beberapa indikator yang dilakukan pengumpulan datanya di Posyandu
sama yaitu pada kader dan bidan desa. Dalam pelaksanaan pelaporan data
beberapa indikotor yang diharapkan Puskesmas dari bidan, klinik dan RB
swasta pun sama yaitu keterlambatan bahkan tidak dilaporkan data yang
diharapkan.
4.1.4 Penyajian dan Analisis
Data dapat diolah menurut waktu (bulanan atau tahunan), kelompok
umur, jenis kelamin, dan wilayah dalam bentuk jumlah kasus (insidens),
proporsi, dan prevelensi. Sedangkan hasil pengolahan data dapat disajikan
dalam bentuk tabel, grafik baris, grafik balok, atau peta wilayah Depkes RI
(2006). Analisis dan penyajian seluruh data PWS-Gizi di tingkat
Page 103
puskesmas dan kota menurut pedoman PWS-Gizi Depkes 2008 disajikan
secara sederhana dalam bentuk tabel, grafik dan peta manurut tempat dan
waktu atau berdasarkan faktor resiko tertentu sesuai kebutuhan program.
Pelaksanaan penyajian data di lima puskesmas wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, dilakukan dalam bentuk tabel serta
grafik menurut tempat dan waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan
program. TPG membuat penyajian hasil PWS-Gizi mengunakan komputer
yang kemudian di simpan dalam bentuk softcopy, tabel maupun grafik
dibuat dalam cakupan PWS-Gizi per-bulannya. Tidak semua indikator di
buat penyajian dan analisisnya oleh TPG karena PWS-Gizi bersifat lintas
sektoral, beberapa indikator seperti : cakupan vitamin A ibu nifas, cakupan
90 TTD ibu hamil, prevelensi BBLR, ASI eksklusif dibuat oleh petugas
KIA Puskesmas. Namun dalam pelaksanaannya prevelensi BBLR dan
cakupan ASI eksklusif hanya disajikan dalam bentuk rekapan data dalam
buku bantu KIA Puskesmas dan tidak disajikan tabel maupun grafik.
Penyajian data Cakupan vitamin A ibu nifas dan cakupan 90 TTD ibu
hamil disajikan dalam bentuk tabel dan grafik berdasarkan waktu dan
tempat.
Penyajian data yang murni dilakukan oleh TPG puskesmas adalah
penyajian pemantauan pertumbuhan, cakupan vitamin A dosis tinggi balita,
cakupan konsumsi garam beryodium di tingkat masyarakat. Setiap
bulannya TPG menyajikan pemantauan pertumbuhan dalam bentuk tabel
Page 104
dan grafik berdasarkan presentasi SKDN yaitu D/S, T/D, BGM/D, N/D dan
daftar nama balita berdasarkan status gizinya pada papan dinding
puskesmas. Cakupan vitamin A dosis tinggi balita dan cakupan konsumsi
garam beryodium di tingkat masyarakat disajikan berdasarkan tempat dan
waktu. Tabel dan grafik tidak selalu disajikan setiap bulan dalam bentuk
hard copy tidak jarang puskesmas menampilkan tabel dan grafik dalam
hard copy cakupan per-tiga bulan. Meskipun demikian, TPG selalu
membuat dan menyimpan dalam bentuk soft copy pada komputer
puskesmas setiap bulannya. Hal tersebut di maklumkan oleh pihak dinas
kesehatan kota Tangerang Selatan, karena puskesmas tidak memiliki
anggaran dana yang cukup dalam penyediaan tinta printer untuk kegiatan
PWS-Gizi.
Analisis cakupan PWS-Gizi tingkat puskesmas dilakukan apabila
terdapat indikator yang menunjukan hasil dibawah target yang sudah
ditetapkan hal tersebut diperkuat melalui hasil wawancara, TPG puskesmas
lebih sering menganalisis hasil dari pemantauan pertumbuhan apabila
terjadi penurunan presentase dibawah target, dan untuk indikator yang lain
hanya dalam rekapan data dan penyajiannya tanpa dilakukan analisis
cakupan target. Hal tersebut terjadi karena pelaksanaan pencatatan
dilapangan masih lemah sehingga apabila dilakukan analisis data tidak
dapat mewakili keadaan sebenarnya.
Page 105
Berikut ini hasil penyajian dan analisis yang dilakukan TPG Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan terhadap cakupan PWS-Gizi di 12
Puskesmas:
a. Prevelensi Ibu Hamil KEK
Tabel. 4.4
Prevalensi Ibu Hamil KEK
Kota Tangerang Selatan Tahun 2010
No Puskesmas Sas. Bumil Pencapaian S/D
Desember Prevalensi%
1 Serpong 2544 14 0.55
2 Pondok Jagung 1998 7 0.35
3 Ciputat 838 56 6.68
4 Kampung Sawah 724 46 6.35
5 Jombang 2456 20 0.81
6 Pamulang 6128 144 2.35
7 Pondok Aren 1317 4 0.30
8 Parigi 1655 9 0.54
9 Ciputat Timur 3996 6 0.15
10 Jurangmangu 3125 15 0.48
11 Setu 739 0 0.00
12 Karangan 747 10 1.34
KOTA TANGERANG
SELATAN 26267 331 1.26
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Page 106
Diagram 4.1
Prevalensi Ibu Hamil KEK
Kota Tangerang Selatan tahun 2010
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Dari hasil penjaringan selama tahun 2010 diketahui bahwa
prevelensi bumil KEK di Kota Tangerang Selatan sebesar 1,26 %.
Puskesmas Ciputat menujukan angka prevelensi bumil KEK tertinggi
yaitu 6,68% dari total jumlah ibu hamil di wilayah Ciputat.
Page 107
b. Cakupan 90 TTD ibu hamil
Tabel 4.5
Cakupan Pemberian Fe-1 Dan Fe-3 Pada Ibu Hamil menurut Puskesmas
Di Kota Tangerang Selatan tahun 2010
NO
KELURAHAN
JUMLAH
SASARAN
CAKUPAN
Fe-3 %
1 Serpong 2544 2828 111.16
2 Pondok Jagung 1998 2627 131.48
3 Ciputat 838 886 105.73
4 Kampung Sawah 724 880 121.55
5 Jombang 2456 2385 97.11
6 Pamulang 6128 7172 117.04
7 Pondok Aren 1317 1341 101.82
8 Parigi 1655 1984 119.88
9 Ciputat Timur 3996 4031 100.88
10 Jurangmangu 3125 3116 99.71
11 Setu 739 647 87.55
12 Karanggan 747 748 100.31
KOTA TANGERANG SELATAN 26267 28645 109.05
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Cakupan pemberian 90 TTD / F3 ibu hamil di Kota
Tangerang Selatan melebihi sasaran yang telah ditentukan, hal
tersebut terjadi karena kunjungan ibu hamil tidak hanya dari wilayah
puskesmas melainkan luar wilayah puskesmas. Sehingga sasaran
yang telah dihitung berdasarkan jumlah ibu hamil yang ada diwilayah
puskesmas tidak sesuai dengan jumlah kapsul yang di distribusikan.
Hanya Puskesmas Setu jumlah cakupannya kurang dari sasaran yang
diharapkan.
Page 108
c. Prevelensi BBLR
Penyajian dan analisis prevelensi BBLR di suatu wilayah
dibuat berdasarkan hasil laporan dan temuan kader, bidan desa, dan
petugas KIA Puskesmas. Hasil temuan BBLR di pegang oleh bagian
KIA Puskesmas yang kemudian dilaporkan ke bagian KIA tingkat
Kota, bagian gizi tingkat kota meminta data kepada bagian KIA
tingkat kota. Namun di Puskesmas Wilayah Kota Tangerang Selatan
hanya melakukan pencatatan dan perekapan data, tidak dilakukan
penyajian data berupa tabel maupun grafik. Dengan demikian tidak
tersedia analisis prevelensi BBLR berdasarkan tempat dan waktu.
Sama halnya dengan bagian KIA tingkat Kota yang
memegang prevelensi BBLR, hanya merekap data yang berasal dari
semua puskesmas melalui LB3 KIA sedangkan penyajian sederhana
seperti tabel dan grafik belum dilakukan.
d. Cakupan ASI Eksklusif
Cakupan ASI eksklusif diperoleh dari rekapan data bayi yang
telah melakukan ASI eksklusif selama 0-6 bulan. Menurut pedoman
PWS-Gizi Depkes 2008, puskesmas melakukan penyajian dan
analisis sederhana untuk cakupan ASI eksklusif. Namun, pelaksanaan
di tingkat Puskesmas wilayah Kota Tangerang Selatan hanya
Page 109
melakukan perekapan data dalam buku bantu, dan LB3 tanpa
melakukan penyajian ataupun analisisnya. Hal tersebut terjadi dengan
keadaan di tingkat Kota, bagian KIA yang memegang ASI Eksklusif
hanya menyimpan laporan yang berasal dari puskesmas tanpa
melakukan rekapan data dari setiap puskesmas dan membuat
penyajian sederhana yang disertai dengan analisis perbulannya.
e. Pemantauan Pertumbuhan
Tabel 4.6
Cakupan Pemantauan Pertumbuhan (SKDN) Menurut Puskesmas
Kota Tangerang Selatan Tahun 2010
NO PUSKESMAS
HASIL PENIMBANGAN BALITA TAHUN 2010
K/S (85%) D/S (75%) N/S (40%) N/D (70%)
Th
2010
Th
2009
Th
2010
Th
2009
Th
2010
Th
2009
Th
2010
Th
2009
1 SERPONG 93,17 91,38 74,65 74,89 41,41 55,69 55,47 74,37
2 PONDOK JAGUNG 98,82 90,52 87,32 72,37 76,41 52,26 87,51 72,21
3 CIPUTAT 100,00 91,04 68,60 77,16 40,24 55,57 58,65 72,02
4 KP SAWAH 86,00 98,87 73,08 73,90 45,32 60,11 62,02 81,34
5 JOMBANG 85,60 94,09 70,28 72,43 43,30 50,84 61,61 70,18
6 PAMULANG 99,74 93,75 80,02 75,54 46,47 54,58 58,08 72,26
7 PONDOK AREN 96,82 91,18 77,92 73,12 60,20 51,18 77,27 70,00
8 PARIGI 88,00 - 77,84 - 68,47 - 87,97 -
9 CIPUTAT TIMUR 92,68 96,24 65,08 72,29 53,88 53,03 82,79 73,36
10 JURANG MANGU 87,63 90,50 76,48 72,24 56,05 51,12 73,29 70,77
11 SETU 90,55 94,49 78,48 82,51 57,70 60,91 73,75 73,82
12 KARANGGAN 85,75 - 69,43 - 51,09 - 73,58 -
KOTA TANGERANG
SELATAN
93,28
93,1 75,30 74,10 52,52 53,60 69,75
72,33
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Page 110
Secara keseluruhan Cakupan K/S semua puskesmas di Kota
Tangerang Selatan selama 2010 telah mencapai target sebesar 85%
selama tahun 2010 dan tertinggi dimiliki Puskesmas Ciputat sebesar
100%. Namun untuk cakupan D/S dengan target 75% di tahun 2010,
masih terdapat puskesmas yang belum mencapai target tersebut
antara lain Puskesmas Serpong, Kampung Sawah, Jombang,
Karanggan, Ciputat dan terendah di Ciputat Timur 65,08%. Hal
tersebut dikarenakan oleh partisipasi masyarakat yang kurang dalam
pelaksanaan posyandu di wilayahnya.
Cakupan N/S ditargetkan 40% selama tahun 2010, sudah
semua puskesmas dapat mencapai target yang telah ditentukan oleh
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Dan untuk cakupan N/D
target yang ditetapkan sebesar 70%, namun barulah 7 puskesmas
yang telah mencapai target tersebut.
Page 111
f. Cakupan Vitamin A dosis Tinggi untuk Bayi, Balita dan Ibu
Nifas
Tabel 4.7
Cakupan Distribusi Vitamin A dosis Tinggi untuk Bayi dan Balita
Di Kota Tangerang Selatan tahun 2010
N
O KELURAHAN
JUMLAH
SASARAN
CAKUPAN VITAMIN A FEBRUARI
2010
CAKUPAN VITAMIN A AGUSTUS 2010
6-11
bl
12-59
bl
6-11 bl 12-59 bl 6-11 bl 12-59 bl
n % N % N % N %
1 Serpong 1125 10329 1093 97,16 6893 66,73 1104 98,13 9399 91.00
2 Pondok Jagung 883 8113 899 101,81 5871 72,37 900 101,93 6100 75.19
3 Ciputat 370 3402 467 126,22 2271 66,75 547 147,84 3074 90.36
4 Kampung Sawah 320 2941 298 93,13 2034 69,16 312 97,50 2459 82.59
5 Jombang 1086 9973 1170 107,73 6858 68,77 1098 101,10 8210 82.32
6 Pamulang 2709 24882 2587 95,50 16836 67,66 2590 95,61 21570 86.69
7 Pondok aren 582 5346 658 113,06 3165 59,20 666 114,43 5039 94.26
8 Parigi 732 6718 1097 149,86 4838 72,02 615 84,02 5493 81.77
9 Ciputat Timur 1767 16225 1572 88,96 10528 64,89 1931 109,28 12419 76.54
1
0 Jurang Mangu 1382 12689 1513 109,48 9217 72,64 1459 105,57 12019 94.72
1
1 Setu 327 2999 312 95,41 1984 66,16 293 89,60 2679 89.20
1
2 Keranggan 330 3034 310 93,94 2014 66,38 330 100,00 3034 100
Kota
Tangerang
Selatan
11613 10665
1 11976 103,13 72509 67,99 11845 102,00 91461 85.76
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Cakupan vitamin A di Kota Tangerang Selatan untuk Balita umur 6-59
bulan pada bulan Februari 88,25 % dan bulan Agustus 91,71 %. Bila di
bandingkan dengan RJPMN 2010-2014 telah mencapai target yaitu 85%. Seluruh
puskesmas selama tahun 2010 telah memenuhi target yang diharapkan.
Page 112
Tabel 4.8
Cakupan Distribusi Vitamin A Dosis Tinggi Pada Ibu Nifas
Di Kota Tangerang Selatan Tahun 2010
NO
KELURAHAN
JUMLAH
SASARAN CAKUPAN %
1 Serpong 2475 2355 95.15
2 Pondok Jagung 1944 1702 87.55
3 Ciputat 815 742 91.04
4 Kampung Sawah 705 905 128.4
5 Jombang 2389 2102 87.99
6 Pamulang 5962 5411 90.76
7 Pondok Aren 1281 1330 103.8
8 Parigi 1610 1533 95.22
9 Ciputat Timur 3887 4017 103.3
10 Jurangmangu 3040 2913 95.22
11 Setu 719 622 86.51
12 Karanggan 727 674 92.71
KOTA TANGERANG
SELATAN 25554 24306 95.12
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Page 113
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Pemberian vitamin A pada ibu nifas mencapai 95,12% sedangkan
target Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 adalah 87%.
Hanya terdapat satu Puskesmas yang masih dibawah target yang telah
ditetapkan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, yaitu Puskesmas
Setu.
Page 114
g. Cakupan Garam Beryodium Tingkat Masyarakat
Tabel 4.9
Pemantauan Garam Beryodium Di Tingkat Masyarakat
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2010
Sumber: Laporan Tahunan Gizi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 2010
Target cakupan desa dengan garam beryodium baik di Kota
Tangerang Selatan tahun 2010 mengikuti SPM-Penyelenggaraan
Perbaikan Gizi Masyarakat Tahun 2005 dan RJPMN 2010-2014 yaitu
90%. Dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan melalui TPG Puskesmas di dapatkan angka
NO Nama
Puskesmas
Ju
mla
h S
D
Ju
mla
h S
am
pel
Hasil Uji Jenis Garam
Cu
ku
p
Ku
ran
g
Tid
ak
Ad
a
Halu
s
Cu
rai/
Koro
sok
Bata
/Bri
ket
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
n % n % n % n % n % n %
1 Serpong 18 576 573 99.48 3 0.52 0 0.00 575 99.83 1 0.17 0 0.00
2 Pondok Jagung 14 448 448 100.00 0 0.00 0 0.00 446 99.55 2 0.45 0 0.00
3 Ciputat 4 128 110 85.94 9 7.03 9 7.03 119 92.97 0 0.00 9 7.03
4 Jombang 6 192 186 96.88 0 0.00 6 3.13 188 97.92 0 0.00 4 2.08
5
Kampung
Sawah 4 128 111 86.72 7 5.47 10 7.81 117 91.41 0 0.00 11 8.59
6 Pamulang 16 512 459 89.65 53 10.35 0 0.00 511 99.80 0 0.00 1 0.20
7 Ciputat Timur 12 384 301 78.39 58 15.10 25 6.51 367 95.57 0 0.00 17 4.43
8 Jurang Mangu 8 256 192 75.00 41 16.02 23 8.98 242 94.53 0 0.00 14 5.47
9 Pondok Aren 6 192 186 96.88 4 2.08 2 1.04 188 97.92 0 0.00 4 2.08
10 Parigi 8 256 202 78.91 48 18.75 6 2.34 246 96.09 0 0.00 10 3.91
11 Keranggan 6 192 185 96.35 0 0.00 7 3.65 186 96.88 0 0.00 6 3.13
12 Setu 6 192 189 98.44 0 0.00 3 1.56 191 99.48 0 0.00 1 0.52
Jumlah 108 3456 3142 90.91 223 6.45 91 2.63 3376 97.69 3 0.09 77 2.23
Page 115
cakupan garam beryodium di tingkat masyarakat yang
dikatakan cukup yaitu sebesar 90,91%. Puskesmas yang masih
rendah cakupan garam beryodiumnya yaitu puskesmas Jurang Mangu
dengan angka 75,00%.
4.1.5 Diseminasi Informasi Hasil PWS-Gizi tingkat Puskesmas Di Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Menurut Depkes RI (2006), diseminasi atau penyebarluasan
informasi dapat ditempuh melalui berbagai cara, antara lain dengan cara
mengirimkan laporan singkat hasil analisis tentang situasi terkini yang
perlu mendapat perhatian kepada para pengambil keputusan dan melakukan
pemaparan hasil analisis kepada para pengambil keputusan yaitu dinas
kesehatan kota Tangerang Selatan.
Penyebaran informasi yang dilakukan tingkat Puskesmas dengan
mengirimkan laporan LB3 gizi kepada bidang gizi dan LB3 KIA kepada
bidang KIA di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Selain LB3 gizi
dan KIA yang dilaporkan, laporan cakupan garam beryodium pada waktu
yang telah ditentukan dinas kesehatan untuk melakukan pemantauan garam
beryodium di tingkat masyarakat ikut dilaporkan.
Selanjutnya, laporan PWS-Gizi tersebut akan di presentasikan
dalam RAKORDES (Rapat Koordinasi Desa) bersama kader posyandu,
Page 116
istri lurah dan bidan desa setiap bulannya. Selain itu laporan disampaikan
pada LOKBUL (Loka Karya Bulanan) bersama kepala dan seluruh staf di
puskesmas untuk mengetahui serta memantau pelaksanaan PWS-Gizi di
lapangan.
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Gambaran Umum Pelaksanaan PWS-Gizi 5 (lima) Puskesmas di kota
Tangerang Selatan
Pelaksanaan PWS-Gizi tingkat puskesmas wilayah Kota Tangerang
Selatan berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lima puskesmas
berujung tombak pada kader karena sumber data indikator PWS-Gizi selama
tahun 2010 masih terletak di posyandu. Hampir seluruh penjaringan dan
pencatatan indikator PWS-Gizi dilakukan di posyandu, hanya pemantauan
garam beryodium tingkat masyarakat yang tidak dilakukan di posyandu.
Bukan hanya kader namun seluruh komponen di dalam PWS-Gizi tingkat
puskesmas menjadi kunci keberhasilan dalam pelaksanaannya yaitu bidan
desa, bidan koordinator dan TPG Puskesmas. Pada tahun 2010, bidan desa
dapat membina hingga 23 posyandu hal tersebut dapat membuat bidan desa
kurang fokus dalam membina posyandu.
Pembinaan bidan desa terhadap posyandu berdampak pada kinerja
kader posyandu binaannya, apabila bidan desa kurang dalam memberi
Page 117
binaan pada kader maka penjaringan kasus, pelaksanaan PWS-Gizi dan
program puskesmas lainnya akan lemah di posyandu tersebut dan berakibat
pada kualitas laporan yang dihasilkan puskesmas pada akhirnya. Menyadari
demikian, dinas kesehatan Kota Tangerang selatan mulai februari 2011
memekarkan beberapa puskesmas, sehingga wilayah pembinaan posyandu
pada suatu puskesmas menjadi lebih kecil, puskesmas bisa lebih berfokus
pada wilayah yang semakin kecil sehingga bidan desa tidak lagi di bebankan
oleh banyaknya posyandu yang harus dibinan. Diharapkan kualitas kinerja
dari seluruh staf puskesmas meningkat sehingga berbanding lurus dengan
kualitas laporan pada akhirnya. Namun apabila pemekaran puskesmas tidak
diimbangi dengan pelatihan, pembinaan dan pemantauan terus-menerus oleh
pihak dinas kesehatan kepada staf puskesmas dalam hal ini TPG puskesmas
maka akan dirasakan percuma, karena TPG puskesmas menjadi penanggung
jawab dalam pelaksanaan pelaporan gizi termasuk PWS-Gizi di puskesmas.
Apabila TPG puskesmas tidak mendapatkan pembinaan dan pelatihan yang
cukup maka akan berakibat pada kemampuan bidan desa dalam membina
posyandu. Dari hasil wawancara diketahui bahwa pihak dinas kesehatan
memang melakukan pembinaan dan pemantauan kepada TPG puskesmas
melalui pertemuan seluruh TPG yang waktunya tidak ditentukan, pertemuan
bisa dilakukan setiap 2 bulan sekali, 3 bulan sekali atau pada waktu yang
tidak ditentukan. Namun untuk pelatihan hal tertentu seperti pelatihan yang
berkaitan dengan PWS-Gizi, dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan hanya
memilih beberapa TPG dari puskesmas untuk diikut sertakan dalam
Page 118
pelatihan. Hal tersebut dapat berdampak pada kesenjangan informasi antara
sesama TPG Puskesmas. Sebaiknya pelaksanaan pertemuan dalam rangka
membina dan memantau kinerja TPG puskesmas dilaksanakan secara
terjadwal rutin, agar kinerja TPG Puskesmas dapat terpantau dan dapat
segera dibenahi bila terdapat kekurangan bahkan kekeliruan. Dan untuk
pelaksanaan pelatihan sebaiknya diikut sertakan seluruh TPG Puskesmas
yang bertugas agar terjadi kesamaan informasi dan pengetahuan sehingga
tidak terjadi kesalahan presepsi.
TPG Puskesmas dari hasil wawancara, selain memegang program
gizi banyak pula yang dibebankan dengan tugas lainnya. Dari 5 TPG
Puksesmas tenyata hanya satu saja yang murni memegang program gizi di
puskesmas selebihnya memengang satu hingga dua program lain yang tidak
berkaitan dengan gizi di puskesmas. Hal tersebut akan menambah beban
pekerjaan seorang TPG puskesmas dan membuat fokus kerja yang terbelah.
Namun hal tersebut dilakukan karena Puskesmas tidak jarang kekurangan
SDM untuk menjalankan berbagai program yang berjalan di Puskesmas.
Solusi yang dapat ditawarkan bilamana jumlah SDM kurang dan TPG
Puskesmas masih harus memegang lebih dari satu program maka program
yang lain sebaiknya masih berkaitan dengan gizi agar dapat dilakukan
seiring dan sejalan. Solusi lain dapat ditawarkan untuk mewujudkan
pembebanan satu tugas kepada TPG Puskesmas yaitu menambah SDM baru
agar pekerjaan lain yang dipegang oleh TPG Puskesmas dapat di alihkan
Page 119
pada SDM baru, untuk mewujudkan hal tersebut dinas kesehatan merupakan
jembatannya karena dinas kesehatan dapat mengadvokasi jumlah SDM baru
yang dibutuhkan dalam penerimaan pegawai negeri kepada Badan
Kepegawaian Daerah.
Setelah TPG puskesmas yang diperhatikan kualitasnya, maka
kualitas dari bidan desa perlu ditingkatkan. Karena bidan desa menjadi
pembina kelurahan termasuk seluruh posyandu didalamnya, dilapangan yang
terjadi ada saja bidan desa yang kurang peduli dengan posyandu binaannya
pada pelaksanaan posyandu ditempat tersebut. Diketahui dilapangan seorang
bidan desa biasanya merupakan bidan yang baru mulai bertugas / PTT,
karena minimnya pengalaman sehingga bidan desa tersebut mungkin belum
terbiasa membina suatu posyandu sehingga perlu sekiranya selalu dilakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap bidan desa oleh puskesmas secara terus
menerus. Karena hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas kinerja kader
yang selalu butuh dibina.
4.2.2 Gambaran pencatatan, pengolahan dan pelaporan data PWS-Gizi 5
(lima) Puskesmas di kota Tangerang Selatan
Seperti diketahui tujuan dari pelaksanaan PWS-gizi ialah tersedianya
informasi terus menerus, cepat, tepat dan akurat sebagai dasar penentuan
tindakan dalam upaya untuk pencegahan dan penanggulangan masalah gizi.
Page 120
Informasi dapat diketahui dari data-data terkumpul berdasarkan pencatatan,
pengolahan serta pelaporan. Untuk itu dalam pelaksanaannya terdapat
indikator-indikator yang harus diperoleh informasinya agar dapat
menggambarkan keadaan di suatu tempat. Lokasi dari pengumpulan data
PWS-gizi tingkat puskesmas yaitu posyandu, puskesmas, sekolah dasar,
bidan, klinik dan RB swasta. Setiap bulannya data dicatat, diolah dari lokasi-
lokasi tersebut yang kemudian menjadi bahan informasi kepada tingkat kota.
Dalam pelaksanaannya masih terdapat kelemahan yang terjadi di berbagai
lokasi pengumpulan data PWS-gizi tingkat puskesmas berdasarkan hasil
wawancara dan observasi di lima puskesmas selama tahun 2010.
Posyandu yang merupakan kepanjangan tangan dari puskesmas
menjadi pusat pengumpulan data PWS-gizi tingkat puskesmas selama tahun
2010 hal itu dikarenakan posyandu selalu terpantau pelaksanaannya oleh
bidan desa. Namun demikian tetap saja masih terjadi kekurangan dalam
pelaksanaannya, seperti yang sudah dibahas diatas bahwa kader memiliki
peranan penting pada pelaksanaan posyandu. Keaktifan kader di posyandu
dapat dikatakan dampak dari binaan bidan desa, jadi apabila pembinaannya
baik maka akan baik pula peran serta kader di posyandu. Kader akan
melaksanakan kegiatan sesuai dengan instruksi dari bidan desa, jadi bila
bidan desa memberikan instruksi yang kurang jelas kaderpun akan
menjawab dengan laporan yang kurang maksimal. Yang cukup
membanggakan kebanyakan dari kader di Kota Tangerang Selatan memiliki
Page 121
loyalitas dalam menggemban tugasnya, jadi meskipun ada saja bidan desa
yang kurang aktif membina posyandu kader punya inisiatif sendiri untuk
bertanya apabila ada yang kurang dipahami dalam pelaksanaan pencatatan
dan pelaporan SIP tingkat posyandu.
Bidan, klinik dan RB swasta walaupun menjadi lokasi pengumpulan
data namun peran serta dalam pelaporannya kepada puskesmas masih belum
dapat diandalkan. Seperti yang terjadi di Puskesmas Ciputat Timur, pihak
puskesmas tidak mengandalkan laporan dari instansi lain selain posyandu
dan puskesmas. Bidan, klinik dan RB swasta diwilayah tersebut kurang
koperatif dalam pelaporan padahal setiap bidan, klinik dan RB swasta pasti
memiliki kesepakatan bersama untuk pelaporan kepada puskesmas pada
waktu mereka mulai membuka prakteknya. Hal kurang koperatif ditunjukan
pula diwilayah Puskesmas Jombang, TPG puskesmas mengaku harus
menjemput laporan dari pihak bidan, klinik dan RB swasta di wilayahnya.
Hal berbeda ditunjukan pada Puskesmas Ciputat dan Pamulang karena
bidan, klinik dan RB swasta wilayahnya mengantarkan sendiri laporan
bulannya kepada puskesmas, meskipun sering kali ada bidan, klinik dan RB
swasta yang telat dalam melaporkan laporannya. Untuk mengatasi kurang
koperatif dan keterlambatan pengiriman laporan kepada puskesmas, ada
baiknya puskesmas ataupun melalui dinas kesehatan memberikan teguran
baik secara tertulis maupun tidak kepada bidan, klinik dan RB swasta.
Selanjutnya pemanggilan dan pembuatan kesepakatan baru agar pihak
Page 122
swasta lebih koperatif dan pembuatan blangko yang seragam dari dinas
kesehatan agar pihak swasta sulit untuk berkelit lagi dalam melaporkan
laporan yang seharusnya, serta peran serta dari puskesmas perlu ditingkatkan
yang dilakukan oleh Puskesmas Kampung Sawah dapat dicontoh oleh
puskesmas lainnya.
Poli KIA puskesmas merupakan lokasi lain dalam pengumpulan data
PWS-gizi proses pengumpulannya diserahkan kepada bidan di poli KIA
kemudian tertulis dalam buku bantu KIA dan diolah oleh bidan pembina.
Tidak semua indikator dihasilkan dari lokasi tersebut, pemantauan
pertumbuhan, dan garam beryodium tidak dapat dilakukan di poli KIA
puskesmas. Sempat dikemukakan oleh salah seorang TPG puskesmas bahwa
pemantauan pertumbuhan juga dilakukan dipuskesmas namun setelah
diamati lebih lanjut tidaklah mungkin pemantauan pertumbuhan seorang
anak dapat dilakukan di puskesmas karena tidak setiap bulan anak tersebut
datang ke puskesmas untuk melakukan penimbangan berat badannya saja.
Mungkin yang dimaksudkan pemantauan pertumbuhan di puskesmas ialah
terhadap balita yang mengalami gizi kurang bahkan buruk dan mendapatkan
rawat jalan di puskesmas sehingga setiap bulannya balita tersebut datang ke
puskesmas untuk dipantau perkembangannya.
Kelengkapan informasi PWS-gizi terdiri dari 7 indikator didalamnya,
yaitu prevelensi Ibu hamil Kurang Energi Kronis (Bumil KEK), prevelensi
Bayi Berat Rendah (BBLR), cakupan ASI Ekslusif, cakupan desa dengan
Page 123
garam beryodium baik, pemantauan pertumbuhan, cakupan 90 TTD ibu
hamil dan cakupan kapsul vitamin A dosis tinggi untuk balita dan ibu nifas.
Dalam pelaksanaan untuk mendapatkan data PWS-gizi di lapangan
masih terdapat kekurangan. Indikator yang masih kurang dalam
penjaringannya yaitu cakupan ASI eksklusif, pencatatan memang dilakukan
di Posyandu maupun Puskesmas namun dapat dikatakan masih lemah dan
belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hingga tahun 2010,
dinas Kota Tangerang Selatan masih menggunakan acuan dari kabupaten
Tangerang yang belum menggunakan perhitungan menggunakan rumus yang
benar. Bayi yang datang ke posyandu ditanyakan kepada
orangtua/pengantarnya mengenai penggunaan ASI eksklusif, namun hasil
observasi menunjukan kader maupun bidan desa jarang menayakan
penggunaan ASI eksklusif sehingga pencatatannya kurang jelas. Bilapun
ditanyakan penggunaan ASI eksklusif yang dicatat dalam SIP hanya yang
diberikan ASI eksklusif, bayi yang masih ASI dan sudah diberikan makanan
tambahan ataupun hanya diberikan makanan tidak dicatat. Bidan desa
kurang koperatif dalam pelaksanaan pencatatan cakupan ASI eksklusif
seharusnya bidan desa menegaskan kepada kader untuk selalu menanyakan
penggunaan ASI eksklusif kepada bayi yang datang ke posyandu. Karena
pelaksanaan pencatatan ASI eksklusif dapat berjalan baik bila didukung oleh
kerjasama antara bidan desa dan kader di lapangan. Pelaksanaan pencatatan
ASI eksklusif dilapangan sebaiknya selalu di awasi TPG karena TPG
Page 124
biasanya yang mendapatkan pembinaan dari tingkat Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan, namun sepertinya pada tahun 2010 ASI eksklusif belum
menjadi perhatian pihak dinas kesehatan karena masih berfokus kepada gizi
buruk di Kota Tangerang Selatan. Sehingga pengawasan terhadap
pelaksanaan pencatatan ASI eksklusif di tingkat Puskesmas belum dilakukan
maksimal, bilamana dinas kesehatan mengalakan pencatatan ASI eksklusif
hal tersebut akan mempengaruhi kader dalam melakukan pengumpulan data
di lapangan. Pelatihan terhadap kader, bidan desa maupun TPG Puskesmas
sebaiknya dapat dilakukan guna membenahi pencatatan, pengolahan dan
pelaporan cakupan ASI eksklusif. Selain itu difasilitasinya form khusus
cakupan ASI eksklusif dengan kolom yang disesuaikan guna mendapatkan
gambaran cakupan ASI eksklusif sesungguhnya dilapangan sebaiknya segera
dapat diwujudkan dinas kesehatan. Menyadari kekurangannya Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan berencana akan segera melakukan
pelatihan di tahun 2011 terhadap TPG puskesmas dalam pencatatan,
pengolahan dan pelaporan ASI eksklusif karena diketahui bahwa petugas
gizi dinas kesehatan juga baru mengetahui cara pencatatan, pengolahan dan
pelaporan ASI eksklusif yang benar dari dinas kesehatan Provinsi Banten
pada bulan November 2010. Selain itu dinas kesehatan berencana
mengalihkan pencatatan, pengolahan, dan pelaporan cakupan ASI eksklusif
tingkat puskesmas dan kota, di puskesmas kepada TPG puskesmas karena
sebelumnya di pegang oleh bidan koordinator, dan di dinas kesehatan kepada
petugas gizi tingkat kota yang sebelumnya di pegang oleh KIA tingkat kota.
Page 125
Namun di harapkan, tidak hanya berujung pada pelatihan semata namun
pada pembinaan dan pengawasan terhadap kader, bidan desa dan TPG
puskesmas guna semakin baiknya pelaksanaan pencatatan, pengolahan dan
pelaporan cakupan ASI eksklusif.
Seperti halnya cakupan ASI eksklusif, prevelensi BBLR dilapangan
masih mengalami kekurangan dalam hal penjaringan dilapangan sehingga
pencatatan, pengolahan dan pelaporannya belum dapat menggambarkan
keadaan sebenarnya. Prevelensi BBLR dapat diketahui dari pencatatan yang
dilakukan di posyandu, puskesmas dan instansi swasta. Di posyandu, kader
yang bergerak mencari data BBLR karena kader mengetahui wilayahnya
kasus kemudian dilaporkan kepada bidan desa, jadi keaktifan kader berandil
besar pada penjaringan BBLR di suatu wilayah. Puskesmas sebagai tempat
kedua dalam penjaringan BBLR, namun tidak semua puskesmas menjadi
rujukan persalinan sehingga puskesmas mendapatkan data dari kunjungan
bayi kepada poli KIA. Yang seharusnya menjadi ujung tombak data BBLR
ialah bidan, klinik dan RB swasta namun karena kurangnya peran serta dari
instansi swasta dalam pelaporan data sehingga kasus BBLR yang mungkin
saja ada dan menjadi suatu informasi pada akhirnya tidak terwujudkan.
Cakupan desa dengan garam beryodium baik diperoleh dari hasil
pemeriksaan garam dapur pada siswa sekolah dasar yang menjadi sampel.
Pelaksanaan pemeriksaan garam dapur di Kota Tangerang Selatan hanya
dilakukan satu kali pada tahun 2010 yaitu bulan Oktober-November.
Page 126
Seharusnya dapat dilakukan dua kali dalam setahun yaitu februari dan
agustus, namun Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan baru menyanggupi
melaksanakan satu kali pada tahun 2010 karena cakupan desa dengan garam
beryodium belum menjadi prioritas perhatian di tahun 2010. Diketahui dari
observasi bahwa pemeriksaan garam dapur terahir sebelum tahun 2010 yaitu
pada tahun 2008 yang dahulu masih dalam kesatuan Kabupaten Tangerang,
itu pun sama hanya dilakukan satu kali. Dari data pemeriksaan garam di
tahun 2010, 50% hasil pemeriksaan garam diwilayah puskesmas dibawah
angka 90% sehingga dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan perlu
sekiranya melakukan pemeriksaan garam dua kali dalam satu tahunnya.
Karena bila tidak dilakukan pemantauan dikhawatirkan cakupan desa dengan
garam beryodium baik akan menurun dan lama kelamaan berdampak pada
kualitas sumber daya manusia di Kota Tangerang Selatan.
Dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi pada
pelaksanaan PWS-Gizi lima Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan yaitu terjadi pada kader dan bidan desa di Posyandu,
instansi swasta seperti bidan, klinik dan RB Swasta dalam hal pelaporan dan
pelaksanaan pemantauan desa dengan garam beryodium baik yang hanya
dilakukan satu kali pada tahun 2010.
Page 127
4.2.3 Penyajian dan Analisis
Setelah dilakukan pengolahan data pada tingkat puskesmas
langkah selanjutnya yang dilakukan ialah penyajian dan analisis. Penyajian
terutama analisis cakupan PWS-gizi tidak selalu dilakukan oleh puskesmas.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penyajian dan analisis tidak selalu
dilakukan, ketidaksediaan fasilitas penunjang seperti yang dialami di
Puskesmas Jurang Mangu yang mengaku membuat penyajian dalam 3 bulan
sekali, namun pembuatan setiap bulannya dilakukan pada komputer
puskesmas. Analisis tidak dilakukan kepada semua data yang telah
diperoleh, biasanya analisis baru dilakukan ketika terjadi kenaikan gizi
kurang pada balita, jadi analisis tidak dilakukan setiap bulan, analisis baru
dilakukan pada laporan tahunan puskesmas yang menjabarkan seluruh
kegiatan yang dilakukan puskesmas setahun terakhir, selebihnya hanya
berupa penyajian data berupa tabel dan diagram pada komputer. Hal
demikian terjadi pula pada indikator lainnya seperti cakupan 90 TTD,
cakupan tablet vitamin A dosis tinggi balita dan ibu nifas, dan cakupan desa
dengan yodium baik. Bahkan untuk indikator ASI eksklusif dan BBLR
hanya dibuat rekapitulasi dalam buku bantu gizi tanpa dilakukan penyajian
dan analisis lebih lanjut. Hal tersbut dapat disebabkan oleh TPG puskesmas
yang merasa tidak perlu dilakukan analisis lebih lanjut karena dengan
melaporkan kepada tingkat kota sudahlah cukup.
Page 128
Untuk mengetahui akar masalah yang sebenarnya dalam suatu
cakupan yang rendah bahkan tinggi, analisis perlu dilakukan secara rutin
setiap informasi baru yang diperoleh. Namun apabila analisis sulit dilakukan
maka dengan penyajian data secara terus menerus dapat memberikan
gambaran keadaan yang terjadi di wilayah tersebut. Sebaiknya ada
peningkatan pengolahan data pada data BBLR dan ASI eksklusif, data tidak
hanya direkapitulasi dalam sebuah buku namun sebaiknya di intrepetasikan
melalui tabel dan grafik agar dapat menggambarkan keadaan yang
sebanarnya dan dapat menjadi bahan analisis di tingkat puskesmas.
4.2.4 Diseminasi Informasi Hasil PWS-Gizi tingkat Puskesmas Di Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa proses
desiminasi puskesmas dilakukan kepada dua instansi berbeda, pertama
puskesmas menyebarluaskan informasi kepada dinas kesehatan Kota
Tangerang Selatan dalam LB3 gizi dan LB3 KIA setiap bulannya. Dari lima
TPG puskesmas yang diwawancarai hanya satu yang mengaku pernah
terlambat mengirimkan laporan kepada dinas kesehatan. Namun hal tersebut
tidak dapat dibuktikan begitu saja karena di dinas kesehatan tidak terdapat
bukti tertulis/serah terima laporan, bukti tertulis hanya dimiliki pihak
puskesmas karena setiap kali petugas puskesmas mengirimkan laporan ke
Page 129
dinas kesehatan, petugas gizi dinas kesehatan akan menadatangani bukti
tertulis serah terima laporan yang kemudian di bawa kembali ke puskesmas.
Sehingga bila hanya puskesmas yang memiliki bukti tertulis itu tidak dapat
dihitung presentase ketepatan pengiriman laporan selama tahun 2010 oleh
dinas kesehatan. Sebaiknya dinas kesehatan membuat bukti tertulis/serah
terima laporan juga seperti puskesmas, agar segera dapat diketahui dan
dievaluasi bila terdapat keterlambatan pengiriman laporan. Hal yang sudah
cukup baik dilakukan dinas kesehatan selama ini dengan memanggil TPG
puskesmas bila terjadi keterlambatan pengiriman laporan oleh kepala bidang
kesehatan keluarga yang membawahi program gizi. Semoga hal tersebut
dapat selalu dilakukan terus menurus sehingga terus terjadi peningkatan
kualitas TPG puskesmas.
Kedua ialah mempresentasikan hasil temuan setiap bulannya di
tingkat desa dan puskesmas. Pertemuan kader, istri lurah, bidan desa
bersama TPG Puskesmas dilakukan untuk mempresentasikan hasil
pemantauan yang dilakukan di desa tersebut dalam RAKORDES (rapat
koordinasi desa). Diharapkan dengan adanya RAKORDES seluruh kader
dapat mengetahui situasi dan keadaan di wilayahnya sehingga diharapkan
dapat menyebarkan informasi pada masyarakat sekitar dan meningkatkan
kualitas dari setiap posyandu. RAKORDES juga dimanfaatkan puskesmas
sebagai wadah sosialisasi informasi baru kepada kader, namun mengingat
usia kader yang kebanyakan sudah lanjut diharapkan sosialisasi informasi
Page 130
baru tidak hanya dilakukan pada saat RAKORDES namun pada bidan desa
yang menjadi pembina posyandu. Pertemuan lain dilakukan oleh TPG
puskesmas bersama kepala dan seluruh staf puskesmas dalam LOKBUL
(laporan bulanan) pertemuan ini tidak hanya membahas pelaksanaan PWS-
gizi saja namun kegiatan lain yang dilakukan Puskesmas.
Page 131
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang
terbentuk pada akhir 2008. Jumlah tenaga pelaksana gizi di tingkat puskesmas di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2010 sebanyak 12
orang. Jumlah posyandu yang di miliki sebanyak 791 dan 3.656 kader posyandu.
2. Pelaksanaan PWS-Gizi tingkat puskesmas di wilayah kerja dinas kesehatan kota
Tangerang Selatan mengunakan indikator antara lain: prevelensi Ibu hamil
Kurang Energi Kronis (Bumil KEK), prevelensi Bayi Berat Rendah (BBLR),
cakupan ASI Ekslusif, cakupan desa dengan garam beryodium baik, pemantauan
pertumbuhan, cakupan 90 TTD ibu hamil dan cakupan kapsul vitamin A dosis
tinggi untuk balita dan ibu nifas. Semua indikator ini telah dilaksanakan oleh
seluruh Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
selama tahun 2010. Target setiap indikator PWS-Gizi tingkat Puskesmas sudah
ditetapkan oleh pihak dinas kesehatan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk
masing-masing wilayah.
3. Kelengkapan pengumpulan data PWS-Gizi meliputi: SIP (sistem informasi
posyandu) format 1-5, form vit.A, kohort ibu hamil, kohort ibu nifas, form GB-
KEI, buku bantu KIA, buku bantu gizi dan LB3 Gizi. pencatatan, pengelolaan
dan pelaporan data PWS-Gizi di Puskesmas dilakukan berjalan seiring. Lokasi
Page 132
pengumpulan data PWS-gizi posyandu, puskesmas, bidan, klinik dan RB swasta.
Pencatatan dan pengumpulan data di posyandu dilakukan oleh kader dan bidan
desa. Pencatatan ASI eksklusif belum maksimal diranah posyandu, sehingga
informasi yang dihasilkan belum dapat menggambarkan keadaan sebenarnya.
Sumber data yang berasal dari poli KIA Puskesmas dan bidan, klinik dan RB
swasta mencakup beberapa indikator PWS-Gizi seperti cakupan tablet 90TTD,
vitamin A balita, prevelensi ibu hamil KEK dan ibu nifas dan prevelensi BBLR.
Dalam pelaksanaannya bidan, klinik dan RB swasta kurang koperatif dalam
menyampaikan laporan yang seharusnya kepada puskesmas.
4. Pelaksanaan penyajian data di lima puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan, dilakukan dalam bentuk tabel serta grafik menurut
tempat dan waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan program. TPG membuat
penyajian hasil PWS-Gizi mengunakan komputer yang kemudian di simpan
dalam bentuk softcopy, tabel maupun grafik dibuat dalam cakupan PWS-Gizi
per-bulannya. Analisis cakupan PWS-Gizi tingkat puskesmas dilakukan apabila
terdapat indikator yang menunjukan hasil dibawah target yang sudah ditetapkan
hal tersebut diperkuat melalui hasil wawancara, TPG puskesmas lebih sering
menganalisis hasil dari pemantauan pertumbuhan apabila terjadi penurunan
presentase dibawah target, dan untuk indikator yang lain hanya dalam rekapan
data dan penyajiannya tanpa dilakukan analisis cakupan target.
5. Penyebaran informasi yang dilakukan tingkat Puskesmas dengan mengirimkan
laporan LB3 gizi dan KIA kepada dinas kesehatan. laporan PWS-Gizi tersebut
akan di presentasikan dalam RAKORDES (Rapat Koordinasi Desa) bersama
Page 133
kader posyandu, istri lurah dan bidan desa setiap bulannya. Selain itu laporan
disampaikan pada LOKBUL (Loka Karya Bulanan) bersama kepala dan seluruh
staf di puskesmas.
5.2 Saran
1. Pelaksanaan pertemuan antara bagisan gizi dinas kesehatan dengan TPG
puskesmas dalam rangka membina dan memantau kinerja TPG puskesmas
sebaiknya dilaksanakan secara terjadwal rutin, agar kinerja TPG Puskesmas
dapat terpantau dan dapat segera dibenahi bila terdapat kekurangan bahkan
kekeliruan.
2. Untuk mengatasi kurang koperatif dan keterlambatan pengiriman laporan kepada
puskesmas, ada baiknya puskesmas ataupun melalui dinas kesehatan
memberikan teguran baik secara tertulis maupun tidak kepada bidan, klinik dan
RB swasta. Selanjutnya pemanggilan dan pembuatan kesepakatan baru agar
pihak swasta lebih koperatif dan pembuatan blangko yang seragam dari dinas
kesehatan agar pihak swasta sulit untuk berkelit lagi dalam melaporkan laporan.
3. Adanya pelatihan terhadap pencatatan, pengolahan dan pelaporan cakupan ASI
eksklusif terbaru kepada kader, bidan desa maupun TPG puskesmas.Serta
pembinaan dan pengawasan selalu dilakukan oleh dinas kesehatan agar selalu
terjaga kualitas data cakupan ASI eksklusif.
Page 134
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul. Dasar-dasar Perencanaan di Bidang Kesehatan. Badan Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Pencegahan – FKUI, Jakarta. 1996
Depkes, RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003.
Jakarta: Depkes RI. 2003
Depkes, RI. Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta : Proyek Kesehatan Keluarga dan
Gizi Depkes RI. 2002
Depkes, RI. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat – Gizi (PWS-Gizi). Jakarta:
Depkes RI. 2008
Depkes, RI. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta: Depkes RI. 2006
Depkes, RI. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Gizi. Jakarta: Depkes RI. 2005
Depkes, RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Depkes RI. 2007
Depkes, RI. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Depkes RI. 2011
Depkes, RI. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta : Depkes RI. 2009
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Laporan Tahunan Gizi. Tangerang Selatan:
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2010
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Profil Dinas Kesehatan. Tangerang Selatan:
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2010
Hatmoko. Manajemen Kesehatan. Samarinda: Universitas Mulawarman. 2006
Page 135
Trihono. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV. Agung Seto.
2005