-
LAPORAN KERJA PRAKTEK DI PT MITSUBISHI
CHEMICAL INDONESIA PET PLANT
SEKSI PROSES
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Disusun oleh :
1. ARIE BUCHARI (3335110266)
2. FIA FATHIAYASA (3335110138)
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG
TIRTAYASA
CILEGON - BANTEN
2014
-
i
LAPORAN KERJA PRAKTEK DI PT MITSUBISHI
CHEMICAL INDONESIA PET PLANT
SEKSI PROSES
HALAMAN JUDUL
Laporan Kerja Praktek ini disusun sebagai syarat kelulusan
mata kuliah Kerja Praktek dan salah satu syarat
menempuh sarjana Strata I Teknik Kimia
Universitas Sultan AgengTirtayasa
Cilegon Banten
Disusun oleh :
1. ARIE BUCHARI (3335110266)
2. FIA FATHIAYASA (3335110138)
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG
TIRTAYASA
CILEGON - BANTEN
2014
-
ii
-
iii
-
iv
PRAKATA
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat
dan
hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kerja
praktek di PT
Mitsubishi Chemical Indonesia Manufaktur 2 seksi Proses. Laporan
ini
merupakan salah satu syarat dari kelulusan mata kuliah kerja
praktek prodi teknik
kimia di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon Banten.
Laporan ini berisi
tentang informasi keteknikan dan manajemen proses secara umum
serta
implementasi teori di lapangan yang dicantumkan dalam tugas
khusus.
Pada penyusunan laporan ini penyusun mendapatkan ilmu, masukan
dan
bimbingan yang sangat berharga dari setiap pihak yang sangat
penyusun syukuri.
Dengan itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua
2. Bpk. Dr. Ing. Anton Irawan ST. MT. selaku Ketua Jurusan
Teknik Kimia
3. Ibu Dhena Ria Barleany, ST.,M.Eng. sebagai Dosen
Pembimbing
4. Ibu Deni Kartika ST. MT selaku koordinator Kerja Praktek
Jurusan Teknik
Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bpk. Rafael Sano. selaku Section Manager MFG2
6. Bpk. Ilham Mardisantoso ST. selaku Wakil Manajer Seksi
Proses
7. Bpk Ilham Mardisantoso, ST. dan Bpk Bachtiar Jacob Siahaan
sebagai
Pembimbing lapangan
8. Dan seluruh member Proses MFG2 yang tidak bisa penyusun
sebutkan
satu per satu.
Penyusun menyadari masih adanya kekurangan dalam berbagai
hal.
Semoga saja laporan ini dapat menginspirasi bahkan membantu
kepada seluruh
pihak, khususnya penyusun di bidang teknik kimia.
Cilegon, November 2014
Penyusun
-
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
................................................................................................
i
LAPORAN PENGESAHAN DRAFT LAPORAN
................................................ ii
PRAKATA
.............................................................................................................
iv
DAFTAR ISI
...........................................................................................................
v
DAFTAR TABEL
..................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR
............................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN1
1.1. Latar Belakang
.........................................................................................
1
1.2. Kerja Praktek
............................................................................................
3
1.3. Tata Letak Pabrik
.....................................................................................
5
BAB II DESKRIPSI PROSES
2.1. Polietilen tereftalat
...................................................................................
7
2.2. Proses Pembuatan Polyethylene Terephtalate
........................................ 12
BAB III ALAT PROSES DAN INSTRUMENTASI
3.1 Spesifikasi Alat Utama
...........................................................................
25
3.2 Instrumentasi
..........................................................................................
29
BAB IV UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH
4.1 Utilitas dari MFG-2 (Plant PET)
............................................................ 31
4.2 Utilitas dari MFG-1 (Plant PTA)
............................................................ 33
4.3 Utilitas dari Pihak ke-3
...........................................................................
39
4.4 Pengolahan Limbah
................................................................................
39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
.............................................................................................
42
5.2 Saran
.......................................................................................................
42
DAFTAR PUSTAKA
TUGAS KHUSUS
-
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sifat Fisik PET
..........................................................................................
8
Tabel 2. Properties PET
..........................................................................................
9
Tabel 3 Spesifikasi dan Kondisi Operasi Tahap Esterifikasi
................................ 15
Tabel 4 Kondisi Operasi pada Tahap Polikondensasi
........................................... 17
Tabel 5. Feature of NeoSK-OIL
1400...................................................................
51
Tabel 6. Hasil Perhitungan
....................................................................................
62
-
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tata Letak Pabrik
..................................................................................
5
Gambar 2. Tata Letak PET Plant PT MCCI
........................................................... 6
Gambar 3. Monomer Polyethylene Terephtalate
.................................................... 7
Gambar 4. MSP Chips
..........................................................................................
10
Gambar 5. SSP Chips
............................................................................................
10
Gambar 6. Diagram Alir Polyethilene Terephtalate
............................................. 13
Gambar 7. Diagram Alir Proses SK Boiler
.......................................................... 47
Gambar 8. SK Boiler ( thermal oil heater )
........................................................... 48
Gambar 9. MSP line SK
........................................................................................
52
Gambar 10. SSP line SK
.......................................................................................
55
Gambar 11. Diagram Alir
Kerja............................................................................
60
Gambar 12. Pengaruh Massa SK terhadap penurunan suhu
................................. 64
-
Bab I
Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Latar Belakang Perusahaan
PT. Mitsubishi Chemical Indonesia awalnya bernama PT Bakrie
Kasei Corporation dan telah berdiri sejak tanggal 4 Maret
1991.
Perusahaan ini didirikan oleh Mitsubishi Kasei Corporation,
perusahaan
kimia paling utama di Jepang dan PT Bakrie & Brothers,
perusahaan
terkemuka di Indonesia dari kelompok usaha Bakrie. Pada bulan
Januari
1992, Internasional Finance Corporation (IFC), suatu sektor
swasta dari
grup Bank Dunia dan Japan Asia Investment Co. Ltd. (JAIC)
telah
berpartisipasi dalam perusahaan patungan ini dengan pembagian
saham
sebagai berikut :
1. Mitsubishi Kasei Corporation 51%
2. PT Bakrie & Brothers 20%
3. International Finance Corporation 10%
4. Japan Asia Investment Co. Ltd 19%
PT. Mitsubishi Chemical Indonesia telah memulai konstruksi
fasilitas produksi PTA No.1 di Merak, Banten pada bulan April
1991
dengan biaya konstruksi sebesar US$ 330 Juta dan berjalan dengan
lancar.
Dengan selesainya pematangan tanah pada bulan Juli 1992 dengan
luas
area tanah 34.6 hektar, segera dilaksanakan pekerjaan konstruksi
bangunan
pabrik. Peralatan utama telah dikirim dan dipasang di Merak pada
akhir
tahun 1992. Pemasangan mesin-mesin selesai pada bulan November
1993,
dua bulan lebih awal dari waktu yang direncanakan.
Sejak Januari 1994, PT. MCCI Plant No.1 telah memasok secara
berkesinambungan kepada para pelanggannya (dengan menghasilkan
PTA
250.000 ton/tahun). Saat itu Indonesia dapat mengurangi
ketergantungan
impor PTA sebagai bahan baku industri polyester.
-
2
Bab I
Pendahuluan
Industri polyester Indonesia dapat menikmati pasokan PTA
yang
bermutu dan berkesinambungan dari PT MCCI. Untuk memenuhi
kebutuhan industri polyester Indonesia yang sangat pesat, PT
MCCI telah
membangun fasilitas produksi N0.2 yang berproduksi secara
komersial
pada bulan Juli 1996 dan membuat sebuah penyatuan dengan PET
resin
Plant dengan kapasitas 60,000 ton/tahun dimana plant tersebut
beroperasi
pada tahun 1995. Total kapasitas produksi dari TPA sebanyak
640,000
ton/tahun sampai akhir tahun 2000.
Pada bulan Januari tahun 1996, PT MCCI telah berhasil
mendapatkan sertifikat ISO 9002, yaitu sistem jaminan mutu
dalam
produksi dan instalasi. Kemudian pada tahun 2003, PT MCCI
mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 yang merupakan seri
standar
internasional untuk sistem manajemen mutu atau jaminan mutu.
Pada tahun 2001 pemegang saham mengalami perubahan, sebagian
besar dipegang oleh Mitsubishi Chemical Corporation. Maka pada
tahun
tersebut, nama perusahaan diganti dari PT. Bakrie Kasei
Corporation
menjadi PT. Mitsubishi Chemical Indonesia (PT MCCI). Berikut
adalah
nama pemegang saham di PT MCCI :
1. Mitsubishi Chemical Corporation 83.3%
2. Japan Asia Investment Co. Ltd 16.7%
1.1.2. Profil Perusahaan
Nama : PT. Mitsubishi Chemical Indonesia
Alamat : Jakarta Head Office (JHO)
Setiabudi Atrium, Suite 710
Jl. H.R. Rasuna Said, Jakarta 12920
Telp : 021-5207699, 512493
Fax : 021-563961
Factory at Merak (FAM)
Jl. Raya Merak, Desa Gerem, Kec. Grogol
Kota Cilegon, Banten
-
3
Bab I
Pendahuluan
Telp : 0254-571330
Fax : 0254-71352-55
Tanggal didirikan : 4 Maret 1991
Bidang Usaha : Purified Terephtalic Acid (TPA), dan
Polyethylene Terephtalate (PET)
Kapasitas Produksi : PTA : 640,000 ton/tahun
PET : 60,000 ton/tahun
Investasi Total : US$ 146.3 Juta
Pemegang Saham : Mitsubishi Chemical Corporation, dan
Japan Asia Investment Co. Ltd
Mulai Beroperasi : PTA 1 : Januari 1994
PTA 2 : Juli 1996
PET : 1995
Total Pegawai : 338 orang
1.2. Kerja Praktek
1.2.1. Tujuan Kerja Praktek
Tujuan yang hendak dicapai dalam kerja praktek ini adalah :
1. Memperoleh gambaran nyata tentang proses kimia secara
langsung
dalam mengoperasikan suatu sarana produksi.
2. Mendapatkan gambaran nyata tentang organisasi kerja dan
penerapannya dalam upaya mengoperasikan suatu sarana
produksi
atau pembangunan, termasuk pengenalan terhadap berbagai
praktek
pengelolaan dan peraturan-peraturan kerja.
3. Memahami teori yang diperoleh dari perkuliahan untuk
melakukan
analisa jalannya proses yang ada di dalam kegiatan
pengoperasian
sarana produksi.
4. Memahami pentingnya efisiensi dalam suatu proses
produksi.
-
4
Bab I
Pendahuluan
1.2.2. Ruang Lingkup Kerja Praktek
Area kerja praktek adalah PET Plant yang meliputi feed
preparation area (katalis), msp product, cutter room, ssp
product,
packaging dan bagging area di PT Mitsubishi Chemical
Indonesia.
1.2.3. Waktu dan Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja praktek dilaksanakan di PT Mitsubishi Chemical
Indonesia
pada tanggal 16 Oktober 14 November 2014. Kegiatan dimulai
pukul
08.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB dengan istirahat 1
jam
pada pukul 12.00-13.00 WIB untuk hari Senin-Kamis dan pukul
11.45-
12.45 WIB pada hari Jumat.
1.2.4. Bidang Kegiatan
PT MCCI merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
petrokimia. Di pabrik Merak PT MCCI memiliki beberapa plant
yaitu
CTA plant, PTA plant dan PET resin plant yang masing-masing
memiliki
line persiapan feed, line proses utama, line purifikasi, line
utilitas, line
pengolahan limbah (padat, cair dan gas) serta line pengemasan
produk.
Dalam pelaksanaan kerja praktek karena keterbatasan waktu
maka
dititikberatkan pada line proses PET yang memproduksi MSP dan
SSP.
MSP digunakan sebagai bahan pembuatan plate panel display
sedangkan
SSP digunakan sebagai bahan pembuatan botol plastik minuman
ringan,
air mineral dan lain-lain.
1.2.5. Teknik Pengumpulan Data
Selama melakukan kerja praktek, teknik pengumpulan data yang
dilakukan adalah :
1. Observasi
Dalam observasi, kegiatan utama berupa pengamatan langsung
di
lapangan tentang kegiatan proses pembuatan PET.
-
5
Bab I
Pendahuluan
2. Study Pustaka
Study pustaka dilakukan dengan cara mempelajari PFD dan
berbagai
dokumen PT Mitsubishi Chemical Indonesia yang diberikan oleh
pembimbing lapangan.
3. Tanya jawab/konsultasi
Tanya jawab atau konsultasi dilakukan untuk memecahkan
masalah
yang dihadapi, Pemecahan masalah tersebut dilakukan dengan
pembimbing atau karyawan pabrik.
1.3. Tata Letak Pabrik
PT Mitsubishi Chemical Indonesia berlokasi di Jalan Raya Merak
Km 117
Desa Gerem, kecamatan Grogol, kota Cilegon, provinsi Banten.
Selain PT
Mitsubishi Chemical Indonesia terdapat pula industri petrokimia
lainnya, seperti
PT. Asahimas Chemical, PT Polypet Karya Persada dan PT
Polychem,Tbk. Peta
lokasi PT Mitsubishi Chemical Indonesia dapat dilihat pada
gambar 1.1.
Gambar 1. Tata Letak Pabrik
PT Mitsubishi Chemical Indonesia dibangun di atas lahan seluas
34,6 ha.
Area tanah yang terletak di tepi pantai sangat menguntungkan
karena dengan
-
6
Bab I
Pendahuluan
demikian pabrik dapat memiliki dermaga sendiri sehingga
pengurusan kedatangan
bahan baku serta pemberangkatan produk dengan kapal laut menjadi
lebih mudah.
Dasar pemilihan lokasi pabrik PT Mitsubishi Chemical Indonesia
adalah
sebagai berikut:
1.Merak merupakan wilayah kawasan industri Cilegon yang
ditetapkan oleh
pemerintah.
2.Lokasi pabrik tidak terlalu jauh dari kantor pusat (head
office) sehingga
memudahkan koordinasi.
3.Posisi yang dekat dengan laut sehingga memudahkan transportasi
bahan
baku (suplai bahan baku dan bahan penunjang menggunakan alat
transportasi laut) dan produk serta dapat memanfaatkan air laut
dalam
sistem utilitas.
4.Memudahkan distribusi dan pemasaran produk baik produk utama
maupun
produk samping karena letak pabrik berdekatan dengan
pabrik-pabrik
petrokimia hilir yang membutuhkan bahan baku dari PT
Mitsubishi
Chemical Indonesia (MCCI).
Gambar 2. Tata Letak PET Plant PT MCCI
-
Bab II
Deskripsi Proses
BAB II
DESKRIPSI PROSES
2.1. Polietilen tereftalat
Polyethylene terephthalate biasa disingkat PET atau PETE
adalah
termoplastik polimer resin dari poliester dan digunakan dalam
serat sintetis,
wadah minuman, makanan dan juga sebagai kombinasi dalam
pembuatan serat
kaca.
Produksi PET dunia adalah untuk serat sintetis lebih dari 60%,
sedangkan
untuk produksi botol sekitar 30% dari permintaan global. Dalam
konteks aplikasi
tekstil, PET biasa disebut poliester sedangkan singkatan PET
umumnya
digunakan dalam hubungannya dengan kemasan. Polyester diproduksi
sampai
sekitar 18% dari polimer dunia dan merupakan polimer ketiga yang
paling
diproduksi setelah polyethylene (PE) dan polypropylene (PP).
PET terdiri dari dipolimerisasi unit etilena tereftalat monomer,
dengan
mengulangi C 10 H 8 O 4. PET umumnya didaur ulang, dan memiliki
nomor 1
sebagai simbol daur ulang.
Gambar 3. Monomer Polyethylene Terephtalate
2.1.1. Sejarah dan Penggunaan PET
PET telah dipatenkan pada tahun 1941 oleh John Rex
Whinfield,
James Dickson Tennant dan Printers Calico 'Association of
Manchester.
Botol PET telah dipatenkan pada tahun 1973 oleh Nathaniel
Wyeth.
Industri PET kemudian berkembang dengan pesat karena
karekteristik dan sifat PET yang lebih menguntungkan jika
dibandingkan
dengan polimer lainnya seperti polyethylene (PE), polypropilen
(PP),
-
8
Bab II
Deskripsi Proses
polyvinyl klorida (PVC) dan polytetra floro ethylene (PTFE),
yaitu dalam
hal :
1. Kekerasan
2. Kekuatan mekanik dan ketangguhan.
3. Stabilitas kimiawi pada suhu ruang.
4. Transparansi.
5. Permeabilitas yang rendah terhadap gas.
6. Kemudahan untuk dicetak dengan injection molding dan blow
molding.
Botol plastik yang terbuat dari PET banyak digunakan untuk
minuman ringan, misalnya yang berkarbonasi. Untuk botol
khusus
tertentu, seperti wadah sandwich, PET ditambahkan alkohol
polivinil
untuk mengurangi oksigen permeabilitas.
PET fiber digunakan dalam industry pakaian, PET film
digunakan
dalam industry fotografi, elektronika dan film magnetic (kaset,
disket dan
lain-lain).
2.1.2. Data Properties PET
Tabel 1. Sifat Fisik PET
Properti
Molekul Rumus (C 10 H 8 O 4) n
Massa molar variabel
Kepadatan1.38 g / cm
3 (20 C), amorf : 1,370 g / cm
3,
kristal tunggal : 1,455 g / cm 3
Titik lebur > C C250, 260 C
Titik didih > C C350 (decomp.)
Kelarutan dalam
air praktis tidak larut
Thermal
konduktivitas 0.15 ke 0.24 W m
-1 K
-1
-
9
Bab II
Deskripsi Proses
Indeks bias (n D) 1.57-1.58, 1.5750
Kapasitas panas
spesifik , C 1.0 kJ / (kg K)
Terkait Monomer Asam Tereftalat Etilena glikol
Tabel 2. Properties PET
Berdasarkan struktur rantainya PET terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu
amorf dan kristal. PET amorf di PT. Mitsubishi Chemical
Indonesia disebut
MSP atau Melt State Polycondensation atau produk PET yang
terpolikondensasi dalam keadaan lelehan. MSP chips yang lebih
transparan
yang terpegaruhi oleh struktur rantai yang berupa cabang
PET
Young modulus (E) 2800 3100 Mpa
Kekuatan tarik ( t) 55 75 Mpa
Elastis batas 50 150 %
notch uji 3.6 kJ / m2
Kaca suhu transisi (Tg) 67 81 C
Vicat B 170 C
Koefisien ekspansi linear
() 7 x 10
-5 K
Penyerapan air (ASTM) 0.16
-
10
Bab II
Deskripsi Proses
.
Gambar 4. MSP Chips
Produk kristal di PT. Mitsubishi Chemical Indonesia disebut
dengan SSP atau Solid State Polycondensation. Produk ini
merupakan
hasil dari proses kristalisasi dan polikondensasi dalam bentuk
padatan.
SSP adalah produk lanjutan dari produk intermediet dalam hal ini
adalah
MSP. Secara fisik SSP memiliki warna putih dan tidak
memiliki
transparansi. Hal tersebut dikarenakan struktur rantai SSP yang
berupa
kristal.
Gambar 5. SSP Chips
2.1.2.1. Viskositas Intrinsik
Salah satu karakteristik yang paling penting dari PET
disebut sebagai viskositas intrinsik (IV).
Viskositas intrinsik dari materi, ditemukan oleh
ekstrapolasi
ke nol konsentrasi viskositas relatif terhadap konsentrasi
yang
-
11
Bab II
Deskripsi Proses
diukur dalam deciliters per gram (d / g). Viskositas
intrinsik
tergantung pada panjang rantai polimernya namun tidak
memiliki
satuan karena sedang diekstrapolasikan ke nol konsentrasi.
Semakin lama rantai polimer yang lebih keterlibatan antara
rantai
dan karena itu lebih tinggi viskositas. Panjang rantai rata-rata
batch
tertentu resin dapat dikontrol selama polikondensasi.
Rentang viskositas intrinsik PET :
1. Serat kelas
0,40-0,70 Tekstil
0,72-0,98 Teknis, ban kabel
2. Film kelas
0,60-0,70 BOPET (PET film biaxially oriented)
0,70-1,00 Lembar kelas untuk thermoforming
3. Botol kelas
0,70-0,78 Air botol (datar)
0,78-0,85 berkarbonasi minuman ringan kelas
4. Monofilamen , rekayasa plastik
1,00-2,00
2.1.3 Kopolimer
PT Mitsubishi Chemical Indonesia memproduksi produk PET
berupa MSP dan SSP dalam bentuk kopolimer, yaitu penambahan
zat
polimer dengan sebagian dari struktur bukan merupakan monomer
yang
sama, melainkan isomer dari monomer atau rantai utama.
Pemberian
kopolimer bertujuan meningkatkan properti fisik maupun secara
kimia dari
produk. Ada dua bahan utama yang digunakan untuk membuat isomer
dari
monomernya yaitu dietilenaglikol (DEG) dan iso-asam pthalik
(IPA).
-
12
Bab II
Deskripsi Proses
2.2. Proses Pembuatan Polyethylene Terephtalate
Polyethylene Terephtalate dihasilkan dari reaksi esterifikasi
dan
polikondensasi dengan menggunakan aditif Asam Phospat (H3PO4)
dan aditif
Antimony (Sb2O3). Pada PT Mitsubishi Chemical Indonesia, PET
terbagi atas
dua tahapan proses yaitu MSP (Melt State Polycondensation) dan
SSP (Solid State
Polycondensation). Gambar 7 merupakan diagram alir pembuatan
Polyethylene
Terephtalate.
-
13
Bab II
Deskripsi Proses
Gambar 6. Diagram Alir Polyethilene Terephtalate
Pada pembuatan MSP terdapat beberapa tahap, yaitu tahap
preparasi
katalis, tahap pencampuran, tahap esterifikasi, tahap
polikondensasi, terakhir
tahap pelletizing sehingga terbentuklah produk MSP. Berikut
penjelasan dari
setiap tahap tersebut :
1.2.1. Tahap Preparasi Katalis
Katalis (Sb203 : Antimon Trioksida) disiapakan dan
dilarutkan
dalam EG ( Ethylene Glycol ). Katalis ditambahkan pada line
bottom R-
130 untuk mempromosikan reaksi polikondensasi (Bejana untuk
persiapan
dan penyimpanan katalis untuk diumpankan ke proses dipasang
secara
terpisah. EG dengan temperature 18 oC dari T-310 (New EG
Tank)
discharge ke N-150 (Catalyst preparation Vessel). Setelah EG
charging
selesai. Katalis didalam bag dengan jumlah tertentu di-charge
kedalam N-
150 melalui Catalyst Feed Hopper Z-150. Katalis dan EG
dipanaskan
sampai 165 oC, setelah itu temperturnya dijaga pada 160 oC
untuk
melarutkan katalis dengan sempurna. Kemudian larutan
disirkulasikan
dengan menggunakan P-155 (N-150 Transfer pump) dan
temperature
larutan didinginkan sampai 100 oC oleh E-156 (Catalyst Cooler)
yang
menggunakan cooling water sebagai media pendingin. Katalis yang
sudah
siap kemudian di ditransfer ke T-158 (Catalyst Tank).
Kristalisasi
-
14
Bab II
Deskripsi Proses
1.2.2. Tahap Persiapan Additive
P-ADD (H3PO4 : Asam Fosfat) disiapkan dan EG dari T-310 di
charging ke top N-160 (P-ADD Preparation Vessel). Setelah EG di
charge,
kemudian P-ADD (cairan) dengan jumlah tertentu di charge dari
top N-
160. Campuran EG dan P-ADD dilakukan pengadukan hingga
homogen.
Larutan dari N-160 ditransfer ke T-167 (P-ADD Tank) sampai
levelnya
sama dengan N-160 dengan cara gravitasi. Persiapan Additive
adalah
sistim opersai batch, sedangkan feeding ke N-110 adalah operasi
kontinyu.
EG dari T-130 di-charge ke top N-180 (Co-ADD preparation
Vessel). Cobalt Additive di dalam bag dengan jumlah tertentu di
charge
kedalam N-180. Co-ADD dengan EG didalam N-180 dilakukan
pengadukan. Larutan yang telah disiapkan di N-180 ditransfer ke
T-187
(Co-ADD Tank).
DEG ditambahkan untuk mengatur derajat polimerisasi DEG
didalam produk PET. DEG disuplai dari T-170 (New DEG Tank) ke
T-
171 (DEG Measuring Tank) atau ke N-172 (DEG Preparation
Vessel)
kemudian diumpankan ke reaktor R-130.
1.2.3. Tahap Pencampuran
Pada tahap pencampuran, alat yang digunakan yaitu vessel
atau
bejana yang berpengaduk. Bejana ini menyiapkan campuran slurry
dari
EG dan TPA/IPA untuk umpan ke seksi reaksi esterifikasi. Bejana
ini
dioperasikan dengan waktu tinggal (retention time) 1.5 jam,
temperatur
dijaga 40-65 oC dan tekanan atmosfer, dimana EG dan TPA/IPA
dicampur
menjadi slurry dengan pengadukan. Dalam tahap ini tidak terjadi
reaksi,
hanya ada proses pengadukan.
Slurry molar rasio EG dengan TPA+IPA sangat penting
dikontrol
sesuai dengan target yang telah ditentukan untuk menstabilkan
reaksi
esterifikasi. Rasio perbandingan EG dengan TPA tersebut adalah
1.4
mol%. Untuk mencapai target ini, pada keluaran bejana (vessel)
dipasang
slurry density meter pada perpipaan dimana line circulation
hanya untuk
-
15
Bab II
Deskripsi Proses
density meter tersebut serta dilengkapi dengan suatu sistem
kontrol
sehingga density meter menunjukaan nilai yang konstan.
Slurry molar ratio atau slurry density dikontrol oleh DC-111
yang
mengatur jumlah penambahan TPA dan IPA. Untuk mengatur
slurry
density, slurry di N-110 di sirkulasi dengan menggunakan P-115.
Pada N-
110 ada suatu reaktor control, yaitu LC-111 yang berhubungan
dengan
FC-111 untuk menjaga level tetap konstan. Level yang
berfluktuasi dapat
mempengaruhi slurry density dan reaksi esterifikasi. Pada seksi
ini
dilakukan penambahan additive phospat untuk menjaga stabilitas
panas.
1.2.4. Tahap Esterifikasi
Tahap ini merupakan tahap untuk mereaksikan TPA dengan EG
menjadi oligomer (senyawa yang terdiri dari dua atau tiga
monomer) yaitu
terephtalate dan sebagai produk sampingnya adalah air.
Terephtalic Acid + Etilen Glikol Etilena Terephtalate +
Water
Pada tahap ini terdapat 2 reaktor yang merupakan tempat
berlangsungnya reaksi esterifikasi, yaitu R-120 (reaktor
esterifikasi
pertama) dan R-130 (reaktor esterifikasi kedua). Spesifikasi dan
kondisi
operasi untuk masing-masing tahap dapat dilihat pada table
3.
Tabel 3 Spesifikasi dan Kondisi Operasi Tahap Esterifikasi
Parameter R-120 R-130
Rasio outlet (%) 85 95
Volume (m3) 46.2 15.7
Waktu tinggal (jam) 5 - 6 1 - 2
Temperatur reaksi (oC) 265 260
Tekanan reaksi (kg/cm2G) 1.85 0.05
-
16
Bab II
Deskripsi Proses
Slurry dari bejana (N-110) diumpankan ke reaktor
esterifikasi
pertama (R-120) kemudian dipanaskan dengan thermo oil sebagai
media
pemanas yang mengalir didalam koil yang berada di bagian dalam
R-120.
Slurry juga panaskan oleh sk-oil yang mengalir didalam jaket
yang terletak
pada bagian luar R-120. Di dalam R-120, TPA dan EG bereaksi
menjadi
oligomer pada temperatur 265 oC dan tekanan 1.78 kg/cm3. Pada
kondisi
tersebut, EG yang berlebih akan menguap bersama-sama dengan air
(H2O)
dan kemudian akan dikirim ke tahap destilasi untuk memisahkan EG
dan
air tersebut.
Selanjutnya, slurry dari R-120 dikirim ke reaktor esterifikasi
kedua
(R-130) berdasarkan gaya gravitasi dan perbedaan tekanan dalam
kedua
reaktor (tekanan di R-130 lebih vakum dari pada tekanan di
R-120). Pada
reaktor ini, TPA yang tidak bereaksi dikonversi lagi menjadi
oligomer
dengan menambahkan EG. TPA dan EG bereaksi menjadi oligomer
pada
temperatur 260 oC dan tekanan 0.05 kg/cm2. Selain EG, pada
reaktor R-
130 juga ditambahkan aditif yaitu kobalt asetat
[Co(CH3COO)2.H2O]
untuk memperbaiki color-b value. Pada pipa antara R-130 dengan
reaktor
polikondensasi pertama (R-200) ditambahkan katalis
antimonyoksida
(Sb2O3) dan Diethylene Glycol dari T-171 (DEG Measuring Tank)
untuk
menurunkan crystallinty dan titik leleh, dan untuk memperbaiki
clarity.
1.2.5. Tahap Polikondensasi
Pada tahap ini terjadi reaksi polikondensasi yang merupakan
tahap
peningkatan derajat polimerisasi. Pada tahap ini terdapat tiga
reaktor
polikondensasi, table 4 berikut merupakan kondisi operasi
masing-masing
reaktor.
-
17
Bab II
Deskripsi Proses
Tabel 4 Kondisi Operasi pada Tahap Polikondensasi
Parameter R-200 R-210 R-220
Waktu tinggal (jam) 1.5 1.5 1.5
Temperatur reaksi (oC) 275 275 275
Tekanan reaksi (torr) 20 3 1
Derajat polimerisasi outlet 15 55 97
Reaksi polimerisasi pada langkah ini adalah :
HOCH2CH2OOC-C6H4-COOCH2CH2OH HO-(CH2CH2OOC-C6H4-COO)n-CH2CH2OH +
HO-CH2CH2-OH
BIS(2-HYDROXYETHYL)TEREPHTALATE POLYETHYLENE TEREPHTALATE
ETHYLENEGLYCOL
Setiap perpindahan reaktor, maka tekanan akan semakin
berkurang
yang menandakan kondisi reaktor semakin vakum. Hal tersebut
bertujuan
untuk menaikan derajat polimerisasi. (M.A. Cowd, 1991)
Fungsi dari reaktor polikondensasi yang pertama (R-200),
kedua
(R-210) dan ketiga (R-220) adalah untuk melakukan reaksi
polikondensasi
pada kondisi melt state. Hal yang perlu diperhatikan pada tahap
ini adalah
level polimer. Menjaga level polimer sangat penting karena dapat
memberi
pengaruh pada kualitas produk. Reaksi polikondensasi terjadi
pada
temperatur tinggi.
Hasil samping pada tahap ini adalah EG, dimana EG tersebut
harus
dipisahkan karena memberi pengaruh terhadap kecepatan reaksi
polikondensasi. Terlalu banyak EG di dalam reaktor
menyebabkan
kecepatan reaksi polikondensasi menjadi lambat karena
kesetimbangan
reaksi bergeser ke kiri. Untuk memisahkan EG dari sistem dan
untuk
membuat kondisi vakum, maka steam ejector unit dipasang pada
sistem
ini. Uap EG dihisap dengan steam ejector melalui peralatan
wet
condenser. Di dalam wet condenser, uap EG akan di-scrub
dengan
sirkulasi EG. Penting untuk menjaga temperatur di sistem wet
condenser,
sebab jika temperatur menjadi sangat tinggi proses scrubbing
terhadap uap
-
18
Bab II
Deskripsi Proses
EG tidak sempurna dan tekanan di R-220 tidak dapat dipertahankan
pada
standar value (SV). Bila temperatur menjadi sangat rendah,
mungkin
blocking terjadi pada line sirkulasi EG. Pipa pada wet condenser
juga perlu
diperhatikan, sebab blocking mudah terjadi pada line ini.
Lalu polimer akan dikirim ke tahap cutter dengan menggunakan
gear pump. Sebelum dikirim ke tahap cutter, polimer difiltrasi
terlebih
dahulu dengan polimer filter untuk memisahkan zat asing yang
ada
didalam polimer tersebut. Partikel yang memiliki ukuran lebih
besar dari
20 mikron akan terpisah. Setelah melewati polimer filter,
polimer akan
mengalir melewati viscosity meter untuk mengontrol viskositas
dari
polimer. Hal yang perlu diperhatikan adalah tekanan, bila
tekanan terlalu
tinggi maka pompa akan berhenti karena interlock untuk
melindungi
pompa tersebut.
1.2.6. Chips Cutter
Fungsi dari unit ini adalah untuk menghasilkan PET chips
dengan
memotong PET polimer. Sistem ini dikenal dengan hot cutter
system,
sebab polimer dipotong dalam keadaan panas. Terdapat 2 alat
cutter dan
dalam keadaan normal operasi, 1 unit beroperasi dan yang 1 lagi
dalam
keadaan stand-by.
PET polimer mengalir melalui die head yang mempunyai die
hole
dan menjadi polimer strand sesuai dengan jumlah die hole.
Polimer strand
kemudian mengalir ke cutter. Di peralatan ini polimer strand
didinginkan
dengan menggunakan WQ. WQ disuplai di tiga tempat di peralatan
cutter.
Pertama : WQ mengalir secara over flow dibagian atas cutter
yang
disebut start up gate fungsinya untuk menjaga agar polimer
berada pada posisinya, tidak menempel satu sama lain. Laju
alir WQ 5.2 ton/h.
Kedua : WQ disemprotkan untuk mendinginkan polimer strand
dibagian tengah cutter juga dimaksudkan sebagai penahan,
-
19
Bab II
Deskripsi Proses
agar polimer tetap berada pada jalurnya. Laju alir WQ 5.2
ton/h.
Ketiga : WQ mengalir sebagai alat transportasi chip dibagian
bawah cutter untuk membawa chip ke tahap pengeringan.
Laju alir WQ 20 ton/h.
WQ setelah digunakan dikirim ke tahap pendingin dan
sirkulasi
kembali. Dalam kondisi operasi normal, kontrol akan
menghitung
kebutuhan kecepatan putaran dari cutter untuk mengontrol
kecepatan
putaran cutter. Jika ada masalah pada peralatan ini, start up
gate secara
otomatis akan berubah ke sisi die blow, dan polimer strand
mengalir tidak
ke cutter tetapi ke sisi die blow.
Dalam normal operasi dimensi dari chip sebagai berikut :
1. Long die a : 3.6 mm
2. Short die b : 1.9 mm
3. Length l : 3.4 mm
Setelah tahap pemotongan, chip dikirim ke pengering dengan
menggunakan WQ. Fungsi dari pengering ini adalah untuk
menghilangkan
kandungan air pada chip sampai 0.3%wt atau kurang. Sebab
jika
kandungan uap air dalam chip terlalu tinggi, beberapa masalah
dapat
terjadi di conveying system atau pada silo (T-500). Proses
pengeringan
menggunakan blower, dimana blower tersebut menghisap udara
lingkungan sekitar yang kemudian digunakan untuk mengeringkan
chip.
Penting untuk memperhatikan suara yang tidak normal, getaran,
atau inner
pressure dan suction filter dari blower untuk mencegah
timbulnya
masalah.
Setelah tahap pengeringan, chip akan dikirim ke vibrating
screen
untuk memisahkan chip yang memiki bentuk atau ukuran
abnormal
(terlalu kecil atau terlalu besar). Chip yang bentuknya sesuai
dengan
-
20
Bab II
Deskripsi Proses
standar dikirim ke intermediate silo dengan menggunakan
pneumatic
conveying system.
1.2.7. Moisture Conditioning
Fasilitas ini dipasang untuk memenuhi target kandungan uap
(moisture) 0.4 %wt. Moisture conditioning dilakukan didalam
intermediate sillo dengan tujuan untuk melepaskan acetaldehyde
(AA)
dalam chip karena akan mempengaruhi rasa atau bau isi dari
produk botol.
Untuk mengurangi kandungan AA secara efektif, sebagian steam
disuplai ke fasilitas ini sebelum dilakukan proses lebih lanjut
di SSP.
Fasilitas ini dilengkapi dengan fan sirkulasi dan penyuplaian
steam. Air
Proses (AP) dan steam disirkulasi ke fasilitas ini dan
didinginkan oleh
heat exchanger sampai 50 0C sebelum dikirim ke intermediate
sillo.
Chip dari seksi MSP ditransfer ke sillo intermediate.
Pemasangan
intermediate sillo adalah untuk keberlangsungan operasi SSP
dan
mengurangi kerusakan saat trouble atau shut down proses MSP.
Sillo ini
juga berfungsi untuk memberikan waktu analisa sebelum feeding ke
seksi
SSP. Ada 4 buah intermediate sillo yang masing-masing
mempunyai
fungsi untuk penyimpanan, penerimaan, charging, dan sillo
cadangan.
Operasi keempat sillo bergantian setiap 12 jam sehingga waktu
untuk
moisture conditioning adalah 24 jam. Moisture conditioning
dilakukan di
intermediate sillo dengan tujuan untuk melepaskan acetaldehyde
(AA)
yang merupakan produk samping pada proses MSP.
Chip dari intermediate sillo ditransfer ke seksi SSP oleh
conveying
system. Laju alir chip diatur oleh kecepatan rotary valve. Dalam
operasi
normal, chip dikirim ke T-400. Tetapi jika berdasarkan analisa
pada
intermediate sillo hasilnya out of specification, maka pellet
dikirim ke area
bagging.
Pada pembuatan SSP melalui beberapa tahap, yaitu tahap
kristalisasi, tahap pengeringan, tahap pemanasan dan terakhir
tahap
-
21
Bab II
Deskripsi Proses
pengepakan sehingga didapat main product berupa SSP. Berikut
penjelasan dari setiap tahap proses.
1.2.8. Tahap Kristalisasi
Fungsi utama dari tahap ini adalah untuk proses kristalisasi
dari
produk chip MSP (Melt State Polycondensation). Secara umum,
gerakan
thermal rantai molekul di dalam resin PET aktif pada temperatur
70-100
oC. Pada temperatur tersebut penyusunan kembali rantai
molekul
menyebabkan permukaan chip menjadi lengket (titik transisi glass
60 oC),
sehingga perlu memanaskan chip sampai temperatur spesifik 160
oC
dalam waktu yang singkat untuk proses kristalisasi dan
mencegah
penggumpalan.
Tahap ini terdiri dari hopper penyuplai chip MSP yang
mempunyai
fungsi untuk keberlangsungan proses berikutnya, sistem sirkulasi
thermo
oil yang berfungsi sebagai media pemanas untuk kristalisasi dan
sistem
sirkulasi nitrogen untuk melepaskan uap air dan menjaga
kondisi
temperatur. Tekanan nitrogen diatur secara manual dengan membuka
atau
menutup manual valve pada line outlet sirkulasi nitrogen.
Setelah tahap
kristalisasi, chip akan dikirim ke tahap pengeringan.
1.2.9. Tahap Pengeringan
Tahap ini terbagi menjadi unit hopper dryer (pengering)
pengeringan dan sistem sirkulasi nitrogen (GNR). Fasilitas
hopper dryer
menyediakan proses chip dan dua unit sistem sirkulasi nitrogen,
unit
pertama adalah sirkulasi GNR untuk pneumatic conveying chip
system dari
outlet hopper dryer dan unit kedua adalah sirkulasi GNR
untuk
melepaskan kandungan uap (moisture) atau acetaldehyde (AA) dari
chip.
Kondisi temperatur di dalam hopper adalah 160 oC dan
retention
time maksimum 4 jam. Jika retention time kurang dari 3.5 jam
kemampuan
pengeringan dan deacetaldehyde menjadi tidak efektif.
-
22
Bab II
Deskripsi Proses
1.2.10. Tahap Pemanasan (Pre-Heater)
Tujuan dari pemanasan adalah untuk memanaskan chip sampai
temperatur reaksi polikondensasi fasa padat (SSP) pada proses
berikutnya,
untuk proses polimerisasi dan mencegah penggumpalan dalam
hopper
reaktor polikondensasi. Temperatur pre-heater pertama (K-430)
dinaikan
sampai temperatur polikondensasi +10 oC (sekitar 220 oC)
untuk
mengkristalkan chip secara sempurna dan diturunkan sampai
temperatur
reaksi (sekitar 210 oC) dalam pre-heater kedua (K-435).
Tahap ini terdiri dari torus disk preheater, sistem sirkulasi
GNR,
sistem purging nitrogen, dan sirkulasi thermo oil. Thermo oil
dipompakan
dan disirkulasikan melalui jaket dan poros cakram (torus disk
shaft).
Sirkulasi GNR datang dari solid state hopper reaktor untuk
melepaskan
serbuk halus, uap, dan acetaldehyde.
Dalam operasi normal, chip dikirim dari hopper penerima chip
dengan rotary valve ke torus disk pre-heater pertama.
Didalamnya, chip
dipanaskan sampai 220 oC dengan sirkulasi thermo oil yang
terdapat pada
jaket dan agitator.
Chips ditransfer oleh perputaran paddle dan overflow melalui
slide
gate yang bukaannya diatur untuk menjaga waktu tinggal dari
chip. Pada
kedua ujung poros agitatornya dipasang nozzle dari shaft screw
untuk
mengeluarkan serbuk halus. Serbuk halus yang terkumpul di
sekitar shaft
screw dikeluarkan secara periodik dari nozzle. Pengeluaran
serbuk halus
ini sangat penting untuk mencegah kontaminasi chip pada
proses
berikutnya.
Sama seperti pre-heater pertama, serbuk halus dari shaft
screw
dikeluarkan melalui nozzle pada kedua ujung proses agitator
untuk
mencegah kontaminasi serbuk pada proses berikutnya. Secara
umum,
sistem pre-heater kedua hampir sama dengan pre-heater pertama,
tetapi
fungsi utama dari kedua unit tersebut berbeda.
-
23
Bab II
Deskripsi Proses
Untuk mengatur temperatur yang lebih rendah, digunakan pre-
heater K-435. Temperatur chip diturunkan sampai temperatur
reaksi (210
oC) didalam K-435 untuk reaksi polikondensasi di dalam reaktor
SSP.
Unit ini terdiri dari sistem sirkulasi GNR yang berfungsi
melepaskan serbuk halus dan uap, sistem purging GNR untuk
melepaskan
serbuk halus ke luar K-435 dan sistem sirkulasi thermo oil untuk
disk dan
jaket yang berfungsi untuk menjaga dan mengontrol temperatur di
dalam
K-435.
Chip overflow dari K-435 ke K-435. Temperatur chip
diturunkan
dari 220 oC menjadi 210 oC dengan mengatur laju alir thermo oil.
Chip
ditransfer oleh rotasi beberapa paddle dan overflow ke reaktor
melalui
slide gate. Waktu tinggal (retention time) dari chip diatur oleh
derajat
bukaan slide gate.
1.2.11. Tahap Polikondensasi (R-440)
Tahap ini terdiri dari reaktor polikondensasi dan sistem
sirkulasi
GNR. Fungsi tahap ini adalah mengatur derajat polimerisasi chip
sampai
target yang diinginkan. Laju polimerisasi di dalam reaktor
bergantung
kualitas prepolimer seperti Instrinsic Viscosity (IV) dan Acid
Value (AV),
serta kondisi polimerisasi seperti temperatur reaksi dan
retention time.
Sistem sirkulasi GNR disirkulasi dengan tujuan untuk melepaskan
produk
samping EG dan beberapa serbuk halus keluar reaktor.
1.2.12. Tahap Pendinginan
Tahap ini adalah tahap mendinginkan chip dari hopper reaktor
sampai temperatur 60 oC dengan tujuan menghentikan reaksi
polimerisasi.
Fungsi lain dari tahap ini adalah mentransfer chip dengan
pneumatic
conveying sistem. Waktu tinggal chip diatur dengan mengatur
bukaan slide
gate. Jika outlet temperatur terlalu tinggi (HH) diatas nilai
target, operasi
double screwfeeder akan terhenti secara otomatis oleh sistem
interlock.
-
24
Bab II
Deskripsi Proses
Chip disuplai ke line conveying oleh high seal rotary valve
dihubungkan dengan pneumatic pressure indicator. Jika keadaan
terlalu
rendah dari nilai target (LL), operasi rotary valve akan
terhenti secara
otomatis oleh sistem interlock.
Tahap selanjutnya adalah chip ditransfer ke bagging area
oleh
sistem pneumatic conveying yang mempunyai tipe slow motion
conveying,
tekanan tinggi dan kecepatan rendah.
1.2.13. Tahap Pengemasan
Chip PET setelah dari proses SSP dikirim ke tangki T-550
(chip
conveying cushion tank) dengan menggunakan sistem pneumatic
conveying. Z-550 (T-550 rotary valve) dipasang di outlet tangki
ini,
mengirim chip ke fineseparator untuk memisahkan PET powder dari
PET
chip.
Setelah PET powder dihilangkan di fine separator, PET chip
ditransfer ke produk packing sillo pada operasi normal, kemudian
chip
diumpankan ke rotary valve untuk memisahkan partikel-partikel
yang
besar dan chip powder dari PET chip. Kemudian dikirim ke Z-565
(Z-565
magnet catcher) untuk menghilangkan partikel metal dari chip.
Setelah itu
chip disuplai ke rotary valve melalui tangki T-570 dan dipacking
diflexible
container.
-
Bab III
Alat Proses dan Instrumentasi
BAB III
ALAT PROSES DAN INSTRUMENTASI
3.1 Spesifikasi Alat Utama
Proses utama dalam pembuatan PET tahap MSP di PT Mitsubishi
Chemical
Indonesia adalah Pencampuran, Esterifikasi, Polikondensasi,
Peletizing.
Sedangkan pada tahap SSP adalah Kristalisasi, Pengeringan,
Pemanasan (Pre-
Heating). Di bawah ini akan dijelaskan spesifikasi dari
masing-masing alat dari
proses tersebut.
3.1.1 MSP Plant
3.1.1.1 Tahap Pencampuran
Pencampuran EG dengan TPA/IPA dilangsungkan dalam
tangki penyiapan slurry N-110. Volume vessel (N-110) sekitar
16
m3. Level vessel dijaga pada 70%. Vessel terbuat dari bahan
stainles steel.
Slurry yang telah disiapkan di N-110 dikirim ke tahap
esterifikasi dengan menggunakan slurry pump jenis rotary.
3.1.1.2 Tahap Esterifikasi
Reaksi esterifikasi antara TPA/IPA dan EG dilangsungkan
dalam dua buah reaktor vertikal silinder berpengaduk, yaitu
reaktor
esterifikasi pertama (R-120) dan reaktor esterifikasi kedua
(R-130).
Reaktor R-120 mengguakan pengaduk jenis paddle, sedangkan R-
130 jenis turbin.
Volume R-120 sekitar 48 m3. Sedangkan volume reaktor
R-130 sekitar 18 m3. Reaktor R-120 dan R-130 terbuat dari
campuran steel plate dengan stainles steel.
Oligomer dari R-130 kemudian dipompa menuju
polikondensasi pertama (R-200) dengan menggunakan pompa
jenis
gear pump.
-
26
Bab III
Alat Proses dan Instrumentasi
3.1.1.3 Tahap Polikondensasi
Reaksi polikondensasi berlangsung dalam tiga buah reaktor,
yaitu reaktor polikondensasi pertama (R-200), reaktor
polikondensasi kedua (R-210) dan reaktor polikondensasi
ketiga
(R-220). R-200 merupakan reaktor vertikal dengan sebuah
pengaduk yang mempunyai 4 paddle blade. R-210 reaktor
horizontal dengan sebuah pengaduk dan R-220 reaktor
horizontal
dengan dua buah pengaduk, sebab polimer dalam reaktor ini
mempunyai viskositas yang tinggi. Ketiga reaktor
polikondensasi
tersebut memiliki volume yang sama, yaitu sekitar 13 m3.
Reaktor
tersebut terbuat dari campuran steel plate dengan stainles
steel.
Masing-masing pengaduk pada reaktor tersebut mempunyai
interlock system, yaitu jika level cairan di R-200 terlalu
rendah
maka pengaduk akan berhenti dan jika pompa berhenti maka
pengaduk juga akan berhenti. Sistem ini berguna untuk
melindungi
pengaduk dari kerusakan.
Polimer dari R-200 dipompakan ke R-210 dengan
menggunakan pompa polimer pertama (P-205) tipe gear pump,
sedangkan polimer dari R-210 mengalir ke dalam R-220 karena
gaya gravitasi dan perbedaan tekanan (tekanan di R-220 lebih
vakum dari R-210). Dari R-220 polimer dialirkan ke tahap
peletisasi dengan menggunakan pompa polimer kedua (P-225)
juga
merupakan tipe gear pump.
Dari R-220, polimer dipompakan menuju filter polimer
untuk menahan partikel-partikel pengotor.
3.1.1.4 Tahap Peletizing
Peletizing dilakukan dengan menggunakan strand cutter.
Polimer dipotong dengan menggunakan rotating cutter Z-231
-
27
Bab III
Alat Proses dan Instrumentasi
menjadi chips. Peralatan cutter terdiri dari roller feeder,
rotary
cutter dan bed knife.
3.1.2 SSP Plant
3.1.2.1 Tahap Kristalisasi
Peralatan utama tahap ini adalah Crystallizer (K-410) tipe
horizontal dengan kecepatan rotasi tinggi. Alat ini
dilengkapi
agitator horizontal satu poros dengan beberapa baling-baling
(blade) dan pengayuh (paddle). Kecepatan pengayuh diatur
sesuai
nilai target dengan tujuan untuk mencegah kerusakan resin
PET.
3.1.2.2 Tahap Pengeringan
Alat utama pada tahap ini adalah sebuah unit hopper dryer.
Hopper dryer adalah sebuah cylinder vessel dan vertikal
dengan
nilai perbandingan antara tinggi dan diameter (L/D) pada nilai
yang
optimum 2.66. Nilai ini yang penting adalah kecepatan linear
GNR
(linear velocity) di dalam hopper dryer dan waktu tinggal
(retention time) dari chip. Kecepatan linear GNR dalam
hopper
dryer berhubungan dengan distribusi GNR sehingga kualitas
chip
menjadi homogen di dalam hopper dryer. Waktu tinggal akan
mempengaruhi kemampuan proses pengeringan dan efektivitas
deacetaldehyde.
3.1.2.3 Tahap Pemanasan (Pre-Heater)
Alat utama tahap ini adalah torus disk pre-heater pertama
dengan tipe horizontal dan kecepatan rotasi rendah. Alat ini
dilengkapi agitator horizontal satu poros dengan beberapa
cakram
(disk) dengan pengayuh (paddle).
Selain torus disk pre-heater pertama. Terdapat juga torus
disk pre-heater kedua K-435 dengan tipe horizontal. Alat ini
dilengkapi agitator horizontal satu poros dengan beberapa
cakram
-
28
Bab III
Alat Proses dan Instrumentasi
(disk) dan pengayuh (paddle) serta mempunyai kecepatan
rotasi
yang rendah.
3.1.2.4 Tahap Polikondensasi
Alat utama pada tahap ini adalah Hopper reactor. Hopper
reaktor merupakan vessel silinder dan vertical dengan nilai
perbandingan tinggi dan diameter (L/D) pada nilai optimum
5.56.
Nilai ini akan mempengaruhi kemampuan distribusi chip
(piston
flow). Struktur dalam reaktor dilengkapi dengan agitator
yang
mengaduk chip agar tidak terjadi penggumpalan pada bagian
bawah reaktor. Perputaran agitator dilakukan dalam dua arah,
searah dan berlawanan jarum jam yang bergantian dengan waktu
tertentu. Buffle cone dan sintered metal dipasang di dalam
reaktor
untuk mendistribusikan sirkulasi N2.
Pada bagian atas reaktor dipasang pipa coil thermo oil
terutama pada area fasa uap dengan tujuan untuk mengurangi
oligomer yang menempel pada bagian atas dinding reaktor.
Sistem
jaket dipasang pada reaktor untuk menjaga temperatur reaksi
polimerisasi. Bagian bawah reaktor dipasang screw feeder
untuk
mentransfer chip dari reaktor ke tahap pendinginan. Tipe
screw
feeder adalah double screw feeder sesuai dengan kapasitas
produksi. Temperatur reaktor dikontrol oleh sirkulasi thermo
oil,
temperatur sirkulasi Nitrogen dan temperatur reaksi. Thermo
oil
disirkulasi oleh pompa thermo oil dan didistribusikan ke jaket
dan
coil.
3.1.2.5 Tahap Pendinginan
Alat utama adalah pendingin (cooler). Alat ini mempunyai
agitator horizontal satu poros dengan beberapa disk dan
kecepatan
rotasi rendah (6 rpm). Chip dikirim dari reaktor ke pemanasan
oleh
-
29
Bab III
Alat Proses dan Instrumentasi
double screw feeder dan rotary valve. Temperatur chip
diturunkan
oleh media pendingin air yang disuplai ke jaket dan poros.
3.2 Instrumentasi
Agar kualitas tetap terjaga, kestabilan operasi dijaga dengan
sistem
instrumentasi. Sistem instrumentasi dilakukan dengan Distributed
Control System
(DCS). Terdapat pula sistem interlock yang digunakan untuk
melindungi
peralatan.
Berikut adalah kondisi-kondisi operasi yang dijaga dengan DCS
untuk
mencapai hasil produksi yang diinginkan.
1. Pada tahap pencampuran (N-110), dijaga densitas slurry agar
diperoleh
konversi reaksi esterifikasi yang diinginkan.
2. Pada tahap esterifikasi harus dijaga temperatur, tekanan dan
level dari
kedua reaktor karena akan mempengaruhi reaksi esterifikasi. Laju
alir
katalis dijaga karena dapat mempengaruhi viskositas instrinsik
polimer
pada tahap polikondensasi.
3. Pada tahap kristalisasi, perlu diperhatikan temperatur
polimer keluar dari
kristalisator karena berpengaruh terhadap kristalinitas
polimer.
4. Pada tahap pengeringan harus diperhatikan waktu tinggal atau
level dari
D-420 karena akan mempengaruhi derajat penghilangan AA.
5. Pada tahap pemanasan (Pre-Heater) perlu dijaga temperatur
dari K-430
dan K-435 karena akan mempengaruhi viskositas instrinsik dan
warna.
6. Pada reaktor SSP (R-440) dijaga temperatur dan waktu tinggal
yang dapat
mempengaruhi viskositas instrinsik dan warna produk.
7.
3.2.1 Analisis Produk
Untuk menjaga kualitas produk, selain dilakukan pengendalian
proses didukung pula dengan dilakukannya analisis terhadao
produk serta
produk antara. Pengujian kualitas produk dilakukan oleh seksi
Quality
Assurance di Laboratorium. Hasil analisis dari laboratorium
digunakan
-
30
Bab III
Alat Proses dan Instrumentasi
untuk menentukan kondisi operasi selanjutnya agar proses
berlangsung
optimal.
Analisis yang dilakukan terhadap proses diantaranya adalah :
1. Penentuan perbandingan berat EG/TPA dalam slurry yang
berpengaruh terhadap konversi reaksi.
2. Pengukuran konsentrasi larutan katalis aditif (sebelum
larutan tersebut
digunakan dalam proses).
3. Penentuan konversi reaksi esterifikasi.
4. Analisis yang dilakukan terhadap produk yaitu :
1) Pengukuran viskositas intrinsik.
2) Pengukuran Co-L,a,b yang menyatakan sifat warna dari
chip.
3) Penentuan nilai keasaman.
4) Penentuan kandungan DEG.
5) Penentuan kandungan AA (Acetaldehide).
6) Penentuan kandungan IPA.
7) Penentuan kandungan uap air.
8) Penentuan keburaman dari plate yang dihasilkan dari polimer
PET
dengan ketebalan tertentu.
9) Penentuan jumlah foreign matter.
10) Penentuan banyaknya chips yang memiliki ukuran atau
bentuk
abnormal.
11) Penentuan densistas.
12) Penentuan titik transisi glass, titik kristalisasi dan titik
leleh.
-
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
BAB IV
UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH
Utilitas adalah semua material dan energi yang digunakan
untuk
mendukung aktivitas pabrik (process plant). Utility sangat
berperan dalam
menciptakan proses produksi yang menghasilkan produk, tanpa
adanya utility
maka proses produksi tidak dapat berjalan dengan baik. Utilitas
mengelola
berbagai macam kebutuhan di industri dan juga mengelola limbah
sisa produksi.
Pada dasarnya utilitas meliputi :
1. Air (water).
2. Energi listrik.
3. Steam.
4. Instrument Air/Plant Air (IA / PA = udara instrumen / udara
pabrik serta
nitrogen (N2).
5. Fasilitas pengolahan limbah.
Utilitas berperan untuk menjalankan operasi pabrik secara stabil
dan
kondisi normal, pemasokan utility secara stabil sangat
diperlukan. Dalam hal ini
terdapat hubungan yang erat antara proses plant dan utility.
Pada Plant PET di PT Mitsubishi Chemical Indonesia utilitas
terbagi
menjadi 3 berdasarkan sumbernya , yaitu utilitas yang tersedia
dari MFG-2 (Plant
PET), utilitas dari MFG-1 (Plant TPA) dan utilitas dari pihak
ketiga.
4.1 Utilitas dari MFG-2 (Plant PET)
Utilitas yang tersedia pada Plant PET yaitu :
4.1.1 Steam Boiler
Boiler adalah fasilitas untuk membangkitkan steam bertekanan
dan
bertemperatur tinggi yang digunakan untuk berbagai macam
keperluan di
pabrik. Steam tersebut akan digunakan untuk steam ejectors yaitu
sebagai
vakum pada reaksi polikondensasi proses MSP. Selain itu, steam
juga
berguna untuk memanaskan pipa yang bertujuan menjaga
temperatur
bahan yang mengalir di dalam pipa tersebut. Sistemnya dengan
cara
-
32
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
melilitkan pipa kecil disepanjang pipa utama, dimana steam
mengalir pada
pipa kecil tersebut. Steam juga berguna sebagai SK Boiler gun
burner
atomizing, yaitu
4.1.2 SK Boiler
Selain Steam Boiler, pada plant PET pemanas yang digunakan
yaitu SK Boiler. SK Boiler digunakan untuk memanaskan alat-alat
yang
membutuhkan panas tinggi (>200 oC). Sk-oil yang telah
digunakan oleh
user, akan kembali lagi ke boiler untuk dipanaskan karena sk-oil
tersebut
sistem kontinyu. Boiler yang digunakan untuk memanaskan sk-oil
tersebut
mendapatkan panas dari pembakaran NG (Natural Gas) dengan udara
(Air)
dan juga dengan memanfaatkan waste TEG. Sk-oil digunakan
untuk
memanaskan semua pipa atau line oligomer dan polimer, juga
memanaskan reaktor untuk menjaga temperatur proses di dalam
reaktor
tesebut. Selain itu juga digunakan sebagai pemanas (pre-heater)
pada
proses SSP.
4.1.3 Air Pressure (AP) Compressor
Menyediakan udara bertekanan yang digunakan untuk
mentransportasikan chip. Penyediaan udara proses dilakukan
dengan
menggunakan kompresor udara (C-660). Udara tekanan yang
dihasilkan
dikeringkan dengan pengering udara (Z-661) dengan menggunakan
WT
sebagai pendingin unttuk mengkondisikan kadungan uap air.
Sebelum
digunakan pada proses, AP terlebih dahulu disaring menggunakan
filter
udara (S-661).
4.1.4 Cooling Water (WT) Heat Exchanger
Menyediakan air pendingin yang digunakan untuk mendinginkan
semua alat proses. Refrigerant digunakan untuk mendinginkan
Cooling
Water (WC), freon yang digunakan untuk mendinginkan WC
tersebut
-
33
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
berubah fasa dari gas menjadi cair. WT digunakan untuk
mendinginkan
freon pada refrigerant tersebut agar freon dapat digunakan
kembali untuk
mendinginkan WC karena sistem kontinyu. WT yang digunakan
untuk
mendinginkan freon tersebut didinginkan kembali oleh Sea Water
(SW)
dengan menggunakan heat exchanger tipe plate and frame.
4.2 Utilitas dari MFG-1 (Plant PTA)
Utilitas yang diperoleh dari Plant PTA yaitu :
4.2.1 Boiler Water (WB)
Boiler water (WB) diperoleh dari pengolahan air dengan
menggunakan Demineralizer. Demineralizer adalah fasilitas
yang
digunakan untuk memperoleh air mineral (air bebas ion-ion
mineral)
dengan cara melewatkan air pada kolom demineralizer yang berisi
ion
exchange resin (resin penukar ion). Ion exchange resin terdiri
dari resin
kation dan resin anion.
1. Resin penukar Kation (dilambangkan dengan R H+) yang akan
menukar kation dari IW (seperti Na+) dengan H
+ dari resin.
R-H+ + Na
+ R-Na+ + H+
2. Resin penukar Anion (dilambangkan dengan R-OH- ) yang
akan
menukar anion dari IW (seperti Cl-) dengan OH
- dari resin.
R-OH + Cl- R-Cl- + OH-
Air demineral digunakan sebagai Boiler Water (untuk membuat
steam pada boiler), Cooling Water (WT), Chip Cutter Quenching
Water
(WQ), membersihkan peralatan.
4.2.2 Energi Listrik
Energi listrik sangat penting untuk menjalankan aktivitas
pabrik.
Kegunaan listrik dipabrik antara lain :
1. Sebagai tenaga penggerak (motor listrik)
2. Untuk instrument
3. Untuk penerangan
-
34
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
Untuk memperoleh operasi pabrik yang stabil dan aman, perlu
dilakukan penyuplaian listrik secara kontinyu karena jika
terjadi
pemadaman listrik secara total, aktivitas operasi pabrik akan
terhenti.
Proses pembangkitan listrik diproses pada Diesel Engine
Generator
(DEG).
Listrik yang dihasilkan adalah arus bolak-balik (AC)
bertegangan
tinggi. Listrik digunakan oleh pemakai di area pabrik setelah
diubah
tegangannya dengan transformer. Listrik didistribusikan melalui
substation
(SS) dengan kebel yang terisolasi guna menjaga keselamatan
operasi.
Diesel Engine adalah suatu alat yang dapat mengubah energi
kimia
menjadi energi mekanik, dari energi mekanik diubah oleh
generator
menjadi energi listrik. Dari kesatuan diatas disebut Diesel
Engine
Generator (DEG). Alasan dibuatnya unit DEG adalah untuk
memperoleh
energi listrik yang stabil, dikarenakan :
1. Listrik yang dihasilkan PLN tidak stabil.
2. Jika suplai listrik berhenti, maka akan menimbulkan kerusakan
yang
besar pada proses produksi di pabrik.
3. Jika power stop untuk waktu singkat (1 menit) membutuhkan
waktu
start kembali.
4. Jika power stop untuk waktu > 30 menit membutuhkan waktu
beberapa
hari untuk start kembali.
5. Listrik yang dibutuhkan dalam menjalankan pabrik sangat besar
untuk
dipenuhi oleh PLN.
Sebagai prinsip dasar, unit ini dapat dibayangkan seperti
dinamo
pada lampu sepeda. Jika dinamo tersebut dihubungkan dengan roda
dan
roda berputar maka dinamo itu akan menghasilkan listrik. Pada
sistem
DEG, generator dapat dibayangkan seperti dinamo yang
menghasilkan
listrik, sedangkan diesel engine merupakan roda yang
menggerakan
generator. Diesel engine dihubungkan langsung dengan generator,
dan
-
35
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
listrik yang dihasilkan didistribusikan melalui sub station ke
setiap
pemakai di area pabrik.
Prinsip Kerja DEG yaitu bila udara ditekan sampai > 30
kg/cm2,
maka temperatur di dalam silinder akan naik sampai melebihi
titik nyala
FO. Kemudian dengan membuat FO dalam keadaan atomizing dan
menginjeksikannya ke dalam silinder maka FO akan menyala dan
terbakar
sempurna. Selanjutnya piston akan naik dan turun secara
bergantian.
Gerak piston dapat diubah menjadi gerak rotasi, sehingga
dapat
menggerakkan generator dan dihasilkan listrik yang stabil.
PT MCCI mempunyai 7 DEG dan 1 start up DEG. Dalam kondisi
normal operasi, DEG beroperasi 5 engine.
Konstruksi DEG dibagi menjadi 2, yaitu :
1. DEG dari Nigata dengan kapasitas 5500 KW x 4 engine
2. DEG dari Mitsubishi dengan kapasitas 5650 KW x 3 engine
Peralatan-peralatan pendukung DEG :
1. FO Pump yaitu pompa untuk mendistribusikan FO (Fuel Oil).
2. LO Pump yaitu pompa untuk mendistribusikan LO (Lube Oil).
3. FO Purifier yaitu alat untuk memurnikan atau memisahkan
impurities
dalam FO.
4. LO Purifier yaitu alat untuk memurnikan atau memisahkan
impurities
dalam LO.
5. Compressor yaitu peralatan untuk menyuplai udara yang
digunakan
dalam proses combustion di silinder.
Material-material yang dibutuhkan dalam operasi DEG :
1. 6 kg/cm2 Steam, yaitu steam yang digunakan untuk memanaskan
FO
agar proses pembakaran di silinder berlangsung sempurna.
2. PA (Plant Air) yaitu udara yang digunakan untuk menggerakkan
piston
pada saat start-up DEG utama.
3. Jacket Water yaitu air demin yang digunakan sebagai
pendingin
engine.
-
36
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
4. Sea Water yang digunakan untuk mendinginkan Jacket Water.
5. FO yaitu bahan bakar untuk menghasilkan pembakaran dalam
engine.
6. LO yaitu pelumas untuk melumasi bagian yang berputar
didalam
engine.
4.2.3 Deep Well Water (WD)
WD Unit adalah fasilitas untuk mendapatkan air jernih yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari (tapi bukan untuk
diminum), seperti
untuk safety shower dan eye shower di pabrik. Pada unit ini air
dipompa
dari sumur (well) kemudian disaring dengan sand filter (saringan
pasir)
dan dibubuhi NaClO. Air jernih yang diperoleh disebut DW
Water.
4.2.4 Sea Water Facility (WS)
Sea Water Facility adalah suatu fasilitas untuk menerima air
laut
(SW) dan mengirimkannya ke unit-unit pemakai. Tujuan sea water
facility
adalah untuk menghilangkan atau mengurangi impurities (zat
pengotor)
yang berukuran besar dan kotoran-kotoran padat lainnya yang
terbawa
bersama aliran input SW.
Sea water digunakan untuk :
1. Air pendingin peralatan
2. Spray water (air percik)
3. Sumber air dari desalinator
Sea Water Facility memiliki 3 macam peralatan, yaitu :
1. Klorinator
Klorinator adalah peralatan untuk mengelektrolisa SW dan
menghasilkan Sodium Hypoclorite (NaClO) dengan
menginjeksikan
NaClO pada saluran masuk SW untuk mencegah pertumbuhan
ganggang
dan penempelan kerang pada peralatan, yang akan menimbulkan
penyumbatan, penurunan efisiensi kerja alat dan masalah-masalah
lain
-
37
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
yang dapat terjadi jika tidak dilakukan pencegahan atau
penghilangan
ganggang dan kerang.
NaClO ada pada keadaan kesetimbangan antara ion Natrium
(Na+)
dan ion Hypoclorite (ClO-) jika kedua ion tersebut berada dalam
air pada
pH >7, tetapi jika pH >10 maka Na+ dan ClO
- akan terurai (terdisosiasi
sempurna). Proses penguraian sodium hypoclorite (NaClO)
NaClO Na+ + ClO-
Proses pembangkitan NaClO :
1) Reaksi pada pelat anoda :
2 Cl- Cl2 + 2e
2) Reaksi pada pelat katoda :
2Na+ + 2H2O + 2e 2NaOH + H2
3) Reaksi pada elektrolisis Cell :
2NaOH + Cl2 NaCl + NaClO + H2O
2. SW Screen
SW Screen adalah peralatan untuk menghilangkan padatan
terendapkan ( suspended solid, SS) yang ada pada SW. SW screen
terdiri
dari Net Screen dan Travelling Screen.
Net Screen pada SW Screen ada 2 buah yang dipasang secara
seri
pada train. Net Screen ini hampir sama dengan Travelling Screen,
yang
membedakannya adalah net screen tidak dapat secara otomatis
dalam
proses untuk pembersihan, karena tidak dilengkapi dengan bucket,
spray
nozzle dan motor rotates valve. Impurities yang menempel pada
screen
menyebabkan SW tertahan laju alirnya. Hal ini tidak dapat
dibiarkan
begitu saja karena dapat mengurangi kapasitas dari Sea Water.
Impurities
yang menempel pada net screen ini dibersihkan secara manual.
Tahapan proses pembersihan net screen yaitu :
1) Angkat net screen pertama dengan crane jib
2) Putar crane jib sehingga net screen terletak diatas trash
bucket
3) Cuci atau semprot screen dengan stand hose (selang)
-
38
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
4) Cuci atau semprot screen kedua setelah screen pertama
dipasang
kembali pada tempatnya.
Selain net screen dan travelling screen, terdapat screen
tambahan
yang dipasang pada SW facility, Screen ini biasa disebut dengan
Bar
Screen. Bar Screen adalah saringan jeruji yang dipasang
untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang berukuran besar. Jarak antara
setiap
jeruji adalah 40 mm, pemasangan Bar Screen dilakukan pada bagian
hulu
setiap travelling screen dan net screen.
3. SW Pump
SW Pump adalah peralatan yang dipakai untuk mengirimkan SW
ke
unit-unit pemakai. Pompa yang digunakan untuk menyuplai air dari
laut
adalah pompa sentrifugal tipe vertikal. Suction Nozzle dan
Discharge
Nozzle Pump terletak pada satu garis lurus. Keuntungan pompa
tipe
vertikal adalah tidak memerlukan landasan pemasangan yang kuat
seperti
yang dilakukan oleh pompa tipe horizontal dan tidak membuat
kavitasi
meskipun pada kondisi air minimum pada suction nozzle.
SW Pump terdiri dari 4 pompa, masing-masing berkapasitas
4000
m3/jam, ditambah satu pompa berkapasitas 200 m
3/jam yang dipakai pada
saat start-up DEG. Dalam keadaan Black Start, SW Pump untuk
start-up
DEG digerakkan dengan tenaga listrik yang dihasilkan oleh
DEG
berkapasitas 200KW dengan tipe air cooled. Pompa tipe vertikal
hanya
dapat menyuplai air pendingin untuk sebuah DEG.
Pada kondisi normal, SW Pump hanya beroperasi 3 pompa dan 1
stand-by. Pompa stand-by akan beroperasi secara otomatis jika
discharge
valve terbuka. Untuk mencegah kavitasi, pada pompa dipasang
Automatic
Air Venting Valve (katup pembuangan udara otomatis) yang
dipasang pada
saluran discharge, sehingga udara yang ada pada saluran
discharge dapat
dibuang secara otomatis pada saat pompa beroperasi secara
otomatis.
Perlengkapan-perlengkapan yang terdapat pada SW Facility
antara
lain adalah Stop Log, yaitu pelat yang dipasang pada bagian
inlet dan
-
39
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
outlet di setiap train SW. Stop Log berfungsi untuk mencegah
laju alir SW
ke screen. Stop Log biasanya dipasang pada saat screen akan
diperbaiki.
Setelah terpasang, SW yang tertinggal di dalam train dikeluarkan
dengan
menggunakan submerge pump sehingga screen yang rusak dapat
diperbaiki.
4.2.5 Instrument Air (AI)
Udara instrumen adalah udara kering bertekanan untuk
instrumen.
Udara bertekanan sebelum digunakan untuk IA harus dikeringkan
terlebih
dahulu, karena adanya uap air dalam IA dapat mengakibatkan
kerusakan
pada alat instrumen (bila uap air itu terkondensasi) serta
dapat
mengakibatkan korosi. Pengeringan IA dilakukan pada unit
pengeringan
udara dengan cara adsorpsi uap air oleh butiran-butiran alumina.
AI
digunakan utuk semua control valve.
4.2.6 General Water (WG)
Sebagian air yang telah diolah pada unit WWT dialirkan ke
sand
filter (saringan pasir) untuk selanjutnya digunakan sebagai
General Water
(GW) dan Fire Water (FW). General Water antara lain digunakan
untuk
mendinginkan gas buang pada incinerator, membersihkan lantai
pabrik,
dsb.
4.3 Utilitas dari Pihak ke-3
PT Mitsubishi Chemical Indonesia memasok kebutuhan bahan
bakar
berupa Natural Gas (NG) yang disuplai dari PT Banten Inti
Gasindo, Nitrogen
(GNR) disuplai dari PT Air Liquid.
4.4 Pengolahan Limbah
Disamping menghasilkan produk yang berguna, PT MCCI juga
biasanya
menghasilkan limbah, berupa limbah cair (waste water), limbah
gas dan limbah
padat (waste solid). Sebelum dibuang, limbah-limbah tersebut
harus diolah
terlebih dahulu agar tidak membahayakan lingkungan.
-
40
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
Limbah padat diolah di incinerator, sedangkan limbah cair diolah
di
WWT Aerobic, Anamet dan Hybrid. Di incinerator, limbah padat
(solid waste)
mengalami proses pembakaran. Proses pembakaran ini, mengubah
limbah padat
menjadi partikel-partikel kecil seperti abu, yang kemudian
ditampung dalam
sebuah kantong. Limbah padat mengalami proses pembakaran karena
banyak
mengandung bahan kimia yang berbahaya seperti kobal, mangan,
dsb.
4.4.1 Waste Water Treatment (WWT)
Limbah cair dari proes plant diolah pada unit WWT (waste
water
treatment) sebelum dibuang ke laut. Limbah cair mengandung
bahan
kimia yang dapat membahayakan lingkungan hidup jika dibuang
langsung
tanpa treatment atau penanganan terlebih dahulu.
PT MCCI menggunakan metode lumpur aktif (Activated Sludge
Method) dalam mengolah limbah cair. Limbah cair diuraikan
secara
biologis oleh mikroorganisme yang terdapat dalam sludge.
Mikroorganisme mengkonsumsi limbah organik dan
menguraikannya
menjadi bahan-bahan seperti CO2 dan H2O. Air yang sudah
diolah
diproses kembali menjadi General Water (GW) dan Fire Water
(FW)
setelah dijernihkan pada saringan pasir (Sand Filter).
Di bawah ini parameter air yang sudah diolah, yaitu :
1. Temperatur < 38C
2. pH 6-9
3. SS (Suspended Solid)
4. COD < 100 ppm
4.4.2 Incinerator
Incinerator digunakan untuk membakar (Incinerate) limbah
padat
(solid waste) berupa lumpur berlebih (excess sludge) dari unit
WWT dan
limbah katalis dari process plant. Limbah padat harus dibakar
karena
-
41
Bab IV
Utilitas dan Pengolahan Limbah
mengandung bahan kimia yang berbahaya jika dibuang langsung
ke
lingkungan, selain juga menimbulkan bau.
Limbah padat dibakar dalam Kiln (tanur putar) pada
temperatur
tinggi menjadi gas buang (Exhaust gas, terutama CO2 dan H2O)
dan
padatan yang tidak terbakar menjadi abu. Abu yang terikut
bersama gas
buang dibersihkan dengan alat electrostatic precipitator yang
selanjutnya
dikumpulkan untuk ditimbun (reklamasi).
-
Bab V
Kesimpulan dan Saran
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan pengamatan selama bekerja praktek di PT
Mitsubishi
Chemical Indonesia PET Plant dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. PT Mitsubishi Chemical Indonesia terdiri dari 2 plant utama,
yaitu Plant
PTA (Purified Terepthalate Acid) dan PET (Polyethylene
Terepthalate).
2. Kapasitas produksi untuk PTA adalah 640,000 ton/tahun
sedangkan PET
adalah 60,000 ton/tahun.
3. PET terdiri dari 2 proses, yaitu MSP (Melt State
Polycondensation) dan
SSP (Solid State Polycondensation).
4. Pada MSP terdapat proses pencampuran, esterifikasi,
polikondensasi,
peletizing.
5. Pada SSP terdapat proses kristalisasi, pengeringan,
pre-heating,
polikondensasi, pendinginan dan pengemasan.
5.2 Saran
Saran-saran yang mungkin dapat penulis berikan setelah
melakukan
pengamatan selama kerja praktek :
1. Tingkatkan komunikasi ke semua karyawan untuk menggali
ilmu
berdasarkan pekerjaannya masing-masing
2. Pelajari tidak hanya ke arah prodi teknik kimia tetapi
penunjangnya juga
-
DAFTAR PUSTAKA
Smith, J.M, Van Ness, H.C, Abbott, M.M. 2005. Introduction to
Chemical
Engineering Thermodynamics, 7th
edition. New York : McGraw-Hill
Towler, Gavin, Sinnott, Ray. 2008. Chemical Engineering Design.
Oxford :
Elsevier Inc
Geankoplis, Christie John. 2003. Transport Processes and
Separation Process
Principles, 4th
edition. New Jersey : Pearson Education, Inc
Kumpulan Bantex mengenai proses produksi di PT. Mitsubishi
Chemical
Indonesia Divisi PET
www.engineeringtoolbox.com
-
MENGHITUNG NERACA PANAS SK BOILER DI SETIAP
UNIT SEBAGAI ANALISA KEMAMPUAN LAJU ALIR
TERHADAP PENURUNAN TEMPERATUR SK
TUGAS KHUSUS KERJA PRAKTEK
Disusun oleh :
1. ARIE BUCHARI (3335110266)
2. FIA FATHIAYASA (3335110138)
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG
TIRTAYASA
CILEGON - BANTEN
2014
-
Bab I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pada umumnya operasi pabrik petrokimia memiliki kebutuhan
akan
energi, baik berupa pertukaran panas, momentum maupun massa.
Energi tersebut
disuplai oleh beberapa sistem utilitas yang dimiliki perusahaan
tersebut maupun
oleh pihak ke tiga. Salah satu energi yang digunakan adalah
energi panas. Energi
panas yang digunakan di PET PLANT PT. Mitsubishi Chemical
Indonesia untuk
menaikan suhu berasal dari fluida minyak dan uap air. Secara
kuantitatif, energi
panas dapat didasarkan pada neraca energi.
PT Mitsubishi Chemical Indonesia menggunakan unit tungku
(Furnace)
yang berfungsi menaikan temperatur minyak (oil) lalu digunakan
sebagai fluida
pemanas. Tungku tersebut biasa disebut SK-BOILER (Oil Thermal
Heater).
Fluida pemanas ini dipengaruhi salah satunya oleh temeperatur ,
semakin tinggi
temperatur SK maka residual carbon yang dihasilkan semakin
tinggi. Jika residual
carbon semakin tinggi maka akan mengakibatkan scalling pada pipa
sehingga
akan memperpendek life time dari SK tersebut oleh karena itu
untuk menurunkan
residual carbon yang dihasilkan salah satunya adalah dengan
menurunkan
temperatur SK.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan tugas khusus ini ialah :
1. Menganalisa kemungkinan penurunan suhu SK-Oil dan
pengaruhnya
terhadap sistem.
2. Menganalisa pengaruh penurunan suhu SK-Oil terhadap laju alir
SK-Oil
untuk memenuhi kebutuhan panas dari user pada setiap unit.
3. Memperpanjang life time SK Oil yang digunakan
-
46 Bab I Pendahuluan
1.3 Ruang Lingkup
Meningkatkan lifetime NEO SK BOILER 1400 MFG-2 PET PLANT
sebagai media pemanas untuk reaktor, exchanger, line pipa serta
preheater pada
proses MSP dan SSP dengan data operasi tanggal 5-6 November 2014
di PT.
Mitsubishi Chemical Indonesia.
-
Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Boiler
Tungku pemanas adalah suatu unit proses yang umumnya
digunakan
untuk memanaskan ketel uap (boiler), peleburan besi (casting)
dan pemanasan
fluida pemanas. Di proses MFG 2 PT Mitsubishi Chemical Indonesia
ada dua unit
tungku pemanas yaitu untuk pemansan Steam Boiler dan SK-Boiler.
Tungku
pemanas memiliki sumber panas dari pembakaran bahan bakar dengan
laju panas
yang sesuai kebutuhan.
Gambar 7. Diagram Alir Proses SK Boiler
Pada proses pemanasan, fluida pemanas akan disirkulasikan di
dalam
tungku sehingga dapat menerima panas dari gas hasil pembakaran
bahan bakar.
Secara pengendalian proses laju pembakaran akan disesuaikan
dengan suhu
keluaran fluida pemanas. Laju alir massa fluida pemanas dijaga
tetap, sehingga
ketika suhu keluaran dari fluida panas kurang maka laju
pembakaran dan suplai
NG
W-TEG
AIR
USE
R
RETURN
-
48 Bab II Tinjauan Pustaka
udara akan ditambah sesuai dengan kalkulasi dan kestabilan
proses. Berikut
merupakan contoh boiler yang digunakan di PT. Mitsubishi
Chemical Indonesia.
Gambar 8. SK Boiler ( thermal oil heater )
2.2 Bahan Bakar
Di industri, bahan bakar yang biasa digunakan dibagi menjadi 3
yaitu :
a) Bahan bakar padat
Bahan bakar ini terbagi dua yaitu bahan bakar padat yang
dapat
langsung digunakan seperti batu bara dan yang diolah terlebih
dahulu
seperti kokas dan arang kayu. Bahan bakar ini masih memiliki
cadangan
sumber daya yang masih banyak di alam, harganya pun murah untuk
skala
besar. Kekurangan dari bahan bakar ini adalah memiliki hilang
panas yang
besar. Hilang panas tersebut banyakdisumbang oleh kandungan
logam dan
air pada batu bara yang relatif besar. Bahan bakar ini juga
memiliki residu
hasil pembakaran yaitu berupa abu ataupun oksida oksida
logam.
b) Bahan bakar cair
-
49 Bab II Tinjauan Pustaka
Bahan bakar ini memilki wujud cair sehingga transportasi
bahan
bakar ke proses lebih mudah dan cepat. Contohnya adalah Minyak
bumi,
bensin, solar dan lain lain. Bahan bakar ini hampir tidak
memiliki residu,
tetapi proses pembakaranya terkadang tidak sempurna dan
membutuhkan
bantuan pengkabut atao atomizer. Salah satu media pembantu
atomisasinya adalah menggunakan uap. Kandungan air yang
bertambah
menjadi faktor utama hilang panas pada proses pembakaran
sehingga
menurunkan efisiensi dari tungku maupun ketel uap.
c) Bahan bakar gas
Ada beberapa jenis gas yang digunakan sebagai bahan bakar
jenis
ini. Diantaranya adalah LNG, LPG dan gas sisa hasil proses yang
dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Pada bahan bakar ini jelas
transportasinya
lebih mudah dibandingkan bahan bakar cair. Lebih dapat
dikompresi, dan
juga ukuran partikelnya kecil sehingga tidak memerlukan atomizer
atau
pengkabut. Proses pembakarannya pun lebih baik dibanding ke dua
jenis
bahan bakar lainnya. Dikarenakan transportasinya lebih mudah,
pabrik
yang menggunakan bahan bakar ini tidak perlu menyiapkan
tangki
penyimpanan yang besar. Pabrik tersebut dapat membuat
saluran
penyuplai bahan bakar langsung dari pihak ke-3. Kekurangan dari
bahan
bakar ini adalah konstruksi dari alat dan jalur distribusi dari
pihak ke 3
yang rumit.
d) Bahan bakar dari listrik
Bahan bakar ini adalah paling tidak efisien. Energi yang
dihasilkannya pun tidak besar. Sangat jarang operasi pemasan
pada suhu
tinggi menggunakan metode ini. Keunggulan dari penggunaan
listrik
adalah lebih aman dan stabil.
e) Bahan bakar nuklir
Dewasa ini, bahan bakar nuklir semakin populer. Disamping
energi
yang dihasilkan tinggi, secara ekonomi berkesinambungan
teknologi
nuklir sangat menguntungkan. Tetapi pada teknologi ini sangatlah
tidak
-
50 Bab II Tinjauan Pustaka
efisien pada operasi yang membutuhkan energi menengah ke
bawah.
Disamping itu teknologi nuklir masih hanya segelintir negara
yang
memilikinya juga perijinannya. Dan juga faktor keamanan yang
memiliki
resiko lebih besar.
2.3 Fluida Pemanas
Suatu proses yang membutuhkan energi panas yang tinggi
biasanya
menggunakan fluida pemanas. Fluida tersebut akan menyuplai
energi panas ke
seluruh bagian dari operasi pabrik sesuai kebutuhannya. Banyak
macam fluida
pemanas yang digunakan, bergantung kepada kebutuhan energi dan
ekonomi
suatu operasi. Diantaranya adalah air dan minyak. Jenis pemanas
minyak
bermacam macam spesifikasinya. Minyak biasa digunakan untuk
operasi
dengan temperatur yang sangat tinggi. Sedangkan air umumnya
lebih digunakan
untuk penggerak turbin, tetapi sisa energi panas yang ada air
sering digunakan
sebagai media pemanas dengan skala temperatur rendah. Minyak
pemanas atau
fluida pemanas lainnya banyak digunakan dalam proses pemanasan
atau aplikasi
pendingin mesin. Minyak biasa digunakan pada suhu tinggi
berkisar antara 150
400oC. Pada rentang suhu tersebut, minyak lebih efisien
dibandingkan dengan
menggunakan uap, listrik, ataupun metode pemanasan langsung
dengan
menggunakan api. Penggunaan sistem pemanasan minyak pertama
kali
dikenalkan pada tahun 1930-an. Pada saat itu minyak digunakan
untuk
meningkatkan efisiensi dan memiliki tingkat perpindahan panas
yang baik dan
pada kenyataannya penggunaan minyak pemanas lebih aman. Minyak
tersebut
nantinya akan dipanaskan dalam suatu sistem tungku pembakaran
melalui bantuan
reaksi pembakaran. Salah satu contoh minyak yang digunakan
sebagai oil thermal
fluid adalah Neo SK 1400 buatan jepang.
2.3.1 NeoSK OIL 1400
NeoSK OIL 1400 merupakan heat transfer fluids yang
paling banyak digunakan karena memiliki stabilitas thermal yang
baik.
Hal ini dapat digunakan pada temperatur tinggi dan tekanan
rendah
-
51 Bab II Tinjauan Pustaka
(boiling point 391 Oc). Dibawah ini merupakan tabel sifat dari
NeoSK
1400.
Tabel 5. Feature of NeoSK-OIL 1400
2.4 Unit Proses
2.4.1 SK Boiler
SK Boiler merupakan unit dimana pemanasan SK-Oil dilakukan
untuk
memenuhi kebutuhan panas pada proses produksi MSP (Melt
State
Polycondensation) maupun SSP (Solid State Plycondensation) PET
(Polyethylene
Terephtalate). SK-Oil yang kembali dari user (proses produksi)
dipompa dengan
menggunakan pompa P-710A/B/C (Thermo Oil Circulation Main Pump)
ke SK
Boiler F-710. Didalam SK Boiler, SK-Oil mengalir melalui
coil-coil pada bagian
dalam furnace dan dipanaskan dengan transfer panas radiasi api
pembakaran
Natural Gas (sebagai bahan bakar) dan udara dari suhu 2950C
sampai suhu 310
0C
-
52 Bab II Tinjauan Pustaka
kemudian disirkulasikan ke user. Temperatur SK-Oil pada outlet
boiler dikontrol
oleh TC-710A cascade dengan FC-710C (natural gas flow
controller) dan FC-711
(combustion air flow controller). Gas hasil pembakaran dan udara
excess mengalir
keatas dan di purging ke atmosfer melalui duct and stack.
i. Unit Produksi MSP (Melt State Polycondensation)
Gambar 9. MSP line SK
SK-Oil banyak digunakan dalam proses produksi PET tahap MSP,
baik
sebagai pemanas pada reaktor maupun pemanas pada line-line MSP.
MSP terdiri
dari empat proses utama yaitu pencampuran, esterifikasi,
polikondensasi dan
peletizing.
-
53 Bab II Tinjauan Pustaka
Pada tahap pencampuran, Ethylen glycol (EG) dicampur dengan
TPA/IPA
didalam tangki pencampuran N-110. Tangki ini dilengkapi dengan
agitator dan
berfungsi sebagai tempat pencampuran dan penyimpanan slurry
untuk selanjutnya
diumpankan ke seksi reaksi esterifikasi. Waktu tinggal slurry
didalam tangki
kurang lebih 1 jam 30 menit dengan temperature dijaga 50-600C
dan tekanan
atmosfer. Molar ratio dari TPA/IPA dan EG sangat penting untuk
mengontrol
kualitas slurry sebelum diumpankan ke seksi esterifikasi. Untuk
menstabilkan
reaksi esterifikasi maka molar ratio EG dan TPA/IPA dikontrol
untuk mencapai
densitas slurry 1351 kg/m3 (molar ratio sekitar 1,4%). Untuk
mencapai target
densitas slurry yang diinginkan, maka pada keluaran tangki
dipasang slurry
density meter pada line circulation slurry untuk mengontrol
densitas slurry. Level
slurry pada tangki dijaga 70%, untuk menjaga agar level tetap
konstan maka level
control berhubungan dengan control laju alir EG yang masuk ke
tangki.
Pada tahap esterifikasi, slurry dari N-110 dikirim ke R-120
(reactor
esterifikasi pertama) dan selanjurnya hasil reaksi R-120 dikirim
ke R-130 (reactor
esterfikasi kedua). Tahap esterifikasi ini merupakan tahap yang
sangat peting
dimana EG direaksikan dengan TPA untuk menghasilkan oligomer
(BIS (2-
Hydroxyethyl) terephtalate) dan hasil samping berupa air. Pada
R-120, kondisi
operasi dijaga pada temperature 260-266 0C; tekanan 1,85
kg/cm
2G; f1 88% dan
waktu tinggal 5-6 jam, dengan level reactor dijaga pada 72%.
Sedangkan pada R-
130, kondisi operasi dijaga pada temperature 2600C; tekanan 0.05
kg/cm
2G; f2
96% dan waktu tinggal 1-2 jam, dengan level reactor dijaga pada
67%. Kedua
reactor dilengkapi dengan jaket dan koil yang berisi SK-Oil
sebagai media
pemanas reaksi. Temperatur sirkulasi SK-Oil dan make up SK-Oil
dikotrol oleh
TC-121 pada R-120 dan TC-131 pada R-130 yang cascade dengan
bukaan valve
make up SK-Oil dari main header untuk menjaga temperature
sistem.
Pada tahap polikondensasi, oligomer hasil reaksi esterifikasi
direaksikan
untuk menghasilkan polyethylene terephtalate dengan hasil
samping ethylene
glycol. Terdapat 3 reaktor polikondensasi pada seksi ini yaitu
R-200 , R-210 dan
-
54 Bab II Tinjauan Pustaka
R-220 dengan masing masing kondisi operasi berbeda pada tekanan
vakumnya.
Untuk temperature dan waktu tinggalnya, ketiga reactor dijaga
pada suhu 2750C
selama 1 jam 30 menit. Untuk tekanan system dijaga pada 20 torr
untuk R-200;
1,5 torr untuk R-210 dan 0.5 torr untuk R-220. Pemanasan pada
reactor
polikondensasi menggunakan SK-Oil yang mengalir pada jaket dank
oil masing-
masing reactor. Suhu sirkulasi SK-Oil dan make up SK-Oil
dikotrol oleh TI-720
(indicator temperature SK in) pada R-200 , TC-722 pada R-210 dan
TC-724 pada
R-220 yang cascade dengan bukaan valve make up SK-Oil dari sub
header untuk
menjaga temperature sistem.
Pada tahap peletizing, polimer yang keluar dari tahap
polikondensasi
disaring dengan menggunakan strainer S-226 untuk menghilangkan
kotoran yang
mungkin terbawa. Selanjutnya masuk cutter dalam kondisi panas
untuk
memotong polimer menjadi bentuk pellet dan langsung didinginkan
dengan
menggunakan WQ atau quenching water dan dikeringkan dengan
dryer.
Selanjutnya dikirim ke Silo untuk disimpan sebelum masuk ke
tahap SSP atau
sebelum pengemasan (untuk film grade).
-
55 Bab II Tinjauan Pustaka
ii. Unit Produksi SSP (Solid State Polycondensation)
Gambar 10. SSP line SK
Pada proses produksi SSP, SK-Oil digunakan sebagai pemanas
pada
crystallizer dan reactor polikondensasi SSP. Selain itu
digunakan juga sebagai
pemanas GN atau gas nitrogen yang disirkulasikan pada line SSP.
Pada
pembuatan SSP melalui beberapa tahap, yaitu tahap kristalisasi,
tahap
pengeringan, tahap pemanasan dan terakhir tahap pengepakan
sehingga didapat
main product berupa SSP.
Pada tahap kristalisasi, produk chip MSP (Melt State
Polycondensation)
disuplay dari hopper T-400 kemudian masuk ke K-410 atau
crystallizer. Pada
tahap ini terdapat sistem sirkulasi thermo oil yang berfungsi
sebagai media
pemanas untuk kristalisasi dan sistem sirkulasi nitrogen untuk
melepaskan uap air
dan menjaga kondisi temperatur. Temperature SK