Top Banner
LAPORAN PRAKTIKUM PERTANIAN ORGANIK PEMBUATAN KOMPOS SEMI AEROBIK Yunita Purnamasari J3M111014 TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
17

Laporan Kompos Semi Anaerobik

Oct 23, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Kompos Semi Anaerobik

LAPORAN PRAKTIKUM

PERTANIAN ORGANIK

PEMBUATAN KOMPOS SEMI AEROBIK

Yunita Purnamasari

J3M111014

TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN

PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

 2013

Page 2: Laporan Kompos Semi Anaerobik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam, yang

ditentukan oleh interaksi sejumlah sifat fisika, kimia, dan biologi bagian tubuh

tanah yang menjadi habitat akar-akar aktif bagi tanaman. Tanah yang baik

bagi pertanian adalah tanah yang subur, menyangkut sifat tanah untuk

menyediakan unsur hara dalam jumlah yang seimbang dan tersedia, memiliki

tata air dan udara yang baik sesuai dengan kepentingan pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Tetapi, untuk memperoleh produktivitas yang tinggi

pada pertanian tidak hanya dibutuhkan kesuburan tanah tetapi bagaimana

seorang petani mampu mengolah lahannya dan mengatur ketersediaan unsur

hara yang ada.

Salah satu cara untuk menjaga kesuburan tanah adalah dengan melakukan

pemupukan. Pemupukan adalah pemberian bahan kepada tanah untuk

memperbaiki atau meningkatkan kesuburan tanah, serta mengganti kehilangan

unsur hara dari dalam tanah dengan tujuan mendapatkan produktivitas

pertanian yang maksimal.

Di masa sekarang ini banyak petani yang menggunakan pupuk anorganik

karena kepraktisannya. Mereka belum banyak menyadari bahwa pupuk

anorganik justru bisa menurunkan kualitas tanah dan produktivitasnya di masa

mendatang jika pemakaiannya berlebihan. Selain itu masalah lain dari pupuk

anorganik adalah harganya yang relatif mahal,  serta ketersediaannya yang

kadang menyulitkan petani hingga terjadi kelangkaan. Oleh karena itu perlu

dilakukan pengubahan pola penggunaan pupuk anorganik dengan pupuk

organik, salah satunya yaitu dengan menggunakan kompos. Kompos yang

berasal dari bahan organik tersebut dapat membantu memperbaiki sifat fisika,

kimia, maupun biologi tanah sehingga kesuburan tanah tetap terjaga serta

ketersediaan haranya pun terjamin. Apalagi kompos dapat dibuat sendiri dari

bahan-bahan yang mudah ditemukan, sehingga tidak memerlukan biaya

banyak dalam pembuatannya.

Page 3: Laporan Kompos Semi Anaerobik

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan kompos

secara semi anaerob dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi

kematangan kompos

Page 4: Laporan Kompos Semi Anaerobik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan kompos adalah menumpukkan bahan-bahan organik dan

membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N yang

rendah (telah melapuk) (Hasibuan, 2006).

Menurut Sutanto (2002) menyatakan bahwa dalam proses pengomposan

yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1) Kelembapan timbunan bahan

kompos, berpengaruh terhadap kehidupan mikrobia, agar tidak terlalu kering atau

basah dan tergenang. 2) Aerasi timbunan, berhubungan erat dengan kelengasan. 3)

Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 600C), dan juga

dilakukan pembalikkan untuk menurunkan temperatur. 4) Suasana, dalam

pengomposan menghasilkan asam-asam organik sehingga pH turun, untuk itu

diperlukan pembalikkan. 5) Netralisasi keasaman, dapat dilakukan dengan

menambah kapur seperti dolomit atau abu. 6) Kualitas kompos, dapat diberi

pupuk seperti P untuk meningkatkan kualitas kompos.

Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyimpulkan bahwa pengomposan

pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu

mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikrobia tersebut adalah

bakteri, fungi dan jasad renik lainnya.

Suriawiria (2003) menyatakan bahwa adapun kunci membuat kompos

yang bagus meliputi: rasio karbon/nitrogen, adanya bahan mikroorganisme,

tingkat kelembapan, tingkat oksigen dan ukuran partikel. Dari ketiga pendapat

tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan adalah hampir sama.

Sistim pertanain organik yakni dengan penambahan aplikasi pupuk

mikroba sebagai aktivator dalam budidaya tanaman, dapat menghemat biaya

produksi. Beberapa komodiatas tanaman telah diuji coba seperti buncis, padi,

kentang, bawang dan lain-lain dibeberapa tempat di Indonesia telah terbukti dapat

menurunkan biaya produksi, sementara hasil panenan pada umumnya dapat

ditingkatkan antara 5-20%. Disamping itu, waktu panen pun dapat dipercepat rata-

rata antara 7-14 hari I (Nyoman P. Aryantha.dkk,2010).

Page 5: Laporan Kompos Semi Anaerobik

BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ember beserta tutupnya,

bak, pengaduk, botol minuman, gunting, plastik, pisau, dan alat tulis. Sedangkan

bahan yang digunakan yaitu serasah (daun kering), EM4, kotoran sapi, buah

nanas, buah belimbing busuk, air, dan air seni.

3.2. Cara Kerja

Alat dan bahan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu. Serasah dan

daun kering lainnya dikumpulkan sebanyak banyaknya.Serasah yang telah

dikumpulkan dipotong hingga berukuran kecil (< 3 cm). Serasah yang telah

dipotong kecil-kecil dimasukkan kedalam ember hingga ember tersebut penuh dan

didiamkan selama seminggu.

Minggu selanjutnya dilakukan pencampuran bahan bahan yang digunakan

sebagai starter atau inokulum. ¾ serasah pada ember dimasukkan ke bak

kemudian ditambahkan nanas ¼ bagian dan belimbing 6 biji dipotong kecil-kecil

dan dicampur dengan serasah hingga merata. Setelah itu dilakukan juga

pencampuran EM4 sebanyak 100 ml dan air seni sebanyak setengah aqua frutang.

EM4 dan air seni dicampurkan dengan serasah dan diaduk hingga merata,

selanjutnya serasah tersebut dipindahkan ke ember lagi.Tahapan selanjutnya yaitu

menyesuaikan kelembaban kompos agar proses dekomposisi dapat berjalan

dengan baik dengan cara menambahkan air kedalam serasah hingga serasah

terlihat lembab. Tahap terakhir yang dilakukan yaitu mengukur ketinggian serasah

tersebut dan mencatatnya. Setelah itu ember tempat serasah ditutup. Pengamatan

dilakukan selama 4 minggu. Parameter yang diamati yaitu tinggi, tekstur, warna

dan bau serasah. Pengamatan dilakukan dengan cara membuka penutup serasah

(semi aerobik)

Page 6: Laporan Kompos Semi Anaerobik

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 1. Hasil pengamatan kompos semi aerobik

No Minggu Tekstur Warna Bau SuhuTinggi Serasah dari permukaan

ember (cm)

1Pertama

KasarCoklat

Tidak Bau

35 0C 13

2Kedua

KasarCoklat Tua

Tidak Bau

35 0C 14,5

3

Ketiga

Kasar, serasah sudah mulai hancur menjadi serpihan kecil

Coklat TuaTidak Bau

- 16

4

Keempat

Kasar, serasah sudah mulai hancur menjadi serpihan kecil

Coklat Kehitaman

Tidak Bau

- 17,4

4.2. Pembahasan

  Berdasarkan hasil yang didapatkan (Tabel 1.) maka dapat diketahui bahwa

pada minggu pertama tekstur kompos masih kasar, warnanya coklat dan tidak

berbau, suhu yang terukur pada minggu ini 35 0C dengan tinggi serasah yang

diukur dari permukaan ember 13 cm. Minggu kedua diketahui bahwa tekstur

kompos masih kasar, warnanya sudah mengalami perubahan menjadi coklat tua

dan tidak berbau, suhu yang terukur pada minggu ini 35 0C dengan tinggi serasah

yang diukur dari permukaan ember 14,5 cm. Minggu ketiga diketahui bahwa

tekstur kompos kasar tetapi serasah sudah mulai hancur menjadi serpihan yang

lebih kecil dari minggu sebelumnya, warnanya masih coklat tua dan tidak berbau,

suhu pada minggu ketiga ini tidak ada karena tidak tersedianya termometer ketika

pengamatan, sedangkan untuk tinggi serasah yang terukur yaitu 16 cm. Minggu

keempat diketahui bahwa tekstur kompos kasar tetapi serasah sudah mulai hancur

Page 7: Laporan Kompos Semi Anaerobik

menjadi serpihan yang lebih kecil dari minggu sebelumnya, warnanya mengalami

perubahan dari minggu sebelumnya menjadi coklat kehitaman dan tidak berbau,

suhu pada minggu keempat ini sama seperti minggu ketiga tidak ada karena tidak

tersedianya termometer ketika pengamatan, sedangkan untuk tinggi serasah yang

terukur yaitu 17,4 cm.

Bau kompos dari hasil pengomposan tidak berbau. Hal ini karena proses

penguraian telah terurai sempurna oleh mikroba. Dan dengan pemberian EM4 

dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen atau yang merugikan tanah

dan tanaman sekaligus menghilangkan bau yang ditimbulkan dari proses

penguraian bahan organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa

organik pada tanaman.

Suhu sangat mempengaruhi proses pengomposan dan pada praktikum suhu

yang terukur 35 0C. Hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan

konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi

oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat

terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-

60o C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi

dari 60o C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja

yang akan tetap bertahan hidup

Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa proses pengomposan

berlangsung setiap minggunya. Hal ini terlihat dari perubahan- perubahan yang

terjadi setiap minggunya yaitu penyusutan bahan (serasah), perubahan warna, bau

dan tekstur . Berdasarkan hasil tersebut juga dapat diketahui bahwa kompos

tersebut belum matang secara sempurna terlihat dari tekstur yang

masih kasar dan berbentuk serasah, serta warnanya yang masih berwarna

kecoklatan. Menurut Nyoman P. Aryantha (2010), penentuan kematangan kompos

secara langsung di lapangan dapat dilihat dari kompos berwana coklat tua hingga

hitam dan mirip dengan warna tanah, tidak larut dalam air, suhunya kurang lebih

sama dengan suhu lingkungan dan tidak berbau.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengomposan adalah (Nyoman P.

Aryantha, dkk,2010) yaitu C/N rasio : C/N rasio untuk pengomposan berkisar

sekitar 30:1 hingga 40:1. Ukuran partikel, permukaan area yang luas akan

Page 8: Laporan Kompos Semi Anaerobik

meningkatkan terjadinya kontak mikroba dengan bahan sehingga proses

dekomposisi dapat berjalan lebih cepat. Aerasi, aerasi yang baik akan

mempercepat pengomposan jika pengomposan terjadi secara aerob/semiaerob.

Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan. Porositas, porositas

merupakan rongga-ronggaini akan diisi air dan udara yang sangat diperlukan bagi

pertumbuhan mikroba. Kelembaban, kelembaban memegang peran penting dalam

metabolism mikroba. Kelembaban dengan kisaran 40-60% merupakan kisaran

optimumbagi metabolisme mikroba. Tempertaur, panas dihasikan dari proses

metabolisme mikroba. Peningkatan suhu dapat terjadi secara cepat dalam

tumpukan kompos yang berkisar antara 30-60 ⁰C. pH , pH pengomposan terjadi

pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk pengomposan antara 6.6-7.5

Kompos yang sudah matang biiasanya memiliki pH netral. Kandungan hara,

ketersediaan hara dalam pengomposan penting untuk mendukung pertumbuhan

mikroba. Unsur hara ini biasanya terdapat dalam kompos-kompos limbah

peternakan. Sehingga sering pula ditambahkan kotoran ternak ataupun ompos

yang sudah jadi dalam pengomposan. Kandungan bahan berbahaya, bahan

berbahaya akan menghambat atupun mematikan mikroba dekomposer.

Berdasarkan keterangan diatas maka dapat diketahui bahwa faktor

aerasi berperan penting dalam proses pembuatan kompos semi aerobik ini.

Meningkatnya kadar oksigen di dalam kompos tentunya akan meningkatkan

kinerja mikroba aerobsehingga pengomposan berlangsung lebih cepat. Selain itu

penambahan buah nanas dan belimbing serta EM4 sebagai starter  dan  inoku-

lum juga berperan aktif dalam mempercepat pembuatan kompos ini. Buah nanas

memiliki kandungan salah satu jenis bakteri yang dapat meningkatkan nitrogen

yaitu Azotobacter chrococ ocum .Bakteri ini termasuk dari golongan heterotropic

non simbiotic yang tidak dapatmembuat makanan sendiri sebagai keperluan

energinya, sehingga dalam mendap-atkan sebagian besar energi dengan cara

mendegradasi bahan-bahan organik.

Page 9: Laporan Kompos Semi Anaerobik

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa

pembuatan kompos secara semi anaerob dipengaruhi oleh aerasi, rasio C/

N,kelembaban, kandungan hara, porositas, pH dan temperatur. Meskipun telah

ditambah kan EM4, air seni, buah nanas, dan buah belimbing busuk, kompos

tersebut masih belum matang sempurna. Hal ini dapat dilihat dari ciri ciri kompos

yang dibuat belum memenuhi standar yang ada dikarenakan kurangnya waktu

pembentukan kompos.

5.2. Saran

Saran praktikum kompos ini untuk penyediaan alatnya harus ditingkatkan

ketika pengamatan, karena data yang diperoleh menjadi tidak lengkap. Misalnya

saja pada praktikum yang sudah kami lakukan ketika akan melakukan pengamatan

suhu pada minggu ketiga dan keempat termometernya tidak ada sehingga data

suhu yang didapat hanya pada minggu pertama dan kedua.

Page 10: Laporan Kompos Semi Anaerobik

DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, B.E., 2006. Pupuk dan Pemupukan. Universitas Sumatera Utara,

Fakultas Pertanian. Medan

Nyoman P. Aryantha,dkk.2010. Kompos.Pusat Penelitian Antar Universitas Ilmu

Hayati LPPM-ITB. Dept. Biologi - FMIPA-ITB.diakses dari :

http://www.id.wikipedia.org/ Wiki/kompos

Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,

Yogyakarta.

Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan

Secara Biologis. Alumni. Bandung.

Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta

Page 11: Laporan Kompos Semi Anaerobik

LAMPIRAN

Minggu 1

Minggu 2

Page 12: Laporan Kompos Semi Anaerobik

Minggu 3

Minggu 4