STRATEGI BERINVESTASI DI BURSA EFEK INDONESIA
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGANDisusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Menempuh Ujian Skripsi Pada Program Studi Akutansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Nahdlatul Ulama` Jepara
Di susun oleh :Nama: SELLA SINTIYA DEWI
Nim : 131120000740PROGRAM STUDI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA`(UNISNU) JEPARA
2015HALAMAN PERSETUJUANSTRATEGI BERINVESTASIBURSA EFEK
INDONESIATAHUN 2015
Laporan Kuliah Kerja Lapangan Ini Telah Disetujui Oleh
PembimbingPada Hari
..........................Tanggal.........................Tahun
2015
Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNISNU Jepara
Nama
: Sella Sintiya DewiNIM
: 131120000740Konsentrasi : Sistem Informasi AkuntansiProgram
Studi: Akuntansi Mengetahui, Ka. Prodi Akuntansi
PembimbingALI SOFWAN, SE, M.Si AIDA NAHAR, SE, M.SiNIY. 1 730109
07 047
NIY. KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,
sehingga telah selesai penyusunan laporan kuliah kerja lapangan ini
berjudul : STRATEGI BERINVESTASI DI BURSA EFEK INDONESIA.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kuiah kerja
lapangan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak yang perlu
dikoreksi, namun demikian penulis berharap laporan kuliah kerja
lapangan ini dapat memberikan manfaat dan memenuhi kepentingan
semua pihak yang bersangkutan dalam hubungannya dengan masalah yang
disajikan. Penulisan laporan kuliah kerja lapangan tersebut
merupakan tugas sebagai syarat untuk menempuh ujian skripsi pada
program studi akuntansi fakultas ekonomi dan bisnis Universitas
Islam Nahdlatul Ulama Jepara.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dalam
menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), terutama Kepada
:
1. Bapak MUCHAMMAD IMRON, SE, MM, selaku Dekan Kampus Fakultas
Ekonomi dan Bisnis2. Bapak ALI SOFWAN, SE, MSi, selaku Ketua Progdi
FEB Jurusan Akuntansi3. Ibu AIDA NAHAR, SE, MSi, selaku Dosen
Pembimbing kegiatan KKL FEB Jurusan Akuntansi.
4. Kepada Suami, putra saya tercinta, dan ibu tersayang, yang
selalu mendoakan demi keberhasilan saya dan telah memberikan
dukungan baik moril maupun materi yang tidak terhitung jumlahnya.5.
Untuk semua teman-teman kelas AD, sahabat-sahabat saya yang telah
menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapangan. Dan seluruh pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.Penulis menyadari kekurangannya
dalam pembuatan laporan kuliah kerja lapangan ini disebabkan karena
keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh sebab itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat menjadikan
motivasi dari semua pihak. Akhir kata penulis menghaturkan banyak
terimakasih. Semoga Allah SWT, memberikan balasan yang sesuai
dengan kebaikan dan kemurahan hatiNya.
Jepara, Februari 2015 PenyusunDAFTAR ISILAPORAN KULIAH KERJA
LAPANGAN
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1Latar Belakang
1
1.2Perumusan Masalah
31.3Tujuan Penulisan
31.4 Manfaat
Penulisan.............................................................................
3BAB II LANDASAN TEORI
52.1Pengertian Investasi
52.2Tujuan Investasi
62.3Pengertian Pasar Modal
6BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
83.1Sejarah dan Perkembangan
83.2Logo Perusahaan
163.3Struktur Pasar Modal
173.4Pelaku Pasar Modal
173.5Determinasi Investasi
213.6Strategi Investasi
26BAB IV PENUTUP
344.1Kesimpulan
34DAFTAR PUSTAKA
36DAFTAR LAMPIRANGambar 1. Logo Perusahaan16Gambar 2. Struktur
Pasar Modal17
BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSetelah deraan krisis
multidimensi yang dialami oleh bangsa Indonesia, kita selalu
berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan di berbagai hal. Dari segi
pertumbuhan ekonomi, investasi adalah titik awal dari kesempatan
untuk tumbuh. Dalam investasi dibutuhkan kejelian dan kepekaan
terhadap apa yang dijadikan objek investasi. Dalam investasi, semua
investor pasti menginginkan keuntungan yang besar dengan risiko
yang relatif rendah atas investasi yang ia lakukan. Salah satu cara
untuk mencapainya adalah dengan melakukan analisis-analisis atau
peramalan-peramalan. Investasi di pasar modal, investor harus
memiliki data yang konfrehensif tentang apa yang dijadikan objek
investasi, sekaligus pengetahuan dan serangkaian kemungkinan
keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan risiko yang
kecil.
Ada tiga karakter perilaku para investor terhadap risiko,
Karakter tersebut antara lain 1). Pengambil risiko (Risk seeker)
2). Penghindar risiko (Risk averter) dan 3). Acuh terhadap risiko
(Indefferent). ( Weston, Fred and Thomas, Copeland). Dari ketiga
karakter tersebut, karakter kedua sering terjadi dikarenakan pada
hakikatnya investor adalah bukan makhluk sosial yang selalu mau
rugi karena harus menanggung risiko.
Oleh karena itu, investasi sangat sensitif terhadap
perubahan-perubahan yang bersifat global. Hal ini dicontohkan pada
saat krisis ekonomi mulai tahun 1998 sampai sekarang ini. yang mana
ada keterkaitan antara situasi dengan perilaku investor dalam
meresponnya, dan ini wajar karena secara rasional investor harus
pandai membaca peluang dan ancaman sebelum memutuskan investasinya
terutama pertimbangan risiko yang dihadapi, dalam hal ini investor
harus menyadari bahwa investasi yang dilakukan untuk mendapatkan
return mengandung konsekuensi adanya risiko. Mereka secara pasti
sebenarnya tidak tahu seberapa besar hasil yang akan diperoleh dari
investasi yang dilakukan.Untuk masalah investasi, suatu negara
biasanya menyediakan pasar modal atau bursa efek beserta institusi
pendukungnya. Pasar modal merupakan wahana yang mempertemukan pihak
yang membutuhkan dana dengan pihak yang menyediakan dana sesuai
dengan aturan yang ditetapkan oleh lembaga profesi yang berkaitan
dengan efek dan sekuritas. Produk yang diperjual belikan adalah
saham-saham atau efek-efek perusahaan yang telah listing di Bursa
Efek kepada masyarakat pemilik Pada dasarnya kegiatan investasi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu investasi riil dan investasi
finansial. Kedua investasi tersebut mengacu ke masa depan
dalammemperhitungkan return on investment (ROI). Seperti diketahui
masa depan adalah suatuyang tidak pasti dan ketidakpastian berarti
suatu risiko dalam berbagai tingkatan tertentu.Walaupun mengandung
risiko masa depan juga menjanjikan sesuatu yang lebih baik darimasa
sekarang, sehingga banyak orang mau melakukan investasi.1.2.
Perumusan MasalahSesuai dengan latar belakang yang telah
dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada
yaitu bagaimana strategi berinvestasi di Bursa Efek Indonesia.
1.3. Tujuan PenulisanTujuan penelitian laporan kuliah kerja
lapangan adalah :
1. Untuk mengetahui kiat-kiat berinvestasi di pasar modal.1.4.
Manfaat PenulisanA. Bagi Mahasiswa1. Untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa agar mahasiswa dapat beradaptasi dengan
lingkungan yang berkompeten, sehingga memiliki daya saing yang
kuat.2. Memudahkan mahasiswa dalam penguasaan dan pendalaman serta
pengaplikasian konsep Manajemen.3. Memberikan pengalaman praktek
kepada mahasiswa dibidang Manajemen dalam rangka memadukan teori
dan praktek pengelolaan usaha atau bisnis.4. Menyusun dan menulis
suatu karya ilmiah, ssesuai dengan bidang ilmiah yang ditempuhnya,
berdasarkan KKL yang dilakukan mahasiswa sendiri.B. Bagi
AkademisUntuk menambah literatur laporan bagi Universitas Islam
Nahdlatul Ulama Jepara, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan
dan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.BAB II LANDASAN
TEORI2.1. Pengertian InvestasiInvestasi adalah setiap wahana dimana
dana ditempatkan dengan harapan dapat memelihara dan atau
menghasilkan hasil yang positif. Disamping rasa aman para investor
perlu memperoleh keyakinan dan kepercayaan bahwa mereka dilayani
berdasarkan profesionalisme dengan norma etika yang tinggi untuk
itu para investor harus mendapatkan informasi yang mereka butuhkan,
yang merupakan salah satu syarat menuju terciptanya pasar efek yang
efisien
Menurut Sri Handaru Yuliati, Handoyo Prasetyo dan Fandy Tjiptono
dalam buku mereka yang berjudul Manajemen Portofolio dan Analisis
Investasi mengemukakan :Investasi dapat diartikan sebagai cara
penanaman modal, baik langsung maupun tidak langsung, yang
bertujuan untuk mendapatkan manfaat (keuntungan) tertentu sebagai
hasil penanaman modal tersebut (21 : 23)
2.2. Tujuan Investasi Tujuan investor atau manajemen investasi
dalam melakukan kegiatan investasi adalah memaksimalkan tingkat
keuntungan atau menaikkan nilai investasi awal. Tingkat keuntungan
(rate of return) adalah persentase total pendapatan investor
dibandingkan dengan investasi awal yang diperoleh selama periode
investasi.
Menurut Suad Husnan (2001:17) menyatakan bahwa proses investasi
menunjukan bagaimana investor seharusnya melakukan investasi dalam
sekuritas yaitu sekuritas apa yang akan dipilih dan berapa banyak
investasi tersebut dilakukan.2.3. Pengertian Pasar ModalPasar modal
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan
efek. Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para
investor selain alternatif investasi lainnya, seperti: menabung di
bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya.
Pasar Modal bertindak sebagai penghubung. Pasar Modal bertindak
sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun
institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka
panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya. Berlangsungnya fungsi
pasar modal (Bruce Lliyd, 1976), adalah meningkatkan dan
menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan "kriteria pasarnya"
secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara
keseluruhan.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Sejarah dan PerkembanganMenurut
buku "Effectengids" yang dikeluarkan Vereneging voor den
Effectenhandel pada tahun 1939, transaksi efek telah berlangsung
sejak 1880 namun dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan
tentang transaksi tersebut tidak lengkap. Pada tahun 1878 terbentuk
perusahaan untuk perdagangan komuitas dan sekuritas, yakti Dunlop
& Koff, cikal bakal PT. Perdanas.
Tahun 1892, perusahaan perkebunan Cultuur Maatschappij Goalpara
di Batavia mengeluarkan prospektus penjualan 400 saham dengan harga
500 gulden per saham. Empat tahun berikutnya (1896), harian Het
Centrum dari Djoejacarta juga mengeluarkan prospektus penjualan
saham senilai 105 ribu gulden dengan harga perdana 100 gulden per
saham. Tetapi, tidak ada keterangan apakah saham tersebut
diperjualbelikan. Menurut perkiraan, yang diperjualbelikan adalah
saham yang terdaftar di bursa Amsterdam tetapi investornya berada
di Batavia, Surabaya dan Semarang. Dapat dikatakan bahwa ini adalah
periode permulaan sejarah pasra modal Indonesia.
Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai
membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai
salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang telah
dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut terdiri dari
orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat
jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi.
Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu
mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya
Amsterdamse Effectenbueurs mendirikan cabang yang terletak di
Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912, yang menjadi
penyelenggara adalah Vereniging voor de Effectenhandel dan langsung
memulai perdagangan. Di tingkat Asia, bursa Batavia ini merupakan
yang keempat tertua terbentuk setelah Bombay (1830), Hong Kong
(1847), dan Tokyo (1878). Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa
yang aktif (makelar) yaitu: Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman
& Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa.
A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa.
Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert &
V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa.
Gebroeders.
Pada awalnya bursa ini memperjualbelikan saham dan obligasi
perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia,
obligasi yang diterbitkan pemerintah (provinsi dan kotapraja),
sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan
oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan
Belanda lainnya.
Meskipun pada tahun 1914 bursa di Batavia sempat ditutup karena
adanya Perang Dunia I, namun dibuka kembali pada tahun 1918.
Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga
menarik masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut,
pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di
Semarang resmi didirikan bursa. Anggota bursa di Surabaya waktu itu
adalah: Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. V.
Van Velsen, Fa. Beaukkerk & Cop, dan N. Koster. Sedangkan
anggota bursa di Semarang waktu itu adalah: Fa. Dunlop & Koff,
Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monad & Co, Fa. Companien &
Co, serta Fa. P.H. Soeters & Co. Hal ini dikarenakan keadaan
pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai
efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 miliar (jika di indeks
dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah
+ Rp. 7 triliun) yang berasal dari 250 macam efek.
Periode menggembirakan ini tidak berlangsung lama karena
dihadapkan pada resesi ekonomi tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia
II (PD II). Keadaan yang semakin memburuk membuat Bursa Efek
Surabaya dan Semarang ditutup terlebih dahulu. Kemudian pada 10 Mei
1940 disusul oleh Bursa Efek Jakarta. Selanjutnya baru pada tanggal
3 Juni 1952, Bursa Efek Jakarta dibuka kembali. Operasional bursa
pada waktu itu dilakukan oleh PPUE (Perserikatan Perdagangan Uang
dan Efek) yang beranggotakan bank negara, bank swasta dan para
pialang efek. Pada tanggal 26 September 1952 dikeluarkan
Undang-undang No 15 Tahun 1952 sebagai Undang-Undang Darurat yang
kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Bursa.
Namun kondisi pasar modal nasional memburuk kembali karena
adanya nasionalisasi perusahaan asing, sengketa Irian Barat dengan
Belanda, dan tingginya inflasi pada akhir pemerintahan Orde Lama
yang mencapai 650%. Hal ini menyebabklan tingkat kepercayaan
masyarakat kepada pasar modal merosot tajam, dan dengan sendirinya
Bursa Efek Jakarta tutup kembali.
Baru pada Orde Baru kebijakan ekonomi tidak lagi melancarkan
konfrontasi terhadap modal asing. Pemerintah lebih terbuka terhadap
modal luar negeri guna pembangunan eknomi yang berkelanjutan.
Beberapa hal yang dilakukan adalah pertama, mengeluarkan Keputusan
Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang pendirian Pasar Modal, membentuk
Badan Pembina Pasar Modal, serta membentuk Badan Pelaksana Pasar
Modal (BAPEPAM). Yang kedua ialah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
No.25 Tahun 1976 tentang penetapan PT Danareksa sebagai BUMN
pertama yang melakukan go public dengan penyertaan modal negara
Republik Indonesia sebanyak Rp. 50 miliar. Yang ketiga adalah
memberikan keringan perpajakan kepada perusahaan yang go public dan
kepada pembeli saham atau bukti penyertaan modal.
Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami
kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada
perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek.
Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan
oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan
obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham
dan lain sebagainya. PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan
pertama yang dicatat dalam saham BEJ. Baru setelah pemerintah
melakukan deregulasi pada periode awal 1987, gairah di pasar modal
kembali meningkat. Deregulasi yang pada intinya adalah melakukan
penyederhanaan dan merangsang minat perusahaan untuk masuk ke bursa
serta menyediakan kemudahan-kemudahan bagi investor. Kebijakan ini
dikenal dengan tiga paket yakni Paket Kebijaksanaan Desember 1987,
Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember
1988.
Paket Kebijaksanaan Desember 1987 atau yang lebih dikenal dengan
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham
dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh
Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Kebijakan ini juga
menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan
memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang
belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek. Kemudian Paket
Kebijaksanaan Oktober 1988 atau disingkat Pakto 88 ditujukan pada
sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan
pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal,
Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito. Pengenaan
pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal.
Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi
perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
Yang ketiga adalah Paket Kebijaksanaan Desember 1988 atau Pakdes 88
yang pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar
modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan
bursa.Hal ini memudahkan investor yang berada di luar Jakarta. Di
samping ketiga paket kebijakan ini terdapat pula peraturan mengenai
dibukanya izin bagi investor asing untuk membeli saham di bursa
Indonesia yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
1055/KMK.013/1989. Investor asing diberikan kesempatan untuk
memiliki saham sampai batas maksimum 49% di pasar perdana, maupun
49% saham yang tercatat di bursa efek dan bursa paralel. Setelah
itu disusul dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan No.
1548/KMK.013/1990 yang diubah lagi dengan Keputusan Menteri
Keuangan No. 1199/KMK.010/1991. Dalam keputusan ini dijelaskna
bahwa tugas Bapepam yang semula juga bertindak sebagai
penyelenggara bursa, maka hanya menjadi badan regulator. Selain itu
pemerintah juga membentuk lembaga baru seperti Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI), Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI), reksadana, serta manajer Investasi. Keadaan setelah
kebijakan deregulasi itu dikeluarkan benar-benar berbeda. Pasar
modal menjadi sesuatu yang menggemparkan, karena investasi di bursa
efek berkembang sangat pesat. Banyak perusahaan antri untuk dapat
masuk bursa. Para investor domestik juga ramai-ramai ikut bermain
di bursa saham. Selama tahun 1989 tercatat 37 perusahaan go public
dan sahamnya tercatat (listed) di Bursa Efek Jakarta. Sedemikian
banyaknya perusahaan yang mencari dana melalui pasar modal,
sehingga masyarakat luas pun berbondong-bondong untuk menjadi
investor. Perkembangan ini berlanjut dengan swastanisasi bursa,
yakni berdirinya PT. Bursa Efek Surabaya, serta pada tanggal 13
Juli 1992 berdiri PT. Bursa Efek Jakarta yang menggantikan peran
Bapepam sebagai pelaksana bursa. Akibat dari perubahan yang
menggembirakan ini adalah semakin tumbuhnya rasa kepercayaan
investor terhadap keberadaan pasar modal Indonesia. Hal ini
ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan mengeluarkan peraturan
berupa Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 yang berlaku efektif sejak
tanggal 1 Januari 1996. Undang-undang ini dilengkapi dengan
peraturan organiknya, yakni Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995
tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, serta
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara
Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal. Tahun 1995, mulai diberlakukan
sistem JATS (Jakarta Automatic Trading System). Suatu system
perdagangan di lantai bursa yang secara otomatis me-matchkan antara
harga jual dan beli saham. Sebelum diberlakukannya JATS, transaksi
dilakukan secara manual. Misalnya dengan menggunakan papan tulis
sebagai papan untuk memasukkan harga jual dan beli saham.
Perdagangan saham berubah menjadi scripless trading, yaitu
perdagangan saham tanpa warkat (bukti fisik kepemilikkan saham)Lalu
dengan seiring kemajuan teknologi, bursa kini menggunakan sistem
Remote Trading, yaitu sistem perdagangan jarak jauh. Pada tanggal
22 Juli 1995, BES merger dengan Indonesian Parallel Stock Exchange
(IPSX), sehingga sejak itu Indonesia hanya memiliki dua bursa efek:
BES dan BEJ.
Pada tanggal 19 September 1996, BES mengeluarkan sistem Surabaya
Market information and Automated Remote Trading (S-MART) yang
menjadi Sebuah sistem perdagangan yang komprehensif, terintegrasi
dan luas remote yang menyediakan informasi real time dari transaksi
yang dilakukan melalui BES.
Pada tahun 1997, krisis ekonomi melanda negara-negara Asia,
khususnya Thailand, Filipina, Hong Kong, Malaysia, Singapura,
Jepang, Korea Selatan, dan Cina, termasuk Indonesia. Akibatnya,
terjadi penurunan nilai mata uang asing terhadap nilai dolar.
Bursa Efek Jakarta melakukan merger dengan Bursa Efek Surabaya
pada akhir 2007 dan pada awal 2008 berubah nama menjadi Bursa Efek
Indonesia.
Dari regulasi yang dikeluarkan periode ini mempunyai ciri khas
yakni, diberikannya kewenangan yang cukup besar dan luas kepada
Bapepam selaku badan pengawas. Amanat yang diberikan dalam UU Pasar
Modal secara tegas menyebutkan bahwa Bapepam dapat melakukan
penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan jika terjadi kejahatan di
pasar modal.
3.2. Logo PerusahaanGambar 1. Logo Perusahaan
Sumber. Bursa Efek Indonesia3.3 Struktur Pasar Modal
3.4. Pelaku Pasar ModalPara pemain utama yang terlibat di pasar
modal dan lembaga penunjang yang terlibat langsung dalam proses
transaksi antara pemain utama sebagai berikut:a. Emiten
Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga
atau melakukan emisi di bursa (disebut emiten). Dalam melakukan
emisi, para emiten memiliki berbagai tujuan dan hal ini biasanya
sudah tertuang dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), antara
lain:
1. Perluasan usaha, modal yang diperoleh dari para investor akan
digunakan untuk meluaskan bidang usaha, perluasan pasar atau
kapasitas produksi.
2. Memperbaiki struktur modal, menyeimbangkan antara modal
sendiri dengan modal asing.
3. Mengadakan pengalihan pemegang saham. Pengalihan dari
pemegang saham lama kepada pemegang saham baru.
b. Investor
Pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan
yang melakukan emisi (disebut investor). Sebelum membeli surat
berharga yang ditawarkan, investor biasanya melakukan penelitian
dan analisis tertentu. Penelitian ini mencakup bonafiditas
perusahaan, prospek usaha emiten dan analisis lainnya.
Tujuan utama para investor dalam pasar modal antara lain:
1. Memperoleh deviden. Ditujukan kepada keuntungan yang akan
diperolehnya berupa bunga yang dibayar oleh emiten dalam bentuk
deviden.
2. Kepemilikan perusahaan. Semakin banyak saham yang dimiliki
maka semakin besar pengusahaan (menguasai) perusahaan.
3. Berdagang. Saham dijual kembali pada saat harga tinggi,
pengharapannya adalah pada saham yang benar-benar dapat menaikkan
keuntungannya dari jual beli sahamnya.
c. Lembaga Penunjang
Fungsi lembaga penunjang antara lain turut serta mendukung
beroperasinya pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun
investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
pasar modal.
d. Penjamin emisi (underwriter).
Lembaga yang menjamin terjualnya saham/obligasi sampai batas
waktu tertentu dan dapat memperoleh dana yang diinginkan emiten.e.
Perantara perdagangan efek (broker/ pialang)
Perantaraan dalam jual beli efek, yaitu perantara antara si
penjual (emiten) dengan si pembeli (investor). Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh broker antara lain meliputi:
1. Memberikan informasi tentang emiten
2. Melakukan penjualan efek kepada investor
f. Perdagangan efek (dealer)
Berfungsi sebagai:
Pedagang dalam jual beli efek. Sebagai perantara dalam jual beli
efek
g. Penanggung (guarantor)
Lembaga penengah antara pemberi kepercayaan dengan penerima
kepercayaan. Lembaga yang dipercaya oleh investor sebelum
menanamkan dananya.
h. Wali amanat (trustee)
Jasa wali amanat diperlukan sebagai wali dari si pemberi amanat
(investor). Kegiatan wali amanat meliputi:
1. Menilai kekayaan emiten
2. Menganalisis kemampuan emiten
3. Melakukan pengawasan dan perkembangan emiten
4. Memberi nasehat kepada para investor dalam hal yang berkaitan
dengan emiten
5. Memonitor pembayaran bunga dan pokok obligasi
6. Bertindak sebagai agen pembayaran
i. Perusahaan surat berharga (securities company)
Mengkhususkan diri dalam perdagangan surat berharga yang
tercatat di bursa efek. Kegiatan perusahaan surat berharga antara
lain:1. Sebagai pedagang efek
2. Penjamin emisi
3. Perantara perdagangan efek
4. Pengelola dana
j. Perusahaan pengelola dana (investment company)
Mengelola surat-surat berharga yang akan menguntungkan sesuai
dengan keinginan investor, terdiri dari 2 unit yaitu sebagai
pengelola dana dan penyimpan dana.
k. Kantor administrasi efek.
Kantor yang membantu para emiten maupun investor dalam rangka
memperlancar administrasinya.1. Membantu emiten dalam rangka
emisi
2. Melaksanakan kegiatan menyimpan dan pengalihan hak atas saham
para investor
3. Membantu menyusun daftar pemegang saham
4. Mempersiapkan koresponden emiten kepada para pemegang
saham
5. Membuat laporan-laporan yang diperlukan.3.5 Determinasi
InvestasiSetiap keputusan investasi melibatkan lima unsur pokok
yang dapat disebut determinasi investasi. Dalam setiap proses
pengambilan keputusan investasi, unsur-unsur tersebut akan muncul,
apakah secara eksplisit atau implisit. disadari atau tidak, diolah
secara sistematis atau tidak. Kelima unsur-unsur tersebut adalah:
1. Kondisi Pemodal (investor)Kondisi pemodal meliputi kondisi
keuangannya dan sikap terhadap risiko. Proses psikologis seorang
pemodal. Dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya, pada umumnya
mengikuti urut-urutan yang sama. Penghasilan pertama akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan,
kesehatan, pendidikan dan rekreasi. Lapisan penghasilan yang
berikut diatasnya akan digunakan untuk core investment, yaitu
investasi dengan tingkat keamanan yang tinggi dan tingkat
keuntungan yang terukur. Seandainya seorang pemodal miliki tingkat
pendapatan yang lebih tinggi lagi, baru ia bisa mengarahkan dananya
untuk investasi yang lebih agresif, yaitu investasi dengan tingkat
risiko yang lebih tinggi dan potensi pendapatan yang lebih tinggi
pula. Sikap seseorang terhadap risiko dipengaruhi oleh kondisi
keuangan. Apakah seseoran bersifat berani menghadapi risiko (risk
seeker), netral (risk neutral) atau menghindari risiko (risk
Averter), selain ditentukan oleh umur dan tempramen, juga
ditentukan oleh jumlah dana yang ia miliki. 2. Motif Investasi
Unsur yang kedua adalah motif investasi. Pemodal pada umumnya
memiliki motif investasi yang tidak tunggal. Namun intensitas
motif-motif seperti keamanan, pertumbuhan, pendapatan, fasilitas
pajak dan spekulasi, berbeda dari pemodal yang satu dengan pemodal
yang lain. 3. Media Investasi Media investasi sebagai unsur yang
ketiga menyodorkan pilihan antara real assets dan financial assets.
Berkembangnya perekonomian, cenderung menggeser objek investasi
dari real assets seperti tanah dan emas ke arah financial assets
baik di pasar uang maupun di pasar modal. Saham sebagai objek
investasi utama di pasar modal memiliki berbagai karakteristik yang
memungkinkan seorang pemodal mempunyai pilihan yang tepat. Untuk
menyebut sebagian karakteristik tersebut, seorang pemodal dapat
memilih blue chips stock, yang merupakan saham dari perusahaan yang
besar atau ia lebih memilih Growth stocks, yang merupakan saham
perusahaan yang berkembang dan tingkat pertumbuhan lebih cepat dari
trend ekonomi umumnya ditandai oleh pemasaran yang agresit, R &
D oriented, Flow back ratio yang tinggi, dividend yield lebih
rendah serta price earning ratio yang tinggi.
Seorang pemodal yang lebih spekulatif mungkin memilih cylical
stocks. Perusahaan yang bergerak di bidang real eatate, automotive,
konstruksi dan eletronik pada umumnya berfluktuasi bersama siklus
ekonomi. Apabila kondisi perekonomian membaik, maka penampilan
perusahaan akan membaik juga dan dengan demikian harga saham
diharapkan akan menjadi baik.
Sedangkan seorang pemodal yang konvensional mungkin akan memilih
defensive stocks, yaitu saham dari perusahaan yang bertahan, atau
bahkan seringkali di atas rata-rata pada saat resesi. 4. Model dan
teknik Analisis Ada dua potensi keuntungan dari investasi di Bursa
Efek, yaitu dividen dan capital gain. Dividen perusahaan sangat
berkaitan dengan performance perusahaan, sedangkan capital gain
tidak begitu dipengaruhi oleh performance perusahaan. Unsur
spekulasi sangat berperan dalam jual-beli saham. Pendapatan dari
selisih penjualan saham dapat saja bernilai negatif, jika harga
jual saham di bawah harga belinya (capital loss), sedangkan
pendapatan dividen tidak bisa negatif. Ada dua cara untuk
merealisasikan potensi keuntungan di atas, yaitu:1) membeli efek
yang dalam jangka panjang menunjukkan performance yang lebih baik
dari sekian banyak alternatif yang ada di pasar modal.2) membeli
efek pada saat harganya murah dan menjual setelah harganya naik.
Kedua cara tersebut di atas sungguh sebuah formulasi yang
sederhana, tetapi tak mudah untuk dilaksanakan. Usaha konkrit untuk
menerjemahkan formulasi itu ke dalam suatu model analisis yang
sistematis, melahirkan dua aliran dalam disiplin securities
analysis, yaitu: fundamental analysis dan technical analysis.
Fundamental analysis mempunyai anggapan bahwa setiap pemodal
adalah makhluk rasional. Karena itu, seorang fundamentalis memcoba
mempelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan.
Alasannya adalah bahwa nilai saham mewakili nilai perusahaan, tidak
hanya nilai intrinsik suatu saat tetapi juga adalah harapan
kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan pemegang
saham di masa yang akan datang. 5. Strategi InvestasiPerkembangan
investasi dalam saham adalah fluktuatif dan spekulatif, karena
secara empiris, investasi dalam saham di pasar modal sering masuk
pada kondisi ketidakpastian karena mengikuti variabel-variabel
ekonomi yang bersifat makro, seperti : perkembangan stabilitas
politik atau keamanan berinvestasi, perkembangan tingkat suku bunga
dan tingkat inflasi serta pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian itu
dalam teori risiko dalam portofolio disebut risiko yang
sistematik.
Alternatif untuk dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi
investor, adalah melakukan strategi investasi. Strategi investasi
yang disarankan adalah membuat portofolio saham. Meskipun demikian,
return yang diperoleh investor masih memiliki ketidakpastian karena
risiko sistematik merupakan risiko yang ditimbulkan oleh faktor
makro ekonomi yang tidak bisa diramalkan secara pasti.3.6 Strategi
InvestasiStrategi untuk menarik minat Investor dalam Berinvestasia.
Strategi Pengembangan Leading/ Key Industry.Strategi pengembangan
industri andalan merupakan strategi pembangunan daerah yang paling
favorit untuk dilaksanakan. Industri andalan yang akan dikembangkan
biasanya merupakan kegiatan usaha atau industri di daerah yang
memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan kegiatan sejenis
di daerah pesaing lainnya.
Menurut Perroux, sebagai pioneer arsitek konsep polarized
development dalam pengembangan daerah, leading industry memiliki
keterkaitan yang erat dengan sektor kegiatan ekonomi lainnya di
daerah; sehingga dapat mendorong pola pembangunan yang
terpolarisasi di dalam wilayah suatu daerah. Industri andalan ini
biasanya berbentuk industri yang berorientasikan ekspor, seperti
LNG untuk Aceh, minyak bumi dan kelapa sawit untuk Riau, pariwisata
dan perhotelan untuk Bali, tekstil untuk Jawa Barat dan
perbankan/lembaga keuangan untuk DKI Jakarta.
Industri andalan yang dikembangkan di daerah diharapkan akan
mendorong proses pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga pada akhirnya
akan meningkatkan sumber pendapatan di daerah tersebut baik dalam
bentuk pendapatan perusahaan dan rumah tangga maupun pendapatan
dari pajak daerah. Salah satu metode untuk menyeleksi industri
andalan yang memiliki daya saing adalah dengan revealed comparative
advantage(RCA). Menurut analisis yang dilakukan oleh Brodjonegoro
(1999), Daerah Aceh memiliki dua industri andalan masing-masing
industri yang menghasilkan produk minyak bumi dan pupuk, dengan RCA
index di atas satu. Sayangnya ada kendala keterbatasan cadangan
minyak dan besarnya komponen impor bahan baku pupuk yang jika akan
dikembangkan lebih lanjut menjadi terbatas sustainabilitynya.
Demikian proses analisis seperti ini dapat dilanjutkan untuk Daerah
Propinsi lainnya..
Keunggulan daya saing industri andalan dapat dipertahankan
sepanjang industri tersebut dapat mendorong terbentuknya berbagai
penghematan eksternal (external economies), antara lain dengan
mengembangkan lebih lanjut industri hilir dan industri-industri
penunjang. Agar proses ini dapat terlaksana Pemerintah Daerah dapat
memberikan berbagai kemudahan dan sistem insentif investasi yang
merangsang agar industri andalan ini dapat berkembang.. Pemberian
sistem insentif tersebut perlu dikaitkan dengan kemampuan industri
ini melakukan kegiatan R&D dan inovasi agar proses multiplier
terhadap perekonomian daerah dapat terus dipelihara dalam jangka
panjang. Industri kunci yang telah mature perlu segera dicarikan
penggantinya, mengingat kemunduran dalam perkembangan penjualannya
dapat mempengaruhi kinerja keuangan daerah. Sebaiknya suatu daerah
tidak mengandalkan hanya pada satu industri kunci, seperti halnya
Sumbar dengan PT Semen Padangnya dan Irian Barat dengan PT Freeport
Indonesianya. Tetapi sebaliknya pilihan industri kunci ini jangan
terlalu banyak mengingat kemampuan daya serap yang terbatas dari
perekonomian lokal dalam mensupply tenaga kerja trampil dan dalam
penyediaan sarana/prasarana.
Kelemahan utama dari strategi pembangunan leading industry ini
adalah ancaman terhadap kemungkinan terpolarisasinya pembangunan
daerah hanya pada wilayah core yang terbatas. Hal ini sudah
terbukti dengan kehadiran PT Caltex di Dumai, PT Freeport Indonesia
di wilayah Irian Jaya dan mega proyek lainnya di pelosok daerah
Indonesia.
b. Strategy Growth CenterStrategi growth center pernah populer
dikalangan arsitek pembangunan kota pada tahun 1960 dan 1970.
Strategi ini antara lain menekankan pentingnya program penyediaan
fasilitas kota atau infrastruktur untuk suatu kawasan industri pada
lokasi atau tempat strategik (ports, transit site, intersection
dekat dengan lokasi growth center).
Para perintis model strategi pembangunan daerah ini antara lain
adalah Hirschman (1958), Lyod Rodwin (1963), dan Friedmann (l966).
Doktrin growth center ini kemudian berkembang pesat , sebagaimana
dibahas oleh Niles M Hansen (1967,1968) dan DF Darwent (1969).
Keterkaitan growth center dan perekonomian daerah pernah banyak
terjadi di banyak kawasan sebagaimana dilaporkan oleh Brian Berry
(1969) dan Gordon Cameron (1970); walaupun sebenarnya banyak juga
kasus-kasus kegagalan seperti terjadi di Malaysia, Amerika Latin,
dan bahkan di Indonesia seperti di kawasan industri Makassar,
Cirebon dan Semarang.
Strategi growth center telah banyak berhasil di Indonesia antara
lain dengan dibangunnya kawasan Pulau Batam (BIDA, 2000) dan
kawasan industri di Pulogadung-Jakarta. Keberhasilan pengembangan
Pulau Batam adalah karena lokasinya yang strategis dekat dengan
tranfer-points perdagangan antar negara di Singapura, dan
memanfaatkan pengembangan ancillary industries yang memiliki
keterkaitan dengan leading industry elektronika di negara tetangga.
Banyaknya obyek wisata baru yang dikembangkan turut pula mendorong
keberhasilan tersebut, disamping tentunya hasil kerja keras dari
para pimpinan puncak manajemen pengelola kawasan Batam. Sedangkan
untuk kawasan industri Pulogadung pada saat ini sedang menghadapi
permasalahan struktural karena meningkatnya external diseconomies
dan urbanization diseconomies dari kota Jakarta, khususnya di
sekitar lokasi kawasan tersebut.
Pada saat ini konsep pengembangan ekonomi daerah melalui
pendekatan growth center telah berkembang dengan sangat pesat dan
diujicobakan di berbagai tempat strategis di dunia. Kawasan Silicon
Valley telah dikembangkan sedemikian rupa dan dihubungkan dengan
pemanfaatan aglomerasi dalam industri terkait dalam industri
komputer, chips, dan elektronik (Scott, 1990). Hal yang serupa
banyak dilakukan di negara maju kawasan industri otomotif di
Jepang; North Carolina Research Triangle Park yang memanfaatkan
kedekatan terhadap lokasi tiga universitas besar masing masing
University of North Carolina at Chapel Hill, North Carolina State
University dan Duke University menjadi lokasi favorit untuk riset
di bidang kedokteran, obat-obatan dan penyakit kanker; British
Science Park di Inggris walaupun manfaatnya masih sedang dikaji
ulang (Gower, 1995); proyek high-tech corridor dari PM Mahatir di
Kuala Lumpur dan yang paling akhir rencana pengembangan lokasi ex-
lapangan terbang Kemayoran sebagai cyber-city merupakan
contoh-contoh pengembangan strategi investasi growth center abad ke
21.
c. Strategi Pengembangan Ancillary IndustryJika industri yang
berorientasikan ekspor atau suatu leading industry dan dapat pula
kawasan industri atau pelabuhan/airport menjadi cukup berkembang
sehingga dapat menciptakan pasar untuk produk-produk lanjutan ,
baik ke hulu maupun ke hilir, dan atau kegiatan tersebut telah
cukup untuk menghasilkan external localization economies untuk
industri-industri yang terkait, maka strategy pengembangan
ancillary industry sudah dapat dicoba untuk dilaksanakan (Moriarty
,1980).
Ancillary industry tertarik untuk datang ke suatu daerah karena
penghematan ongkos angkut, seperti halnya dalam kasus dimana baik
leading dan ancillary industry menggunakan bahan baku atau produk
intermediate yang sama dalam proses produksi mereka. Hal ini banyak
kita jumpai pada industri kertas semen, bahan baku cat, karoseri
kendaraan, percetakan dan sebagainya. Alasan lainnya adalah karena
labor pool, yaitu industri ancillary berlokasi dekat dengan leading
industry karena dapat dengan mudah menggunakan tanaga kerja dengan
ketrampilan dan pengetahuan yang sama dengan upah yang relatif
rendah.
Selanjutnya kehadiran ancillary industry ini dapat menciptakan
external localization economies di wilayah tersebut, antara lain
perusahaan-perusahaan yang memberikan jasa pemeliharaan, pelayanan
bisnis, jasa profesi dan pengiriman/pengangkutan dan komunikasi.
Seluruh kegiatan ini dapat mendorong tumbuh berkembangnya kegiatan
ekspor dan perekonomian di daerah, sekaligus menambah kapasitas
penerimaan pendapatan daerah Contoh terbaik dalam sukses strategi
investasi ini dijumpai dalam pengembangan industri semiconductor di
kompleks produksi Silicon-Valley, Los Angeles (Scott, 1987).
Beberapa pengamatan atas keberhasilan strategi ini dapat
disimpulkan sebagai berikut: (a) produksi semiconductor di areal
tersebut telah mendorong menjamurnya kelahiran para pemasok bahan
baku maupun para subkontraktor di sekitar kompleks produksi
sehingga dapat menciptakan agglomeration economies, (b) kompleks
ini juga merupakan daya tarik untuk datangnya industri pengguna
peralatan semiconductor, seperti pengusaha manufaktur komputer dan
televisi. Kepesatan pengembangan kompleks produksi ini sayangnya
tidak diantisipasi oleh Pemerintah Daerah dalam hal penyediaan
labor dan perumahan serta cara-cara menanggulangi kerusakan
lingkungan hidup, sehingga pada saat ini terjadi ancaman naiknya
agglomeration diseconomies.
Kemajuan pesat aplikasi strategi ini banyak dijumpai di beberapa
tempat sekitar lapangan terbang yang menghubungkan akses kota-kota
di dunia dengan mudah, cepat dan murah. Kasarda (1999) baru-baru
ini mengamati kecenderungan perusahaan-perusahaan klas dunia yang
bersaing menurut waktu (time-based competition) banyak memindahkan
lokasi usahanya disekitar lokasi tempat lapangan terbang Dulles
airport, Dallas-Fort International airport, Memphis International
airport, Chicagos OHare airport dan lapangan-lapangan terbang
internasional lainnya. Lokasi airport disamping memberikan akses
pasar dunia juga pada saat yang sama dapat diperoleh penghematan
agglomeration karena kehadiran jasa profesional dalam bidang
konsultan, iklan, hukum, pengolahan data, akuntansi dan auditing,
dan jasa public relations.
d. Kepastian Hukum dan Kebijakan Insentif
Salah satu faktor yang terpenting dalam upaya menarik investor
ke daerah adalah adanya jaminan kepastian hukum dalam menjalankan
usaha. Pengalaman selama masa orde Baru, Pemerintah kurang berhasil
dalam memberikan jaminan bahwa peraturan yang telah ditetapkan
dalam kegiatan investasi dan usaha akan tetap dipegang walaupun
sistem pemerintahan berubah. Jaminan ini sangat diminta oleh para
investor maupun calon investor dalam kegiatan investasi yang jangka
waktu pengembalian modal yang ditanamnya cukup lama. Hal ini dapat
kita jumpai dalam kegiatan investasi di bidang eksplorasi minyak
bumi dan hasil tambang, industri berat, perkebunan, kawasan
industri, apartemen dan gedung bertingkat, serta kegiatan-kegiatan
high-tech industries.
BAB IV KesimpulanAnalisis investasi memang bukan suatu disiplin
yang eksak. Dalam menyimak perkembangan suatu perekonomian selalu
ada faktor yang uncontrollable dan unpredictable. Tidak ada seorang
pemodalpun yang terus menerus memperoleh laba dari suatu mekanisme
pasar, tidak terkecuali di Bursa Efek. Pada tahap perkembangan saat
ini, gerak pasar sekunder sangat ditentukan oleh animo dan
antusiasme pemodal asing. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa
pada saat permulaan masuknya pemodal asing, maka pemodal domestik
(dalam negeri) akan memperoleh laba. Namun dana asing yang masuk ke
pasar modal adalah dana yang paling volatile. Secepat ia masuk
secepat itu pula ia keluar apabila suatu pasar tidak lagi
menjanjikan potensi keuntungan. Jardine Flaming sebagai pengelola
Indonesia Fund, Banque Indosuez pengelola Malacca Fund, dan
Fund-Fund yang lain, tidak henti-hentinya melakukan riset untuk
mencari new emerging markets sebagai objek investasi mereka.
Perpindahan yang cepat dari satu emerging market ke yang lainnya
dapat membuat suatu bursa efek melambung dan yang lainnya akan
mengalami collapse. Beberapa negara telah menelan pil pahit dari
mekanisme tersebut. Oleh karena itu, pengembangan pasar modal
adalah proses edukasi jangka panjang yang menyangkut semua aspek
yang terlibat dalam mekanismenya. Dibidang analisis efek, kita baru
memulai. Ketekunan, kesabaran dan disiplin merupakan sebagian dari
syarat-syarat yang diperlukan.
Alternatif untuk dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi
investor, adalah melakukan strategi investasi. Strategi investasi
yang disarankan adalah membuat portofolio saham. Meskipun demikian,
return yang diperoleh investor masih memiliki ketidakpastian karena
risiko sistematik merupakan risiko yang ditimbulkan oleh faktor
makro ekonomi yang tidak bisa diramalkan secara pasti.
DAFTAR PUSTAKAWikipedia.bursaefekindonesia.com6