-
LAPORA PRAKTIKUM KIMIA FISIK II
KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINER
Nama : Marena Thalita Rahma
NIM : 121810301031
Kelompok : 5
Kelas : A
Asisten : Siti Rofiqoh
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2014
-
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Larutan adalah campuran homogen yang berwujud cair. Larutan
terdiri dari zat
terlarut dan pelarut. Zat terlarut memiliki komposisi yang lebih
kecil sedangkan pelarut
memiliki komposisi yang lebih besar dalam larutan. Larutan
terbagi menjadi dua macam,
larutan ideal dan larutan non ideal. Larutan dikatakan ideal
apabila larutan tersebut
tercampur secara homogen pada seluruh sistem mulai dari faksi
mol 1-0 dan memenuhi
hukum Roult. Larutan encer adalah campuran homogen dengan jumlah
pelarut lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah zat terlarutnya. Larutan
inilah yang tidak memenuhi
hukum Roult.
Campuran dapat digambarkan dengan diagram. Diagram ini biasa
disebut dengan
diagram fase. Diagram fase ini menggambarkan daerah pada tekanan
dan suhu tertentu
serta bersifat stabil. Batas-batas campuran dalam dua atau lebih
fasa akan dapat
menunjukkan posisi fase pada komponen yang ada di dalamnya dan
dalam keadaan
kesetimbangan. Keadaan masing-masing komponen juga dapat diamati
sifatnya apakah
tergolong larutan ideal yang mengikuti hukum Roult atau tidak.
Percobaan ini akan
mempelajari sifat lartan biner pada posisi kesetimbangan
uap-cair menggunakan aquades
dan etanol.
1.2 Tujuan
Tujuan percobaan adalah mempelajari sifat larutan biner dengan
membuat diagram
temperatur versus komposisi, dengan menentukan kadar
alkoholnya.
-
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1. Aquades
Aquades memiliki rumus kimia H2O. Satu molekul aquades tersusun
atas dua atom
hidrogen yang terikat secara kovalen. Aquades memiliki kemampuan
untuk melarutkan
banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa
jenis gas, dan banyak
macam molekul organik. Aquades merupakan bahan kimia yang
berwujud cair, tidak
berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada keadaan standar.
Massa molarnya adalah
18,01528 g/mol. Titik didih aquades sebesar 100C (373,15 K)
sedangkan titik lelehnya
0C (273,15 K). Massa jenisnya 1000 kg/cm3 dan viskositasnya
0,001 Pa/s (20C). Sifat
dari bahan ini adalah non-korosif untuk kulit, non-iritasi untuk
kulit, tidak berbahaya pada
kulit, non-permeator oleh kulit, tidak berbahaya dalam kasus
konsumsi. Bahan ini juga
tidak berbahaya dalam kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya
yaitu non-iritasi untuk
paru-paru dan non-korosif terhadap mata (Anonim, 2014).
2.1.2. Etanol
Etanol merupakan bahan kimia yang berwujud cair, mempunyai bau
seperti alkohol
dari yang ringan sampai kuat. Etanol mempunyai titik didih
sebesar 78,5C atau setara
dengan 173,3F dan titik lelehnya sebesar -114,1C atau setara
dengan -173,4F. Suhu
kritis yang dimiliki oleh etanol adalah 243C setara dengan
469,4F. Massa jenis etanol
yang terukur yaitu 0,8. Etanol mempunyai tekanan uap 5,7 kPa (@
20C). Massa jenis uap
etanol sebesar 1.59. Kelarutan etanol terdapat dalam beberapa
medium antara lain air,
metanol, dietil eter, aseton. Bahan yang harus dihindarkan dari
sumber api. Etanol bersifat
stabil, namun reaktif dengan agen oksidasi, asam, alkali. Etanol
bersifat non korosif di
depan kaca (Anonim, 2014).
2.2 Tinjauan Pustaka
Reaksi kimia kebanyakan berlangsung dalam lingkungan berair,
oleh karenanya
penting untuk memahami sifat-sifat larutan. Larutan adalah
campuran homogen dari dua
atau lebih zat, di mana zat yang lebih banyak disebut pelarut
dan yang lebih sedikit disebut
zat terlarut. Molekul-molekul saling terikat akibat adanya
tarik-menarik antar molekul
pada cairan dan padatan. Bila suatu zat (zat terlarut) larut
dalam zat lainnya (pelarut),
partikel zat terlarut akan menyebar ke seluruh pelarut. Partikel
ini menempati posisi yang
-
biasanya ditempati oleh molekul pelarut. Pelarutan ini
berlangsung dalam tiga tahap
berbeda. Tahap 1 ialah pemisahan molekul pelarut, dan tahap 2
adalah pemisahan molekul
zat terlarut. Kedua tahap ini memerlukan input energi untuk
memutuskan tarik-menarik
antar molekul, dengan demikian tahap ini adalah tahap
endotermik. Pada tahap 3 molekul
pelarut dan molekul zat terlarut bercampur. Tahap ini dapat
bersifat eksotermik atau
endotermik (Chang, 2003).
Ukuran jumlah atau bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol
komponen terhadap
jumlah mol semua komponen yang ada disebut dengan fraksi mol.
Misalnya suatu larutan
mengandung zat A dan zat B, maka fraksi mol untuk masing-masing
zat yaitu:
XA =
XB =
Jumlah fraksi mol kedua zat adalah satu. Fraksi mol tidak
memiliki dimensi (satuan), hal
ini sesuai dengan persamaan diatas di mana satuannya saling
meniadakan (Chang, 2003).
Materi terdiri dari tiga wujud, yaitu cair, padat, dan gas.
Setiap wujud ini disebut
fasa, yang merupakan bagian homogen suatu sistem yang
bersentuhan dengan bagian
sistem yang lain dengan batas yang jelas. Perubahan fasa yaitu
peralihan dari satu fasa ke
fasa lain, terjadi apabila energi ditambahkan atau dilepaskan.
Perubahan fasa merupakan
perubahan fisis yang ditandai dengan perubahan dalam keteraturan
molekul. Molekul-
molekul dalam wujud padat memiliki keteraturan tertinggi, dan
molekul-molekul dalam
fasa gas memiliki keacakan tertinggi (Chang, 2003).
Komponen adalah spesies yang ada dalam sistem, seperti zat
terlarut dan pelarut
dalam larutan biner. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi
P. Gas, atau campuran gas
adalah fasa tunggal, kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan
yang dapat campur secara
total membentuk fasa tunggal. Es adalah fasa tunggal (P =1),
walaupun es itu dapat
dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil. Campuran es dan air
adalah sistem dua fasa
(P =2) walaupun sulit untuk menentukan batas antara fasa-fasanya
(Atkins, 1996).
Sistem biner terdiri atas pasangan cairan campur sebagian yaitu
cairan yang tidak
bercampur dalam semua proporsi pada semua temperatur. Sistem
biner fenol-akuades
merupakan sistem yang memperlihatkan sifat kelarutan timbal
balik antara fenol dan
akuades pada temperatur tertentu dan tekanan tetap. Kelarutan
adalah jumlah maksimum
zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Pelarut
umumnya merupakan suatu
cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Sistem
disebut biner karena terdiri
atas dua komponen yaitu fenol dan akuades. Sistem biner fenol-
akuades tergolong fasa
-
padat-cair, fenol berupa padatan dan akuades berupa cairan.
Kelarutan sistem ini akan
berubah apabila dalam campuran itu ditambahan salah satu
komponen penyusunnya yaitu
fenol atau akuades. Temperatur mempengaruhi komposisi kedua fasa
pada kesetimbangan.
Kemampuan bercampurnya fenol dan aquades akan bertambah apabila
temperatur
dinaikkan (Atkins, 1996).
Komponen pelarut mendekati murni maka komponen itu berperilaku
sesuai dengan
Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan
fraksi mol Hukum
Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Hukum
ini semakin dipatuhi jika
komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati
kemurnian. (Atkins, 1996).
Larutan encer yang tak mempunyai interaksi kimia di antara
komponen-komponennya
tidak mengikuti Hukum Roult. Zat terlarut dalam larutan tak
ideal encer mengikuti Hukum
Henry, bukan Hukum Roult (Petrucci, 1992).
Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial, komponen
yang mempunyai
tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya,
hingga terjadi perbedaan
komposisi antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut
dapat diembunkan
sebagai kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara
parsial kondensat itu
akan mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang
mudah menguap
(Alberty, 1987).
Gambar 2.1. Diagram fasa untuk air
Diagram fasa adalah diagram yang menggambarkan daerah-daerah
tekanan dan
temperatur di mana berbagai fasa bersifat stabil. Batas-batas
fasa menunjukan nilai-nilai
tekanan dan temperatur di mana dua fasa berada dalam
kesetimbangan. Titik kritis yaitu
titik pertemuan antara temperatur kritis (Tc) dan tekanan kritis
(Pc). Tc yaitu temperatur di
-
mana batas antara dua fasa menghilang dan Pc yaitu tekanan di
mana Tc terjadi. Sistem
biner di atas Tc menjadi fasa tunggal dan tidak ada lagi bidang
pemisah (Atkins, 1996).
Beberapa sistem mempunyai temperatur kritis atas (Tuc) dan
temperatur kritis bawah
(Tlc). Tuc adalah batas atas temperatur di mana terjadi
pemisahan fasa. Di atas temperatur
batas atas, kedua komponen benar-benar bercampur. Temperatur ini
ada karena gerakan
termal yang besar dan menghasilkan kemampuan campur yang lebih
besar pada kedua
komponen. Tlc adalah batas bawah temperatur di mana terjadi
pemisahan fasa. Di bawah
temperatur batas bawah kedua komponen bercampur dalam segala
perbandingan dan di
atas temperatur itu kedua komponen membentuk dua fasa. Salah
satu contohnya adalah air
dan trietilamina. Dalam hal ini, pada temperatur rendah kedua
komponen lebih dapat
bercampur karena komponen-komponen itu membentuk kompleks yang
lemah, pada
temperatur lebih tinggi kompleks itu terurai dan kedua komponen
kurang dapat bercampur
(Atkins, 1996).
Gambar 2.2. Diagram fasa cair uap
Larutan ideal banyak dipakai sebagai model. Larutan ini
sedemikian rupa sehingga
interaksi antara partikel lain jenis sama dengan yang sejenis.
Interaksi itu berupa daya tolak
atau daya tarik sesamanya. Hal ini berarti bahwa partikel satu
komponen tidak
mempengaruhi partikel lain didekatnya. Energi yang dikandung
komponen larutan sebelum
dan sesudah tercampur sama sehingga H pencampuran nol artinya
dalam pencampuran
tidak ada kalor yang diserap atau dilepaskan (Syukri,1999).
Pengertian dari larutan ideal untuk membandingkan
larutan-larutan yang biasa
didapat yaitu larutan non ideal. Larutan cairan ideal merupakan
suatu larutan zat cair biner.
Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik antara
molekul-molekulnya sama, artinya gaya
-
tarik antar molekul pelarut dan zat terlarut, sama dengan gaya
tarik molekul pelarutnya
atau molekul zat terlarutnya (Sukardjo, 1989).
Salah satu syarat larutan gas ideal adalah memenuhi hukum Roult
yang berbunyi
sebagai berikut tekanan uap pelarut (PA) pada permukaan larutan
besarnya sama dengan
hasil kali tekanan uap pelarut murni (P0
A) dengan fraksimol pelarut tersebut didalam
larutan (XA). Secara matematis hukum ini dapat ditulis
sebagai
PA = XA P0
A
Bila zat yang diukur mudah menguap (volatil) sehingga tekanan
uapnya dapat diukur,
maka tekanan uap zat terlarut dapat dicari dengan rumus yang
serupa yaitu:
PB = XB P0B
Bila diasumsikan bahwa sistem hanya mengandung dua komponen (A
dan B), maka
tekanan uap total (P) dari sistem dapat dicapai menggunakan
hukum Dalton yaitu:
P = PA + PB
P = XA P0
A + XB P0B
Larutan yang sepenuhnya memenuhi hukum Raoult sangat jarang
ditemui, hal ini
disebabkan ideal pada larutan berarti interaksi antara semua
komponen adalah sama dan
ini sukar unuk dipenuhi
(Bird, 1993)
Larutan dikatakan sebagai larutan ideal apabila:
1. Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 1-0
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen komponen
dicampur
membentuk larutan ( H pencampuran = 0 )
3. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama
dengan jumlah
komponen yang dicampurkan ( V pencampuran = 0 )
4. Memenuhi hukum Raoult
P1 = X1 p0
Keterangan :
P1 = Tekanan uap larutan
p0 = Tekanan uap pelarut murni
X1 = mol fraksi larutan
(Tim Kimia Fisik, 2014)
Sifat komponen larutan ideal yang satu akan mempengaruhi sifat
komponen yang
lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara
sifat kedua komponennya.
-
Contoh, sistem benzena toluena. Sedangkan larutan non ideal
adalah larutan yang tidak
memiliki sifat yang telah disebutkan diatas. Larutan dibagi
menjadi dua golongan :
a. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume
ekspansi, dimana akan
menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu.
Contoh : sistem
aseton karbondisulfida.
b. Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume
kontraksi, dimana akan
menghasilkan titik didih minimum pada sistim campuran itu.
Contoh : sistem
benzene etanol dan sistem aseton khloroform
(Tim Kimia Fisik, 2014).
Komposisi larutan dalam percobaan ini merupakan harga mol fraksi
larutan untuk
membuat diagram T X maka harga X ditentukan pada tiap titik
didih dengan mengukur
indeks biasnya pada beberapa komposisi tertentu dari larutan.
hal ini dapat dilakukan
dengan membuat grafik standar komposisi vs indeks bias terlebih
dahulu. Misalnya
mencampurkan a ml aseton dengan berat jenis 1 dengan b ml.
Kloroform dengan berat
jenis 2, maka komposisinya :
X1 = (a 1/M1) / (a1/ M1) + (b2/M2)}
Keterangan :
M1 = berat molekul Aseton = 58
M2 = Berat molekul kloroform = 119,5
(Tim kimia fisik, 2014).
-
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Piknometer
Erlenmeyer
Labu ukur
Satu set alat destilat
Pemanas
Termometer
Erlenmeyer
Gelas beaker
Gelas ukur
3.1.2 Bahan
Etanol
Akuades
3.2 Cara Kerja
dibuat larutan etanol: aquades dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%,
40%, 50%,
60%, dan 70% dengan volume 25 mL.
diambil 10 mL untuk penentuan berat jenis menggunakan
piknometer.
didestilasi sisanya (15 mL) dan dicatat suhu untuk tetesan
pertama destilat.
diambil destilat dengan pipet lalu ditentukan konsentrasi
alkohol menggunakan
sensor alkohol beserta residunya untuk setiap konsentrasi.
dibuat grafik standar komposisi lawan suhu
Etanol dan akuades
Aquades
Hasil
aquades
-
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Konsentrasi
(%)
Massa
jenis(g/ml)
Fraksi
mol
Titik didih
(C)
Kadar alkohol
destilat(%)
Kadar alkohol
residu(%)
10 0,829 0,0613 85 24,322 0,204
20 0,900 0,149 83 43,927 1,426
30 0,867 0,838 80 29,629 7,326
40 0,775 0,721 75 24,780 21,877
50 0,798 0,491 74 34,462 14,777
60 0,744 0,684 70 36,429 33,291
70 0,673 1,00 67 43,438 0
Akuades 0,800 - 100 - -
4.2 Pembahasasn
Sistem biner merupakan sebuah larutan yang terdiri dari dua
komponen yaitu pelarut
dan zat terlarut. Pelarut merupakan komponen yang memiliki
jumlah lebih besar,
sedangkan zat terlarut adalah komponen dengan jumlah lebih
kecil. Pelarut dan zat terlarut
ini dapat membentuk kesetimbangan di dalam reaksinya bergantung
dengan komponen di
dalamnya. Percobaan ini tentang kesetimbangan uap-cair pada
sistem biner.
Kesetimbangan uap cair terbentuk apabila jumlah uap yang
dihasilkann pada suatu
komponen dan cairan sama.
Tujuan percobaan ini adalah mempelajari larutan biner dengan
membuat diagram
temperature dan menentukan kadar alkoholnya. Bahan yang
digunakan adalah alkohol
(etanol) dan aquades untuk membuat sistem binernya. Etanol yang
memiliki tiitk didih
lebih rendah dibandingkan air akan menguap terlebih dahulu dan
membentuk
kesetimbangan uap-cair dengan aquades.
Etanol yang digunakan adalah etanol 70%. Larutan ini mula-mula
diencerkan dengan
aquades menjadi konsentrasi 10 %, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%.
Larutan etanol dengan
masing-masing konsentrasi tersebut kemudian dihitung massa
jenisnya dengan
menggunakan piknometer. Massa yang dihitung adalah massa
piknometer kosong terlebih
dahulu kemudian dihitung massa piknometer yang diisi dengan
etanol dengan masing-
masing konsentrasi tersebut. Selisih yang didapatkan kemudian
dibagi spek volume pada
piknometer yaitu 9,735 cm3. Massa jenis ini kemudian digunakan
untuk menentukan fraksi
-
mol dari masing-masing konsentrasi. Fraksi mol merupakan satuan
konsentrasi yang
menyatakan perbandingan antara jumlah mol salah satu komponen
larutan (jumlah mol zat
pelarut atau jumlah mol zat terlarut) dengan jumlah mol total
larutan.
Hasil yang didapatkan seharusnya semakin besar konsentrasi suatu
larutan makan
akam fraksi mol etanol juga semakin besar. Hal ini dikarenakan
konsentrasi menunjukkan
banyaknya jumlah etanol dalam larutan etanol dimana larutan
etanol merupakan campuran
etanol murni dengan air, sehingga konsentrasinya berbanding
lurus dengan fraksi mol.
Namun, hasil yang didapatkan pada percobaan ini tidak
menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan fraksi mol sebanding dengan
konsentrasi. Hal ini disebabkan
pengukuran massa piknometer dan massa larutan tidak dilakukan
pengukuran massa yang
lebih akurat dan tidak dilakukan presisi sehingga pengukuran
massa piknometer kosong
disamaratakan. Hasil dari pengukuran massa larutan tersebut
mengalami kecenderungan
naik turun. Faktor lain yang mungkin terjadi disebabkan
piknometer yang digunakan tidak
menggunkanan termometer sebagai penutup yang menyebabkan larutan
etanol menguap
khususnya dengan konsentrasi yang lebih besar sehingga massa
etanol yang didapatkan
mengalami pemurunan. Larutan etanol dengan konsentrasi yang
lebih besar dapat
mengalami penurunan disebabkan pada larutan dengan konsentrasi
yang besar memiliki
jumlah partikel yang banyak pula sehingga semakin banyak pula
etanol yang akan mudah
menguap.
Larutan sebanyak kurang lebih 15 mL kemudian didistilasi.
Distilasi merupakan
proses dimana pemisahan dua komponen dalam larutan biner yang
berdasarkan perbedaan
titik didih. Komponen yang memiliki titik didih lebih rendah
akan menguap terlebih
dahulu. Uap yang dihasilkan akan memasuki kondensor. Kondensor
berfungsi sebagai
pendingin uap, sehingga akan mengubah uap dari komponen yang
lebih volatil menjadi
menjadi wujud cair kembali. Uap yang telah mencair kembali ini
akan mengalir dan
tertampung di dalam labu distilat yang pada percobaan ini
menggunakan erlenmeyer.
Selama proses distilasi diamati suhu pada saat distilat menetes
untuk pertama kalinya.
Suhu ini dicatat sebagai titik didih komponen volatil. Proses
distilasi ini dilakukan mulai
dari konsentrasi terendah.
Hasilnya adalah titik didih etanol mengalami penurunan seiring
bertambahnya konsentrasi.
Hal ini disebabkan larutan dengan konsentrasi yang rendah
mengandung sedikit yang
terlarut dan memiliki jumlah pelarut yang lebih banyak sehingga
titik didihnya lebih
cenderung lebih tinggi karena jumlah aquades yang merupakan
pelarut memiliki titik didih
100C dan hasilnya akan sedikit lebih rendah dibawah titik didih
air. Larutan dengan
-
konsentrasi yang lebih tinggi memiliki jumlah zat terlarut yang
lebih banyak dan akan
menurunkan titik didih larutan lebih besar sehingga titik didih
akan mengalami penurunan
seiring bertambahnya konsentrasi. Hasil yang didapatkan ini
seharusnya linier yang
menunjukkan penurunan titik didih etanol terhadap peningkatan
konsentrasi (dengan
peningkatan fraksi mol yang semakin banyak pula). Penurunan
titik didih tersebut dapat
dilihat dalam grafik di bawah ini,
Grafik 4.1 Kurva Hubungan Fraksi Mol terhadap Suhu
Proses distilasi kemudian dilanjutkan dengan uji kadar alkohol.
Uji kadar alkohol ini
dilakukan pada distilat dan residu etanol pada masing-masing
konsentrasi. Distilat
merupakan hasil distilasi dimana berisi komponen yang lebih
volatil yaitu etanol. Tren
hubungan antara fraksi mol etanol dengan kadar alkohol adalah
berbanding lurus. Fraksi
mol etanol yang semakin besar memiliki kadar alkohol dalam
distilat juga makin besar
karena titik didihnya makin rendah (Atkins, 1996). Hal ini
disebabkan semakin besar
konsentrasinya maka semakin banyak volume atau zat terlarut di
dalam larutan sehingga
semakin banyak distilat yang dihasilkan. Hasil kadar alkohol
terhadap faksi mol dapat
dilihat pada grafik di bawah ini,
y = -14,959x + 84,715 R = 0,6146
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 0,5 1 1,5
Suh
u (
C)
Fraksi mol (X)
Hubungan fraksi mol dengan temperatur
Series1
Linear (Series1)
-
Grafik 4.2 Hubungan Kadar Alkohol dalam Destilat terhadap
Fraksimol
Uji kadar alkohol juga dilakukan pada residu. Kadar alkohol pada
residu akan
menurun seiring dengan semakin besarnya fraksi mol etanol. Hal
ini dikarenakan semakin
besar fraksi mol etanol maka semakin banyak etanol yang berubah
menjadi uap dan
dikondensasikan kemudian tertampung pada labu distilat, sehingga
menyebabkan residu
minim mengandung etanol dan hanya tersisa air (Atkins, 1996).
Hubungan kadar alkohol
dalam residu terhadap fraksi mol ditunjukkan pada grafik di
bawah ini,
Grafik 4.3 Hubungan Kadar Alkohol dalam Residu terhadap Fraksi
Mol
y = 3,3662x + 31,959 R = 0,0213
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
%al
koh
ol d
est
ilat
Fraksi mol
Hubungan Kadar Alkohol (distilat) terhadap Fraksi Mol
Series1
Linear (Series1)
y = 10,491x + 5,3601 R = 0,0832
0
5
10
15
20
25
30
35
0 0,5 1 1,5
%al
koh
ol r
esi
du
Fraksi mol
Hubungan fraksi mol dengan residu
Series1
Linear (Series1)
-
Namun, pada hasil percobaan didapatkan hasil yang nilai yang
naik turun dan tidak
sesuai dengan literatur yang ada. Hal ini terjadi disebabkan
kesalahan praktikan. Kesalahan
tersebut antara lain pengukuran massa piknometer kosong tidak
dicatat secara pasti pada
masing-masing konsentrasi. Hal tersebut berpengaruh pada fraksi
mol yang didapatkan
sehingga fraksi mol yang seharusnya meningkat justru mengalami
naik turun. Proses
distilasi yang seharusnya dilakukan mulai pada konsentrasi yang
lebih rendah terhadap
konsentrasi yang lebih tinggi tidak dilakukan. Konsentrasi 20%
dilakukan di akhir proses
distilasi sehingga mempengaruhi hasil sensornya. Kesalahan ini
seharusnya bisa dihindari
apabila praktikan lebih hati-hati dan teliti dalam melakukan
pengukuran.
-
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada percobaan ini adalah,
1. Larutan etanol dan air merupakan larutan biner yang dapat
membentuk kesetimbangan
uap cair.
2. Kadar alkohol yang didapatkan seharusnya mengalami
peningkatan pada destilat dan
mengalami penurunan pada residu.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah
1. Praktikan harus hati-hati dan tidak boeh ceroboh dalam
menggunakan alat.
2. Pengukuran massa piknometer dilakukan setiap pengukuran massa
pada setiap
konsentrasi.
3. Proses distilasi dilakukan mulai dari konsentrasi
terendah.
4. Pengukuran kadar etanol menggunakan sensor sebaiknya
dilakukan mulai dari
konsentrasi terkecil.
-
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, A. R.1987. Kimia Fisika Edisi Kelima Jilid I. Jakarta:
Erlangga.
Atkins, P. W.1999. Kimia Fisika Jilid 2.Jakarta: Erlangga.
Bird, Tony. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Material Safety data Sheet. 2014. Ethanol MSDS . [Serial
Online]. http://www.
sciencelab.com/ msds.php?msdsId=78675455. [diakses pada tanggal
20 Oktober
2014].
Material Safety data Sheet. 2014. Aquades MSDS. [Serial Online].
http://www.
sciencelab.com/msds.php?msdsId=5656478. [diakses pada tanggal 20
Oktober
2014].
Petrucci, Ralp H. 1992. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern.
Jakarta: Erlangga.
Soekardjo. 1989. Kimia Fisik. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid II. Jakarta : Erlangga.
Tim Penyusun Kimia Fisik. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisik
II. Jember: Universitas
Jember.
-
LAMPIRAN
1.PENGENCERAN
a. 10% etanol
M1 . V1 = M2 . V2
70 . V1 = 10 . 25
V1 =
V1 = 3,6 mL
b. 20% etanol
M1 . V1 = M2 . V2
70 . V1 = 20 . 25
V1 =
V1 = 7,1 mL
c. 30% etanol
M1 . V1 = M2 . V2
70 . V1 = 30 . 25
V1 =
V1 = 10,7 mL
d. 40% etanol
M1 . V1 = M2 . V2
70 . V1 = 40 . 25
V1 =
V1 = 14,1 mL
e. 50% etanol
M1 . V1 = M2 . V2
70 . V1 = 50 . 25
V1 =
V1 = 17,8 mL
f. 60% etanol
M1 . V1 = M2 . V2
70 . V1 = 60 . 25
V1 =
V1 = 21,4 mL
g. 70% etanol
M1 . V1 = M2 . V2
70 . V1 = 70 . 25
V1 =
V1 = 25 mL
MASSA JENIS
a. 10% etanol
b. 20% etanol
c. 30% etanol
d. 40% etanol
-
e. 50% etanol
f. 60% etanol
g. 70% etanol
h. Akuades
C. Fraksi Mol
Konsentrasi
(10%)
Volume alkohol yang
ditambahkan (mL) Volume akuades
10 3,6 21,4
20 7,1 17,9
30 10,7 14,3
40 14,1 10,9
50 17,8 7,2
60 21,4 3,6
70 25 0
a. Etanol (alkohol) 10%
-
= 0,0613
b. Etanol (alkohol) 20%
= 0,149
c. Etanol (alkohol) 30%
= 0,838
d. Etanol (alkohol) 40%
= 0,721
-
e. Etanol (alkohol) 50%
= 0,491
f. Etanol (alkohol) 60%
= 0,684
g. Etanol (alkohol) 70%
=
= 1
-
Uji kadar alkohol
Komposi
si etanol
(%)
Komposisi alkohol
Residu
Komposisi alkohol
Destilat
10 24,322 0,204
20 43,927 1,426
30 29,629 7,326
40 24,780 21,877
50 34,462 14,777
60 36,429 33,291
70 43,438 0
Grafik:
y = 3,3662x + 31,959 R = 0,0213
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 0,5 1 1,5
%al
koh
ol d
est
ilat
Fraksi mol
Hubungan fraksi mol dengan destilat
Series1
Linear (Series1)
-
y = 10,491x + 5,3601 R = 0,0832
0
5
10
15
20
25
30
35
0 0,5 1 1,5
%al
koh
ol r
esid
u
Fraksi mol
Hubungan fraksi mol dengan residu
Series1
Linear (Series1)
y = -14,959x + 84,715 R = 0,6146
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 0,5 1 1,5
tem
pe
ratu
r
Fraksi mol
Hubungan fraksi mol dengan temperatur
Series1
Linear (Series1)