1 Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan Kode/Nama Bidang Ilmu : 169/Ilmu Pangan LAPORAN KEMAJUAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI Ekstraksi dan Modifikasi Pati Keladi dengan Pemanasan-Pendinginan (Autoclaving-Cooling) dalam Upaya Meningkatkan Nilai Tambah Umbi-umbian Lokal TIM PENELITI A.A Istri Sri Wiadnyani, S.TP., M.Sc Dr.Ir. IDG. Mayun Permana, MS I Wayan Rai Widarta, S.TP.,M.Si NIDN: 0006017902 NIDN: 0007115904 NIDN: 0012098004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERITAS UDAYANA 2015
36
Embed
LAPORAN KEMAJUAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI filePengolahan umbi-umbian menjadi bentuk pati mempunyai daya simpan yang lebih tinggi dan peluang pasarnya lebih luas karena dapat dicampur
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Bidang Unggulan : Ketahanan PanganKode/Nama Bidang Ilmu : 169/Ilmu Pangan
LAPORAN KEMAJUANHIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
Ekstraksi dan Modifikasi Pati Keladi denganPemanasan-Pendinginan (Autoclaving-Cooling) dalam
Upaya Meningkatkan Nilai Tambah Umbi-umbian Lokal
TIM PENELITI
A.A Istri Sri Wiadnyani, S.TP., M.Sc
Dr.Ir. IDG. Mayun Permana, MS
I Wayan Rai Widarta, S.TP.,M.Si
NIDN: 0006017902
NIDN: 0007115904
NIDN: 0012098004
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERITAS UDAYANA2015
2
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
RINGKASAN .......................................................................................................... iv
4.2.2. Kadar Pati ......................................................................................... 25
4.2.1. Kadar Ca-Oksalat ............................................................................. 25
4.2.2. Derajat Putih ..................................................................................... 25
BAB V. KESIMPULAN ......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 26
5
RINGKASAN
Keladi (Xanthosoma sagittifolium) sebagai salah satu umbi minor merupakanumbi-umbian lokal Bali yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhikebutuhan pangan. Keladi hanya dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif didaerah-daerah tertentu apabila terjadi paceklik atau bencana alam. Sampai saat ini, umbikeladi biasanya hanya diolah secara sederhana dengan dikukus, direbus atau dengansedikit variasi dibuat berbagai produk olahan antara lain getuk, keripik, perkedel dansebagainya. Pengolahan umbi-umbian menjadi bentuk pati mempunyai daya simpan yanglebih tinggi dan peluang pasarnya lebih luas karena dapat dicampur dengan olahan tepunglain untuk memperoleh gizi yang lebih baik serta dibuat menjadi berbagai produk olahanyang lebih beragam sehingga dapat meningkatan nilai ekonomis keladi itu sendiri. Hal inisangat terkait dengan isu ketahanan pangan yang ada dinegara kita maupun di dunia padasaat sekarang ini.
Pati digunakan secara luas dalam industri pangan (Taylor dkk., 2006). Oleh karenaitu, ekstraksi pati keladi akan dapat memperluas aplikasinya dalam bidang pangan. Hasilpenelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstraksi pati keladi memiliki rendemen yangcukup tinggi yaitu 19,21% (Wiadnyani dan Widarta, 2012). Namun, dibalik tingginyarendemen yang dihasilkan, kadar pati yang diperoleh masih belum optimal.
Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah pati adalah memodifikasi patisehingga memiliki sifat-sifat atapun karakteristik yang baik dan cocok diaplikasikan padatertentu. Industri pangan sudah banyak yang memanfaatkan pati termodifikasi untukmaembantu dalam produk makanan tertentu sehingga dapat meningkatkan kualitas dannilai fugsionalnya
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk pemanfaatan umbi keladi lokal diBali sebagai sumber pangan pokok alternatif pengganti beras dan terigu sehinggaUniversitas Udayana sebagai universitas negeri terbesar di Bali dapat berperan sertamembantu mewujudkan ketahanan pangan melalui ekplorasi dan diversifikasi bahanpangan lokal yang ada. Target khusus yang ingin dicapai dalam penelitian inimendapatkan konsentrasi NaCl dan waktu perendaman yang tepat untuk menghasilkanpati dengan rendemen yang tinggi dan karakteristik terbaik. Selain itu adalahmemodifikasi pati keladi dengan metode autoclaving-cooling untuk meningkatkanpenggunan pati modifikasi pada aplikasi di bidang pangan
Pada penelitian tahap 1 akan dilakukan ekstraksi pati dengan tujuan menentukankondisi ekstraksi dengan cara basah meliputi konsentrasi NaCl dan waktu perendamankeladi. Konsentrasi NaCl yang digunakan adalah 0 M (tanpa NaCl), 0,3 M dan 0,6 Msedangkan waktu perendamannya adalah 30, 45 dan 90 menit. Seluruh perlakuan diulangsebanyak dua kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Parameter yang diamati padapenelitian ini meliputi analisis proksimat seperti kadar air, kadar abu, kadar protein, kadarlemak, kadar serat dan karbohidrat dilakukan terhadap bahan baku, sedangkan pada tahapekstraksi pati keladi Indikator yang digunakan sebagai hasil terbaik adalah rendemen patiterbanyak dengan tingkat kemurnian paling tinggi (kadar pati paling tinggi).
Pada penelitian tahap 2 dilakukan modifikasi pati dengan metode autoclavibg-cooling dengan 3 taraf yaitu pati alami sebagai kontrol, pati modifikasi satu siklus danmodifikasi 2 siklus, seluruh perlakuan diulangi 3 kali sehingga didapatkan 9 unitpercobaan. Parameter yang diamati meliputi kadar amilosa, amilografi pati, paste clarity,kelarutan, swelling power dan Resistant starch.
6
BAB I. PEDAHULUAN
Di Indonesia, umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat yang penting setelah
beras dan jagung. Tanaman umbi-umbian yang sudah biasa dijadikan sebagai sumber
pangan dan bahan baku industri adalah ubi kayu (singkong) dan ubi jalar. Penguasaan
kedua jenis umbi tersebut relatif lebih luas dibandingkan umbi-umbian lain (umbi minor),
padahal potensi umbi minor cukup baik untuk dikembangkan. Umbi minor Indonesia
mempunyai banyak jenis dan varietasnya, antara lain talas, keladi, uwi, ganyong, suweg
dan gembili. Sebagai bahan pangan, umbi-umbi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
pensubstitusi terigu dan mengurangi ketergantungan pada beras, karena mengandung
karbohidrat dalam jumlah tinggi.
Keladi (Xanthosoma sagittifolium) atau yang dikenal dengan talas kimpul sebagai
salah satu jenis umbi lokal bali belum dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi
kebutuhan pangan. Keladi hanya dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif di
daerah-daerah tertentu apabila terjadi paceklik atau bencana alam. Padahal keladi
merupakan sumber karbohidrat yang mudah dicerna dengan komposisi sekitar 70-80%
(Kusumo dkk., 2002). Sampai saat ini, umbi keladi biasanya hanya diolah secara
sederhana dengan dikukus, direbus atau dengan sedikit variasi dibuat berbagai produk
olahan antara lain getuk, keripik, perkedel dan sebagainya (Marinih, 2005).
Sebagai sumber karbohidrat, keladi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
industri dalam bentuk tepung umbi, pati umbi, dan hidrolisat pati serta produk dari pati
(starch-based products). Dalam bentuk tepung dan pati, keladi dapat digunakan dalam
substitusi terigu dan beras sehingga dapat menghemat devisa dan mengurangi
ketergantungan akan beras. Hal ini sangat terkait dengan isu ketahanan pangan yang ada
dinegara kita maupun di dunia pada saat sekarang ini.
Pati digunakan secara luas dalam industri pangan (Taylor dkk., 2006). Oleh
karena itu, ekstraksi pati keladi akan dapat memperluas aplikasinya dalam bidang pangan.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstraksi pati keladi memiliki rendemen
yang cukup tinggi yaitu 19,21% (Wiadnyani dan Widarta, 2012). Namun, dibalik
tingginya rendemen yang dihasilkan, kadar pati yang diperoleh masih belum optimal.
Hasil penelitian Widowati dkk. (1997) melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi dan
semakin lama perendaman dalam larutan NaCl dalam ekstraksi pati talas maka rendemen,
7
derajat putih dan kadar pati yang dihasilkan juga semakin tinggi. Suhu perendaman juga
mempengaruhi hasil ekstraksi pati. Peningkatan suhu cenderung meningkatkan rendemen
pati talas. Hal ini disebabkan karena pada suhu yang tinggi sel-sel umbi menjadi lunak
sehingga granula pati menjadi lebih mudah lepas, namun semakin tinggi suhu sebagian
pati akan tergelatinisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi proses ekstraksi
pati untuk meningkatkan rendemen dan kemurnian pati keladi yang dihasilkan.
Penggunaan pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang
berhubungan dengan retrogradasi, sineresis, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang
rendah terhadap pH dan perubahan suhu. Sifat fungsional pati yang terbatas menyebabkan
terbatasnya pula aplikasinya pada produk pangan. Hal tersebut menjadi alasan dilakukan
modifikasi pati secara fisik, kimia, dan enzimatik atau kombinasi dari cara-cara tersebut
(BeMiller dan Whistler, 2009). Salah satu cara modifikasi pati secara fisik yang dapat
dilakukan untuk mengubah sifat-sifat pati adalah dengan metode pemanasan tinggi-
pendinginan (autoclaving-cooling). Modifikasi fisik secara umum adalah dengan
pemanasan, bila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi fisik cenderung lebih
aman karena tidak menggunakan berbagai pereaksi kimia.
Metode autoclaving-cooling atau yang disebut dengan teknik pemanasan suhu
tinggi-pendinginan dapat mengubah karakteristik gelatinisasi pati yaitu meningkatkan
suhu gelatinisasi, meningkatkan viskositas pasta pati, membatasi pembengkakan,
meningkatkan stabilitas pasta pati dan meningkatkan kecenderungan pati untuk mengalami
retrogradasi (Sajilata dkk., 2006). Metode Autoclaving-cooling dapat memperbaiki sifat
fisik, kimia dan fungsional berbagai varietas pati ubi kayu (Nazrah dkk., 2014) dan pada
pati pisang (Nurhayati dkk., 2014). Menurut Faridah dkk. 2013, Modifikasi fisik dengan
autoclaving-cooling dapat meningkatan serat pangan, kadar Resistant strach (pati tahan
cerna) pada pati garut dan pati pisang (Sugiono dkk., 2009) dan pati beras (Yuliwardi
dkk., 2014). Resistant starch secara fisiologi memiliki efek kesehatan sehingga dengan
demikian Resistant starch dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pangan fungsional.
Penelitian ekstraksi pati keladi dan modifikasi pati secara fisik dengan
autoclaving-cooling urgen dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik, kima dan fungsional
pati keladi sehingga memperluas penggunaannya pada industri pangan. Peningkatan
penggunaan pati keladi sebagai bahan baku produk pangan diharapkan dapat menurunkan
penggunaan terigu. Disamping itu, peningkatan konsumsi keladi diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan petani pedesaan yang memproduksi keladi.
8
II. TINJUAN PUSTAKA
2.1. Keladi
Di Indonesia produksi umbi minor sangat terbatas, bahkan pembudidayaan oleh
petani dan balai-balai penelitian terbatas untuk mempertahankan sumberdaya plasma
nutfah. Beberapa jenis umbi bahkan dapat diandalkan sebagai sumber pangan pokok,
sehingga jika budidaya dan pemanfaatan tanaman umbi-umbian ini dikembangkan
menjadi tanaman komersial di bidang pertanian, maka paling tidak tanaman umbi minor
ini bisa setara popularitasnya dengan ubi kayu dan ubi jalar.
Tanaman keladi (Xanthosoma sagittifolium) mempunyai umbi (cormels) yang
banyak, sehingga sering disebut talas kimpul (umbinya berkumpul) (Giacometti dan Leon,
1994). Keladi merupakan jenis umbi-umbian dan salah satu komoditas pertanian yang
memiliki peranan yang cukup strategis tidak hanya sebagai sumber pangan dan bahan
baku industri tetapi juga pakan ternak. Sebagai tanaman penghasil karbohidrat yang cukup
produktif, keladi merupakan tanaman yang mudah ditanam dan cukup potensial, sehingga
sangat layak untuk dikembangkan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Keladi merupakan
tanaman yang telah dikenal di Bali, sejak jaman Bali Kuno. Umbi keladi disebutkan
berkali-kali dalam prasasti Bali kuno sebagai salah satu hasil pertanian (Anon., 2014a).
Hal tersebut mnyebabkan keladi sangat mudah tumbuh di daerah-daerah pertanian di pulau
Bali. Potensi produksi rata-rat per hektar adalah 30 ton (Anon., 2014b), suatu produksi
yang jauh lebih tinggi dibandingkan padi (4-6 ton per hektar).
Keladi merupakan tanaman yang berasal dari Benua Amerika dan menyebar ke
wilayah Asia, Kepulauan pasifik dan Afrika pada abad ke-19 (Onwueme, 1978). Negara-
negara yang udah memperhatikan kegunaan keladi dan membudidayakan secara luas
adalah Cina, Jepang dan India sedangkan di Indonesia jenis umbi-umbian ini belumlah
mendapat perhatian.
Tanaman keladi memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena hampir sebagian besar
bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi manusia. Tanaman keladi yang
merupakan penghasil karbohidrat berpotensi sebagai suplemen/substitusi beras atau
sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya. Sampai saat
ini, produk pangan yang dibuat menggunakan bahan baku keladi sangat jarang ditemui.
Keladi umumnya di daerah Bali, diolah hanya dengan jalan direbus saja atau digunakan
sebagai pakan ternak sehingga kurang memiliki nilai ekonomis, padahal keladi
9
mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan karena berbagai manfaat dan dapat
dibudidayakan dengan mudah.
Keladi merupakan sumber pangan yang penting karena zat gizi utama terdapat
pada umbi keladi adalah pati, yang merupakan sumber kalori yang penting. Selain
merupakan sumber karbohidrat, protein dan lemak, keladi juga mengandung beberapa
unsur mineral dan vitamin. Komposisi zat yang terkandung dalam 100 gram talas dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Komposisi zat gizi umbi keladi
Komponen Komposisi
Air (%) 67,10 *) 71,09 **)
Protein (%) 1,55 0,95
Lemak (%) 0,44 0,11
Pati (%) 27,6 17,23
Gula (%) 0,42 0,49
Serat makanan (%) 0,99 1,58
Vitamin C mg/100g 13,60 13,26
Abu (%) 1,04 0,75
Kalsium mg/100g 8,50 -
Sumber : *) Bradbury dan Holloway (2000)
**) Suprapta dkk. (2003)
2.2. Pati
Struktur kimia pati berupa karbohidrat kompleks (polisakarida) tersusun dari
banyak unit glukosa. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta
apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Amilosa merupakan polimer yang
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α (1,4)-glikosidik serta membentuk bagian
kristalin yang kompak dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa sedangkan
amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α-(1,4)-glikosidik dan ikatan α-
(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya membentuk bagian amorf dari pati sehingga
lebih mudah ditembus oleh air, enzim dan bahan kimia. Setiap cabang terdiri dari 25-30
unit D- glukosa (Moorthy, 2004). Struktur polimer amilosa dan amilopektin dapat dilihat
pada Gambar 1.
10
Selain perbedaan struktur, panjang rantai polimer, dan jenis ikatannya, amilosa
dan amilopektin mempunyai perbedaan dalam hal penerimaan terhadap iodin. Amilosa
akan membentuk kompleks berwarna biru sedangkan amilopektin membentuk kompleks
warna ungu-coklat bila ditambah iodin. Komposisi dari amilosa dan amilopektin berbeda-
beda untuk tiap jenis pati. Sifat fisikokimia amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada
Tabel 2. Setiap jenis pati memiliki perbedaan rasio kandungan amilosa dan amilopektin
tergantung pada sumber botaninya, dapat dilihat pada Tabel 2.
Pati dan juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak
digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman dan confectionary, makanan
yang diproses, kertas, makanan ternak, farmasi dan bahan kimia serta industri non pangan
seperti tekstil, detergent, kemasan dan sebagainya. Kegunaan pati dan turunannya pada
industri makanan dan minuman memiliki persentase paling besar yaitu 60%, industri
kertas dan tekstil sebanyak 25%, industri farmasi dan bahan kimia 10%, industri non
pangan 4% dan makanan ternak sebanyak 1% (Copeland dkk., 2009).
Gambar 1. Struktur amilosa dan amilopektin polimer pati (Moorthy, 2004)
11
Tabel 2. Kandungan amilosa dan amilopektin pada berbagai jenis pati
Pati Amilosa (%) Amilopektin (%)
Jagung 25 75
Jagung Ketan 0 100
Jagung Amilo-5 53 47
Jagung Amilo-7 70 30
Kentang 22 78
Gandum 23 77
Beras 19 81
Kasava 17 83
Pisang 20 80
Shoti 30 70
Sumber: Robyt ( 2008)
2.3. Ekstraksi Pati
Pati digunakan secara luas dalam industri pangan (Taylor dkk., 2006). Oleh karena
itu, ekstraksi pati keladi akan dapat memperluas aplikasinya dalam bidang pangan.
Tahapan-tahapan proses pembuatan pati dari umbi meliputi tahap persiapan dan ekstraksi,
tahap pemurnian, tahap pemisahan dan pengeringan serta tahap finishing. Tahapan
persiapan dan ekstraksi ini mencakup penghancuran dinding-dinding sel dan pemisahan
granula-granula dari bahan-bahan tak terlarut lainnya seperti kotoran dan bahan dinding
sel. Kegiatannya mencakup pencucian umbi, pengupasan umbi, penghancuran umbi
menjadi bubur, menambahan air dan menyaringnya untuk mendapatkan susu pati (Utami,
2009).
Pada tahap pemurnian dilakukan substitusi air terhadap cairan yang mengelilingi
granula-granula pati untuk memudahkan pemisahannya. Kegiatannya meliputi
pengendapan susu pati dan mencucinya dengan air. Tahap pemisahan air dan pengeringan
bertujuan untuk membuang air sampai kering, dengan kadar air tertentu. Tahap terakhir
yaitu tahap finishing mencakup kegiatan penghancuran gumpalan pati serta operasi-
operasi lainnya (Utami, 2009). Tahapan ekstraksi pati membutuhkan air proses yang
nantinya berpengaruh pada pati yang dihasilkan. Air yang berhubungan dengan hasil-hasil
industri pengolahan pangan harus memenuhi setidak-tidaknya standar mutu yang
12
diperlukan untuk minum atau air minum (Buckle, 1985).
Salah satu kendala sampai sejauh ini adalah keladi kurang diminati dijadikan
produk pangan karena adanya kalsium oksalat (oksalat tidak larut) pada keladi yang
menyebabkan rasa gatal di mulut. Rasa gatal tersebut dikarenakan oleh tusukan-tusukan
kristal kalsium oksalat tersebut bila seseorang mengkonsumsi umbi-umbian seperti keladi,
talas, suweg dan lain-lain. Kandungan kalsium oksalat pada keladi adalah 23 mg/100g
(Bradbury dan Holloway, 2000). Selain itu kesulitan dalam ekstraksi pati talas adalah
banyaknya kandungan lendir dan gum yang menghalangi proses pemisahan granula pati
dari komponen-komponen lainnya. Modifikasi metode ekstraksi ataupun isolasi pati
keladi dengan cara pemisahan dan pemurnian ditujukan untuk memperoleh pati yang
lebih banyak dengan tingkat kemurnian yang tinggi
Penurunan kandungan oksalat pada bahan pangan dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti perendaman dalam air, perendaman dalam larutan garam dan
perendaman dalam larutan asam encer. Penurunan asam oksalat pada talas menggunakan
asam klorida (HCl 0,3M; 5 menit) dilakukan oleh Yuliani (2009) dimana kadar oksalat
dapat diturunkan 98,59%. Penurunan 75% oksalat pada pati talas dilakukan dengan
perendaman dalam air pada suhu 40°C selama 3 jam dan 97,22% menggunakan larutan
b. Ditambahkan larutan Nelson A:B (25:1) dan pemanasan dalam penangas air
selama 20 menit. Pendinginan sampai suhu tabung 25°C. Ditambahkan
masing-masing 1 ml reagensia Arseno-molibdat, gojog sampai semua endapan
larut kembali, kemudian masing-masing tabung ditambah 3 mL aquadest,
gojog.
c. Peneraan dengan spektofotometer pada 540 nm.
4) Penentuan gula reduksi
a. pengambilan 1 ml sampel kemudian dimasukkan dalam labu takar 100 ml,
ditambahkan larutan Pb asetat sebanyak 50 tetes, kemudian ditambahkan
aquades sampai tanda. Pengambilan 50 ml dan dimasukkan dalam labu takar
100 ml kemudian ditambahkan Na oksalat sampai jernih. Kemudian
penambahan aquades sampai tanda dan penggojogan.
b. pengambilan sebanyak 1 ml dan ditambah 9 ml aquades.
c. Ditambahkan larutan Nelson A:B (25:1) dan pemanasan dalam penangas air
selama 20 menit. Pendinginan sampai suhu tabung 25°C. Ditambahkan
masing-masing 1 ml reagensia Arseno-molibdat, gojog sampai semua endapan
larut kembali, kemudian masing-masing tabung ditambah 3 mL aquadest,
gojog.
d. Peneraan dengan spektofotometer pada 540 nm.
Analisis resistant starch
1) Penentuan kurva standar
a. Larutan glukosa standar berkadar 300 mg/l diambil 0.5; 1; 2; dan 3 ml
kemudian ditambah aquadest sebanyak 2,5; 2; 1; dan 0 ml aquadest. Blanko
menggunakan aquadest sebanyak 3 ml. Lalu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi.
b. Larutan ditambahkan dengan GOD 1% sebanyak 3 ml lalu ditutup dengan
plastik. Setelah itu dipanaskan dalam penangas air 100°C selama 10 menit.
Lalu didinginkan pada suhu kamar.
c. Ditambahkan 1 ml larutan Kalium sodium tartrat (garam Rochelle) 40%. Lalu
divortex. Peneraan dengan spektrofotometer dilakukan pada panjang
gelombang 575 nm.
28
2) Penentuan Resistant Starch
a. Pati modifikasi 1 gram kemudian disuspensikan ke dalam 50 ml larutan buffer
fosfat 0,08 M dan pH 5,9. Kemudian diinkubasi suhu 100°C sampai
tergelatinisasi. Lalu didinginkan pada suhu kamar. Ditambahkan 10 μl -
amilase dan diinkubasikan suhu 65°C selama 40 menit. Setelah diinkubasikan,
suspensi didinginkan pada suhu ruang lalu ditambah HCl 1 N sampai tercapai
pH 4,3. Kemudian dimasukkan 20 μl glukoamilase dan diinkubasikan pada
suhu 60°C selama 1 jam.
b. Suspensi diambil 10 μl dan ditambahkan 1 ml GOD. Lalu dicampur dan
diinkubasi selama 20 menit pada suhu 20-25°C.
c. Peneraan dilakukan pada panjang gelombang 500 nm.
% 100sampelberat
0.9glukosaberat1RS
3.4. Luaran Penelitian
Luaran penelitian tahun I adalah berupa:
1. Mendapatkan konsentrasi NaCl dan waktu perendaman yang tepat dalam proses
ekstraksi pati untuk memperoleh rendemen pati keladi yang tinggi dengan
karakteristik terbaik
2. Mengetahui karakteristik fisikokimia dan fungsional pati talas termodifikasi
dengan metode autoclaving-cooling dalam upaya meningkatkan penggunaaanya
pada produk pangan.
3. Pati keladi termodifikasi yang dihasilkan diharapkan dapat diaplikasikan secara
luas sebagai bahan pangan pokok alternatif atau pun ingridien pangan pengganti
terigu sehingga mengurangi ketergantungan dan impor terigu dari luar negeri
4. Universitas Udayana sebagai universitas negeri terbesar di Bali dapat berperan
serta membantu mewujudkan ketahanan pangan melalui ekplorasi dan diversifikasi
bahan pangan lokal yang ada.
5. Luaran tambahan dari hasil penelitian ini berupa bahan ajar yang dapat
disampaikan di topik-topik mata kuliah yang terkait dengan penelitian ini sehingga
hal-hal yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dibagi kepada mahasiswa.
29
3.5. Indikator Capaian Penelitian
Indikator capaian penelitian yang terukur dari penelitian ini adalah :
1. Teknologi ekstraksi pati keladi yang tepat dan mampu menghasilkan rendemen
dan kemurnian yang tinggi
2. Teknologi modifikasi pati keladi yang tepat sehingga menghasilkan pati
termodifikasi dengan karakteristik yang terbaik
3. Pengajuan makalah untuk publikasi di jurnal nasional terakreditasi bertopik “
Ekstraksi dan Modifikasi Pati Keladi dengan Metode Pemanasan–Pendinginan
(Autoclaving-Cooling) ”
30
BAB IV. HASIL SEMENTARA
Penelitian tahap 1 diawali dengan memilih bahan yang diperlukan berupa keladi
yang berkualitas baik atau tidak mengalami cacat fisik yang didapat dari Desa Daup
Bangli. Keladi dikupas lalu dicuci bersih dan dipotong lalu direndam dalam air selama 1
jam selanjutnya diparut. Keladi yang sudah diparut direndam dalam larutan NaCl pada
suhu 50oC dengan perlakuan konsentrasi (0; 0,15; 0,3; 0,45 dan 0,6 M) dengan
perbandingan 1:1 terhadapp berat keladi dengan lama perendaman 30 menit, selanjutnya
dilakukan ekstraksi dengan menggunakan kain saring dan diperoleh filtrat 1. Ampas
yang diperoleh, kemudian dicampurkan lagi dengan air dengan perbandingan
ampas dan air 1 : 3 dan dilakukan ekstraksi hingga diperoleh filtrat 2. Filtrat 1 dan 2
dicampur. Filtrat yang terbentuk ditambahkan NaOH 0,05 N dan diendapkan selama 12
jam. Air dan endapan kemudian dipisah dan endapan yang diperoleh disebut pati basah.
Pati basah kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pengering selama 24 jam
pada suhu 50ºC, hingga diperoleh pati kering. Pati kering selanjutnya digiling
dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 100 mesh, dan diperoleh pati
dalam bentuk tepung.. Pati yang diperoleh disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.
Tahapan pertama dari penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yng
terdiri dari 5 taraf:
K0 : 0 M
K1 : 0,15 M
K2 : 0,3 M
K3 : 0,45 M
K2 : 0,6 M
Seluruh perlakuan tahap pertama diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 15
unit percobaan.. Hasil terbaik dari penelitian tahap pertama digunakan untuk penelitian
tahap kedua. Indikator yang digunakan adalah rendemen pati terbanyak dengan tingkat
kemurnian paling tinggi (kadar pati paling tinggi) serta derajat putih terbaik dan kadar Ca-
oksalat terendah.
31
4.1. Kadar Proksimat Umbi Talas Kimpul
Tabel 3. Kadar Proksimat Umbi talas Kimpul
No Komposisi (%)
1 Kadar Air 66.75
2 Kadar Abu 1.16
3 Kadar Lemak 0.71
4 Kadar Protein 1.93
5 Kadar Karbohidrat 29.84
4.2. Ekstraksi dan Karakterisasi Pati talas Kimpul
4.2.1. Rendemen
Tabel 4. Rendemen Pati talas kimpul yang diberi perlakuan NaCl
No Rendemen (%)
1 P0 15.92 c
2 P1 16.63 bc
3 P2 16.73 bc
4 P3 17.93 a
5 P4 17.43 abKet : Huruf yang sama menunjukkan bahwa volume spesifik tidak berbeda nyata pada tingkat
kepercayaan 95%
4.2.2. Kadar pati
Tabel 5. Kadar Pati talas kimpul yang diberi perlakuan NaCl
No Kadar Pati (%)
1 P0 90.68 d
2 P1 92.32 c
3 P2 93.05 bc
4 P3 93.85 ab
5 P4 94.60 a
32
4.2.3. Kadar Ca-Oksalat
Tabel 6. Kadar Ca Oksalat Pati talas kimpul yang diberi perlakuan NaCl
NoKadar
Ca-Oksalat (%)
1 P0 2.41 e
2 P1 1.41 d
3 P2 1.12 c
4 P3 0.81 b
5 P4 0.58 a
4.2.4. Derajat Putih
Tabel 7. Derajat Putih Pati talas kimpul yang diberi perlakuan NaCl
No DerajatPutih
(%)
1 P0 90.57 a
2 P1 91.17 a
3 P2 90.85 a
4 P3 89.91 ab
5 P4 88.37 b
V. KESIMPULAN SEMENTARA
1. Pada penelitian tahap 1 ini yaitu ekstraksi dan karakterisasi pati talas kimpul didapatkanhasil terbaik adalah P3 (NaCl konsentrasi 0,45 M) dengan Rendemen 17,93%, Kadar Pati93.85%, Kadar Ca-Oksalat 0.81% dan Derajat Putih 89.91%
33
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2014a. Pertanian Bali Kuno.http://mbojo.wordpress.com/2012/04/04/pertanian-pada-masa-bali-kuno. Diakses 27September 2014
Anonimus. 2014b. Budidaya Pertanian. http://warintek.bantul.go.id/we.php?mod=basisdata&kat=1&sub=2&file=191. Diakses 27 September 2014.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of AOAC International. Sixteenth Edition, 5thRevision, 1999. Vol. 2. USA : AOAC Inc.
Ahmad L. 2009. Modifikasi Pati Jagung dan Aplikasinya untuk Perbaikan Kualitas MiJagung. [Tesis] Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bao J dan Bergman CJ. 2004. The Fuctionality of Rise Starch. Di dalam: Elliason AC,editor. Stach in Food: Structure, Fuction and Applications., Cambridge, England:Woodhead Publising, CRC Press.
BeMiller J. dan Whistler R. 2009. Starch : Chemistry and Technology. Food Science andTechnology. International series, Third Edition, USA.
Bradbury HJ dan Holloway WD. 2000. Chemistry of Tropical Root Crops. AustralianCentre for International Agriculture Research, Canberra
Buckle KA. 1985. Kimia pangan. Diterjemahkan oleh Purnomo, H. dan Adiono. UI-Press.Jakarta
Copeland L, Blazek J, Salman H, Tang CM. 2009. Form and functionality of starch..Food Hydrocolloids, 1-8.
Donovan JW, Lorenz K, Kulp K. 1983. Differential scanning calorimetry of heat-moisture treatment wheat and potato starches. Cereal Chem 60: 381-387
Ebihara K, Nakai Y, Kishida T. 2006. Hydroxypropyl-distarch phosphate from potatostarch increases fecal output, but does not reduce zinc, iron, calcium, andmagnesium absorption in rats. J Food Sci 71: S163-S168.
Faridah DN, Rahayu WP, Apriyadi MS. 2013. Modifikasi Pati Garut dengan PerlakuanHidrolisis Asam dan Siklus Pemanasan-Pendinginan untuk Menghasilkn Pti ResistenTipe 3
Giacometti DC dan Leon J. 1994. Tannia, Yautia (Xanthosoma sagittifolium),p 253-258.In J.E. Hernando Bermejo and J. Leon (eds), Neglected Crops: 1492 from DifferentPerspective. FAO, Rome.
Koeswara. 2006. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan
34
Kusumo S, Khasanah M dan Moeljopawiro S. 2002. Panduan karakterisasi dan evaluasiplasma nutfah talas. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembanganpertanian Komisi Nasional Plasma Nutfah. Jakarta.
Lehman U, jacabasch G, Schmiedi D. 2003. Characterization of Resistant Starch Type IIIfrom Banana (Musa acuminate). J of Agricultural and Food Chemistry 50: 5236-5240
Marinih. 2005. Pembuatan Keripik Kimpul Bumbu Balado dengan tingkat Pedas yangBerbeda. Semarang: Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Universitas NegeriSemarang.
Moorthy S. N. 2004. Starch in food Structure, Function and Applications. England :Woodhead Publishing Limited.
Nazrah, Julianti E, Masniary L. 2014. Pengaruh Proses Modifikasi Fisik terhadapKarakteristik Pati dan Produksi Pati Resisten dari Empat Varietas Ubi Kayu(Manihot esculenta). J Rekayasa Pertanian dan Pert. 2(2): 1-9.
Nurhayati, Lkasmi BS, Widowati S dan Kusumaninggrum HD. 2014. Komposisi Kimiadan Kristalinitas Tepung Pisang termodifikasi secara FermentasiSpontan dan SiklusPemanasan Bertekanan-Pendinginan. J Agritech 34(2): 146-150.
Oke. 1966. Chemical Studies on Some Nigerian Vegetables. J Trop Sci 8(3): 128-132
Onwueme IC. 1978. The Tropical Tuber Crops Yams Cassava Sweeet Potato andCocoyam. John Wiley Chichester
Robyt JF 2008. Starch : Structure, Properties, Chemistry and Enzymology.Departement of Biochemistry, Biophysics, and Molecular Biology. Iowa StateUniversity, Ames, USA
Rubatzky VE dan Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia I: Prinsip, Produksi dan Gizi.Penerjemah: Herison C. Bandung: Penerbit ITB.
Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant Starch- a Review. J Comprehensivereviews in Food Science and Food Safety.
Sandhu KS, Kaur M, Singh N, Lim ST. 2008. A Comparison of Native and OxidizedNormal and Waxy Corn Starches: Physicochemical, Thermal, Morphological andPasting Properties. LWT 41: 1000–1010
Shimelis EA, Rakhsit SK dan Meaza M. 2006.Physicochemical properties,pastingbehavior and functional characteristics of flours and starches from improvedbean (Phaseolus vulgaris L.)Varieties grown in East Africa.Agric Eng Int 8:1-19
Shin S, Byun J, Park KW dan Moon TW. 2004. Effect of Partial Acid and Heat MoistureTreatment of Formation of Resistant Starch. J Cereal Chemistry 81(2): 194-198
Soto dkk. 2004. Resistant Starch Made from Banana Starch by Autoclaving and
35
Debranching. J Starch 56: 495-499.
Sugiono, Pratiwi R, Faridah DN. 2009. Modifikasi Pati Garut (Marantha Arundinaceae)dengan Perlakuan Siklus Pemanasan-Pendinginan (Autoclaving-Cooling Cycling)untuk Menghasilkan Pati Resisten tipe III. J Tek. Industri Pangan XX(1): 17-24.
Suprapta DN, Antara M, Arya M, Sudana M, Duniaji AS, Sudarma M. 2003. PenelitianPeningkatan Kualitas dan Diversifikasi Penggunaaan Umbi-umbian sebagai PanganAlternatif di Bali. Fak.Pertanian Univ. Udayana, Denpasar
Taylor JRN, Schober TJ dan Bean SR. 2006. Novel and non-food uses for sorghum andmillets. Cereal Sci 44: 252-271.
Tester RF dan Morrison WR, 1990. Swelling gelatinization of cereal starches I. effectof amylopectin, amylase and lipids. Cereal Chem 67: 551- 557.
Utami PY. 2009. Peningkatan Mutu Pati Ganyong (Canna edulis Ker) Melalui PerbaikanProses Produksi. Skripsi Fak. Tekn0logi Pertanian IPB, Bogor.
Wiadnyani AAIS. dan Widarta IWR. 2012. Modifikasi Pati Talas dengan Heat MoistureTreatment (HMT) untuk Memperbaiki Karakteristik Starch Noodle (Sohun).Laporan Penelitian Dosen Muda Universitas Udayana. Tidak dipublikasikan.
Widowati S, Waha MG dan Santosa BAS. 1997. Ekstraksi dan karakterisasi sifatfisikokimia dan fungsional pati beberapa varietas talas (Colocasia esculenta (L.)Schott). Prosiding Seminar Teknologi Pangan
Yuliani S. 2009. Reduksi Senyawa Penyebab Rasa Gatal (Oksalat Protease) hingga 90%pada Proses Pembuatan Tepung Talas. Laporan Penelitian Balai Besar Penelitian danPengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Yuliwardi F, Syamsira E, Hariyadi P Widowati S. 2014. Pengaruh Sikliu Autoclaving-Cooling terhadap Kadar Pati Resisten Tepung Beras dan Bihun yang Dihasilkan.Artikel Pangan 23(1): 43-52.
Zabar S, Shimoni E and Peled HB. 2008. Development of Nano Structure in ResistantStarch Type III During Thermal Treatments and Cycling. J Macromol Bioscience 8:163-170.