MAKALAH SISTEM STOMATOGNATIK “PENELANAN/DEGLUTISI” BLOK 10 KETUA : BAGAS LUTHFI ALFAT J2A013039 SCABLE 1 : AKHFA MUNTAHA A J2A013041 SCABLE 2 : SEKAR LINTANG H J2A013006 ANGGOTA : 1. ISHANA RAISA HAFID J2A013004 2. NISA SOFFIYANI J2A013030 3. FARA SETYO DEWI J2A013017 4. HANUM LAKSITA INTAN H J2A013019 5. GEETA ARIYANTI J2A013031 6. DHONY MIFTAHUL H J2A013015 7. RIFQI MUHAMMAD J2A013040 8. KURNIA ADHI WIKANTO J2A013004 9. SRI MARGIYANTI J2A013042 PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH SISTEM STOMATOGNATIK
“PENELANAN/DEGLUTISI”
BLOK 10
KETUA : BAGAS LUTHFI ALFAT J2A013039SCABLE 1 : AKHFA MUNTAHA A J2A013041SCABLE 2 : SEKAR LINTANG H J2A013006ANGGOTA : 1. ISHANA RAISA HAFID J2A013004
2. NISA SOFFIYANI J2A013030 3. FARA SETYO DEWI J2A013017 4. HANUM LAKSITA INTAN H J2A013019 5. GEETA ARIYANTI J2A013031 6. DHONY MIFTAHUL H J2A013015 7. RIFQI MUHAMMAD J2A013040 8. KURNIA ADHI WIKANTO J2A013004 9. SRI MARGIYANTI J2A013042
PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGIFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
Daftar Isi .................................................................................... 2
Bab 1 Pendahuluan ..................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................... 3
1.2 Tujuan ........................................................................ 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka .............................................................. 4
Bab 3 Pembahasan ..................................................................... 13
Bab 4 Kesimpulan ...................................................................... 21
Bab 5 Daftar Pustaka ................................................................. 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penelanan termasuk dalam salah satu sistem stomatognatik. Penelanan sendiri menurut
kamus kedokteran adalah proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the
process of taking food into the body through the mouth”. Dimulai dari mempersiapkan bolus di
dalam rongga mulut, masuknya bolus dari mulut ke faring, berjalan melintasi faring, dan
akhirnya turun melalui sfingter faring ke esofagus.
Penelanan melibatkan 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot
menelan. Sehingga, menelan merupakan suatu proses yang kompleks, memerlukan setiap organ
yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keinginan untuk
menelan dipengaruhi beberapa faktor seperti derajat kehalusan makanan, intensitas rasa dan
derajat pelumasan dari bolus makanan.
Seseorang dapat melakukan aktivitas penelanan sebanyak 2000-2400 kali selama 24 jam,
sedangkan pada anak-anak mencapai 800-1200 kali selama 24 jam. Dan akan menurun pada saat
tidur (sekitar 50 kali). Hal ini disebabkan oleh sekresi saliva yang minim pada saat tidur,
sehingga rangsang perifer pun menurun. Selain itu keadaan tidur juga menyebabkan mekanisme
saraf pusat untuk menelan menjadi menurun.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengerti definisi penelanan/deglutisi
2. Mahasiswa dapat menyebutkan Anatomi organ, otot, fungsi otot serta inervasi pada
proses penelanan
3. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme/fisiologi proses penelanan
4. Mahasiswa dapat menyebutkan kelainan-kelainan/gangguan fungsi penelanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Penelanan
Penelanan menurut kamus kedokteran adalah proses memasukkan makanan kedalam
tubuh melalui mulut “the process of taking food into the body through the
mouth”. Dimulai dari mempersiapkan bolus di dalam rongga mulut, masuknya bolus
dari mulut ke faring, berjalan melintasi faring, dan akhirnya turun melalui sfingter
faring ke esofagus.
Komponen – Komponen Dalam Proses Penelanan
Organ
1. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong
dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra
servikal 6. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan
laring berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan
esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan
melingkar (sirkular). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring
superior, media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian
bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan,
otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada jaringan
ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas
epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal serta
esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang
tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah
cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan
ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah
permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus
piriformis dan ke esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal
dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus,
cabang dari n.glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis
keluar cabang-cabang untuk otot – otot faring kecuali m. stilofaringeus yang
dipersarafi langsung oleh cabang n. glosofaringeus.
- Nasofaring (pars nasalis) bagian superior yang menghubungkan hidungdengan faring- Orofaring (pars oralis) bagian media yang menghubungkan rongga mulutdalam faring- Laringofaring (pars laryngitis) bagian interior yang menghubungkan laringdengan faring.
2. Esophagus.
Esofagus diinervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari
pleksus esofagus atau yang biasa disebut pleksus mienterik Auerbach yang
terletak di antara otot longitudinal dan otot sirkular sepanjang esophagus.
Esofagus mempunyai 3 bagian fungsional. Bagian paling atas adalah upper
esophageal sphincter (sfingter esofagus atas), suatu cincin otot yang membentuk
bagian atas esofagus dan memisahkan esofagus dengan tenggorokan. Sfingter ini
selalu menutup untuk mencegah makanan dari bagian utama esofagus masuk ke
dalam tenggorokan. Bagian utama dari esofagus disebut sebagai badan dari
esofagus, suatu saluran otot yang panjangnya kira-kira 20 cm. Bagian fungsional
yang ketiga dari esofagus yaitu lower esophageal sphincter (sfingter esophagus
bawah), suatu cincin otot yang terletak di pertemuan antara esofagus danlambung.
Seperti halnya sfingter atas, sfingter bawah selalu menutup untuk mencegah
makanan dan asam lambung untuk kembali naik/regurgitasi ke dalam badan
esofagus. Sfingter bagian atas akan berelaksasi pada proses menelan agar
makanan dan saliva dapat masuk ke dalam bagian atas dari badan esofagus.
Kemudian, otot dari esofagus bagian atas yang terletak di bawah sfingter
berkontraksi, menekan makanan dan saliva lebih jauh ke dalam esofagus.
Kontraksi yang disebut gerakan peristaltik mi akan membawa makanan dan saliva
untuk turun ke dalam lambung. Pada saat gelombang peristaltik ini sampai pada
sfingter bawah, maka akan membuka dan makanan masuk ke dalam lambung.
Esofagus berfungsi membawa makanan, cairan, sekret dari faring ke gaster
melalui suatu proses menelan.
3. Tulang
- Tulang Hyoid
Adalah tulang berbentuk mirip tapal kuda yang terletak di sekitar leher
antara dagu dan kartilage thyroid. Tulang ini unik karena menjadi satu-
satunya tulang di tubuh manusia yang tidak terhubung langsung ke
tulang lainnya. Fungsinya untuk membantu gerakan lidah dan dalam
menelan.
Otot penelanan beserta fungsinya
Berkovitz (1995) dan William (1995) menyatakan bahwa otot-otot yang berperan
dalam proses penelanan adalah otot-otot didalam kavum oris proprium yang bekerja
secara volunteer, otot-otot faring dan laring bekerja secara involunter. Kavum oris terbagi
menjadi dua bagian yaitu vestibulum oris dan kavum oris proprium. Vestibulum oris
adalah ruang antara gigi-geligi dan batas mukosa bagian dalam dari pipi dan labium oris.
Sedangkan kavum oris proprium merupakan ruang antara arkus dentalis superior dan
inferior. Batas anterior dan lateral kavum oris proprium adalah permukaan lingual gigi
geligi dan prosesus alveolaris (Andriyani, 2001).
Otot di dalam kavum oris proprium
Otot yang termasuk didalam kelompok ini adalah otot – otot lidah dan otot – otot
palatum lunak. Otot- otot lidah terdiri dari otot- otot instrinsik dan ekstrinsik. Otot-
otot intrinsic lidah merupakan otot yang membentuk lidah itu sendiri yaitu :
- muskulus longitudinalis lingua superfisialis
- muskulus longitudinalis lingua provunda
- muskulus transfersus lingua Muskulus vertikalis lingua.
Otot ekstrinsik lidah merupakan otot yang berada di bawah lidah yaitu :
- Muskulus genioglossus untuk mengerakan bagian tengah lidah ke
belakang
- Muskulus styloglossus yang menarik lidah keatas dan kebawah.
Sedangan otot- otot palatum lunak yaitu muskulus tensor dan muskulus levator veli
palatini untuk mengangkat faring dan muskulus palatoglossus yang menyebabkan
terangkatnya uvula (Evelyn, 1992).
Otot – otot faring
Terbagi menjadi 2 golongan yaitu otot- otot yang jalannya melingkar dan otot- otot
yang menbujur faring. Otot- otot melingkar terdiri atas
berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian
anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring
sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m.
palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)
Peranan saraf kranial fase oral
ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
Bibir
Mulut & pipi
Lidah
Uvula
n. V.2 (mandibularis), n.V.3
(lingualis)
n. V.2 (mandibularis)
n.V.3 (lingualis)
n.V.2 (mandibularis)
n. VII : m.orbikularis oris, m.levator
labius oris, m. depressor labius,
m.mentalis
n.VII: m.zigomatikus,levator anguli
oris, m.depressor anguli oris,
m.risorius. m.businator
n.IX,X,XI : m.palatoglosus
n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut
afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).
Fase Faringeal
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan
refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :
1) m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI)
berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan
ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.
2) m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis
(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
3) Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi
m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).
4) Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring
inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan
faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)
5) Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan
otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke
dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan
cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.
Peranan saraf kranial pada fase faringeal
Organ Afferen Efferen
Lidah
Palatum
Hyoid
Nasofaring
Faring
Laring
n.V.3
n.V.2, n.V.3
n.Laringeus superior
cab internus (n.X)
n.X
n.X
n.rekuren (n.X)
n.X
n.V :m.milohyoid, m.digastrikus
n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid
n.XII :m.stiloglosus
n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini
n.V :m.tensor veli palatini
n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus
n.VII : m. Stilohioid
n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid
n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus
n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring,
m.konstriktor faring sup, m.konstriktor
ffaring med.
n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.
n.IX :m.stilofaring
Esofagus
n.X : m.krikofaring
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai
serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan
waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus
bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan
pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter
esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam
penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :
1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan
yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring.
2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya
laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus
bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior,
m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.
Fase Esofageal
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih
lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi
akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal.
Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang
merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus
yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang
ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik
dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibaat
dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik
primer.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada skenario 2
Ny Jum adalah ibu penjual makanan di kantin. Setiap hari melayani mahasiswa maupun
dosen yang makan dikantin yang dikelolanya . Suatu hari saat jam makan siang, Ny Jum tanpa
sengaja memperhatikan mahasiswa yang sedang makan. Tiba tiba terbersit pertanyaan
dikepalanya ‘bagaimana makanan setelah dikunyah bisa masuk ke dalam perut?’ kemudian dia
bertanya pada seorang mahasiswa kedokteran gigi yang kebetulan sedang makan siang disana,
dan kemudian mahasiswa tersebut menjelaskan proses menelan makanan.
Karena menelan adalah salah satu dari sistem stomatognasi yang membantu sistem
pencernaan apabila ada gangguan terhadap salah satu sistem stomatognasi maka bolus makanan
yang masuk tidak akan tercerna dengan sempurna, selain itu, kelainan atau gangguan pada proses
penelanan tidak hanya akan mengganggu jalannya sistem stomatognasi namun juga akan
mengganggu aktivitas sehari hari dan jika tidak ditangani dengan segera dapat menimbulkan
berbagai manifestasi yang berbahaya bahkan kematian. Berikut ini adalah berbagai
kelainan/gangguan, pemeriksaan otot apabila ada kelainan pada otot penelanan dan
penatalaksanaan kelainan proses penelanan.
Disfagia
Penelanan abnormal atau yang sering disebut disfagia yaitu keadaan dimana pasien
mengalami kesulitan dalam menelan makanan. Kesulitan menelan ada dua tahap, pertama,
yaitu melewatkan bolus ke bagian belakang tenggorokan dan kedua, tahap mengawali refleks
menelan makanan. Disfagia yang terjadi setelah tahap mengawali refleks menelan biasanya
disebabkan oleh kelainan neuromuskular dan jarang terjadi, hal ini karena adanya lesi di
dalam laringofaring dan esophagus (Andriyani, 2001).
Penatalaksanaan Disfagia
Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia. Pertama dokter dan
speech-language pathologists yang menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan
berbagai pengujian yang memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi menelan. salah satu
pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat optik, yang memungkinkan dokter untuk
melihat kedalam tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk video fluoroscopy, yang
mengambil video rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound, yang menghasikan
gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri memperlihakab tahapan-tahapan
dalam menelan.
Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat diberikan. Jika
dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim
pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah
gangguan menelan.
Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau untuk
meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan
dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi kepala
menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Meniapkan makanan sedemikian
rupa atau menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka
yang tidak dapat menelan minuman mungkin memerlukan pengental khusus
untukminumannya. Orang lain mungkin garus menghindari makanan atau minuman yang
panan ataupun dingin.
Berbagai pengobatan telah diajukan unutk pengobatan disfagia orofaringeal pada dewasa.
Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung
biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.
a. Modifikasi diet
Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet makanan
yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau bagi
mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat.
Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi-
padat sampai konsistensi normal.
- Suplai Nutrisi
Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan malnutrisi
Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan
pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika
asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.
- Dehidrasi
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien sangat
penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi
b. Pembedahan
o Pembedahan gastrostomy
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy dengan
anestesi umum ataupun lokal.
o Cricofaringeal myotomy
Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan unutk mengurangi
tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot
utama dari PES.
Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari CPM.
Tersedak (chocking)
Tersedak adalah tersumbatnya trakea seseorang oleh benda asing, muntah, darah atau
cairan lain. Tersedak bisa terjadi jika sumber udara tersumbat. Tersedak juga bisa terjadi jika
adaya benda asing disaluran nafas yang menghalangi udara masuk keparu-paru. Tersedak
mungkin disebabkan oleh kelainan otot-otot volunter dalam proses menelan khususnya pada
klien dengan penyakit-penyakit (otot rangka) atau persarafan yaitu penderita
adermatomiiositis, miastenia grafis, distrofi otot, polio, kelumpuhan pseudobular dan
kelainan otak dan sum-sum tulang belakang seperti penyakit Parkinson dan sklerosis lateral
amiotropik. Tersedak merupakan salah satu gejala klini dari dispagia dan terjadi bila ada
problem dari bagian proses menelan, misalnya kelemahan otot pipi atau lidah yang
menyebabkan kesukaran untuk memindahkan makanan ke sekeliling mulut untuk dikunyah.
Makan yang ukurannya sangat besar utuk ditelan akan masuk ke tenggorokkan dan menutup
jalan nafas. Kedua, karena ketidak mampuan untuk memulai reflek menelan yang merupakan
suatu rangsangan sehingga menyebabkan makanan dan cairan dapat melewati faring dengan
aman, seperti adanya gangguan stroke, atau gangguan syaraf lain sehingga terjadi
ketidakmampuan utnuk memulai gerakan otot yang dapat memindahkan makanan-makan
dari mulut ke lambung. Ketiga, kelemahan otot-otot faring sehingga terjadi ketidak mampuan
memindahkan keseluruhan makan ke lambung akibatnya sebagian makanan akan jatuh atau
tertarik kedalam saluran nafas (trakea) yang menyebabkan infeksi pada paru-paru (Arsyad,
2008)
Bruksism
Bruksism adalah kebiasaan seseorang mengkerot-kerotkan giginya atau
menggertakkan gigi-geligi serta menekan kuat gigi-geligi tanpa fungsi. Keadaan ini sering
terjadi secara tidak sadar dan terutama pada malam hari disaat sedang tidur (Andriyani,
2001).
Keadaan ini akan menyebabkan bunyi gemerutuk gigi, rasa capoai pada otot saat
bangun pagi, rahanh terasa terkunci sehingga akan merasakan rasa sakit pada daerah sendi
rahang dan kecenderungan untuk menggigit pipi, bibir atau lidah. Selain itu, gigi akan
menjadi cepat aus sehingga akan berpengaruh pada pengunyahan dan penelanan
makanan (Andriyani, 2001).
Penatalaksanaan Bruxism
Saat ini, tidak hanya satu jenis perawatan saja yang dapat mengurangi bruxism, karena
harus mempertimbangkan pula mekanisme physiopathologisnya. Evaluasi perawatan
bruxism sangat sulit, karena berbagai alasan, variabilitas yang besar intensitas dan frekwensi
bruxism diantara dan antar individu, kondisi medis dan odontologis, serta symptom subjektif.
Perawatan bruxism membutuhkan kombinasi yaitu perawatan perilaku, perawatan gigi dan
perawatan pharmakologis
Perawatan perilaku termasuk higiene tidur, biofeedback, tehnik relaksasi, pengendalian
stres serta terapi hipnosis.
Perawatan pharmakologis, tidak ada obat yang khusus untuk mengatasi bruxism, tetapi
dari berbagai studi yang terkendali telah dievalusi berbagai obat yang memiliki efek
terhadap bruxism. Golongan relaksasi otot, sedatif dan anxiolitik seperti diazepam,
clonazepam, metocarbamol dan zolpiden. Agen dopaminergik: L-dopa. Beta-adregenik
agonist : clonidin. Antidepresan: buspirone dan botulinum toxin A26.
Perawatan gigi diantaranya berbagai alat intraoral untuk mengatasi rasa sakit lokal,
mencegah lesi struktur orofasial, dan mencegah disfungsi artikulasi temporomandibuler.
Mekanisme kerja alat intra oral dan efektivitasnya dalam mengurangi aktivitas
neuromuskuler selama tidur belum sepenuhnya diketahui27.
Alasan utama untuk perawatan bite splint
Suatu bite splint disebut pula sebagai bite plane, deprogrammer, intraoral orthotic, night
guard, occlusal splint merupakan alat lepasan, biasanya dibuat dari akrilik atau komposit
menutupi permukaan oklusal dan insisal gigi-gigi di rahang atas atau bawah (lihat gambar 3) .
Tipe utama dari splints, dalam hal ini disebut sebagai konservatif splint yaitu Michigan-type
splint, plane splint, bite splint according to Shore, Sved splint, Gelb splint, distraction splint,
repositioning splint, splint untuk melindungi jaringan mulut dan kombinasi splint.
Bite splint.
Akalasia
Merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peristaltik yang lemah dan tidak teratur,
atau aperistaltis korpus esofagus. Kegagalan sfingter esofagus bawah untuk berelaksi
secara sempurna sewaktu menelan. Akibatnya, makanan dan cairan tertimbun dalam
esofagus bagian bawah dan kemudian dikosongkan dengan lambat bila tekanan
hidrostatik meningkat. Korpus esofagus kehilangan tonusnya dan dapat sangat melebar.
Akalasia lebihs ering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak dan sering pada
individu usia 40 tahun atau lebih tua. (Chudahman Manan, 1990)
Bila ditinjau dari etiologi akalasia, dapat dibagi menjadi :
a. Akalasia primer
Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis
vagus pada batang otak dan ganglia miyenterikus pada esofagus, faktor keturunan juga
cukup berpengaruh.
b. Akalasia sekunder
Disebabkan oleh infeksi (penyakit chagas). Tumor intra luminer seperti tumor caralia
atau pendorongan ekstra luminer, kemungkinan lain disebabkan obat anti koligergik /
pasca vagotomi.
Penatalaksanaan Akalasia
1. Konservatif
a. Diet cair /lunak dan hangat
b. Medikamentosa
- Sedatif ringan untuk penenang
- Preparat kalsium antagonis seperti verapamil atau nifedipin oleh karena dapat
menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Nifedipin diberikan 10-20
mg sublingual dapat menurunkan tekanan esofagus bagian bawah kurang lebih 1
jam akan tampak perbaikan gejala bila diberikan sebelum makan.
2. Tindakan aktif
a. Forced dilatation: dilakukan pada akalasia ringan sedang. Ada 3 macam dilatator:
- mekanik
- pneumatik
- hidrostatik
b. Tindakan bedah yaitu: operasi Heler, melakukan esofagomiotomi.
- Komplikasi yang timbul adalah:
- perforasi
- paralise n. phrenicus
- refluks gastroesofagal
- perdarahan masif
- disfagia
Esofagitis
Esofagitis adalah suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami peradangan, dapat terjadi
secara akut maupun kronik. Esofagitis kronis adalah peradangan di esophagus yang disebabkan
oleh luka bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya berupa asam kuat, basa kuat dan
zat organik.
Karsinoma Esofagus
Etiologi karsinoma esofagus amat kompleks dan multifaktorial, contohnya alkohol dan
tembakau, merupakan faktor penyebab yang paling besar. Faktor makanan memegang
peranan penting, berupa defisiensi Vit A, Vit C dan Riboflavin. Karsinoma sel skuamosa
biasanya menyebabkan ulserasi pada stadium dini dan menyebabkan nyeri, metastasi dini
menuju ke nodus lempatikus servikalis dan seng mula-mula timbul sebagai tumor di
leher. Disfagia mungkin suatu gejala ringan yang tidak nyata dan tampak menyertai
pembersihan tenggorokan. Tumor di tenggorokan ini dengan sensitifitas bila menelan
cairan asam dapat menyebabkan karsinoma esofagus.
Penatalaksanaan
Pada Karsinoma (khusunya karsinoma esophagus yang mengganggu penelanan)
Pemilihan metode pengobatan kanker esophagus memiliki dampak yang sangat penting, pengobatan dini untuk kanker esophagus dapat memperpanjang tujuan hidup, pengobatan dapat menjadi pengendali dari penyakit ini, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup. Pengobatan dapat disesuaikan dengan penyakit itu sendiri atau dengan cara yang dipadukan,
Operasi: menghilangkan jaringan tumor yang berdekatan dengan kelenjar getah
bening, lebih efektif untuk pengobatan awal pada saat lesi terlokalisasi. Tahap
patologis adalah faktor prognosis yang paling penting bagi kelangsungan hidup
pasien kanker esophagus, pasien kanker esophagus stadium 1 seteleah operasi
kemungkinan untuk hidup 5 tahun lagi mencapai 80% sampai 90%, untuk pasien
kanker esophagus yang telah mengalami penyebaran (stadium 3 dan stadium 4)
kemungkinan hidup 5 tahun lagi hanya sampai 15%.
Radioterapi: digunakan sebelum operasi untuk mengecilkan tumornya, atau sesudah operasi untuk memberantas sisa-sisa sel setelah operasi. Jika pasien tidak cocok untuk operasi, radioterapi dapat menjadi alternatif untuk menggantikan operasi.
Kemoterapi: dapat dikombinasikan dengan radioterapi untuk memberantas sel kanker. Untuk mengtrol lesi kanker esophagus jangkauannya lebih kecil, tapi mempunyai efek yang berarti untuk tubuh.
Terapi photodynamic: bahan fotosensitif dan kemajuan teknologi endoskopi dalam beberapa tahun terakhir, dapat meningkatkan kemajuan terapi photodynamic, menjadi umum digunakan dalam pengobatan setelah pengobatan lini pertama
BAB IV
KESIMPULAN
Proses penelanan merupakan bagian dari sistem stomatognasi yang terdiri dari kerjasama
komponen-komponen organ seperti Faring, esophagus, tulang hyoid serta otot otot dan saraf
yang menginvervasi didalamnya. Proses penelanan sendiri berfungsi untuk memasukan bolus
yang sudah dicerna secara mekanis ke dalam lambung untuk kemudian di cerna secara kimiawi.
Bila komponen komponen tersebut tidak bekerja sama dengan baik maka akan terjadi kelainan-
kelainan proses penelanan seperti: dysphagia, choking, akalasia, esofagitis, maupun kelainan
perilaku/habbit diantaranya Bruxism. Ini akan menyebabkan proses pencernaan terganggu dan
apabila tidak ditangani atau tidak dirawat maka akan menimbulkan manifestasi yang berbahaya
bahkan kematian
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
SS Bambang. Disfagia.Bronko-esofagologi.1994:40-49
Bailey J Byron. Esophageal disorders. Head and neck surger
Otolaringology.Vol.1.2.1998;56:781-801
Ethel Sloane.2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC
Woelfel. 2012. Anatomi Gigi Ed 8. Jakarta : EGC
Soepardi A Efianty. Penatalaksanaan disfagia secara komprehensif. Acara ilmiah penglepasan