Page 1
LAPORAN KELOMPOK
LAYANAN KESEHATAN RUJUKAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Blok Primary Health Care
Kelompok 6 Reguler :
Eka Aditya Mahardika 135070200111022
Artarini Dwiprema Lestari 135070200111024
Nurul Aisyiyah Puspitarini 135070200111025
Putri Dewi Arumsari 135070201111001
Putri Perdana Sari 135070201111026
Dwi Kurnia Sari 135070201111003
Taramita Purbandari 135070201111024
Wahyu Nur Indahsah 135070201111027
Irfan Marsuq W.R 135070201111002
Finisiska Dwi Asti Rahayu 135070201111028
Ayu Meida Kartikasari 135070201111025
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar
masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah
sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) “
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”.
Sistem rujukan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik atas masalah- masalah yang timbul, baik secara
vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Tujuan
system rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi
pelayanan kesehatan secara terpadu (Safrudin, 2007).
Maka dengan diadakan system rujukan pelayanan kesehatan
diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatang yang lebih
bermutu karena tindakan rujukan ditujukan pada kasus yang tergolong
beresiko tinggi. Oleh karena itu kelancaran rujukan dapat menjadi faktor
yang menentukan untuk menurunkan angka kematian.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui mengenai teori
dan konsep layanan kesehatan rujukan
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui kebijakan pemerintah tentang system
rujukan
b. Dapat mengetahui tentang tingkatan pelayanan
kesehatan
Page 3
c. Dapat mengetahui tentang system rujukan nasional
d. Dapat mengetahui tentang tata cara rujukan
e. Dapat mengetahui tentang alur rujukan regional
f. Dapat mengetahui tentang hambatan dan tantangan
dalam system rujukan
1.3 Rumusan Masalah
a. Bagaimana kebijakan pemerintang tentang system rujukan?
b. Bagaimana tingkatan pelayanan kesehatan?
c. Bagaimana system rujukan nasional?
d. Bagaimana tata cara rujukan?
e. Bagaimana alur rujukan regional
f. Bagaimana hambatan dan tantangan dalam system rujukan?
Page 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Kebijakan Pemerintah Tentang Sistem Rujukan
Sistem rujukan merupakan suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun
horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional
dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Diharapkan dengan adanya
sistem rujukan pasien dapat pertolongan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan,
selain itu dengan adanya sistem rujukan, diharapkan dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.
Sistem rujukan di Indonesia dibedakan atas 2 jenis yaitu rujukan medis
dan rujukan kesehatan. Rujukan medis adalah upaya rujukan kesehatan
yang dapat bersifat vertikal, horizontal atau timbal balik yang terutama
berkaitan dengan upaya penyembuhan dan rehabilitasi serta upaya yang
bertujuan mendukungnya. Rujukan kesehatan adalah rujukan upaya
kesehatan yang bersifat vertikal dan horisontal yang terutama berkaitan
dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta upaya yang
mendukungnya.
Kebijakan pemerintah mengenai sistem rujukan di Indonesia sudah
banyak diatur dalam UU RI, peraturan pemerintah maupun keputusan
menteri yang berkaitan dengan sistem rujukan. Definisi dari sistem rujukan
telah ditetapkan antara lain dalam:
a. Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran, pasal 51 yang berbunyi, ‘’Dokter atau dokter gigi
dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.’’
Page 5
b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004
Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, yang berbunyi, “Rujukan
adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan
secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti satu strata
sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan
kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar
sarana pelayanan kesehatan yang sama.”
c. UU no 44 tahun 2009 pasal 42 tentang Rumah Sakit, yaitu bahwa
“sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal
balik baik vertikalmaupun horizontal, maupun struktural dan
fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit
atau permasalahan kesehatan.”
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan bab III bagian
ke satu pasal 3, yang berbunyi, “Sistem Rujukan pelayanan
kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal.” Serta pada pasal 4, yaitu:
Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang,
sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan
tingkat pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan
atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan
atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau
tingkat pertama.
Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke
dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan
tingkat pertama.
Page 6
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) dikecualikan pada keadaan gawat
darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan
pasien, dan pertimbangan geografis.
2.2Tingkatan Pelayanan Kesehatan
Tingkatan pelayanan kesehatan perorangan
a. Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP)
Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan
kesehatan dimana terjadi kontak pertama secara perorangan
sebagai proses awal pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan
perorangan primer memberikan penekanan pada pelayanan
pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan
dan pencegahan, termasuk di dalamnya pelayanan kebugaran dan
gaya hidup sehat (healthy life style).
b. Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder (PKPS)
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanan
kesehatan spesialistik yang menerima rujukan dari pelayanan
kesehatan perorangan primer, yang meliputi rujukan kasus,
spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk. Pelayanan kesehatan
perorangan sekunder dilaksanakan oleh dokter spesialis atau
dokter yang sudah mendapatkan pendidikan khusus dan
mempunyai izin praktik serta didukung tenaga kesehatan lainnya
yang diperlukan. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder
dilaksanakan di tempat kerja maupun fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan sekunder baik rumah sakit setara kelas C serta fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya milik Pemerintah, Pemerintah
Daerah, masyarakat, maupun swasta.
c. Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT)
Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan
subspesialistik dari pelayanan kesehatan di bawahnya, dan dapat
Page 7
merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk.
Pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah dokter
subspesialis atau dokter spesialis yang telah mendapatkan
pendidikan khusus atau pelatihan dan mempunyai izin praktik dan
didukung oleh tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan.
Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di rumah
sakit umum, rumah sakit khusus setara kelas A dan B, baik milik
Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun swasta yang mampu
memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik dan juga
termasuk klinik khusus, seperti pusat radioterapi.
Tingkatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat
a. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP)
Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayanan
peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan
pemulihan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
pelaksanaan operasionalnya dapat didelegasikan kepada
Puskesmas, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan primer lainnya
yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan/atau masyarakat.
b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder (PKMS)
Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan
kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat primer dan
memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, dan sumber
daya manusia kesehatan serta didukung oleh pelayanan kesehatan
masyarakat tersier. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
masyarakat sekunder menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan/atau Provinsi sebagai fungsi teknisnya, yakni
melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak
sanggup atau tidak memadai dilakukan pada pelayanan kesehatan
Page 8
masyarakat primer. Dalam penanggulangan penyakit menular yang
tidak terbatas pada suatu batas wilayah administrasi pemerintahan
(lintas kabupaten/ kota), maka tingkat yang lebih tinggi (provinsi)
yang harus menanganinya.
c. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT)
Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima rujukan
kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat sekunder dan
memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, sumber daya
manusia kesehatan, dan rujukan operasional, serta melakukan
penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan
penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait. Pelaksana
pelayanan kesehatan masyarakat tersier adalah Dinas Kesehatan
Provinsi, unit kerja terkait di tingkat provinsi, Kementerian
Kesehatan, dan unit kerja terkait di tingkat nasional.
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh setiap negara tidaklah
sama, namun secara umum, pelayanan kesehatan di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary health care)
Pelayanan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang
bersifat pokok, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan tingkat
pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan.
Pelayanan ini yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat
dasar dan dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh:
Dokter Umum (Tenaga Medis)
Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)
Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan
kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling
depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka
mengalami ganggunan kesehatan atau kecelakaan. Primary health
Page 9
care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang sebagian
besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang
berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan sifatnya
berobat jalan (Ambulatory Services)
Contohnya : Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.
b. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary health care)
Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan
yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap dan untuk
menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga
spesialis.
Pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan bahkan kadang kala
pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan
kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health
care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan
perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai
tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan
rumah sakit kelas A.
Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:
Dokter Spesialis
Dokter Subspesialis terbatas
Pelayanan kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan
rawat (inpantient services)
Contoh : Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.
c. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary health care)
Pelayanan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang bersifat
lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga
subspesialis.
Pelayanan Kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan
subspesialis serta subspesialis luas. Pelayanan kesehatan
dilakukan oleh:
Dokter Subspesialis
Dokter Subspesialis Luas
Page 10
Pelayanan kesehatan sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan
atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi)
Contohnya: Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B.
Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan
pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif
adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang
lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak
jatuh sakit agar terhindar dari penyakit.
Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju
pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih
penting adalah upaya-upaya pencegahan (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promotif). Sehingga, bentuk pelayanan
kesehatan bukan hanya puskesmas atau balkesma saja, tetapi juga
bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang
secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan
kesehatan.
2.3Sistem Rujukan Nasional
Tujuan Rujukan
Menurut Mochtar, 1998 Rujukan mempunyai berbagai macam tujuan
antara lain :
a. Agar setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan
sebaik-baiknya.
b. Menjalin kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan
laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih
lengkap fasilitasnya.
c. Menjalin perubahan pengetahuan dan ketrampilan (transfer of
knowledge & skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat
pendidikan dan daerah perifer
Page 11
Sedangkan menurut Hatmoko, 2000 Sistem rujukan mempunyai tujuan
umum dan khusus, antara lain :
d. Umum :
Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang
didukung kualitas pelayanan yang optimal dalam rangka
memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan
berhasil guna.
e. Khusus :
Menghasilkan upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat
kuratif dan rehabilitatif secara berhasil guna dan berdaya guna.
Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat
preveventif secara berhasil guna dan berdaya guna.
Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam
Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan
merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horiontal. Sederhananya, sistem
rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan
gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.
Pelaksanaan sistem rujukan di indonesia telah diatur dengan bentuk
bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama,
kedua dan ketiga, dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-
sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila
pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis
tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat
pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor
pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini
akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani
dengan tepat.
Page 12
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merujuk pasien :
a. Pada rujukan penderita gawat darurat, batas wilayah administrasi
(geografis) dapat diabaikan karena yang penting adalah penderita
dapat pertolongan yang cepat dan tepat.
b. Sedangkan untuk penderita yang tidak termasuk gawat darurat
dilaksanakan sesuai dengan prosedur rujukan yang biasa sesuai
hierarki fasilitas pelayanan.
Untuk selengkapnya dapat dilihat pada tabel Alur rujukan.
KRITERIA RS RUJUKAN NASIONAL DAN REGIONAL
(Kepmenkes HK.02.02/MENKES/390/2014 dan
HK.02.02/MENKES/391/2014
NO KRITERIA RS NASIONALRS REGIONAL /
PROP
RS KAB /
KOTA
1Penetapan
peraturan
Menteri
KesehatanGubernur
Bupati /
walikota
2 Akses
rujukan
Rujukan lintas
provinsi
/mengampu
sekurangnya 4
Rujukan lintas
kabupaten
/mengampu
sekurangnya 4
Rujukan
lintas
kecamatan
Page 13
provinsi kabupaten/ kota
3 Kelas RSA & RS
Pendidikan
B & RS
PendidikanC dan D
4 AkreditasiParipurna, JCI /
Kelas duniaMinimal Utama
Madya/
Dasar
5Transporta
si
Memiliki akses
darat, udara
dan air min. dari
4 Provinsi
Memiliki akses
darat, udara dan
air min. dari 4
kabupaten
Akses dari
kecamatan
6
Sistem
Remunera
si
+ +/- +/-
7Sister
Hospital
Dengan RS
bersertifikasi
akreditasi nas
dan/intenasiona
l LN
Dengan RS
Nasional/RS
Tersier lainnya
yg berstatus
akreditasi
Nas/Internasiona
l dalam negeri
Sister
Hospital dg
RS
regional
8 UnggulanMin. 2 layanan
subspesialisspesialistik
Sesuaikan
dengan
Permenkes
56/2014
9 AnggaranPusat dan
Pemda terpilih
Pusat dan
PemdaPemda
10Jumlah
Penduduk
Provinsi dengan
kategori
penduduk padat
Menyesuaikan -
11 Evaluasi Setiap 5 th Setiap 5 th Sesuai
Page 14
Pemda
RS RUJUKAN NASIONAL RS RUJUKAN REGIONAL
Menjadi rumah sakit rujukan
nasional sebagai pengampu
rujukan medik dari rumah sakit
regional sesuai ketentuan yang
berlaku;
melakukan rujuk balik sesuai
indikasi dan ketentuan yang
berlaku;
mengembangkan layanan
unggulan subspesialistik sesuai
klasifikasi dan jenis rumah sakit;
menyusun standar prosedur
operasional rumah sakit dengan
sistem rujukan dari rumah sakit
regional jejaringnya;
menyiapkan sumber daya
manusia, sarana, prasarana,
alat, bahan,
fasilitasdansisteminformasiyang
mendukung pelayanan sebagai
rumah sakit rujukan nasional
sesuai standar;
mengembangkan Health
Technology Assesment/HTA
khususnyapenapisan
teknologitepatgunasecaraaktif di
wilayahsekitarnyadenganmengu
Menjadi rumah sakit rujukan
regional sebagai pengampu
rujukan medik dari rumah
sakit kabupaten/kota sesuai
ketentuan yang berlaku;
Melakukan rujuk balik sesuai
indikasi dan ketentuan yang
berlaku;
Mengembangkan layanan
unggulan spesialistik sesuai
klasifikasi dan jenis rumah
sakit;
Menyusun standar prosedur
operasional rumah sakit
dengan sistem rujukan yang
merupakan kolaborasi dari
jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan di
kabupaten/kota;
Menyiapkan sumber daya
manusia, sarana, prasarana,
alat, bahan, fasilitas dan
sistem informasi yang
mendukung pelayanan
sebagai rumah sakit rujukan
regional sesuai standar;
Merupakan jejaring
Page 15
tamakanprodukdalamnegeriterm
asukmenggunakanrisetberbasis
pelayanan;
penguatanpenerapanhospital
bylaws/peraturan internal
rumahsakit yang
menjadilandasantransparansi,
akuntabilitas,
etikadanhukumkesehatan di
rumahsakit;
penerapan Health
Technology Assesment/HTA
khususnya penapisan
teknologi tepat guna secara
aktif di wilayah sekitarnya
dengan mengutamakan
produk dalam negeri
termasuk menggunakan riset
berbasis pelayanan;
Penguatan penerapan
hospital bylaws/peraturan
internal rumah sakit yang
menjadi landasan
transparansi, akuntabilitas,
etika dan hukum kesehatan
di rumah sakit;
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan
medik dan rujukan kesehatan.
a. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi
upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).
Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis
(jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit
umum daerah. Jenis rujukan medik:
Transfer of patient : Konsultasi penderita untuk keperluan
diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
Transfer of specimen : Pengiriman bahan untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
Transfer of knowledge/personel : Pengiriman tenaga yang lebih
kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan
pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke
daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan
Page 16
melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan
demonstrasi operasi (transfer of knowledge). Pengiriman
petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang
lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan
mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang
diselenggarakan tingkat provinsi atau institusi pendidikan
(transfer of personel).
b. Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan
pemeriksaan bahan ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap.
Rujukan ini umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan
promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik
konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan
masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit
Kesehatan Kerja). Dan Rujukan ini berkaitan dengan upaya
pelayanan kesehatan dalam pencegahan penyakit dan peningkatan
derajat kesehatan. Rujukan ini dibedakan menjadi tiga yaitu :
Rujukan teknologi
Rujukan sarana
Rujukan Operasional
Rujukan dibagi dlm rujukan medik/perorangan yg berkaitan dgn
pengobatan & pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen, &
pengetahuan tentang penyakit; serta rujukan kesehatan dikaitkan dgn
upaya pencegahan & peningkatan kesehatan berupa sarana, teknologi,
dan operasional.
Page 17
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan internal
dan rujukan eksternal.
a. Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit
pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring
puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.
b. Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit
dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari
puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal
(dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan
kesehatan yang berbeda tingkatan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan yg lebih tinggi dilakukan apabila:
Page 18
o Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau
subspesialistik;
o Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
o Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi
ke tingkatan yg lebih rendah dilakukan apabila:
o Permasalahan pasien dpt ditangani oleh tingkatan
pelayanan yg lebih rendah sesuai dgn kompetensi dan
kewenangannya;
o Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama
atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
o Pasien memerlukan pelayanan lanjutan yg dpt ditangani oleh
tingkatan pelayanan yg lebih rendah & untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang;
dan/atau
o Perujuk tdk dpt memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dgn kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana,
prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan
kesehatan dalam satu tingkatan.
Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan yg sifatnya sementara atau menetap.
Ketimpangan yang sering terjadi di masyarakat awam adalah
pemahaman masyarakat tentang alur ini sangat rendah
sehingga sebagian mereka tidak mendapatkan pelayanan yang
sebagaimana mestinya. Masyarakat kebanyakan cenderung
mengakses pelayanan kesehatan terdekat atau mungkin paling
murah tanpa memperdulikan kompetensi institusi ataupun
operator yang memberikan pelayanan.
Page 19
Manfaat sistem rujukan
Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan (policy maker),
manfaat sistem rujukan adalah membantu penghematan dana, karena
tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada
setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan,
karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang
tersedia; memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek
perencanaan.
Dari sudut masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan (health
consumer), manfaat sistem rujukan adalah meringankan biaya
pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara
berulang-ulang; mempermudah masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang
setiap sarana pelayanan kesehatan.
Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
keseahatan (health provider), manfaat sistem rujukan adalah memperjelas
jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya
seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan, yaitu: kerja sama yang terjalin;
memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana
kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
Dalam membina sistem rujukan ini perlu ditentukan beberapa
hal:
a. Regionalisasi
Regionalisasi adalah pembagian wilayah pelaksanaan system
rujukan. Pembagian wilayah ini didasarkan atas pembagian wilayah
secara administrative, tetapi dimana perlu didasarkan atas lokasi
atau mudahnya system rujukan itu dicapai. Hal ini untuk menjaga
agar pusat system rujukan mendapat arus penderita secara
merata. Tiap tingkat unit kesehatan diharapkan melakukan
penyaringan terhadap penderita yang akan disalurkan dalam
Page 20
system rujukan. Penderita yang dapat melayani oleh unit kesehatan
tersebut, tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu.
b. Penyaringan (screening)
Oleh tiap tingkat unit kesehatan. Tiap unit kesehatan diharapkan
melakukan penyaringan terhadap penderita yang akan disalurkan
dalam system rujukan. Penderita yang dapat melayani oleh unit
kesehatan tersebut, tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih
mampu
c. Kemampuan unit kesehatan dan petugas.
Kemampuan unit kesehatan tergantung pada macam petugas dan
peralatannya. Walaupun demikian diharapkan mereka dapat
melakukan keterampilan tertentu. Khususnya dalam perawatan ibu
dijabarkan keterampilan yang masing-masing diharapkan dari unit
kesehatan, beserta petugasnya.
2.4Tata Cara Rujukan
a. Tata cara melakukan rujukan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perorangan kesehatan
Pasal 7
o Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal
o Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan.
o Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan.
o Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Pasal 8
Page 21
Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang
sifatnya sementara atau menetap.
Pasal 9
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila:
o Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau
sub spesialistik;
o Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
Pasal 10
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke
tingkatan pelayanan yang lebih rendah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila:
o permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya;
o kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama
atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
o pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat
ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih
rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
o perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
Pasal 11
Page 22
o Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk
pasien bila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan
memerlukannya, kecuali dengan alasan yang sah dan
mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.
o Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan
medis, sumber daya, atau geografi.
Pasal13
Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
o Melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan
stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai
dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien
selama pelaksanaan rujukan;
o Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan
memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima
pasien dalam hal keadaan pasien gawat darurat; dan
o Membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan
kepada penerima rujukan.
Pasal 14
Dalam komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf b, penerima rujukan berkewajiban:
o Menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan
prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga
kesehatan; dan.
o memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.
Pasal 16
o Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi
pasien dan ketersediaan sarana transportasi.
o Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus
harus dirujuk dengan ambulans dan didampingi oleh tenaga
kesehatan yang kompeten.
Page 23
o Dalam hal tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan
kesehatan perujuk, rujukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dapat dilakukan dengan menggunakan alat
transportasi lain yang layak.
Pasal 17
o Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima
oleh penerima rujukan.
o Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan
pelayanan kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan.
o Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada
perujuk mengenai perkembangan keadaan pasien setelah
selesai memberikan pelayanan.
b. Tata cara pelaksanaan system rujukan berjenjang menurut
BPJS
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:
o Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama
o Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka
pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
o Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder
hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
o Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya
dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan
faskes primer.
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk
langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan
dalam kondisi:
Page 24
o Terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan
mengikuti ketentuan yang berlaku
o Bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat dan atau Pemerintah Daerah
o Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus
yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi
tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan d
o Pertimbangan geografis; dan
o Pertimbangan ketersediaan fasilitas
Pelayanan oleh bidan dan perawat
o Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat
memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
o Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke
dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan
tingkat pertama kecuali
o Dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter
dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat
pertama
Rujukan Parsial
o Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka
menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes
tersebut.
o Rujukan parsial dapat berupa:
pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang atau tindakan
pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
Page 25
o Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan
perujuk.
Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang :
a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanankan secara
berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu :
Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien
dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya
dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya
dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes
primer.
b. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung
ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan
diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang
dan hanya tersedia di faskes tersier.
c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi :
Terjadi keadaan gawat darurat ; kondisi kegawatdaruratan
mengikuti ketentuan yang berlaku.
Bencana ; kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
Kekhususan permasalahan kesehatan pasien ; untuk kasus
yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut
hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan.
Pertimbangan geografis ; dan
Pertimbangan ketersediaan fasilitas.
d. Pelayanan oleh bidan dan perawat
Page 26
Dalam keadaaan tertentu, bidan atau perawat dapat
memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke
dokterdan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat
pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan
permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar
kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
e. Rujukan parsial
Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis
atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di fasilitas kesehatan tersebut.
Rujukan parsial dapat berupa ;
o Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
atau tindakan.
o Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang.
Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
2.5 Alur Rujukan Regional
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan
penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan
pelayanan medis, penunjang, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstruktur
sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam kondisi emergency dan kemudahan
akses.
Wilayah cakupan rujukan (wilayah rujukan regional) adalah pengaturan
wilayah berdasarkan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan yang
terstruktur untuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan sesuai dengan permasalahan kesehatan yang dimilikinya
Page 27
dengan efektif dan efisien. Penentuan regionalisasi fasilitas pelayanan
kesehatan ditetapkan sesuai kondisi dan kebutuhan.
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL) adalah fasilitas
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat spesialistik (sekunder) atau sub spesialistik (tersier)
yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat
lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan khusus, dapat berupa
klinik utama atau yang setara, rumah sakit umum, rumah sakit
khusus.
b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) adalah fasilitas
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi rawat jalan dan
rawat inap, dapat berupa Puskesmas atau yang setara, praktek
dokter, praktek dokter gigi, klinik pratama, rumah sakit kelas D
pratama atau yang setara.
Page 28
1) Penjelasan Skema Alur Rujukan Regional Provinsi Jawa Timur
adalah sebagai berikut :
Alur rujukan ini mengatur rujukan vertikal, rujukan horisontal dan
rujukan balik dalam sistem rujukan antar rumah sakit sebagai
fasilitas kesehatan (Faskes);
Sistem rujukan regional dilakukan secara berjenjang dari
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL);
Rujukan akhir dalam sistem rujukan regional ini adalah rumah
sakit rujukan nasional;
Dalam kondisi normal, masyarakat yang membutuhkan Faskes,
harus terlebih dahulu menuju FKTP;
Jika FKTP tidak memiliki memiliki kemampuan dan secara
medis pasien membutuhkan pelayanan lanjutan, FKTP wajib
merujuk secara horisontal ke FKTP atau secara vertikal ke
FKTL yang memiliki kemampuan dan memiliki pelayanan yang
dibutuhkan pasien;
FKTL dibagi dalam 4 kelompok yaitu : rumah sakit di
kabupaten/kota, rumah sakit regional dan rumah sakit rujukan
provinsi serta rumah sakit rujukan nasional;
Rujukan dari FKTP ke FKTL secara vertikal, dilakukan secara
berjenjang dari FKTP ke rumah sakit di kabupaten/kota, dari
rumah sakit di kabupaten/kota ke rumah sakit regional dan dari
rumah sakit regional ke rumah sakit rujukan provinsi selanjutnya
terakhir ke rumah sakit rujukan nasional, atau sebaliknya sesuai
dengan kondisi rumah sakit dan permasalahan kesehatan
pasien;
Jika FKTL tidak memiliki kemampuan dan secara medis pasien
membutuhkan pelayanan lanjutan, FKTL dapat melakukan
rujukan horisontal sesama FKTL;
Dalam kondisi tertentu, yaitu gawat darurat, bencana,
kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan
Page 29
geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas, masyarakat
dapat mengakses fasilitas kesehatan tanpa melalui prosedur
rujukan regional yang ada.
2) Kriteria Rumah Sakit Regional Provinsi Jawa Timur
Rumah sakit regional harus mempunyai kemampuan pelayanan
paling tinggi dan memiliki kelas yang lebih tinggi dari rumah
sakit disekitarnya yaitu minimal kelas B. Kelas rumah sakit
tersebut harus sesuai dengan persyaratan yang terdapat di
peraturan yang berlaku;
Rumah sakit regional merupakan rumah sakit
pendidikan/jejaring pendidikan;
Bagi Rumah Sakit Pemerintah harus berstatus Badan Layanan
Umum (BLU) Penuh;
Telah terakreditasi dan akreditasinya masih berlaku;
Memiliki dokter spesialis dasar (bedah umum, anak, penyakit
dalam serta kebidanan dan kandungan) melebihi standar
minimal kelas B;
Memiliki dokter spesialis penunjang (anastesi, patologi anatomi,
patologi klinik, radiologi dan rehabilitasi medis) melebihi standar
minimal kelas B;
Memiliki ruang kamar operasi (OK) minimal 5 ruang;
Ruang ICU pada level sekunder dengan penanggung jawab
SpAnKIC;
IGD sudah level 3 yang didukung sistem manajemen IGD yang
baik (terutama jadwal jaga dokter spesialis), lebih diutamakan
jika terdapat dokter jaga spesilis di IGD (on-site);
Ada pernyataan kesanggupan dan kesediaan dari Pemerintah
Daerah melalui Direktur Rumah Sakit untuk mengembangkan
fasilitas dan pelayanan rumah sakit;
Memiliki kemudahan akses dari berbagai rumah sakit di
kabupaten/kota sekitarnya
Page 30
Contoh :
Mulai 1 januari 2014 peserta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial) Kota Pasuruan, tidak bias langsung dirujuk ke Rumah Sakit besar
atau Rumah Sakit tipe A. menyusul keluarnya SK Gubernur
188/766/KPTS/013/2013 tentang Pelaksanaan Regional Sistem Rujukan
Provinsi Jawa Timur Dalam SK itu disebutkan, rujukan untuk peserta
BPJS hanya bias naik satu kelas rumah sakit. Artinya RSUD dr R.
Soedarsono yang tipe C, hanya dapat merujuk pasien ke rumah sakit tipe
B, salah satunya adalah ke RSUD Sidoarjo
Asisten I Pemerintah Kota Pasuruan Setyohadi mengatakan, peraturan
itu turut mengubah system rujukan di RSUD dr R. Soedarsono. Pasien
yang biasanya dirujuk ke RS Dr Soetomo Surabaya, sekarang tidak bias
lagi.
Sebagai gantinya, pasien harus dirujuk ke rumah sakit tipe B “karena
RSUD dr R. Soedarsono bertipe C, maka hanya bias dirujuk ke rumah
sakit dengan tipe B yaitu RSUD Sidoarjo” jelasnya.
Mesti demikian, menurut Setyohadi, pasien tetap bias dirujuk ke rumah
sakit tipe A seperti RS Saiful Anwar Malang atau RS Dr Soetomo
Surabaya. Hanya biaya rujukan ditanggung sendiri oleh pasien “ tidak
ditanggung BPJS lagi” lanjutnya.
Dengan peraturan ini, nantinya pasienyang tidak tertanganidi rumah
sakit tipe Bbaru bias dirujuk ke rumah sakit tipe A.
“Sulitnya tidak bisa langsung ke rumah sakit besar yang
fasilitasnyajuga lebih lengkap jadi harusharus ke RSUD Sidoarjodulu baru
kalau tidak bisadirujuk ke DR Soetomo”
Dijelaskan Setyohadi peraturan ii diberlakukan bersanaan dengan
mulai berlakunya BPKS. Sayangnya selama dua hari pertama pertaruran
ini berlaku, pasien RSUD dr R Soedarsono yang dirujuk ke RSUD
Sidoarjo malah mendapat masalah.
RSUD Sidoarjo malah menolak pasien rujukan dari RSUD dr R.
Soedarsono. Sebabnya RSUD dr R. Soedarsono belum punya perjanjian
kersa sama (PKS) dengan RSUD Sidoarjo.
Page 31
“Karena memang kita belum ada PKS atau perjanjian kerja sama
dengan RSUD Sidoarjo, jadi pasien yang dirujuk ke sana ditolak.” Ujarnya
Artinya pemkot melobi rumah sakit. Yakni, meminta pasien tersebut
diterima sampai dibuat perjanjian kerja sama antara RSUD Sidoarjo
dengan RSUD dr R. Soedarsono. Pasien akhirnya diterima dan dirawat di
RSUD Sidoarjo
Namun SK gubernur ini tidak berlaku bagi pasien jiwa. Pasien
gangguan jiwa dapat langsung dirujuk ke RS jiwa yang ada di lawang,
kendati bertipe A.
2.6Hambatan dan Tantangan dalam Sistem Rujukan
Sebagus apapun suatu sistem yang dijalankan, tentu tidak serta merta
dapat dinyatakan bahwa sistem tersebut sempurna. Hal yang sama juga
terjadi dalam pelaksanaan sistem rujukan kesehatan. Beberapa kendala
tersebut dapat meliputi :
- Kompetensi pegawai di sarana pelayanan kesehatan rujukan
- Kendala geografis
- Ketersediaan BBM
- Kelengkapan administrasi rujukan
- Ketersediaan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan primer
- Kemampuan diagnosis dokter
Masalah kompetensi tenaga kesehatan. Kesiapan fasilitas kesehatan
primer dalam pemberian layanan kesehatan sangat penting dalam sektor
kesehatan. Salah satu strategi yang penting untuk meningkatkan kesiapan
fasilitas kesehatan adalah dengan melakukan pelatihan kepada tenaga
kesehatan untuk meningkatkan kompetensi. Perbaikan kompetensi ini
akan sangat menunjang tugas-tugas pelayanan termasuk di dalamnya
penanganan rujukan jika terjadi komplikasi. Dalam konteks menurunkan
angka kematian ibu, maka pelatihan yang terkait dengan penanganan
komplikasi obstetri sangat penting. Salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas sistem rujukan adalah dengan pelatihan bagi tenaga kesehatan
yang bekerja pada bagian yang berkaitan langsung dengan layanan
Page 32
kesehatan baik di tingkat pelayanan kesehatan primer maupun di rumah
sakit.
Faktor yang mempengaruhi akses masyarakat ke rumah sakit adalah
faktor geografi. Dalam arti fisik, kendala geografis di darat berhubungan
erat dengan kondisi jalan, ketersediaan transportasi dan pengaruh musim
atau cuaca. Semakin jauh jarak secara geografis, maka pengorbanan
biaya dan waktu menjadi semakin besar. Oleh karena itu, dalam
mengembangkan sistem rujukan yang optimal perlu bekerja sama dengan
sektor lain untuk memperbaiki sarana dan prasarana transportasi. Dengan
demikian, untuk transportasi darat, pemerintah daerah perlu bekerja sama
dengan Dinas Pekerjaan Umum terutama dalam mengadvokasi prioritas
pembangunan prasarana wilayah tertentu yang kebutuhan akan layanan
kesehatannya tinggi.
Support system adalah komponen penting terutama dalam transportasi
rujukan. Support system rujukan memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap pelaksanaan rujukan. Support system dalam hal ini terutama
ketersediaan bahan bakar minyak. Kelangkaan atau tidak tersedianya
BBM akan melumpuhkan sistem rujukan. Oleh karena itu, pemerintah
daerah harus dapat menjamin ketersediaan BBM untuk layanan
kesehatan. Untuk hal itu, maka kerjasama dengan pihak penjual minyak
atau pun dengan agen pemasok minyak perlu ditingkatkan.
Page 33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem pelayanan kesehatan merupakan sebuah konsep dimana
konsep ini memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Melalui
system ini diharapkan kualitas kesehatan khususnya di Indonesi dapat
meninkat. Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia meliputi salah
satunya adalah system rujukan. Sistem rujukan adalah suatu system
penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan wewenang
atau tanggung jawab timbal balik, terhadap suatu kasus penyakit atau
masalah kesehatan, secara vertikan dalam arti dan unit yang terkecil atau
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara
horizontal dan vertikal dalam arti antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya. Diharapkan dapat lebih efektif dan tepat sasaran.
3.2 Saran
Bagi perawat perlu memahami tentang konsep pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan aturan pelayanan kesehatan
sehingga dapat melakukan pelayanan kesehatan yang baik dan
bermutu
Bagi klien serta keluarga agar dapat secara mandiri berpartisipasi,
meningkatkan dan memelihara kesehatan dan perilaku agar tujuan
dan program pembangunan kesehatan bias berjalan dengan
semestinya
Bagi institusi pendidikan terhadap pengetahuan secara
berkelanjutan perlu ditingkatkan baik secara formal dan informal
khususnya pengetahuan yang berhubungan dengan komunitas,
dengan harapan dapat mengajarkan cara memberikan pelayanan
asuhan keperawatan komunitas sesuai standar asuhan
keperawatan dank ode etik.
Page 34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN
KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. (Online).
http://www.depkes.go.id/resources/download/general.pdf. Diakses
pada tanggal 8 Oktober 2015.
Anonim. 2014. Sistem Rujukan Puskesmas DKI. Online: http://sistem-
rujukan-puskesmas-dki.net/ . diakses tanggal 08 oktober 2015
Depkes RI. Sistem Rujukan Terstruktur dan Berjenjang dalam Rangka
Menyongsong Jaminan Kesehatan Nasional (Regionalisasi
Sistem Rujukan). Online. http://buk.depkes.go.id. Diakses tanggal
09 oktober 2015.
DINKES PEMPROV NTB. 2011. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (online).
Diakses dari http://www.batukarinfo.com/ diakses pada tanggal 09
oktober 2015.
Luti, Ignasius, Hasanbasri, Mubasysyir, Lazuardi, Lutfan. 2012. JURNAL
KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA : KEBIJAKAN
PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN SISTEM
RUJUKAN KESEHATAN DAERAH KEPULAUAN DI
KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU. (online)
jurnal.ugm.ac.id. diakses pada tanggal 8 Oktober 2015