Laporan Kasus EFUSI PLEURA Oleh: RIZA WULANDARI NIM. 0808151223 Pembimbing: dr. Adrianison, Sp.P Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Paru RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Laporan Kasus
EFUSI PLEURA
Oleh:
RIZA WULANDARI
NIM. 0808151223
Pembimbing:
dr. Adrianison, Sp.P
Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Paru RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Pekanbaru
2013
EFUSI PLEURA
1. DEFINISI
Efusi pleura adalah terakumulasinya cairan di dalam rongga pleura melebihi
normal. Pada keadaan normal, cairan yang terbentuk adalah sebanyak 1-20 cc yang
membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis. Fungsi dari cairan
tersebut adalah untuk melubrikasi paru saat mengembang1-3
2. ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat. 2,3
a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Biasanya hal ini terdapat pada:
Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
Menurunnya tekanan intra pleura
Transudat dapat disebabkan oleh penyakit lain bukan primer paru
seperti gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, obstruksi vena kava
superior, asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening), sindrom Meig (asites dengan tumor
ovarium), hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, ex vacuo effusion karena
pneumothorax.
b. Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
transudat. Eksudat dapat disebabkan oleh infeksi, infark paru atau neoplasma.
Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran
getah bening
1
3. PATOFISIOLOGI
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila:2-4
a) Tekanan osmotik koloid menurun di dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemia
b) Terjadi peningkatan
Permeabilitas kapiler (peradangan, neoplasma)
Tekanan hidrostatik di pembuluh darah ke jantung atau ke vena
pulmonalis (gagal jantung kiri)
Tekanan negatif intrapleura (atelektasis)
c) Obstruksi saluran limfe
2
Gambar 3.1 Skema pertukaran cairan pleura dalam keadaan abnormal
4. MANIFESTASI KLINIK
Beberapa gejala disebabkan oleh penyakit yang mendasari. Gejala yang sering
timbul adalah dispnea yang progresif, batuk, dan nyeri dada pleuritik. Dispnea yang
timbul akibat gangguan fungsi difragma dan dinding dada saat respirasi. Batuk pada
pasien dengan efusi pleura bersifat nonproduktif. Batuk yang kuat atau adanya
produksi dahak yang purulen atau berdarah mengarahkan kepada pneumonia atau lesi
endobronkial. Nyeri dada yang timbul merupakan akibat dari adanya iritasi dari
pleura. Nyeri dada yang timbul bisa ringan sampai berat, terasa tajam atau ditusuk,
diperberat dengan inspirasi dalam.5
Gejala-gejala lain yang didapatkan dapat dihubungkan dengan penyakit yang
mendasarinya. Edema tungkai, ortopnea, paroksismal nokturnal dispnea dapat terjadi
pada gagal jantung kongestif. Berkeringat malam, demam, batuk darah, dan
penurunan berat badan dapat dicurigai TB paru. Betuk darah juga dicurigai adanya
keganasan, patologi pada endotrakela maupun endobronkial, atau infark paru.
3
Adanya episode demam yang akut, sputum yang purulent, dan nyeri dada pleuritik
terjadi pada pasien dengan pneumonia.5
5. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan
pemeriksaan fisik yang teliti. Sedangkan diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi
percobaan, biopsi, dan analisis cairan pleura.2,4
ANAMNESIS
Pasien dengan efusi pleura mengeluhkan sesak, batuk, nyeri dada yang tidak
menjalar. Hemoptisis dapat dihubungkan dengan keganasan, emboli paru, TBC.
Riwayat penyakit sebelumnya dapat menunjukkan jenis efusi (transudat/eksudat)
yang timbul. Rematoid artritis dan penyakit auto imun lainnya juga dapat
menyebabkan efusi pleura. Riwayat pengobatan seperti amiodaron, metotrexat,
fenitoin, nitrofurantoin dapat menyebabkan efusi pleura.4,5
PEMERIKSAAN FISIK
Timbunan cairan dalam rongga pleura akan memberikan kompresi patologis
pada paru, sehingga ekspansinya akan terganggu dengan akibat akhir timbul sesak
napas (tanpa bunyi tambahan, karena bronkus tetap normal). Makin banyak timbunan
cairan, sesak akan makin terasa. Pada beberapa penderita akan timbul batuk-batuk
kering, yang disebabkan oleh rangsangan pada pleura. Pada pemeriksaan fisik, makin
banyak cairan, maka akan makin tampak paru sisi yang sakit tertinggal saat
pernapasan/ekspansi dada. Pada inspeksi akan di temukan ruang interkostal yang
melebar. Fremitus akan melemah (semakin banyak cairan, semakin lemah fremitus),
bahkan pada efusi pleura yang berat fremitus dapat sama sekali tidak terasa. Pada
perkusi di daerah yang ada cairan akan dapat terdengar suara redup , makin banyak
cairan bunyi perkusi . Suara napas akan melemah sampai menghilang sama sekali
(cairan banyak), yaitu karena paru sama sekali tidak dapat ekspansi lagi. Mediastinum
akan terdorong ke kontralateral, jika efusi telah lebih dari 1000 ml.5,6
4
Pada efusi murni suara tambahan (ronki) tidak akan ada, sebab parenkim
parunya tetap normal. Adanya ronki hanya menunjukkan bahwa di samping adanya
cairan, paru itu sendiri juga mengalami perubahan patologis. Beberapa jenis efusi
pleura dalam waktu cepat akan berubah menjadi fibrin (Schwarte/fibrotoraks). Tepat
sebelum Schwarte mencapai puncaknya, yaitu sewaktu pleura viseralis dan parietalis
masih dapat bergerak bebas walaupun sudah mulai ada perlekatan di berbagai tempat,
dapat terdengar plural friction rub pada setiap inspirasi maupun ekspirasi, terutama
yang dalam.
Temuan pemeriksaan fisik lainnya dapat mengarahkan ke penyebab efusi,
seperti:6
a. Edema perifer, dilatasi vena leher, gallop S3, mengarah ke gagal jantung
kongestif. Edema juga merupakan manifestasi klinis dari sindroma nefrotik,
penyakit perikardium.
b. Perubahan warna kulit disertai asites dapat dicurigai adanya gangguan pada
hati
c. Limfadenopati atau teraba adanya massa dicurigai adanya keganasan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thorax
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Dalam foto
thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang
melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit.3,7
Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thorax tegak adalah 250-
300 ml. bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml) dapat ditemukan pengisian
cairan di sinus kostofrenikus posterior pada foto thorax lateral tegak. Cairan yang
kurang dari 100 ml (50-100 ml) dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah
sinar horisontal dimana cairan akan berkumpul di didi samping bawah.7
5
CT scan dada
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta
cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum
mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan
jaringan toraks lainnya.7
Analisa cairan pleura
Analisa cairan pleura normal adalah:7
1. Berwarna jernih
2. pH 7,60 – 7,64
3. protein < 2% (1-2 g/dL)
4. leukosit < 1000/mm3
5. kadar glukosa hampir sama dengan kadar glukosa plasma
6. laktat dehidrogenase (LDH) < 50% LDH plasma
Untuk diagnostik caiaran pleura dilakukan pemeriksaan: 2,3,4,7
1. Makroskopis: warna cairan.
Tabel 1. Gambaran cairan pleura berdasarkan penyebab.4
Penyebab Warna/bau
Pseudochylothorax dan chylothorax Milky white
Urinothorax Urine
Anaerobic empyema Putrid
Chylothorax Bile stained
Aspergillus infection Black
Empyema Turbid
Amebic liber abscess “anchovy” brown
6
Esophageal rupture Food particles
Trauma, pulmonary embolism, benign
asbestos-related effusion, pneumonia,
malignant neoplasma, after myocardial
infarction syndrome
Blood stained
2. Biokimia
a. Glukosa
Kadar glukosa < 30 mg/100 cc : pleuritis reumatoid
Kadar glukosa < 60 mg/100 cc : tuberkulosis, keganasan, empiema
Penurunan kadar glukosa disebabkan oleh:
Glikolisis ekstraseluler
Gangguan difusi karena kerusakan pleura.
b. Amilase
Bila kadar amilase yang meningkat beberapa kali lebih tinggi dari serum,
kemungkinan karena pankreatitis atau ruptur esofagus.
Enzim lain:
Kadar LDH 200 IU dijumpai pada eksudat
Kadar ADA (adenosisn diaminase) > 50 IU dijumpai pada
tuberculosis
c. pH dan pCO2
Apabila pada analisis cairan pleura didapatkan pH rendah dan pCO2
tinggi biasanya disebabkan tuberkulosis. Apabila pH 7,29 keganasan dapat
disingkirkan.3
3. Sitologi
Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
7
Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma malignum.
Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark paru.biasanya juga
ditemukan banyak sel eritrosit.
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik. 2
4. Bakteriologi
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneumokokus,
E, coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.2
5. Eksudat/transudat
Perbedaan transudat dan eksudat dapat dilihat dari tabel berikut ini:3
Tabel 1.
PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT
Warna Jernih Jernih, keruh, berdarah
BJ < 1,016 > 1,016
Jumlah sel
Jenis sel
Rivalta
Sedikit
PMN < 50%
Negatif/positif
Banyak (> 500 sel/mm2)
PMN > 50%
Negatif
Glukosa 60 mg/dl (= GD plasma) 60 mg/dl (bervariasi)
Protein < 2,5 g/dl >2,5 g/dl
Rasio protein /plasma < 0,5 > 0,5
LDH < 200 IU/dl > 200 IU/dl
8
Kriteria Light’s untuk membedakan transudat atau eksudat:4
Cairan adalah eksudat bila ditemukan 1 atau lebih kriteria dibawah ini:
1. Rasio lactat dehidrogenase (LDH) cairan pleura dibandingkan dengan LDH
serum > 0,6
2. Kadar LDH cairan pleura melebihi 2/3 batas maksimal nilai normal kadar
LDH serum
3. Rasio protein cairan pleura dan protein serum > 0,5
Biopsi
Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50-75% diagnosis pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila hasil
biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan biopsi ulangan.2
9
Algoritma diagnosis efusi pleura dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Algoritma diagnosis efusi pleura4
10
Tatalaksana
Penatalaksanaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (torakosintesis). Indikasi untuk melakukan torakosintesis adalah:
a. Menghilangkan sesak nafas yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan rongga
pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Torakosintesis pertama jangan melebihi 1000-1500 cc, karena pengambilan
cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah banyak dapat menimbulkan
pleural shock (hipotensi) atau edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
Edema paru terjadi karena paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya
masih belum diketahui secara pasti, diperkirakan karena adanya peningkatan tekanan
intrapleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui
permeabilitas kapiler yang abnormal.2
Pemasangan water sealed drainage (WSD) dilakukan pada empyema dan
efusi maligna. Indikasi WSD pada empyema :9
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
c. Terjadinva piopneumothoraxs
Dekortikasi perlu dilakukan untuk membuang jaringan pleura yang tebal,
inelastis yang merestriksi ventilasi dan menyebabkan dispnea progresif maupun
reftrakter.10
Untuk mencegah terjadinya efusi pleura berulang setelah aspirasi, dapat
dilakukan pleurodesis yakni proses melengketkan pleura parietal dan viseral. Zat
yang dipakai adalah tetrasiklin, bleomisin, korinebakterium parvum, tiotepa, dan 5-
flourourasil.2
11
ILUSTRASI KASUS
Nama : Tn. A
Umur : 65 tahun
Alamat : Pulau Halang
Pekerjaan : Nelayan
Masuk RS : 15 September 2013
ANAMNESIS: Auto anamnesis
Keluhan utama: Sesak nafas yang semakin berat sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluhkan adanya sesak napas. Sesak napas
tidak dipengaruhi aktivitas maupun cuaca. Sesak makin berat dirasakan saat
pasien berbaring (+), sesak hingga terbangun pada malam hari (-), batuk (+)
berupa batuk dahak yang disertai darah segar sebanyak + 1 sendok makan,
nyeri dada (-), suara parau (-), sulit menelan (-), riwayat dada pasien terbentur
benda keras (-). Bengkak pada tubuh (-). BAK dan BAB normal.
- 3 hari SMRS pasien merasa sesak semakin memberat. Sesak dirasakan terus
menerus dan bertambah sesak bila pasien berbaring sehingga pasien harus
memakai bantal tinggi jika tidur. Nyeri dada (+) berupa dada terasa panas dan
berdenyut. Batuk (+) sekali-kali batuk disertai flek-flek darah, suara parau (-),
sulit menelan (-). Bengkak pada tubuh (-). Demam (-). Penurunan nafsu
makan (+), penurunan BB (+). BAK dan BAB normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan yang sama sebelumnya
Hipertensi (-)
DM (-)
Asma (-)
12
Penyakit jantung (-)
Riwayat minum obat 6 bulan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:.
Hipertensi (-), DM (-), asma (-), penyakit paru (-), penyakit keganasan (-)
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien merupakan seorang nelayan
Merokok (+) selama + 40 tahun dengan jumlah +2 bungkus/hari
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 140/70mmHg,
Nadi : 92 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 36°C.
Kepala dan leher
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening colli dan axilla (-)
JVP 5-2 cmH20
Thoraks dan Paru
Inspeksi :gerakan napas asimetris, kanan tertinggal, otot bantu napas (+)
Palpasi : Vocal fremitus kanan < kiri
Perkusi : redup/ sonor
Auskultasi : vesikuler (melemah/+), wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
13
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
Auskultasi: Bunyi jantung normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, scar (-), venektasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Bising usus (+) N
Ekstremitas
clubbing finger (-), pitting edem (-), akral hangat, CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thorax
Foto thorax atas nama Tn .A,
tanggal 17 September 2013
Kondisi foto baik
Jaringan lunak baik
Tulang baik
Sudut costophrenicus kanan
suram
Perselubungan homogen di
thorax kanan bagian superior
Jantung sulit dinilai
Kesan : Efusi pleura dextra
14
Hasil Laboratorium tanggal 16 September 2013
Hb : 9,7 gr% Glu : 243 mg/dL AST : 39 IU/L
Ht : 31,2 % BUN : 10 mg/dL ALT : 23 IU/L
WBC : 9300/mm3 Ure : 31,1 mg/dL Alb : 3,47 mg/dL
PLT : 393.000/mm3 Cr-S : 1,47 mg/dL
BTA sputum tanggal 18 September 2013 (-)
DIAGNOSIS KERJA :
Efusi pleura dextra e.c. susp Ca Paru dextra
DIAGNOSIS BANDING :
Efusi pleura dextra ec susp Ca mediastinum
Hasil CT scan dengan kontras tanggal 19 September 2013 :
Efusi pleura dextra dengan massa irregular para tracheal dextra. Setelah diberikan
kontras, ditemukan penyangatan moderat pada massa para trachea dextra.
Kesan : Ca mediastinum superior dextra dengan efusi pleura dextra.
PENATALAKSANAAN
Non farmakologi
Cukup istirahat dan makan makanan yang bergizi tinggi
Farmakologi
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Cefotaxim 3x1
MST 1x1 tab
B complex 3x1 tab
OBH syr 3x CI
RENCANA PEMERIKSAAN
Bronkoskopi
Pemeriksaan Histopatologi
15
FOLLOW UP
30 September 2013
S Sesak (+), batuk (-), badan terasa lemas (+), nyeri dada (+)
O TD : 120/80 mmHg HR : 88 x/I, RR : 26 x/I, t : 36,9°C
Paru : Inspeksi: asimetris, gerakan dada kanan tertinggal
Palpasi : vocal fremitus kanan < kiri
Perkusi : redup/sonor
Auskultasi: vesikuler (melemah/+), rh (-/-), wh (-/-)
A Efusi pleura dextra ec. Susp. Ca Paru dextra
P O2 3 L/i
IVFD RL 20 tpm
MST 1x1 tab
Amoxycilin 3x500 mg
B complex 3x1 tab
1 Oktober 2013
S Sesak (+), batuk (-), nafsu makan membaik (+)
O TD : 140/90 mmHg HR : 88 x/I, RR : 24 x/I, T : 37,1°C
Paru : Inspeksi: asimetris, gerakan dada kanan tertinggal
Palpasi : vocal fremitus kanan < kiri
Perkusi : redup/sonor
Auskultasi: vesikuler (melemah/+), rh (-/-),wh (-/-)
A Efusi pleura dextra ec. Susp. Ca Paru dextra
P O2 3 L/i
IVFD RL 20 tpm
MST 1x1 tab
16
Amoxycilin 3x500 mg
B complex 3x1 tab
17
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis, pasien ini mengeluhkan adanya sesak sejak 2 bulan
SMRS namun pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa. Sesak yang dirasakan
terus menerus dan semakin berat memberat sejak 3 hari SMRS. Kemungkinan sesak
ini dapat dipikirkan dari kelainan pada paru ataupun jantung. Namun, sesak pada
pasien tidak memberat saat beraktivitas, tidak ada bengkak di seluruh tubuh dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya peningkatan JVP, edema anasarka maupun
ascites sehingga kemungkinan sesak ini berasal dari paru.
Dari anamnesis, didapatkan pasien mengalami sesak yang terus menerus yang
makin memberat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dinding dada terlihat asimetris,
gerakan dada kanan tertinggal. Pada palpasi, vocal fremitus kanan lebih lemah dari
pada kiri. Perkusi didapatkan redup pada hemithoraks kanan. Auskultasi didapatkan
vesikuler melemah pada hemithoraks kanan. Gambaran rontgen thorax menunjukkan
sudut costophrenicus kanan yang suram, dengan perselubungan homogen di
hemithorax kanan. Sehingga dapat disimpulkan sesak pada pasien ini terjadi akibat
efusi pleura yang masif.
Efusi pleura dapat terjadi akibat proses infeksi maupun keganasan. Dari
anamnesis, TB paru dan keganasan masih mungkin sebagai penyebab terjadinya efusi
pleura. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi dan mikrobiologi, dicurigai
efusi pleura ini terjadi akibat proses keganasan. Sehingga untuk mengetahui tumor
primer, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan bronkoskopi dan histopatologi.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Rubins J. Pleural Effusion Overview. Available at http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview
2. Halim H. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. IV Jakarta: Balai Penerbit FK UI ; 2007.
3. Alsagaff H dan Mukty HA. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press; 2002.
4. McGrath EE and Anderson PB. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American Journal of Critical Care; 2011. 20(2): 119-28.
5. Rab T. Penyakit Pleura. Jakarta.: Trans Info Media. 2010.
6. Rubins J. Pleural Effusion: Clinical Presentation. Available at http://emedicine.medscape.com/article/299959-clinical
7. Kusumawidjaja K. Pleura dan Mediastinum. Dalam Rasad S. Radiologi Diagnostik. Ed.2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
8. Rubins J. Pleural Effusion: workup. Available at http://emedicine.medscape.com/article/299959-workup
9. Destriyanah D, Meiliana W. Laporan kasus: seorang laki-laki berusia 57 tahun datang dengan keluhan sesak nafas bertambah sejak ± 1 hari SMRS. Palembang: FK Unsri; 2011.
10. Rubins J. Pleural Effusion: Treatment. Available at http://emedicine.medscape.com/article/299959-treatment
19