PENDAHULUAN
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan
produknya. Pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh
von Hebra, bapak dermatologi modern. Tungau tersebut pertama kali
dideskripsikan pada tahun 1687. Hal ini membuat skabies menjadi
salah satu penyakit infeksi yang pertama kali diketahui
penyebabnya1,2. Skabies menjadi penyakit endemik pada negara-negara
berkembang dan tingkat prevalensi yang tinggi seiringan dengan
kemiskinan, kepadatan penduduk, dan higiene yang buruk. Skabies
sangat umum terjadi pada musim gugur dan musim dingin3. Cara
penularan tungau penyebab skabies dapat melalui kontak langsung
(kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur
bersama dan hubungan seksual; ataupun kontak tak langsung (melalui
benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.
Setelah berada pada permukaan kulit, tungau betina yang telah
dibuahi dapat bergerak dengan kecepatan 2 mm/menit, namun hanya
dapat membuat terowongan menembus stratum korneum dengan kecepatan
2 mm/hari. Tungau memproduksi 2 atau 3 telur berbentuk oval setiap
hari, yang kemudian berubah menjadi tungau dewasa dalam 2-3 minggu.
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan1,3. Diagnosis
skabies dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal
berikut1:1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang
disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang
lebih lembab dan panas.2. Penyakit ini menyerang secara kelompok,
misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga
terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang
oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau,
tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai
pembawa (carrier) 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada
tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan,
berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. 4. Menemukan
tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini.Bentuk skabies lain yaitu
skabies Norwegia (skabies berkrusta) ditandai dengan dermatosis
berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang distrofik, dan skuama
yang generalisata. Bentuk ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya
sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat
besar. Penyakit terdapat pada penderita dengan retardasi mental,
kelemahan fisis, gangguan imunologik, dan psikosis1. STATUS
PASIEN
1. IDENTITAS PASIENNama: An. PUmur: 8 tahunAlamat: Tapak Kuda,
KendariPekerjaan : Siswa kelas 2 SDAgama: Islam Tanggal masuk RS:
14 Oktober 2014 2. ANAMNESISKeluhan utama:Gatal pada lipat paha,
perut, dan bokong.Allo anamnesis:Pasien anak laki-laki berusia 8
tahun diantar oleh ibunya ke poliklinik kulit RSUD Abunawas dengan
keluhan sering gatal di daerah sekitar kemaluan, perut, dan bokong
yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Gatal lebih dirasakan pada
malam hari dan sering digaruk hingga berdarah. Tidak ada
perubahahan/perbedaan rasa gatal apabila sedang berkeringat.
Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan keluhan yang sama.
Sebelumnya pasien telah mengonsumsi obat amoksisilin tablet dari
anjuran bidan karena keluhan ini. Seleain obat tersebut, pasien
tidak memberikan salep, minyak gosok, dan lain sebagainya pada
dearah yang gatal. Pasien diketahui memiliki riwayat gatal yang
kadang timbul setelah jajan siomay. Saudara pasien yang tinggal
serumah juga memiliki keluhan yang sama, namun keadaannya telah
membaik. 3.PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANGKesadaran:
ComposmentisKeadaan umum: Baik, tampak sakit ringanBerat Badan : 23
kgStatus dermatologis:a. Regio:Abdominalis, urogenitalia,
gluteus.b. Eflorosensi:Papul milier eritematous yang multipel dan
diskret, dan ekskoriasi
Gambar 1. Papul, ekskoriasi, pada regio urogenital
Gambar 2. Papul, ekskoriasi, pada regio urogenital
Pemeriksaan Penunjang:Setelah melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan mikroskopis konvensional dilakukan
untuk menemukan organisme tungau ataupun telur S. scabiei yang
dicurigai. Minyak emersi ditetesi pada hasil gerusan lesi kulit dan
ditutup dengan kaca penutup. Tiga temuan yang diagnostik untuk
skabies yaitu: tungau S. scabiei, telur, dan skibala.
Gambar 2. Temuan mikroskopis, tampak fecal particles (skibala)4.
RESUMEPasien anak laki-laki berusia 8 tahun diantar oleh ibunya ke
poliklinik kulit RSUD Abunawas dengan keluhan pruritus di daerah
urogenitalia, abdominalis, dan gluteus yang dirasakan sejak 1 bulan
yang lalu. Keluhan pruritus nokturnus positif. Saudara pasien yang
tinggal serumah juga memiliki keluhan yang sama.Pada pemeriksaan
fisik terdapat papul milier eritematous yang multipel dan diskret,
dan juga ekskoriasi pada regio abdominalis, urogenitalia,
gluteus.
5.DIAGNOSIS BANDING1. Pedikulosis PubisTerdapat bercak-bercak
yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut makula serulae.
Kutu ini dapat dilihat dengan mata biasa dan susah untuk dilepaskan
karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut1,4.
Gambar 4. urtikaria papular yang sangat gatal pada
pedikulosis4b. FolikulitisTempat predileksi di tungkai bawah.
Kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa dan ditengahnya
terdapat rambut, biasanya multipel1.
Gambar 5. Papul dan pustul perifolikular pada folikulitis
superfisial4
6.DIAGNOSIS KERJASkabies
7.PENATALAKSANAANa.Krim Permetrin 5% (Scabimite) ditambah dengan
Neomycin sulfat 0,1% + Fluocinolone acetonide 0,025% (Cinolon-N)
dan Gentamicin sulfat (Ottogenta).b.Krim Desoxymethasone (Pyderma)
ditambah dengan asam fusidat (Fuson)c.Antibiotik oral: Cefadroxil
syrup (Maxcef) d. Antihistamin: Mebhydrolin napadisylate
(Histapan)5
DISKUSISkabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
parasit hewani, yaitu Sarcoptes scabiei var. hominis. Tempat-tempat
predileksi yaitu sela-sela jari tangan, telapak tangan sebelah
dalam, siku, ketiak, daerah mammae, dearah pusar dan perut bagian
bawah, daerah genitalis eksterna dan pantat. Pada anak anak
terutama bayi dapat mengenai bagian lain seperti telapak kaki,
telapak tangan, sela jari kaki dan juga muka (pipi)6,7. Anak-anak
merupakan kelompok yang rentan terkena penyakit ini oleh karena
tungau yang sangat mudah ditularkan serta adanya aktivitas dan
sosialisasi pada individu yang aktif. Gambaran klinik pada kasus
ini sangat khas dengan adanya pruritus nokturnus, riwayat keluhan
yang sama pada anggota keluarga, tampak terowongan/burrow dan
ditemukannya skibala dari tungau yang juga bernilai
diagnostik.Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini
ialah pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan minyak emersi.
Meskipun terdapat kesulitan untuk menemukan tungau, cara ini mudah
dan memperlihatkan hasil yang cukup memuaskan apabila dilakukan
dengan benar pada lesi yang utuh. Penggunaan minyak sangat
menguntungkan karena tungau dan produknya tidak larut8. Selain
pemeriksaan tersebut, pemeriksaan penunjang lainnya untuk
mendiagnosa skabies ialah:a.Pemeriksaan mikroskopis. Carilah
mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau
vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah kaca
obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan
mikroskop cahaya. b.Dermatopatologi. Terowongan skabies: terletak
pada stratum korneum; tungau betina berada pada ujung yang buntu
dari terowongan tersebut. Badan tungau terlihat bulat, panjang 400
mikrometer. Umum didapatkan spongiosis dengan pembentukan vesikel
pada daerah yang dekat dengan tungau.Telur juga dapat terlihat.
Dermis menunjukkan infiltrat dengan eosinofil. Nodul skabies:
infiltrat inflamatorik padat yang kronik dengan adanya eosinofil.
Pada beberapa kasus, reaksi persisten terhadap artropod membentuk
limfoma dengan sel mononuklear atipik. Skabies berkrusta: stratum
korneum yang menebal dan berlubang dengan adanya tungau yang
banyak.c.Hematologi. Terdapat eosinofilia pada skabies berkrusta.d.
Kultur. S. aureus dan Streptokokkus grup A menyebabkan infeksi
sekunder1,4. Kasus ini perlu dibedakan dengan pedikulosis pubis dan
folikulitis yang umum terjadi. Pedikulosis pubis memiliki gejala
pruritus yang ringan hingga sedang. Pruritus dapat menjadi berat
kecuali bila telah ada infeksi sekunder. Sementara itu gejala
pruritus nokturnus sangat khas untuk skabies. Makula serulae
(bercak abu-abu atau kebiruan) pada kulit didapatkan pada kasus
pedikulosis pubis. Gejala patognomonik lainnya pada pedikulosis
pubis ialah black dots pada pakaian dalam yang dilihat pada waktu
bangun tidur. Terlihatnya bentuk dewasa dan telur dari Phthirus
pubis juga dapat mendukung diagnosis. Folikulitis biasanya terjadi
setelah adanya provokasi pada daerah folikel rambut. Lesi berupa
papul eritematous hingga pustul terbentuk pada muara folikel
rambut. Terapi pilihan utama pada pasien ini ialah dengan krim
permetrin 5%. Obat ini merupakan yang paling efektif dan aman
karena sangat mematikan untuk parasit S. scabiei dan memiliki
toksisitas yang rendah pada manusia9. Pemberian bersama dengan
kortikosteroid topikal yang juga memiliki efek anti inflamasi.
Antibiotik topikal dan sistemik dapat diberikan sebagai profilaksis
infeksi sekunder sebab terdapat kerusakan jaringan kulit. Obat
antihistamin memberi efek antipruritus sehingga pruritus serta
garukan dapat dicegah. Preparat mebhidrolin napadisilat memiliki
efek sedasi sedang10. Semua baju dan alat-alat tidur dicuci dengan
air panas serta mandi dengan sabun. Semua anggota keluarga atau
orang seisi rumah yang berkontak dengan penderita harus diperiksa
dan bila juga menderita skabies juga diobati bersamaan agar tidak
terjadi penularan kembali. Pasien harus diberikan edukasi yang
tepat. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat,
syarat pengobatan, dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit
ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik1.
DAFTAR PUSTAKA1.Handoko RP. Skabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2010.2.Stone S. Scabies and Pediculosis. In:
Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 6th edition. New
York: McGraw Hill. 2003.3.Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M.
Clinical Dermatology, 4th edition. Massachusetts: Blackwell
Publishing. 2008.4.Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology, 6th edition. New York: McGraw
Hill. 20095.Ping NH, Lim C, Evaria, Palay MJB. Master Index of
Medical Specialities, vol. 14. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
20136.Berger TG, Dermatologic Disorder. In: Papadakis MA, McPhee
SJ, Rabow MW. Current Medical Diagnosis and Treatment. New York:
McGraw Hill. 2013. 7.Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, Suyoso
S. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press. 2009.8.Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit.
Jakarta: LKIS. 2003 9.Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI,
Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, edisi ketiga.
Jakarta: Media Aesculapius. 2000.10.Dewoto HR. Histamin dan
Antialergi. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth.
Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2009
1