Seorang Laki-laki Dengan Pneumotoraks Disusun Oleh : William (406148118) Pembimbing : dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp.Rad KEPANITERAAN KLINIK STASE RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE 31 Agustus – 3 Oktober 2015
Seorang Laki-laki Dengan
Pneumotoraks
Disusun Oleh :
William
(406148118)
Pembimbing :
dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp.Rad
KEPANITERAAN KLINIK STASE RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 31 Agustus – 3 Oktober 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEMARANG
2015
1. PENDAHULUAN
Paru-paru merupakan organ pernapasan yang memiliki unsur elastis yang akan
mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak
ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya
mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang
menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal
rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan.1
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan
penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan
maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik
secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat
primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan
non iatrogenik.
Untuk diagnosis dilakukan dengan beberapa tahap dari melakukan anamnesis
dengan adanya gejala nyeri dada, sesak, mudah lelah dan denyut jantung yang cepat.
Dan juga dilakukan pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Kemudian dilakukan juga pemeriksaan radiologi yang di dapatkan pada foto
thorax adanya bayangan udara dalam cavum pleura memberikan bayangan radiolusen
yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern), dan juga bisa didapatkan
pendorongan jantung dan trakea ke kontralateral.2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Paru-paru merupakan organ pernapasan dalam tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya ± 90m2. Banyaknya alveoli paru-paru ini kurang lebih
700 juta buah.
Gambar 2.1 Anatomi paru-paru
Paru-paru terbagi menjadi dua, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan (pulmo
dekstra) terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus
inferior. Paru-paru kiri (pulmo sinistra), terdiri dari dua lobus, pulmo sinistra lobus
superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama
segmen. Paru-paru kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada
lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada lobus
inferior. Paru-paru kiri mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus
superior, dan lima buah segmen pada inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Gambar
2.2 Lobus paru-
paru
Diantara
lobulus satu
dengan yang
lainnya dibatasi
oleh jaringan
ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah
bronkeolus. Di dalam lobulus, bronkeolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus
alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2
– 0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada/kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat bagian tampuk paru-paru yang disebut hilus.
Pada mediastinum depan terdapat jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua
a. Pleura visceral, yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.
b. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.
Antara kedua pleura
ini terdapat rongga (kavum)
yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara dan juga terdapat sedikit
Gambar 2.3Lapisan Pleura
cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.3
Gambar 2.4 Kavum pleura
Karena tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan
pleura viseralis, maka apa yang disebut rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah
suatu ruangan potensial saja. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan
atmosfir, mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura dapat mengalami
peradangan, udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru-
paru tertekan atau kolaps. 3
2.2 Fisiologi
Fungsi paru – paru ialah untuk pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen di ambil melalui
hidung dan mulut pada waktu bernapas. Oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah.
Oksigen menembus membran ini dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini
hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,
menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui
pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Gerakan Pernapasan
a) Inspirasi
Adalah proses aktif yang diselenggarakan kerja otot. Kontraksi diafragma
meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah. Penaikan iga-iga dan sternum,
yang ditimbulkan kontraksi otot interkostalis , meluaskan rongga dada kedua sisi dan
dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang dan terisi udara
melalui saluran pernapasan. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot
tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.
Gambar 2.5 Gerakan Pernapasan
b) Ekspirasi
Udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena sifat elastis dari paru-
paru. Gerakan ini adalah proses pasif. Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada
bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot
sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak, dan alae nasi (cuping atau sayap
hidung) dapat kembang kempis. 4
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax kedalam paru-
paru yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting
pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negative
di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negative meningkat menjadi -
25 sampai -35 cm H2O. Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, cavum
pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan
yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat hipoonkotik
dengan kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar
ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum pleura. Resorbsi terjadi
terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15
ml/kg/jam. 1
2.3 Definisi
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Pada keadaan normal rongga pleura tidak terisi udara, supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Saat pneumotoraks terjadi, tekanan negatif yang
normalnya terdapatdi rongga pleura menjadi lebih positif dari tekanan intraalveolar dan
paru menjadi kolaps. Pelura parietal tetap berhubungan dengan permukaan dalam dari
dinding dada, namun pleura viseral mengalami retraksi ke arah hilum seiring dengan
kolapsnya paru5.
Gambar 2.6 Pneumothoraks
2.4 Epidemiologi
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1. 3
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki adalah
7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya adalah
1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada
laki-laki adalah 6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang.
Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju
yang semakin meningkat.
Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan puncak
insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering
terjadi pada usia 60 – 65 tahun.
Di RSUD Dr. Soetomo, lebih kurang 55% kasus pneumothorax disebabkan oleh
penyakit dasar seperti tuberculosis paru aktif, tuerkulosis paru disertai fibrosis atau
emfiesema local, bronkotis kronis dan emfiesema. Selain karena penyakit tersebut di
atas, pneumothorax pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang.
Keadaan ini disebut pneumothorax katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di
pleura. Kematian akibat pneumothorax lebih kurang 12%4.
2.5 Klasifikasi
Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi
pneumothoraks berdasarkan mekanisme kejadian adalah sebagai berikut :
2.5.1 Pneumothoraks Spontan
Adalah pneumothoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab
trauma atau iatrogenik, ada 2 jenis yaitu :
2.5.1.1 Pneumothoraks Spontan Primer (PSP)
Suatu pneumothoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru yang
mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak
berhubungan dengan aktifitas fisik yang berat tetapi justru pada saat
istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.4
Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah ruptur
bleb subpleura pada apeks paru-paru. Udara yang terdapat di ruang
intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan
radiologis. Riwayat keluarga dengan kejadian serupa dan kebiasaan
merokok meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks ini.
Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme PSP
adalah terdapat sebagian parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya.
Peningkatan porositas menyebabkan kebocoran udara viseral dengan atau
tanpa perubahan emfisematous paru-paru. Hubungan tinggi badan dengan
peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena gradien tekanan pleura
meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-
paru orang bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang
dapat mendahului proses pembentukan kista subpleura.6
PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya
karena tidak adanya penyakit paru-paru yang mendasari.5 Pada sebagian
besar kasus PSP, gejala akan berkurang atau hilang secara spontan dalam
24-48 jam.6
2.5.1.2 Pneumothoraks Spontan Sekunder (PSS)
Penumothoraks yang terjadi karena penyakit paru yang
mendasari. PSS paling sering disebabkan ruptur kista subpleura apeks7,
bleb, atau bulla, dan paling sering terjadi pada pria usia 30-40. Hal ini
mungkin merupakan komplikasi dari tuberkulosis, asma, granuloma
eosinofilik, fibrosis interstisial pulmonar, atau pneumonia stafilokokus.
Kronik pneumotoraks mengindikasikan adanya fistula bronkopleural8.
2.5.2.Pneumothoraks Traumatik
Adalah pneumothoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
maupun paru. Pneumothoraks traumatik dibagi menjadi 2 yaitu:
2.5.2.1 Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik
Suatu pneumothoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan
medis. Pneumothoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi 2 yaitu : a)
Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Aksidental yaitu penumothoraks yang
terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan medis
tersebut, b) Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Artifisial yaitu
pneumothoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke
dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box.4
2.5.2.2 Pneumothoraks Traumatik bukan Iatrogenik
Penumothoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas
pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup.4
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang
merusak pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka
menyebabkan udara dapat masuk ke rongga pleura langsung ke dinding
toraks atau menuju pleura viseralis melalui cabang-cabang trakeobronkial.
Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai paru-paru perifer
menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80%
lesi di dada akibat benda tajam.
Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis
terobek oleh fraktur atau dislokasi costae. Kompresi dada tiba-tiba
menyebabkan peningkatan tekanan alveolar secara tajam dan kemudian
terjadi ruptur alveoli. Saat alveoli ruptur udara masuk ke rongga intersisiel
dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum. Pneumotoraks
terjadi saat terjadi ruptur pada pleura viseralis atau mediastinum dan udara
masuk ke rongga pleura.
Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik juga dapat terjadi akibat
barotrauma. Pada suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik
dengan tekanannya, sehingga apabila ditempatkan pada ketinggian 3050 m,
volume udara yang tersaturasi pada tubuh meningkat 1,5 kali lipat daripada
saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan tekanan tersebut,
udara yang terjebak dalam bleb dapat mengalami ruptur dan menyebabkan
pneumotoraks. Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang.
Sedangkan pada penyelam, udara yang terkompresi dialirkan ke paru-paru
harus melalui regulator dan sewaktu naik ke permukaan barotrauma dapat
terjadi seiring dengan penurunan tekanan secara cepat sehingga udara yang
terdapat di paru-paru dapat menyebabkan pneumotoraks.
Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistula
2.5.3. Pneumothoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di
dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah
menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi
tersebut paru belum mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga pleura,
meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan
pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan
pada pleura viseralis dan paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk
kavum pleura karena tekanan kavum pleura negative.
2.5.4. Pneumothoraks Terbuka (Open Pneumothorax)
Gambar 2.7 Pneumothoraks Terbuka
Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan
antara rongga pleura dengan bronkus karena terdapat luka terbuka pada dada.
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini
sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada
saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi
positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi
pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).
2.5.5 Pneumothoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Gambar 2.8 Pneumothoraks Ventil
Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura
yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil atau satu arah. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju
pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura
tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura
ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. Tension
pneumotoraks merupakan salah satu komplikasi yang mengancam jiwa dari
trauma dada, dan merupakan kegawatdaruratan. Tension pneumotoraks dapat
didiagnosis secara klinis, namun penatalaksanaannya membutuhkan evaluasi
radiografi9.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
a) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat
bernafas dalam atau batuk.
b) Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian
paru yang kolaps sudah mengembang kembali
c) Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.
d) Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya oksigen (cyanosis).
Gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi. Derajat
gangguannya bisa mulai dari asimptomatik atau menimbulkan gangguan ringan
sampai berat.
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: dapat terjadi pergeseran trakea, pencembungan dan pada waktu
pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit.
b) Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus
jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah sampai
menghilang.
c) Perkusi: Suara ketok hipersonor sampai timpani, batas jantung terdorong ke
thoraks yang sehat.
d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik
apabila ada fistel yang cukup besar.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
a) Radiologis:
Garis pleura viseralis tampak putih lurus atau cembung terhadap
dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara
kedua garis pleura tersebut tampak lusen karena berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vaskuler pada daerah tersebut
(gambar 2.6.1).
Pleura viseral berbentuk konveks terhadap dinding dada (gambar
2.6.2)5.
Perdorongan pada jantung misalnya pada pneumotoraks ventil ke
arah yang sehat
Adanya tanda “deep sulcus sign” di sudut kostofrenikus pada posisi
supinasi
Adanya gambaran hipodens antara paru dengan dinding dada pada
pemeriksaan CT scan (gambar 2.6.3)
Pada saat pasien posisi supinasi, udara terkumpul di daerah anterior. Saat
pasien dalam posisi tegak, udara terkumpul di apeks10.
b) Blood Gas Arteri: untuk melihat kadar oksigen dalam darah.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah adalah sama seperti penanganan
trauma, yaitu dengan melakukan tindakan ABCDE, yang kemudian diikuti tindakan
sebagai berikut:
Gambar 2.6.1Pleural visceral line
Gambar 2.6.2Kontur konveks pleura viseral terhadap dinding dada
Gambar 2.6.3Gambaran pneumotoraks pada CT scan
1. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan
cara :
Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan
tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di
dalam botol.
Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di ICS 2 mid-
klavikularis sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol.
Pipa water sealed drainage (WSD)
WSD adalah merupakan suatu system yang digunakan untuk mengalirkan
cairan atau udara dari torak dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan
negatif yg normal dalam cavum pleura, sehingga akan dapat
mengembalikan dan atau mempertahankan pengembangan paru.
Gambar 2.9
Water Sealed Drainage
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit (Kelly forceps).
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan
bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea
aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid
klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga
pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang
masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada
di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di
bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar
melalui perbedaan tekanan tersebut .
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar
10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam
rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal .
Gambar 2.10 Pencabutan WSD
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil
2. Torakoskopi
Toraskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu toraskop. Tindakan ini dilakukan apabila :
tindakan aspirasi maupun WSD gagal
paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube toraskostomi
terjadinya fistula bronkopleura
timbulnya kembali pneumothoraks setelah tindakan pleurodesis
3. Torakotomi
Tindakan torakotomi dilakukan bila :
Kebocoran paru yang massif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae /
fistel Bronkhopleura).
Pneumotoraks berulang.
Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
Pneumotoraks bilateral.
2.8 Komplikasi
2.8.1 Pneumomediastinum
Terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai
ke apeks.
2.8.2 Emfisema subkutan
Biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak
maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada dan
belakang.
2.8.3 Piopneumothorax
Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara bersamaan pada
satu sisi paru.
2.8.4 Pneumothorax kronik
Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura tetap
membuka.
2.8.5 Hidro-pneumothorax
Ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat
serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah).
3. KESIMPULAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara,
sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan
gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh
karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan
maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan
sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non
iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat
terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto
röntgen berupa:
Garis pleura viseralis tampak putih lurus atau cembung terhadap dinding dada dan
terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak
lusen karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskuler pada
daerah tersebut.
Pleura viseral berbentuk konveks terhadap dinding dada.
Perdorongan pada jantung misalnya pada pneumotoraks ventil ke arah yang sehat.
Adanya tanda “deep sulcus sign” di sudut kostofrenikus pada posisi supinasi.
Adanya gambaran hipodens antara paru dengan dinding dada pada pemeriksaan CT
scan.
Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2
yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan
tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit
yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak
terjadi lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.ED:11. Jakarta :
EGC; 2007.P.598.
2. Rasad, Sjahriar .Radiologi Diagnostik. Jakarta : Indonesia University; 2008. P. 120.
3. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).
Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm l.
4. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo, Aru, W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
P. 1063-1068.
5. Herring W. Recognizing Pneumothorax, Pneumomediastinum, Pneumopericardium,
and Subcutaneous Emphysema. In: Merrit J, Vosburgh A, editors. Learning
radiology : recognizing the basics. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2012. p. 59-
63.
6. Mackenzie, SJ, and Gray, A. 2007.Primary Spontaneous Pneumothorax: why all the
confusion over first-line treatment?. Journal of Royal College of Physicians of
Edinburgh; 37:335-338.
7. Wilson AG, Flower CDR. The chest wall, pleura and diaphragm. In: Wood-Allum C,
editors. Diagnostic Radiology An Anglo-American Textbook of Imaging. 2nd ed. New
York: Churchill Livingstone; 1992. p. 168-70.
8. Burgener FA, Kormano M. Hyperlucent lung. In: Burgener FA, Kormano M.
Differential Diagnosis in Conventional Radiology. 2nd. New York: Thieme Medical
Publishers, Inc; 1991. p. 488.
9. Gaveli G, Napoli G, Bertaccini P, Battista G, Fattori R. Imaging of Thoracic Injuries.
In: Marincek B, Dondelinger RF. Emergency Radiology Imaging and Intervention. 1st
ed. New York: Springer; 2007. p. 162-3.
10. Ralph JK. The pre-operative assessment. In: Hopkins R, Peden C, Gandhi S.
Radiology for anaesteshia & intensive care. 1st ed. San Fransisco: Greenwich Medica
Media; 2003. p. 12.
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Usia : 27 tahun
Agama : Islam
Alamat : Genuk Baru
No. Reg CM : 332263
MRS : 27 Agustus 2015
II. ANAMNESA
Tanggal : 7 September 2015
Keluhan Utama
o Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Semarang sendiri dengan keluhan sesak yang
dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Sesak dirasakan tiba-tiba dan tidak berkurang saat
istirahat. Tidak ada keluhan nyeri dada. Ada keluhan lain,yaitu batuk berdahak sejak 1
bulan yang lalu, batuk dirasakan semakin memberat. Dahak berwarna hijau kekuningan
dan kental. Tidak ada nyeri telan. Pasien juga mengalami penurunan berat badan
sebanyak 3 kg dalam 1 bulan ini. Pasien mengeluhkan demam yang menetap sejak 2
hari yang lalu. Pasien sempat mual namun tidak muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat Hipertensi disangkal
o Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
o Riwayat penyakit jantung disangkal
o Riwayat penyakit paru disangkal
o Riwayat penyakit ginjal disangkal
o Riwayat alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
o Riwayat TB paru pada adik
III. PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan umum : Baik
• Kesadaran : Compos mentis
• Tanda vital
o Tekanan darah : 100/70 mmHg
o Nadi : 84x/menit
o Pernapasan : 16x/menit
o Suhu : 36,8oC
• Status generalisata
o Kepala : normosefalus, benjolan (-)
o Mata : sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, pupil bulat isokor, 3 mm,
refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
o Mulut : sianosis (-), anemis (-)
o Leher : kaku kuduk (-), nyeri leher (-), pembengkakan kelenjar limfe (-)
o Thoraks
Jantung : pulsasi ictus cordis tidak nampak, ictus cordis tidak kuat angkat,
bunyi jantung S1-S2, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : gerakan dada kanan tertinggal saat ekspirasi, krepitasi -/-, sifat
pernapasan abdominotorakal, suara vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki +/+,
hipersonor pada lapang paru bawah kanan, redup pada lapang paru kiri
o Abdomen: tampak datar, bising usus (+) normal, timpani di seluruh lapang paru,
nyeri tekan (-), supel
o Ekstremitas
Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary refill <2 detik/<2 detik <2 detik/<2 detik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
Rontgen toraks (27 Agustu
Rontgen toraks (27 Agustus 2015)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMAL
HEMATOLOGI
LED 1 jam 67* mm 0 – 10
Eritrosit 5.10 jt/μl 4.5 – 5.5
Hematokrit 29.5 % 40 – 50
Trombosit 400 10^3 / μl 150 – 400
Leukosit 5.4 10^3 / μl 4.0 – 11.0
Hemoglobin 13.7 g/dL 13.2 – 17.3
REAKSI IMUNOLOGI
HbsAg Positif* - Negatif
KIMIA KLINIK
HDL kolesterol 50 mg/dl > 45
LDL kolesterol 44 mg/dL < 130
Kolesterol total 79 mg/dL < 200
Trigliserida 107 mg/dL < 150
Ureum 56.1* mg/dL 6.0 – 20.0
Kreatinin 0.4 mg/dl 0.6 – 1.3
SGOT 93* U/L 0 – 50
SGPT 43 U/L 0 – 50
Natrium 131.0 mmol/L 135.0 – 147.0
Kalium 4.3 mmol/L 3.5 – 5.0
Kalsium 1.13 mmol/L 1.12 – 1.32
o Interpretasi: Cor: Letak, bentuk, dan ukuran normal Pulmo: Corakan vaskuler meningkat Tampak bercak pada kedua paru, fibrosis (+) Ada gambaran lusen avaskuler di hemitoraks dx Diafragma baik dan sinus kanan agak tumpul
Kesan: Cor: Normal Pulmo: TB paru duplex lama aktif disertai pneumotoraks dx
Rontgen toraks (7 September 2015)
o Intepretasi: Dibandingkan foto sebelumnya tanggal 27-8-2015 : Tampak terpasang WSD dengan ujung distal pada SIC 5 Cor: ukuran, bentuk, dan letak relatif sama Pulmo: masih tampak becak pada hampir seluruh paru dan kavitas pada lapangan atas kanan (belum tampak perubahan) Gambaran pneumotoraks kanan sedikit berkurang
Kesan: Gambaran infiltrat pada kedua paru relatif sama Gambaran pneumtoraks sedikit berkurang (perbaikan minimal)
V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Semarang sendiri dengan keluhan sesak yang dirasakan
sejak 5 hari yang lalu. Sesak dirasakan tiba-tiba dan tidak berkurang saat istirahat. Tidak
ada keluhan nyeri dada. Ada keluhan lain,yaitu batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu,
batuk dirasakan semakin memberat. Dahak berwarna hijau kekuningan dan kental. Tidak
ada nyeri telan. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebanyak 3 kg dalam 1
bulan ini. Pasien mengeluhkan demam yang menetap sejak 2 hari yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan gerakan dada kanan tertinggal saat ekspirasi,
terdapat ronki lapang paru kanan dan kiri, hipersonor pada lapang paru bawah kanan, dan
redup pada lapang paru kiri.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan LED 1 jam meningkat, HbsAg
positif, kadar ureum dan kadar SGOT meningkat.
VI. DIAGNOSIS
Pneumotoraks dekstra
TB milier
VII. TERAPI
Farmakologis:
o Infus RL/aminofluid 20 tpm
o PO PCT 3x1
o PO ambroxol 3x1
o Inj. Cefotaxim 2x1
o Inj. Ranitidine 3x1
o Inj. Metilprednisolon 2x62,5 g
o OAT kategori I
o B6 1x1
o Inj. Mecobalamin 2x1 amp
Non faramakologis:
o WSD
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
Quo ad fungtionam : dubia