BAB I
PENDAHULUAN
Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kedokteran hewan ditemukan metode-metode baru dalam pengobatan
berbagai penyakit hewan. Salah satunya yang banyak mendapat
perhatian adalah ilmu bedah kedokteran hewan (veterinary surgery).
Untuk menangani dan mengatasi masalah yang berhubungan dengan
kesehatan hewan terutama pencegahan dan pemberantasan penyakit,
tidak jarang dilakukan tindakan operasi yang dapat menghilangkan
penyakit tersebut. Berbagai macam pembedahan telah dilakukan untuk
terapi penyakit dan mempercepat kesembuhan.
Cystotomi adalah tindakan operasi untuk membuka dinding vesica
urinaria. Cystotomi pada hewan diindikasikan untuk penanganan
kalkuli vesicae, neoplasia atau terapi akibat traumatik pada vesica
urinaria (Lewis et al., 1994) Menurut Ettinger (1975), indikasi
untuk dilakukan operasi cystotomi karena urolith akan menyumbat
traktus urinarius sehingga urin tidak dapat dikeluarkan dan karena
penyakit yang tidak dapat ditangani dengan cara tanpa operasi,
apalagi jika pasien menderita infeksi saluran urinaria.Gangguan
terhadap vesica urinaria dapat terjadi karena adanya endapan
garam-garam fosfat, oksalat, cystin dan urat pada vesica urinaria.
Pertumbuhan jaringan yang abnormal pada dinding vesica urinaria
juga akan merangsang terbentuknya tumor atau neoplasma yang akan
mengganggu fungsi vesica urinaria sebagai penampung urin. Kondisi
seperti itulah yang mendorong untuk dilakukannya cystotomi.BAB
IITINJAUAN PUSTAKA
Vesika Urinaria
Sistem urinaria terdiri dari sepasang ginjal dan ureter serta
kandung kemih (vesica urinaria) dan urethra. Ginjal berperan utama
dalam pemeliharaan cairan serta elektrolit dan mengatur tekanan
darah. Hasil metabolisme dibuang dari tubuh melalui ginjal dalam
bentuk urin, dialirkan melalui ureter dan ditampung sementara dalam
kandung kemih (vesica urinaria) untuk selanjutnya dibuang keluar
melalui urethra (Dellman, 1992).Ginjal terletak pada bagian dorsal
dari rongga abdominal pada tiap sisi dari aorta dan vena kava tepat
pada posisi ventral terhadap beberapa vertebra lumbal
pertama.Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kerja ginjal mencakup
komposisi darah, tekanan darah arterial, hormon dan sistem saraf
otonom (Frandson, 1996).
Ureter adalah suatu saluran muskular yang mengalirkan urine dari
pelvis ginjal menuju blader (kantung kencing). Blader merupakan
organ muskular berongga yang ukuran dan posisinya bervariasi
tergantung pada jumlah urine yang ada di dalamnya. Blader yang
kosong merupakan struktur yang berdinding tebal, berbentuk seperti
buah pear yang terletak pada alas pelvis (Frandson, 1996).Vesica
urinaria merupakan organ muskuler berongga yang ukuran dan
posisinya tergantung pada jumlah urin didalamnya. Pada keadaan
kosong vesica urinaria mempunyai struktur berdinding tebal,
berbentuk seperti buah pir yang terletak diatas pelvis. Peritonium
menutupi bagian cranial dari vesica urinaria, bagian caudal
ditutupi oleh fascia pelvis. Vesica urinaria disuplai oleh
arteri-arteri yang berasal dari arteri pudenda, cabang dari arteri
obturatoria dan arteri umbilikalis (Frandson, 1996). Vesica
urinaria dibagi menjadi bagian leher atau cervic vesicae yang
dihubungkan dengan urethra, bagian cranial yang tumpul atau fundus
vesicae dan badan vesika urinaria atau corpus vesicae (Frandson,
1996).
(a) (b)
Gambar 1. Anatomi Sistem Urogenital Anjing (a) Betina dan (b)
Jantan
(Anonim, 2012)
Mikturisi adalah keluarnya urin dari vesica urinaria. Dalam
keadaan normal, ini merupakan aktivitas yang dirangsang oleh
terjadinya distensi vesica urinaria karena masuknya urin melalui
ureter. Vesica urinaria akan beraksi terhadap masuknya urin secara
bertahap sampai tekanannya cukup tinggi untuk merangsang pusat
reflek yang terdapat di dalam corda spinalis. Hal ini akan
menyebabkan timbulnya kontraksi dinding vesica urinaria melalui
saraf-saraf parasimpatik sacral. Reflek mengosongkan vesica
urinaria dicegah oleh kontrol volunter dari spincter eksternal yang
mengelilingi leher vesica urinaria tersebut (Frandson,
1996).CystotomiCystotomi merupakan tindakan operasi untuk membuka
vesica urinaria. Cystotomi dilakukan karena adanya kalkuli didalam
vesica urinaria, divertikulum, ruptur, neoplasia, infeksi atau
kelainan lainnya yang tidak dapat diobati selain dengan cara
operatif (Bojrab, 1975 ; Fossum, 1997).
Cara penanganan kalkuli dengan cystotomi adalah sebagai berikut
:
1. Pelaksanaan operasi dimulai dengan pemberian anestesi,
setelah teranestesi hewan diletakkan dimeja operasi dengan posisi
rebah dorsal.
2. Setelah itu duk dipasang yang kemudian difiksir dengan duk
klem. 3. Insisi pada kulit dan subkutan dibuat pada garis median
mulai posterior umbilicus sampai tepi pelvis dengan panjang irisan
secukupnya tergantung besar kecilnya hewan. 4. Kulit dan jaringan
subcutan diiris dengan menggunakan pisau bedah kemudian dilakukan
preparasi tumpul untuk mendapatkan linea alba.
5. Di bagian kiri dan kanan linea alba dijepit allis forceps
kemudian dengan ujung gunting/ujung pisau bedah di buat irisan
kecil pada linea alba dan diperpanjang dengan gunting. 6. Setelah
itu vesika urinaria dikeluarkan dari rongga abdomen urin yang
terdapat di dalam vesika urinaria disedot dengan spuit (jika tidak
dipasang kateter).
7. Insisi pada vesika urinaria dibuat dibagian dorsal vesika
urinaria dipilih pada bagian yang sedikit pembuluh darahnya 8.
Kalkuli yang terdapat di dalam vesika urinaria diambil dengan
forsep kemudian di eksplorasi dengan jari untuk mendeteksi dan
mengambil kalkuli yang tertinggal. 9. Kemudian dilakukan flushing
dengan menggunakan larutan garam steril dengan memasukkan kateter
dari orificium urethra externum sampai ke vesika urinaria.
10. Rongga vesika urinaria diisi larutan garam fisiologis
steril, kemudian diaspirasi dan dilakuakan berkali-kali .
11. Sebelum dinding vesika urinaria ditutup, masukkan larutan
antibiotik ke dalam rongga vesika urinaria.
12. Dinding vesika urinaria dijahit 2 kali, jahitan pertama
dilakukan pada lapisan mukosa, atau pada lapisan sub mukosa,
muskularis dan serosa dengan benang catgut chromic 3-0 pola jahitan
sederhana tunggal, kemudian jahitan kedua dilakukan pada lapisan
muskularis dan serosa menggunakan benang catgut chromic 3-0 pola
jahitan cushing atau lambert menerus.
13. Sebelum dinding abdomen ditutup larutan antibiotik atau NaCl
fisiologis steril dimasukkan ke dalam rongga abdomen.
14. Linea alba dipertautkan dengan jahitan sederhana tunggal
menggunakan benang catgut chromic atau katun, lapisan subkutan
dijahit dengan benang catgut plain pola jahitan sederhana
menerussedangkan kulit dijahit dengan benang katun pola jahitan
sederhana tunggal (Bojrab, 1975 ; Fossum, 1997) Premedikasi
Tujuan dilakukannya premedikasi adalah untuk mengurangi
kecemasan, mengurangi keadaan gawat anestesi, memperlancar injeksi,
mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardia dan muntah selama
atau sesudah anestesi, serta membuat hewan menjadi lebih tenang,
mengurangi irritabilitas saraf pusat sehingga menaikkan efek
anestesi sehingga bekerja lebih dalam dan durasinya dapat
ditentukan untuk memperlancar induksi dan mengurangi keadaan gawat
anestesi serta mengurangi efek-efek samping yang tidak diinginkan
serta nyeri pada praoperasi. (Kumar, 1997; Sardjana dan Kusumawati
2004)Atropin Sulfat
Atropin sulfat merupakan salah satu contoh premedikasi yang
bersifat antikolinergik. Atropin merupakan antagonis kolinergik
yang memblokir reseptor muskarinik yang mempunyai mekanisme kerja
yang reversibel. Atropin sulfat berfungsi untuk mendepres atau
memberikan efek paralisa pada sistem syaraf parasimpatik sebagai
antagonisme pada efek acetylcholine dengan mencegah aksi kerja
acetylcholine. Kerugian penggunaan premedikasi antikolinergik
adalah terjadinya peningkatan kecepatan metabolisme, peningkatan
denyut jantung, arythmogenik, menyebabkan bradyarythmia atau
tachyarythmia dan dilatasi pupil (Lane dan Cooper, 2003). Overdosis
atropin sulfat dapat menyebabkan pyrexia, nervous, inkoordinasi,
tachycardia dan kematian karena kegagalan respirasi (Rossof,
1994).Atropin sulfat mampu mengurangi aktivitas traktus digestivus,
menekan urinasi dan aksi nervus vagus, mendilatasi pupil dan
paralisa akomodasi. Dosis pada anjing adalah 0,02-0,04 mg/kg BB
dengan konsentrasi 0,025% dapat diberikan secara intramuskular
(IM), subkutan (SC), atau intravena (IV) (Brander, et al., 1991).
Atropin sulfat mempunyai durasi kerja antara 60-90 menit (Boothe,
1991). Anestesi
Pemberian anestesi bertujuan untuk mengurangi bahkan
menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Anestesi dibutuhkan pada tindakan-tindakan
yang berkaitan dengan pembedahan, karena dalam waktu tertentu harus
dapat dipastikan hewan tidak dapat merasakan nyeri sehingga tidak
menimbulkan penderitaan bagi hewan (Sardjana dan Kusumawati,
2004).
Dalamnya anestesia ditentukan berdasarkan jenis rangsangan rasa
sakit, derajat kesadaran, relaksasi otot dan sebagainya.
Perangsangan rasa sakit dibagi atas 3 derajat kekuatan, yaitu:
kuat, yang terjadi sewaktu pemotongan kulit, manipulasi peritoneum,
kornea, mukosa urethra terutama bila ada peradangan; sedang, yang
terjadi sewaktu manipulasi fasia, otot dan jaringan lemak; ringan,
yang terjadi sewaktu pemotongan dan menjahit usus, serta memotong
otak (Ganiswara, 1995).Ketamin Hydrochloride (Ketamin HCl)
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anastetik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem
somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Kurang dapat
merelaksasi otot, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi
dan pasien masih dapat merespon adanya perintah (Brander, et al.,
1991; Ganiswara, 1995). Setelah pemberian, refleks mulut tetap ada
dan mata masih terbuka. Fungsi respirasi menurun, tetapi akan
meningkatkan kadar gula darah dalam hati dan menaikkan tekanan
darah. Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung meningkat
terutama pada awal pemberian karena meningkatnya noradrenalin dalam
darah. Dosis yang dianjurkan untuk anjing dan kucing 10-20 mg/kg BB
secara intramuskuler (Kumar, 1997). Banyak dokter hewan yang
menggunakan ketamin bersama-sama dengan diazepam, acepromazin,
xylazin, thiobarbiturat atau anastesi inhalasi (Lumb dan Jones,
1984).Xylazine
Xylazine atau rompun merupakan agonis alpha-2-adrenergik yang
bersifat sedativa non-narkotik yang poten, analgesik dan
muskulorelaksan yang baik. Efek sedativa dan analgesia bekerja
mendepres sistem syaraf pusat, dan relaksasi muskulus karena
terhambatnya transmisi interneural dari impuls pada sistem syaraf
pusat (Lumb dan Jones, 1984). Dosis yang dianjurkan untuk anjing
dan kucing 1-2 mg/kg BB secara intramuskuler atau intravena (Kumar,
1997). Efek xylazine adalah terjadinya muntah, pada pemberian
secara intravena atau intramuskuler sering terjadi distensi abdomen
akut (Brander, et al., 1991). Xylazin dapat menyebabkan depresi
cardiovaskuler dengan terjadinya penurunan denyut jantung,
penurunan respirasi, emesis atau vomiting, diuresis dan hypotermia
(Lane dan Cooper, 2003). Antibiotik
Ampicillin
Ampicillin merupakan salah satu semi sintetik penicillin yang
paling penting. Ampicilline tersedia dalam bentuk serbuk, tablet,
krim dan parenteral injeksi. Dengan sediaan: kapsul 250 mg, 500 mg,
tablet 125 mg, 250 mg, 500 mg vial (ampicillin sodium), 20-40 mg/kg
PO q 8 jam, 10-20 mg/kg IV, IM, Sc q 6-8 jam (ampicillin
sodium).Mempunyai aktivitas bakterisid dan merupakan antibiotik
spektrum luas serta aktif melawan sejumlah mikroorganisme Gram
positif dan negatif, diantaranya spesies Staphylococcus,
Streptococcus, Salmonella, Shigella, Brucella, E Coli, Klebsiella
dan Fungiformis spp (Brander, et al., 1991).
Organ sasaran untuk antibiotic ini antara lain, alat
perkencingan, alat pernafasan, gastrointestinal (Kirk dan Bistner,
1985). Waktu paruh eliminasi Ampicillin pada anjing 45-80 menit,
dosis PO 10 mg/kg BB 2 kali sehari, IM dan IV 10-20 mg/kg BB,
sedangkan SC 10-20 mg/kg BB/8 jam (Brander, et al., 1991).
Antiseptik dan DesinfektanAlkohol 70%
Merupakan antiseptik umum, pelarut yang baik dan desinfektan.
Jika diaplikasikan secara lokal pada jaringan, alkohol mempunyai
efek antibakterial dan germicid yang kuat. Alkohol banyak dipakai
dalam persiapan operasi, persiapan penyuntikan dan pencucian
alat-alat kedokteran. Untuk meningkatkan daya bunuh kuman, alkohol
dalam penggunaannya sering dikombinasikan dengan antiseptik lain
(Brander, et al., 1991).
Bila kadar alkohol ditinggikan akan menyebabkan presipitasi
protein bakteri dan tidak efektif sebagai antiseptik, karena spora
bakteri tidak dimatikan hanya diinaktivasi. Juga dapat meningkatkan
aktivitas antiseptik lain misalnya klorheksidin, yodium, yodofor,
heksaklorofen bila diberikan dalam kombinasi (Ganiswara,
1995).Iodium tincture 3% Merupakan preparat halogen yang mempunyai
efek anti bakteri yang sangat potensi karena memiliki afinitas yang
tinggi terhadap protoplasma bakteri. Preparat ini mengandung 3%
iodine dalam larutan alkohol. Bakteri akan mati setelah kontak
dengan iodium selama 1 menit, sedangkan sporanya akan mati setelah
15 menit. Selain untuk desinfektan, iodium juga dipakai untuk
mengobati luka serta melawan infeksi jamur dan parasit. Kemampuan
iodium dalam menembus dinding sel sangat tinggi sehingga akan
mengganggu metabolisme di dalam protoplasma. Larutan tersebut
apabila mengenai luka akan menyebabkan rasa perih dan meninggalkan
warna pada jaringan (Brander, et al., 1991).
Iodium tincture berwarna coklat, dapat menyebabkan iritasi,
vesikulasi kulit, kadang-kadang kulit dapat mengelupas. Didalam
klinik, iodium dipakai untuk desinfeksi kulit pada pembedahan.
Segera setelah itu harus dibersihkan dengan alkohol 70% agar tidak
terjadi deskuamasi (Ganiswara, 1995).Bioplacenton
Bioplasenton jelly merupakan obat luar dengan kandungan ekstrak
plasenta 10%, neomicin sulfat 0,5% dan jelly 100%. Bioplasenton
adalah ekstrak plasenta yang mengandung biogenik stimulator yang
menstimulus proses metabolisme sel berupa peningkatan konsumsi
oksigen pada sel-sel hepar, percepatan regenerasi sel dan
penyembuhan luka (Brander, et al., 1991).
Neomicin sulfat adalah antibiotik topikal dengan potensi melawan
bakteri gram positif dan gram negatif, tidak rusak oleh eksudat
atau produk metabolisme bakteri Kombinasi dari bioplasenton dan
neomicin sulfat menyebabkan kesembuhan luka yang cepat, penggunaan
4-6 kali sehari dioleskan merata pada kulit yang terbakar, ulcer
kronis kesembuhan lambat, jaringan granulasi, ulcer dekubitus,
eksim pyoderma, impetigo, dan furunkulosis (Brander, et al.,
1991).
Infus Normal Saline (NS)Komposisi(mmol/l) : Na = 154, Cl =
154.
Kemasan: 100, 250, 500, 1000 ml.
Indikasi :a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor,
diikuti oleh keluarnya molekul protein besar ke kompartemen
interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke
intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak,
cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang hilang
tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi
kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah
besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan
cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat,
atau dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal
menjaga homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit
nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga
cairan ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi: hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan.
Digunakan dengan pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal,
hipertensi, edema perifer dan edema paru.
Adverse Reaction: edema jaringan pada penggunaan volume besar
(biasanya paru-paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan
akumulasi natrium.Betadine
Berisi povidine iodine 10%. Merupakan iodine yang membentuk
komplek dengan polyvinil pyrollidone (PVP). Sifatnya larut dalam
air, tidak meninggalkan warna, mempunyai aktivitas mikrobiocid dan
dapat menekan efek iritasi, prinsipnya melepaskan iodine bebas
secara lambat dan terus menerus. Penggunaannya sebagai antiseptik
dapat mengurangi populasi kuman sampai 85%, dengan daya jangkauan
luas meliputi bakteri, jamur, spora maupun virus. Sehingga dapat
mencegah infeksi luka baru dan luka lama. Iodine apabila kontak
dengan kulit akan menyebabkan iritasi, kulit kemerahan, kulit
kering terasa panas dan seperti terbakar serta dermatitis. Apabila
kontak dengan mata akan menyebabkan iritasi dan kerusakan mata.
Penstrep
Penstrep merupakan campuran antara penicillin dan streptomicin
sehingga dapat diharapkan daya kerjanya berspektrum luas.
Penicillin bekerja dengan enzim transpeptidase pada pembentukan
dinding sel bakteri sehingga hanya efektif terhadap bakteri gram
positif, sedangkan streptomisin bekerja dengan jalan menghambat
sintesa protein bakteri langsung pada ribosom sub unit 30 S dan
mengganggu penterjemahan kode genetik sehingga efektif terhadap
bakteri gram negatif (Brander, et al., 1991).Kalium Permanganat
Kalium Permanganat tersedia dalam bentuk kristal berwarna ungu
dan mudah larut dalam air. Biasanya untuk membuat larutan PK yaitu
dengan cara melarutkan 1 gr PK kedalam 1000 cc air. PK mempunyai
daya membunuh kuman yang tinggi. Hampir semua jenis kuman dapat
terbunuh dengan antiseptika ini. Dalam konsentrasi yang tidak
merusak jaringan, spora kuman tidak terpengaruh oleh PK.Kesembuhan
luka
Secara alami jaringan yang mengalami luka akan memperbaiki diri
yang dikenal dengan kesembuhan luka alami. Setelah terjadinya luka
akan terjadi vasokontriksi pada mikrosirkulasi lokal. Trombosit
akan mengikat kolagen yang terpapar dan bereaksi dengan trombin
membentuk bekuan darah. Adanya fibrin didalam bekuan darah akan
melekatkan jaringan yang berdekatan sehingga terbentuk kesatuan
luka yang menyambung sehingga tertutuplah luka (Robbins, et al,
1984).
Setelah kurang lebih 10 menit terjadi vasodilatasi aktif
pembuluh darah karena pengaruh histamin dan vasoaktif lainnya,
kemudian membran basalis terpapar dan plasma bocor keluar sehingga
permeabilitas meningkat. Dalam beberapa jam proses luka, sel darah
putih menempel pada endotel mikrosirkulasi dan merayap ke arah
luka. Dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka, eritrosit,
leukosit polimorfonuklear, makrofag dan fibrin sudah tertimbun
didaerah luka yang mengalami peradangan (Archibald, 1974). Dua
puluh empat jam setelah terjadi luka sejumlah sel polimorfonuklear
didaerah tepi luka irisan menebal karena aktifitas mitosis sel
basal. Dalam 24-48 jam jumlah fragmen akan meningkat sehingga kedua
tepi luka yang teriris menyambung (Archibald, 1974; Robbins, et
al,1984).
Pada hari ketiga sebagian besar selnya adalah makrofag. Makrofag
ini mempunyai peranan pada suatu tahap krisis dalam merangsang fase
penyembuhan berikutnya dengan menarik fibroblast dan mempengaruhi
pematangan, pembelahan dan sintesis kolagen (Robbins, et al, 1984).
Setelah hari ketiga jumlah fibroblast menjadi lebih banyak dan
aktivitas mitosis mencapai puncaknya. Sel endotel merayap dari
pembuluh darah yang robek kearah daerah luka sesaat sesudah
fibroblast. Sel ini mempunyai aktivator plasminogen yang kuat yang
bisa menyebabkan fibrinolisis dan menghancurkan jaringan fibrin,
yang menghasilkan jaringan kapiler baru yang luas.
Pada hari kelima serabut kolagen menjadi melimpah dan
menjebatani tepi luka. Selama minggu kedua terjadi granulasi
kolagen yang kontinyu dan proliferasi fibroblast. Pada waktu ini
proses pemulihan kolagen dimulai yang disempurnakan dengan
peningkatan akumulasi kolagen dibawah keropeng luka disertai dengan
regresi pembuluh darah (Robbins, et al,1984).
Pada operasi ini dilakukan incisi dan ini merupakan luka baru
atau luka iris. Luka iris adalah luka yang disebabkan oleh benda
tajam, tepi luka berbatas jelas dan halus, dan kerusakan yang
ditimbulkan bersifat ringan. Luka ini paling sering ditemukan pada
luka operasi dengan harapan kesembuhan primer (Archibald,
1974).
Kesembuhan luka melewati beberapa tahapan kesembuhan luka yaitu
:1. Fase peradangan (Inflamatory phase)
Fase ini diawali dengan adanya perdarahan yang membersihkan dan
memenuhi bagian kulit yang terluka segera setelah terjadi trauma.
Pembuluh-pembuluh darah akan menyempit selama kurang lebih 5-10
menit untuk membatasi hemoragi namun kemudian berdilatasi dan
melepaskan fibrinogen dan elemen penjendalan (clotting elemen) ke
daerah luka. Transudat fibrin dan plasma akan memenuhi daerah luka,
menyumbat pembuluh limfe, menlokalisasi radang dan melekatkan tepi
luka. Mediator peradangan misal histamin dan serotonin akan
dilepaskan segera setelah luka terbentuk. Fase ini berlangsung
selama 2-3 hari dan bertahan sampai kurang lebih 5 hari.
2. Fase debrikasi (debriment phase)
Fase ini ditandai dengan adanya infiltrasi neutrofil dan monosit
ke daerah luka. Peristiwa ini terjadi kurang lebih 6-12 jam setelah
terjadinya luka. Infiltrasi netrofil dan monosit akan menginisiasi
debrikasi. Monosit akan berubah menjadi makrofag pada daerah luka
kurang lebih setelah 24-48 jam. Makrofag akan menyingkirkan
jaringan nekrotik, bakteri dan material asing. Limfosit akan
menyususul tertarik pada daerah luka setelah netrofil dan
makrofag.
3. Fase perbaikan (Repair phase)
Fase ini biasa terjadi 3-5 hari setelah luka terjadi. Ada
beberapa proses yang terlibat dalam fase ini :
a. Fibroblas dan collagen
Fibroblas akan bermigrasi menuju daerah yang mengalami luka
setelah fase peradangan terlewati (2-3 hari). Fibroblas akan
menginvasi luka untuk mensintesis dan mendeposit collagen, elastin
dan proteoglikan yang akan mengalami maturasi membentuk jaringan
fibrous. Setelah 5 hari regangan pada daerah sekitar luka
menyebabkan fibroblast, fibrin dan pembuluh kapiler untuk terposisi
paralel dengan tepi luka. Jumlah dari collagen mencapai jumlah
maksimum setelah 2-3 minggu.
b. Jaringan granulasi (Granulation tissue)
Jaringan granulasi akan mengisi dan melindungi luka dengan jalan
menciptakan barier terhadap infeksi. Jaringan ini juga menciptakan
lapisan dasar untuk terjadinya migrasi epitel dan merupakan sumber
dari sel-sel fibroblast khusus yang dinamakan myofibroblast.
c. Epitelialisasi
Proses epitelialisasi dimulai dalam waktu 24-48 jam pada luka
dengan tepi luka teraposisi dengan baik. Pada luka yang terbuka,
proses dimulai setelah lapisan jaringan granulasi terbentuk,
biasanya setelah 4-5 hari. Pada awalnya lapisan epitel yang
terbentuk hanya 1 lapis sel (one cell layer) yang rapuh. Lapisan
ini akan menebal dengan terbentuknya lapisan-lapisan baru.
d. Kontraksi luka (wounds contraction)
Kontraksi luka akan memperkecil besar luka dimana proses ini
terjadi melalui kontraksi dari myofibroblast yang terdapat pada
jaringan granulasi. Proses ini terjadi bersamaan dengan
terbentuknya jaringan granulasi dan epitelialisasi. Secara umum
luka akan mengecil sebesar 0,6-0,7 mm per hari. Proses ini akan
terhambat oleh adanya fiksasi luka, inelastisitas atau adanya
tarikan pada luka. Proses ini juga terhambat jika perkembangan
myofibroblast berkurang, pemberian obat antiinflamasi steroid, obat
antimicrotubular dan pemberian musculo relaxan lokal. Proses ini
akan berhenti setelah tepi luka bertemu, adanya regangan yang
berlebihan atau tidak tersedia cukup myofibroblast.4. Fase Maturasi
(Maturation Phase)
Fase ini berlangsung setelah jumlah collagen yang cukup telah
terdeposit pada daerah luka. Proses ini berlangsung setelah 17-20
hari setelah luka terbentuk dan dapat berlanjut sampai beberapa
tahun. (Fossum, 2002).Proses kesembuhan luka
Proses kesembuhan luka adalah suatu respon alami apabila tubuh
mengalami luka. Pada dasarnya proses kesembuhan luka dibedakan
menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
1. Proses kesembuhan luka primer
Apabila terjadi kelukaan, darah akan mengalir dari pembuluh
darah yang terpotong ke tempat luka, darah kemudian menjendal.
Dalam beberapa jam, bekuan darah pada luka akan kehilangan cairan
sehingga bagian dari permukaan luka menjadi dehidrasi dan terbentuk
keropeng. Permeabilitas kapiler dari pembuluh darah akan terganggu
akibat adanya luka sehingga akan meningkat dan segera terjadi
eksudasi dalam waktu 12 jam yang berisi eritrosit, leukosit
polimorfonuklear, makrofag dan fibrin yang mengisi luka. Kemudian
sel-sel kolagen yang terdapat pada luka akan membengkak dan
mengalami hialinisasi, sehingga pada daerah luka akan terasa
bengkak dan sakit. Jumlah sel polimorfonuklear akan meningkat pada
waktu 24 jam, deposisi kolagen lebih efektif dan terjadi
proliferasi epitel yang akan mempertautkan kedua tepi luka, diikuti
fragmentasi pada 48 jam. Pada 72 jam aktivitas makrofag akan
meningkat sehingga jaringan mati didaerah luka sedikit demi sedikit
akan dibuang. Peningkatan fibroblas terjadi pada hari ke-3 sampai 5
dan menempatkan diri dalam posisi tegak lurus pada irisan luka.
Proses kesembuhan luka secara primer berlangsung cukup singkat, dan
hasilnya terjadi kesembuhan seperti semula, baik keadaan fisik
maupun fungsinya (Heinze, 1974).2. Proses kesembuhan luka
sekunderMekanismenya mirip dengan primer, namun merupakan proses
kesembuhan yang lama dan melibatkan terbentuknya jaringan
granulasi. Proses kesembuhan ini dimulai dengan melibatkan
fibroblas dan sel-sel endotelial yang tumbuh memanjang. Sel
endotelial berkembang membentuk tabung-tabung dan beranastomosis
membentuk pembuluh darah (jaringan granulasi). Jaringan parut yang
terbentuk oleh interaksi jaringan granulasi dan sel epitelial akan
mengalami proliferasi mengalami pematangan dalam waktu lama
(Heinze, 1974).Faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka
Pemeliharaan hewan tua untuk kesembuhan lambat dimungkinkan
karena bersamaan dengan penyakit atau kelemahan. Kurangnya
pemberian pakan pada hewan dan konsentrasi serum protein 1,5 2 g/dl
akan memperlambat kesembuhan dan kekuatan lukanya berkurang.
Penyakit hati akan mempengaruhi pembekuan darah. Hiperadrenokortism
memperlambat kesembuhan luka karena akibat dari sirkulasi
glukokortikoid. Hewan yang mengalami diabetes melitus bisa
memperlambat kesembuhan luka dan faktor pendukung terjadinya
infeksi pada luka. Uremia yang kejadiannya 5 hari pada kelukaan
dapat mengganggu kesembuhan dengan merubah sistem enzim, jalur
biokemikal, dan metabolisme seluler. Kegemukan adalah faktor resiko
kejadian infeksi yang paling tinggi pada luka setelah operasi. Pada
luka yang basah akan memicu untuk mendapat sel dan pertahanan dari
dalam, adanya harapan untuk mempercepst kesembuhan luka.
Perkembangan kesembuhan akibat dari infeksi tergantung dari derajat
trauma pada jaringan, material dari luar terlihat. Eksudat pada
luka akan berakibat jaringan terpisah dan memperlambat kesembuhan.
Kesembuhan tergantung dari supplay darah dimana darah membawa
oksigen dan metabolik substrat ke sel (Fossum, 2002).
Terapi beberapa obat akan memperlambat kesembuhan luka, terutama
antikortikosteroid pada semua tahapan pada kesembuhan luka dan
meningkatkan terjadinya infeksi. Vitamin A dan anabolik steroid
akan berefek kortikosteroid pada kesembuhan luka. Obat anti
inflamasi menekan terjadinya inflamasi sehingga akan menghambat
terjadinya kesembuhan luka. Pemberian aspirin akan menghambat
pembekuan darah. Dan beberapa obat kemoterapi (clophaspamide,
metnotrexate, doxorobicin) akan menghambat kesembuhan luka. Terapi
radiasi memiliki efek yang merugikan yang amat besar terhadap
kesembuhan luka dan tergantung pada dosis yang diberikan. Obat
kemoterapi dan terapi radiasi seharusnya dihindai 2 minggu setelah
pembedahan. Vitamin A, vitamin E dan Aloe vera memicu kesembuhan
luka selain itu luka harus sering dibersihkan agar terlindung dari
kontaminasi serta dipasang perban yang kering, perban melindungi
luka dengan cara melawan bakteri exogenus dan mensuport luka pada
waktu awal setelah operasi. Kesembuhan dari jahitan luka
meningkatkan perlawanan terhadap penetrasi bakteri selain itu
kesembuhan luka juga didukung dengan adanya nutrisi yang cukup.
Analgesik dan antibiotik juga diperlukan setelah operasi dilakukan
karena kalau hanya mengandalkan nutrisi saja tidak cukup (Fossum,
2002).BAB IIIMATERI DAN METODE
Materi
Anjing betina bernama Jeny dengan umur 10 bulan, alat yang
diperlukan antara lain handle scalpel dan blade, gunting lurus,
gunting bengkok, needle holder, pinset anatomis, pinset cirrurgis,
seperangkat hemostatik forceps, allis forceps, duk klem, jarum
berujung bulat, jarum berujung segitiga, benang katun, benang
catgut kromic dan catgut plain, duk steril, kapas dan kasa
steril.
Bahan lain yang digunakan adalah air sabun, alkohol 70%, larutan
Kalium Permanganat (PK), iodium tincture, Atropin sulfat 0,025%
dosis 0,04 mg/kg BB subcutan (SC), Ketamin HCl 10% dosis 15 mg/kg
BB intramuscular (IM), Xylasin 2% dosis 2 mg/kg BB intramuscular
(IM), larutan penstrep, Ampicillin, Betadine, dan salep
bioplacenton.
Metode
Persiapan Operator dan Co-operator
Meja operasi disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat operasi yang
telah disterilkan diletakkan di meja khusus secara urut dan rapi di
dekat meja operasi. Selama operasi berlangsung, operator dan
co-operator harus dalam keadaan steril. Tangan dicuci dengan sabun
kemudian dibilas dengan air yang mengalir mulai dari ujung jari
sampai siku kemudian celupkan pada larutan Kalium Permanganat (PK)
dan didesinfeksi dengan alkohol 70% lalu dibiarkan hingga kering.
Tangan harus dibiarkan dalam posisi terangkat dan tidak boleh
menyentuh barang-barang disekitarnya. Pakaian yang digunakan
operator dan co-operator adalah jas operasi, sarung tangan, masker
dan penutup kepala. Persiapan hewan
Sebelum operasi dilakukan pemeriksaan fisik. Jika hasil dari
pemeriksaan hewan dinyatakan memenuhi syarat untuk operasi, maka
operasi dapat langsung dilaksanakan. Sebelum operasi hewan
dipuasakan makan terlebih dahulu 6-12 jam dan puasa minum 2-6 jam.
Tujuan hewan dipuasakan adalah pengosongan lambung sehingga selama
operasi hewan tidak muntah. Disamping itu juga karena pengaruh
anastesi, maka tonus muskulus akan menurun sehingga apabila hewan
tidak dipuasakan makanan dari lambung dapat masuk ke saluran
pernafasan melalui faring. Bila rambutnya kotor dimandikan terlebih
dahulu kemudian dikeringkan dan dilakukan pencukuran rambut.
Pencukuran dilakukan searah rebah rambut dengan sebelumnya diberi
air sabun terlebih dahulu.
Anestesi
Terlebih dahulu diberikan premedikasi Atropin sulfat 0,025%
dosis 0,04 mg/kg BB secara sub kutan kemudian induksi anastesi umum
diinjeksikan 15 menit setelahnya. Induksi anestesi yang digunakan
adalah Ketamin HCl 10% dosis 15 mg/kg BB secara intramuskuler, dan
Xylasin 2% dosis 2 mg/kg BB secara intramuskuler. Pelaksanaan
operasi
Pelaksanaan operasi dimulai dengan pemberian anestesi, setelah
teranestesi hewan diletakkan pada meja operasi dengan posisi rebah
dorsal dengan keempat kaki difiksasi pada kaki meja operasi. Daerah
yang akan diincisi diolesi dengan alkohol dan kemudian dengan
yodium secara sirkuler dari bagian sentral (tempat yang akan
dioperasi) bergerak ke perifer. Hal ini bertujuan untuk mematikan
berbagai jenis kuman baik virus, bakteri maupun spora. Setelah itu
duk dipasang yang kemudian difiksir dengan duk klem. Incisi pada
kulit dan sub kutan dibuat pada garis median mulai dari posterior
umbilikus sampai tepi pelvis dengan panjang irisan secukupnya
tergantung besar kecilnya hewan. Kulit dan jaringan sub kutan
diiris dengan menggunakan pisau bedah (untuk mendapatkan linea alba
dapat dilakukan preparasi tumpul). Dibagian kiri dan kanan linea
alba dijepit allis forceps kemudian dengan ujung gunting/ujung
pisau bedah dibuat irisan kecil pada linea alba dan diperpanjang
dengan gunting sebagai pemandu jari telunjuk dan jari tengah tangan
kiri diletakkan dibawah linea alba supaya tidak melukai organ
dalam.
Setelah itu vesica urinaria dikeluarkan dari rongga abdomen dan
urin yang terdapat di dalam vesica urinaria dikeluarkan dengan
dipungsi menggunakan spuit karena tidak dipasang kateter. Incisi
dilakukan pada bagian dorsal vesica urinaria yaitu dipilih pada
bagian yang sedikit pembuluh darahnya dengan maksud untuk
menghindari terjadinya perdarahan (bleeding) yang dapat
membahayakan keselamatan hewan. Sebelum dinding vesica urinaria
ditutup, masukkan larutan antibiotik ke dalam rongga vesika
urinaria untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder yang
dapat menghambat proses kesembuhan (Fossum, 2002). Sebelum dinding
vesica urinaria ditutup, masukkan larutan antibiotik atau NaCl
fisiologis steril ke dalam rongga vesika urinaria untuk mencegah
terjadinya infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambat proses
kesembuhan kemudian dinding vesika urinaria dijahit sebanyak 2 kali
(tergantung kondisi), jahitan pertama dilakukan pada lapisan
mukosa, atau pada lapisan submukosa, muskularis dan serosa dengan
benang catgut chromic pola jahitan sederhana tunggal, kemudian
jahitan kedua dilakukan pada lapisan muskularis dan serosa
menggunakan benang catgut chromic pola jahitan lambert tunggal.
Jahitan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kebocoran pada
vesika urinaria. Linea alba dipertautkan dengan jahitan sederhana
tunggal menggunakan benang katun, lapisan sub kutan dijahit dengan
benang catgut plain pola jahitan sederhana menerus, sedangkan kulit
dijahit dengan benang katun pola jahitan sederhana tunggal (Fossum,
2002).Perawatan Pasca Operasi
Ketika pasien belum tersadar dari pengaruh anestesi, dilakukan
pengamatan terhadap nafas, pulsus, dan suhu tubuh serta diberi
infus Normal Saline. Untuk menghindari infeksi sekunder diberikan
injeksi antibiotik yaitu Ampicillin yang diberikan selama 3 hari
berturut-turut. Bekas luka operasi diolesi dengan larutan iodin dan
bioplacenton. Apabila kesembuhan luka baik maka benang jahitan
dapat diambil tujuh hari pasca operasi.BAB IVHASIL DAN PEMBAHASANA.
Pemeriksaan Sebelum Operasi
Pada tanggal 1 Oktober 2013 telah dilakukan pemeriksaan fisik
pada anjing lokal Jenny berumur 10 bulan, jenis kelamin betina
dengan berat badan 5,3 kg warna coklat milik pak Suryadi, anjing
tersebut dalam kondisi sehat. Status yang nampak yaitu keadaan umum
dengan ekspresi muka ceria dan kondisi tubuh sedang. Frekuensi
nafas 28 kali per menit, frekuensi pulsus 90 kali per menit, panas
badan 38,1oC. Pemeriksaan kulit dan rambut; turgor kulit elastis
dan rambut agak kusam tapi tidak rontok. Pemeriksaan selaput lendir
konjungtiva mata dan ginggiva merah muda, CRT < 2 detik. Pada
palpasi lgl. Superficialis tidak ada kebengkakan. Tipe pernafasan
thoracoabdominal normal. Auskultasi jantung sistole dan diastole
dapat dibedakan normal, sistem pencernaan, kelamin dan perkencingan
dan syaraf tidak ada perubahan.B. Pelaksanaan Operasi
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, operasi cystotomi segera
dilakukan. Pelaksanaan operasi dimulai dengan pemberian premedikasi
yaitu Atropin sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg BB secara sub kutan
sebanyak 0,42 ml. Kemudian diberikan induksi dengan kombinasi
Ketamin HCl 10% dosis 15 mg/kg BB sebanyak 0,79 ml secara
intramuskuler, dan Xylasin 2% dosis 2 mg/kg BB secara intramuskuler
sebanyak 0,53 ml. Setelah teranestesi hewan diletakkan pada meja
operasi dengan posisi rebah dorsal dengan keempat kaki difiksasi
pada kaki meja operasi. Daerah yang akan diincisi diolesi dengan
iodium tincture secara sirkuler dari bagian sentral (tempat yang
akan dioperasi) bergerak ke perifer untuk meminimalisir
mikroba-mikroba yang ada, yang akan mencemari daerah yang akan
dioperasi. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan segala agen
penyakit baik itu berupa bakteri, virus maupun spora. Setelah itu
duk dipasang yang kemudian difiksir dengan duk klem. Incisi pada
kulit dan sub kutan dibuat pada garis median mulai dari posterior
umbilikus sampai tepi pelvis dengan panjang irisan secukupnya
tergantung besar kecilnya hewan. Kulit dan jaringan sub kutan
diiris dengan menggunakan pisau bedah (untuk mendapatkan linea alba
dapat dilakukan preparasi tumpul). Dibagian kiri dan kanan linea
alba dijepit allis forceps kemudian dengan ujung gunting/ujung
pisau bedah dibuat irisan kecil pada linea alba dan diperpanjang
dengan gunting sebagai pemandu jari telunjuk dan jari tengah tangan
kiri diletakkan dibawah linea alba supaya tidak melukai organ
dalam.
Setelah itu vesica urinaria dikeluarkan dari rongga abdomen dan
urin yang terdapat di dalam vesica urinaria dikeluarkan dengan cara
ditekan sehingga urine dapat keluar melalui vagina. Incisi
dilakukan pada bagian dorsal vesica urinaria yaitu dipilih pada
bagian yang sedikit pembuluh darahnya dengan maksud untuk
menghindari terjadinya perdarahan (bleeding) yang dapat
membahayakan keselamatan hewan. Sebelum dinding vesica urinaria
ditutup, masukkan larutan antibiotik ke dalam rongga vesika
urinaria untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder yang
dapat menghambat proses kesembuhan (Fossum, 2000). Sebelum dinding
vesica urinaria ditutup, masukkan larutan antibiotik atau NaCl
fisiologis steril ke dalam rongga vesika urinaria untuk mencegah
terjadinya infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambat proses
kesembuhan kemudian dinding vesika urinaria dijahit pada lapisan
mukosa, atau pada lapisan submukosa, muskularis dan serosa dengan
benang catgut chromic pola jahitan sederhana tunggal dan
dilanjutkan dengan pola jahitan Lambert pada lapisan seromuskularis
dengan benang catgut chromic pula, dengan jarum ujung bulat
(tapper). Catgut chromic digunakan untuk menghindari kebocoran
karena benang ini mengalami chromikasi dan baru akan diserap kurang
lebih 21 hari kemudian sehingga diharapkan akan menghasilkan
aposisi yang kuat. Pada operasi kali ini tidak digunakan catgut
plain karena benang ini cepat terserap dan mudah terlepas simpulnya
sehingga ditakutkan akan terjadi kebocoran vesica urinaria.
Penggunaan benang yang tidak terserap seperti katun akan
mengakibatkan fistula kronis. Sebelum dinding abdomen ditutup,
masukkan larutan antibiotik atau NaCl fisiologis steril ke dalam
rongga abdomen (Fossum, 2002).Linea alba dipertautkan dengan
jahitan sederhana tunggal menggunakan benang katun dengan
menggunakan jarum ujung bulat (tapper). Lapisan sub kutan dijahit
dengan benang catgut plain pola jahitan sederhana menerus dengan
jarum ujung bulat (tapper), hal ini dikarenakan lapisan sub kutan
tidak memerlukan aposisi yang kuat dan tekanan dari ruang abdomen
yang tidak terlalu besar. Sub kutan juga cepat menyatu sehingga
kecil kemungkinan jahitan akan terlepas. Kulit dijahit dengan
benang katun pola jahitan sederhana tunggal dengan jarum ujung
segitiga (cutting) (Fossum, 2002). Pola sederhana tunggal pada
kulit memiliki banyak kelebihan, antara lain aposisinya kuat, mudah
dikerjakan, mudah dalam pengambilan benang dan memiliki daya tahan
yang lebih besar dibandingkan dengan pola jahitan sederhana
menerus. Kekurangannya adalah operator membutuhkan waktu lebih lama
dalam menjahit (Archibald, 1974).
Untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder, segera dilakukan
injeksi antibiotik. Antibiotik yang digunakan adalah Ampicillin,
karena Ampicillin merupakan salah satu semi sintetik penicillin
yang paling penting. Mempunyai aktivitas bakterisid dan merupakan
antibiotik berspektrum luas serta aktif melawan sejumlah
mikroorganisme Gram positif dan negatif, diantaranya spesies
Staphylococcus, Streptococcus, Salmonella, Shigella, Brucella, E
Coli, Klebsiella dan Fungiformis spp (Brander, et al., 1991).
Injeksi dilakukan selama 3 hari berturut-turut dengan tujuan agar
hewan tidak resisten terhadap Ampicillin. Injeksi ampicillin 10%
dengan dosis 10 mg/kg BB yang diberikan 0,53 cc secara IM. Infus NS
diberikan untuk menjaga kondisi anjing tetap baik.C. Pemeriksaan
Setelah Operasi
Monitoring pasca operasi secara intensif dilakukan 2- 6 jam
setelah operasi oleh karena masa rekoveri setelah pemberian ketamin
sebagai anestesi berlangsung selama 2-6 jam (Sawyer, 1982).
Pembiusan dapat menurunkan aktivitas metabolisme basal sehingga
menurunkan suhu tubuh dibawah normal. Pada umumnya, suhu tubuh
mengalami penurunan oleh karena obat anastesi bekerja pada pusat
pengatur suhu tubuh di sistem syaraf pusat, sehingga suhu tubuh
dapat naik turun sesuai dengan pengaruh lingkungannya. Kondisi ini
disebabkan oleh tebal dan lebarnya kain penutup operasi, intensitas
lampu operasi, temperatur ruang operasi, proses anastesi, dan
operasi yang lama (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Operasi cystotomi merupakan tindakan operasi untuk membuka
vesica urinaria. Cystotomi pada hewan diindikasikan untuk
penanganan kalkuli vesicae, neoplasia atau terapi akibat traumatik
pada vesica urinaria (Lewis, et al., 1994). Beberapa faktor penting
yang perlu diperhatikan dalam melakukan cystotomi adalah hubungan
besarnya kalkuli (dalam kasus urolitiasis), ketajaman dan kontur
permukaan dengan diameter dan panjang uretra. Urolitiasis merupakan
suatu keadaan ditemukannya bentukan batu atau kalkuli pada saluran
perkencingan. Sedangkan kalkuli adalah bentukan agregasi yang
nampak oleh mata dan merupakan presipitasi dari protein urin,
cairan urin dan debris yang bersifat proteinus (Bone, et al.,
1963).
Menurut Bojrab (1975) cystotomi diindikasikan antara lain jika
terdapat obstruksi akibat adanya kalkuli. kalkuli yang termasuk
dalam urin asam adalah ammonium urat, kalsium/ammonium oksalat
serta cystin, sedangkan yang termasuk kalkui dalam urin basa adalah
phospat dan karbonat (Brumley, 1975).Temperatur anjing setelah
operasi berada di bawah normal yaitu 35,8 C. Menurut Tilley dan
Smith (1997), suhu normal anjing adalah 37,5-39C. Menurut Surono
(2005), suhu normal anjing adalah 37,8-39,5 0C.
Beberapa jam pasca operasi sampai hari ke lima temperatur anjing
berada pada kisaran normal yaitu 38,40 C. Ini berarti kondisi
anjing semakin membaik. Disamping itu sejak hari kedua anjing sudah
bisa jalan-jalan dan berlari serta mau makan dan minum dan juga
feses normal padat. Nafas dan pulsus anjing setelah operasi secara
umum masih berada pada kisaran normal yaitu 28 x/menit dan
100x/menit. Menurut Tilley dan Smith (1997), frekuensi nafas dan
pulsus normal anjing berturut-turut adalah 10-30 kali/menit dan
60-180 kali/menit. Sedangkan menurut Surono (2005) nafas dan pulsus
normal anjing berturut-turut adalah 24-42 kali/menit dan 76-148
kali/menit.Setelah operasi selesai dilaksanakan, dilakukan
monitoring kesembuhan selama 7 hari, didapatkan hasil sebagai
berikut : Tabel 1. Monitoring Post-operasi
Tanggal/
Hari ke-PagiSoreKeterangan
Nafas
x/mnt
Pulsus
x/mnt
Suhu
0C
Nafas
x/m Pulsus
x/mntSuhu
0C
1/10/13
2810038,4Post operasi, hewan sadar. suhu mulai normal kembali.
Diberi Ampicillin 0,53cc IM. Bantak jahitan 11, luka operasi
diolesi iod tincture dan bioplasenton.
2/10/13
3012038,13212438,3Penutupan luka sudah terjadi, luka masih
basah. Timbul kebengkakan pada luka. Banyak jahitan masih 11 Diberi
Ampicillin 0,53 cc IM S2dd, iod tincture dan bioplasenton. Nafsu
makan dan minum baik.
3/10/13 3211238,23612438,4luka sudah ke-ring, kulit hampir
bertaut, masih terdapat kebengkakan. Banyak jahitan masih 11.Diberi
Ampicillin 0,53 cc IM S2dd, dan salep betadine. Nafsu makan dan
minum baik.
4/10/13 329638,04210838,8Luka sudah kering, beraposisi dengan
baik. Kebengkakan mulai mengecil. Nafsu makan sudah baik. Diberi
Ampicillin 0,53 cc IM S2dd, dan salep betadine. Banyak jahitan
masih 11
5/10/133211238,13611838,9Luka sudah menutup de- ngan baik dan
kering, tidak ada kebengkakan, kondisi tubuh normal dan nafsu makan
dan minum baik. Diberi salep betadin.Banyak jahitan masih 11
6/10/132810038,23210838,6Luka sudah menutup de- ngan baik dan
kering, tidak ada kebengkakan, kondisi tubuh normal dan nafsu makan
dan minum baik. Diberi salep betadine. Banyak jahitan masih 11
7/10/13309438,33410838,5Luka sudah menutup de- ngan baik dan
kering, kondisi tubuh normal dan nafsu makan dan minum baik. Diberi
salep betadine.Banyak jahitan masih 11
8/10/1382810038,53611238,8Luka menge-ring, nafsu makan dan minum
baik, luka diolesi salep betadine. Dilakukan pelepasan jahitan
Agar bekas jahitan tidak digigit oleh anjing, maka anjing
dipasangkan Elisabeth collar pada lehernya. Selama 1 hari pertama
anjing diberikan infus NS. Hari kedua, anjing sudah bisa
jalan-jalan dan berlari serta mau makan dan minum dan juga feses
normal padat.Proses kesembuhan luka dapat dibedakan menjadi proses
kesembuhan primer dan proses kesembuhan sekunder. Kesembuhan primer
terjadi apabila keadaan luka masih baru, pada luka yang
diperbaharui, luka dalam keadaan aseptik, luka yang tidak mengalami
perdarahan lagi, tepi luka teriris licin dan dipertemukan dengan
jahitan atau cara lain, suplai darah pada dinding luka cukup bagus,
tidak ada jaringan mati pada tepi luka, harus ada proteksi terhadap
infeksi dan terhadap gangguan pada pertautan tepi lukanya (Fossum,
2002). Mekanisme kesembuhan luka primer adalah sebagai berikut,
apabila terjadi kelukaan, darah akan mengalir dari pembuluh darah
yang terpotong ke tempat luka, darah kemudian menjendal. Dalam
beberapa jam, bekuan darah pada luka menjadi dehidrasi dan
terbentuklah keropeng (scab) yang berfungsi melindungi luka.
Bersamaan dengan reaksi tersebut, permeabilitas kapiler dari
pembuluh darah yang terganggu akibat adanya luka permeabilitasnya
menjadi meningkat dan segera terjadi eksudasi dalam waktu 12 jam
yang berisi RBC, leukosit polimorfonuklear, makrofag dan fibrin
mengisi luka. Selanjutnya, sel-sel kolagen yang terdapat pada luka
akan membengkak dan mengalami hialinisasi, sehingga pada daerah
luka akan terasa bengkak dan sakit. Jumlah sel polimorfonuklear
akan meningkat pada waktu 24 jam, diikuti dengan fragmentasi pada
48 jam. Pada 25-72 jam aktifitas makrofag akan meningkat sehingga
jaringan mati didaerah luka sedikit demi sedikit akan dibuang.
Peningkatan fibroblas terjadi pada hari ke-3-5, dan menempatkan
dirinya dalam posisi tegak lurus pada arah irisan luka. Proses pada
saat itu lebih cenderung pada fibrogenesis sehingga disebut juga
fase substrat. Setelah pembentukan matriks pada substansi dasar (24
jam pertama) yang berfungsi untuk deposisi kolagen yang lebih
efektif, terjadi proliferasi epitel yang akan mempertautkan kedua
tepi luka. Proses kesembuhan primer berlangsung cukup singkat, dan
hasilnya terjadi kesembuhan seperti semula, baik keadaan fisik
maupun fungsinya (Fossum, 2002).
Proses kesembuhan sekunder, mekanismenya mirip dengan proses
kesembuhan primer, namun merupakan proses kesembuhan yang lama dan
melibatkan terbentuknya jaringan granulasi. Jaringan granulasi
adalah jaringan bentukan baru yang secara komparatif lebih banyak
mengandung sel dari pada jaringan interseluler dan biasanya
berwarna merah segar. Kesembuhan sekunder terjadi pada luka yang
lebar, atau luka dengan tepi luka yang tidak baik. Proses
kesembuhan dimulai dengan melibatkan fibroblas dan sel-sel
endotelial yang tumbuh memanjang. Sel endotelial berkembang
membentuk tabung-tabung yang kemudian satu sama lain akan saling
beranastomosis membentuk pembuluh darah (jaringan granulasi).
Selanjutnya sel-sel epitelial berproliferasi, berkembang turun
kebawah bertemu dengan jaringan granulasi, membentuk anyaman saling
mengisi satu sama lain dan akhirnya menutup luka. Jaringan parut
yang terbentuk oleh interaksi jaringan granulasi dan sel epitelial
yang berproliferasi akan mengalami pematangan dalam kurun waktu
lama, bersamaan dengan pembentukan kembali jaringan konektiv
(Fossum, 2002).
Proses kesembuhan luka pada anjing Jeny dapat digolongkan
sebagai proses kesembuhan luka primer karena proses kesembuhannya
relatif cepat dan tepi luka menyatu cukup baik. Pada post operasi,
jahitan atau luka bekas operasi diberi salep bioplacenton atau
betadine. Salep bioplacenton mengandung Bioplacenton dan Neomicin
sulfat yaitu antibiotik topikal yang berpotensi untuk melawan
bakteri Gram positif dan negatif. Kombinasi antara Bioplacenton dan
Neomicin sulfat akan mempercepat proses kesembuhan luka dan
mencegah infeksi pada kulit.BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan operasi yang telah dilaksanakan hingga perawatan
pasca operasi dapat disimpulkan cystotomi pada hewan diindikasikan
untuk penanganan kalkuli vesicae, neoplasia atau terapi akibat
traumatik pada vesika urinaria.Faktor yang mempengaruhi
keberhasilan operasi diantaranya persiapan dan perawatan post
operasi yang baik dan benar.Pelaksanaan operasi yang aseptis dan
ketelitian dalam perawatan pasca operasi juga berpengaruh pada
kesembuhan pasien. Cystotomi pada anjing Jeny berhasil dengan
kesembuhan luka primer karena proses kesembuhannya relatif cepat
dan tepi luka dapat bertaut dengan baik. Kesembuhan luka yang
terjadi adalah kesembuhan primer.DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Anatomi Sistem Urogenital Anjing Betina.
http://www.vetmed.wsu.edu/cliented/anatomy/dog_ug.aspx (diakses 12
Desember 2012).Archibald, J., 1974. Canine Surgery. 2nd ed.
Veterinary Publications. Inc. Santa Barbara California.
Bojrab, J. M. 1975. Current Techniques in Amall Animal Surgery.
Firs edition. Lea and Febiger. Philadelphia.
Bone, J. F. Catcott, E. J. Gabel, A. A. Johnson, L. E. Riley, W.
F. 1963. Equine Medicine and Surgery. Fisrt edition. America
Veterinery Publication Inc.
Boothe, Dawn Merton. 1991. Small Animals Clinical Pharmacology
and Therapeutics. W.B. Saunders Company. A Harcourt Health Sciences
Company. Philadelphia.
Brander, G.C., Pugh, D.M., Bywater, R.J., and Jenkins, W.L.,
1991. Veterinary Applied Pharmacologt and Therapeutics, 5th ed.,
bailere, Tindal.
Dellman, 1992. Buku Teks Histologi Veteriner, Edisi Ketiga.
Universitas Indonesi Press Jakarta. PP 437-441.
Ettinger, S.J., 1975. Textbook of Veterinary Internal Medicine
Volume 2. Third Saunder Co., Philadelphia. Hal. 2036,
2083-2104.
Fossum, Theresa Welch, 2002, Small Animal Surgey 2nd edition,
Mosby, Texas
Frandson, 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak, edisi ke-4 Gadjah
Mada University Press.
Ganiswara, S.G., 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi empat,
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia,
Jakarta.
Heinze, C.D., 1974, Text book of Large Animal Surgery, Williams
Company, BaltimoreKirk dan Bistner, S.I, 1985, Hand Book of
Veterinary Procedures and Emergency Treatment, Fourth Edition, W.
B. Saunders Company
Kumar, A., 1997. Veterinary Surgical Technique, Vikas Publising
Hause, New Delhi, India
Lane, D.R., dan Cooper, B.C., 2003. Veterinary Nursing,
Butterworth-Heinemann, USA
Lewis, L.D., Morris, M., and Hand, M.S., 1994. Small Animal
Clinical Nutrition III, Mark Morris Associateds Topeka, Kansas.
Lumb, W.V., and Jones, E.W., 1984. Veterinary Anasthesia, second
edition, Lea&Febiger, Philadelphia.
Nelson, R.W., dan Cauto, C.G., 2003. Small Animal Internal
Medicine. 3rd Ed. Mosby, St. Louis.
Rossoff, I.S., 1994. Handbook veterinary Drugs and Chemicals.
Pharmatox Publishing Company Taylorville, Illinois, USA
Sardjana, I. K and Kusumawati, D., 2004. Anastesi Veteriner.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Sawyer, D.C. 1982. The Practice of Small Animal Anesthesia. W.B.
Saunders Company. Philadelphia.
Surono, 2005. Data Fisiologi Normal. Disitasi Dalam Diktat
Praktikum Diagnosa Klinik Veteriner. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKH
UGM, Yogyakarta.
Tilley Patrick Larry and Smith W.K. Francis, 1997, The Five
Minute Veterinary Consult Canine and Feline, Williams and Wilkins,
A. Waverly Company, London.3