Tumor Hidung dan Sinus Paranasal
BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGKatarak umumya penyakit pada
usia lanjut, akan tetapi dapat juga terjadi pada bayi dan juga
anak-anak. Katarak yang terjadi segera setelah lahir sampai bayi
berusia 1 tahun disebut katarak kongenital merupakan penyebab
kebutaan kepada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penangananannya yang kurang tepat..
Beberapa penelitian mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar
10 % orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai
sekitar 50 % untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan
sampai sekitar 70 % untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.
Untuk katarak kongenital sendiri, dari hasil penelitian yang
dilakukan di Inggris pada tahun 1995-1996, didapatkan hasil bahwa
insidensi dari katarak kongenital dan infantil tertinggi pada tahun
pertama kehidupan, yaitu 2,49 per 10.000 anak (95% tingkat
kepercayaan / confidence interval [CI], 2.102.87). Insidensi
kumulatif selama 5 tahun adalah 3,18 per 10.000 (95% CI, 2.763.59),
meningkat menjadi 3,46 per 10.000 dalam waktu 15 tahun (95% CI,
3.023.90). Insidensi katarak bilateral lebih tinggi jika
dibandingkan yang unilateral, akan tetapi juga didapatkan bahwa
insidensi ini tidak diperbedakan oleh jenis kelamin dan tempat. Di
Indonesia sendiri belum terdapat data mengenai jumlah kejadian
katarak kongenital, tetapi angka kejadian katarak kongenitalpada
negara berkembang adalah lebih tinggi yaitu sekitar 0,4 % dari
angka kelahiran.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan
tembus cahaya menjadi keruh. Lensa mata yang normal adalah jernih.
Bila terjadi proses katarak, lensa menjadi buram seperti kaca susu.
Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas.
Lensa mata penderita menjadi keruh dan tak tembus cahaya sehingga
cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang
kabur pada retina.1 Sebagian besar katarak terjadi akibat adanya
perubahan komposisi kimia lensa mata yang mengakibatkan lensa mata
menjadi keruh. Penyebabnya dapat faktor usia, paparan sinar ultra
violet dan faktor gizi.2Gejala gangguan penglihatan penderita
katarak tergantung dari letak kekeruhan lensa mata. Bila katarak
terdapat di bagian pinggir lensa, maka penderita akan merasa adanya
gangguan penglihatan. Bila kekeruhan terdapat pada bagian tengah
lensa, maka tajam penglihatan akan terganggu. Gejala awal biasanya
ditandai adanya penglihatan ganda dan silau dengan cahaya biasanya
mata mengalami perubahan tajam penglihatan sehingga sering
mengganti ukuran kaca mata.2Katarak kongenital adalah kekeruhan
pada lensa mata yang ditemukan pada bayi baru lahir. Katarak
kongenital mungkin bisa disebabkan oleh: galaktosemia,- sindroma
kondrodisplasia, rubella kongenital, sindroma down (trisomi 21),
sindroma pierre-robin, katarak kongenital familial, sindroma
hallerman-streiff, sindroma serebrohepatorenalis (sindroma lowe),
trisomi 13, sindroma conradi, sindroma displasia ektodermal,
sindroma marinesco-sjgren.4 Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan
pemeriksaan mata lengkap oleh seorang ahli mata. untuk mencari
kemungkinan penyebabnya, perlu dilakukan pemeriksan darah dan
rontgen apabila dilakukan operasi.4 Katarak harus diangkat sesegera
mungkin agar fungsi penglihatan bisa berkembang secara normal.
katarak dibuang melalui pembedahan, yang diikuti dengan pemasangan
lensa intraokuler.4Melalui penulisan ini diharapkan dapat membantu
memberi petunjuk dalam penatalaksanaan katarak kongenital sehingga
kemungkinan untuk terjadinya penanganan yang tidak tepat dan bisa
berakibat fatal bisa dihindari.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. ANATOMI
DAN FISIOLOGI LENSA2.1.1. Anatomi LensaPada manusia, lensa mata
bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus pandang, dengan
diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul,
epitel lensa, korteks dam nucleus. Ke depan, lensa berhubungan
dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan
kaca. Di belakang iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh
zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada
ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliare. Zonula
Zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus
siliare. Zonula Zini melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5
mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.6Permukaan
lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan
anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di
sebelah posteriornya korpus vitreus. Lensa diliputi oleh kapsula
lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang
menkagalirkan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian
anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator.5Di kapsul
anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini
berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari
aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan
lipid. Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang
terdiri dari lamel-lamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa
lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia,
serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa
lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan
korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat
mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa
dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler.
Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini
ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk
{Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang
terbalik). 6Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air,
sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada
di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble
dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler
yang terdiri dari alfa (), beta () dan delta () kristalin, sedang
yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble dan urea
insoluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Seperti telah disinggung sebelumnya,
tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.62.1.2.
FISIOLOGI LENSAFungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya
ke retina. Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya
harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang sejajar atau
divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini
dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura
anterior.5 Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh,
otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan
memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang
terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya.
Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.
Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan akan berkurang.3Pada foetus, bentuk lensa hampir
sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagian
posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa,
dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara
perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat
dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis.
Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna
kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai grey reflex
atau senile reflex, yang sering disangka katarak, padahal salah.
Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada
orang Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.52.1.3. Embriologi
LensaMata berasal dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensanya
berasal dari ektoderm permukaan pada tempat lens plit yang kemudian
mengalami invaginasi dan melepaskan diri dari ektoderm, permukaan
membentuk vesikel lensa dan bebas terletak di dalam batas-batas
dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa terlepas dari ektoderm
permukaan, maka sel-sel bagian posterior memanjang dan menutupi
bagian yang kosong. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan
oleh sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari
daerah ekuator dan tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsuler,
yang hanya selapis dan ke belakang di bawah kapsula lentis.
Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura lentis, yang
berbentuk huruf Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di
posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan
fetal. Inilah yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari
korteks dan nukleus. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat
sekunder berlangsung terus selama hidup tetapi lebih lambat,
karenanya lensa menjadi bertambah besar dan lambat. Kemudian
terjadi kompresi dari serat-serat tersebut dengan disusul oleh
proses sklerosis.52.2. KATARAK KONGENITAL2.2.1. Definisi Katarak
kongenital adalah katarak yang terjadi segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan
penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganannya yang kurang tepat.8Katarak yang berkembang penuh pada
waktu lahir akan menghambat perkembangan daya penglihatan yang
normal, kecuali bila diatasi dengan cepat.7 Katarak kongenital bisa
merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara autosomal
dominan atau bisa disebabkan oleh infeksi kongenital yang didapat
dari ibu saat kehamilan atau berhubungan dengan penyakit
metabolik.2
Gambar 2.1 Katarak Kongenital2.2.2. Epidemiologi
Katarak kongenital merupakan penyebab hampir 10 % kebutaan pada
anak-anak diseluruh dunia. Frekuensi atau jumlah kejadian total
katarak kongenital di seluruh dunia belum diketahui pasti. Di
Amerika Serikat disebutkan sekitar 500-1500 bayi lahir dengan
katarak kongenital tiap tahunnya dengan insiden 1,2-6 kasus per
10.000 kelahiran. Sedangkan di Inggris, kurang lebih 200 bayi tiap
tahunnya lahir dengan katarak kongenital dengan insiden 2,46 kasus
per 10.000 kelahiran. Di Indonesia sendiri belum terdapat data
mengenai jumlah kejadian katarak kongenital, tetapi angka kejadian
katarak kongenital pada negara berkembang adalah lebih tinggi yaitu
sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.3,4
2.2.3. Etiologikelainan umum yang menampakan proses penyakit
pada janin atau bersamaan dengan proses penyakit ibu yang sedang
mengandung.1,2 Pada umumnya katarak kongenital bersifat sporadik
dan tidak diketahui penyebabnya. Dua puluh tiga persen dari katarak
kongenital merupakan penyakit keturunan yang diwariskan secara
autosomal dominan. Penyakit yang menyertai katarak kongenital yang
merupakan penyakit herediter adalah mikroftalmus, aniridia,
kolobama iris, keratokonus, lensa ektopik, displasia retina dan
megalo kornea. Selain itu katarak kongenital dapat ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi seperti
rubella, rubeola, chiken pox, cytomegalo virus, herpes simplek,
herpes zoster, poliomyelitis, influenza, Epstein-Barr syphilis dan
toxoplasmosis saat kehamilan terutama pada trimester I. Sementara
yang behubungan dengan penyakit metabolik adalah galaktosemia,
homosisteinuria, diabetes mellitus dan hipoparatiroidisme.2,3,4
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi ibu setelah rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan.
Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani,
ikterus, atau hepatosplenomegali. Bila katarak disertai dengan uji
reduksi pada urin yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi
prematur dan gangguan sistem syaraf seperti retardasi mental.
Hampir 50 % dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak
diketahui penyebabnya.32.2.4. PatogenesisPada katarak kongenital,
kelainan utama terjadi di nukleus lensa nukleus fetal atau nukleus
embrional, tergantung pada waktu stimulus karaktogenik atau di
kutub anterior atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di
kapsul lensa.3 Pada katarak developmental, kekeruhan pada lensa
timbul pada saat lensa dibentuk. Jadi lensa belum pernah mencapai
keadaan normal. Hal ini merupakan kelainan kongenital. Kekeruhan
lensa, sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Kekeruhan pada katarak
kongenital jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa.
Letak kekeruhannya, tergantung saat terjadinya gangguan pada
kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa.
Bentuk katarak kongenital memberikan kesan tentang perkembangan
embriologik lensa, juga saat terjadinya gangguan pada perkembangan
tersebut.Katarak kongenital yang menyebabkan penurunan penglihatan
yang bermakna harus dideteksi secara dini sebaiknya di ruang bayi
baru lahir oleh dokter anak atau dokter keluarga. Katarak putih
yang dan besar dapat tampak sebagai leukokoria yang dapat dilihat
oleh orangtua. Katarak infantilis unilateral yang padat, terletak
di tengah, dan garis tengahnya lebih besar dari 2 mm akan
menimbulkan ambliopia deprivasi permanen apabila tidak diterapi
dalam masa 2 bulan pertama kehidupan sehingga mungkin memerlukan
tindakan bedah segera. Katarak bilateral simetrik memerlukan
penatalaksanaan yang tidak terlalu segera, tetapi apabila
penanganannya ditunda tanpa alasan yang jelas, dapat terjadi
ambliopia deprivasi bilateral.3Kekeruhan pada katarak kongenital
dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran morfologik. Pada
pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria
diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan
diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan
melebarkan pupil.8 Bila fundus okuli tidak dapat dilihat dengan
pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi.4 Jika pada katarak kongenital ini
kekeruhannya hanya kecil saja sehingga tidak menutupi pupil, maka
penglihatannya bisa baik dengan cara memfokuskan penglihatan di
sekitar kekeruhan. Jika lubang pupil tertutup katarak seluruhnya
maka penglihatannya tidak akan normal dan fiksasi yang buruk akan
mengakibatkan terjadinya nistagmus dan ambliopia.2.2.5.
KlasifikasiKedua tipe katarak ini dapat bersifat unilateral atau
bilateral. Banyak katarak kongenital tidak diketahui penyebabnya
walaupun mungkin terdapat faktor genetik; yang lain disebabkan oleh
penyakit infeksi atau metabolik atau berkaitan dengan
bermacam-macam sindrom. Kekeruhan pada katarak kongenital dapat
dijumpai dalam berbagai bentuk:1. Arteri Hialoidea yang
persistenArteri Hialoidea merupakan cabang dari a. retina sentral
yang memberi makan pada lensa. Pada umur 6 bulan dalam kandungan,
arteri hialoidea mulai diserap, sehingga pada keadaan normal, pada
waktu lahir sudah tak tampak lagi. Kadang-kadang penyerapan tak
berlangsung sempurna sehingga masih tertinggal sebagai bercak putih
di belakang lensa, berbentuk ekor yang mulai di posterior lensa.
Gangguan terhadap visus tak banyak. Visus biasanya masih 5/5,
kekeruhannya stasioner, sehingga tak memerlukan tindakan.52.Katarak
polaris anterior (katarak piramidalis anterior)Kekeruhan di bagian
depan lensa mata persis di tengah. Terjadi karena tidak sempurnanya
pelepasan kornea terhadap lensa. Bentuk kekeruhannya seperti
piramid dengan tepi masih jernih, sehingga pupil midriasis akan
menaikkan tajam penglihatan. Tipe ini biasanya tidak progresif.6
Mungkin terjadi akibat uveitis anterior intrauterin. Letaknya
terbatas pada polaris anterior. Berbentuk piramid, yang mempunyai
dasar dan puncak, karena itu disebut juga katarak piramidalis
anterior. Puncaknya dapat ke dalam atau ke luar. Keluhan tidak
berat, stasioner, terutama mengenai penglihatan yang kabur waktu
terkena sinar, karena pada waktu ini pupil mengecil, sehingga sinar
terhalang oleh kekeruhan di polus anterior. Sinar yang redup tidak
terlalu mengganggu, karena pada saat cahaya redup, pupil melebar,
sehingga lebih banyak cahaya yang dapat masuk. Pada umumnya tidak
menimbulkan gangguan, stasioner, sehingga tidak memerlukan tindakan
operatif. Dengan pemberian midriatika, seperti sulfas atropin 1 %
atau homatropin 2 %, dapat memperbaiki visus, karena pupil menjadi
lebih lebar, tetapi terjadi pula kerapuhan dari Mm. siliaris,
sehingga tidak dapat berakomodasi. Bila gangguan visus hebat, dapat
dipertimbangkan iridektomi optis yang dapat dilakukan pada daerah
lensa yang masih jernih., bila setelah pemberian midriatika, visus
menjadi lebih baik.5
Gambar 2.2 Katarak Polaris Anterior
3. katarak polaris posterior (katarak piramidalis posterior)
Terjadi karena resorbsi selubung vaskuler yang tidak sempurna
sehingga menimbulkan kekeruhan bagian belakang lensa. Diturunkan
secara autosomal dominan, tidak progresif, dan perbaikan tajam
penglihatan dapat dilakukan dengan midriatika.6 Kekeruhan terletak
di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris
anterior. Juga bersifat stasioner, tidak banyak menimbulkan
gangguan visus, sehingga tak memerlukan tindakan operasi. Tindakan
yang lain sama dengan katarak polaris anterior.5 Kelainan ini
bersifat unilateral dan biasanya diikuti ukauran mata yang lebih
kecil (mikroftalmia).3
Gambar. 2.3 Katarak Polaris Posterior4. Katarak
aksialisKekeruhan terletak pada aksis lensa. Keluhan dan tindakan
sama dengan katarak polaris anterior.55. Katarak zonularisMengenai
daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat,
tersusun sebagai garis-garis yang mengelilingi bagian yang keruh
dan disebut riders, merupakan tanda khas untuk katarak zonularis.
Katarak ini paling sering didapatkan pada anak-anak. Kadang-kadang
bersifat herediter dan sering disertai dengan hasil anamnesa
kejang-kejang. Kekeruhannya berupa cakram (discus), mengelilingi
bagian tengah yang jernih, sedang korteks di luarnya jernih juga.
Bisanya progresif, namun lambat. Kadang-kadang keluhan sangat
ringan, tetapi kekeruhannya dapat pula menjadi padat, sehingga
visus sangat terganggu dan anak tidak dapat lagi sekolah dan
membaca, karena hanya dapat menghitung jari.5Kekeruhan lensa pada
katarak zonularis terdapat pada zona tertentu6a.Kekeruhan pada
nukleus disebut katarak nuklearis
Katarak ini jarang ditemukan. Terjadi akibat adanya gangguan
kehamilan pada 3 bulan pertama. Kekeruhan biasanya pada nucleus
lensa, biasanya berdiameter 3 mm, dengan densitas yang bervariasi.
Kepadatan biasanya bersifat stabil tetapi dapat juga bersifat
progresif dan menjadi lebih besar dalam ukurannya. Dapat unilateral
atau bilateral. Kelainan ini biasanya disertai oleh mikrokornea,
terutama pada kasus yang unilateral.4
Gambar 2.5 Katarak Nukleus
b.Katarak lamelaris, kekeruhan terdapat pada lamella yang
mengelilingi area calon nukleus yang masih jernih. Bagian di luar
kekeruhan masih jernih. Gambarannya seperti cakram, dengan
jari-jari radier. Faktor penyebabnya diduga faktor herediter dengan
autosomal dominan. Juga dapat akibat infeksi rubela, hipoglikemia,
hipokalsemia, dan radiasi.
Gambar 2.4 Katarak Lamelaris6.Katarak stelata
Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi
lensa bertemu, yang merupakan huruf Y yang tegak di depan, dan
huruf Y yang terbalik di belakang. Biasanya tidak banyak mengganggu
visus sehingga tidak memerlukan pengobatan.7. Katarak totalisBila
oleh suatu sebab, terjadi kerusakan dari kapsula lensa, sehingga
substansi lensa dapat keluar dan diserap, maka lensa semakin
menjadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti
membran.8.Katarak kongenital membranaseaKatarak kongenital totalis,
disebabkan gangguan pertumbuhan atau akibat peradangan intrauterin.
Katarak juvenilis totalis, mungkin herediter atau timbul tanpa
dikeahui sebabnya. Pada beberapa kasus ada hubungannya dengan
kejang-kejang. Katarak totalis ini dapat terlihat pada mata sehat
atau merupakan katarak komplikata dengan disertai kelainan-kelainan
pada jaringan lain seperti koroid, retina, dsb. Lensanya tampak
putih, rata, keabu-abuan, seperti mutiara. Biasanya cair atau
lunak.2.2.6. Gambaran Klinis
Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak congenital
adalah bila pupil atau bulatan hitam pada mata terlihat berwana
putih atau abu-abu disebut dengan leukoria, Walaupun 60 % pasien
dengan leukoria adalah katarak congenital. Leukoria juga terdapat
pada retiboblastoma, ablasio retina, fibroplasti retrolensa dan
lain-lain.2,3
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi makula
lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya
sinar pada saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada
masa mendatang, karena bila terdapat gangguan masuknya sinar
setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf mata akan menjadi
malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan berkembang
sempurna hingg walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka biasanya
visus tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia
sensoris.4,5
Selain itu katarak kongenital dapat menimbulkan gejala
nistagmus, strabismus dan fotofobia. Apabila katarak dibiarkan maka
bayi akan mencari-cari sinar melalui lubang pupil yang gelap dan
akhirnya bola mata akan bergerak-gerak terus karena sinar tetap
tidak ditemukan. 6Katarak kongenital sering terdapat bersamaan
dengan nistagmus, displasia ovea, dan strabismus. Atau ada pula
yang menyertai kelainan pada mata sendiri, yang juga merupakan
kelainan bawaan seperti heterokromia iris.5Kelainan mata yang dapat
menyertai katarak kongenital antara lain4:-Hiperplastik persisten
vitreous primerPenyebab badan kaca putih. Di badan kaca terdapat
membran fibrovaskular yang diduga merupakan sisa dari vitreus
primer, tepat di belakang lensa. Membran ini menutup sumbu visual
dan merubah anatomi segmen depan dengan mendorong lensa dan iris ke
depan, sehingga dapat terjadi perdarahan retina. Bola mata menjadi
lebih kecil dibanding normal. Penatalaksanaannya sangat sulit,
kadang dilakukan enukleasi. Kalau masih mungkin dilakukan katarak
ekstraksi dan merobek membrannya.6-Aniridia-Retrolental
fibroplastiAkibat yang buruk:a. AmbliopiaDalam perkembangan fungsi
makula dan retina diperlukan rangsang cahaya yang diperlukan untuk
latihan melihat. Adanya katarak, latihan melihat tidak sempurna
sehingga fungsi makula dan retina terganggu. Ambliopia akibat
katarak kongenital monokular lebih berat dibanding yang
binokular.b. StrabismusPada umur 3 bulan bayi normal akan terbentuk
penglihatan dua mata. Hal ini memerlukan penglihatan yang jelas.
Apabila terjadi hambatan melihat jelas akan menyebabkan mata
bergerak sendiri-sendiri dan terjadilah strabismus atau dalam
bahasa umum disebut juling.2.2.7. Deteksi dan diagnosaPemeriksaan
mata yang menyeluruh oleh seorang dokter ahli mata (opthamologist)
dapat mendiagnosa dini katarak kongenital. Pemeriksaan untuk
pencarian penyebab, membutuhkan pemeriksaan dari dokter yang
berpengalaman di bidang kelainan genetik dan test darah, atau
dengan sinar X. Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata
(dilatasi pupil) tidak hanya melihat adanya katarak tetapi juga
dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam rahim dan
jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus
direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan
bilateral. Untuk katarak pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
seperti hitung jenis darah, BUN, titer TORCH dan VDRL tes, tes
reduksi urin, red cell galactokinase, pemeriksaan urin asam amino,
kalsium,dan fosfor. Bila fundus okuli tidak dapat dilihat dengan
pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi. 2.2.8. PenatalaksanaanPrinsip:1.
Setelah diketemukan katarak maka harus dicari faktor penyebab,
apakah galaktosemia, rubela, toksoplasmosis, dll. Pemeriksaan
laboratorium dan konsultasi dengan pakar sangat perlu.2. Dilakukan
pembedahan untuk membersihkan lintasan sinar dari kekeruhan.
Apabila telah terjadi nistagmus maka pembedahan segera dilakukan.
Apabila tidak ada nistagmus, maka pemeriksaan akan memastikan tidak
ada gangguan pada matanya. Apabila katarak total, maka segera
pembedahan dilakukan di bawah anastesi umum.6Penanganan tergantung
pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat
terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang
memuaskan bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada
mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus,
maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak
kongenital.3Pengobatan katarak kongenital bergantung pada:1.Katarak
total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya
segera katarak terlihat.2.Katarak total unilateral, yang biasanya
diakibatkan trauma, dilakukan pembedahan 6 bulan setelah terlihat
atau segera sebelum terjadinya strabismus; bila terlalu muda akan
mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera;
perawatan untuk ambliopia sebaikanya dilakukan
sebaik-baiknya.3.Katarak total atau kongenital unilateral,
mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah sekali terjadinya
ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat
mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan bebat
mata.4.Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih
konservatif sehingga sementara dapat dicoba dengan kacamata atau
midriatika; bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan
mulainya tanda-tanda strabismus dan ambliopia maka dilakukan
pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.31.
KONSERVATIF
Operasi pengangkatan lensa (ekstrasi lensa) merupakan terapi
defenitif katarak kongenital bilateral. Menurut Arkin dkk, katarak
pada daerah sentral dengan diameter kurang dari 2 mm, biasanya
tidak begitu mempengaruhi visus. Mereka menyatakan bahwa ketebalan
kekeruhan pada lensa lebih penting dibandingkan ukuran atau tipe
katarak. Bila tingkat kekeruhannya sedikit atau parsial ( tidak
mengganggu visus) maka tindakan pengobatan belum perlu diberikan.
Jika kekeruhan daerah sentral dengan diameter >3 mm ,maka perlu
operasi segera karena sangat besar kemungkinan terjadinya
Ambliopia.
Pada katarak yang belum memerlukan operasi, pada tahap awal
dapat diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti Atropin ED 1%,
Midriasil ED 1%, dan Homatropin ED. Pemberian obat ini hanya
bersifat sementara, karena kalau kekeruhan lensa sudah tebal
sehingga fundus tidak dapat dilihat maka harus dilakukan operasi.
Oleh karena itu pada katarak kongenital bilateral dengan tingkat
kekeruhan sedikit atau partial perlu dilakukan follow-up yang
teratur dan pemantauan yang cermat terhadap
visusnya.(1,3,4)2.OPERATIFManajemen dari katarak kongenital
bilateral adalah operasi pengangkatan katarak nya. Pengangkatan
katarak tersebut dilakukan pada umur pasien dibawah 17 minggu.Para
ahli mata menginginkan operasi idealnya di bawah umur 2 bulan untuk
mencegah ambliopia reversibel.(2) Operasi pada katarak kongenital
:1. Lensectomy
2. Extra capsular cataract extraction (ECCE)
Kapsul anterior pada anak anak lebih elastis dari orang dewasa,
sehingga membuat continous curvilinear capsulorhexis (CCC) lebih
sulit.maka dipakai dengan cara kapsulotomi.
Pada pasien ini ke empat anak anak tersebut dilakukan ECCE
dengan membuat luka operasi 3 mm kemudian dilakukan kapsulotomi,
dilakukan aspirasi irigasi hingga material lensa bersih kemudian
dibuat iridektomi dan dilakukan jahitan. 3.PEMAKAIAN INTRA OCCULAR
LENS ( IOL )
Sampai saat ini Food and Drug Administration ( FDA) belum
merekomen dasikan penggunaan IOL yang aman dan efektif pada
anak-anak. Dengan demikian pemasangan IOL masih memerlukan banyak
pertimbangan-pertimbangan. Selain terjadi komplikasi pada anak,
juga sulit ditentukan kekuatan lensa yang dipasang, dan kapan
sebaiknya lensa dipasang. Untuk pemasangan IOL pada kantong kapsul
diperlukan kapsul lensa yang utuh. Keadaan ini dapat dilakukan
dengan teknik Continous Curvilinear Capsulorhexis ( CCC ). Dengan
teknik ini didapatkan hasil yang baik dengan komplikasi sedikit.
Komplikasi implantasi IOL yang terbanyak adalah timbulnya katarak
sekunder pada kapsul posterior. Ini dapat diatasi dengan Nd : YAG
Laser.
Indikasi pemasangan IOL adalah koreksi optik untuk afakia.
Alternatif lain untuk koreksi afakia adalah pemakaian kaca mata dan
lensa kontak. Karakteristik dari sistem visual anak-anak seperti
pertumbuhan bola mata, perubahan refraktif yang cepat, resiko
ambliopia , dan respon inflamasi terhadap operasi katarak, menambah
kompleksnya masalah pemasangan IOL pada anak. Pada sejumlah kasus,
pemasangan IOL pada anak-anak di bawah 2 tahun masih kontroversial
oleh karena belum aman dan efektif. Oleh karena itu pemasangan IOL
pada anak-anak masih perlu penelitian lebih lanjut. Kontra indikasi
relatif adalah pada Mikrokornea, Sklerokornea, Mikroptalmus,
Katarak Rubella, abnormalitas Iris, Glaukoma tak terkontrol dan
Uveitis. 2.2.9. PrognosisDengan menggunakan teknik-teknik bedah
canggih saat ini, penyulit intra-operasi dan pasca-operasi serupa
dengan yang terjadi pada tindakan untuk katarak dewasa. Dengan
pengalaman, ahli bedah katarak anak-anak dapat mengharapkan hasil
teknik yang baik pada lebih dari 90 % kasus. Koreksi optik sangat
penting bagi bayi dan memerlukan usaha besar oleh ahli bedah dan
orang tua pasien. Koreksi tersebut dapat berupa kacamata untuk
anak-anak harus diikuti dengan koreksi lensa kontak. Epikeratofakia
tampaknya memberi harapan untuk mengkoreksi afakia pada pasien
pediatrik yang tidak dapat mentoleransi lensa kontak.3Prognosis
penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali syaraf optikus atau retina
membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini.
Hasil pembedahan katarak kongenital biasanya kurang memuaskan,
karena banyak penyulit pembedahan atau adanya kelainan-kelainan
kongenital lainnya di mata yang menyertainya.5 Pada monokular
katarak yang dibedah dini disertai dengan pemberian lensa kontak
segera akan menghindari gangguan perkembangan penglihatan.
Dikatakan untuk mencapainya maka sebaiknya katarak kongenital
dilakukan pembedahan sebelum bayi berusia 4 bulan.4BAB IIILAPORAN
KASUS
1. Identitas
Nama
: FF
Umur
: 3 bulan
Jenis kelamin: Laki-laki
Suku
: Aceh
Alamat : Arongan Lambalek, Aceh Barat
MRS
: 18 Juni 2015
CM
: 1-05-56-992. AnamnesisKeluhan Utama : sering mencari-cari
cahayaRiwayat Penyakit Sekarang :Menurut ibu pasien, pasien sering
melihat ke arah sumber cahaya sejak usia 2 bulan. Bintik putih di
mata diketahui sejak pasien baru lahir. Mata merah, berair, dan
keluar sekret disangkal. Penglihatan ganda dan berbayang tidak bisa
dinilai. Saat hamil, ibu pasien tidak mengalami penyakit infeksi
yang serius, tidak menggunakan obat-obatan. Riwayat terpapar
radiasi disangkal. Pasien lahir secara sectio caesaria atas
indikasi ketuban pecah dini, kehamilan cukup bulan.. Oleh karena
itu, orangtua pasien membawa pasien berobat ke dokter spesialis
mata. Dari hasil pemeriksaan dokter dikatakan terdapat bintik putih
pada kedua mata pasien. Riwayat Penyakit Dahulu :Keluhan serupa
tidak adaRiwayat Penyakit Keluarga :
Keluhan serupa juga tidak ada. DM pada ibu pasien disangkal 3.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran: Compos mentis
Tanda vital: Nadi : 120 x/menit
RR : 43 x/menit
T : 36.6 oC
Kepala dan leher
Kepala: Bentuk normal, simetrisWajah:Dalam batas normalLeher:
Pembesaran KGB (-/-), JVP tidak meningkat Thorax
Jantung: S1=S2 tunggal, murmur tidak ada, Paru: Simetris, sonor,
vesikuler, ronkhi tidak ada
Abdomen : Datar, hepar / lien tidak teraba, timpani, bising usus
normal
Ekstremitas: Dalam batas normal, edema dan parese tidak
adaStatus Lokalis
ODPemeriksaanOS
Sulit dievaluasiVisusSulit dievaluasi
-Koreksi-
Hiperemi (-)
Folikel (-)
Papil (-)Conjuctiva palpebraHiperemi (-)
Folikel (-)
Papil (-)
Hiperemi (-)Conjunctiva fornicesHiperemi (-)
Warna jernih
Injeksi siliar (-)Conjunctiva bulbiWarna jernih
Injeksi siliar (-)
PutihSkleraPutih
JernihKorneaJernih
NormalCOANormal
Shadow test (+)IrisShadow test (+)
Central, diameter 3 mmPupilCentral, diameter 3 mm
Keruh, tipisLensaKeruh, tipis
4. Diagnosis Kerja
Katarak Kongenital ODS5. Penatalaksanaan
Fakoemulsifikasi + IOL6. Prognosis
QuoODOS
Ad vitam
Ad bonamAd bonam
Ad functionam
Dubia ad bonamDubia ad bonam
Ad sanam
Dubia ad bonamDubia ad bonam
BAB IVANALISA KASUSKatarak kongenital adalah katarak yang mulai
terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang
dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang
tepat.Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk dan gambaran morfologik. Pada pupil mata bayi yang
menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu
leukokoria. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, diabetes
melitus hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti
mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris
heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo-kornea.
Pemeriksaan mata yang menyeluruh oleh seorang dokter ahli mata
(opthamologist) dapat mendiagnosa dini katarak kongenital.
Pemeriksaan untuk pencarian penyebab, membutuhkan pemeriksaan dari
dokter yang berpengalaman di bidang kelainan genetik dan test
darah, atau dengan sinar X. Pada katarak kongenital total penyulit
yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapat
rangsangan, banyak penyulit pembedahan, terdapatnya kelainan mata
lain atau susunan syaraf pusat, timbulnya uveitis pasca bedah
katarak, oleh karena itu prognosis buruk. Namun dengan menggunakan
teknik-teknik bedah canggih saat ini, penyulit intra-operasi dan
pasca-operasi serupa dengan yang terjadi pada tindakan untuk
katarak dewasa, prognosis menjadi baik. Dengan pengalaman, ahli
bedah katarak anak-anak dapat mengharapkan hasil teknik yang baik
pada lebih dari 90 % kasus. Koreksi optik sangat penting bagi bayi
dan memerlukan usaha besar oleh ahli bedah dan orang tua pasien.
Koreksi tersebut dapat berupa kacamata untuk anak-anak harus
diikuti dengan koreksi lensa kontak. Pembedahan katarak kongenital
sesudah berusia 4 bulan biasanya tidak efektif lagi.DAFTAR
PUSTAKA1. Vaughan DG, Asbury T. Lensa. Oftalmologi Umum, Edisi 14,
Alih Bahasa Tambajong J, Pendit UB. Widya Medika. Jakarta, 2000 :
175,183-4.
2. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit
Abadi Tegal, Jakarta, 1993 : 190-196.3. Ilyas, Sidarta, Ilmu
Penyakit Mata, Cetakan ke-2, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1998 : 209-210.4. Ilyas, Sidarta,
Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-2, Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 : 146.5. Vaughan
DG, Asbury T. Lensa. Oftalmologi Umum, Edisi 11, Alih Bahasa
Tambajong J, Pendit UB. Widya Medika. Jakarta, 1992 : 95.
6. Al Ghozie, Mutasimbillah, dr., SpM., Handbook of Ophtalmology
A Guide to Medical Examination, 2002 : 124-125.
2PAGE 23