LAPORAN KASUS BOYOLALI SEORANG LAKI-LAKI 25 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID Oleh : Dhyani Rahma Sari G99141144 Pembimbing : dr. Sumardjo Sp. PD
LAPORAN KASUS BOYOLALI
SEORANG LAKI-LAKI 25 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID
Oleh :
Dhyani Rahma Sari
G99141144
Pembimbing :
dr. Sumardjo Sp. PD
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD PANDAN ARANG
BOYOLALI
2015
LAPORAN KASUS
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.D
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kebon Timun, Boyolali.
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM : 377291
Tanggal Masuk RS : 24 Agustus 2015
Tanggal Pemeriksaan : 24 Agustus 2015
B. Keluhan Utama : Badan demam sumer-sumer sejak ± 6
hari SMRS
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam sumer-sumer sejak kurang
lebih 6 hari SMRS. Demam naik turun terasa lebih tinggi pada saat
malam hari, demam semakin lama dirasakan semakin meningkat. Pasien
mengonsumsi obat paracetamol dari bidan desa untuk mengatasi
keluhannya. Setelah minum obat demam turun, beberapa saat kemudian
demam lagi.
Sejak mengalami demam, pasien juga mengalami pusing. Pusing
dirasakan hilang timbul. Timbul pada saat pasien merasa kelelahan dan
berkurang dengan istirahat. Terkadang pasien merasa badan lemas.
Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluh terdapat mual
namun tak ada muntah. Mual dirasakan saat setelah makan, perut terasa
sebah dan tidak nyaman.
Tidak ada keluhan gusi berdarah, mimisan. BAK pasien normal, 3-
4 kali/hari sebanyak setengah sampai 1 gelas belimbing, warna kuning
jernih. BAK darah disangkal, BAK berpasir juga disangkal. BAB 1
kali/hari, konsistensi lembek warna coklat. BAB hitam, BAB darah, dan
lendir disangkal
D. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat menderita penyakit serupa : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat jantung : disangkal.
5. Riwayat asma : disangkal
6. Riwayat sakit maag : disangkal
7. Riwayat sakit kuning : disangkal
8. Riwayat dirawat di rumah sakit : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat sakit jantung : disangkal.
3. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat sakit kuning : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat minum obat-obatan bebas : disangkal.
2. Riwayat minum jamu : disangkal
3. Riwayat minum-minuman keras : disangkal
4. Riwayat merokok : kadang
G. Riwayat Gizi
Pasien sehari makan tiga kali, porsinya sedang dengan nasi lauk
pauk tempe, tahu, sayur kadang-kadang daging atau ikan. Terkadang
makan buah-buahan dan minum susu, kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang diasinkan (-) makanan instan (-).
H. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang laki-laki umur 25 tahun, bekerja sebagai
wiraswastawan. Saat ini penderita tinggal bersama istrinya.
I. Anamnesis Sistem
J. Keluhan utama : Badan demam sumer-sumer sejak ± 6
hari SMRS
Kepala : sakit kepala (+), pusing (+), nggliyer (-).
Mata : mata kuning (-), konjungtiva pucat (-).
Hidung : pilek (-), mimisan (-)
Telinga : pendengaran berdenging (-), keluar cairan
(-), darah (-).
Mulut : gusi berdarah (-), sariawan (-), mulut kering
(-),papil lidah atrofi (-).
Tenggorokan : sakit menelan (-), terasa gatal tenggorokan
(-).
Sistem Respirasi : sesak napas (-), batuk (-), batuk darah (-),
mengi (-).
Sistem Cardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-), sesak
nafas saat berjalan jauh (-).
Sistem Gastrointestinal : nafsu makan berkurang (-), mudah haus (-),
mudah lapar (-), mual (+), muntah (-),
muntah darah (-), nyeri ulu hati (+), perut
sebah (+),
Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-),
badan lemas (+), kejang (-).
Sistem Genitourinaria : BAK 7-10x sehari @ 1/2 gelas belimbing,
warna kuning jernih.
Ekstremitas
Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor
(-/-),bengkak (-/-), lemah (-/-).
Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor
(-/-),bengkak (-/-), lemah
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2015 :
A. Keadaan Umum : Keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis,
gizi kesan cukup.
B. Tanda Vital :
Tensi : 120/80 mmHg
Respirasi : 18 x / menit
Nadi : 72 x / menit, isi cukup, reguler
Suhu : 38,0 ° C (axiller)
Status Gizi Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 170 cm
BMI : 20.76 kg/m2
Kesan : normoweight
C. Kulit : warna sawo matang, ikterik (-), turgor kurang (-),
hiperpigmentasi (-).
D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam, lurus, mudah rontok
(-), mudah dicabut (-).
E. Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
katarak (-/-), perdarahan palpebra (-/-), pupil isokor
dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+),
edema palpebra (-/-).
F. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).
G. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi
pembau baik.
H. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-),
lidah tiphoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-),
luka pada sudut bibir (-), foetor ex ore (-).
I.Leher : JVP tidak meningkat (R+2), trachea ditengah, simetris,
pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical
(-).
J.Limfonodi : kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler,
servikalis, supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis
tidak membesar
K. Thorax : bentuk simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-),
pernafasan toracoabdominal, sela iga melebar (-),
muskulus pektoralis atrofi (-), ginekomasti (-),
pembesaran KGB axilla (-/-).
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium
dan parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di spatium intercostale V, 1 cm medial
linea medio clavicularis sinistra, tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea
parasternalis sinistra
batas jantung kiri bawah spatium intercostale V, 1 cm
medial linea medio
clavicularis sinistra.
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea
parasternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale V, linea
parasternalis dextra
Kesan : konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Heart Rate 72 kali/menit, reguler. Bunyi jantung I-II
murni, intensitas tidak meningkat, reguler, bising (-),
gallop (-)
Pulmo :
Depan
Inspeksi
Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak
mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : sonor, mulai redup sesuai pada batas jantung, batas paru
lambung di Spatium Inter Costale (SIC) VI linea
medioclavicularis sinistra.
Auskultasi
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi
basah kasar (-), ronchi basah halus (-), wheezing (-).
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi
basah kasar (-), ronchi basah halus (-), wheezing (-).
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada, ikterik (-),
venectasi (-), cicatrix (-), striae (-), edema (-) bekas luka
biopsi (-).
Auskultasi : peristaltik (+), nyeri ketok costovertebral (-), Bruit (-) di
hepar
Perkusi : tympani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-).
Palpasi : dinding perut supel, nyeri tekan (+) di epigastrium, hepar
dan lien tidak teraba.
M. Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
N. Ekstremitas :
Extremitas superior Extremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Akral dingin - - - -
Luka - - - -
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (24 Agustus 2015)
HEMATOLOGI Hasil Satuan Harga Normal
DARAH LENGKAP
Henoglobin 15,8 g/dl 14-18
Leukosit 5100 /uL 4800-10800
LED - /mm 0-20
HITUNG JENIS SEL
Eosinofil% - % 1-3
Basofil% - % 0-1
Neutrofil Batang% - % 1-6
Neutrofil Segmen% 63,9 % 50-70
Limfosit% 26,2 % 20-40
Monosit% 9,9 % 2-8
Hematokrit 45,2 % 42-52
Trombosit 152 103/ uL 150-450
Eritrosit 5,27 106/ uL 4,7-6,1
IMUNOSEROLOGI
IgM Salmonella
6
<=2: Negatif
3: Boderline
4: Positif lemah
6-10: positif
KIMIA
SGOT 10 u/L <35
SGPT 18 u/L <41
2. Urinalisa
Urinalisa 25/08/15
Warna Kuning
kekeruhan Jernih
protein (+)
Reduksi -
Urobilinogen -
Bilirubin -
Sedimen Eritrosit Normal
Sedimen Silinder Normal
Sedimen Kristal -
Sedimen Leukosit Normal
Sedimen Epitel Normal
IV. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Demam sejak 6 hari SMRS
2. Pusing hilang timbul
3. Mual
4. Perut sebah dan tidak nyaman
V. PROBLEM
1. Demam tifoid
VI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH
Problem : Demam tifoid
Ass : mencari komplikasi syok endotoksemia, reaktif
hepatitis dan perdarahan usus
Ip Dx : Widal test, Gaal culture, ELISA
Terapi : - Bedrest total
- Diet rendah serat
- Ondansetron 1amp/8jam
- Infus D5% 20tpm
- Chlorampenicol 4x500mg
- Pamol 3x1
Mx : Darah rutin, SGOT, SGPT, Balance Cairan , Awasi
tanda-tanda perdarahan dan perforasi usus
Ex : istirahat total, minum obat yang teratur.
TINJAUAN TEORI
DEMAM TIPHOID
A. Etiologi Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella Typhi.Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang,
Gram negatif, tidak berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan
baik pada suhu optimal 370C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur
pada media yang mengandung empedu.Isolat kuman Salmonella Typhi
memiliki sifat-sifat gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan
sorbitol positif, sedangkan hasil negatif pada reaksi indol, fenilalanin
deaminase, urease dan DNase.
Bakteri Salmonella Typhi memiliki beberapa komponen antigen
antara lain antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan
bersifat spesifik grup.Antigen flagella (H) yang merupakan komponen
protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik spesies.Antigen virulen
(Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel.Antigen ini menghambat proses aglutinasi antigen
O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses
fagositosis.Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan
efektivitas vaksin.Salmonella Typhi menghasilkan endotoksin yang
merupakan bagaian terluar dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang
sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan lipid A.Antibodi O, H dan Vi akan
membentuk antibodi agglutinin di dalam tubuh.Sedangkan, Outer
Membran Protein (OMP) pada Salmonella Typhi merupakan bagian terluar
yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP sebagain besar terdiri
dari protein purin, berperan pada patogenesis demam tifoid dan
antigen yang penting dalam mekanisme respon imun host.OMP berfungsi
sebagai barier mengendalikan masuknya zat dan cairan ke membran
sitoplasma selain itu berfungsi sebagai reseptor
untuk bakteriofag dan bakteriosin.
B. Patogenesis Demam Tifoid
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia.Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang
bervariasi.Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari
penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag
Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen
intestinal.Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman
masuk ke dalam tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung
dengan suasana asam banyak bakteri yang mati.Bakteri yang masih
hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian
menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan
yeyunum.Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat
bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak
pada mukosa usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus.Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada
yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo
Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa.Setelah periode
inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus
masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang,
kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.Ekskresi bakteri di
empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui
feses.Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid
intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara
lokal menyebabkan nekrosis intestinal
ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada
demam tifoid.
Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral,
yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang
berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama
dengan feses.Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu
hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya.
C. Diagnosis Demam Tifoid
1. Keluhan dan Tanda Klinis
Gambaran klinis demam tifoid pada anak umur < 5 tahun,
khususnya di bawah 1 tahun lebih sulit diduga karena seringkali tidak
khas dan sangat bervariasi.Masa inkubasi demam tifoid berkisar antara 7-
14 hari, namun dapat mencapai 3-30 hari.Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.Kemudian menyusul
gejala dan tanda klinis yang biasa
ditemukan.
Gejala
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal
penyakit.Demam berlangsung 3 minggu bersifat febris, remiten
dan suhu tidak terlalu tinggi.Pada awalnya suhu meningkat secara
bertahap menyerupai anak tangga selama 2-7 hari, lebih tinggi
pada sore dan malam hari,tetapi demam bisa pula mendadak
tinggi.Dalam minggu kedua penderita akan terus menetap dalam
keadaan demam, mulai menurun secara tajam pada minggu
ketiga dan mencapai normal kembali pada minggu keempat. Pada
penderita bayi mempunyai pola demam yang tidak beraturan,
sedangkan pada anak seringkali disertai menggigil. Pada abdomen
mungkin ditemukan keadaan nyeri, perut kembung, konstipasi
dan diare.Konstipasi dapat merupakan gangguan gastrointestinal
awal dan kemudian pada minggu kedua timbul diare. Selain gejala
– gejala yang disebutkan diatas, pada penelitian sebelumnya juga
didapatkan gejala yang lainnya seperti sakit kepala , batuk, lemah
dan tidak nafsu makan.
Tanda
Tanda klinis yang didapatkan pada anak dengan demam tifoid
antara lain adalah pembesaran beberapa organ yang disertai
dengan nyeri perabaan, antara lain hepatomegali dan
splenomegali.Penelitian yang dilakukan di Bangalore didapatkan
data teraba pembesaran pada hepar berkisar antara 4 – 8 cm
dibawah arkus kosta. Tetapi adapula penelitian lain yang
menyebutkan dari mulai tidak teraba sampai 7,5 cm di bawah
arkus kosta.9 Penderita demam tifoid dapat disertai dengan atau
tanpa gangguan kesadaran.Umumnya kesadaran penderita
menurun walaupun tidak terlalu dalam, yaitu apatis sampai
somnolen. Selain tanda – tanda klinis yang biasa ditemukan
tersebut,mungkin pula ditemukan gejala lain.Pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik
kemerahan karena emboli dalam kapiler kulit.Kadang-kadang
ditemukan ensefalopati, relatif bradikardi dan epistaksis pada
anak usia > 5 tahun. Penelitian sebelumnya didapatkan data
bahwa tanda organomegali lebih banyak ditemukan tetapi tanda
seperti roseola sangat jarang ditemukan pada anak dengan demam
tifoid.
Tabel 1. Typhoid Morbidity Score
Characteristic Degree of Condition Resulting in Score of :
0 1 2
Fever ≤37.5°C 37.6–39.0°C >39.0°C
Mental state Clear Irritability Delirium; coma
Liver size Not palpable ≤2.5 cm >2.5 cm
Diarrhea None Mild Severe
Vomiting None Nausea Vomiting
Abdominal pain None Diffuse pain Right hypochondrial
tenderness
Result of
abdominal
examination
Normal Abdominal
distension; doughy
feel
Ileus; peritonitis;
gastrointestinal
bleeding
2. Patofisiologi Demam
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus
yang dipengaruhi oleh IL- 1.Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau
demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas.
Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap berbagai
rangsangan infeksi, luka atau trauma, seperti halnya letargi, berkurangnya
nafsu makan dan minum yang dapat menyebabkan dehidrasi, sulit
tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase akut dan lain-
lain.Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, terutama infeksi.
Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap
kenaikan suhu 10C akan meningkatkan laju metabolisme sekitar
10%).Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua
jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen.Rangsangan eksogen seperti
endotoksin dan eksotoksin menginduksi leukosit untuk memproduksi
pirogen endogen dan yang poten diantaranya adalh IL-1 dan TNFα
.Pirogen endogen ini bekerja didaerah sistem syaraf pusat pada tingkat
OrganumVasculosum laminae terminalis (OVLT).Sebagai respon
terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin,
terutama prostaglandin-E2 yang bekerja melalui metabolism asam
arakhidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2).
Prostaglandin ini bekerja secara langsung pada sel nuklear
preoptik dengan hasil peningkatan suhu tubuh berupa demam. Pirogen
eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah
terpapar.Umumnya pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag
atau monosit untuk merangsang IL-1.Pirogenitas bakteri Gram-negatif
disebabkan adanya heat- stable factor yaitu endotoksin, suatu pirogen
eksogen yang pertama ditemukan.Komponen aktif endotoksin berupa
lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida.Endotoksin meyebabkan
peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis.
Dari suatu penelitian didapatkan bahwa jumlah organisme yang
dapat menimbulkan gejala penyakit adalah sebanyak 105-106 organisme,
walaupun jumlah yang diperlukan untuk menimbulkan gejala klinis pada
bayi dan anak mungkin lebih kecil.Semakin besar dosis Salmonella Typhi
yang tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis,
semakin pendek masa inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang timbul.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis klinis perlu ditunjang dengan hasil pemeriksaan
laboratorium.Pemeriksaan tambahan ini dapat dilakukan dengan dan tanpa
biakan kuman.Darah Tepi
Pada penderita demam tifoid didapatkan anemia normokromi
normositik yang terjadi akibat perdarahan usus atau supresi
sumsum tulang.Terdapat gambaran leukopeni, tetapi bisa juga
normal atau meningkat.Kadang-kadang didapatkan trombositopeni
dan pada hitung jenis didapatkan aneosinofilia dan
limfositosis relatif.Leukopeni polimorfonuklear dengan
limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam,
menunjukkan arah diagnosis demam
tifoid menjadi jelas.
a. Uji serologis widal
Uji ini merupakan suatu metode serologik yang memeriksa
antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O).Pemeriksaan
yang positif adalah bila terjadi reaksi aglutinasi.Untuk membuat
diagnosis yang dibutuhkan adalah titer zat anti terhadap antigen
O.Titer yang bernilai > 1/200 dan atau menunjukkan kenaikan 4
kali, maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.Titer tersebut
mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan
penderita.Uji serologis ini mempunyai berbagai kelemahan baik
sensitivitas maupun spesifisitasnya yang rendah dan intepretasi
yang sulit dilakukan.Namun, hasil uji widal yang positif akan
memperkuat dugaan pada penderita demam tifoid.
b. Isolasi Kuman
Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi Salmonella
Typhi.Isolasi kuman ini dapat dilakukan dengan melakukan biakan
dari berbagai tempat dalam tubuh.Diagnosis dapat ditegakkan
melalui isolasi kuman dari darah.Pada dua minggu pertama sakit ,
kemungkinan mengisolasi kuman dari darah pasien lebih besar dari
pada minggu berikutnya.Biakan yang dilakukan pada urin dan feses
kemungkinan keberhasilan lebih kecil, karena positif setelah
terjadi septikemia sekunder.Sedangkan biakan spesimen yang
berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas
tertinggi, tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai
dalam praktek sehari- hari.Selain itu dapat pula dilakukan biakan
spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan
hasil yang cukup baik.
D. Penggunaan Antibiotik pada Demam Tifoid
Penggunaan antibiotik merupakan terapi utama pada demam tifoid,
karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella Typhi berhubungan
dengan keadaan bakterimia.Pemberian terapi antibiotik demam tifoid
pada anak akan mengurangi komplikasi dan angka kematian,
memperpendek perjalan penyakit serta memperbaiki gambaran klinis
salah satunya terjadi penurunan demam. Namun demikian
pemberian antibiotik dapat menimbulkan drug induce fever, yaitu
demam yang timbul bersamaan dengan pemberian terapi antibiotik
dengan catatan tidak ada penyebab demam yang lain seperti adanya luka,
rangsangan infeksi, trauma dan lain- lain.Demam akan hilang ketika terapi
antibiotik yang digunakan tersebut dihentikan.20,21 Kloramfenikol masih
merupakan pilihan pertama pada terapi demam tifoid, hal ini dapat
dibenarkan apabila sensitivitas Salmonella Typhi masih tinggi terhadap
obat tersebut.Tetapi penelitian-penelitian yang dilakukan dewasa ini
sudah menemukan strain Salmonella Typhi yang sensitivitasnya berkurang
terhadap kloramfenikol,untuk itu antibiotik lain seperti seftriakson,
ampisilin, kotrimoksasol atau sefotaksim dapat digunakan sebagai pilihan
terapi demam tifoid.
1. Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotik lini pertama terapi demam
tifoid yang bersifat bakteriostatik namun pada konsentrasi tinggi
dapat bersifat bakterisid terhadap kuman- kuman tertentu serta
berspektrum luas.Dapat digunakan untuk terapi bakteri gram
positif maupun negatif.Kloramfenikol terikat pada ribosom subunit
50s serta menghambat sintesa bakteri sehingga ikatan peptida tidak
terbentuk pada proses sintesis protein kuman.Sedangkan
mekanisme resistensi antibiotik ini terjadi melalui inaktivasi obat
oleh asetil transferase yang diperantarai faktor-R.Masa paruh
eliminasinya pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24
jam.Dosis untuk terapi demam tifoid pada anak 50-100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.Lama terapi 8-10 hari
setelah suhu tubuh kembali normal atau 5-7 hari setelah suhu
turun.Sedangkan dosis terapi untuk bayi 25-50 mg/kgBB.
2. Seftriakson
Seftriakson merupakan terapi lini kedua pada kasus demam tifoid
dimana bakteri Salmonella Typhi sudah resisten terhadap berbagai
obat. Antibiotik ini memiliki sifat bakterisid dan memiliki
mekanisme kerja sama seperti antibiotik betalaktam lainnya,
yaitu menghambat sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat
ialah reaksi transpeptidase dalam rangkaian reaksi pembentukan
dinding sel.Dosis terapi intravena untuk anak 50-100 mg/kg/jam
dalam 2 dosis, sedangkan untuk bayi dosis tunggal 50 mg/kg/jam.
3. Ampisilin
Ampisilin memiliki mekanisme kerja menghambat
pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis
dinding sel mikroba.Pada mikroba yang sensitif, ampisilin akan
menghasilkan efek bakterisid.Dosis ampisilin tergantung dari
beratnya penyakit, fungsi ginjal dan umur pasien.Untuk anak
dengan berat badan <20 kg diberikan per oral 50-100
mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, IM 100-200 mg/kg/BB/hari dalam 4
dosis.Bayi yang berumur <7 hari diberi 50 mg/kgBB/hari dalam 2
dosis, sedangkan yang berumur >7 hari diberi 75 mg/kgBB/hari
dalam 3 dosis.
4. Kotrimoksasol
Kotrimoksasol merupakan antibiotik kombinasi antara trimetoprim
dan sulfametoksasol, dimana kombinasi ini memberikan efek
sinergis.Trimetoprim dan sulfametoksasol menghambat reaksi
enzimatik obligat pada mikroba.Sulfametoksasol menghambat
masuknya molekul P- Amino Benzoic Acid (PABA) ke dalam
molekul asam folat, sedangkan trimetoprim menghambat enzim
dihidrofolat reduktase mikroba secara selektif.Frekuensi terjadinya
resistensi terhadap kotrimoksasol lebih rendah daripada masing-
masing obat, karena mikroba yang resisten terhadap salah satu
komponen antibiotik masih peka terhadap komponen lainnya.Dosis
yang dianjurkan untuk anak ialah trimetoprim 8 mg/kgBB/hari dan
sulfametoksasol 40 mg/kgBB/hari diberikan dalam 2 dosis.
5. Sefotaksim
Sefotaksim merupakan antibiotik yang sangat aktif terhadap berbagai
kuman gram positif maupun gram negatif aerobik.Obat ini termasuk
dalam antibiotik betalaktam, di mana memiliki mekanisme kerja
menghambat sintesis dinding sel mikroba.Mekanisme
penghambatannya melalui reaksi transpeptidase dalam rangkaian
reaksi pembentukan dinding sel.Dosis terapi intravena yang
dianjurkan untuk anak ialah 50 – 200 mg/kg/h dalam 4 – 6
dosis.Sedangkan
untuk neonatus 100 mg/kg/h dalam 2 dosis.
Pada penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
menyebutkan bahwa pasien dengan deman tifoid menunjukkan respon klinis
yang baik dengan pemberian seftriakson sehari sekali.Lama demam turun
berkisar 4 hari, hasil biakan menjadi negatif pada hari ke – 4 dan tidak
ditemukan kekambuhan.Pada kasus MDRST anak, seftriakson merupakan
antibiotik pilihan karena aman.Sedangkan pada penggunaan antibiotik
kloramfenikol lama demam turun berkisar 4,1 hari, efek sampingnya berupa
mual dan muntah terjadi pada 5 % pasien.Kekambuhan timbul 9 -
1
12 hari setelah obat dihentikan pada 6 % dari kasus, hal ini berhubungan
dengan lama terapi yang < 14 hari.
Antibiotik terpilih untuk MDRST adalah siprofloksasin dan
seftriakson.Pemberian siprofloksasin pada anak usia < 18 tahun masih
diperdebatkan karena adanya potensi artropati, sehingga seftriakson
lebih direkomendasikan. Penelitian lainnya juga ada yang menyebutkan
bahwa terjadi resistensi terhadap antibiotik kloramfenikol, ampisilin,
amoksisilin dan trimetoprim, tetapi penelitian yang dilakukan di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSHS sejak tahun 2006 – 2010
menunjukkan Salmonella Typhi masih sensitif terhadap antibiotik
kloramfenikol, ampisilin dan kombinasi trimetoprim- sulfametoksasol
(kotrimoksasol).Dengan antibiotik kotrimoksasol demam turun berkisar 5
hari, sedangkan dengan ampisilin
berkisar 7 hari.
Sensitivitas Salmonella typhii terhadap Antibiotik
Sensitivitas atau tingkat kepekaan bakteri Salmonella Typhi terhadap
terapi antibiotik yang diberikan bisa terlihat dari perbaikan gambaran klinis
atau dengan melakukan uji sensitivitas antibiotik.Uji sensitivitas antibiotik
adalah tes yang digunakan untuk menguji kepekaan suatu bakteri terhadap
antibiotik.Tes ini bisa berasal dari hasil kultur darah, urin, feses dan
spesimen lain yang positif terhadap bakteri Salmonella Typhi.Uji senstivitas
ini bertujuan untuk mengetahui daya kerja dari suatu antibiotik dalam
membunuh bakteri.
Metode uji sensitivitas antibiotik yang sering digunakan adalah metode
Kirby Bauer.Metode ini adalah uji sensitivitas dengan metode difusi agar
menggunakan teknik disc diffusion dalam media selektif, yaitu media Muller
Hinton Agar.Hasil dari uji ini terlihat pada zona pertumbuhan bakteri di
sekitar disc dan mengukur diameter zona hambatannya.
2