BAB I PENDAHULUAN Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, ditandai dengan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi jantung yang terjadi akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 0,5-0,8% bayi lahir hidup. Etiologi sebagian besar PJB masih belum jelas, namun dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan. Secara garis besar, PJB dapat dibagi menjadi dua, yaitu PJB sianotik dan PJB non-sianotik. Pada PJB non- sianotik, kelainan yang paling sering terjadi adalah kelainan yang menimbulkan beban volume berlebih dan pirau kiri ke kanan, salah satunya adalah defek septum atrium.1 Defek septum atrium (DSA) adalah defek pada sekat jantung yang memisahkan atrium kiri dan kanan, sehingga terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium kanan dengan peningkatan beban volume di atrium dan ventrikel kanan. Defek septum atrium terdiri dari DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius. Defek septum atrium merupakan bentuk PJB terbanyak kedua setelah defek septum ventrikel dengan prevalensi sekitar 7- 10%, dan 80% di antaranya merupakan DSA sekundum.2,3 Prevalensi defek septum atrium pada remaja lebih tinggi dibanding pada masa bayi dan anak, oleh karena sebagian besar pasien asimtomatik sehingga diagnosis baru ditegakkan setelah anak besar atau remaja. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, ditandai
dengan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi jantung yang terjadi akibat gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung
bawaan terjadi pada 0,5-0,8% bayi lahir hidup. Etiologi sebagian besar PJB masih belum jelas,
namun dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan. Secara
garis besar, PJB dapat dibagi menjadi dua, yaitu PJB sianotik dan PJB non-sianotik. Pada PJB
non-sianotik, kelainan yang paling sering terjadi adalah kelainan yang menimbulkan beban
volume berlebih dan pirau kiri ke kanan, salah satunya adalah defek septum atrium.1
Defek septum atrium (DSA) adalah defek pada sekat jantung yang memisahkan atrium
kiri dan kanan, sehingga terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium kanan dengan peningkatan beban
volume di atrium dan ventrikel kanan. Defek septum atrium terdiri dari DSA primum, sekundum,
tipe sinus venosus, dan tipe sinus koronarius. Defek septum atrium merupakan bentuk PJB
terbanyak kedua setelah defek septum ventrikel dengan prevalensi sekitar 7-10%, dan 80% di
antaranya merupakan DSA sekundum.2,3 Prevalensi defek septum atrium pada remaja lebih
tinggi dibanding pada masa bayi dan anak, oleh karena sebagian besar pasien asimtomatik
sehingga diagnosis baru ditegakkan setelah anak besar atau remaja.
BAB II1
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Defek Septum Atrium (DSA) merupakan keadaan dimana terjadi defek pada
bagian septum antar atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kiri dan
kanan.Defek Septum Atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium,
tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal.1
Secara anatomis DSA dibagi menjadi DSA primum, sekundum, tipe sinus venosus,
dan tipe sinus koronarius. Pada DSA primum terdapat defek pada bagian bawah septum
atrium, yaitu pada septum atrium primum. Selain itu, pada DSA primum sering pula terdapat
celah pada daun katup mitral. Kedua keadaan tersebut menyebabkan pirau dari atrium kiri ke
kanan dan arus sistolik dari ventrikel kiri ke atrium kiri melalui celah pada katup mitral
(regurgitasi mitral). Pada tipe sinus venosus defek septum terletak di dekat muara vena kava
superior atau inferior dan sering disertai dengan anomali parsial drainase vena pulmonalis,
yaitu sebagian vena pulmonalis kanan bermuara ke dalam atrium kanan. Pada tipe sinus
koronarius defek septum terletak di muara sinus koronarius. Pirau pada DSA sinus koronarius
terjadi dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru kemudian ke atrium kanan. Pada kelainan ini
dapat ditemukan sinus koronarius yang membesar.2,3
is
Gambar 1. Anatomi jantung normal (A) dan jantung dengan ASD (B)
Pada DSA sekundum terdapat lubang patologis pada fosa ovalis. Defek septum
atrium sekundum dapat tunggal atau multipel (fenestrated atrial septum). Defek yang lebar
dapat meluas ke inferior sampai pada vena kava inferior dan ostium sinus koronarius,
ataupun dapat meluas ke superior sampai pada vena kava superior.2,3
2
2. Etiologi
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit jantung kongenital banyak
disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor genetik dengan faktor lingkungan
(paparan terhadap zat teratogen). Abnormalitas genetik dapat disebabkan oleh mutasi gen
tunggal (single gene mutation) dan kelainan kromosomal (delesi, trisomi, monosomi).
Kelainan kromosomal yang sering menyebabkan DSA diantaranya sindrom Turner (45X),
sindrom Down (trisomi 21), serta sindrom Miller Dieker (delesi 17p). Namun demikian perlu
diingat bahwa banyak kelainan kromosomal lainnya yang dapat menyebabkan penyakit
jantung kongenital, meskipun tidak spesifik menyebabkan kelainan tertentu.
Kelainan jantung pada sindrom Down merupakan kelainan yang paling jelas
mekanismenya karena melibatkan anomali struktur yang berasal dari bantalan
endokardium (termasuk sekat atrioventrikular dan katup jantung). Teratogen merupakan
faktor lingkungan yang paling berperan dalam menyebabkan penyakit jantung kongenital,
termasuk di antaranya DSA. Telah diketahui bahwa pajanan terhadap infeksi rubella
kongenital, diabetes gestasional, alkohol, thalidomide, asam retinoat dapat menyebabkan
terjadinya penyakit jantung kongenital pada anak.5,6
3. Klasifikasi
DSA dapat digolongan menjadi empatgolongan,yakni:1
a. Defek septum atrium sekundummerupakan tipe yang tersering (80%).
Pada defek septum atrium sekundum terdapat lubang patologis di tempat fossa
ovalis. Defek dapat berukuran kecil sampai sangat besar sehingga mencakup sampai
sebagian besar septum.Akibatnya terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium
kanan, dengan beban volume di atrium dan ventrikel kanan.
b. Defek s e p t u m a t r i u m p r i m u m merupakan jenis kedua terbanyak dari
defek septum atrium. Pada defek septum primum terdapat celah pada
bagian bawah septum atrium, yakni pada septum atrium primum.
Disamping itu, sering pula terdapat celah pada daun katup mitral.
c. Defek sinus venosusterletak didekat muara vena kava superior atau
vena kava inferior dan seringkali disertai dengan anomali parsial
drainase vena pulmonalis, yakni sebagian vena pulmonalis bermuara ke
dalam atrium kanan.
3
d. Defek disinus koronarius defek terdapat di muara sinus koronarius. Pirau dari
kiri ke kanan yang terjadi adalah dari atrium kiri ke sinus koronarius, baru
kemudian ke atrium kanan.
4. Patofisiologi
Penyebab dari penyakit jantung kongentinal DSA ini belum dapat dipastikan,
banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi teratogen yang tidak diketahui dalam
trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.Dimana struktur
kardiovaskuler terbentuk.Adanya defek septum atrium akan membuat darah dari atrium
kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena
perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium
kiri 6 mmHg sedangkan pada atrium kanan 5 mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan
penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium
kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali
dari darah yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis, maka akan terjadi kenaikan tekanan, sehingga tahanan katup
arteri pulmonalis meningkat dan terjadi perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat
adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik (jadi bising sistolik pada ASD
merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal). Pada valvula trikuspidalis juga
ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis
sehingga terdengar bising diastolik.7,8
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,
lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis dan akibatnya akan
terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Arah shunt pun bisa berubah
menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah
yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.9,10
Derajat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan tergantung pada besarnya defek,
komplians relatif ventrikel kanan dan resistensi relatif vaskular pulmonal. Pada defek
yang besar, sejumlah darah yang teroksigenasi (dari vena pulmonal) mengalir dari atrium
kiri ke atrium kanan, menambah jumlah darah vena yang masuk ke atrium kanan (venous
return). Total darah tersebut kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru. Aliran
darah balik dari paru ke atrium kiri akan terbagi menjadi dua, yaitu ke atrium kanan
4
melalui defek dan ke ventrikel kiri. Pada defek yang besar, rasio aliran darah pulmonal
dibandingkan sistemik (Qp/Qs) dapat berkisar antara 2:1 sampai 4:1.3
Gejala asimtomatis pada bayi dengan DSA terkait dengan resistensi paru yang
masih tinggi dan struktur ventrikel kanan pada masa awal kehidupan, yaitu dinding otot
ventrikel kanan yang masih tebal dan komplians yang kurang, sehingga membatasi pirau
kiri ke kanan. Seiring dengan bertambahnya usia, resistensi vaskular pulmonal berkurang,
dinding ventrikel kanan menipis dan kejadian pirau kiri ke kanan melalui DSA
meningkat. Peningkatan aliran darah ke jantung sisi kanan akan menyebabkan
pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta dilatasi arteri pulmonalis. Resistensi
vaskular pulmonal tetap rendah sepanjang masa anak-anak, meskipun dapat mulai
meningkat saat dewasa dan menyebabkan pirau yang berlawanan dan terjadi sianosis.3
5. Diagnosis
Defek Septum Atrium sekundum lebih sering terjadi pada perempuan dengan
rasio 2:1 antara perempuan dan pria.Defek septum atrium (DSA) sering tidak terdeteksi
sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan tidak memberikan gambaran
diagnosis fisik yang khas. Walaupun angka kekerapan hidup tidak seperti normal, cukup
banyak yang bertahan hidup sampai usia lanjut.1
a. Gejala klinis
Penderita DSA sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:10,11
Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
Sering mengalami infeksi saluran pernapasan
Dispneu (kesulitan dalam bernapas)
Sesak napas ketika melakukan aktivitas
Dispneu d’effort dan atau kelelahan ringan adalah gejala awal yang paling
sering ditemui.Pada bayi kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-
tanda gagal jantungkongestif yang mengarah pada defek atrium yang
tersembunyi.1,10,11Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik:
Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang abnormal. Dapat
terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis.
5
Tanda-tanda gagal jantung
Jika shunt-nya besar,murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran darah
yang mengalir melalui katup trikuspidalis.
Pada pemeriksaan DSA terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini
adalah khas pada patologis DSA dimana defek jantung yang tipe lain tidak menyebabkan
suara splitting pada S2 yang menetap. Sianosis jarang ditemukan, kecuali bila defek
besar atau common atrium, defek sinus koronarius, kelainan vaskular paru, stenosis
pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein.1,10
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DSA ini dapat dilakukan dengan beberapa cara,antara
lain:1,10,11
Foto Thoraks
Foto thoraks standar dapat sangat membantu diagnosis defek septum atrium. Pada
pasien dengan defek septum atrium dengan pirau yang bermakna, foto thoraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang
menonjol. Pada foto AP biasanya tampak jantung yang hanya sedikit membesar dan
vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau, seperti pada defek