Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Kontraktur didefinisikan sebagai pengikatan permanen kulit yang dapat mempengaruhi otot dan tendon yang berada dibawahnya yang akan membatasi ruang gerak, serta kemungkinan defek maupun degenerasi saraf di daerah tersebut. Keterbatasan ruang gerak sendi karena kerusakan yang bersifat anatomis, fisiologis, maupun neurologis dapat berakibat pada pemendekan jaringan ikat sekitar sendi tersebut. 1 Kontraktur terjadi ketika jaringan ikat normal yang bersifat elastis digantikan oleh jaringan fibrous yang tidak elastis. Keterbatasan gerakan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang bersifat multipel dan komplikatif secara medis. Namun pada umumnya sebagian besar restriksi pada sendi ditandai oleh pemendekan jaringan ikat sendi dan bersifat reversibel jika mendapat perawatan yang tepat. 1,2 Untuk merencanakan perawatan yang efektif harus diperhatikan bahwa pemendekan jaringan ikat sendi bukan merupakan penyebab dari 1
53

Laporan Kasus

Jan 26, 2016

Download

Documents

YunitaIrham

laporan kasus bedah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Kasus

BAB I

PENDAHULUAN

Kontraktur didefinisikan sebagai pengikatan permanen kulit yang dapat

mempengaruhi otot dan tendon yang berada dibawahnya yang akan membatasi ruang gerak,

serta kemungkinan defek maupun degenerasi saraf di daerah tersebut. Keterbatasan ruang

gerak sendi karena kerusakan yang bersifat anatomis, fisiologis, maupun neurologis dapat

berakibat pada pemendekan jaringan ikat sekitar sendi tersebut.1 Kontraktur terjadi ketika

jaringan ikat normal yang bersifat elastis digantikan oleh jaringan fibrous yang tidak elastis.

Keterbatasan gerakan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang

bersifat multipel dan komplikatif secara medis. Namun pada umumnya sebagian besar

restriksi pada sendi ditandai oleh pemendekan jaringan ikat sendi dan bersifat reversibel

jika mendapat perawatan yang tepat.1,2 Untuk merencanakan perawatan yang efektif harus

diperhatikan bahwa pemendekan jaringan ikat sendi bukan merupakan penyebab dari

kontraktur, tetapi lebih merupakan konsekuensi lanjutan dari etiologi primernya. Oleh

karena itu perawatan harus difokuskan pada sebab utama terjadinya kontraktur.1,3

1

Page 2: Laporan Kasus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan

dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini

disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan

bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang sering dijumpai adalah

kontraktur akibat luka bakar, kontraktur Dupuytren dan kontraktur iskemik

Volkmann.1,4

B. Klasifikasi

Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan 5

1. I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup

gerak maupun fungsi.

2. II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan

fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan,

tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.

3. III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal

pada daerah yang terkena..

4. IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.

C. Penyebab

2

Page 3: Laporan Kasus

Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi: posisi anggota

tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis tulang. Individu dengan

luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global maupun fokal karena nyerinya,

pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang.

Semua faktor ini berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar.6 Berbagai

hal yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:5

1. Trauma suhu

2. Trauma zat kimia

3. Trauma elektrik

4. Post-trauma (Volkmann’s)

5. Infeksi ulkus buruli

6. Idiopatik (Dupuytren’s)

7. Kongenital (camptodactyly)

D. Penegakan Diagnosis Kontraktur

Penegakan diagnosis kontraktur akibat luka bakar dapat menggunakan bagan

sebagai berikut:

3Bedakan antara kontraktur jaringan ikat dan

kontraktur miogenik atau neurogenik

Bedakan antara kontraktur jaringan lunak dan ankilosis persendian

Page 4: Laporan Kasus

Gambar 2.1 Bagan Diagnosis Banding Kontraktur Akibat Luka Bakar 7

E. Patofisiologi

Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui namun

banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif kulit tersebut.

Paradigm yang sering digunakan adalah “benih dan tanah”. Komponen selular seperti

fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel inflamasi merupakan benih sedangkan

komponen nonseluler seperti matriks ekstraseluler, kekuatan mekanik, tekanan oksigen,

dan cytokine milieu adalah tanah. 8

Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai macam etiologi

yaitu kongenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan oleh aktifnya

4

Page 5: Laporan Kasus

miofibroblas (sebuah sel dengan fibroblas dan dengan karakteristik seperti otot polos

yang terdistribusinya granulasi di seluruh jaringan yang ada pada luka). Kontraksi dari

miofibroblas menyebabkan luka menyusut. Miofibroblas ini muncul pada proses awal

penyembuhan luka dan membangkitkan usaha kontraksi untuk menarik tepi luka hingga

luka menyusut. Perubahan regulasi dari miofibroblas membuatnya tetap berada dalam

kulit dan terus menarik luka yang menyebabkan munculnya jaringan parut dan

kontraktur.9

Hal ini juga diikuti dengan deposisi kolagen dan saling berhubungan untuk

mempertahankan kontraksi. Pada embryogenesis, kegagalan diferensiasi jari-jari

menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang menyebakan fleksi proksimal sendi

interfalang yang mengakibatkan camptodactyly.5

Kontraksi adalah proses aktif biologis untuk menurunkan dimensi area anatomi

dan jaringan yang dapat menyebabkan perlambatan kesembuhan dari luka terbuka.

Kontraktu adalah produk akhir dari proses kontraksi. Kontraktur mengganggu secara

fungsional dan estetik.10

F. Prevensi Kontraktur

Kontraktur dapat dicegah dari penyebab awal mulanya. Kontraktur banyak

disebabkan akibat luka bakar. Pencegahan luka bakar dibagi menjadi pencegahan

primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan insidensi

luka bakar melalui cara memasak yang aman, pemadam kebakaran, dan edukasi tentang

5

Page 6: Laporan Kasus

zat yang menyebabkan trauma panas di sekolah atau komunitas. Pencegahan sekunder

bertujuan untuk menurunkan beratnya luka bakar melalui edukasi terhadap pertolongan

pertama. Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas

terhadap luka bakar.11

Terdapat dua kunci penting dalam pencegahan kontraktur. Hal pertama adalah area

yang terbakar dibidai pada posisi anatomis dan berlatih maksimal lingkup gerak sendi

tiap persendian. Perkembangan bidai selama lima belas tahun terakhir berkontribusi

terhadap penurunan kejadian kontraktur dan hal ini semakin dikembangkan.11

Secara umum terdapat berbagai cara pencegahan kontraktur, yaitu:12

1. Posisi yang mencegah kontraktur

Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari pertama

sampai beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini diaplikasikan terhadap semua

pasien baik yang mendapat terapi cangkok kulit maupun yang tidak. Posisi ini

penting karena dapat mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan ruang

lingkup gerak sebagai akibat dari parut jaringan. Pasien diistirahatkan dengan posisi

yang nyaman, posisi ini biasanya adalah posisi fleksi dan juga merupakan posisi

kontraktur. Tanpa dorongan dan bantuan dari orang lain, pasien akan meneruskan

posisi yang menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk dapat

terjadi kesulitan untuk bergerak sempurna seperti sediakala. Penyesuaian awal

memiliki esesnsi untuk memastikan kemungkinan terbaik hasil terapi, selain itu pula

untuk meringankan nyeri.

6

Page 7: Laporan Kasus

Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal

penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang mencegah

kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas fungsional lain), dukungan

keluarga sangat penting.

Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko kontraktur akan

semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur berdasarkan luka

bakar adalah sebagai berikut:

a. Leher depan

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik ke

arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah terjadinya

kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di belakang kepala, putar balik

leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk.

Gambar 2.2. Kontraktur pada Leher Depan

7

Page 8: Laporan Kasus

Gambar 2.3. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

b. Leher belakang

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan pererakan

leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah

duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan menggunakan bantal di

belakang kepala.

8

Page 9: Laporan Kasus

Gambar 2.4. Kontraktur pada Leher Belakang

Gambar 2.5. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan juga

protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang mencegah

terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 900 ditopang

dengan menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.

9

Page 10: Laporan Kasus

Gambar 2.6. Kontraktur pada Aksila

Gambar 2.7. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

d. Siku depan

10

Page 11: Laporan Kasus

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan posisi

yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku.

Gambar 2.8. Kontraktur pada Siku

Gambar 2.9. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

e. Punggung tangan

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi

metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan

fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya

11

Page 12: Laporan Kasus

kontraktur adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi MCP

60-70 derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari.

Gambar 2.10. Kontraktur pada Punggung Tangan

Gambar 2.11. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada

Punggung Tangan

f. Telapak tangan

12

Page 13: Laporan Kasus

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari

tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah

terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal MCP,

ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.

Gambar 2.12. Kontraktur pada Telapak Tangan

13

Page 14: Laporan Kasus

Gambar 2.13. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada Telapak

Tangan

g. Groin

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal

paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring

tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi

14

Page 15: Laporan Kasus

menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi

tungkai, tanpa bantal di bawah lutut.

Gambar 2.14. Posisi yang Menyebabkan Kontraktur

Gambar 2.15. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

h. Belakang lutut

Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan posisi

yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat

berbaring dan duduk.

15

Page 16: Laporan Kasus

Gambar 2.16. Kontraktur pada Belakang Lutut

Gambar 2.17. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

i. Kaki

Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbeda-beda

oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan mobilitas

yang tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah

pergelangan kaki diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan

16

Page 17: Laporan Kasus

menggunakan bantal untuk mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan

duduk maka posisi kakinya datar di lantai (tanpa edem).

Gambar 2.18. Kontraktur pada Kaki

Gambar 2.19. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

j. Wajah

Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan

untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan

menutup mata dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah

17

Page 18: Laporan Kasus

terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi wajah dan

peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk

melawan kontraktur mulut.

Gambar 2.20. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

2. Bidai

Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan

merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi komprehensif.

Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur terutama

terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan

area luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan kontraktur saja tidak

cukup. 11,13

Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga

memberikan suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya

18

Page 19: Laporan Kasus

berkontraksi namun juga mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan

selaput atau anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai

membantu merenovasi jaringan parutkarena membentuk dan mempertahankan

kontur anatomis. Bidai adalah satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan

berlaku yang dapat mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat

menimbulkan remodeling jaringan.

Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal adalah

yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan

kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.

Gambar 2.21. Contoh Pembidaian

3. Peregangan dan mobilisasi awal

Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan beberapa

kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim medis maupun

keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama untuk anak-anak

19

Page 20: Laporan Kasus

yang memerluka perhatian yang lebih dari orang tua. Pasien perlu mengembangkan

kebiasaan tersebut dari hari ke hari.

4. Melakukan aktivitas sehari-hari

Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk

beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat

penting untuk melatih pasien dapat hidup mandiri.

5. Pijat dan pemberian moisturiser

Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan luka parut

meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang dapat dilakukan

adalah:

a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban tergantung dari

dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut dapat menjadi

sangat kering dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menimbulkan

retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau minyak tanpa

parfum pada bagian teratas parut dapat melembutkan sehingga pasien merasa

lebih nyaman dan untuk mengurangi gatal.

b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat dan

dalam menggunakan ibujari atau ujung jari untuk mengurangi kelebihan cairan

pada tempat tersebut.

20

Page 21: Laporan Kasus

c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan dengan

luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit memutar dapat

meningkatkan kesegarisan luka parut.

d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan rutin dan

sentuhan pada parut dapat membantu desensitisasi dari luka yang sebelumnya

hipersensitif

e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan merasa tidak enak

dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh parut dan belajar bagaimana

menerima keadaannya.

6. Terapi tekanan

Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan parut akibat

luka bakar meskipun efektivitas klinis secara sains masih belum terbukti. Pemberian

tekanan pada area luka bakar diduga dapat mengurangi parut dengan mempercepat

maturasi parut dan mendorong reorientasi terbentuknya serta kolagen. Pola parallel

yang bertentangan dengan pola luka yang berputar pada parut. Mekanisme yang

diduga adalah, pemberian tekana dapat menciptakan hipoksia lokal pada jaringan

parut sehingga mereduksi aliran darah yang sebelumnya hipervaskuler pada luka

parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya influks kolagen dan penurunan

pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah luka menjadi tertutup dan dapat

menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian tekanan.

7. Silicon

21

Page 22: Laporan Kasus

Silicon digunakan untuk mengobati parut hipetrofik. Mekanisme dalam mencegah

dan penatalaksanan parut hipertrofik masih belum jelas namun kemungkinan silicon

mempengaruhi fase penyembuhan remodeling kolagen.

Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus membiasakan

untuk latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di air yang hangat. Semua

hal ini dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien harus didorong untuk

menggunakan tangan sebisa mungkin untuk aktivitas dan kebutuhan sehari-hari. Jika

mungkin digunakan untuk kembali ke pekerjaan mereka.10

Obat-obatan antifibrogenik untuk mengatasi parut hipertrofi yang dapat

menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:

1. Antagonis TGF-β

2. Interferon α, β, γ

3. Bleomycin

4. 5-fluorouracil

5. kortikosteroid

Interaksi yang rumit antara berbagai faktor berpengaruh terhadap penyembuhan

dan menentukan hasil fibrotic atau regeneratif pada luka. Terapi tunggal dalam

melawan parut bekas luka banyak yang tidak berhasil karena rumitnya interaksi antara

sel luka dengan lingkungannya.8

22

Page 23: Laporan Kasus

G. Penatalaksanaan Kontraktur

Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi kontraktur, terutama kontraktur

derajat III dan IV memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk derajat I dan II tidak

memerlukan tindakan operasi.5 Untuk menentukan terapi dari parut kontraktur maka

klasifikasi tempat terjadinya kontraktur harus dinilai. Bentuk dan kedalaman luka

sebelum atau dalam operasi. Penilaian setelah operasi juga penting untuk mengevaluasi

metode penatalaksanaan.7

Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase aktif penyembuhan dan

pembentukan jaringan parut. Selama luka tersebut immature dan banyak

baskularisasinya tidak dilakukan operasi. Biasanya dibutuhkan waktu satu tahun atau

lebih. Luka harus menjadi matur, supel, dan avaskuler sebelum dilakukan operasi.13

1. Pembebasan kontraktur

Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan mencegah

kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon, dan lain-lain. Insisi

dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal yaitu daerah yang paling

kencang. Titik ini biasanya berlawanan dengan garis persendian. Insisi diperdalam

sampai jaringan yang tidak ada parutnya.

2. Penutupan kulit

Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap. Umumnya area

dibuangnya setelah dibuangnya jaringan kontraktur akan ditutup dengan

23

Page 24: Laporan Kasus

menggunakan skin grafts. Skin graft yaitu tindakan memindahkan sebagian atau

seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat yang lain supaya hidup di tempat

baru tersebut dan dibutuhkan suplai darah baru (neovaskularisasi) untuk menjamin

kelangsungan hidup kulit yang dipindahkan tersebut. Penutupan menggunakan flap

digunakan pada situasi yang khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas dengan

menggunakan tautan. Teknik yang dapat digunakan adalah Full Thickness Skin

Graft (FTSG) merupakan skin graft yang menyertakan seluruh bagian dari dermis.

Karakteristik kulit normal dapt terjada setelah proses graft selesai karena komponen

dermis dipertahankan selama proses graft. Teknik lain yang dapat digunakan adalah

Split Thickness Skin Graft (STSG).

Skin flap digunakan jika pembebasan kontraktur kemungkinan membuka

persendian terutama tangan dan kaki. Teknik yang dapat digunakan adalah Z plasty.

Z plasty adalah tindakan operasi yang bertujuan memperpanjang garis luka sehingga

dapat mencegah kontraktur terutama pada persendian. Tindakan ini dilakukan

dengan cara transposisi flap sehingga didapatkan garis luka yang lebih panjang.

Teknik lain yang dapat digunakan adalah V-Y plasty, V-M plasty, split skin fraft

(SSG) dan lain sebagainya.

3. Perawatan postoperatif

Pemeliharaan dan posisi yang terlepas diharuskan sampai kurang lebih 3 minggu

atau sampai garis tepi flap sembuh. Perawatan postoperatif menggunakan bidai

24

Page 25: Laporan Kasus

statis atau dinamis dan juga terapi latihan fisik diperlukan untuk menjaga ruang

lingkup gerak persendian.

H. Prognosis

Prognosis pasien dengan kontraktur bergantung pada penanganan dan perawatan

luka postoperative. Pada pasien dengan skin graft bila diyakini tindakan hemostasis

darah resipien telah dilakukan dengan baik dan fiksasi skin graft telah dilakukan

dengan baik, balutan dibuka pada hari ke-5 untuk mengevaluasi take dari skin graft

dan benang fiksasi dicabut. Take dari skin graft maksudnya adalah telah terjadi

neovaskularisasi, dimana skin graft memperoleh cukup vaskularisasi untuk hidup.

Disarankan pada penderita paska tindakan skin graft di ekstremitas tetap memakai

pembalut elastis sampai pematangan graft kurang lebih 3-6 bulan.

Bila diduga akan adanya seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah kulit

sebaiknya dalam waktu 24-48 jam dilakukan pengamatan skin graft, oleh karena bila

terjadi seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah skin graft akan mengurangi

kontak graft dengan resipien sehingga akan menghalangi take dari skin graft

tersebut.pada pengamatan ini dilakukan pembukaan balutan dengan hati-hati jangan

sampai merusak graft (terangkat atau tergeser). Seroma, hematoma atau bekuan darah

harus segera dievakuasi dengan melakukan insisi kecil pada skin graft tepat diatas

seroma, hematoma atau bekuan darah tersebut dan selanjutnya dilakukan pembalutan

kembali. Bila evakuasi tersebut dilakukan dalam waktu 24 jam pertama maka graft

masih dapat terjamin take 100%. 14

25

Page 26: Laporan Kasus

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : Tn. H

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 47 tahun

Alamat : Jl. Ki Hajar Dewantara

Agama : Kristen protestan

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Masuk : 25 Juni 2015

Tanggal Pemeriksaan : 29 Juni 2015

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Tangan kanan tidak dapat digerakkan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Keluhan dirasakan sejak dua bulan sebelum masuk RS. Keluhan ini disertai nyeri

pada tangan kanan. Awalnya tangan kanan pasien tersetrum listrik sekitar 6 bulan yang lalu

pada saat pasien sedang memasang lampu hias di jalan. Setelah itu pasien menjalani operasi

dimana dilakukan amputasi pada jari manis tangan kanan dan ibu jari kaki kanan. Setelah

26

Page 27: Laporan Kasus

itu, tangan kanan pasien jarang digerakkan dan Setelah luka sembuh, tangan kanan terasa

sulit untuk digerakkan.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat hipertensi (-), DM (-)

Riwayat operasi amputasi pada digiti IV manus dextra dan digiti I pedis dextra

sekitar 6 bulan yang lalu di RSU Anutapura

Riwayat Penyakit Keluarga: -

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/m

Suhu : 36.5⁰C

Respirasi : 20 x/m

Kepala – Leher

- Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax

- Inspeksi : Pergerakan dada simetris kiri dan kanan, retraksi -/-.

- Palpasi : Nyeri tekan (-)

- Perkusi : Sonor kedua lapang paru,

27

Page 28: Laporan Kasus

- Auskultasi : bunyi paru vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-. BJ I/BJ II murni

reguler. Murmur -/-.

Abdomen

- Inspeksi : Datar, benjolan (-), warna kulit rata (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

- Perkusi : Timpani, nyeri ketuk(-)

- Palpasi : Hepatomegali (-), nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat

Status Lokalis (Ekstremitas Superior)

Regio manus dextra:

Tampak jaringan parut dari digiti IV manus dextra hingga wrist joint dextra, digiti I

tampak flexi. Kontraktur manus dextra (+)

Pemeriksaan Penunjang (25-6-2015)

RBC 4,70 x 106/mm3

HGB 14,5 g/dL

PLT 254 x 103/mm3

HCT 41,9%

WBC 7,4 x 103/mm3

Glukosa 124 mg/dL

Kreatinin 0,99 mg/dL

28

Page 29: Laporan Kasus

Ureum 25.3 mg/dL

SGOT 23.8 U/L

SGPT 43.4 U/L

Diagnosis : Kontraktur regio manus dextra

Penatalaksanaan:

- Rencana operasi release kontraktur hari ini

29

Page 30: Laporan Kasus

Laporan Operasi

Jenis operasi : Release kontraktur + FTSG

Dilakukan positioning, scrubbing, cleansing

Dilakukan release kontraktur digiti manus dextra

Dilakukan full thickness skin graft untuk mengisi defek

Luka dijahit

Operasi selesai

Instruksi Setelah Operasi

Puasa sampai peristaltik (+)

IVFD RL 30 tetes per menit + drips ketorolak

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inj. Gentamycin 1 amp/12 jam

Inj. Tramadol /12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

30

Page 31: Laporan Kasus

Follow Up

30 Juni 2015

S : Pusing (+), nyeri pada tangan kanan (+)

O : - Keadaan umum : baik

- Kesadaran : compos mentis

- Tanda vital :

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 18 x/menit

Suhu : 36,50C

Regio digiti dan palmar manus dextra : Nyeri tekan (+), luka terawat baik

A : Kontraktur manus dextra, post release kontraktur manus dextra + FTSG H-I

P : IVFD RL 30 tetes per menit + drips ketorolak

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inj. Gentamycin 1 amp/12 jam

Inj. Tramadol /12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

Mertigo tab 3 x 1

1 Juli 2015

S : Pusing (+) berkurang, nyeri pada tangan kanan (+), nyeri ulu hati (+), badan terasa

lemas (+),

O : - Keadaan umum : baik

- Kesadaran : compos mentis

- Tanda vital :

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 76 x/menit

31

Page 32: Laporan Kasus

Pernapasan : 18 x/menit

Suhu : 36,50C

Regio digiti dan palmar manus dextra : Nyeri tekan (+), luka terawat baik

A : Kontraktur manus dextra, post release kontraktur manus dextra + FTSG H-II

P : IVFD RL 30 tetes per menit + drips ketorolak

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inj. Gentamycin 1 amp/12 jam

Inj. Tramadol /12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

2 Juli 2015

S : Pusing (+) berkurang, Nyeri pada tangan kanan (+) berkurang, nyeri ulu hati (+)

berkurang

O : - Keadaan umum : baik

- Kesadaran : compos mentis

- Tanda vital :

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,50C

Regio digiti dan palmar manus dextra : Nyeri tekan (+), luka terawat baik

A : Kontraktur manus dextra, post release kontraktur manus dextra + FTSG H-III

P : IVFD RL 30 tetes per menit + drips ketorolak

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inj. Gentamycin 1 amp/12 jam

Inj. Tramadol /12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

32

Page 33: Laporan Kasus

Mertigo tab 3 x 1

3 Juli 2015

S : Pusing (+) berkurang, nyeri ulu hati (+) berkurang

O : - Keadaan umum : baik

- Kesadaran : compos mentis

- Tanda vital :

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 68 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,60C

Regio digiti dan palmar manus dextra : Nyeri tekan (+), luka terawat baik

A : Kontraktur manus dextra, post release kontraktur manus dextra + FTSG H-IV

P : IVFD RL 30 tetes per menit + drips ketorolak

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inj. Gentamycin 1 amp/12 jam

Inj. Tramadol /12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

Mertigo tab 3 x 1

4 Juli 2015

S : Pusing (+) berkurang, nyeri ulu hati (+) berkurang

O : - Keadaan umum : baik

- Kesadaran : compos mentis

- Tanda vital :

Tekanan darah : 130/80 mmHg

33

Page 34: Laporan Kasus

Nadi : 64 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,50C

Regio digiti dan palmar manus dextra : Nyeri tekan (+), luka terawat baik

A : Kontraktur manus dextra, post release kontraktur manus dextra + FTSG H-V

P : IVFD RL 30 tetes per menit + drips ketorolak

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inj. Gentamycin 1 amp/12 jam

Inj. Tramadol /12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

Mertigo tab 3 x 1

5 Juli 2015

S : Pusing (-), nyeri ulu hati (+) berkurang

O : - Keadaan umum : baik

- Kesadaran : compos mentis

- Tanda vital :

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 72 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,50C

Regio digiti dan palmar manus dextra : Nyeri tekan (+), luka terawat baik

A : Kontraktur manus dextra, post release kontraktur manus dextra + FTSG H-VI

P : IVFD RL 30 tetes per menit + drips ketorolak

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inj. Gentamycin 1 amp/12 jam

Inj. Tramadol /12 jam

Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

34

Page 35: Laporan Kasus

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

6 Juli 2015

S : Pusing (-), nyeri ulu hati (+) berkurang

O : - Keadaan umum : baik

- Kesadaran : compos mentis

- Tanda vital :

Tekanan darah: 140/80 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,50C

Regio digiti dan palmar manus dextra : Nyeri tekan (+), luka terawat baik

A : Kontraktur manus dextra, post release kontraktur manus dextra + FTSG H-VI

P : Rawat jalan dan kontrol poliklinik

35

Page 36: Laporan Kasus

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis kontraktur regio manus dextra pada kasus ini ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa kulit pada jari-jari

penderita mulai melekat setelah penyembuhan luka bakar akibat tersetrum listrik pada saat

pasien sedang sekitar 6 bulan sebelum masuk RS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

adanya pembentukan jaringan parut digiti IV hingga wrist joint manus dextra.

Adapun mekanisme dasar terjadinya kontraktur disebabkan oleh aktifnya miofibroblas

(sebuah sel dengan fibroblas dan dengan karakteristik seperti otot polos yang

terdistribusinya granulasi di seluruh jaringan yang ada pada luka). Kontraksi dari

miofibroblas menyebabkan luka menyusut. Miofibroblas ini muncul pada proses awal

penyembuhan luka dan membangkitkan usaha kontraksi untuk menarik tepi luka hingga

luka menyusut. Perubahan regulasi dari miofibroblas membuatnya tetap berada dalam kulit

dan terus menarik luka yang menyebabkan munculnya jaringan parut dan kontraktur

Penanganan kasus kontraktur pada kasus ini adalah dengan release kontraktur yang

diikuti full thickness skin graft. Pembedahan yang dilakukan pada penderita adalah untuk

melepaskan kontraktur, dan menutup kekurangan kulit yang timbul dengan full thickness

skin graft (FTSG). Penutupan kekurangan kulit dilakukan dengan FTSG karena dengan

FTSG akan didapatkan hasil yang lebih baik, terutama pada anak-anak. Kulit baru yang

tumbuh akan memiliki range of motion yang lebih baik daripada jika dilakukan split-

thickness skin grafting (STSG). Beberapa keuntungan lain FTSG dibandingkan dengan

36

Page 37: Laporan Kasus

STSG adalah pada FTSG kecenderungan untuk terjadi kontraksi lebih kecil serta secara

estetik lebih baik daripada STSG. FTSG juga memiliki beberapa kekurangan antara lain

hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas, serta donor terbatas pada tempat-tempat

tertentu, tidak seperti STSG yang dapat diambil donor dari daerah tubuh mana saja.

Perawatan luka donor full thickness skin graft diberlakukan seperti luka jahitan biasa

yaitu hari ke-3 kontrol luka dan hari ke-7 jahitan dapat diangkat.

Proses penyembuhan melalui tiga tahap. Tahap pertama, imbibisi plasmatik, terdiri dari

difusi nutrisi dari dasar resipien ke skin graft. Berlangsung sekitar 24-48 jam. Imbibisi

mencega graft mengalami nekrosis dan mempertahankan pembuluh darah tetap paten

sehingga graft dapat bertahan dari iskemia segera postgraft. Graft akan tampak lebih

bengkak pada saat ini dan beratnya bisa bertambah sekitar 40% karena perpindahan cairan

dari dasar resipien ke graft.

Setelah 48 jam, tahap kedua, inokulasi, dan tahap ketiga, revaskularisasi, terjadi untuk

mengembalikan aliran darah ke graft. Selama inoskulasi, ujung-ujung kapiler dari dasar

resipien berjajar dengan pembuluh darah graft membentuk hubungan sehingga darah dapat

mengalir ke graft. Dan berdiferensiasi menjadi pembuluh aferen dan eferen pada hari

keempat hingga ketujuh. Sistem limfatik terbentuk pada hari kelima atau keenam.

Sebenarnya, terjadinya kontraktur pasca luka bakar dapat dihindari. Pencegahan

terjadinya kontraktur ini harus dilakukan seiring dengan masa penyembuhan luka bakar dan

perawatan luka yang baik. Pemakaian elastic verband pada sendi yang terkena, dan latihan

pergerakan sendi yang cukup dapat mencegah terjadinya kontraktur pada kulit.

37

Page 38: Laporan Kasus

Neovaskularisasi pada skin graft merupakan hal yang penting dalam keberhasilan

tindakan ini. Pembalutan dengan elastic verband pada pasien yang dilakukan skin graft

dilakukan hingga 3-6 bulan. Selain itu, penting untuk menghindari hal-hal yang dapat

menyebabkan kegagalan sskin graft, antara lain:

1. Hematoma dibawah skin graft

Hematoma atau perdarahan merupakan penyebab kegagalan skin graft yang

paling penting. Bekuan darah dan seroma akan menghalangi kontak dan proses

revaskularisasi, sehingga tindakan hemostasis yang baik harus dilakukan sebelum

penempelan skin graft.

2. Pergeseran skin graft

Pergeseran akan menghalangimerusak jalinan hubungan (revaskularisasi)

dengan resipien. Harus diusahakan terhindarnya daerah operasi dari geseran dengan

cara fiksasi dan imobilisasi yang baik.

3. Infeksi

Merupakan penyebab kegagalan yang sebenarnya tidak sering. Infeksi luka

ditentukan oleh keseimbangan antara daya tahan luka dan jumlah mikroorganisme.

Bila jumlah mikroorganisme lebih dari 104/gram jaringan kemungkinan terjadinya

infeksi yaitu 89%, sedangkan bila jumlah mikroorganisme dibawah 104/gram

jaringan, kemungkinan terjadi infeksi yaitu 6%. Pada luka-luka dengan jumlah

mikroorganisme lebih dari 105/gram jaringan hampir dipastikan akan selalu gagal.

38

Page 39: Laporan Kasus

DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon. L., Warwick. D., Nagayam. S. Apley’s System of Orthopedic and Fractures 9th Ed. Hodder Arnold. London. 2010.

2. Morris. P.J., Wood. W.C. Oxford Textbook of Surgery 2nd Ed. Oxford Press :

2000.

3. Bentley. G. European Surgical Orthopedic and Traumatology. Springer. London:2014.

4. Perdanakusuma, DS. Surgical management of contracture in head and neck. Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia & Critical care, JW Marriot Hotel Surabaya. 2009.

5. Adu EJK. Management of contractures: a five-year experience at komfo anokye teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72. 2011.

6. Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. Contractures in burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care Research 27(4):508-514. 2006.

7. Ogawa R & Pribaz JJ. Diagnosis, assessment, and classification of scar contractures. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London NewYork : 2010.

8. Wong VW & Gurtner GC. Strategies for skin regeneration in burn patients. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London NewYork: 2010.

9. Shin. D., Minn. K.W. The Effect of Myofibroblast on Contracture of Hypertrophic Scar. Plast Reconst Surg Vol 113. Issue 2. Pp 633-640. 2007.

10. Pandya AN. Burn injury. Repair & Recontruction 2(2):1-16. 2001.

11. Schwarz RJ. Management of postburn contractures of the upper extremity. Journal of Burn Care Research 28:212-219. 2007.

12. Procter F. Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery 43(Suppl):S101-S113. 2010.

39

Page 40: Laporan Kasus

13. Goel. A., Shrivastava. P. Postburn Scar and Scar Contractures. Indian J Plast Surg. Vol 43. Pp 63-71. 2010.

14. Lubis, RD. Skin graft. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3401/1/08E00894.pdf. FK USU. 2008.

40


Related Documents