Page 1
LAPORAN KASUS
ILMU KESEHATAN ANAK
I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : By. Ny. SF
TTL : Jakarta, 02 agustus 2013
Jam : 12.15 WIB
Usia : 3 hari
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Susukan, Jakarta Timur
Masuk RS : 02 agustus 2013
No. CM : 2013- 502179
B. Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama : Tn. JA Ny. SF
Usia : 29 tahun 27 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : karyawan swasta karyawan swasta
II. Anamnesa
alloanamnesa dilakukan pada tanggal 05 agustus 2013 dengan orangtua pasien
keluhan utama : pasien mengalami gawat nafas beberapa jam setelah lahir.
1
Page 2
III. Riwayat Penyakit
a) Riwayat penyakit sekarang
Sebelum ke RSUD Pasar Rebo Ibu pasien sempat datang ke bidan karena merasa
mules-mules (ada kontraksi terus menerus) dan keluar darah pervaginam. Ibu pasien dirujuk
oleh bidan dengan diagnose G3P2A0 Hamil 32 minggu susp solutio plasenta. Pasien lahir
pada tanggal 02 Agustus 2013 pukul 12.15 secara spontan, ketuban jernih tali pusat tidak
ada kelainan, meconium (-), miksi (+) ibu pasien ditolong oleh dokter obgyn RSUD Pasar
Rebo dari Ibu G3P2A0 dengan usia kehamilan 32 minggu.
Saat lahir pasien langsung menangis, dengan APGAR score 9/10, Berat Badan
Lahir 2000 gr, Panjang Badan 43 cm, Lingkar Kepala 30 cm. Dilakukan resusitasi, bayi
dihangatkan di pemancar panas, dilakukan reposisi kepala bayi, suction, tidak terdapat
lendir hijau kental dari mulut dan hidung pasien, bayi tampak sianosis, bayi diberikan O2
0,5L/menit. Denyut Jantung pasien 160x/menit, RR 50x/menit, saturasi O2 94%, gerakan
dinding dada (+), pernafasan cuping hidung (+). Empat jam kemudian dilakukan
pemeriksaan denyut jantung pasien 170x/menit, RR 78x/menit, saturasi O2 90% , retraksi
dinding dada (+), tangis merintih (+) sesak (+), sianosis menetap, cek GDS 87 mg/dl.
b) Riwayat penyakit keluarga : -
c) Riwayat kehamilan
Pre Natal : Ante Natal Care dilakukan di bidan rutin setiap bulan. Selama hamil ibu
pasien tidak pernah mengeluh akan kehamilannya dan tidak mengonsumsi
obat-obatan kecuali obat yang diberikan bidan/dokter saat kontrol. Demam
saat kehamilan (-), Hipertensi dalam kehamilan (-), Perdarahan saat
kehamilan (-). Kejang saat kehamilan (-), diabetes mellitus (-).
Natal : lahir saat usia kandungan 32 minggu dengan penolong dokter spesialis
obsgyn pervaginam atas indikasi perdarahan pervaginam susp solution
plasenta. Ketuban jernih, lahir langsung menangis. BBL : 2000gr, PB:
43cm, LK: 30cm. APGAR Score 9/10.
Post natal : dilakukan perawatan di ruang perinatologi level3 RSUD Pasar Rebo
dengan keadaan asfiksia.
d) Riwayat Keluarga Berencana Orang tua : riwayat KB injeksi 5 tahun.
2
Page 3
IV. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 05 agustus 2013 di ruang perinatologi RSUD Pasar Rebo
A. Status Generalis
Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : Menurun
Tanda vital : HR : 194x/menit
RR : 40x/menit
Suhu : 37,2oC
Kepala : Normocephale
Rambut : Hitam
Muka : tidak ada kelainan bentuk, muka oval.
Mata : simetris, sklera tidak icterus, conjungtiva anemis.
Hidung : pernafasan cuping hidung (+)
Bibir : sianosis (+) Mukosa : kering(-)
THT : sulit dinilai
Leher : tidak teraba pembesran KGB
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-)
Palpasi : sulit dinilai
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (+), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba pada linea mid clavicula sinistra
Auskultasi : irama regular, murmur (-),gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
3
Page 4
Lipat paha dan genitalia: Anus (+)
Ekstremitas : akral dingin (-)
Tonus : hipotonus
Kulit : sianosis
V. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium hematologi 02 Agustus 2013
Hemoglobin : 19,4 g/dl (normal : 12,7-18,7)
Hematokrit : 58% (normal : 42-62)
Leukosit : 8130 ul (normal : 5.000-19.500)
Trombosit : 236.000 ul (normal : 217.000-497.000)
Gula Darah Sewaktu : 69 mg/dl (normal : <200 mg/dl)
2. Pemeriksaan Analisa Gas Darah-Elektrolit
pH : 7,20 (normal : 7,2-7,41)
pCO2 : 46 mmHg (normal : 33-44)
pO2 : 140 mmHg (normal : 71-104)
Hct : 39% (normal : 37-48%)
HCO3 : 18,0 mmol/L (normal : 18,6-22,6)
HCO3 std : 17,3 mmol/L
tCO2 : 19,4 (normal : 19-24)
BE ecf : -10
BE (B) : -9,8 (normal : -10 - -2)
Saturasi O2 : 99 (normal : 40-90)
4
Page 5
3. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Foto Rontgen tanggal 02 agustus 2013
Pulmo:
Corakan bronkovaskular kasar
Tidak tampak nodul/cavitas
Kesan : PMH dengan gambaran batas jantung-paru kabur
5
Page 6
VI. Resume
Pasien laki – laki lahir pada tanggal 02 Agustus 2013 spontan dari ibu dengan usia 27 tahun G320A0
pada usia kehamilan 32 minggu. Lahir dengan ketuban jernih, langsung menangis dan tampak biru. Nilai
APGAR 9/10. Berat Badan Lahir 2000gr.
Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum : sakit berat, kesadaran : terdapat penurunan
kesadaran, tanda vital : peningkatan frekuensi napas, pernafasan cuping hidung, terdapat retraksi dan
tampak sianosis. Pada Pemeriksaan laboratorium (tgl 02 agustus 2013) didapatkan keadaan normal. Pada
rongen toraks didapatkan kesan PMH dengan gambaran batas jantung-paru kabur.
VII. Diagnosa Kerja
Hyalin membrane disease (HMD)
Diagnosis Banding: Transient Respiratory Distress of the Newborn (TRDN)
Meconium aspiration syndrome (MAS)
VIII. Penatalaksanaan
Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar
tetap dalam batas normal (36,5 – 37C) dengan meletakkan bayi di dalam inkubator.
Humiditas ruangan juga harus adekuat (70 – 80%)
Pemasangan CPAP, PEEP 5 / FIO2 50% flow 8
Loading NaCl 20cc / jam
IVFD D5 (48) + Ca Gluconase (2) 8-5cc/jam
Injeksi Pycin 2x100 mg
Injeksi gentamisin 10mg
Injeksi ranitidine 2x4mg
Injeksi aminofilin 6x5mg
Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi terbukti mengalami penyakit membran
hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang melalui pipa endotrakea setiap 6 – 12 jam
untuk total 2 - 4 dosis, tergantung jenis preparat yang dipergunakan.
IX. Prognosis
Ad vitam : Dubia
Ad fungtionam : Dubia
Ad Sanactionam : Dubia
6
Page 7
X. Follow Up
Pemeriksaan Tanggal
05 agustus 2013 06 agustus 2013 07 agustus 2013
S Keluhan Bayi tidak sadar, lemah
Sesak (+),pasien tampak
kuning.
Reflek buka mata (+),
tangis (+), pasien
tampak kuning.
Reflek buka mata (+),
tangis (+), ikterik (+).
O KU
Tanda
vital
PF
Sakit berat
HR : 155x/menit
RR : 55x/menit
Suhu : 36,6oC
Retraksi +
Sianosis +
Sakit berat
HR : 182x/menit
RR : 62x/menit
Suhu : 36,80C
Retraksi (-)
Sianosis -
Sakit berat
HR : 163x/menit
RR : 50x/menit
Suhu : 36,50C
Sianosis (-)
Retraksi (-)
A Diagnosi
s
Hyalin membrane
disease (HMD)
Suspect hiperbilirubin
Hyalin membrane
disease (HMD)
Suspect hiperbilirubin
Hyalin membrane
disease (HMD)
Suspect
hiperbilirubin
P Terapi IVFD D10 (47) + Ca
Gluconase (2) + KCL
(1) 6cc/jam
Asering 1,5cc/jam
PEEP diturunkan mjd 7
bila pasien stabil PEEP
diturunkan.
Terapi sinar
IVFD D5 6cc/jam
Asering 2cc/jam
O2 CPAP aff
Loading RA
10cc/kgBB
Combicef 2x100mg
CPAP peep 4 fi02
2/jam
Loading Nacl
20cc/jam
D10% +Kcl 7cc/jam
RA 2cc/jam
Terapi Lanjut
Cek bilirubin
7
Page 8
Pemeriksaan Tanggal
08 agustus 2013 09 agustus 2013 10 agustus 2013
S Keluhan Reflek buka mata (+),
tangis (+), keaktifan (<)
Reflek buka mata (+),
tangis (+), aktif (+),
warna kulit grey.
Reflek buka mata (+),
tangis (+), aktif (+),
warna kulit merah
muda.
O KU
Tanda vital
PF
Sakit berat
HR : 204x/menit
RR : 68x/menit
Suhu : 37oC
Retraksi +
Sianosis -
Sakit sedang
HR : 180x/menit
RR : 50x/menit
Suhu : 36,80C
Retraksi (-)
Sianosis –
Lab fungsi hati
Bilirubin total : 10.80
mg/dl
Bilirubin direct : 3,24
mg/dl
Bilirubin indirect : 7,56
mg/dl
Sakit sedang
HR : 163x/menit
RR : 50x/menit
Suhu : 36,50C
Sianosis (-)
Retraksi (-)
A Diagnosis Hyalin membrane disease
(HMD)
Hyalin membrane disease
(HMD)
Hiperbilirubin
Hyalin membrane
disease (HMD)
Hiperbilirubin
P Terapi IVFD D10 (47) + Ca
Gluconase (2) + KCL (1)
7cc/jam
Asering 1cc/jam
Combicef 2x100mg
Micasin 1x15mg
Ranitidine 2x4mg
Coba aff CPAP
Coba min asering +
IVFD D10 (47) + Ca
Gluconase (2) + KCL (1)
7cc/jam
Asering 2cc/jam
CPAP (-)
IVFD D10 (47) + Ca
Gluconase (2) + KCL
(1) 7cc/jam
Asering 2cc/jam
ASI 2x12cc
Combicef 2x 100mg
Ranitidine 2x4mg
8
Page 9
proges 12 x 2
ASI 2x15cc
Terapi sinar stop
sementara
Pemeriksaan Tanggal
11 agustus 2013
S Keluhan Jam 21.00 10 AGUSTUS 2013 pasien mutah merah segar,
keadaan umum melemah, CPAP dipasang lagi jam 23.00
PEEP 7 FiO2 40% flow 8. pukul 24.00 pasien diberikan FFP
40cc/IUF pump . Pukul 01.15 WIB dinyatakan plus (†).
XI. Pembahasan Kasus
Diagnosis Hyalin membrane disease (HMD) ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan fisik didapatkan berupa pernafasan cepat >60 x/menit (setelah 4 jam lahir),
terdapat retraksi dinding dada, terdapat sianosis pada suhu kamar, bayi lahir dengan berat
badan lahir 2000gr, dengan usia gestasi ibu 32 minggu . Menurut buku Pedoman pelayanan
medis IDAI, gejala gawat nafas pada PMH memburuk dalam 48 – 96 jam PMH ditemukan pada ±
50% bayi yang lahir dengan berat lahir 500-1500 gram (<34minggu usia gestasi). Insidens PMH
berbanding terbalik dengan masa gestasi.
Menurut European Consensus Guidelines on the Management of Neonatal Respiratory
Distress Syndrome in Preterm Infants – 2010 Update, sindrom gawat nafas ini biasanya terjadi 4
jam setelah kelahiran dan memburuk sampai dengan 24 – 48 jam kehidupan, yang mana gejala
akan membaik 1 – 2 hari berikutnya, umumnya timbul berbarengan dengan peningkatan diuresis.
9
Page 10
Diagnosis juga didukung oleh hasil pemeriksaan radiologi berupa adanya gambaran khas
yaitu ground glass appearance disertai air broncogram dan gambaran batas jantung paru yang kabur.
Menurut pemeriksaan radiologi ini termasuk PMH pada stadium 3.
Pada kasus ini, pasien mengalami hiperbilirubin pada pemeriksaan laboratorium untuk
PMH Kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan
yang sama.
TINJAUAN PUSTAKA
I.Penda hul ua n
Penyakit membran hialin (PMH) merupakan salah satu penyebab gangguan pernafasan
yang sering dijumpai pada bayi prematur.1 Gangguan nafas ini merupakan sindrom yang terdiri
dari satu atau lebih gejala sebagai berikut: pernafasan cepat >60 x/menit, retraksi dinding dada,
merintih dengan atau tanpa sianosis pada udara kamar.2 Menurut European Consensus
Guidelines on the Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants –
2010 Update, sindrom gawat nafas ini biasanya terjadi 4 jam setelah kelahiran dan memburuk
sampai dengan 24 – 48 jam kehidupan, yang mana gejala akan membaik 1 – 2 hari berikutnya,
10
Page 11
umumnya timbul berbarengan dengan peningkatan diuresis.3,4 Menurut buku Pedoman
pelayanan medis IDAI, gejala gawat nafas pada PMH memburuk dalam 48 – 96 jam.2
PMH ditemukan pada ± 50% bayi yang lahir dengan berat lahir 500-1500 gram (<34minggu usia
gestasi). Insidens PMH berbanding terbalik dengan masa gestasi.2
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Kelainan yang
terjadi dianggap karena faktor pertumbuhan atau karena pematangan paru yang belum
sempurna.1 Penyakit ini biasanya mengenai bayi prematur,dan dapat ditemukan bila ibu
menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu yang menderita
diabetes mellitus, hipotiroidisme, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesaria, dan perdarahan
antepartum.1,3 Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur (50- 70%).1
11
Page 12
II.Pa to fisio lo giBerbagai teori telah dikemukakan sebagai penyebab kelainan ini. Pembentukan substansi
surfaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu teori yang banyak dianut.
Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu
kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut ialah
lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22 – 24 minggu dan mencapai maksimum pada
minggu ke-35.
Gambar 1. Timeline Pembentukan surfaktan pada fetus3
Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan membuat stabil alveoli
dan mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi dengan mengurangi tegangan.
Dipalmitoylphophatidyl choline (DPPC) merupakan komposisi utama dalam surfaktan yang
mengurangi surface tension. Surfaktan memiliki 4 surfactant-associated proteins yaitu SP - A,
SP - B, SP – C, dan SP – D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan proses multi-step
dan mensekresi lamellar bodies, yang memiliki kandungan fosfolipid yang tinggi. Lamellar
bodies ini berikutnya diubah menjadi lattice structure yang dinamakan tubular myelin.
Penyebaran dan adsorpi dari surfaktan merupakan karakteristik yang penting dalam
pembentukan monolayer yang stabil dalam alveolus. 5
12
Page 13
Gambar 2. Fisiologi pembentukan surfaktan5
Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi
substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membrane hialin menyebabkan kemampuan
paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir
ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang
lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan
menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolism anaerobic
dengan penimbunan asam laktat dan asan organic lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis
metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan
menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya
fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
13
Page 14
membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari
dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan
berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.1
Bagan 1. Patofisiologi PMH
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri
dari: atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru
hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus
sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi.1
Imaturitas dari paru janin dapat dilihat dari analisa cairan amnion, dari rasio lecithin –
sphingomyelin (L/S ratio <2:1), phosphatidylglycerol, atau lamellar bodies.4
14
Page 15
III. Gambara n & Gejala Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi premature dengan berat badan
1000- 2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat
badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda
gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6 – 8 jam
pertama setelah lahiran dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24 – 72 jam. Bila
keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.1
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru
yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnu atau hiperpnu,
sianosis karena saturasi O2 yang menurun, retraksi suprasternal, retraksi interkostal dan
„expiratory grunting‟. Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya
bradikardia (sering ditemukan pada penderita PMH berat), hipotensi, kardiomegali, „pitting
edema‟ terutama di daerah dorsal tangan/ kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala
sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi.1 Scoring system yang sering digunakan pada bayi
preterm dengan PMH adalah Silverman – Anderson score untuk mengevaluasi derajat keberatan
dari gangguan nafas.6
15
Page 16
Gambar 3. Gejala klinis PMH10
Gambar 4. Scoring system Silverman – Anderson6
16
Page 17
IV.Pe merik s aa n P enunj ang
4.1.Ga mb aran rad iol ogis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto Rontgen toraks. Pemeriksaan
ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan
mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia
diafragmatika, dan lain-lain.1
Foto toraks posisi AP dan lateral, bila diperlukan serial
Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membran hialin. Gambaran yang khas
berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan ground glass appearance, disertai
dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air bronchogram).2
Terdapat 4 stadium:
o Stadium 1: pola retikulogranular(ground glass appearance)
o Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram
o Stadium 3: stadium 2 + batas jantung-paru kabur
o Stadium 4: stadium 3 + white lung appearance
Gambar 5 dan 6. PMH dengan gambaran ground glass appearance (kiri) dan air bronchogram (kanan)
Page 18
Gambar 7 dan 8. PMH dengan gambaran batas jantung-paru kabur (kiri) dan white lung appearance
(kanan)
Selama perawatan, diperlukan foto toraks serial dengan interval sesuai indikasi. Pada
pasien dapat ditemukan pneumotoraks sekunder karena pemakaian ventilator, atau terjadi
bronchopulmonary Displasia (BPD) setelah pemakaian ventilator jangka lama.
4.2.Ga mb aran lab orato riu m
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya ialah:
4.2.1Pe me rik saan d arah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%, prognosis
lebih buruk. Kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat
badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan berkurangnya oksigenasi di dalam paru dan
karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan
pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan deficit basa meningkat
akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh. Bila fasilitas tersedia dapat
dilakukan pemeriksaan analisis gas darah yang biasanya memberi hasil: hipoksia, asidosis
metabolik, respiratorik atau kombinasi, dan saturasi oksigen yang tidak normal.1,2
Page 19
4.3.Uji Ke matan gan p aru
Tes tersebut diklasifikasikan sebagai tes biokimia dan biofisika
4.3.1. Tes b iok imia (Rasio lecith in – sph in gom yelin )
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur
kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin
dari cairan amnion.
Tes ini pertamakali diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971, merupakan salah
satu test yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes dibandingkan dengan
tes yang lain. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif
merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion. Gluck dkk menemukan bahwa L/S
untuk kehamilan normal adalah < 0.5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara
bertahap. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan
bahwa Neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2.8 Dengan rasio 1.5 –
1.9, ada kemungkinan bahwa 50% bayi dapat berlanjut ke PMH. <1.5 resiko meningkat
sampai
73%.11 Adanya mekonium dapat mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini.8
Page 20
Gambar 9. Grafik perbandingan L/S dengan usia gestasi3
4.3.2. Tes b iof isik a (Sh ak e test )
Shake test diperkenalkan pertamakali oleh Clement pada tahun 1972. Test ini
bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga agar gelembung
tetap stabil.8 Pada janin, cairan paru biasanya ditelan sehingga aspirasi dari cairan lambung
dalam 30 menit setelah lahir sebagian besar terdiri dari cairan paru yang ditelan atau cairan
amnion. Oleh karena itu, aspirasi dari cairan lambung dapat digunakan untuk evaluasi apabila
surfaktan terdapat pada paru – paru janin sewaktu lahir.12
Dengan mengocok cairan aspirat lambung 0.5 cc, NaCl 0.9% 0.5 cc dan alkohol 1 cc lalu
dikocok dengan keras dan didiamkan selama 15 menit. Dengan mengocok cairan amnion dengan
alkohol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion
Page 21
seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Pada alkohol dengan konsentrasi 47.5%,
stable bubble yang dibentuk oleh karena pengocokan akan menetap oleh karena adanya lechitin.
At an ethanol concentration of 47.5 percent, stable bubbles that form after shaking are due to
amniotic fluid lecithin.8
Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion :
alkohol)/ hasil positive gelembung (+), maka merupakan indikasi maturitas paru janin.8
Gambar 10. Cara melakukan Shake test8
Page 22
Gambar 11. Hubungan hasil shake test dengan insidiens terjadinya PMH13
Page 23
4.4.Pe me rik saan fun gsi p aru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik. Frekuensi pernafasan yang
meninggi pada penyakit ini akan memperlihatkan pula perubahan pada fungsi paru lainnya
seperti tidal volume menurun, lung compliance berkurang, functional residual capacity
merendah disertai vital capacity yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru
akan terganggu.1
4.5.Pe me rik saan fun gsi k ard iovask uler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa perubahan dalam
fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan
ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.1
4.6.Ga mb aran p atolo gi/ h istop atologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin
di dalam alveolus atau duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang
mengalami emfisema. Membrane hialin yang ditemukan terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik
yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel alveolus yang nekrotik.1
Page 24
V.Dia gn osis
5.1.Anamn esis
Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM
Riwayat persalinan yang mengaalami asfiksia perinatal (gawat janin)
Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit membrane hialin.2
5.2.Pe me rik saan f isik
Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan.
Dijumpai sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala:
o Takipnea (frekuensi nafas >60x/menit)
o Grunting atau nafas merintih
o Retraksi dinding dada
o Kadang dijumpai sianosis (pada udara ruangan)
Perhatikan tanda prematuritas
Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru
Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi,
adanya infeksi dan derajat dari pirau PDA
Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam2
Diagnosis dari PMH dapat dikonfirmasi dengan foto Rontgen toraks dengan gambaran
khas/klasik yaitu ground glass appearance dan air bronchograms. Menurut Vermont Oxford
Neonatal Network definisi dari PMH selain gambaran khas dari Rontgen Toraks memerlukan
bahwa si bayi mempunyai PaO2<50 mmHg pada udara ruangan, cyanosis sentral pada udara
ruangan atau keadaan dimana si bayi memerlukan suplimentasi oksigen tambahan untuk
mempertahankan PaO2 >50 mmHg.3,4
Page 25
VI.Diag no sis Ba ndi ng
1. Transient Tachypnoea of the newborn (TTNB)
Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya mengurangi produksi
cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang menimbulkan terjadinya reabsorbsi.
Gagalnya untuk membersihkan paru dari cairan paru ini menyebabkan terjadinya TTN.
Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria,
dan bayi dengan jenis kelamin laki-laki. TTN juga dihubungkan dengan maternal asma.
Pada gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan dengan penyakit membran hialin. Diagnosis
TTN hanya dapat ditegakkan dengan foto rontgen paru yaitu adanya opasitas paru yang
berbentuk “streaky”, ditemukannya cairan pada fisura transversalis, dan biasanya disertai
dengan kardiomegali. TTN terjadi pada 5/1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah
adanya takipnea yang parah (RR sampai dengan 100x/min) dan terjadinya hiperinflasi,
tetapi jarang disertai dengan grunting. TTN merupakan diagnosis eksklusi, dimana
diagnosis sindrom gawat nafas, sepsis dan gagal jantung sudah disingkirkan.3
Gambar 12. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada fisura
transversalis dan hiperekspansi paru.3
Page 26
2. Meconium aspiration syndrome
Aspirasi mekoneum jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Penegakkan diagnosis aspirasi
mekoneum dapat dilakukan dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran bercak –
bercak konsolidasi dan aspirasi abnormal yang didapatkan dengan intubasi trakea.3
3. Pneumotoraks
Kekurangan surfaktan yang relatif pada bayi yang lahir dengan usia gestasi 32 – 34
minggu menghasilkan paru – paru yang kurang compliance, sehingga meningkatkan
risiko terjadinya pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pneumotoraks yang kecil
umumnya dapat sembuh secara spontan. Selama ini, oksigen 100% digunakan sebagai
penanganan pneumotoraks yang kecil, akan tetapi efektivitasnya belum terbukti dan
dengan risiko terjadinya toksisitas oksigen, maka penanganan ini sudah tidak lagi
dilakukan. Penanganan yang sedang berkembang ialah penggunaan kateterisasi pigtail
yang dimasukan dengan tehnik Seldinger. Keuntungan tindakan ini ialah tindakannya
yang cepat dan mudah, serta sedikitnya skar yang ditimbulkan dibandingkan dengan
traditional chest tubes.3
Gambar 13 dan 14. Pneumotoraks pada paru sisi kanan dan penggunaan kateter pigtail.3
Page 27
Tabel 1. Penyebab sindrom gawat nafas pada bayi kurang bulan3
Page 28
Tabel 2. Diagnosis banding paling umum dari Penyakit Membran Hialin14
Page 29
VII.Pen cegah an
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang belum
sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkaan penyakit ini ialah mencegah
kelahiran bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturitas paru dapat dikatakan
sempurna apabila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik. Gluck (1971)
memperkenalkan cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghtung perbandingan antara
lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/ sfingomielin sama atau
lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila
perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit
membrane hialin.1
VIII.P enat al ak san aa n
8.1.Pen atalak san aan u mu m
Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis sebaik-baiknya,agar
bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga dapat mengadakan
adaptasi sendiri terhadap sekitarnya.1
Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar
tetap dalam batas normal (36,5 – 37C) dengan meletakkan bayi di dalam inkubator.
Humiditas ruangan juga harus adekuat (70 – 80%).1,3
2. Pemberian oksigen harus berhati-hati.
P rinsi p : Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi yang baru lahir.
Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan
Page 30
seperti fibrosis paru (bronchopulmonary dysplasia (BPD)), kerusakan retina (fibroplasi
retrolental / retinopathy of prematurity (ROP)) dan lain-lain.1 Untuk mencegah timbulnya
komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan saturasi oksigen,
sebaiknya diantara 85 – 93% dan tidak melebihi 95% untuk mengurangi terjadinya ROP
dan BPD.4
Terapi Oksigen sesuai dengan kondisi:
Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk
mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50 – 70 mmHg untuk distres
pernafasan ringan.1,3
Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi oksigen
inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continuous Positive Airway
Pressure) terindikasi.1,3 NCPAP merupakan metode ventilasi yang non-invasif.3
Penggunaan NCPAP sedini mungkin (early NCPAP) untuk stabilisasi bayi
dengan berat lahir sangat rendah (1000 – 1500gram) di ruang persalinan juga
direkomendasikan untuk mencegah kolaps alveoli.1 Penggunaan humidified high
flow nasal cannula therapy (HHFNC) sebagai pengganti NCPAP sedang
digalakkan di beberapa negara karena memiliki keefektivitasan yang sama dengan
NCPAP serta dapat digunakan untuk bayi dengan semua usia gestasi.3
Page 31
Gambar 15 dan 16. Nasal CPAP dan HHFNC5
Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan HMD berat atau komplikasi
yang menimbulkan apneu persisten.1 Ventilator mekanik dihubungkan erat
dengan terjadinya bronchopulmonary dysplasia (BPD) dan juga meningkatkan
risiko terjadinya trauma dan infeksi.3 Indikasi rasional untuk penggunaan
ventilator adalah1:
o pH darah arteri <7,2
o pCO2 darah arteri 60mmHg atau lebih
o pO2 darah arteri 50mmHg atau kurang pada konsentrasi oksigen 70 –
100% dan tekanan CPAP 6 – 10 cm H2O
o Apneu persisten
3. Pemberian cairan, glukosa dan elektrolit sangan berguna pada bayi yang menderita
penyakit membrane hialin.
P rinsi p : Pada fase akut, harus diberikan melalui intravena.3 Cairan yang diberikan harus
cukup untuk menghindarkan dehidrasi dan mempertahankan homeostasis tubuh yang
adekuat. Pada hari-hari pertama diberiksan glukosa 5 – 10 % dengan jumlah yang
Page 32
disesuaikan dengan umur dan berat badan (60 – 125 ml/kgbb/ hari). Asidosis metabolik
yang selalu terdapat pada penderita, harus segera diperbaiki dengan pemberian NaHCO3
secara intravena. Pemeriksaan keseimbangan asam-basa tubuh harus diperiksa secara
teratur agar pemberian NaHCO3 dapat disesuaikan dengan mempergunakan rumus :
kebutuhan NaHCO3 (mEq) = deficit basa x 0,3 x berat badan bayi. Kebutuhan basa ini
sebagian dapat langsung diberikan secara intravena dan sisanya diberikan secara tetesan.
Pada pemberian NaHCO3 ini bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35 –
7,45. Bila fasilitas untuk pemeriksaan keseimbangan asam-basa tidak ada, NaHCO3
dapat diberikan dengan tetesan. Cairan yang dipergunakan berupa campuran larutan
glukosa 5- 10% dengan NaHCO3 1,5% dalam perbandingan 4:1. Pada asidosis yang
berat, penilaian klinis yang teliti harus dikerjakan untuk menilai apakah basa yang
diberikan sudah cukup adekuat.1
Analisis gas darah dilakukan berulang untuk manajemen respirasi. Tekanan parsial O2
diharapkan antara 50 – 70 mmHg. PaCO2 diperbolehkan antara 45 – 60 mmHg
(permissive hypercapnia). pH diharapkan tetap diatas 7,25 dengan saturasi oksigen antara
88 – 92%.2
4. Pemberian antibiotika.
Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat antibiotika untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder.1 Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum luas,
biasanya dimulai dengan ampisilin 50mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan gentamisin
3mg/kgBB untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika tak terbukti ada
infeksi, pemberian antibiotika dihentikan.2
Page 33
8.2.Su rf ak tan
Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi terbukti mengalami penyakit
membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang melalui pipa endotrakea setiap 6 – 12
jam untuk total 2 - 4 dosis, tergantung jenis preparat yang dipergunakan.2
8.2.1. Pe mb erian su rf aktan p rof il ak sis versu s su rf ak tan rescu e.
Surfaktan profilaksis, atau preventif, merupakan pemberian surfaktan secara intratrakeal
pada bayi dengan risiko tinggi untuk terjadinya gawat nafas setelah resusitasi dini tetapi di dalam
10 – 30 menit setelah kelahiran. Pemberian surfaktan rescue dibagi lagi menjadi 2 yaitu, rescue
dini yaitu pemberian surfaktan dalam 1 – 2 jam setelah kelahiran dan rescue lambat yaitu
pemberian lebih dari 2 jam setelah kelahiran. Bayi yang lahir dengan usia gestasi <30 minggu
memberikan perbaikan setelah diberikan surfaktan profilaksis dan rescue. Akan tetapi, bayi
prematur yang diterapi dengan surfaktan profilaksis terbukti memiliki insidensi yang lebih
rendah dalam terjadinya sindrom gawat nafas.7
8.2.2. Dosis
Survanta (bovine surfactant) diberikan dengan dosis total 4mL/kgbb intratrakea (masing-
masing 1mL/kgbb untuk lapangan paru depan kiri dan kanan serta paru belakang kiri dan kanan),
terbagi dalam beberapa kali pemberian, biasanya 4 kali (masing-masing ¼ dosis total atau 1
ml/kg). Dosis total 4ml/kgbb dapat diberikan dalam jangka waktu 48 jam pertama kehidupan
dengan interval minimal 6 jam antara pemberian. Bayi tidak perlu dimiringkan ke kanan dan ke
kiri setelah pemberian surfaktan, karena surfaktan akan menyebar sendiri melalui pipa
endotrakeal. Selama pemberian surfaktan dapat terjadi obstruksi jalan nafas yang disebabkan
oleh viskositas obat. Efek samping dapat berupa perdarahan dan infeksi paru.2
Page 34
Tabel 3. Cara pemberian/administrasi surfaktant8
Terdapat beberapa jenis preparat surfaktan yang dapat diberikan untuk neonates dengan
sindrom gawat nafas, antara lain surfaktan sintetik (protein-free) dan natural (diambil dari paru
hewan). Surfaktan natural lebih baik dari preparat sintetik dalam mengurangi pulmonary air
leaks dan mortalitas. Surfaktan natural merupakan terapi pilihan di Eropa.4
Pada penelitian dengan pemilihan sampel random, didapatkan bahwa pemberian 2 dosis
surfaktan memberikan hasil yang lebih baik daripada dosis tunggal dan pada studi lain
mendapatkan bahwa pemberian 3 dosis dibandingkan dengan pemberian dosis tunggal dapat
menurunkan mortalitas (13% vs 21%) dan pulmonary air leaks ( 9 vs 18%). Terapi surfaktan
selama lebih dari beberapa hari pertama kehidupan bayi memberikan respons langsung dan tidak
terbukti adanya perbedaan pada efek jangka panjang. 4
Page 35
Tabel 4 dan 5. Preparat surfaktan dan dosis
8.3.Terap i steroid an ten atal
Pemberian antenatal steroid kepada para ibu dengan risiko melahirkan bayi premature
terutama dengan usia gestasi 35 minggu untuk mengurangi mortalitas neonatal [relative risk
(RR) 0.55; 95% confidence interval (CI) 0.43–0.72] dan penggunaan dosis tunggal antenatal
steroid juga tidak dapat diasosiasikan dengan kelainan maternal yang signifikan ataupun tidak
memberikan efek samping terhadap bayi. Pemberian antenatal steroid mengurangi
risiko
sindrom gawat nafas pada bayi, tetapi pemberiannya harus didalam interval >24 jam dan <7 hari
Page 36
sebelum kelahiran bayi. Antenatal steroid juga mengurangi risiko intraventricular hemorrhage
(IVH) dan necrotizing enterocolitis yang sering dijumpai pada bayi prematur. Kedua
betametason dan deksametason dapat digunakan untuk pematangan paru janin. Menurut
Cochrane Review, deksametason lebih banyak mengurangi terjadinya IVH sehingga,
deksametason merupakan obat pilihan dalam pematangan paru.4
8.3.1.Dosis
Dosis optimal kortikosteroid, waktu pemberian dan frekuensi pemberian masih belum diketahui
secara pasti. Menurut NIH Consensus Development Panel on the Effect of Corticosteroids for
Fetal Maturation on Perinatal Outcomes, regimen pemberian kortikosteroid secara umum ialah
2 dosis betametason 12 mg diberikan secara intramuskular dengan jarak waktu 24 jam dan 4
dosis deksametason 6 mg intramuskular dengan jarak waktu antar pemberian 12 jam.9
8.3.2. Ca r a pe m b er ian
Cara pemberian betametason dan deksametason yang optimal masih belum jelas. Keduanya
dapat diberikan secara intramuskular. Betametason dapat diberikan secara intra-amniotically dan
intravena sedangkan deksametason dapat diberikan secara oral.9
Page 37
Gambar 18. Rontgen toraks pada bayi dengan RDS (kiri) Tontgen toraks 6 jam setelah pemberian
surfaktan (kanan)10
Page 38
Bagan 2. Algoritma untuk penanganan distres pernafasan pada bayi kurang bulan3
Page 39
IX .Pro gn osis
Penyakit membrane hialin prognosisnya tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya
penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang pernah menderita penyakit ini sukar
ditentukan. Mortalitas diperkirakan antara 20 – 40%.
Beberapa penyelidik lain melaporkan bahwa dengan perawatan yang baik, bayi yang hidup
masih mempunyai kepandaian dan keadaan neurologis yang sama dibandingkan dengan bayi
premature lain yang masa gestasinya sama pula. Kelainan pada paru dan saraf mungkin
disebabkan karena penyakitnya sendiri yang berat atau kurang sempurnanya perawatan, di
antaranya karena pemberian kadar O2 tinggi secara terus-menerus. Kelainan paru sebagai
dysplasia bronkopulmoner umumnya disebabkan tekanan positif yang terus menerus. Komplikasi
lain yang mungkin terjadi pada waktu perawatan ialah kelainan pada retina (fibroplasi
retrolental) sebagai akibat pemberian O2 yang tidak semestinya. Pneumotoraks walaupun jarang
terjadi dapat disebabkan oleh komplikasi pengobatan dengan “continuous negative external
Pressure” (CNP) dan tindakan bantuan pernafasan dengan respirator lain.
Page 40
X .Da fta r Pustak a
1. Latief Abdul dr., Napitupulu Partogi M dr., Pudjiadi Antonius dr., Ghazali Vinci
Muhammad dr, Putra Tulus Sukman dr, “Penyakit Membran hialin”, buku Ilmu
Kesehatan Anak jilid 3 FKUI hal. 1083 – 1087
2. Pudjiadi Antonius dr., Hegar Badriul dr, Handryastuti Setyo dr, Idris Salamia Nikmah dr,
Gandaputra Ellen P dr, Harmoniati Eva Devita dr, “Penyakit Membran Hialin”, buku
Pedoman Pelayanan Medis IDAI jilid 1 hal.238 – 242
3. Miall Lawrence, Wallis Sam, “The management of respiratory distress in the moderately
preterm newborn infant”, Neonatal Intensive Care Unit, Leeds Teaching Hospitals NHS
Trust, Leeds, UK. Dipublikasi pada tanggal 28 Februari 2011.
4. Sweet David G, Carnielli Virgilio, Greisen Gorm, dkk, “European Consensus Guidelines
on the Management of Neonatal Respiratory Distress Syndrome in Preterm Infants –
2010 Update”. Dipublikasi pada tanggal 10 Juni 2010.
5. Oommen P. Mathew, “Chapter 10: Respiratory Distress Syndrome: Impact of Surfactant
Therapy and Antenatal Steroid”, buku Innovations in Neonatal-perinatal Medicine
Innovative Technologies and Therapies That Have Fundamentally Changed the Way We
Deliver Care for the Fetus and the Neonate. Dipublikasi tahun 2011.
6. Surg Cdr SS Mathai, Col. U Raju, Col. M Kanitkar, Management of Respiratory Distress
in the Newborn. Dipublikasi tahun 2006.
7. William A. Engle, MD, and the Committee on Fetus and Newborn,”Clinical report:
Surfactant-Replacement Therapy for Respiratory Distress in the Preterm and Term
Neonate”. Dipublikasi tahun 2007.
8. Nur .A, Risa Etika, Sylviati M.Damanik , Fatimah Indarso., Agus Harianto.
PEMBERIAN SURFAKTAN PADA BAYI PREMATUR DENGAN RESPIRATORY
DISTRESS SYNDROME, SMF Ilmu Kesehatan Anak FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo.
Dipublikasi pada tahun 2006.
Page 41
9. Brownfoot FC, Crowther CA, Middleton P, ”The Cochrane Collaboration:
Different corticosteroids and regimens for accelerating fetal lung maturation for
women at risk of preterm birth (Review)”. Dipublikasi tahun 2008.
10. Geoffrey A. Agrons, MD, Sherry E. Courtney, MD, J. Thomas Stocker, COL, MC,
USA, Richard I. Markowitz, MD. From the Archives of the AFIP Lung Disease in
Premature Neonates: Radiologic-Pathologic Correlation, dipublikasikan 2005.
11. Dr. Ashraf Fawzy Nabhan Assistant Professor of Obstetrics & Gynecology Ain Shams
University, Cairo, Egypt Assessment of Fetal Lung Maturity. Dipublikasi tahun 2005.
12. Dr D H Greenfield, Ms H H Louw, Prof G B Theron, Prof H A van Coeverden de
Groot, Prof D L Woods, Gastric aspirate shake test, International Association for
Maternal and Neonatal Health (IAMANEH), ditinjau tanggal 8 Februari 2012.
Dapat ditinaju di : ht t p: / /ww w . g fm e r . c h/ P EP / NCM_ C ontents.h t m
13. KEITH TANSWELL, ELIZABETH SHERWIN, AND BARRY T. SMITH Single-
step gastric aspirate shake test,from the Neonatal Intensive Care Unit, Kingston
General Hospital, Division of Neonatology, Queens University, Kingston,
Ontario, Canada. Dipublikasi 1976.
14. CHRISTIAN L. HERMANSEN, MD, and KEVIN N. LORAH, MD, Lancaster
General Hospital, Lancaster, Pennsylvania,Respiratory Distress in the Newborn,
American Academy of Family Physicians, ditinjau tanggal 8 Februari 2012. Dapat
di tinjau di :
htt p: // www.aaf p.or g/ af p/ 2007/ 1001/ p987.ht ml