UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
LAPORAN KASUS
TYPHOID FEVER
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan
Klinik
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
AmbarawaDiajukan kepada :
Pembimbing: dr. Bartholomeus Susanto Permadi, Sp.PD.
Disusun oleh:
Adi Rahmawan1320.221.155
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
PERIODE 16 Maret 23 Mei 2015
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAMLaporan Kasus Dengan Judul :
TYPHOID FEVER
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan
Klinik
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Ambarawa
Disusun oleh :
Adi Rahmawan 1320221155
Telah disetujui oleh Pembimbing :
Nama Pembimbing
Tanda Tangan
Tanggal
dr. B. Susanto Permadi, Sp.PD.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
berkah dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus yang berjudul Typhoid Fever. Penulisan
laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
ujian Program Studi Profesi Dokter di bagian Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Ambarawa.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
terdapat banyak kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan,
kerjasama dari berbagai pihak dan dokter konsulen, akhirnya
penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan
sebaik-baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan kepada dr. Bartholomeus Susanto Permadi, Sp.PD.
selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini dalam
memberikan motivasi, arahan, serta saran-saran yang sangat berharga
kepada penulis selama proses penyusunan. Terima kasih pula yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun
tidak langsung turut membantu penyusunan laporan kasus ini.
Ambarawa, Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
i
Lembar Pengesahan
ii
Kata Pengantar..
iii
Daftar Isi
ivBAB I PENDAHULUAN
1
I.1.Latar Belakang
1
I.2.Rumusan Masalah
2
I.3.Tujuan
3
I.4.Manfaat
3
BAB II LAPORAN KASUS
4
II.1.IDENTITAS PASIEN
4
II.2.Anamnesis
4
II.3.Pemeriksaan Fisik (Obyektif)
5
II.4.Assesment
7
II.5.Planning
7
II.6.Laboratorium
7
II.7.Penelusuran Follow Up
9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
13
III.1.Definisi Demam Tifoid
13
III.2.Etiologi Demam Tifoid
14
III.3.Patofisiologi
15
III.4.Gejala dan Tanda Demam Tifoid
17
III.5.Manifestasi Klinis
18
III.6.Pencegahan Demam Tifoid
21BAB IV PENUTUP
24
IV.1.Kesimpulan
24
IV.2.Saran
24DAFTAR PUSTAKA
25BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yanhg sehat. Apabila
lingkungan sehat maka bakteri dan virus akan lebih sedikit
berkembang biak disana. Begitupun dengan bakteri salmonella typhi
penyebab demam tifod akan lebih banyak terdapat pada lingkungan
yang kotor dan tingkat perilaku hidup bersih sehat sangat kurang
sehingga kuman tersebut akan banyak terdapat disana. Kurangnya
menjaga kebersihan lingkungan dan rendahnya kesadaran masyarakat
dalam berperilaku hidup bersih sehat akan menjadi bumerang bagi
masyarakat itu sendiri, khususnya lingkungan mereka akan lebih
rentan terkena penyakit.
Demam tifoid menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi di
negara yang sedang berkembang karena akibat kemiskinan,
kriminalitas dan kekurangan air bersih yang dapat diminum. Demam
tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai
negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan
subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi
yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).
Suatu penelitian epidemiologi di masyarakat Vietnam khususnya di
delta Sungai Mekong, diperoleh angka insidensi 198 per 100.000
penduduk dan di Delhi India sebesar 980 per 100.000 penduduk. Pada
beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di
negara-negara industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang
serius di sebagian wilayah dunia, seperti bekas negara Uni Soviet,
anak benua India, Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika.
Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600
ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70 % dari
seluruh kasus kematian itu menimpa penderita demam tifoid di
Asia.
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun
2008, demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit
terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan
jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati
oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%,
urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan
proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak., di Paseh (Jawa
Barat) tahun 2009, insidens rate demam tifoid pada masyarakat di
daerah semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun.
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait
dengan sanitasi lingkungan; di daerah Jawa Barat, terdapat 157
kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di temukan
760-810 per 100.000 penduduk.
Apabila demam tifoid tersebut tidak dideteksi dan diobati secara
cepat dan tepat dapat menyebabkan komplikasi yang berujuang pada
kematian, seperti perdarahan usus, kebocoran usus, infeksi selaput
usus, renjatan bronkopnemonia (peradangan paru), dan kelainan pada
otak. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya demam tifoid dan
menurunkan angka kejadian, harus memperhatikan sanitasi lingkungan,
pola makan yanjg sehat dan rajin mencuci tangan terutama sebelum
dan setelah makan.
I.2. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari demam tifoid ?
b. Apa etiologi dari demam tifoid ?
c. Apa patofisiologi dari demam tifoid ?
d. Bagaimana gejala dan tanda demam tifoid?
e. Apa manifestasi klinis dari demam tifoid ?
f. Bagaimana penanganan atau pencegahan demam tifoid?
I.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari demam tifoid.
b. Untuk mengetahui etiologi dari demam tifoid.
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari demam tifoid.
d. Untuk mengetahui gejala dan tanda demam tifoid.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari demam tifoid.
f. Untuk mengetahui cara penanganan atau pencegahan demam
tifoid.
I.4. Manfaat
a. Sebagai bahan untuk menambah wawasan pembaca khususnya
tentang penyakit tifoid.
b. Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan
gejala serta penyebab penyakit demam tifoid di masyarakat sehingga
dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut.
BAB II
LAPORAN KASUSII.1. Identitas Pasien
Nama
: Tn. YP
Umur
: 25 tahun
Status Marital
: Menikah
Pekerjaan
: Swasta
Agama
: Islam
Tanggal masuk: 21 April 2015
Kelompok Pasien: Jamkesda
Bangsal
: Asoka
DPJP
: dr. Hascaryo Nugroho, Sp.PD.
II.2. Anamnesis
Autoanamnesis tanggal 21 April 2015
Keluhan Utama : DemamRiwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan badan demam sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun dan dirasakan tinggi
pada sore hingga malam hari. Riwayat buang air kecil normal dan
riwayat buang air besar belum bias sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien juga mengeluh pusing didaerah kapala bagian depan,
terus menerus, mual dan muntah jika ada makanan yang masuk dan
sudah >5x muntah isi makanan, tidak ada darah dan lendir, muntah
dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasakan
lidah terasa pahit dan nafsu makan menurun, riwayat hidung mimisan
tidak ada, sesak nafas tidak ada, nyeri perut diulu hati,
sebelumnya belum pernah mengalami hal yang sama. Dirumah tidak ada
yang mengalami hal yang sama.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Penyakit Kencing Manis: Disangkal
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung
: Disangkal
Riwayat Stroke
: Disangkal
Riwayat Penyakit ginjal
: Disangkal
Keluhan Seperti saat ini
: Disangkal
Riwayat Trauma
: Disangkal
Riwayat Operasi
: Disangkal
Riwayat Allergi
: Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Hipertensi
: (-)
Riwayat Penyakit DM
: (-)
Riwayat Penyakit Jantung
: Disangkal
Riwayat Penggunaan ObatObat Obatan sakit kepala
: Disangkal
Obat Lain
: Disangkal
Riwayat Pribadi Sosial dan Ekonomi
Merokok (-) Makan tidak teratur
Pasien wirausaha, tinggal bersama 1 isteri (sosial-ekonomi
rendah)
Pasien sering makan menggunakan tangan dan makan di warung nasi
depan rumah.
II.3. Pemeriksaan Fisik (Obyektif)
Tanggal 21 April 2015
KU
: Tampak lemah
Kesadaran: Compos mentis
Vital Sign: TD: 120/80 mmHg
Nadi: 90X/menit
Suhu: 37,5oC
RR: 20x/menit
Kulit
: Kulit tampak pucat
Kepala
: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Wajah
: Simetris, ekspresi gelisah
Mata : Edema palpebra -/-, conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik
-/-
Telinga: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-
Hidung: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-
Mulut
: Mukosa bibir basah, faring tidak hiperemis, atrofi papil
lidah, Tonsil T1-T1
Leher: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB
Thorak : Retraksi suprasternal (-)
Pulmo
I : Normochest, dinding dada simetris
P : ekspansi dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
P : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan atas ICS II linea parasternal dextra
Batas kiri bawah ICS V antara linea midclavicula dan axilaris
anterior
Batas kanan bawah ICS V linea stemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-
Abdomen: I : Perut agak cembung
A : Bising usus (+) normal
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae & lien tidak teraba membesar
P : Timpani
Ekstremitas: Akral hangat, edema tungkai (-), capilary refill 27
Pg
MCHC 34,732-36 g/dl
RDW 12,8 10-16 %
MPV 10 7-11 mikromG
Monosit 0,2 0,2-1,0103/mikroL
Eosinofil 0,10,04-0,8103/mikroL
Basofil 0,00-0,2%
Neutrofil 2,3 1,8-7,5%
Limfosit% 27,0 25-40 %
Monosit% 4,4 2-8 %
Eosinofil% 2,1 2-4 %
Basofil% 0,6 0-1 %
Neutrofil% 66,9 50-70 %
PCT 0,092 0,2-0,5 %
b. Pemeriksaan laboratorium hematologi kimia klinik
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
SGOT44 0-50 U/L
SGPT43 0-50 U/L
c. Pemeriksaan laboratorium hematologi serologi
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
Anti Salmonella IgM 6 6 : Positive Kuat
II.7. Penelusuran Follow Up
Follow Up tanggal 22 April 2015
Subjective Objective Assesment Therapy Planning
Demam, Pusing, Mual, Muntah jika ada makanan yang masuk, lidah
terasa pahit, nyeri perut, BAK dbn, belum bisa BAB Kes : CM
E4M6V5
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 70x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu : 36,7 C
Kepala Leher :
CP -/- SI -/-
Coated Tounge -
Thorax :
VBS +/+, RH -/-
BJ 1> BJ 2 reg.
Abdomen :
BU + dbn, Supel, Nyeri tekan epigastrium dan umbilikal
Ekstremitas :
Akral hangat , edem () seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Observasi Febris H-3 Inf RL 20 TPM
Inj Cefotaxim
1 gr/8 jam
Omeprazol
2x1 tab
Paracetamol
3 x 500 mg Darah Lengkap
SGOT/SGPT
Salmonella IgM
Observasi tanda komplikasi
Follow Up tanggal 23 April 2015
Subjective Objective Assesment Therapy Planning
Demam, Pusing, lidah terasa pahit, nyeri perut, BAK dbn, belum
bisa BAB Kes : CM E4M6V5
TD : 115/72 mmHg
Nadi : 75x/menit
Respirasi : 19x/menit
Suhu : 36,2 C
Kepala Leher:
CP -/- SI -/-
Coated Tounge -
Thorax :
VBS +/+, RH -/-
BJ 1> BJ 2 reg.
Abdomen :
BU + dbn, Supel, Nyeri tekan epigastrium dan umbilikal
Ekstremitas :
Akral hangat , edem () seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Observasi Febris H-4 Inf RL 20 TPM
Inj Cefotaxim
1 gr/8 jam
Omeprazol
2x1 tab
Paracetamol
3 x 500 mg Terapi lanjut
Observasi tanda komplikasi
Follow Up tanggal 24 April 2015
Subjective Objective Assesment Therapy Planning
Demam, Pusing, lidah terasa pahit,sudah tidak nyeri perut, BAK
dbn, sudah bisa BAB Kes : CM E4M6V5
TD : 113/73 mmHg
Nadi : 64x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36 C
Kepala Leher :
CP -/- SI -/-
Coated Tounge -
Thorax :
VBS +/+, RH -/-
BJ 1> BJ 2 reg.
Abdomen :
BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
Akral hangat , edem () seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Observasi Febris H-5
Typhoid Fever Inf RL 20 TPM
Inj Cefotaxim
1 gr/8 jam
Omeprazol
2x1 tab
Paracetamol
3 x 500 mg Terapi Lanjut
Observasi tanda komplikasi
Follow Up tanggal 25 April 2015
Subjective Objective Assesment Therapy Planning
Demam, Pusing, lidah sudah tidak terasa pahit, nyeri perut, BAK
dbn, belum bisa BAB Kes : CM E4M6V5
TD : 115/75
Nadi : 85x/menit
Respirasi : 21x/mrnit
Suhu : 36,4 C
Kepala Leher:
CP -/- SI -/-
Coated Tounge (-)
Thorax :
VBS +/+, RH -/-
BJ 1> BJ 2 reg.
Abdomen :
BU (+)dbn, Supel, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
Akral hangat , edem () seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Observasi Febris H-6
Typhoid Fever Inf RL 20 TPM
Inj Cefotaxim
1 gr/8 jam
Omeprazol
2x1 tab
Paracetamol
3 x 500 mg Rawat jalan
Ofloxacin 2x1 tablet (200 mg)
Mecobalamin 3x1 tablet (500 microgram)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Definisi Demam Tifoid
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999 ). Tifoid adalah
suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang
ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem
retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan
ulserasi nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto,
2002).
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang
yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare, 2002).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella Thypi (Mansjoer, A, 2009).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, C.
Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006). Tifoid
adalah penyakit infeksi pada usus halus, tifoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus
abdominalis (Seoparman, 2007).
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama
tifus, merupakan penyakit infeksi akut oleh kuman Salmonela typhi
yang menyerang saluran pencernaan. Penyakit demam tifoid ini masih
banyak dijumpai di negara berkembang seperti di beberapa negara
Asia Tenggara dan Afrika, terutama di daerah yang kebersihan dan
kesehatan lingkungannya kurang memadai.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam
tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan
oleh salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral,
fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
III.2. Etiologi Demam Tifoid
Penyebab dari demam thypoid yaitu :
1. 96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative
yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai
sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek
lipolisakarida)
b. Antigen H (flagella)
c. Antigen VI dan protein membran hialin
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong
,2003).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan
suhu 370C dan mati pada suhu 54,40C (Simanjuntak, C. H, 2009).
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang
sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan,
penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung
empedu atau didalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid
kelak akan menjadi karier sementara,sedang 2 % yang lain akan
menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut
merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain
termasuk urinarytype. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam
tifoid,terutama pada karier jenisintestinal,sukar diketahui karena
gejala dan keluhannya tidak jelas.
III.3. Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman).
Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik, maka basil Salmonella akan menembus sel-sel
epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang
biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar
getah bening mesenterika. Kuman Salmonella typi masuk tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman
dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan
mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian
menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar
limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati
kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah
melalui ductus thoracicus. Kuman salmonella typi lain mencapai hati
melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan
bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam
dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian ekperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam
dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin salmonella
typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu
terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella
typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena
salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang
meradang.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening
mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran
darah (bakterimia) melalui ductus thoracicus dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendotalial tubuh, terutama hati, sumsum
tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat
plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan
pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman S. Thypi
berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga
mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala
infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di
sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia.
Proses patologis ini dapat berlangsung hinga ke lapisan otot,
serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil
menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama
timbulnya penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak
peyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan
ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu
ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan
sikatriks (jaringan parut).
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari
(bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman
yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan
asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002).
III.4. Gejala dan Tanda Demam Tifoid
Penyakit ini bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui
makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan
yaitu usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, bakteri ini
mencapai hati dan limpa sehingga berkembang biak disana yang
menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Gejala klinis demam tifoid pada
anak dapat bervariasi dari yang ringan hingga yang berat. Biasanya
gejala pada orang dewasa akan lebih ringan dibanding pada
anak-anak. Kuman yang masuk ke dalam tubuh anak, tidak segera
menimbulkan gejala. Biasanya memerlukan masa tunas sekitar 7-14
hari. Masa tunas ini lebih cepat bila kuman tersebut masuk melalui
makanan, dibanding melalui minuman.
Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan
gambaran klinis yang ringan bahkan dapat tanpa gejala
(asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang
ditimbulkan antara lain :
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar
namun menjelang malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya
merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin
makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang
biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya
menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang
berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan
biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran
cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi
diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit
buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan
rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa
menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan
nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan
kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.
III.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas
dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid.
Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari
asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah
disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa
gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati
atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau
perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan
gambaran klinisnya saja.
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul
pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara
tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang
menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus
daripada S. typhi. Sifat demam juga muncul saat sore menjelang
malam hari. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid
tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria,
menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian
demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu
penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat
menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat
menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi
gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi,
stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan
dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran
peritonitis akibat perforasi usus.
Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur
1-12 tahun dengan diagnosis demam tifoid atas dasar ditemukannya
S.typhi dalam darah dan 85% telah mendapatkan terapi antibiotika
sebelum masuk rumah sakit serta tanpa memperhitungkan dimensi waktu
sakit penderita, didapatkan keluhan dan gejala klinis pada
penderita sebagai berikut : panas (100%), anoreksia (88%), nyeri
perut (49%), muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare (31%). Dari
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium (16%), somnolen
(5%) dan sopor (1%) serta lidah kotor (54%), meteorismus (66%),
hepatomegali (67%) dan splenomegali (7%). Hal ini sesuai dengan
penelitian di RS Karantina Jakarta dengan diare (39,47%), sembelit
(15,79%), sakit kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah
(26,32%), mual (42,11%), gangguan kesadaran (34,21%), apatis
(31,58%) dan delirium (2,63%). Sedangkan tanda klinis yang lebih
jarang dijumpai adalah disorientasi, bradikardi relatif, ronki,
sangat toksik, kaku kuduk, penurunan pendengaran, stupor dan
kelainan neurologis fokal. Angka kejadian komplikasi adalah kejang
(0.3%), ensefalopati (11%), syok (10%), karditis (0.2%), pneumonia
(12%), ileus (3%), melena (0.7%), ikterus (0.7%).
Berikut gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
b. Pada kasuskasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu:
Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan
demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi
dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma,
delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang
Indonesia.
Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
c. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan
pecah pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan
kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan
keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada
perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin pula
normal bahkan dapat terjadi diare.
d. Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam
yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.
Disamping gejalagejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin
pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan bintik bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler
kulit.Biasanya dtemukan alam minggu pertama demam kadang kadang
ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan
epistaksis.
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para
pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids)
dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang
sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi
penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang
berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi)
yang andal (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi. 2006). Masa inkubasi
demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasiantara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selamamasa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis (soegijanto,S,
2002).
III.6. Pencegahan Demam Tifoid
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan
perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder,
dan pencegahan tersier.
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi
sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi
dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang
dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu
:
1. Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul
yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan.
Vaksin ini kontraindiksi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam,
sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis
vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat
in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6
12 tahun 0,25 ml dan anak 1 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis
dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala,
lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi
demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
3. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux.
Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.
Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam
dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah
endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan
petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa
penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan
tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam
tifoid, yaitu :
a. Diagnosis klinik.
b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
c. Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan
usaha surveilans demam tifoid.
Perawatan umum dan nutrisi yang cukup.
Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik)
segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. pada wanita hamil,
terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus
prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat
yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau
amoksilin.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari
penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat,
sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari
infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier
perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk
mengetahui kuman masih ada atau tidak.
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
1. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang
disebabkan oleh salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular
melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri
golongan Salmonella yangmemasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan.
3. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari
(bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman
yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan
asimtomatis.
4. Secara garis besar, gejala Tifoid adalah Demam lebih dari
seminggu, Lidah kotor, Mual Berat sampai muntah, Diare atau
Mencret, Lemas, pusing, dan sakit perut, Pingsan, Tak sadarkan
diri.
5. Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak
khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam
tifoid.
6. Pencegahan dilakukan secara primer, sekunder dan tersier.
IV.2. Saran
1. Sebaiknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, makanan yang
dikonsumsi harus higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat
tentang demam tifoid.
2. Sebaiknya kita harus membiasakan diri untuk hidup sehat,
biasakan untuk mencuci tangan sebelum makan. Agar kuman salmonella
tidak ikut tertelan masuk ke dalam sistem pencernaan kita bersama
makanan yang telah terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid.
Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan
Dokter Anak Indonesia: 37-46
Carolus, P.K Sint. 1994. Demam Tifoid. Jakarta: Salemba.
http://ejjariza.wordpress.com/2013/02/15/makalah-demam-tipoid/
di akses pada tanggal 30 April 2015
http://modulkesehatan.blogspot.com/2012/12/makalah-demam-typhoid.html
di akses pada tanggal 30 April 2015
http://nurserifa.blogspot.com/2012/12/makalah-demam-thypoid.html
di akses pada tanggal 30 April 2015
Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002.
Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 367-375
13