BAPPEDA KABUPATEN LOMBOK UTARA
BAPPEDA KABUPATEN LOMBOK UTARA2013
FEASIBILITY STUDY KAWASAN GUMANTAR
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai
beranekaragam suku dan budaya yang tersebar diseluruh kepulauan
mulai dari Sabang sampai Merauke. Keanekaragam budaya tersebut
perlu kita jaga dan dilestarikan karena budaya yang kita miliki itu
merupakan identitas kita sebagai bangsa dan negara yang
beranekaragam tetapi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setiap suku pasti mempunyai kebudayaan yang berbeda, mulai dari
rumah adat, pakaian adat, kesenian dan norma. Seiring dengan
perkembangan jaman, semakin majunya peradaban dunia dan arus
globalisasi. Pengaruh budaya luar terhadap kebudayaan dan kebiasaan
bangsa Indonesia sudah mulai terasa. Banyak masyarakat yang sudah
mencampuradukan bahkan meninggalkan budaya asli bangsa Indonesia
dengan budaya luar yang belum tentu cocok bagi mereka. Pakaian adat
sudah banyak ditinggalkan, rumah adat banyak diganti dengan
rumah-rumah modern dan norma-norma adat sudah banyak ditinggalkan.
Tetapi ada beberapa suku di Indonesia yang tetap menjaga teguh adat
dan kebudayaan mereka, seperti Suku Sasak yang berada di Desa
Gumantar, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara. Mereka menjaga
warisan nenek moyang dengan baik sampai sekarang, dan bahkan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjaga dan
melestarikan warisan Suku Sasak tersebut, pemerintah perlu
melakukan kebijakan pelestarian Cagar Budaya tersebut. Sehingga
generasi dimasa yang akan datang bisa mempelajari sekaligus menjaga
warisan yang mereka miliki.Pemerintah Kabupaten Lombok Utara merasa
perlu dalam menjaga kebudayaan yang mereka miliki, sebagai bentuk
nyata usaha pelestarian tersebut Pemerintah melakukan kegiatan
Feasibillity Study Pengembangan Kawasan Gumantar, Kabupaten Lombok
Utara. Dengan studi kelayakan ini nantinya kawasan Gumantar akan
menjadi kawasan yang dilindungi sebagai warisan Cagar Budaya di
kabupaten Lombok Utara.1.2. Maksud, TujuanMaksud, dan tujuan
kegiatan Feasibillity Study Pengembangan Kawasan Gumantar,
Kabupaten Lombok Utara akan dijabarkan sebagai berikut.1.2.1.
Maksud KegiatanMaksud dari kegiatan ini adalah untuk mempelajari
kelayakan kawasan kampung adat di Gumantar dan dituangkan dalam
bentuk rencana tapak kawasan Gumantar, Kabupaten Lombok
Utara.1.2.2. Tujuan KegiatanTujuan yang ingin dicapai dari kegiatan
ini adalah untuk merencanakan tapak Pengembangan kawasan Gumantar
di Kabupaten Lombok Utara.a. Mengindentifikasi tatanan lanskap
kawasan Gumantarb. Mengindentifikasi tatanan lanskap sejarah
Kerajaan Islam Mataram pada c. Kawasan Cagar Budaya Gumantar
Menganalisis potensi lanskap untuk diberdayakan sebagai Kawasan
Cagar Budaya d. Merencanakan Kawasan Cagar Budaya Gumantar sebagai
kawasan wisata dengan memanfaatkan potensi yang ada dan turut ikut
mensejahterakan masyarakat sekitar kawasan
1.3. Fungsi dan ManfaatFungsi dan manfaat dari rencana teknis
penyusunan tata ruang ini adalah untuk merancang suatu tata ruang
wisata berbasis risiko bencana serta berkelanjutan dengan
mengadaptasi dari teori sustainable development. Sedangkan manfaat
dari kegiatan ini adalah sebagai berikut.a. Bagi Kampung adat di
GumantarTertatanya kampung adat dan jaminan perlindungan cagar
budaya.b. Bagi MasyarakatBagi masyarakat setempat adalah
meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga budaya adat.c. Bagi
PemerintahSebagai wujud kebijakan pemerintah untuk melindungi
warisan budaya adat khususnya di kampung Adat Desa Gumantar.1.4.
Ruang Lingkup dan Lokasi kegiatan1.4.1. Ruang Lingkup Kegiatan1.
Mengumpulkan data dari setiap instansi terkait dan menganalisa data
tersebut untuk mendukung Pengembangan Kawasan Gumantar. Beberapa
aspek yang harus diperhatikan yaitu dalam hal pelaksanaan
pengumpulan data dilakukan dengan metode survey primer. 2.
Melakukan wawancara kepada masyarakat sekitar kawasan perencanaan,
para pemuka adat dan pada setiap instansi terkait untuk mendapatkan
data yang lebih akurat dalam menentukan perencanaan wisata di
kawasan perencanaan. 3. Melakukan proses analisis kelayakan
pengembangan kawasan Gumantar sebagai kawasan Cagar Budaya.
1.4.2. Lokasi KegiatanLokasi kegiatan penugasan adalah kawasan
kampung adat Gumantar, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara.
Untuk Lebih Jelasnya dapat dilihat pada peta orientasi kawasan
wisata kerta raharja terhadap kabupaten lombok utara.
1.5. Kerangka Berpikir
Kampung Adat GumantarPotensi lanskap:Nilai SejarahArsitektur
bangunanKebudayaanNormaPendukung Kegiatan
Pengembangan:keterjangkauanSarana pendukungSumber daya
manusiawisatawanPerlunya upaya pelestarian lanskap yang melindungi
aset budaya dan sejarahPerlunya penataan lanskap sebagai kawasan
cagar budayaPerlunya upaya pelestarian dan pengembangan kawasan
cagar budaya GumantarPerlunya perencanaan lanskap kawasan cagar
budaya Gumantar dengan tetap melindungi aset dan sejarahnya
1.6. Sistematika PembahasanBAB I. PENDAHULUANBab ini berisi
tentang latar belakang Studi Kelayakan Pengembangan Kawasan
Gumantar, Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara, serta tujuan dan
sasaran kegiatan.BAB II. STUDI LITERATURBab ini menjabarkan tentang
tanggapan/pemahaman konsultan terhadap KAK, di mana kajian yang
akan di bahas mengenai pengertian serta jenis-jenis kawasan cagar
budaya,BAB III. PROFIL UMUM WILAYAHBab ini berisi tentang gambaran
umum wilayah Kabupaten Lombok Utara serta aspek teknis, kondisi
fisik dasar wilayah perencanan dan kondisi Kawasan Gumantar di
Kecamatan gangga Kabupaten Lombok Utara.BABIV. METODE &
PENDEKATANBab ini berisi tentang metodologi dan pendekatan didalam
merumuskan kajian terhadap pengembangan kawasan perencanaan.BABV.
TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATANBab ini berisi tentang tahapan
pelaksanaan kegiatan serta jadwal pelaksanaan kegiatan studi.BABVI.
SISTEM & ORGANISASI KERJABab ini berisi tentang struktur
organisasi pelaksanaan kegiatan serta kebutuhan tim yang dilibatkan
didalam pelaksanaan kegiatan.
2.1. Teori Cagar BudayaPengertian Cagar Budaya menutrut UU No 11
tahun 2010 yaitu: Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya
di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya
karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan.Sedangkan Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan
yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk
memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan
beratap. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang
memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan
dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.Benda Cagar
Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik
bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau
bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat
dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda,
bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi
kriteria:a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;b. mewakili
masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;c. memiliki
arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan; dand. memiliki nilai budaya bagi penguatan
kepribadian bangsa.Undang-Undang Republik Indonesia no.5 tahun 1992
tentang Benda juga menjelaskan Cagar Budaya dapat dikelompokan
berdasarkan :1. Nilai Sejarah , hal-hal yang berkaitan dengan
peristiwa atau sejarah politik (perjuangan), sejarah ilmu
pengetahuan, sejarah budaya termasuk di dalamnya sejarah kawasan
maupun bangunan (yang lekat dengan hati masyarakatnya), tokoh
penting baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional.2.
Nilai Arsitektur , berkaitan dengan wajah bangunan (komposisi
elemenelemen dalam tatanan lingkungan) dan gaya tertentu (wakil
dari periode gaya tertentu) serta keteknikan. Termasuk di dalam
nilai arsitektur adalah fasad, layout dan bentuk bangunan, warna
serta ornamen yang dimiliki oleh bangunan. Juga berkaitan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan atau menunjang ilmu pengetahuan,
misalnya, bangunan yang dibangun dengan teknologi tertentu atau
teknologi baru (termasuk di dalamnyapenggunaan konstruksi dan
material khusus). Bangunan yang merupakan perkembangan tipologi
tertentu.3. Nilai ilmu pengetahuan, mencakup bangunan-bangunan yang
memiliki peran dalam pengembangan ilmu pengetahuan.4. Nilai sosial
budaya (collective memory), berkaitan dengan hubungan antara
masyarakat dengan lokasinya yang memiliki kekhasan dan keunikan
yang berkaitan dengan nilai sosial budaya masyarakat setempat. 5.
Umur, berkaitan dengan umur kawasan atau bangunan cagar budaya.
Umur yang ditetapkan adalah sekurang-kurangnya 50 tahun. Semakin
tua bangunan, semakin tinggi nilai sejarahnya.Berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan, kawasan dan bangunan cagar budaya
diklasifikasikan dalam beberapa kelas, yaitu kelas A (Utama), kelas
B (Madya), dan kelas C (Pratama). Kelas A (Utama) yaitu bangunan
cagar budaya yang memenuhi 4 (empat) kriteria, kelas B (Madya)
yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi 3 (tiga) kriteria dan
kelas C (Pratama) yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi 2 (dua)
kriteria. Kawasan dan bangunan cagar budaya ini digambarkan dalam
peta kota dengan batas-batas yang jelas, dimana batas kawasan inti
dan dimana batas kawasan pendukung misalnya. Posisi bangunanpun
diterakan pada peta, terutama bangunan dengan kelas A
(Utama).Penggolongan ini diperlukan untuk menentukan tindakan yang
dapat dilakukan ketika muncul kebutuhan untuk mengembangkan kawasan
atau bangunan konservasi dalam memenuhi kebutuhan masa kini.
Prinsip-prinsip pemugaran disini meliputi keaslian bentuk,
penggunaan bahan, penyajian dan tata letak dengan memperhatikan
nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Upaya yang
dilakukan hendaknya menggunakan prinsip sebanyak mungkin
mempertahankan keaslian dan sesedikit mungkin melakukan
perubahan.Perlu dipahami bahwa kegiatan pelestarian tidak
dimaksudkan untuk menghambat perkembangan pembangunan seperti
diperkirakan oleh kebanyakan orang, melainkan dilakukan untuk dapat
menyeimbangkan perkembangan kota, dimana kebutuhan pembangunan baru
harus tetap berjalan, dengan menghormati keberadaan bangunan cagar
budaya. Disini dibutuhkan upaya pengendalian kawasan maupun
bangunan cagar budaya agar sesuai dengan rencana kota, dan
sebaliknya rencana kota pun harus menunjang pelestarian kawasan
maupun bangunan cagar budaya. Jadi pembangunan baru dan pelestarian
dapat berjalan bersama-sama dalam keadaan saling menghormati.2.2.
Pelestarian Cagar BudayaPengembangan adalah peningkatan potensi
nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya
melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan
serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. Oleh karena itu
kawasan cagar budaya perlu dilestarikan, Pelestarian Cagar Budaya
bertujuan:a. melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat
manusia;b. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar
Budaya;c. memperkuat kepribadian bangsa;d. meningkatkan
kesejahteraan rakyat; dane. mempromosikan warisan budaya bangsa
kepada masyarakat internasional.Dalam upaya pelestarian cagar
budaya, Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya
peringkat kabupaten/kota apabila memenuhi syarat:a. sebagai Cagar
Budaya yang diutamakan untuk dilestarikan dalam wilayah
kabupaten/kota;b. mewakili masa gaya yang khas;c. tingkat
keterancamannya tinggi;d. jenisnya sedikit; dan/ataue. jumlahnya
terbatas.Pemeringkatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
diatas, untuk tingkat nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri,
tingkat provinsi dengan Keputusan Gubernur, atau tingkat
kabupaten/kota dengan Keputusan Bupati/Wali Kota.Penyelamatan Cagar
Budaya dilakukan untuk:a. mencegah kerusakan karena faktor manusia
dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan
nilai-nilai yang menyertainyab. mencegah pemindahan dan beralihnya
pemilikan dan/atau penguasaanCagar Budaya yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.2.3. Suku Sasak Gumantar di
kabupaten lombok utaraSuku Sasak adalah sukubangsa yang mendiami
pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar suku
Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku
Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam
pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun hanya berjumlah sekitar
1% yang melakukan praktek ibadah seperti itu. Ada pula sedikit
warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut
dengan nama "sasak Boda".Asal nama sasak kemungkinan berasal dari
kata sak-sak yang artinya sampan. Dalam Kitab Negara Kertagama kata
Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok. Yakni Lombok Sasak
Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya
berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian Lombok
berasal dari kata Lomboq yang artinya lurus. Maka jika digabung
kata Sa' Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. banyak juga yang
menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus. Lombo Mirah Sasak Adi
adalah salah satu kutipan dari kakawin Nagarakretagama (Desawarnana
), sebuah kitab yang mnemuat tentang kekuasaan dan kepemerintahaan
kerajaan Majapahit, gubanan Mpu Prapanca. kata "lombok" dalam
bahasa kawi berarti lurus atao jujur, "Mirah" berarti permata,
"sasak" berarti kenyataan dan "adi" artinya yang baik atau yang
utama. Maka Lombok Mirah Sasak Adi berarti kejujuran adalah permata
kenyataan yang baik atau utama.Adat istiadat suku sasak dapat anda
saksikan pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan apabila
mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus
dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang
dikenal dengan sebutan merarik atau selarian. Sehari setelah
dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan
kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh
seseorang, ini yang disebut dengan mesejati atau semacam
pemberitahuan kepada keluarga perempuan. Setelah selesai makan akan
diadakan yang disebut dengan nyelabar atau kesepakatan mengenai
biaya resepsi.Di Kabupaten Lombok Utara, kampung adat suku sasak
ada di daerah Bayan dan Gumantar. Secara umum kampung adat mereka
mirip. Suku sasak di bayan terletak di kecamatan Bayan, sedangkan
suku sasak Gumantar ini berada di kecamatan Gangga. Suku sasak di
Gumantar memiliki ritual adat maulidan. Prosesi ritual Maulid Adat
Gumantar tahun ini berlangsung selama dua hari dua malam, dimulai
dari Merembun (mengumpulkan) segala hasil bumi (beras,dll) di Bale
Beleq (rumah adat). Dalam acara merembun ini dilakukan oleh kaum
hawa dengan menggunakan wadah Praras (bakul kecil) dan berpakaian
adat,jelas Rinansah.Kegiatan berikutnya,lanjut Rinansah adalah
Bisok (cuci) Gong Adat sebelum diturunkan. Setelah itu acara
dilanjutkan dengan agenda Bisok Menik (Cuci Beras) yang dilakukan
oleh kaum hawa di Lokok Bikuk sekitar 200 meter sebelah barat Dusun
Gumantar.Dalam acara bisok menik ini, menurut Rinansah, tidak
berdasarkan Purusa.Siapa saja boleh melakukannya,katanya. Sementara
menunggu segala sesuatunya siap, di alun-alun Mesjid Kuno Gumantar
masih tetap berlangsung tarian yang menurut bahasa Gumantar
disebutnya Migel. Bersamaan dengan itu, di bale beleq, praja mulud
juga sedang dipersiapkan.Kemudian acara selanjutnya menurut
Rinansah adalah Tau Lokak sudah siap diberugak bersama sama dengan
Pengancang dan berpakaian adat. Kalau sudah Tau Lokak sudah siap di
Berugak bersama dengan Pengancang, ini berarti prosesi ritual
Maulid Adat, akan segera digelar,terang Rinansah.Acara dilanjutkan
dengan iring-iringan sepasang Praja Mulud menuju Mesjid Kuno,
dengan 10 orang laki-laki membawa ancak (dulang terbuat dari bambu)
dan 20 pasang wanita mengiring paling depan dengan menggunakan
pakaian adat.10 laki-laki pembawa ancak ini, langsung naik ke
Mesjid Kuno bersama dengan Praja Mulud, sedangkan 20 wanita sebagai
pengiring tadi, hanya sampai diluar Mesjid,kata Rinansah.Puncak
akhir dari prosesi ritual Maulid adat Gumantar ini, sama dengan
seperti di Bayan, yaitu puncaknya dengan naiknya Praja Mulud ke
Mesjid Kuno. Sedangkan kalau di Sesait, puncak Maulid adatnya
dengan di naikkannya Nasi Aji di Mesjid Kuno.
Gumantar adalah salah satu desa dari delapan desa yang ada di
wilayah Kecamatan Kayangan Lombok Utara. Hingga sekarang, desa ini
banyak meninggalkan beberapa situs sejarah yang penuh dengan nuansa
adat istiadatnya, terutama yang berpusat di Dusun Dasan Beleq.
Secara sosiokultural, masyarakat adat Dasan Beleq berkaitan erat
dengan ajaran Islam. Hal ini bisa dilihat dari situs budaya yang
ada, terus hidup dan berkembang sejalan dengan ritme kehidupan
masyarakat setempat.Pusat aspek keagamaan terdapat di dusun
Gumantar, dimana Mesjid Kuno yang ada sekarang adalah dibangun oleh
para wali dan ulama penyebar agama Islam terdahulu, sedangkan pusat
Pemerintahannya kala itu terdapat di Dusun Dasan Beleq ini.
Situssitus sejarah peninggalan para wali penyebar agama Islam yang
tedapat di Dusun Dasan Beleq Desa Gumantar Kecamatan Kayangan KLU
ini, menurut tokoh adat Dusun Dasan Beleq, Malinom (48), mengatakan
bahwa, ada beberapa peninggalan, diantaranya Bale Bangar Gubuq,
yang oleh masyarakat setempat disebutnyaPagalan.Bale ini, terletak
ditengah-tengah Gubuq Dasan Beleq, dengan ukuran 5x5 m. Bale
(rumah) ini, menurut Malinom, keberadaannya diyakini dibuat oleh
orang yang pertama kali datang dan menetap di Dusun Dasan
Beleq.Kedatangannya dari mana, dan siapa nama nya, itu tidak bisa
dipastikan,kata Malinom dengan mimik yang penuh keseriusan. Namun
menurut Sahir (40), salah seorang tokoh muda yang disegani di dusun
setempat, menceritakan kepada suarakomunitas.net, tentang
keberadaan dari seorang wali penyebar agama Islam yang pertamakali
datang dan menetap di kampung Dasan Beleq tersebut.Diceritakan,
konon katanya, pada sekitar abad 16 Masehi, ketika agama Islam
sudah mulai tersebar ke seluruh pelosok tanah air, tak terkecuali
para penyebar ajaran Islam sampai juga ke wilayah utara lereng
gunung Rinjani. Termasuk di gumi Dasan Beleq ini.Para penyebar
agama Islam yang pertama kali datang ke tempat itu (Dasan Beleq),
menurut Sahir, diawali dari Gunung Rinjani. Penyebar agama Islam
ini, bernama Mak Beleq dan Kendi (menyerupai Kendi) turun dari
Gunung Rinjani, yang dikemudian hari, dalam perjalanan sejarah,
setelah berkuasa dan menyebarkan agama Islam di daerah Bayan, Mak
Beleq dikenal dengan sebutan Datu Bayan.Sedangkan temannya yang
bernama Kendi tadi, kala itu,tetap tinggal dan menyebarkan agama
Islam di daerah Dasan Beleq dan sekitarnya.Diceritakan, sebelum
sampai ke Dasan Beleq, para penyebar ajaran Islam (Mak Beleq dan
Kendi) ini berhenti dulu di Pawang Semboya, untuk melihat
sekeliling utara lereng gunung Rinjani, kearah mana nantinya
tujuannya yang pertama dalam menyebarkan ajaran Islam yang
dibawanya. Setelah mantap keteguhan hatinya, maka dipilihlah suatu
daerah sebagai tujuannya yang pertama dalam menyebarkan ajaran
Islam. Daerah tersebut, sekarang dikenal dengan nama Dusun Dasan
Beleq. Karena yang pertama kali datang ditempat itu bernama Mak
Beleq, sebelum melanjutkan penyebarannya ke daerah Bayan.Kemudian,
situs peninggalan sejarah yang lain di Dusun Dasan Beleq ini
adalahBale Adatyang berada di Pawang Gedeng/Pawang Adat, sekitar
400 meter kearah selatan Gubuq Dasan Beleq sekarang. Bale adat yang
berada ditengah Pawang Gedeng/Pawang Adat ini, terbuat dari anyaman
pohon bambu. Mulai dari atap hingga pagarnya semuanya terbuat dari
bambu. Disamping Bale Adat ini, sekitar 5 meter disebelah barat
laut dari Bale Adat tersebut, didirikan Berugak Agungsaka enam,
sebagai tempat persinggahan para tetua adat sebelum melaksanakan
upacara ritual adat di Bale Adat tersebut. Selain sebagai tempat
persinggahan para tetua adat sebelum melaksanakan upacara
ritualnya, maka Berugak Agung ini, digunakan pula sebagai tempat
mempersiapkan sesaji dan segala bentuk hidangan makanan yang
disajikan dalam wadah yang disebut dulang, yang diperuntukkan bagi
seluruh masyarakat adat yang hadir dalam upacara adat, usai
melakukan upacara ritual di Bale Adat tersebut. Ketika ada yang
berkunjung ke Bale Adat yang berada di tengah Pawang Gedeng, jika
belum sampai waktunya diadakan acara ritual di Bale Adat tersebut,
siapa saja tidak boleh masuk atau sekedar melintas didalam arena
atau halaman Bale Adat. Bahkan untuk mengambil gambar bale Adat
tersebut hanya diperbolehkan dari luar areal pembatas.Nuansa adat
di sebuah dusun tradisional yang jauh dari bisingnya kehidupan
masyarakat modern ini, masih kental dengan tradisi-tradisi wetu
telu, berurat berakar dikalangan sebagian masyarakat Dayan Gunung,
yang masih kuat memegang tradisi tersebut. Upacara ritual di Bale
Adat yang berada di Pawang Gedeng dilaksanakan secara besar-besaran
setiap empat bulan sekali. Upacara tersebut adalah upacaraBuku
Beleq. Disebut demikian, karena upacara ini dilaksanakan empat
bulan sekali secara besar-besaran dan warga sudah mempersiapkan dua
bulan sebelumnya. Namun pelaksanaan upacara ritual adat di Pawang
Gedeng tersebut juga dilaksanakan tiap bulan, tetapi hanya sekedar
upacara kecil-kecilan.
4.1. Metode dan Pendekataan PerencanaanDalam studi kelayakan
kawasan Gumantar, pendekatan enggunakan 2 terminologi perencanaan
yaitu perencanaan dari atas (top down planning) berupa perencanaan
program-program yang merupakan penjabaran dari kebijakan tata ruang
oleh pemerintah Kabupaten Lombok Utara. Sedangkan terminologi kedua
adalah perencanaan dari bawah (bottom up planning). Perencanan ini
memberikan penekanan bahwa kegiatan Penyusunan Feasibility Study
Pengembangan Kawasan Gumantar Kabupaten Lombok Utara mengakomodasi
aspirasi masyarakat penghuni kampung adat dalam prosesnya.
Perencanaan ini merupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat
dalam perencanaan kerakyatan dan untuk mengembangkan segala
potensi, mengurangi dan seoptimal mungkin menyelesaikan
permasalahan serta menanggulangi segala ancanaman/tantangan yang
muncul dari pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
perencanaan.Tahap kegiatan pada penelitian ini mengacu pada
pendekatan sumberdaya (lanskap sejarah) menurut Gold (1980), yaitu
mulai dari inventarisasi tapak, analisis data yang dihasilkan,
sintesis dari analisis data, dan yang terakhir adalah merencanakan
Kawasan Gumantar menjadi kawasan Cagar Budaya. Berikut merupakan
tahapan-tahapan penelitian Studi Kelayakan Kawasan Gumantar:1.
Inventarisasi Tapak Pada tahap inventarisasi tapak dilakukan
kegiatan survei yang meliputi:a. Observasi lapang, survei secara
langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data tentang
kondisi fisik kawasan lanskap sejarah, karakter lanskap yang ada
pada kawasan beserta lingkungan sekitarnya, aksesbilitas kawasan
lanskap sejarah, dan aspek wisata, yaitu fasilitas yang tersedia
pada kawasan sebagai tempat wisata.:b. Wawancara, dilakukan kepada
masyarakat sekitar kawasan, pengelola, pedagang lokal pada kawasan
wisata, dan pihak terkait lainnya bertujuan untuk mendapatkan
informasi mengenai persepsi dan dukungan masyarakat terhadap
kawasan serta tentang kebijakan pengelolaan kawasan. Selain dengan
wawancara secara langsung informasi dapat dihasilkan melalui
kuisioner yang diberikan kepada masyarakat lokal ataupun
pengunjung.c. Studi pustaka, mempelajari tentang data sejarah dari
tapak, aspek-aspek penting yang ada pada kawasan, dan proses
pengembangan yang telah dilakukan pada kawasan lanskap sejarah. Hal
ini dilakukan untuk menunjang data dari hasil observasi lapang juga
untuk melengkapi data yang belum didapatkan dari observasi lapang
dan wawancara.
Tabel 4.1 Kebutuhan Data Studi Kelayakan Kawasan GumantarNoJenis
DataBentuk DataSumber Data
1a. Fisik Alami Kualitas visual luar Kondisi
b. Fisik Non Alami Batasan kawasan Penggunaan lahan Bentuk
bangunan. estetika
Deliniasi kawasan studi Peta tata guna lahanSurvey lapangan dan
studi pustaka BPN, instansi terkait Litbang, survey lapang,
wawancara
studi pustaka Survey lapang, Pemda, Bappeda, instansi
terkait
2Lanskap Kampung Adata. Sejarah Suku adat
b. Inventarisasi bangunan kampung adataktivitas utama pada masa
laluKondisi lanskap kampung adat saat iniMUI Kab. Lombok Utara
Survei lapangan
3Aspek Budayaa. Kebudayaan setempat
Aktivitas dan kegiatan budaya setempatWawancara dan survei
4Persepsi & dukungan masyarakata. Tanggapan masyarakat
sekitar kampung adat
Sikap warga terhadap kampung adat
wawancara
5Kebijakan PengelolaanKebijakan pemerintahPeraturan pemerintah
daerah.Pemkab KLU
2. AnalisisTahap berikutnya adalah melakukan analisis terhadap
data hasil dari inventarisasi. Analisis dilakukan untuk dapat
mengetahui kendala dan potensi dari kawasan lanskap sejarah dalam
upaya pelestarian. Kegiatan analisis dilakukan metode analisis
deskriptif (kuantitatif dan kulitatif) dan metode analisis spasial.
a. Metode deskriptif kuantitatif, adalah metode analisis dengan
pemberian skor nilai terhadap elemen-elemen sejarah yang ada.
Prosedur dari metode ini yaitu penilaian masyarakat mengenai
kondisi kawasan lanskap sejarah yang dilihat dari beberapa faktor
yang terkait dengan tujuan dari penelitian (Tabel 4.2). Adapun
faktor-faktor yang harus dinilai dari suatu lanskap sejarah adalah
sebagai berikut: Keaslian lanskap atau objek yang ada Keunikan dari
lanskap sejarah Nilai sejarah dari lanskap sejarah Keutuhan lanskap
atau objek yang ada Estetika atau arsitekturnya Kejamakan lanskap
atau objek yang ada Keistimewaan lanskap atau objek yang adaTabel
4. 2 Skoring dan pembobotan terhadap kriteria yang dimiliki dari
lanskap budayaKriteria PenilaianRendahSedangTinggi
Skor(5-15)(15-25)(25-35)
KeaslianTiruanPemugaran tidak serasi atau rekonstruksiMurni atau
pemugaran serasi
KeunikanSkala lokalSkala regionalSkala nasional dan
internasional
Nilai SejarahSkala lokalSkala regionalSkala nasional dan
internasional
Keutuhan 20%20 % - 60%60 100%
EstetikaTidak indahIndahSangat indah
KejamakanTidak mewakili suatu periode sejarahMewakili beberapa
periode sejarahMewakili satu periode sejarah
KeistimewaanTidak istimewaIstimewaSangat istimewa
Sumber: Karyono (1997: 28)Penilaian:Rendah: skor 35 - 105Sedang:
skor 112 - 175Tinggi: skor 182 245Skoring dilakukan terhadap objek
kajian, kemudian dihitung jumlah total dari nilai sekoring per
bidang. Dari total nilai skoring nanti dapat diketahui kelayakan
objek kajian sebagai kawasan konservasi cagar budaya.b. Metode
deskriptif kualitatif, merupakan metode yang bertujuan untuk
mendeskripsikan potensi kawasan lanskap sejarah untuk mendapatkan
hasil analisis data yang dapat menggambarkan upaya apa saja yang
perlu diajukan dalam rangka melestarikan kawasan lanskap sejarah
tersebut. Pada metode ini juga dapat menghasilkan cara atau upaya
untuk memperbaiki kendala-kendala yang ada. Selain itu, ada
beberapa faktor yang harus dianalisis pada metode deskriptif ini,
diantaranya: Keberlanjutan lanskap sejarah Upaya pelestarian yang
telah dilakukan Potensi dan kendala aspek penunjang kawasan budaya
Potensi aspek penunjang kawasan budayac. Metode analisis spasial,
merupakan metode yang didalamnya terdapat kegiatan menganalisis
tapak dengan memanfaatkan data-data spasial dari beberapa aspek.
Setelah dianalaisis, data-data spasial tersebut kemudian dioverlay
sehingga dihasilkan analisis spasial yang dapat diolah lagi pada
tahap sintesis.3. SintesisTahapan sintesis merupakan proses
pencarian alternatif untuk penentuan satuan lanskap sejarah untuk
pertimbangan pengembangan menjadi kawasan budaya serta interpretasi
sejarah kawasan. Selain itu juga dihasilkan bentuk pengembangan
lanskap wisata yang dapat diterapkan pada kawasan tersebut. Bentuk
pengembangan tersebut disesuaikan dengan upaya pelestarian dan
pengembangan kawasan sebagai lanskap wisata sejarah.4. Konsep dan
PengembanganHasil dari sintesis ditentukan konsep dasar yang
mencakup pengembangan lanskap sebagai wisata sejarah. Penentuan
konsep dasar dilakukan berdasarkan hasil analisis dan sintesis
potensi keberlanjutannya yang meliputi: Konsep dasar Konsep ruang
Pengembangan jalur interpretasi Peningkatan pelestarian dan
kualitas lanskap sejarah sebagai obyek kawasan cagar budaya
Peningkatan fasilitas penunjang kegiatan wisata budaya5.
PerencanaanPada tahap terakhir ini, yaitu proses perencanaan yang
didekati melalui pendekatan sumberdaya (penentuan tipe-tipe serta
alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi
sumberdaya). Konsep yang telah disusun sebelumnya dikembangkan
dalam bentuk tata ruang, tata hijau, tata letak fasilitas dan
aktivitas wisata sejarah budaya. Hasil akhir berupa gambar
siteplan, gambar rencana ruang (menggambarkan aktivitas dan
fasilitas yang dikembangkan), gambar rencana sirkulasi, gambar
rencana jalur interpretasi.Gambar 4.1 berikut merupakan gambar dari
tahapan alur penelitian dari studi kelayakan kawasan Gumantar,
kabupaten Lombok Utara.
Lanskap kawasan Cagar Budaya GumantarKondisi lanskap:Kondisi
fisikKondisi non fisikAspek Lanskap sejarah:Sejarah perkembangan
kampung adat GumantarInventarisasi bangunan kampung adat
GumantarAspek BudayaKebudayaan setempatPersepsi & dukungan
masyarakat:Tanggapan masyarakat sekitar kampung adatKebijakan
pemerintah Karakter lanskap sejarah yang adaKondisi dan penyebaran
obyek/lanskap sejarahFaktor-faktor keberlanjutan sebagai lanskap
sejarahPotensi dan kendala dalam pengembangan wisataUsulan Konsep
Pelestarian dan Pengembangan Lanskap Kawasan Cagar Budaya
Gumantar:Konsep dasarKonsep ruangPengembangan jalur
interpretasiPeningkatan pelestarian dan kualitas lanskap sejarah
sebagai obyek kawasan cagar budayaPeningkatan fasilitas penunjang
kegiatan wisata budayaRencana Tapak / Siteplan Kawasan cagar Budaya
Gumantar, Lombok UtaraGambar 4.1 Alur Perencanaan Studi kawasan
Gumantar, Lombok Utara
4.2. Dasar Hukum Perencanaan Tata RuangDasar hukum mengenai
studi kelayakan kawasan Gumantar adalah:1. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya2. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya3. Peraturan Daerah
Nomer 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa
Tenggara Barat Tahun 2009-20294. Peraturan Daerah Nomer 9 Tahun
2011 Tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Utara.
5.1 Inventarisasi TapakInventarisasi tapak digunakan untuk
menginventarisir dan mengidentifikasi kelayakan kampung adat yang
berada di Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok
Utara. Data ini bersifat kualitatif dan berupa data primer yang
diperoleh dari hasil survei lapangan dan wawancara dengan penduduk
juga tokoh adat di kawasan Gumantar. , diperoleh data-data sebagai
berikut: Tabel 4.1 Hasil identifikasi studi kelayakan kawasan
GumantarKriteria PenilaianRendahSedangTinggi
Skor(5-15)(16-25)(26-35)
Keaslian--35
Keunikan--35
Nilai Sejarah--35
Keutuhan --30
Estetika-21-
Kejamakan-23-
Keistimewaan-24-
Total Skor203
Sumber: data primer (survei lapangan)Dari hasil identifikasi
studi dan penyekoran terhadap objek kajian diperoleh skor tinggi
(203) sehingga kawasan Gumantar layak menjadi Kawasan Cagar Budaya
di Kabupaten Lombok Utara. Berikut merupakan penjelasan dari
penyekoran:a. KeaslianKampung adat di Desa Gumantar merupakan
kampung adat asli setempat yang sudah ada sejak turun temurun
hingga sekarang dan keasliannya masih terjaga, penduduk kampung
adat setempat juga masih menggunakan kampung adat setempat sebagai
tempat tinggal dan interaksi sosial.
Gambar: 5.1 Foto kondisi kampung adat (kampu Penghulu) di Dusun
Kebaloan, Desa Gumantar.Bangunan yang berada di kawasan Gumantar
ini merupakan bangunan yang sejak turun temurun tidak berubah,
terjaga keasliannya. Foto bangunan seperti pada gambar 5.1
diatas.b. KeunikanKampung adat di kawasan Gumantar merupakan suatu
kampung adat yang berada di Desa Gumantar. Bentuk bangunan kampung
adat di kawasan Gumantar ini memiliki keunikan tersendiri, dimana
desain bangunan terlihat tradisional karena bahan yang dipakai
untuk kontruksi bangunan merupakan bahan-bahan yang diperoleh
langsung dari alam tanpa ada campuran semen. Secara sosiokultural,
masyarakat adat Dasan Beleq yang berada di Gumantar berkaitan erat
dengan ajaran Islam. Hal ini bisa dilihat dari situs budaya yang
ada, terus hidup dan berkembang sejalan dengan ritme kehidupan
masyarakat setempat.Keunikan adat istiadatPusat aspek keagamaan
terdapat di dusun Gumantar, dimana Mesjid Kuno yang ada sekarang
adalah dibangun oleh para wali dan ulama penyebar agama Islam
terdahulu, sedangkan pusat Pemerintahannya kala itu terdapat di
Dusun Dasan Beleq ini. Situssitus sejarah peninggalan para wali
penyebar agama Islam yang tedapat di Dusun Dasan Beleq Desa
Gumantar Kecamatan Kayangan KLU ini, menurut tokoh adat Dusun Dasan
Beleq, Malinom (48), mengatakan bahwa, ada beberapa peninggalan,
diantaranya Bale Bangar Gubuq, yang oleh masyarakat setempat
disebutnyaPagalan.Bale ini, terletak ditengah-tengah Gubuq Dasan
Beleq, dengan ukuran 5x5 m. Bale (rumah) ini, menurut Malinom,
keberadaannya diyakini dibuat oleh orang yang pertama kali datang
dan menetap di Dusun Dasan Beleq.c. Nilai SejarahHingga sekarang,
kawasan Gumantar ini meninggalkan situs sejarah yang penuh dengan
nuansa adat istiadatnya. Terutama yang berpusat di Dusun Dasan
Beleq. Dimana masyarakat setempat berkaitan erat dengan ajaran
islam. Hal ini bisa dilihat dari situs budaya yang ada terus hidup
dan berkembang sejalan dengan ritme kehidupan masyarakat setempat.
Pusat keagamaan terdapat di dusun Gumantar, dimana mesjid kunoyang
ada sekarang adalah dibangun oleh para wali dan ulama penyebar
agama Islam terdahulu, sedangkan pusat pemerintahannya kala itu
terdapat di dusun dasan Beleq. Situssitus sejarah peninggalan para
wali penyebar agama Islam yang tedapat di Dusun Dasan Beleq Desa
Gumantar Kecamatan Kayangan KLU ini, menurut tokoh adat Dusun Dasan
Beleq, Malinom (48), mengatakan bahwa, ada beberapa peninggalan,
diantaranya Bale Bangar Gubuq, yang oleh masyarakat setempat
disebutnyaPagalan.Bale ini, terletak ditengah-tengah Gubuq Dasan
Beleq, dengan ukuran 5x5 m. Bale (rumah) ini, menurut Malinom,
keberadaannya diyakini dibuat oleh orang yang pertama kali datang
dan menetap di Dusun Dasan Beleq. d. Keutuhan Keutuhan bangunan dan
sosial budaya kawasan Gumantar sampai sekarang masih terjaga
seperti dulu, adat istiadat juga norma yang berlaku di kampung adat
ini masih berjalan. Akan tetapi, seiring perkembangan jaman dan
tuntutan kebutuhan ekonomi, masyarakat disekitar kampung adat ini
mulai meninggalkan sedikit demi sedikit bentuk bangunan. e.
EstetikaKeindahan bangunan dan laskap kampung adat di kawasan
Gumantar ini terbilang cukup unik dan jarang tidak ditemui di
daerah Indonesia lainnya, apalagi di dunia. Sekumpulan bentuk
bangunan yang terbuat dari bahan alami yang sederhana membuat
estetika kampung adat ini semakin mempesona.f. KejamakanKampung
adat di kawasan Gumantar ini juga merupakan representasi dari
budaya setempat yang masih terjaga sampai sekarang, bentuk bangunan
dan sosiokultural masyarakat merupakan representasi kehidupan masa
lalu dalam abad kontemporer seperti sekarang ini.g.
KeistimewaanKeistimewaan acara adat kawasan Gumantar yaitu ritual
adat setempat, dimana Prosesi ritual Maulid Adat Gumantar rutin
untuk setiap tahun pelaksanaannya berlangsung selama tiga hari tiga
malam. Prosesi ritual Maulid Adat Ala Gumantar ini terus
dipertahankan hingga kini. Keberadaan komunitas Gumantar dalam
pelaksanaan Maulid Adat masih menganut system tradisi secara turun
temurun.
Gambar 5.2 Prosesi ritual adat Maulid di Gumantar
Untuk menyongsong pelaksanaan ritual Maulid Adat Gumantar, satu
minggu sebelumnya sudah dilakukan berbagai persiapan. Seperti
Meleah Bale Gubuq (membersihkan kampung), memperbaiki penyengker
(pembatas/pagar) Mesjid Kuno dan gotong royong membersihkan lokasi
sekitar pelaksanaan ritual Maulid Adat, termasuk membersihkan Lokok
Bikuk.Menurut A.Sukari, salah seorang tokoh adat Gumantar
mengatakan bahwa: kegiatan pendahuluan meleah ini adalah merupakan
Saur Sanga (Nasar) sebagai wujud syukur kepada Allah Swt, karena
setiap tahun dapat bertemu lagi dengan bulan Maulid. Sehingga
masyarakat komunitas Gumantar dapat melaksanakan ritual adat
seperti yang dicontohkan oleh para leluhur. Ini adalah tradisi para
leluhur, dimana kegiatan pendahuluan yang dilaksanakan sebelum
pelaksanaan ritual Maulid adat di wet Gumantar ini adalah meleah
atau Saur Sanga,terang A.Sukari, yang dibenarkan juga oleh A.Rupidi
yang juga tokoh adat setempat. Sementara itu, tokoh adat Gumantar
yang lain, seperti Rinansah menjelaskan kepada penulis tentang
rangkaian prosesi ritual Maulid Adat Gumantar, sejak awal persiapan
hingga berakhirnya ritual tersebut.Pada hari pertama yang dilakukan
oleh masyarakat adat Gumantar menjelang pelaksanaan Maulid adatnya
adalah seperti meleah disekitar Bale Gubuq (membersihkan kampung),
memperbaiki penyengker (pembatas/pagar) Mesjid Kuno dan gotong
royong membersihkan lokasi sekitar pelaksanaan ritual Maulid Adat,
termasuk membersihkan Lokok Bikuk. Disamping itu, yang perlu
dipersiapkan pada hari pertama itu antara lain membuat Jojor (lampu
yang terbuat dari kapas dan buah jarak pagar yang di racik jadi
satu),menguluh (ambil padi bulu dari Sambi (Lumbung padi) untuk
persiapan nasi ayat dan menentukan praja Mangku dan Praja Penghulu.
Praja ini berjumlah 4 orang perempuan, yang terdiri dari 2 orang
yang sudah tua (sudah menopause) dan 2 orang lagi yang masih belum
aqil balik.Tugasnya adalah sebagai tokoh utama dalam pelaksanaan
proses ritual Maulid Adat. Misalnya, praja inilah yang bertugas
menumbuk padi bulu untuk dijadikan nasi ayat, praja ini pula yang
berada paling depan dalam bisok beras maupun ketika naik ke Mesjid
Kuno dalam puncak pelaksanaan Maulid Adat. Sedangkan Praja
Maulidnya yang terdiri dari 2 orang berada di belakang dari praja
itu.Pada hari kedua, kegiatan adat yang dilakukan adalah
mempersiapkan kayu bakar,gong dua di turunkan kemudian mencucinya
di lokok Bikuk.Setelah selesai mencuci, gong dua itu kembali ke
Bale Beleq untuk dilakukan ritual tabuh selama tiga kali, baru
kemudian di bawa ke tempatnya di depan Mesjid Kuno untuk ditabuh
selama berlangsungnya prosesi Maulid Adat.Namun sebelum mulai
ditabuh, disembelihkan ayam terlebih dahulu diatas gong maupun
kelentangnya. Setelah mulai ditabuh, maka pada saat ini, masyarakat
adat Gumantar sudah boleh menari menggunakan tarian yang dikenal
dengan sebutan Migel.Siang harinya dilakukan kegiatan Merembun
(mengumpulkan) segala hasil bumi (beras,dll) di Bale Beleq (rumah
adat). Dalam acara merembun ini dilakukan oleh kaum hawa dengan
menggunakan wadah Praras (bakul kecil) dan berpakaian adat. Pada
sore harinya bisok beras pun dilakukan ke Lokok Bikuk oleh praja
Mangku dan Praja Penghulu bersama dengan inan pawon dan diiringi
oleh sedikitnya 10 hingga 12 orang perempuan dengan menggunakan
pakaian adat khas Gumantar. Dalam acara bisok menik ini, menurut
Rinansah, tidak berdasarkan Purusa.Siapa saja boleh
melakukannya,kata Rudim.Sementara menunggu segala sesuatunya siap,
di alun-alun Mesjid Kuno Gumantar masih tetap berlangsung tarian
yang menurut bahasa Gumantar disebutnya Migel. Bersamaan dengan
itu, di bale beleq, Ancak untuk wadah membawa nasi ke Mesjid Kuno
nantinya pun dipersiapkan, praja mulud juga sedang
dipersiapkan.Kemudian acara selanjutnya menurut Rudim (45) adalah
Tau Lokak sudah siap diberugak bersama sama dengan Pengancang dan
berpakaian adat.Kalau sudah Tau Lokak sudah siap di Berugak bersama
dengan Pengancang, ini berarti prosesi ritual Maulid Adat, akan
segera digelar.Acara dilanjutkan dengan iring-iringan sepasang
Praja Mulud menuju Mesjid Kuno, dengan 10 orang laki-laki membawa
ancak (dulang terbuat dari bambu) dan 20 pasang wanita mengiring
paling depan dengan menggunakan pakaian adat.Rudin juga
menambahkan: 10 laki-laki pembawa ancak ini, langsung naik ke
Mesjid Kuno bersama dengan Praja Mulud, sedangkan 20 wanita sebagai
pengiring tadi, hanya sampai diluar Mesjid. Acara puncak dari
prosesi ritual Maulid adat Gumantar ini, sama dengan seperti di
Bayan, yaitu puncaknya dengan naiknya Praja Mulud ke Mesjid Kuno.
Sedangkan kalau di Sesait, puncak Maulid adatnya dengan di
naikkannya Nasi Aji di Mesjid Kuno. Acara ini merupakan
keistimewaan dari kampung adat Gumantar, dimana tidak ditemui di
tempat lain.5.1.1 Kondisi Fisik AlamiKondisi fisik alami kampung
adat di Kawasan Gumantar merupakan sebuah originalitas dari
perdaban secara turun temurun dan masih terjaga sampai sekarang.
Kondisi fisik bangunan juga mencerminkan sebuah seni arsitektur
masa lampau, untuk tetap mempertahankan originalitas bangunan,
secara turun temurun komunitas suku adat di kawasan Gumantar tetap
menjaga bentuk bangunan mereka. Hubungan interaksi manusia dengan
alam (kearifan lokal) dari komunitas ini juga bisa dilihat
bagaimana mereka membangun rumah mereka yang sama seperti yang
diwariskan oleh leluhur mereka sampai sekarang.
Gambar 5.4 Rumah adat di Dusun Beleq, Desa Gumantar.
Gambar 5.5 Dinding rumah terbuat dari bambu.
Gambar 5.6 Atap rumah terbuat dari anyaman ilalang\Gambar 5.6
Atap rumah juga difungsikan sebagai tempat menyimpan sesuatu
Gambar 5.7 kondisi di dalam ruangan rumah adat.
Gambar 5.8 Potret keadaan keluarga di kampung adat.5.1.2 Lanskap
SejarahLanskap sejarah bangunan dan budaya di kampung adat desa
Gumantar berupa bentuk bangunan dan warisan tatanan sosial, adat
istiadat, dan ritual keagamaan yang mereka lakukan selama ini.
Mereka juga menjaga kelestariannya sampai sekarang ini.
Gambar 5.3 Lanskap kampung adat di Dusun Beleq, Desa
Gumantar5.1.3 Aspek Sosial, Ekonomi dan BudayaMata pencaharian
penghuni kampung adat di Desa Gumantar ini adalah sebagai bertani,
berkebun dan beternak, hasil pertanian mereka menghasilkan bahan
pokok untuk makanan seperti padi, kedelai. Kondisi sosial dan
budaya kampung adat di Desa Gumantar
5.1.4 Persepsi dan Dukungan MasyarakatPersepsi penduduk kampung
adat dan masyarakat setempat tentang keberadaan kampung adat ini
merupakan.5.2 Arahan Rencana Pengembangan Kampung Adat Kawasan
Gumantar5.3 ............................5.4
............................
LAPORAN AKHIR CV. Mega Jaya Mandiri - 6