Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu Ukur Tanah adalah ilmu yang mempelajari tentang
pengukuran pada sebagian besar atau sebagian kecil dari permukaan
bumi, yang mempelajari cara-cara pengukuran di permukaan bumi dan di bawah
tanah untuk menentukan posisi relatif atau absolut titik-titik pada permukaan
tanah, di atasnya atau di bawahnya, dalam memenuhi kebutuhan seperti pemetaan
dan penentuan posisi relatif suatu daerah.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah
Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan pesawat waterpass
Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat theodolit
Mahasiswa dapat mengenal dan menggunakan alat total station
Mahasiswa dapat terampil membidik ( mengincar ) lurus dalam
menancapkan jalon – jalon atau patok – patok di lapangan
Mahasiswa dapat melakukan pengukuran jarak yang terhalang oleh
bangunan atau rintangan
Mahasiswa dapat melaksanakan dan mengukur profil memanjang
dan melintang
Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran traversing
Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pembuatan garis kontur
Mahasiswa dapat melakukan pengukuran polygon terbuka dan
tertutup
BAB II
1
Page 2
DASAR TEORI
Dalam pekerjaan pengukuran progress mining atau survey perlu digunakan
alat-alat untuk mempermudah penyelesaian pengambilan data-data. Jenis alat
yang digunakanpun sangat mempengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam
pekerjaan tersebut. Alat yang umum digunakan dalam pengukuran di lapangan
adalah
1. Pesawat waterpass
2. Theodolit
3. Total station
Ruang lingkup pemetaan dari Ilmu Ukur Tanah adalah:
1. Tahap pengambilan data
Pada tahap pengambilan data (Pengukuran) terdapat 3 faktor
yang dapat mempengaruhi ketelitian hasil pengukuran yaitu :
Kestabilan peralatan dalam pengukuran
Keterampilan si pengukur
Keadaan alat pada saat pengukuran.
2. Tahap pengolahan data
Pada tahap ini ada hal penting yang harus kita perhatikan yaitu:
Hasil pengukuran terhadap penyimpangan yang terjadi
pada tahap pengukuran
Proses perhitungan yang dapat menyangkut permukaan
tiada tentu (permukaan yang rumit)
3. Tahap penggambaran (penyajian data)
Pada tahap ini terdapat hal yang patut diperhatikan yaitu
pemakaian/pemilihan skala.
Alat-Alat Yang di Gunakan dalam Pengukuran
2
Page 3
1. Pesawat Waterpass
Waterpass digunakan untuk mengukur jarak dan beda tinggi antara
patok dengan cara menempatkan pesawat waterpass di tengah-tengah
antar dua patok kemudian menembak ke arah muka dan belakang.
Pembacaan alat yaitu berupa benang atas (BA), benang tengah (BT), dan
benang bawah (BB). Untuk pengukuran melintang, waterpass terbatas
pada azimuth untuk /2 dan azimuth (/2 + 180o) yang diukur adalah jarak
terhadap alat dan ketinggian di atas tanah.
a). Ketelitian / Kesalahan Dalam Pengukuran Waterpass
Dalam pengukuran sering kali terjadi kesalahan yang mungkin terjadi pada
saat pengukuran. Kesalahan ada 3 macam, yaitu : kesalahan akibat fakror alat,
kesalahan akibat faktor manusia, dan kesalahan akibat faktor alam.
Kesalahan akibat faktor alat :
Kaki statif rusak
Nivo untuk mendatarkan permukaan rusak, dll
Kesalahan akibat faktor manusia :
Kesalahan dalam pembacaan rambu
Kesalahan dalam menegakkan rambu
Kesalahan dalam mencatat / menghitung
Kesalahan dalam mengatur nivo, dll
Kesalahan akibat faktor alam :
3
Page 4
Kesalahan akibat pengaruh cuaca
Kesalahan akibat gempa bumi, dll
Untuk menetapkan apakah hasil pengukuran ini dapat dipakai atau tidak, maka
diberi suatu nilai toleransi kesalahan dalam pengukuran.
Toleransi adalah suatu kesalahan maksimum yang masih dapat dijinkan, sehingga
dari hasil pengukuran dapat ditetapkan dua alternatif :
1. Kesalahan > toleransi, maka hasil pengukuran ditolak
2. Kesalahan < toleransi, maka hasil pengukuran diterima
b) PELAKSANAAN PENGUKURAN.
Cara pelaksanaan pengukuran di lapangan :
Pertama – tama melakukan pengecekan alat – alat, seperti :
1. Pesawat waterpass dan kaki statif
2. Rambu ukur / baak ukur
3. Patok / paku paying
4. Alat mencatat dan dash board
5. Payung
a. Penyetelan alat
Sebelum dipakai, pesawat harus di stel terlebih dahulu, seperti :
1. Pasang kaki statif terlrbih dahulu dan usahakan posisi dari kaki
tersebut datar.
2. Pesawat di letakkan diatas statif dengan memutar sekrup pengunci
yang ada di kaki statif tersebut
3. Setel nivonya dan usahakan pas di tengah – tengah supaya
mendapatkan hasil ketelitian yang maksimal. Untuk menyetel nivo
dapat menggerakkan sekrup yang ada pada pesawat atau dengan
cara lain yaitu dengan menggerakkan kaki statif naik – turun.
4. Usahakan teropong menghadap titik pertama yang akan kita
tembak / baca dengan sudut 0 dan setelah menembak titik tersebut,
maka pesawat diputar searah jarum jam sehingga membentuk sudut
180 .
b. Cara Pengukuran :
4
Page 5
1. Tempatkan dua rambu ukur pada titik yang telah ditentukan
sebelumnya, kemudian taruh baak ukur ketitik mula – mula,
misalkan titik BM ke titik A. Ukur kedua jarak tersebut.
2. Kita tempatkan pesawat di tengah – tengah antara titik BM dan
titik A.
3. Pesawat kita arahkan ke titik BM kemudian kita baca BA, BT ,dan
BB dan bacaan tersebut diberi nama bacaan belakang. Selanjutnya
pesawat diputar searah jarum jam ke titik A kemudian dibaca BA,
BT, dan BB dan dinamakan bacaan muka.
4. Untuk pengukuran melintang, pesawat kita letakkan pada titik A.
Kemudian kita letakkan beberapa rambu pada beberapa tempat
dengan arah yang sama dan mengikuti arah melintang dari titik –
titik arah memanjang.
5. Setelah itu pesawat kita pindahkan ke tengah – tengah antara titik
A dan titik B. Kemudian pesawat kita arahkan ke titik A kemudian
kita baca BA, BT, dan BB dan dinamakan bacaan belakang.
Seterusnya pesawat kita putar dengan searah jarum jam ke titik B
kemudian di baca BA, BT, dan BB dan dinamakan bacaan muka.
6. Pesawat kita pindahkan ke titik B untuk pengukuran melintang
dengan cara yang sam seprti diatas.
7. Selanjutnya pesawat di pindahkan lagi ketitik selanjutnya untuk
pengukuran memanjang dengan cara yang sama seperti diatas.
Setelah itu dilanjutkan dengan pengukuran melintang. Begitu
seterusnya sampai titik terakhir dan dilanjutkan dengan
pengukuran memanjang pulang.
8. Diadakan perhitungan, sehingga beda tinggi dan jarak serta elevasi
dapat ditentukan dengan rumus yang ada.
2. Theodolit
5
Page 6
Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk
menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda
dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam
theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).
Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah,
theodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan
situasi, maupun pengamatan matahari. Theodolit juga bisa berubah fungsinya
menjadi seperti Pesawat Penyipat Datar bila sudut verticalnya dibuat 90º.
Dengan adanya teropong pada theodolit, maka theodolit dapat dibidikkan
kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan gedung, theodolit sering
digunakan untuk menentukan sudut siku-siku pada perencanaan / pekerjaan
pondasi, theodolit juga dapat digunakan untuk menguker ketinggian suatu
bangunan bertingkat.
A. BAGIAN – BAGIAN DARI THEODOLIT
Secara umum, konstruksi theodolit terbagi atas dua bagian :
1. Bagian atas, terdiri dari :
o Teropong / Teleskope
o Nivo tabung
o Sekrup Okuler dan Objektif
o Sekrup Gerak Vertikal
o Sekrup gerak horizontal
o Teropong bacaan sudut vertical dan horizontal
6
Page 7
o Nivo kotak
o Sekrup pengunci teropong
o Sekrup pengunci sudut vertical
o Sekrup pengatur menit dan detik
o Sekrup pengatur sudut horizontal dan vertikal
2. Bagian Bawah terdiri dari :
o Statif / Trifoot
o Tiga sekrup penyetel nivo kotak
o Unting – unting
o Sekrup repitisi
o Sekrup pengunci pesawat dengan statif
B. PERSYARATAN OPERASI THEODOLIT
o Sumbu I harus tegak lurus dengan sumbu II (dengan menyetel nivo
tabung dan nivo kotaknya).
o Garis bidik harus tegak lurus dengan sumbu II.
o Garis jurusan nivo skala tegak, harus sejajar dengan indeks skala
tegak.
o Garis jurusan nivo skala mendatar, harus tegak lurus dengan sumbu
II.
C. CARA-CARA PENYETELAN THEODOLIT
o Dirikan statif sesui dengan prosedur yang ditentukan.
o Pasang pesawat diatas kepala statif dengan mengikatkan landasan
peawat dan sekrup pengunci di kepala statif.
o Stel nivo kotak dengan cara:
Ø Putarlah sekrup A,B secara bersama-sama hingga gelembung nivo
bergeser kearah garis sekrup C. (lihat gambar a)
Ø Putarlah sekrup c ke kiri atau ke kanan hingga gelembung nivo
bergeser ketengah (lihat gambar b)
Ø Setel nivo tabung dengan sekrup penyetel nivo tabung.
7
Page 8
Bila penyetelan nivo tabung menggunakan tiga sekrup penyetel (A,B,C),
maka caranya adalah:
Ø Putar teropong dan sejajarkan dengan dua sekrup A,B (lihat
gambar a)
Ø Putarlah sekrup A, B masuk atau keluar secara bersama-sama,
hingga gelembung nivo bergeser ke tengah (lihat gambar a)
Ø Putarlah teropong 90º ke arah garis sekrup C (lihat gambar b)
Ø Putar sekrup C ke kiri atau ke kanan hingga gelembung nivo
bergeser ketengah.
Ø Periksalah kembali kedudukan gelembung nivo kotak dan nivo
tabung dengan cara memutar teropong ke segala arah
E. CARA PEMBACAAN BAK UKUR
Pada rambu ukur akan terlihat huruf E dan beberapa kotak kecil yang
berwarna merah dan hitam. Setiap huruf E mempunyai jarak 5 cm dan
setiap kotak kecil panjangnya 1cm.
LANGKAH PERHITUNGAN :
PERHITUNGAN JARAK
JIKA MEMAKAI SUDUT VERTIKAL (ZENITH) :
o D = (BA-BB) x100 x sin V, jarak optis
o D = (BA-BB) x 100 x sin V, jarak datar
JIKA MEMAKAI SUDUT VERTIKAL (ELEVASI)
o D = (BA-BB) x 100 x cos2 V, jarak optis
o D = (BA-BB) x100 x cos2 V, jarak datar
PERHITUNGAN KETINGGIAN
TPx = TP1 + ∆h
TP1 adalah ketinggian di titik pesawat
3. TOTAL STATION
8
Page 9
Total Station merupakan teknologi alat yang menggabungkan secara
elektornik antara teknologi theodolite dengan teknologi EDM (electronic
distance measurement). EDM merupakan alat ukur jarak elektronik yang
menggunakan gelombang elektromagnetik sinar infra merah sebagai
gelombang pembawa sinyal pengukuran dan dibantu dengan sebuah reflektor
berupa prisma sebagai target (alat pemantul sinar infra merah agar kembali ke
EDM).
Total station adalah alat ukur sudat dan jarak yang terintegrasi dalam satu
unit alat. Total station juga sudah dilengkapi dengan processor sehingga bisa
menghitung jarak datar, koordinat, dan beda tinggi secara langsung tanpa
perlu kalkulator lagi.
Berikut ini penjabaran mengenai pengertian Total station :
Total Station : adalah peralatan elektronik ukur sudut dan jarak (EDM)
yang menyatu dalam 1 unit alat.
Data dapat disimpan dalam media perekam. Media ini ada yang berupa
on-board/internal, external (elect field book) atau berupa card/PCMCIA
Card. -> salah catat tidak ada.
Mampu melakukan beberapa hitungan (misal: jarak datar, beda tinggi dll)
di dalam alat. Juga mampu menjalankan program-program survey, misal :
Orientasi arah, Setting-out, Hitungan Luas dll, kemampuan ini tergantung
type total stationnya.
9
Page 10
Untuk type “high end”nya ada yang dilengkapi motor penggerak, dan
dilengkapi dengan ATR-Automatic Target Recocnition, pengenal objek
otomatis (prisma).
Type tertentu mampu mengeliminir kesalahan-kesalahan : kolimasi Hz &
V, kesalahan diametral, koreksi refraksi, dll. Hingga data yang didapat
sangat akurat.
Ketelitian dan kecepatan ukur sudut dan jarak jauh lebih baik dari
theodolite manual dan meteran. Terutama untuk pemetaan situasi.
Alat baru dilengkapi Laser Plummet, sangat praktis dan Reflector-less
EDM ( EDM tanpa reflector )
Data secara elektronis dapat dikirim ke PC dan diolah menjadi Peta
dengan program mapping software.
Perbedaan theodolite dengan Total station
Theodolite sebenarnya adalah alat pengukur sudut saja, jadi data primer
yang dihasilkan dari theodolite hanya sudut horizontal, sudut vertikal dan bacaan
rambu ukur. Untuk mendapatkan jarak diperlukan data pendukung seperti data
dari EDM, meteran atau dengan tachimetri. Sedangkan Total station langsung bisa
mendapatkan data sudut dan jarak dalam satu pengukuran.
Cara Kerja Total Station
Total station merupakan perangkat elektronik yang dilengkapi piringan
horisontal, piringan vertikal dan komponen pengukur jarak. Dari ketiga data
primer ini ( Sudut horisontal, sudut vertikal dan jarak) bisa didapatkan nilai
koordinat X,Y,Z serta beda tinggi. Data direkam dalam memory dan selanjutnya
bisa ditransfer ke komputer untuk di olah menjadi data spasial
Rekomendasi Pemakaian :
A. Total Station sebaiknya digunakan untuk pengukuran tata batas baru, baik
itu tata batas hutan maupun tata batas dengan pihak ketiga seperti halnya
pinjam pakai dan tukar menukar kawasan hutan.
10
Page 11
B. Total Station sebaiknya digunakan untuk pengukuran berulang (contoh :
rekonstruksi batas kawasan hutan), dimana data sebelumnya diperoleh dari
pengukuran menggunakan Total Station juga.
11
Page 12
BAB III
URAIAN JOB KERJA
3.1 JOB I : Membuat Garis Lurus di Lapangan
Hari / Tanggal : Kamis / 28 Februari 2013
Lokasi : Lapangan Politeknik Negeri ujung Pandang
Kelompok : IV (Empat)
Instruktur : - DR.Ir. Hamzah Yusuf, M.S.
- Ir. Efraim Bara
- Ir. Abd. Rivai Sulaeman. M.S.
- Kushari, ST, MT.
1.1. Membuat garis lurus dengan mengukur jalan
1.2. Membuat garis lurus antara dua titik di antara bangunan.
A. TUJUAN
a. Tujuan Umum
1. Dapat membuat garis lurus di lapangan dengan menggunakan alat
ukur yang sederhana.
2. Dapat mengenal dan menggunakan alat-alat untuk mengukur
garis lurus di lapangan.
3. Dapat terampil membidik (mengincar) lurus dalam menancapkan
jalon-jalon atau patok-patok dilapangan.
4. Dapat mengetahui dan mengatasi adanya kekurangan dalam
pembuatan garis di lapangan.
5. Dapat menjadi teliti dan kreatif.
b. Tujuan Khusus
1. Dapat membuat garis lurus antara dua titik dilapangan
2. Dapat membuat garis lurus dengan bidikan tidak langsung.
3. Dapat menentukan titik potong antara dua garis lurus di lapangan.
12
Page 13
B. DASAR TEORI
Pengukuran garis lurus di lapangan dimaksud untuk mengetahui
jarak yang ada diantara satu titik dan titik lain.
Pengukuran garis lurus dibuat dengan menggunakan titik awal untuk
membuat garis selanjutnya harus berpotongan dengan garis selanjutnya
satu garis lurus. Rintangan yang dihindari dengan pembuatan garis lurus
yaitu apabila terdapat suatu bangunan atau pohon yang terletak pada garis
lurus atau garis ukur sehingga terbuat tidak di ukur secara langsung.
Untuk mendapatkan hasil pengukuran dengan maksimal harus
terbentuk satu garis lurus saja apabila terdapat lebih dari satu garis lurus
maka akan terjadi suatu kesalahan dari hasil pengukuran.
Dengan terbentuknya satu garis lurus maka pengukuran data
memperoleh hasil yang maksimal.
C. ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Jalon 4 buah, alat ini digunakan untuk memperpanjang garis yang
akan diukur.
2. Rol meter 1 buah, untuk mengukur jarak antar jalon.
3. Waterpass tukang 1 buah, digunakan untuk memeriksa kelurusan rol
meter pada saat menariknya dalam pengukuran untuk mendapatkan
hasil yang maksimal.
4. Nivo 1 buah, untuk memeriksa ketegakan jalon yang tel ditancapkan.
5. Helm, digunakan untuk pelindung dari kecelakaan kerja
6. Kaki segitiga (tripod) 4 buah, digunakan pada saat jalon harus
ditancapkan pada tanah keras, untuk itu dapat ditegakkan dengan
bantuan kaki segitiga.
7. Papan pengalas, digunakan untuk mengalas pada penulisan data hasil
pengukuran.
13
Page 14
Nama Alat Gambar
Rol Meter
Waterpass Tukang
Nivo
Jalon
Pen
Tripod
14
Page 15
D. LANGKAH KERJA
1.1 Membuat Garis Lurus Antara Dua Titik di Lapangan.
1. Menyiapkan semua alat yang akan di gunakan lalu tentukan lokasi
kerja.
2. meletakkan jalon A dan B pada titik yang telah ditentukan sambil
mengontrol ketegakannya dengan menggunakan nivo jalon.
A B
3. Langkah selanjutnya, orang pertama membidik dibelakang jalon A
(± 1 m) kearah jalon B dan orang kedua menancapkan jalon P1 di
depan jalon A dan melihat / mendengarkan instruksi dari orang
pertama, sehingga penancapan jalon membentuk garis lurus A – P1
– B.
A P1 B
4. Kemudian kembali orang pertama kembali membidik di belakang
jalon A salah satu teman kelompok atau orang ketiga menancapkan
jalon P2 didepan jalon P1 sambil melihat istruksi dari orang pertama,
sehingga jalon berimpit atau membentuk 1 garis lurus A – P1 – P2 –
B.
15
Page 16
A P1 P2 B
5. Setelah membentuk garis lurus A – P1 – P2 – B kemudian ukurlah
jarak A ke P1, P1 – P2, P2 - B dengan menggunakan rol meter dan
gunakan waterpas untuk mengukur kedataran dari rol meter sampai
mendapat pengukuran yang akurat, usahakan dalam penarikan rol
meter tidak kendor dan tidak dihalangi satu benda. Pengukuran
diambil dari asnya lalu catalah hasil pengukuran A – P1, P1 – P2, P2
- B.
A P1 P2 B
6. Setelah pengukuran selesai cabut jalon P1, P2, kemudian geser dari
tempat semula jalon itu berdiri.
A B
16
Page 17
7. Kemudian bidik kembali seperti prosedur pada nomor 3, 4 dan 5.
Setelah mendapat garis A – P1 – P2 – B kita ukur kembali
A P1 P2 B
8. Adapun prosedur pengukuran sama yang dilakukan pada no 5, yaitu
menggunakan rol meter dan waterpass catatlah hasil pengukuran
pada lembar catatan dan pisahkan dari pengukuran awal atau yang
pertama tadi. Pengukuran ini dilakukan sampai tiga kali.
A P1 P2 B
17
Page 18
1.2 Membuat Garis Lurus Antara Dua Bangunan.
1. Setelah melakukan pengukuran tadi maka di lanjutkan dengan
pengukuran antar dua bangunan. Kita menancapkan Jalon P1-P2
disembarang tempat dan seseorang melihat pada jalon P1 dan
seorang lagi menggeser jalon P2 tadi sampai mendapat garis lurus P1
– P2 – C.
D P2 C
P1
2. Langkah kedua, giliran jalon P1 yang dicabut dan di geser, seseorang
melihat pada jalon P2 untuk mendapatkan garis lurus antara P2 – P1
– D. Demikian seterusnya sampai didapatkan titik segaris/lurus D –
P1 – P2 – C.
D P2 C
P1
18
Page 19
3. Setelah mendapatkan garis lurus antar dua bangunan D – P1 – P2 – -
C maka kembali kita ukur, langkah pengukurannya sama yaitu
memakai rol meter dan waterpas.
D P1 P2 C
4. Catatlah hasil pengukuran dengan teliti pisahkan dengan catatan
pengukuran yang pertama dan kedua.
19
Page 20
TABEL DATA LAPANGAN
Pengukuran Garis Lurus dengan Mengukur Jalan
Pengukuran Titik Jarak (m)
I
A – P1
P1 – P2
P2 – B
7,194
7,660
7,120
Σ 21,974
II
A – P1
P1 – P2
P2 –B
9,526
4,988
7,276
Σ 21,790
III
A – P1
P1 – P2
P2 – B
5,070
6,126
10,770
Σ 21,966
Jarak AB=∑ PI+∑ PII +∑ PIII3
21 , 974+21 , 790+2 1, 9663 =21 , 910 m
20
Page 21
TABEL DATA LAPANGAN
Pengukuran Garis Lurus diantara Dua Bangunan
Pengukuran Titik Jarak (m)
I
A – P1
P1 – P2
P2 – C
9,600
9,970
8,860
Σ = 28,430
II
A – P1
P1 – P2
P2 – C
8,028
8,650
11,812
Σ = 28,490
III
A – P1
P1 – P2
P2 – C
10,290
10,032
8,140
Σ = 28,462
Jarak AB = ∑I +∑ II+∑ III
3
= 28,430+28,490+28,462
3
= 28,461 m
21
Page 22
E. PEMBAHASAN
Pada pengukuran awal jarak A – P1, P1 – P2, P2 –B, tetap karna titik
awal kita mengukur
Pada pengukuran kedua jarak A – P1. P1 – P2, P2 – B, bertambah
karena pada pengukuran ini jalon P1, P2 di geser dari tempat semula
sehingga mengakibatkan pertambahaan panjang pada titik A – P1. P1
– P2, P2 – B dan seterusnya pada pengukuran ke tiga
Pada pengukuran ke empat yaitu pengukuran di antara dua bangunan,
pada pengukuran ini jarak D – P1, bartambah dan P2 – C, juga
bertambah tapi pada pengukuran D –C, berkurang itu di sebabkan
karena pada waktu membidik jalon P1 terlalu dekat dengan jalon P2
maka pada saat pengukuran mengakibatkan jarak P1 – P2 berkurang.
22
Page 23
F. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1.1 Membuat Garis Lurus Dengan mengukur jalan
Berdasarkan Hasil Pengukuran di lapangan maka dapat di ketahui
sebagai berikut :
Pengukuran I : 21,974 m
Pengukuran II : 21,790 m
Pengukuran III : 21,966 m
Jarak AB rata – rata = 21,910 m
Jarak AB pada setiap pengukuran berbeda – beda, hal ini
disebabkan oleh ketelitian dalam :
a. Pembacaan
b. Kesalahan pengukur
1.2 Membuat Garis lurus Antara Dua Titik Pada Bangunan
Berdasarkan pengukuran di lapangan maka diperoleh:
Pengukuran I : 28,430 m
Pengukuran II : 28,490 m
Pengukuran III : 28,462 m
Jadi, Jarak AB rata – rata = 28,461 m
Pada bagian ini pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga
data yang diperoleh masih kurang akurat.
2. Saran
1. Sebelum melakukan praktikum, periksalah alat – alat yang akan
digunakan untuk mengukur karena mungkin saja alat tersebut
rusak.
2. Dalam melaksanakan praktek dilapangan kerjasama kelompok
sangat diperlukan, agar dalam pengukuran kesalahan dapat
diminimalisir.
23
Page 24
GAMBAR SITUASI
24
Page 25
3.2 JOB II : Membuat Sudut Siku-Siku di Lapangan
Hari/Tanggal : Kamis, 07 Maret 2013
Lokasi : Lapangan Politeknik Negeri Ujung pandang
Kelompok : IV (Empat)
Instruktur : - Ir.Efraim Bara
- DR.Ir. Hamzah Yusuf, M.S.
- Kushari,ST, MT.
- Ir. Abd. Rivai, Sulaeman. M.S.
2.1. Membuat sudut siku-siku di Lapangan.
2.2. Membuat sudut siku – siku dengan prisma
A. TUJUAN
a. Tujuan Umum
1. Dapat melakukan pengukuran sudut siku – siku di lapangan.
2. Dapat mengetahui dan dapat mengatasi adanya kesulitan - kesulitan
dalam melakukan pengukuran jarak dan rintangan.
b. Tujuan Khusus
1. Dapat melakukan pengukuran sudut siku – siku di lapangan.
2. Dapat melakukan pengukuran jarak yang terhalang oleh rintangan
Gedung.
3. Dapat menghitung lebar bangunan yang menjadi rintangannya.
B. DASAR TEORI
Pengukuran dengan sudut siku – siku dan membuat garis lurus di
lapangan dengan rintangan banguanan dimaksud untuk mengetahui jarak
yang ada antara satu titik dengan titik yang lain.
Pengukuran ini dibuat dengan menggunakan titik awal untuk membuat
garis selanjutnya . Untuk rintangan bangunan kita harus membuat segitiga
dengan mengguankan jalon atau menancapkannya pada setiap sisi segitiga
25
Page 26
yang di buat tadi, dengan membentuk sudut siku – siku dengan
menggunkan prisma dan unting – unting sehingga membentuk garis lurus.
Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang maksimal harus terbentuk
satu garis lurus apabila terdapat lebih dari satu garis lurus maka akan
terjadi suatu kesalahan dari hasil pengukuran. Dengan memperoleh satu
garis lurus maka data pengukuran akan memperlihatkan hasil yang
maksimal.
C. ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Jalon 5 buah, alat ini digunakan untuk memperpanjang garis yang
akan diukur.
2. Rol meter 1 buah, untuk mengukur jarak antar jalon.
3. Waterpas 1 buah, digunakan untuk memeriksa kerataan rol meter pada
saat menariknya dalam pengukuran untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
4. Nivo 1 buah, untuk memeriksa ketegakan jalon yang telah
ditancapkan.
5. Patok/pen 4 buah, digunakan pada saat jalon akan dipidahkan
kemudian setelah itu pen ditancapkan pada tempat jalon tersebut.
6. Kaki segitiga 3 buah, digunakan sebagai penyangga jalon yang telah
ditancapkan.
7. Prisma 1 buah, digunakan untuk mendapatkan suatu sudut siku – siku.
8. Unting – unting satu buah, digunakan untuk mendapatkan sudut siku –
siku setelah menggunakan prisma dan kemudian menjatuhkan unting
– unting pada titik siku – siku.
9. Alat pengaman dalam pengukuran seperti jas lab. dan helm.
26
Page 27
D. LANGKAH KERJA
2.1 Membuat Sudut Siku-Siku di Lapangan
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan diguanak untuk mengukur
b. Tancapkan jalon A dan jalon B pada titik yang telah
ditentukanssambil mengontrol ketegakannya dengan
menggunakan nivo jalon
B
A
c. Tancapkan jalon C diantara jalon A dan jalon B sehingga
membentuk segitiga siku- siku. Tegakkan jalon C dengan
menggunakan Nivo. Kemudian mengatur jalon C dengan
menggunakan prisma agar jalon C tegak lurus dengan jalon A dan
jalon B, sehingga di dapat perbandingan 3:4:5.
27
Page 28
d. Kemudian mengukur jarak jalon A ke jalon B dan jalon C dengan
menggunakan rol meter dan menggunakan waterpass untuk
mengukur kedataran dari rol meter sampai mendapatkan hasil
yang lebih akurat
12,400 m 7,840 m
9,700 m
Perhitungan :
AB2 = CB2 + AC2
AB2 = 7,8402 + 9,7002
AB2 = 61,460 + 94,090
AB = √155,5556
AB = 12, 472 m
28
Page 29
2.2 Membuat Sudut Siku-Siku dengan Prisma
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan diguanakan untuk mengukur
b. Tancapkan jalon A dan jalon B pada titik yang telah ditentukan
sambil mengontrol ketegakannya dengan menggunakan nivo jalon
c. Tancapkan jalon C diantara jalon A dan jalon B sehingga
membentuk segitiga siku- siku. Tegakkan jalon C dengan
menggunakan Nivo. Kemudian mengatur jalon C dengan
menggunakan prisma agar jalon C tegak lurus dengan jalon A dan
jalon B, sehingga di dapat perbandingan 3:4:5.
B
A C D
29
Page 30
d. Kemudian mengukur jarak jalon A ke jalon B dan jalon C dengan
menggunakan rol meter dan menggunakan waterpass untuk
mengukur kedataran dari rol meter sampai mendapatkan hasil yang
lebih akurat
B
10,400 m 10,630 m
A 5,930 m C 6,440m D
Perhitungan :
AB2 = AC2 + BC2
AB2 = 5,9302 + 8,6002
AB2 = 35,1649 + 73,960
AB = √109,124
AB = 10,440 m
BD2 = BC2 + CD2
BD2 = 8,6002 + 6,4402
BD2 = 73,960 + 41,4736
BD = √115,4336
BD = 10,744 m
30
8,600m
Page 31
E. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Setelah melakukan job ini kita sudah mampu membuat sudut siku-
siku di lapangan walaupun belum tepat dan kita juga dapat
mengoperasikan alat prisma
2. Pada job ini kita belum begitu mahir dalam melakukan pengukuran
sehingga jarak yang didapat pada saat pengukuran belum tepat.
B. SARAN
1. Dalam pengukuran siku-siku keakuratan pengukuran sangat
dituntut maka pada saat pengukuran kita harus teliti dan jadi
pengukuran pada jalon ke jalon harus dari as ke asnya dan pada
saat penarikan saran dan pada saat penarikan rol meter jangan
kendor atau terlalu di tarik maka dapat megakibatkan rol meter
memanjang atau melar.
2. Dalam pengukuran dengan menggunakan rol meter sebaiknya pada
saat menarik jangan terlalu kencang, yang mengakibatkan rol meter
menjadi melar dan pada saat penancapan setiap jalon sebaiknya
sejajar.
31
Page 32
GAMBAR SITUASI
32
Page 33
3.3 JOB III : Mengukur Jarak Antara 2 Titik dengan Rintangan
Hari / Tanggal : Kamis / 28 Maret 2013
Lokasi : Lapangan Politeknik Negeri Ujung Pandang
Kelompok : IV (Empat)
Instruktur : - Ir. Efraim Bara
- DR. Ir. Hamzah Yusuf, M.S.
- Ir. Abd. Rivai Sulaeman. M.S.
- Kushari, ST. MT
SUB JOB :
3.1 Mengukur Jarak antara 2 titik dengan Rintangan Sungai
3.2 Mengukur Jarak antara 2 titik dengan Rintangan Gedung
A. TUJUAN
a. Tujuan Umum
1. Dapat melakukan pengukuran sudut siku-siku yang tepat dan
akurat.
2. Dapat mengetahui dan dapat mengatasi adanya kesulitan-
kesulitan dalam melakukan pengukuran sudut siku-siku dan
pengukuran jarak dengan rintangan.
3. Dapat menjadi teliti dan hati-hati pada penggunaan ala-alat
maupun pekerjaan.
b. Tujuan Khusus
1. Dapat melakukan pengukuran sudut siku-siku di lapangan.
2. Dapat melakukan pengukuran jarak yang terhalang oleh rintangan
atau bangunan.
3. Dapat membuat garis sejajar di lapangan
4. Dapat membuktikan keakuratan dalam ukuran
33
Page 34
B. DASAR TEORI
Pengukuran dengan membuat sudut siku-siku dan membuat garis
lurus di lapangan dengan rintangan sungai dan bangunan dimaksud untuk
mengetahui jarak yang ada antara satu titik dan titik lain.
Pengukuran ini dibuat dengan menggunakan titik awal untuk
membuat garis selanjutny. Untuk melakukan rintangan dengan rintangan
sungai kita harus membuat sudut siku-siku yaitu dengan menggunakan
prisma dan unting-unting. Kemudian untuk rintangan bangunan kita
haruslah membuat persegi empat dengan menggunakan jalon atau
menancapkannya dengan ukuran yang telah ditentukan pada setiap sisinya,
dengan membentuk sudut siku-siku, dengan menggunakan prisma dan
untuing-unting.
Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang maksimal harus
terbentuk satu garis lurus apabila terdapat lebih dari satu garis lurus maka
akn terjadi suatu kesalahan dari hasil pengukuran.
Dengan terbentuknya satu garis lurus maka pengukuran data
memperoleh hasil yang maksimal.
C. ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Jalon 6 buah, untuk membeuat dan memperpanjang garis lurus dan
untuk memperpanjang garis dilapangan.
2. Patok / Pen 10 buah, diguanakan untuk menggantikan jalon yang
telah dipindahkan kemudian menancapkannya.
3. Rol Meter 1 buah, fungsinya yaitu untuk mengukur dari satu jalon
kejalon yang lainnya.
4. Waterpass 1 buah, untuk mengetahui kedataran suatu garis yang akan
di kukur.
5. Nivo 1 buah, untuk mengetahui ketegakan jalon yang telah
ditancapkan.
6. Prisma 1 buah, digunakan untuk mendapatkan suatu sudut siku-siku.
34
Page 35
7. Unting-unting satu buah, digunakan untuk mendapatkan sudut siku
setelah mengunakan prisma, dan kemudian menjatuhkan unting-
unting pada titik siku-siku.
8. Alat pengamanan dalam pengukuran yaitu jas laboratorium dan helm.
D. PPROSEDUR KERJA
3.1 Mengukur Jarak dengan Rintangan Sungai
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk mengukur
dilapangan
2. meletakkan jalon A dan jalon B pada titik yang telah ditentukan
sambil mengontrol ketegakkannya dengan menggunakan nivo jalon
A B
3. memperpanjang garis AB dengan menancapkan jalon C dan Jalon
F dengan cara membidik dengan menggunakan prisma agar
medapatkan kelurusan dengan AB dan mengontrol ketegakkannya
dengan menggunakan nivo jalon
35
Page 36
A B F
4. membuat garis tgak lurus(sudut siku- siku) dengn perbandingan
sisinya 3:4:5 dengan cara menancapkan jalon D dan jalon E dan
membidik dengan menggunakan prisma agar mendapatkan
kelurusan dan membentuk siku- siku dengan garis A C D dan BFE
36
D
FBA
C
C
E
Page 37
5. Mengukur sudut siku- siku antara sudut DCA dan sudut BFE
dengan menggunakan rol meter dan mengenggunakan waterpass
untuk mengukur kedataran rol meter.
DATA LAPANGAN
Pengukuran dengan Rintangan Sungai
Penyelesaian :
Jarak
A – C = 3,820 m
C – D = 2,400 m
A – D = 4,510 m
E – F = 12,220 m
B – F = 3,080 m
B – E = 12,602 m
AFCA =
EFCD
AF3,820 =
12,2202,400
AF=12,220 x3,8202,400
AF = 19, 450 m
37
Page 38
Jadi,
AB = AF – BF
= 19,450 – 3,080
= 16,370 m
Jarak langsung yang di ukur adalah 16,250 m, tetapi dalam pengukuran
dengan mengunakan prisma lebih panjang ( 16,370 cm ) mungkin pada saat
penggunaan alat prisma tidak membentuk siku-siku 90o.
Kontrol kesikuan :
CD2 + AC2 = AD2
2,4002 + 3,8202 = 4,5102
5,760 + 14,592 = 20,340
20,352 ≠ 20,340
Sin α = CD Cos α = CADA DA
= 2,400 = 3,8204,510 4,510
Sin α = 0,532 Cos α = 0,847
α = 32o 09’ 03” α = 32o 06’ 45”
38
Page 39
3.2 Mengukur Jarak dengan Rintangan Bangunan
1) Menyiapkan peralatan yang diperlukan di lapangan dan gambar
kerja paraktikum yang akan dilaksanakan.
2) Menancapkan jalon A dan B dengan jarak yang telah ditentukan,
dengan menggunakan rol meter.
A B
3) Setelah menancapkan jalon A dan B selanjutnya kita menancapkan
jalon D yang telah ditentukann jaraknya, yaitu jarak 3 : 4 dan 5 atau
dengan jarak kelipatannya.
D
3 m 5 m
A B 4 m
4) Jika kita telah mendapatkan jalon D. Maka kita memperpanjang
garis A dan B yang membentuk garis C perpanjangannya yaitu
dengan cara kita membidik di belakang jalon A sehingga
mendapatkan garis yang lurus A, B dan C.
39
Page 40
5) Selanjutnya kita membentuk titik E dengan jarak yang sama dengan
A ke D maka kita mendapatkan jarak A ke D sama dengan jarak B
ke E atau jarak A ke B dan D ke E yaitu jarak sama.
6) Setelah kita mendapatkan titik D dan E maka kita perpanjang lagi
titik tersebut sehingga membentuk titik F, g dan H yang selurus
denga titik D, E, F, G, dan H.
7) Setelah kita berdiri pada titik atau jalon G dan mengukur ke titik H
yaitu jaraknya sama dengan jarak A – D. Selanjutnya titik H di ukur
40
Page 41
sama jaraknya B – E sehingga membentuk titik J, dan kita telah
mendapatkan titik J dan I.
8) Setelah mendapatkan titik J ke I maka garis itu kita perpanjang
untuk kita perpanjang untuk mendapatkan titik K, maka kita
mendapatkan titikl yang sejajar K, I dan J.
9) Setelah kita mendapatkan titik atau garis yang siku yaitu A – B dan
D – E sama dengan I – J dan G – H, dan garis sejajar D, E, F, G dan
H maka kita ukur jarak dari titik tersebut yaitu titik yang diukur
adalah :
- A, B dan C
- D, E, F, G dan H
- K, I dan J
41
Page 42
10) Catatlah hasil pengukuran itu, setelah mendapatkan hasil
pengukuran maka kita cari jarak bangunan tersebut dengan rumus
CK = DEFGH – ABC + KIJ maka kita mendapatkan jarak CK atau
jarak bangunan yang kita ukur tadi
DATA LAPANGAN
Pengukuran dengan Rintangan Gedung
Penyelesaian :
Jarak
ABC = 4,830 m
DEFGH = 33,780 m
KIJ = 8,480 m
42
Page 43
Jadi
CK = DEFGH – ABC + KIJ
= 33,780 – 4,830 + 4,480
= 33,430 m
Jarak langsung yang diukur dengan rol meter pada bangunan yaitu 33,300 m.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pengukuran dengan rintangan sungai:
Dari hasil perhitungan kontrol, ternyata sudut CDA belum siku-
siku sehingga mengakibatkan pertambahan panjang sekitar 12 cm,
ini disebabkan pada saat penggunaan alat prisma dilapangan tidak
begitu teliti dan belum mendapat sudut siku-siku 90o, sehingga dari
perhitungan yang diperoleh α tidak sama, jadi kesalahan pada
pengukuran ini yaitu sudut CDA belum siku-siku.
2. Pengukuran dengan rintangan gedung:
Pada pengukuran ini terdapat perpanjangan ukuran dari data yang
diukur langsung dengan selisih 13 cm, mungkin ini disebabkan
pada saat penarikan rol meter terlalu kencang sehingga rol meter
menjdi melar atau pada saat pembentukan garis lurus dengan
menggunakan jalon tidak sejajar atau tidak membentuk garis lurus
yang di inginkan sehingga pada pengukuran diantara bangunan ini
terdapat selisih panjang dari data sebenarnya yaitu 33,430 m dan
jarak langsung yaitu 33,300 m.
B. SARAN :
Pada saat pengukuran dengan rintangan sebaiknya yang harus
diperhatikan adalah pada saat membentuk sudut siku-siku dengan
menggunakan alat prisma harus teliti dan konsentrasi agar kesalahan
pengukuran dapat di minimalisir.
43
Page 45
GAMBAR SITUASI
3.1 Pengukuran dengan rintangan sungai
45
Page 46
3.2 Pengukuran dengan rintangan gedung
46
Page 47
3.4 JOB IV : Pengenalan dan Penggunaan Waterpass (Alat Sipat Datar)
Hari / Tanggal : Kamis / 14 Maret 2013
Lokasi : Lapangan Politeknik Negeri ujung Pandang
Kelompok : IV (Empat)
Instruktur : - DR.Ir. Hamzah Yusuf, M.S.
- Ir. Efraim Bara
- Ir. Abd. Rivai, Sulaeman.M.S.
- Kushari, ST, MT
A. TUJUAN
1.1. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui syarat penggunaan pesawat waterpass.
2. Mahasiswa dapat mengenal dann menggunakan alat-alat waterpass.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengatasi kesulitan-kesulitan
dalam menggunakan pesawat waterpass.
1.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat menempatkan dan menyetel alat ukur waterpass.
2. Mahasiswa dapat membidik dan membaca bak ukur dengan pesawat
waterpass.
3. Mahasiswa dapat membaca skala lingkaran pada pesawat waterpass.
4. Mahasiswa dapat memeriksa waterpas.
5. Dapat mengukur jarak dengan menggunakan waterpas.
6. Dapat menghitung beda tinggi.
B. DASAR TEORI
Pengukuran dengan alat waterpas dilapangan dimaksud untuk menentukan
beda tinggi dan jarak antar patok/pen.
Untuk melakukan pengukuran dengan alat waterpas kita harus menentukan
titik pertama untuk penempatan watrepas selanjutnya untuk bak ukur kita
harus tempatkan pada suatu titik yang telah di tentukan.
Dalam pengukuran dengan menggunakan waterpas harus lurus pada titik yang
akan di bidik pada bak ukur.
47
Page 48
C. BAGIAN – BAGIAN PESAWAT WATERPASS
Fungsi bagian – bagian waterpass sipat datar :
1. Alat bidik kasar fungsinya adalah untuk membidik kasar target atau jalon
sebelum membidik dengan lensa pembidikan.
2. Penyetel focus fungsinya adalah untuk memperjelas benang.
3. Lensa objektif adalah untuk memperjelas jika bayangan kabur.
4. Penggerak halus fungsinya adalah untuk menghimpitkan benang silang
diafragma dengan bak ukur.
5. Sekrup penyetel fungsinya adalah untuk menyetel nivo.
6. Pembacaan sudut horizontal adalah untuk membaca sudut bila pesawat.
48
12
3
4
5
6
7
8
910
11
Keterangan :
1. Plat Dasar
2. Skrup Penyetel
3. Nivo
4. Mempertajam Benang
5. Alat Bidik Kasar
(Vizier)
6. Lensa pembidikkan
7. Lensa Objektif
8. Penyetel Fokus
9. Lingkaran Sudut
10. Penggerak Halus
11. Pembacaan sudut
Horizontal (Dalam
grid).
Page 49
7. Lensa pembidikan fungsinya adalah diputar untuk melihat pembacaan
benang.
8. Nivo fungsinya adalah untuk mengetahui ketegakan pesawat dengan
gelembung nivo berada di tengah – tengah.
9. Plat dasar fungsinya adalah sebagai tempat untuk mengunci pesawat
dengan statif.
10. Lingkaran sudut fungsinya adalah untuk mengatur sudut horizontal.
D. RUMUS MENCARI JARAK OPTIS DAN BEDA TINGGI
Rumus Jarak :
L = ( BA – BB ) x 100
BT = BA + BB2
Ket. : L = Jarak langsung
BA = Benang atas
BT = Benang tengah
BB = Benang bawah
Rumus Beda Tinggi :
Kondisi 1 : Alat berada di antara titik.
∆h = BT Belakang - BT Muka
49
Page 50
Kondisi 2 : Alat berdiri di atas titik dan berada di antara titik
∆h = BT Belakang - BT Muka
Kondisi 3 : Alat berdiri di atas titik
∆h = BTA – iB
i = tinggi alat (m)
50
Page 51
BA
BT
BB
i
D’
S D’
D
Fobj
A
Rumus Jarak Optis
Jarak ( D ) = 100 ( BA – BB )
Pembuktian Rumus jarak = 100 ( BA – BB )
P
D = D’ + (S + Fobj)
D’ / Fobj = i / P
D’ = i . Fobj / P
Fobj / P = B = 100 (Konstanta alat)
D’ = i . 100
A = (S + Fobj) D = D’ + A i . 100 + A
i = ( BA – BB )
A < 50
A ≈ 0, Sehingga ; D = i . 100 + 0
= (BA – BB) 100
D = 100 (BA – BB )
51
Page 52
E. PERALATAN/PERLENGKAPAN
1. Pesawat waterpass (alat sipat datar) dan perlengkapannya.
2. Tripoid (kaki tiga)
3. Unting-unting
4. Bak ukur
5. Rol meter
6. Jalon
7. Patok / pen
8. Payung
9. Nivo
10. Alat tulis menulis dan papan pengalas.
Watepass Unting-unting
Nivo Bak Ukur
Rol Meter
Roll Meter Tripod
52
Page 53
F. PETUNJUK UMUM
1. Perhatikan dengan seksama lembar kerja ini dan langkah – langkah
kerjanya.
2. Menyetel alat waterpass adalah pengaturan alat sampai memenuhi syarat
untuk melakukan pengukuran.
3. Memperhatikan dan mengetahui jenis – jenis skrub pada alat.
4. Untuk bak ukur harus tegak / vertikal.
5. Pelajari buku petunjuk / spesifikasi pesawat waterpass yang akan
digunakan.
6. Jangan memutar skrub sebelum mengetahui kegunaannya.
7. Bekerjalah secara hati – hati dan sabar jangan mempermainkan alat.
8. Satelah selesai semua peralatan dikumpul, dibersihkan dan dikembalikan
sesuai posisi semula (saat pengambilan dan peminjaman).
9. Data hasil pengukuran di lapangan agar diperiksa dan diparaf oleh
instruktur.
G. LANGKAH KERJA
1.1. Mengatur / menyetel pesawat waterpass.
1. Dirikan tripoid / statif diatas titik yang dimaksud hungga kaki skrub
membentuk segitiga sama sisi dan platnya diusahakan mendatar.
2. Pasang pesawat dan kuncikan sekedarnya sehingga masih muda digesr
– geser.
3. Pasang unting – unting sedemikian hingga kira – kira 1 cm di atas titik
yang dimaksud.
4. Atur unting – unting dengan menggeser pesawat di atas plat level
hingga betul – betul di tengah, kemudian kencangkan pengunci alat.
5. Sejajarkan teropong dengan dua skrub penyetel sumbu I (skrub A dan
B) dan tengahkan gelembung nivo dengan memutar skrub A, B dan C
sekaligus hingga gelembung nivo tepat berada ditengah – tengah
lingkaran nivo.Putar teropong kesembarang posisi, jika gelembung
53
Page 54
nivo berubah – ubah stel kembali skrub penyetel hingga gelembung
nivo kembali ketengah.
6. Lakukan berulang – ulang, hingga gelembung nivo tetap di tengah
kemanapun teropong diarahkan, maka sumbu I vertikal dan pesawat
telah siap dipakai.
1.2. Membidik dan membaca bak ukur
1. Bidik dan arahkan teropong secara kasar pada bak ukur yang didirikan
vertical pada suatu titik yang telah ditentukan dengan menggunakan
garis bidik kasar yang berada di atas pesawat.
2. Kemudian mulailah membidik kearah bak ukur, bila bayangan kabur
perjelas dengan memutar sekrup pengatur lensa objektif dan jika
benang silang kabur perjelas dengan memutar sekrup pengatur
diafragma.
3. Impitkan benang silang diafraga dengan sumbu bak ukur dengan cara
mengatur sekrup penggerak halus.
4. Lakukan pembacaan bak ukur sebagai berikut :
a. Misalnya bacaan (lihat gambar)
BA = 0,870 m BT = 0,780 m BB = 0,690 m.
b. Pembacaan bak ukur selesai dan harus memenuhi ketentuan :
BA + BB = 2BT atau (BA - BT) = (BT - BB).
c. Untuk mendapatkan jarak optis digunakan rumus :
D = (BA - BB) x 100
54
B
A
C
Page 55
1.3. Memeriksa pesawat waterpass
1. Mengatur / memeriksa garis arah nivo tegak lurus sumbu 1.
a. Tempatkan dan stel pesawat waterpas.
b. Ketegakkan nivo dengan skrup penyetel A, B dan C.
c. Putar teropong kearah 90o dan 180o, jika gelembung nivo tetap
berada ditengah – tengah berarti garis arah nivo tegak lurus
dengan sumbu 1.
d. Jika setelah teropong diputar kearah 900 dan 1800, gelembung
nivo berubah maka atur kembali sekrup penyetel A, B dan C
sehingga gelembung nivo berada di tengah – tengah.
e. Jika pekerjaan di A telah di kerjakan berulang kali tetapi
gelembung nivo tidak bisa ditengah, berarti garis arah nivo tidak
tegak lurus dengan bidang 1 dan perlu diadakan koreksi nivo.
55
Page 56
f. Koreksi nivo dilakukan dengan mengembalikan gelembung nivo
dengan sekrup gelembung nivo.
2. Mengatur benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu 1
a. Tempatkan dan stel pesawat waterpas sehingga sumbu 1 tegak
lurus seperti langka penyetelan pesawat waterpas.
b. Bidik suatu titik target sehingga titik terletak di salah satu ujung
benang mendatar diafragma (Misal titik target terletak diujung
kiri).
c. Putar teropong ke arah titik tersebut sehingga titik tersebut
terletak diujung kanan mendatar diafragma.
d. Bila titik tersebut berimpit dengan ujung kanan benang mendatar,
berarti benang mendatar diafragma tegak lurus sumbu 1.
e. Jika titik target tersebut tidak berimpit dengan ujung kanan
benang mendatar diafragma, berarti ada kesalahan (Benang
mendatar diafragma tidak tegak lurus sumbu 1).
f. Untuk mengoreksinya, hilangkan setengah kesalahan dengan
mengatur skrup koreksi diafragma, maka benang mendatar
diafragma akan tegak lurus sumbu 1.
g. Ulang pekerjaan ini dari awal, sehingga pada pemutaran teropong
dengan sumbu 1 sebagai sumbu putar titik target berimpit dengan
benang mendatar diafragma.
56
Page 57
1.4 Kegiatan Pengukuran yang dilakukan
1. Tentukan dahulu titik P1, P2, P3, P4,P5 hingga titik P17 terlebih dahulu.
titik A, B, C, D, E, F sebagai tempat berdirinya alat. Seperti pada
gambar
2. Setelah semua titik – titik tadi telah ditentukan, tempatkanlah alat ukur
waterpas pada titik A Kemudian atur sedemikian rupa seperti langkah
– langkah pengaturan di atas.
3. Kemudian mulailah melakukan pengukuran berawal dari A ke P1,
kemudian diputar dari A ke P2 dan seterusnya diputar hingga berakhir
pada titik P17. Tetapi sebelumnya lakukan pengukuran dari titik A ke
BM. Lihat gambar.
4. Catat hasil pembacaan pada rambu yang menjadi objek
57
Page 58
Gambar Pengukuran :
58
Page 60
Data Pengukuran dilapangan
PEMBACA TITIK ALAT
NAMA PATOK
NOMOR PATOK
PEMBACAAN BENANG TINGGI ALAT (i)
JARAK BEDA TINGGIBA BT BB OPTIS UKUR
Hijrah Rauf (312 12 070) A
BM I 1,810 1,670 1,5301,550
28,000 27.992 0,397P1 II 1,410 1,273 1,141 26,900 26.822 0,201P2 III 1,230 1,072 0,933 29,700 29.608 -0,601
Evy Fatimah Sari (312 12 074) B
P3 I 1,890 1,673 1,5411,560
34,900 27.796 0,391P4 II 1,413 1,282 1,144 26,900 27.150 0,192P5 III 1,200 1,090 0,941 25,900 30.072 -0,592
Dendi Purwanto (312 12 075) C
P6 I 1,802 1,682 1,5001,480
30,200 24.740 0,393P7 II 1,415 1,289 1,160 25,500 25.750 0,191P8 III 1,240 1,098 0,950 29,000 29.074 -0,752
Andi Rahmat Ashar (312 12 071) D
P9 I 1,980 1,850 1,6901,600
29,000 28.958 0,395P10 II 1,589 1,455 1,321 26,800 26.729 0,195P11 III 1,405 1,260 1,115 29,000 29.281 -0,550
Yudistira Eka Putra (312 12 072) E
P12 I 1,943 1,810 1,6751,600
26,800 27.320 0,395P13 II 1,560 1,415 1,275 28,500 28.658 0,165P14 III 1,380 1,250 1,065 31,500 31.780 -0,502
Gabriel LSB Pakan (312 12 069) F
P15 I 1,874 1,752 1,6241,570
25,000 25.078 0,398P16 II 1,490 1,354 1,224 26,600 26.292 0,190P17 III 1,343 1,164 1,021 32,200 29.659 0,190
60
Page 61
H. ANALISIS PERHITUNGAN
Menghitung Jarak Optis :
A – BM = (BA-BB) x 100
= (1,810 – 1,530) x 100
= 28 m
A – P1 = (BA-BB) x 100
= (1,410 – 1,141) x 100
= 26,9 m
A – P2 = (BA-BB) x 100
= (1,230 – 0,933) x 100
= 29,7 m
B – P3 = (BA-BB) x 100
= (1,890 – 1,541) x 100
= 34,900 m
B – P4 = (BA-BB) x 100
= (1,413 – 1,144) x 100
= 26,900 m
B – P5 = (BA-BB) x 100
= (1,240 – 0,941) x 100
= 25,900 m
C – P6 = (BA-BB) x 100
= (1,802 – 1,500) x 100
= 30,200 m
C – P7 = (BA-BB) x 100
= (1,415 – 1,160) x 100
= 25,500 m
C – P8 = (BA-BB) x 100
= (1,240 – 0,950) x 100
= 29,000 m
61
Page 62
D – P9 = (BA-BB) x 100
= (1,980 – 1,690) x 100
= 29,000 m
D – P10 = (BA-BB) x 100
= (1,589 – 1,321) x 100
= 26,800 m
D – P11 = (BA-BB) x 100
= (1,405 – 1,115) x 100
= 29,000 m
E – P12 = (BA-BB) x 100
= (1,943 – 1,675) x 100
= 26,800 m
E – P13 = (BA-BB) x 100
= (1,560 – 1,275) x 100
= 28,500 m
E – P14 = (BA-BB) x 100
= (1,380 – 1,065) x 100
= 31,500 m
F – P15 = (BA-BB) x 100
= (1,874 – 1,624) x 100
= 25,000m
F – P16 = (BA-BB) x 100
= (1,490 – 1,224) x 100
= 26,6 m
F – P17 = (BA-BB) x 100
= (1,343 – 1,021) x 100
= 32,2 m
62
Page 63
Menghitung Beda Tinggi dan Elevasi
BM – P1
∆h BM – P1 = BTBM – BTP1 EP1 = EBM + Λh
= 1,670– 1,273 = 10,000 + (0,397)
= 0,397 = +10,397 m
EBM = +10,000
P1– P2
∆h P1 – P2 = BT1 – BTP2 EP2 = EP1 + Λh
= 1,273 – 1,072 = 10,397 + (0,201)
= 0,201 = +10,598 m
EP1 = +10,397 m
P2– P3
∆h P2 – P3 = BTP2 – BTP3 EP3 = EP2 + Λh
= 1,072 – 1,673 = 10,598+ (-0,601)
= -0,601m = +9,997 m
EP2 = +10,598 m
P3– P4
∆h P3 – P4 = BTP3 – BTP4 EP4 = EP3 + Λh
= 1,673 – 1,282 = 9,997 + (0,391)
= 0,391m = +10,388 m
EP3 = +9,997 m
P4– P5
Λh P4 – P5 = BTP4 – BTP5\ EP5 = EP4 + Λh
= 1,282 – 1,090 = 10,388 + (0,192)
= 0,192 = +10,580 m
EP4 = +10,388 m
63
Page 64
P5– P6
Λh P5 – P6 = BTP5 – BTP6 EP6 = EP5 + Λh
= 1,090 – 1,682 = 10,580 + (-0,592)
= -0,592 = +9,988 m
EP5 = +10,580 m
P6– P7
Λh P6 – P7 = BTP6 – BTP7 EP7 = EP6 + Λh
= 1,682– 1,289 = 9,988 + (0,393)
= 0,393 = +10,381 m
EP6 = +9,988 m
P7– P8
Λh P7 – P8 = BTP7 – BTP8 EP8 = EP7 + Λh
= 1,289 – 1,098 = 10,381+ (0,191)
= 0,191 = +10,572 m
EP7 = +10,381 m
P8– P9
Λh P8 – P9 = BTP8 – BTP9 EP9 = EP8 + Λh
= 1,098 – 1,850 = 10,572 + (-0,752)
= -0,752 = +9,820 m
EP8 = +10,572 m
P9– P10
Λh P9 – P10 = BTP9 – BT10 EP10 = EP9 + Λh
= 1,850 – 1,455 = 9,820 + (0,395)
= 0,395 = +10,215 m
EP9 = +9,820 m
64
Page 65
P10 – P11
Λh P10 – P11 = BT10 – BTP11 EP11 = E10 + Λh
= 1,455– 1,260 = 10,215 + (0,195)
= 0,195 = +10,410 m
EBM = +10,215
P11– P12
Λh P11 – P12 = BT11 – BTP12 EP12 = EP11 + Λh
= 1,260 – 1,810 = 10,410+ (-0,550)
= -0,550 = +9,860 m
EP1 = +9,860m
P12– P13
Λh P12 – P13 = BTP12 – BTP13 EP13 = EP12 + Λh
= 1,810 – 1,415 = 9,860 + (0,395)
= 0,395 = +10,225 m
EP2 = +10,225 m
P13– P14
Λh P13 – P14 = BTP13 – BTP14 EP14 = EP13 + Λh
= 1,415 – 1,250 = 10,225 + (0,165)
= 0,165 = +10,420 m
EP3 = +10,420 m
P14– P15
Λh P14– P15 = BTP14 – BTP15 EP15 = EP14 + Λh
= 1,250 – 1,752 = 10,420 + (-0,502)
= -0,502 = +9,918 m
EP4 = +9,918 m
65
Page 66
P15– P16
Λh P15 – P16 = BTP15 – BTP16 EP16 = EP15 + Λh
= 1,752 – 1,354 = 9,918 + (0,398)
= 0,398 = +10,316 m
EP15 = +10,316 m
P16– P17
Λh P16 – P17 = BTP16 – BTP17 EP17 = EP16 + Λh
= 1,354 – 1,164 = 10,316 + (-0,190)
= 0,190 = +10,506 m
EP16 = +10,506 m
66
Page 67
TABEL DATA
PEMBACA
TITIK
ALAT
NAMA PATO
K
NOMOR
PATOK
PEMBACAAN BENANGTINGGI ALAT
JARAK BEDA TINGG
I
ELEVASIBA BT BB OPTIS UKUR
Hijrah Rauf(312 12 070) A
BM I 1,810 1,670 1,5301,550
28,000 27.992 0,397 10,000P1 II 1,410 1,273 1,141 26,900 26.822 0,201 10,397P2 III 1,230 1,072 0,933 29,700 29.608 -0,601 10,598
Evy Fatimah Sari (312 12 074) B
P3 I 1,890 1,673 1,5411,560
34,900 27.796 0,391 9,997P4 II 1,413 1,282 1,144 26,900 27.150 0,192 10,388P5 III 1,200 1,090 0,941 25,900 30.072 -0,592 10,580
Dendi Purwanto (312 12 075) C
P6 I 1,802 1,682 1,5001,480
30,200 24.740 0,393 9,988P7 II 1,415 1,289 1,160 25,500 25.750 0,191 10,381P8 III 1,240 1,098 0,950 29,000 29.074 -0,752 10,572
Andi Rahmat Ashar (312 12 071) D
P9 I 1,980 1,850 1,6901,600
29,000 28.958 0,395 9,820P10 II 1,589 1,455 1,321 26,800 26.729 0,195 10,215P11 III 1,405 1,260 1,115 29,000 29.281 -0,550 10,410
Yudistira Eka Putra (312 12 072) E
P12 I 1,943 1,810 1,6751,600
26,800 27.320 0,395 9,860P13 II 1,560 1,415 1,275 28,500 28.658 0,165 10,255P14 III 1,380 1,250 1,065 31,500 31.780 -0,502 10,420
Gabriel LSB Pakan (312 12 069) F
P15 I 1,874 1,752 1,6241,570
25,000 25.078 0,398 9,918P16 II 1,490 1,354 1,224 26,600 26.292 0,190 10,316P17 III 1,343 1,164 1,021 32,200 29.659 0,190 10,506
67
Page 69
I. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
- Waterpass merupakan alat sipat datar yang digunakan untuk
mengetahui beda tinggi dan jarak datar.
- Pengenalan alat ini dimaksudkan agar kita lebih mahir dalam
menggunakan waterpass di lapangan
- Dan juga kita dapat mengetahui bagian – bagian dari waterpass dan
fungsinya.
B. SARAN
- Dalam pengukuran yang harus di lakukan adalah melakukan
pembacaan bak ukur secara berulang – ulang untuk mendapatkan hasil
yang akurat, kemudian harus bergantian dalam pembacaan dengan
teman untuk menyamakan pembacaan
GAMBAR SITUASI
69
Page 70
3.5 JOB V : Pengukuran Profil Memanjang dan Profil Melintang
Hari / Tanggal : Kamis / 04 April 2013
Lokasi : Lapangan Politeknik Negeri ujung Pandang
Kelompok : IV (Empat)
Instruktur : - Ir. Efraim Bara
- DR.Ir. Hamzah Yusuf, M.S.
- Ir. Abd. Rivai Sulaeman, M.S.
- Kushari, ST. MT.
A. TUJUAN
1.1. Tujuan umum
1. Dapat terampil mengatur alat dan membaca bak ukur dengan tepat
dalam tiap pengukuran.
2. Dapat mengatasi masalah dilapangan yang dijumpai pada waktu
pengukuran.
3. Dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi.
4. Dapat menganalisis hasil pengukuran dilapangan dengan hasil
perhitungan.
1.2. Tujuan khusus
1. Dapat melaksanakan dan mengukur profil memanjang dan profil
melintang.
2. Dapat melaksanakan pengukuran traversing.
3. Dapat menghitung dan menggambar hasil pengukuran profil.
B. DASAR TEORI
Pada pengukuran profil memanjang dan melintang dilapangan dimaksud
untuk dapat mengetahui jarak dan beda tinggi pada suatu titik dan titik lain.
70
Page 71
Rumus Jarak :
L = (BA – BB) x 100
BT = BA + BB 2
Ket. : L = Jarak langsung
BA = Benang atas
BT = Benang tengah
BB = Benang bawah
Rumus Beda Tinggi (∆h) :
∆h = BT Belakang - BT Muka
Pengukuran profil memanjang dan melintang dibuat dengan menentukan
titik pertama untuk penempatan waterpas. Selanjutnya untuk bak ukur kita
harus tempatkan pada suatu titik yang telah di tentukan dengan menggunakan
roll meter.
Dalam pengukuran memanjang, yang harus diperhatikan adalah
ketegakan waterpas harus tepat pada titik yang telah ditandai dan lurus antar
titik yang satu dengan yang lain, dan pembacaannya harus benar-benar
akurat.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pengukuran
memanjang, dan melintang harus dengan benar-benar serius dalam
pembacaan bak ukur dengan waterpas. Apabila dalam penggunaan alat tanpa
71
Page 72
memperhatikan bagian-bagian yang berfungsi untuk mendukung dalam
ketepatan pengukuran seperti unting-unting, nivo dan lain-lain maka akan
terjadi kesalahan dari hasil pengukuran.
Apabila dalam pengukuran dengan menggunakan alat waterpas, bak
ukur, unting-unting dan sebagainya sesuai dengan fungsinya dengan benar
maka pengukuran data akan memperoleh hasil yang maksimal.
C. PERALATAN / PERLENGKAPAN
1. Pesawat waterpas / sipat datar digunakan untuk mengukur dan
menentukan BA, BT dan BB pada bak ukur.
2. Kaki tiga / Tripod / Statif berfungsi sebagai tempat waterpas dan
sebagai penentu ketepatan titik atau as dengan unting-unting.
3. Bak ukur yaitu sebagai tempat pembacaan BA, BT dan BB dengan
menggunakan waterpas.
4. Rol meter untuk mengukur jarak antar titik dengan titik lain dan untuk
menentukan kelurusan antar titik.
5. Unting-unting untuk menentukan as pada titik (patok / pen) yang telah
ditentukan sebagai tempat waterpas.
6. Payung digunakan untuk melindungi waterpas disaat melakukan
pembacaan dari sinar matahari.
7. Papan pengalas dan alat tulis untuk mencatat seluruh data dilapangan.
8. Perlengkapan praktek (baju lab, helm dan sepatu).
9. Pen / Patok, digunakan sebagai penanda titik pada saat pembacaan
benang.
72
Page 73
Watepas Unting - unting
Nivo Bak Ukur
Rol Meter Tripoid
Pen
73
Page 74
D. PETUNJUK UMUM
1. Pergunakan semua peralatan menurut aturannya masing-masing.
2. Bak ukur / Rambu ukur harus berdiri vertical diatas patok atau diatas
alas bakukur (portable shoes) tanah.
3. Setiap pembacaan harus memeriksa yaitu BA + BB = 2 BT atau BA –
BT = BT – BB.
4. Terlebih dahulu dibuat skema jalan pengukuran sebagai data awal.
5. Ikuti tata tetib keselamatan kerja (baju praktek, helm, sepatu)
6. Setelah selesai, semua peralatan dikumpul, dibersihkan dan
dikembalikan dalam kondisi seperti semula.
7. Data hasil pengukuran dilapangan agar di periksa dan di paraf oleh
instruktur.
E. LANGKAH KERJA
1. Traversing/Profil Memanjang
1. Tentukan titik-titik traversing yang akan diukur dengan cara
memberi tanda pada masing-masing titik yaitu titik BM, P1, P2, P3,
P4, P5, P6, P7,
2. Pengukuran jarak optis
1. Untuk alat yang dapat ditempatkan pada salah satu titik (BM,
P1)
a. Tempatkan dan stel pesawat di antara titik, BM - P1
b. Tempatkan bak ukur pada titik BM
c. Bidik dengan teropong ke bak ukur, kemudian baca dan catat
BA, BT, dan BB pada bak ukur.
d. Kemudian dengan cara yang sama, lanjutkan pada P1 - P2
sampai seterusnya.
2. Untuk kondisi alat harus berada di antaranya
a. Tempatkan dan stel pesawat kira-kira di tengah-tengah antara
titik BM dan P1 (slag 1). Penempatan pesawat harus segaris
dengan BM dan P1.
74
Page 75
b. Tempatkan bak ukur diatas patok. Titik BM sebagai bak
belakang, dan titik P1 sebagai bak muka.
c. Bidik teropong ke bak belakang (BM) kemudian baca dan
catat BA, BT, dan BB pada bak ukur.
d. Pesawat dipindahkan ke slag II (antara P1 dan P2). Dengan
cara yang sama dengan langkah a sampai c, lakukan
pembacaan bak belakang dan bak muka.
e. Begitu seterusnya sampai dengan slag terakhir.
f. Jarak BM – P1 (D) adalah jarak pesawat ke bak belakang
(BM) + jarak pesawat ke bak muka (P1). Demikian juga
pada slag-slag berikutnya.
g. Hitung hasil pengukuran dan gambar profil memanjang
75
Page 76
2. Profil Melintang
a. Tentukan posisi dari profil tersebut terhadap traver yang telah
ditentukan. Jarak setiap titik bantu pada profil masing-masing 2m.
b. Tempatkan dan stel pesawat pada titik diluar garis profil, sehingga
dari titik tersebut dapat membidik sepanjang profil yang akan diukur.
c. Pasang bak ukur di BM. Letakkan alat diantara titik P1 dan P2 dari
travers yang ditentukan, kemudian bidik titik BM lalu catat data
pembacaan (BA, BT, BB)
d. Pasang bak ukur pada titik P1, lalu catat data pembacaan bak.
e. Setelah itu, pasang bak ukur pada titik bantu (a1, b1, c1, d1) lalu
lakukan pembacaan benang.
f. Setelah pembacaan benang pada titik bantu, putar pesawat waterpass
untuk membaca P2 (muka). Catat hasil pembacaan benang.
g. Pindahkan alat diantara titik P2 dan P3 (alat segaris dengan P2-P3).
Lakukan pembacaan benang untuk P2 belakang. Setelah melakukan
pembacaan, pasang bak ukur pada titik bantu (a2, b2, c2, d2), lalu
baca dan catat data pembacaan.
h. Setelah itu, bidik P3 muka, dan catat hasil pembacaan.
i. Pindahkan pesawat pada slag selanjutnya, kemudian ulangi langkah
(g) dan (h).
j. Begitu seterusnya sampai pada slag terakhir.
k. Hitung dan gambar hasil pengukuran melintang.
76
Page 77
Tabel Data Pengukuran Profil Memanjang
PATOKRAMBU JARAK
∆H TINGGI ALAT(i) TGB ELEVASIDEPAN TENGA
H BELAKANG UKUR OPTIS
Slag 1
BM
14,000 14,000
1,420
11,420
+10,0001,870
+9,620P1 1,800 -0,3801,730
Slag 2
1,29514,430 14,000
10,845
+9,620 P1 1,225 -0,1151,155
P2 1,340 +9,5051,615
14,800 14,700 +9,305P3 1,540 -0,2001,468
Slag 3
1,31014,000 14,000
10,545
+9,305P3 1,240 -0,1801,170
P4 1,420 +9,1251,550
13,530 13,000 +9,062P5 1,483 -0,0631,420
Slag 4
1,49012,800 12,600
0,253 10,490
+9,062 P5 1,4281,364
1,24514,000 14,000 +9,315P6 1,175
1,105
Slag 5
1,656
12,750 13,600 7,915 +9,315P6 1,5921,520
P7 0,192 1,400 +9,507
77
Page 78
F. PENGOLAHAN DATA:
Pengukuran Jarak Optis
DP1 muka = (BA - BB)= 1,870 - 1,730 x 100= 14,000 m
DP1 Belakang = 1,295 - 1,155 x 100= 14,000 m
DP3 muka = 1,615 - 1,468 x 100= 14,700 m
DP3 belakang = 1,310 - 1,170 x 100= 14,000 m
DP5 muka = 1,550 - 1,420 x 100= 13,000 m
DP5 belakang = 1,490 - 1,364 x 100= 12,600 m
DP6 muka = 1,245 - 1,105 x 100= 14,000 m
DP6 belakang = 1,656 - 1,520 x 100= 13,600 m
78
Page 79
Perhitungan Beda Tinggi dan Elevasi
∆hBMP1 = i BM - BTP1 EP1 = EBM + ∆hBMP1
= 1,420 - 1,800 = 10,000 + -0,380= -0,380 m = 9,620 m
∆PIP2 = BTP1 - iP2 EP2 = EP1 + ∆PIP2
= 1,225 - 1,340 = 9,620 + -0,115= -0,115 m = 9,505 m
∆P1P3 = BTP1 - BTP3 EP3 = EP1 + ∆P1P3
= 1,225 - 1,540 = 9,620 + -0,315= -0,315 m = 9,305 m
∆P3P4 = BTP3 - ip4 EP4 = EP3 + ∆P3P4
= 1,240 - 1,420 = 9,305 + -0,180= -0,180 m = 9,125 m
∆P3P5 = BTP3 - BTP5 EP5 = EP3 + ∆P3P5
= 1,240 - 1,483 = 9,305 + -0,243= -0,243 m = 9,062 m
∆P5P6 = BTP5 - BTP6 EP6 = EP5 + ∆P5P6
= 1,428 - 1,175 = 9,062 + 0,253= 0,253 m = 9,315 m
∆P6P7 = BTP6 - iP7 EP7 = EP6 + ∆P6P7
= 1,592 - 1,400 = 9,315 + 0,192= 0,192 m = 9,507 m
79
Page 80
Sketsa Pengukuran
Profil Melintang
80
Page 81
Tabel Pengukuran Profil Melintang
Tempat dan Tinggi Alat
Titik Target
Belakang Muka Jarak∆h Elevasi
BA BT BB BA BT BB Ukur Optis
1.500
BM 0.450 0.240 0.030 42.000 42.000 + 10.000P1 1.315 1.275 1.235 -1.035 + 8.965a 0.815 0.770 0.725 0.505 + 9.470b 1.765 1.725 1.682 -0.450 + 8.515c 1.291 1.250 1.210 0.025 + 8.990d 1.321 1.279 1.277 -0.004 + 8.961
P2 1.890 1.850 1.810 16.000 16.000 -0.575 + 8.390
1.440
P2 1.180 1.140 1.100 + 8.390a 1.009 0.961 0.919 0.179 + 8.569b 1.490 1.448 1.408 -0.308 + 8.082c 1.248 1.198 1.153 -0.058 + 8.332d 1.232 1.189 1.145 -0.049 + 8.341
P3 1.735 1.695 1.655 16.000 16.000 -0.555 + 7.835
1.438
P3 1.235 1.195 1.155 + 7.835a 1.481 1.435 1.390 -0.240 + 7.595b 1.275 1.232 1.190 -0.037 + 7.798c 1.350 1.310 1.267 -0.115 + 7.720d 1.345 1.300 1.255 -0.105 + 7.730
P4 1.678 1.640 1.603 15.400 15.500 -0.445 + 7.390
1.430
P4 1.342 1.302 1.262 + 7.390a 1.297 1.252 1.206 0.050 + 7.440b 1.356 1.314 1.272 -0.012 + 7.378c 1.475 1.432 1.392 -0.130 + 7.260d 1.489 1.446 1.400 -0.144 + 7.246
P5 1.680 1.635 1.600 16.000 16.000 -0.333 + 7.057
1.400
P5 1.321 1.281 1.242 + 7.057a 1.181 1.141 1.090 0.140 + 7.197b 1.741 1.701 1.661 -0.420 + 6.637c 1.370 1.324 1.290 -0.043 + 7.014d 1.380 1.340 1.295 -0.059 + 6.998
P6 1.614 1.574 1.534 15.840 15.900 -0.293 + 6.764
1.420
P6 1.307 1.267 1.228 + 6.764a 1.261 1.212 1.166 0.055 + 6.819b 1.285 1.245 1.202 0.022 + 6.786c 1.384 1.345 1.307 -0.078 + 6.686d 1.354 1.315 1.275 -0.048 + 6.716
P7 1.507 1.468 1.429 16.000 15.700 -0.201 + 6.563ANALISA DATA PROFIL MELINTANG :
Perhitungan Jarak
81
Page 82
BM-P1
DBM-P1 = (BA-BB) x 100
= (0,450-0,030) x 100
= 42,000 m
P1-P2
DP1-P2 = DP1 + DP2
= (BA-BB)P1 blk x 100 + (BA-BB)P2 dpn x 100
= (1,315-1,235) x 100 + (1.890-1,810) x 100
= 16,000 m
P2-P3
DP2-P3 = DP2 + DP3
= (BA-BB)P2 blk x 100 + (BA-BB)P3 dpn x 100
= (1,180-1,100) x 100 + (1,735-1,655) x 100
= 16,000 m
P3-P4
DP3-P4 = DP3 + DP4
= (BA-BB)P3 blk x 100 + (BA-BB)P4 dpn x 100
= (1,235-1,155) x 100 + (1,678-1,603) x 100
= 15,500 m
P4-P5
DP4-P5 = DP4 + DP5
= (BA-BB)P4 blk x 100 + (BA-BB)P5 dpn x 100
= (1,342-1,262) x 100 + (1,680-1,600) x 100
= 16,000 m
P5-P6
DP5-P6 = DP5 + DP6
= (BA-BB)P5 blk x 100 + (BA-BB)P6 dpn x 100
= (1,321-1,242) x 100 + (1,614-1,534) x 100
= 15,900 m
P7-P7
DP5-P6 = DP6 + DP7
82
Page 83
= (BA-BB)P6 blk x 100 + (BA-BB)P7 dpn x 100
= (1,307-1,228) x 100 + (1,507-1,429) x 100
= 15,700 m
Perhitungan Beda Tinggi (∆h)
∆hBMP1 = BTBM - BTP1
= 0.240 - 1,275
= -1.035 m
∆hP1a0 = BTP1 - BTa0
= 1,275 - 0,770 = 0.505 m
∆hP1b0 = BTP1 - BTb0
= 1,275 - 1.725 = -0.450 m
∆hP1c0 = BTP1 - BTc0
= 1,275 - 1.250 = 0.025 m
∆hP1d0 = BTP1 - BTd0
= 1,275 - 1.279 = -0.004 m
∆hP1P2 = BTP1 - BTP2
= 1,275 - 1.850 = -0.575 m
∆hP2a1 = BTP2 - BTa1
= 1,140 - 0,961 = 0,179 m
∆hP2b1 = BTP2 - BTb1
= 1,140 - 1,448 = -0,308 m
∆hP2c1 = BTP2 - BTc1
= 1,140 - 1,198 = -0,058 m
∆hP2d1 = BTP2 - BTd1
= 1,140 - 1,189 = -0,049 m
∆hP2P3 = BTP2 - BTP3
= 1,140 - 1,695 = -0,555 m
∆hP3a2 = BTP3 - BTa2
= 1,195 - 1,435 = -0.240 m
83
Page 84
∆hP3b2 = BTP3 - BTb2
= 1,195 - 1,232 = -0,037 m
∆hP3c2 = BTP3 - BTc2
= 1,195 - 1,310 = -0,115 m
∆hP3d2 = BTP3 - BTd2
= 1,195 - 1.300 = -0,105 m
∆hP3P4 = BTP3 - BTP4
= 1,195 - 1.640 = -0,445 m
∆hP4a3 = BTP4 - BTa3
= 1,302 - 1,252 = 0,050 m
∆hP4b3 = BTP4 - BTb3
= 1,302 - 1,314 = -0,012 m
∆hP4c3 = BTP4 - BTc3
= 1,302 - 1,432 = -0,130 m
∆hP4d3 = BTP4 - BTd3
= 1,302 - 1,446 = -0,144 m
∆hP4P5 = BTP4 - BTP5
= 1,302 - 1.635 = -0,333 m
∆hP5a4 = BTP5 - BTa4
= 1,281 - 1,141 = -0.140 m
∆hP5b4 = BTP5 - BTb4
= 1,281 - 1,701 = -0,420 m
∆hP5c4 = BTP5 - BTc4
= 1,281 - 1,324 = -0,043 m
∆hP5d4 = BTP5 - BTd4
= 1,281 - 1,340 = -0,059 m
∆hP5P6 = BTP5 - BTP6
= 1,281 - 1,574 = -0,293 m
∆hP6a5 = BTP6 - BTa5
= 1,267 - 1,212 = 0,055 m
∆hP6b5 = BTP6 - BTb5
84
Page 85
= 1,267 - 1,245 = 0,022 m
∆hP6c5 = BTP6 - BTc5
= 1,267 - 1,345 = -0,078 m
∆hP6d5 = BTP6 - BTd5
= 1,267 - 1,315 = -0,048 m
∆hP6P7 = BTP6 - BTP7
= 1,267 - 1.468 = -0.201 m
Elevasi Titik
EBM = +10.000 mEP1 = EBm + ∆hBmP1 = 10.000 + ( -1,305 ) = 8,965 mEP2 = EP1 + ∆hP1P2 = 8,965 + ( -0,575 ) = 8,390 mEP3 = EP2 + ∆hP2P3 = 8.390 + ( -0.555 ) = 7,835 mEP4 = EP3 + ∆hP3P4 = 7,835 + ( -0.445 ) = 7,390 mEP5 = EP4 + ∆hP4P5 = 7,390 + ( -0,333 ) = 7,057 mEP6 = EP5 + ∆hP5P6 = 7,057 + ( -0,293 ) = 6,764 mEP7 = EP6 + ∆hP6P7 = 7,057 + ( -0,201 ) = 6,563 m
Ea0 = EP1 + ∆hP1a = 8,965 + ( 0,505 ) = 9,470 mEb0 = EP1 + ∆hP1b = 8,965 + ( -0,450 ) = 8,515 mEc0 = EP1 + ∆hP1c = 8,965 + ( 0,025 ) = 8,990 mEd0 = EP1 + ∆hP1d = 8,965 + ( -0,004 ) = 8,961 m
Ea1 = EP2 + ∆hP2a = 8,390 + ( 0,179 ) = 8,569 mEb1 = EP2 + ∆hP2b = 8,390 + ( -0,308 ) = 8,082 mEc1 = EP2 + ∆hP2c = 8,390 + ( -0,058 ) = 8,332 mEd1 = EP2 + ∆hP2d = 8,390 + ( -0,049 ) = 8,341 m
Ea2 = EP3 + ∆hP3a = 7,835 + ( -0,240 ) = 7,595 mEb2 = EP3 + ∆hP3b = 7,835 + ( -0,037 ) = 7,798 mEc2 = EP3 + ∆hP3c = 7,835 + ( -0,115 ) = 7,720 mEd2 = EP3 + ∆hP3d = 7,835 + ( -0,105 ) = 7,730 m
Ea3 = EP4 + ∆hP4a = 7,390 + ( 0,050 ) = 7,440 mEb3 = EP4 + ∆hP4b = 7,390 + ( -0,012 ) = 7,378 mEc3 = EP4 + ∆hP4c = 7,390 + ( -0,130 ) = 7,260 mEd3 = EP4 + ∆hP4d = 7,390 + ( -0,144 ) = 7,246 m
85
Page 86
Ea4 = EP5 + ∆hP5a = 7,057 + ( 0,140 ) = 7,197 mEb4 = EP5 + ∆hP5b = 7,057 + ( -0,420 ) = 6,637 mEc4 = EP5 + ∆hP5c = 7,057 + ( -0,043 ) = 7,014 mEd4 = EP5 + ∆hP5d = 7,057 + ( -0,059 ) = 6,998 m
Ea5 = EP6 + ∆hP6a = 6,764 + ( 0,055 ) = 6,819 mEb5 = EP6 + ∆hP6b = 6,764 + ( 0,022 ) = 6,786 mEc5 = EP6 + ∆hP6c = 6,764 + ( -0,078 ) = 6,686 mEd5 = EP6 + ∆hP6d = 6,764 + ( -0,048 ) = 6,716 m
G. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
86
Page 87
1. Setelah melakukan praktikum job ini kita dapat melaksanakan dan
mengukur profil memanjang dan melintang namun dalam
pengukuran ini masih ada kesalahan yang didapat baik dalam
pembacaan bak ukur dan perletakan alat ukur yang tidak tepat.
2. Dapat menghitung hasil pengukuran yang telah dilakukan namun
dalam pengukuran dengan menggunakan alat ukur masih terdapat
perbedaan antar pengukuran langsung dengan rol meter dan
pengukuran menggunakan waterpas.
3. Pada job ini kita juga dapat menggambarkan hasil praktikum atau
sketsa hasil pengukuran profil memanjang dan melintang.
4. Dalam pengukuran ini dapat pula kita mengukur jarak optis dan
beda tinggi dan menganalisis hasil pengukuran dilapangan dengan
hasil pengukuran.
B. SARAN
1. Pada saat melakukan pembacaan bak ukur haruslah benar – benar
teliti dan cermat karena apabila pembacaan bak ukur terdapat
kesalahan maka pada saat menganalisa data jarak optis, beda tinggi,
dan elevasi juga akan terjadi kesalahan, maka kosentrasilah pada
saat membaca bak ukur.
2. Pastikan antar patok berada dalam satu garis lurus dengan
memperhatikan derajat (grid) pada saat memutar waterpass
87
Page 88
3.6 JOB VI : Membuat Garis Kontur
Hari/Tanggal : Selasa, 24 mei 2013
Lokasi : Lapangan Politeknik Negeri Ujung Pandang
Kelompok : IV (Empat)
Instruktur : - DR.Ir. Hamzah Yusuf, MS
- Ir. Efraim Bara
- Ir. Abd. Rivai Sulaeman, MS.
- Kushari, ST. MT.
A. TUJUAN
1.1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat terampil mengukur dan membuat peta kontur
1.2. Tujuan khusus
1. Dapat menggunakan waterpass dengan baik dan benar
2. Dapat menentukan elevasi titik diatas permukaan tanah dengan
alat waterpas
3. Dapat mengetahui prosedur pembuatan peta kontur
4. Dapat membuat peta kontur dengan komputer
B. DASAR TEORI
Di dalam pengukuran membuuat garis kontur dilapangan dimaksud
untuk dapat mengetahui elevasi titik di atas permukaan tanah dengan alat
waterpas dan terampil dalam menarik garis kontur pada titik elevasi yang
diperoleh dari pengukuran elevasi.
Untuk melakukan pengukuran garis kontur dengan menentukan titik
pertama untuk penempatan waterpas. Sebelum melakukan pembacaan
rambu ukur terlebih dahulu tentukanlmah sudt siku-siku dengan menyetel
alat ukur penentuan kesikuan yang ada pada waterpass.
Dalam pengukuran ini yang harus diperhatikan adalah ketegakkan dan
kesikuan waterpas antara koordinat X dan Y dilapangan. Penempatan
88
Page 89
waterpas harus ditentukan, dan lurus antar titik yang satu dengan yang lain
dan pembacaannya harus teliti dan benar-benar akurat.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pengukuran garis
kontur haruslah dengan benar-benar konsentrasi dan focus dalam
pembacaan BA, BT, dan BB pada bak ukur. Apabila dalam pengukuran
tanpa memperhatikan bagian alat yang befungsi mendukung dalam
ketepatan dalam pengukuran seperti penentuan kesikuan, ketegakkan, dan
pembacaan rambu ukur maka akan terjadi suatu kesalahan dari hasil
pegukuran.
Apabila di dalam pengukuran pembuatan garis kontur dengan
menggunakan alat dengan fungsinya masing-masing sesuai dengan contoh
yang diberikan oleh instruktur pembimbing dan dosen maka pengukuran
data akan memperoleh hasil yang maksimal.
Adapun rumus yang biasa dipakai yaitu:
Rumus jarak:
D = (BA – BB) x 100
BT = BA + BB 2
Rumus elevasi :
ElvB = ElA + ∆hAB
Rumus beda tinggi:
∆h = BTA - BTB
C. PERALATAN/PERLENGKAPAN
1. Rol meter untuk mengukur jarak antara titik tempat menancapkan
patok/pen dan kelurusan dari titik yang satu dengan yang lain
2. Pesawat waterpas berfungsi untuk membidik atau membaca BA. BT,
dan BB terhadap bak ukur.
3. Bak ukur yaitu sebagai tempat pembacaan ukuran BA. BT, dan BB
dari waterpas.
89
Page 90
4. Unting-unting untuk menentukan AS pada titik yang telah ditentukan
sebagai tempat waterpas
5. Nivo untuk menentukan ketegakkan bak ukur
6. Kaki tiga/tripoid/statif berfungsi sebagai tempat atau jarak yang telah
diukur dan sebagai tempat untuk mendirikan bak ukur
7. Patok/pen/jalon dan digunakan untuk menandai tempat atau jarak
yang telah diukur dan sebagai tempat untuk mendirikan bak ukur
8. Payung digunakan untuk melindungi waterpas dari sinar matahari
pada saat melakukan pembacaan rambu ukur.
9. Helm untuk pelindung kepala
10. Perlengkapan praktek.
D. LANGKAH KERJA
1. Siapkan semua alat yang akan digunakan dalam pengukuran ini.
2. Tempatkan titik awal pengukuran (A) berupa titik pusat koordinat X
dan Y. selanjutnya ukur jarak lurus dari titik awal ke arah X sepanjang
25 meter (sesuai petunjuk instruktur) kemudian beri patok setiap jarak
5 meter (A1,A2, … dan seterusnya) pastikan kelurusan patok dari titik
awal.
90
Page 91
3. Ukur jarak lurus dari titik awal (A) sejauh 25 m kearah Y kemudian
beri titik/patok setiap 5 m (B,C,D,E,F)
4. Lakukan pembacaan bak ukur pada titik B, C, D, E, F.
5. Pindahkan alat di titik A1. Ukur jarak lurus dari A1 ke arah Y sejauh
25 m dan beri titik setiap 5 m (B1, C1, D1, E1, F1).
6. Arahkan pesawat pada titik A1, kemudian putar 90° untuk membaca
titik B1, C1, D1, E1, dan F1.
7. Catat hasil pembacaan benang.
8. Dari titik A1, putar pesawat 90° ke arah A2. Kemudia Pindahkan Alat
dititik A2. Bila alat telah berdiri dititik A2, bidik kembali titik A1 lalu
putar pesawat 90° ke arah Y lalu lakukan pembacaan terhadap titik
B2, C2, D2, E2, dan F2.
9. Setelah itu, pindahkan alat dititik A3. Untuk langkah selajutnya,
lakukan seperti langkah pada poin (6), (7), dan (8). Begitu seterusnya
sampai titik A5.
91
Page 92
GAMBAR PENEMPATAN TITIK
92
Page 93
SKESTA PENGUKURAN :
93
Page 94
TABEL PENGUKURAN DATA DI LAPANGAN
Tempat Alat
Titik Target
Koordinat Pembacaan Benang Jarak Optis (m)
Tinggi AlatX Y BA BT BB
A
BM 0 0 0.870 0.660 0.450 42
1.380
A 0 0 0 0 0 0A1 5 0 1.444 1.419 1.396 5A2 10 0 1.420 1.370 1.320 10A3 15 0 1.505 1.430 1.355 15A4 20 0 1.491 1.391 1.291 20A5 25 0 1.482 1.357 1.232 25B 0 5 1.506 1.483 1.458 5C 0 10 1.603 1.553 1.503 10D 0 15 1.694 1.620 1.544 15E 0 20 1.760 1.660 1.560 20F 0 25 1.880 1.760 1.630 25
A1
A 5 0 1.469 1.445 1.419 5
1.420
B1 5 5 1.509 1.494 1.460 5C1 5 10 1.586 1.538 1.488 10D1 5 15 1.745 1.660 1.595 15E1 5 20 1.815 1.715 1.615 20F1 5 25 1.920 1.790 1.670 25
A2
A1 10 0 1.482 1.455 1.430 5
1.400
B2 10 5 1.505 1.480 1.455 5C2 10 10 1.584 1.534 1.485 10D2 10 15 1.720 1.645 1.570 15E2 10 20 1.840 1.740 1.640 20F2 10 25 1.900 1.775 1.650 25
A3
A2 15 0 1.390 1.365 1.340 5
1.420
B3 15 5 1.475 1.450 1.425 5C3 15 10 1.545 1.495 1.445 10D3 15 15 1.645 1.570 1.495 15E3 15 20 1.741 1.642 1.542 20F3 15 25 1.835 1.710 1.585 25
A4
A3 20 0 1.488 1.464 1.438 5
1.420
B4 20 5 1.514 1.490 1.464 5C4 20 10 1.562 1.512 1.462 10D4 20 15 1.660 1.588 1.510 15E4 20 20 1.755 1.655 1.555 20F4 20 25 1.835 1.710 1.585 25
A5 A4 25 0 1.445 1.420 1.395 5 1.420
94
Page 95
B5 25 5 1.555 1.505 1.455 10C5 25 10 1.600 1.525 1.450 15D5 25 15 1.700 1.600 1.500 20E5 25 20 1.780 1.655 1.530 25F5 25 25 1.835 1.710 1.585 25
Pengolahan Data :
Perhitungan Beda Tinggi (∆h ) dan Elevasi
∆hABM = iA - BTBM ELA1 = ELBM + ∆hBMA1= 1.380 - 0.660 = 10.000 + -0.039= 0.720 m = 9.961 m
∆hBMA1 = iA - BTA1 ELA2 = ELBM + ∆hBMA2= 1.380 - 1.419 = 10.000 + 0.010= -0.039 m = 10.010 m
∆hA1A2 = iA - BTA2 ELA3 = ELBM + ∆hBMA3= 1.380 - 1.370 = 10.000 + -0.050= 0.010 m = 9.950 m
∆hA2A3 = iA - BTA3 ELA4 = ELBM + ∆hBMA4= 1.380 - 1.430 = 10.000 + -0.011= -0.050 m = 9.989 m
∆hA3A4 = iA - BTA4 ELA5 = ELBM + ∆hBMA5= 1.380 - 1.391 = 10.000 + 0.023= -0.011 m = 10.023 m
∆hA4A5 = iA - BTA5 ELB = ELBM + ∆hBMB= 1.380 - 1.357 = 10.000 + -0.103= 0.023 m = 9.897 m
∆hA5B = iA - BTB ELC = ELBM + ∆hBMC= 1.380 - 1.483 = 10.000 + -0.173= -0.103 m = 9.827 m
∆hBC = iA - BTC ELD = ELBM + ∆hBMD= 1.380 - 1.553 = 10.000 + -0.240= -0.173 m = 9.760 m
∆hCD = iA - BTD ELE = ELBM + ∆hBME
95
Page 96
= 1.380 - 1.620 = 10.000 + -0.280= -0.240 m = 9.720 m
∆hDE = iA - BtE ELF = ELBM + ∆hBMF= 1.380 - 1.660 = 10.000 + -0.380= -0.280 m = 9.620 m
∆hEF = iA - BTF= 1.380 - 1.760= -0.380 m
Perhitungan ∆h Pada Titik A1 Perhitungan Elevasi Pada Titik A1∆hA1A = iA1 - BTA ELA1 = 9.961 m
= 1.420 - 1.445= -0.025 m
∆hAB1 = iA1 - BTB1 ELB1 = ELA1 + ∆hA1B1= 1.420 - 1.494 = 9.961 + -0.074= -0.074 m = 9.887 m
∆hA1C1 = iA1 - BTC1 ELC1 = ELA1 + ∆hA1C1= 1.420 - 1.538 = 9.961 + -0.118= -0.118 m = 9.843 m
∆hA1D1 = iA1 - BTD1 ELD1 = ELA1 + ∆hA1D1= 1.420 - 1.660 = 9.961 + -0.240= -0.240 m = 9.721 m
∆hA1E1 = iA1 - BTE1 ELE1 = ELA1 + ∆hA1E1= 1.420 - 1.715 = 9.961 + -0.295= -0.295 m = 9.666 m
∆hA1F1 = iA1 - BTF1 ELF1 = ELA1 + ∆hA1F1= 1.420 - 1.790 = 9.961 + -0.370= -0.370 m = 9.591 m
Perhitungan ∆h Pada Titik A2 Perhitungan Elevasi Pada Titik A2∆hA2A1 = ia2 - BTA1 ELA2 = 10,010
= 1.400 - 1.455= -0.055 m
∆hA2B2 = iA2 - BTB2 ELB2 = ELA2 + ∆hA2B2
96
Page 97
= 1.400 - 1.480 = 10.010 + -0.080= -0.080 m = 9.930 m
∆hA2C2 = iA2 - BTC2 ELC2 = ELA2 + ∆hA2C2= 1.400 - 1.534 = 10.010 + -0.134= -0.134 m = 9.876 m
∆hA2D2 = iA2 - BTD2 ELD2 = ELA2 + ∆hA2D2= 1.400 - 1.645 = 10.010 + -0.245= -0.245 m = 9.765 m
∆hA2E2 = iA2 - BTE2 ELE2 = ELA2 + ∆hA2E2= 1.400 - 1.740 = 10.010 + -0.340= -0.340 m = 9.670 m
∆hAF2 = iA2 - BTF2 ELF2 = ELA2 + ∆hA2F2= 1.400 - 1.775 = 10.010 + -0.375= -0.375 m = 9.635 m
Perhitungan ∆h Pada Titik A3 Perhitungan Elevasi Pada Titik A3∆hA3A2 = iA3 - BTA2 ELA3 = 9,950
= 1.420 - 1.365= 0.055 m
∆hA3B3 = iA3 - BTB3 ELB3 = ELA3 + ∆Ha3B3= 1.420 - 1.450 = 9.950 + -0.030= -0.030 m = 9.920 m
∆hA3C3 = iA3 - BTC3 ELC3 = ELA3 + ∆hA3C3= 1.420 - 1.495 = 9.950 + -0.075= -0.075 m = -0.075 m
∆hA3D3 = iA3 - BTD3 ELD3 = ELA3 + ∆hA3D3= 1.420 - 1.570 = 9.950 + -0.150= -0.150 m = 9.800 m
∆hA3E3 = iA3 - BTE3 ELE3 = ELA3 + ∆hA3E3= 1.420 - 1.642 = 9.950 + -0.222= -0.222 m = 9.728 m
∆hA3F3 = iA3 - BTF3 ELF3 = ELA3 + ∆hA3F3
97
Page 98
= 1.420 - 1.710 = 9.950 + -0.290= -0.290 m = 9.660 m
Perhitungan ∆h Pada Titik A4 Perhitungan Elevasi Pada Titik A4∆hA4A3 = iA4 - BTA3 ELA4 = 9,989 m
= 1.420 - 1.464= -0.044 m
∆hA3B4 = iA4 - BTB4 ELB4 = ELA4 + ∆Ha4B4= 1.420 - 1.490 = 9.989 + -0.070= -0.070 m = 9.919 m
∆hB4C4 = iA4 - BTC4 ELC4 = ELA4 + ∆hA4C4= 1.420 - 1.512 = 9.989 + -0.092= -0.092 m = -0.092 m
∆hC4D4 = iA4 - BTD4 ELD4 = ELA4 + ∆hA4D4= 1.420 - 1.588 = 9.989 + -0.168= -0.168 m = 9.821 m
∆hD4E4 = iA4 - BTE4 ELE4 = ELA4 + ∆hA4E4= 1.420 - 1.655 = 9.989 + -0.235= -0.235 m = 9.754 m
∆hE4F4 = iA4 - BTF4 ELF4 = ELA4 + ∆hA4F4= 1.420 - 1.710 = 9.989 + -0.290= -0.290 m = 9.699 m
Perhitungan ∆h Pada Titik A5 Perhitungan Elevasi Pada Titik A5∆hA5A4 = iA5 - BTA4 ELA4 = ELA5 + ∆hA5A4
= 1.420 - 1.420 = 10.023 + 0.055= 0.000 m = 10.078 m
∆hA4B5 = iA5 - BTB5 ELB5 = ELA5 + ∆Ha5B5= 1.420 - 1.505 = 10.023 + -0.030= -0.085 m = 9.993 m
∆hB5C5 = iA5 - BTC5 ELC5 = ELA5 + ∆hA5C5= 1.420 - 1.525 = 10.023 + -0.075= -0.105 m = -0.075 m
∆hC5D5 = iA5 - BTD5 ELD5 = ELA5 + ∆hA5D5= 1.420 - 1.600 = 10.023 + -0.150
98
Page 99
= -0.180 m = 9.873 m
∆hD5E5 = iA5 - BTE5 ELE5 = ELA5 + ∆hA5E5= 1.420 - 1.655 = 10.023 + -0.222= -0.235 m = 9.801 m
∆hE5F5 = iA5 - BTF5 ELF5 = ELA5 + ∆hA5F5= 1.420 - 1.710 = 10.023 + -0.290= -0.290 m = 9.733 m
99
Page 100
TABEL HASIL PENGOLAHAN DATA
Tempat Alat
Titik Target
Koordinat Pembacaan Benang Jarak Optis
Tinggi Alat
∆h ElevasiX Y BA BT BB
A El=10.000
BM 0 0 0.870 0.660 0.450 42
1.380
0.720 10.000A 0 0 0 0 0 0 1.380 11.380A1 5 0 1.444 1.419 1.396 5 -0.039 9.961A2 10 0 1.420 1.370 1.320 10 0.010 10.010A3 15 0 1.505 1.430 1.355 15 -0.050 9.950A4 20 0 1.491 1.391 1.291 20 -0.011 9.989A5 25 0 1.482 1.357 1.232 25 0.023 10.023B 0 5 1.506 1.483 1.458 5 -0.103 9.897C 0 10 1.603 1.553 1.503 10 -0.173 9.827D 0 15 1.694 1.620 1.544 15 -0.240 9.760E 0 20 1.760 1.660 1.560 20 -0.280 9.720F 0 25 1.880 1.760 1.630 25 -0.380 9.620
A1El=9,961
A 5 0 1.469 1.445 1.419 5
1.420
9.961B1 5 5 1.509 1.494 1.460 5 -0.074 9.887C1 5 10 1.586 1.538 1.488 10 -0.118 9.843D1 5 15 1.745 1.660 1.595 15 -0.240 9.721E1 5 20 1.815 1.715 1.615 20 -0.295 9.666F1 5 25 1.920 1.790 1.670 25 -0.370 9.591
A2 El=10.010
A1 10 0 1.482 1.455 1.430 5
1.400
-0.055 9.955B2 10 5 1.505 1.480 1.455 5 -0.080 9.930C2 10 10 1.584 1.534 1.485 10 -0.134 9.876D2 10 15 1.720 1.645 1.570 15 -0.245 9.765E2 10 20 1.840 1.740 1.640 20 -0.340 9.670F2 10 25 1.900 1.775 1.650 25 -0.375 9.635
A3 El=9.950
A2 15 0 1.390 1.365 1.340 5
1.420
9.950B3 15 5 1.475 1.450 1.425 5 -0.030 9.920C3 15 10 1.545 1.495 1.445 10 -0.075 9.875D3 15 15 1.645 1.570 1.495 15 -0.150 9.800E3 15 20 1.741 1.642 1.542 20 -0.222 9.728F3 15 25 1.835 1.710 1.585 25 -0.290 9.660
A4 El=9.989
A3 20 0 1.488 1.464 1.438 5
1.420
-0.044 9.945B4 20 5 1.514 1.490 1.464 5 9.989C4 20 10 1.562 1.512 1.462 10 -0.092 9.897D4 20 15 1.660 1.588 1.510 15 -0.168 9.821E4 20 20 1.755 1.655 1.555 20 -0.235 9.754
100
Page 101
F4 20 25 1.835 1.710 1.585 25 -0.290 9.699
A5 El=10.023
A4 25 0 1.445 1.420 1.395 5
1.420
10.023B5 25 5 1.555 1.505 1.455 10 -0.085 9.938C5 25 10 1.600 1.525 1.450 15 -0.105 9.918D5 25 15 1.700 1.600 1.500 20 -0.180 9.843E5 25 20 1.780 1.655 1.530 25 -0.235 9.788F5 25 25 1.835 1.710 1.585 25 -0.290 9.733
101
Page 102
E. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pembuatan garis kontur merupakan cara untuk mengetahui
perbedaan titik tinggi permukaan bumi, pada pengukuran kami
mendapatkan perbedaan titik tinggi suatu permukaan tanah yang
menjadi objek pengukuran kami, pada pengukuran ini kami
menggunakan alat sipat datar yaitu waterpass yang mana tingkat
ketelitian waterpass ini lebih akurat dalam hal pengukuran beda tinggi.
B. SARAN
Pada saat melakukan pengukuran haruslah memperhatikan betul
angka yang tertera pada rambu ukur pada lensa waterpass, karena ini
akan berpengaruh pada pengolahan data yang mana akan berdampak
ketidaksinambungan antara kondisi lapangan yang sebenarnya dengan
data yang telah di olah. Untuk itu juga di harapkannya kerja sama
kelompok yang selaras karena ini sangat akan membantu pada
kegiatan praktikum. Serta bersihkan alat dan perlengkapan lainnya
yang telah digunakan.
102
Page 103
3.7 JOB VII : PENGENALAN THEODOLIT DAN PENGGUNAANNYA
Hari/Tanggal : Kamis, 16 mei 2013
Lokasi : Lapangan Politeknik Negeri Ujung Pandang
Kelompok : IV (Empat)
Instruktur : - DR.Ir. Hamzah Yusuf, MS
- Ir. Efraim Bara
- Ir. Abd. Rivai S. MS.
- Kushari, ST. MT.
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Dapat mengenal komponen theodolit dan fungsinya
b. Dapat mengenal alat theodolit
c. Dapat melaksanakan penyetelan / pembidikan yang lebih teliti dlam
pengukuran
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui bagian dari pesawat theodolit
b. Dapat membaca sudut vertical dan sudut horizontal
c. Dapat mengetahui jarak optis pengukuran dengan metode tangensial
dan metode stadia
B. DASAR TEORI
Theodolit merupakan alat utama yang digunakan untuk mengukur sudut
horizontal atau sudut vertical terhadap bidang dari jarak antara satu titik
dengan titik lainnya. Pada era zaman globalisasi seperti sekarang ini,
teknologi sudah semakin maju dan berkembang dengan pesat. Untuk itu, telah
diciptakan alat untuk mempercepat suatu pengukuran yakni alat theodolit
digital. Fungsi alat ini sama dengan alat theodolit lainnya seperti theodolit
merometer, vernier, substance bar maupun plane table,yaitu untuk pembacaan
sudut horizontal dan sudut vertical,mencari beda tinggi, maupun mencari
103
Page 104
jarak. Tetapi alat digital ini diciptakan sedemikian rupa untuk lebih
mempercepat dalam pembidikan.
C. ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Pesawat Theodolit
Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk
mengukur beda tinggi, benang atas, benang bawah,
dan benang tengah, dimana theodolit ini di dalam
pengukurannya ada yang dinamakan pembacaan
sudut, baik sudut vertikal maupun sudut
horizontal.
2. Rol meter
Berfungsi sebagai alat ukur yang digunakan untuk mengukur jarak.
3. Helm
Berfungsi sebagai alat pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai
kepala secara langsung atau meminimalkan kecelakaan.
4. Papan pengalas
104
Page 105
Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk mengalas kertas catatan hasil
perhitungan.
5. Bak Ukur
Berfungsi sebagai alat yang memiliki skala yang akan dibidik dengan
menggunakan pesawat.
6. Tripod
Berfungsi untuk menjaga garis kedudukan statip tidak berubah.
105
Page 106
C. LANGKAH KERJA
1) Mengenal bagian – bagian pesawat
a. Pasang pesawat diatas tripod.
b. Perhatikan dengan seksama bagian demi bagian dari pesawat
tersebut dan sesuaikan dengan spesifikasinya untuk mengingat –
ingat nama dari bagian tersebut.
c. Ikuti penjelasan instruktur.
d. Contoh salah satu spesifikasi alat Theodolit TOPCON DT-200
106
Page 107
Keterangan :
1. Kompas 12. Tombol penyetel sudut 0° s. horizontal
2. Pembidik target 13. Tombol penggerak halus s. horizontal
3. Lensa pembidik / pembaca 14. Sekrup pengunci sudut horizontal
4. Display LCD 15. Tombol power ON/OFF
5. Pembaca sudut vertikal 16. Nivo tabung
6. Pembaca sudut horizontal 17. Indikator Battery
7. Sekrup pengunci sudut vertikal 18. Sekrup penyetel nivo
8. Sekrup penggerak halus vertikal 19. Sekrup penyetel pembidik titik
9. Tempat battery 20. Sekrup penyetel lensa pembidik titik
10. Tombol R/N 21. Penyetel lensa pembidik
11. Tombol penyetel sudut vertikal 22. Penyetel pembaca rambu
107
Page 108
2) Menyetel Pesawat Dan Memeriksa Sumbu I
a. Pasang pesawat theodolit di atas tripod
b. Tempatkan nivo sejajar dengan dua skrub penyetel A & B, dan dengan
dua skrub penyetel ini gelembung nivo ditempatkan di tengah –
tengah.
c. Putar nivo 180° dengan sumbu I sebagai sumbu putar.
1. Bila gelembung tetap ditengah – tengah pekerjaan dilanjutkan ke
langkah d.
108
Page 109
2. Bila gelembung tidak ditengah – tengah lagi, ulang langkah b, dan
bila beberapa kali diulangi ternyata gelembung tidak juga
ditengah – tengah setelah nivo diputar 180°. Maka kembalikan
gelembung setengahnya dengan sekrub koreksi nivo dan
setengahnya lagi dengan sekrub penyetel A & B.
d. Ulangi pekerjaan sedemikian rupa hingga gelembung ditengah –
tengah sebelum dan sesudah nivo diputar 180° dengan sumbu I
sebagai sumbu putar.
e. Putar 180° dengan sumbu I sebagai sumbu putar dan ketengahkan
gelembung nivo dengan memutar skrub penyetel C, maka sumbu I
tegak lurus pada dua garis jurusan yang mendatar dan akan tegak
vertikal.
f. Pekerjaan di ulang hingga bila nivo di putar ke semua jurusan
gelembung tetap di tengah – tengah.
Bila ada nivo lain yang biasanya dipasang pada kaki penyangga
sumbu II (nivo B) dan tegak lurus terhadap nivo yang terletak diatas
alidade horizontal (nivo A) maka lanhkah kerja sebagai berikut:
a. Tempatkan nivo A sejajar dengan skrup A dan B dan nivo dengan
sendirinya kearah skrup penyetel C.
b. Tempatkan gelembung kedua nivo tengah-tengah dengan skrup
penyetel A, B, C.
109
Page 110
c. Putar nivo 180º dengan sumbu I sebagai sumbu putar bila gelembung
kedua nivo tetap di tengah-tengah berarti pesawat sudah baik (sumbu I
sudah vertical).
d. Bila gelembung nivo pindah dari tengah-tengah, coba ulangi lagi dari
langkah a. Dan bila beberapa kali diulangi gelembung tidak juga
ditengah-tengah setelah nivo diputar 180° , maka kembalikan
gelembung kedua nivo ketengah – tengah, setengahnya dengan sekrub
koreksi nivo masing – masing, maka sumbu I akan tegak lurus pada
garis arah kedua nivo.
e. Kembalikan gelembung setengahnya lagi, nivo A dengan skrup
penyetel A dan B dan nivo B dengan skrup penyetel C.
f. Mengulangi pekerjaan, s4ehingga p[ada semua jurusan gelembung
nivo selalu ditengah-tengah yang berarti sumbu I telah vertical.
3) Memeriksa Sumbu II ┴ Sumbu I Dan Garis Bidik ┴ Sumbu II.
a. Menempatkan dan menyetel pesawat ± 5m dimuka suatu dinding
(tembok) yang terang. Sumbu I dianggap sudah baik.
b. Dengan garis bidik mendatar dan kira-kira tegak lurus pada dinding
dibuat suatu titik T pada dinding yang berimpit dengan titik potong
dua benang difragma.
110
Page 111
c. Dengan menggunakan unting-unting pada dinding dibuat titik P
vertical diatas T yang tingginya dua kali titik T dan titik Q vertical
dibawah titik T dan letak di kaki dinding.
d. Pada titik P dan Q dipasang kertas millimeter atau kertas skala
mendatar sedemikian rupa hingga titik nol skala berimpit dengan titik
P dan Q .
e. Bidik teropong ketitik T, putar teropong ke atas ( ke arah titik P) dan
kebawah ( kearah vertical) dengan sumbu II sebagai sumbu putar ,
maka akan didapat 4 macam kemungkinan
1. Sewaktu teropong di bidik ketitik P dan sewaktu teropong dibidik
ketitik Q garis bidik akan berimpit dengan titik P dan sewaktu
teropong dibidik ketitik Q garis bidik akan berimpit dengan titk Q (
pada gambar 7-3a). maka dalam hal ini peasawat sudah baik
(sunbu II ┴ sumbu I dan garis bidik ┴ sumbu II ).
2. Sewaktu teropong di bidik ketitik P, garis bidik akan menunjuk ke
A (sebelah kiri atau kanan P) dan sewaktu dibidik ke titik Q garis
bidik akan menunjuk ke B yang bersebelahan dengan titik A dan
PA = QB = x jalannya garis bidik ATB (lihat gambar).
111
Page 112
a) Bidikkan teropong ketitik A.
b) Dengan skrup koreksi sumbu II , garis bidik digeser hingga
berimpit dengan titik P.
c) Ulangi pekerjaan hingga diputar ke atas dan , garis bidik akan
melukiskabn P.T.Q
3. Sewaktu teropong di bidik ke titik P, garis bidik akan menunjuk ke
titik C sebelah kiri atau kanan ( lihat gambar 7-3c) dan sewaktu
teropong dibidik ke titik Q ,garis bidik akan menunjuk ketitik D
yang berada pada belahan yang sama dengan titik C PC = QD = y.
Maka dalam hal ini terdapat kesalahan garis bidik tidak tegak lurus
sumbu II, tapi sumbu II telah tegak lurus sumbu I.
- Bidik teropong ke titik C.
- Dengan skrup koreksi diafragma , garis bidik digeser hingga
berimpit dengan titik P.
- Ulangi pekerjaan hingga teropong diputar dari atas ke bawah
atau sebaliknya garis bidik akan melukis PTQ.
4. Sewaktu teropong dibidik ketitik P, garis bidik akan menunjuk titik
H , sebelah kanan atau kiri titik. Tapi PQ = a ≠ QH = b maka hal
ini menunjukkan adanya kesalahan kombinasi , yaitu sumbu II
112
Page 113
tidak tegak lurus sumbu I dan garis bidik tidak tegak lurus sumbu
II.
Untuk memperbaiki kesalahan ini, maka dapat dilakukan langkah-
langkah seperti ini :
a) Hitung besarnya x dan y.
a = x + y x = ½ (a-b)
b = x- y y = ½ (a+b)
b) Bidik teropong ke skala atas ( titik 6).
c) Putarlah skrup koreksi sumbu II sedemikian rupa sehingga
pembacaan skala = y ( y = pengaruh tidak tidak tegak lurusnya
garis bidik terhadap sumbu II).
d) Ulangi pekerjaan hingga bila teropong di bidikkan ke skala
atas maupun bawah pembacaan sama dengan y dan terletak
pada belahan yang sama terhadap garis PTQ yang berarti
sumbu II telah tegak lurus terhadap sumbu I.
e) Bidik kembali teropong ke skala atas.
f) Putar skrub koreksi diafragma sedemikian rupa sehingga garis
bidik menunjuk skala nol (berimpit dengan titik P)
g) Ulangi pekerjaan hingga bila teropong diarahkan dari atas ke
bawah atau sebaliknya garis bidik tetap berimpit PTQ.
h) Pesawat telah baik.
113
Page 114
4) Pembacaan Sudut Horizontal dan Vertikal
a. Pembacaan sudut horizontal.
1. Nyalakan alat theodolit dengan menekan tombol power
2. Arahkan pesawat ke utara dengan bantuan kompas, kemudian
kunci penggerak horizontal, setelah itu tekan tombol 0 set.
3. Untuk membaca titik selanjutnya, putar alat searah jarum jam
kemudian kunci penggerak horizontal
4. Setelah penggerak terkunci, maka pembacaan dapat
dilakukan. Jadi, contoh di atas adalah pembacaan sudut
horizontal.
b. Pembacaan Sudut Vertikal
1. Untuk melakukan pembacaan vertical takan tombol V/%
114
Page 115
2. Setelah pembacaan vertical muncul dilayar LCD, bidik bak ukur
kemudian kunci penggerak vertical
c. Pembacaan Bak UkurUntuk melakukan pembacaan bak ukur, putar alat ke titik yang telah
dipasangi bak. Setelah bak ukur terlihat, kunci penggerak vertical dan
pembacaan dapat dilakukan.
115
Page 116
5) Pengukuran di Lapangan
Tabel Data Pengukuran Poligon
Nama, jenis, tipe alat : Theodolit, Topcon, DT 200Nama pengukur : Adi Sutrisman Abidin
116
Page 117
Kelas/kelompok : 1C Transportasi/IVHari/tanggal pengukuran : Kamis, 16 Mei 2013Waktu pengukuran : 15.00Lokasi : Koridor Teknik SipilKeadaan cuaca : CerahInstruktur : DR. Ir. Hamzah Yusuf. M.S
Tempatpesawat
Titiktarget
Pembacaan benang Pembacaan sudut Tinggi
Alat (m)
jarak
BT BA Horizontal Vertikal Ukur (m)BB Biasa LB Z θ
P0 00°00’00” 180°00’00”
1,5m
P1 U0.348 0.420 30°40’35” 210°37’35” 90°00’00”
15.5 m0.2650.348 88°29’30”0.780
P2 U0.625 0.700 152°23’40” 332°24’50” 92°00’10”
21m0.4900.625 92°38’50”0.325
P3 U2.643 2.792 239°06’50” 59°01’45” 90°56’60”
31.3m2.4792.643 90°37’25”2.805
P4 U1.785 1.880 321°00’35” 14°49’05” 93°05’10”
17.8m1.7021.785 94°53’00”1.180
Tabel Data Pengukuran Poligon
Nama, jenis, tipe alat : Theodolit, Topcon, DT 200Nama pengukur : Hijrah RaufKelas/kelompok : 1C Transportasi/IV
117
Page 118
Hari/tanggal pengukuran : Kamis, 16 Mei 2013Waktu pengukuran : 15.12Lokasi : Koridor Teknik SipilKeadaan cuaca : CerahInstruktur : DR. Ir. Hamzah Yusuf. M.S
Tempatpesawat
Titiktarget
Pembacaan benang Pembacaan sudut Tinggi
Alat (m)
Jarak
BT BA Horizontal Vertikal Ukur (m)BB Biasa LB Z θ
P0 00°00’00” 180°00’00”
1.3m
P1 U0,267 0,349 31°44’45” 211°44’45” 90°00’00”
16.4 m0,1850,267 81°30’30”2,738
P2 U0.944 1.075 153°43’35” 333°17’05” 90°19’00”
26.2m0.8130.944 91°15’35”1.069
P3 U0.989 1.151 239°48’25” 59°49’50” 90°44’15”
31.9 m0.8320.989 93°52’30”2.723
P4 U1.337 1.422 321°44’10” 141°37’05” 88°42’25”
16.8 m1.2541.337 94°14’55”2.979
Tabel Data Pengukuran Poligon
Nama, jenis, tipe alat : Theodolit, Topcon, DT 200
118
Page 119
Nama pengukur : Gabriel LSB PakanKelas/kelompok : 1C Transportasi/IVHari/tanggal pengukuran : Kamis, 16 Mei 2013Waktu pengukuran : 15.30Lokasi : Koridor Teknik SipilKeadaan cuaca : CerahInstruktur : DR. Ir. Hamzah Yusuf. M.S
Tempatpesawat
Titiktarget
Pembacaan benang Pembacaan sudut Tinggi
Alat (m)
jarak
BT BA Horizontal Vertikal Ukur (m)BB Biasa LB Z θ
P0 00°00’00” 180°00’00”
1.5 m
P1 U0.335 0.418 31°32’20” 211°33’40” 89°59’55”
16.6 m0.2520.335 84°54’25”1.812
P2 U2.335 2.468 153°28’35” 333°26’35” 88°24’20”
26.5m2.2032.335 89°15’15”1.810
P3 U1.778 1.936 239°59’05” 59°58’45” 92°27’30”
32.4m1.6121.778 91°44’35”2.170
P4 U2.555 2.640 321°57’00” 141°55’15” 90°25’10”
17 m2.4702.555 94°14’10”1.428
Tabel Data Pengukuran Poligon
119
Page 120
Nama, jenis, tipe alat : Theodolit, Topcon, DT 200Nama pengukur : Yudistira Eka PutraKelas/kelompok : 1C Transportasi/IVHari/tanggal pengukuran : Kamis, 16 Mei 2013Waktu pengukuran : 15.42Lokasi : Koridor Teknik SipilKeadaan cuaca : CerahInstruktur : DR. Ir. Hamzah Yusuf. M.S
Tempatpesawat
Titiktargat
Pembacaan benang Pembacaan sudut Tinggi
Alat (m)
jarak
BT BA Horizontal Vertikal Ukur (m)BB Biasa LB Z θ
P0 00°00’00” 180°00’00”
1.5 m
P1 U0.461 0.483 31°16’35” 211°11’35” 90°00’00”
16.5 m0.3180.961 86°28’15”1.420
P2 U1.180 1.315 152°28’30” 332°57’30” 90°57’15”
26.5m1.0501.180 89°53’30”1.670
P3 U1.347 1.502 239°34’20” 59°35’15” 93°22’05”
31.4 m1.1881.347 92°04’20”2.060
P4 U2.600 2.685 321°35’35” 141°36’10” 90°31’30”
17 m2.5152.600 90°08’00”2.715
Tabel Data Pengukuran Poligon
120
Page 121
Nama, jenis, tipe alat : Theodolit, Topcon, DT 200Nama pengukur : Evy Fatimah SariKelas/kelompok : 1C Transportasi/IVHari/tanggal pengukuran : Kamis, 16 Mei 2013Waktu pengukuran : 15.55Lokasi : Koridor Teknik SipilKeadaan cuaca : CerahInstruktur : DR. Ir. Hamzah Yusuf. M.S
Tempatpesawat
Titiktarget
Pembacaan benang Pembacaan sudut Tinggi
Alat (m)
jarak
BT BA Horizontal Vertikal Ukur (m)BB Biasa LB Z θ
P0 00°00’00” 180°00’00”
1.5 m
P1 U0.230 0.355 31°26’05” 211°28’20” 90°00’00”
22.5 m0.1100.230 86°53’15”1.160
P2 U0.865 0.990 153°23’30” 333°25’40” 91°23’30”
25.8m0.7320.865 90°59’40”1.500
P3 U1.239 1.394 290°00’15” 62°57’40” 93°21’15”
31.6 m1.0781.239 92°28’55”1.905
P4 U2.302 2.387 321°57’55” 141°59’00” 91°09’05” 17.900
m2.208
2.302 92°25’25”2.218
Tabel Data Pengukuran Poligon
121
Page 122
Nama, jenis, tipe alat : Theodolit, Topcon, DT 200Nama pengukur : Andi Rahmat AsharKelas/kelompok : 1C Transportasi/IVHari/tanggal pengukuran : Kamis, 16 Mei 2013Waktu pengukuran : 16.10Lokasi : Koridor Teknik SipilKeadaan cuaca : CerahInstruktur : DR. Ir. Hamzah Yusuf. M.S
Tempatpesawat
Titiktarget
Pembacaan benang Pembacaan sudut Tinggi
Alat (m)
jarak
BT BA Horizontal Vertikal Ukur (m)BB Biasa LB Z θ
P0 00°00’00” 180°00’00”
1.5 m
P1 U0.370 0.450 31°49’05” 211°49’45” 89°59’45”
16.5 m0.2850.370 86°53’40”1.265
P2 U0.700 0.830 153°30’35” 333°40’30” 91°51’15”
26.5m0.5650.700 90°31’05”1.320
P3 U0.810 0.970 240°02’45” 60°14’24” 94°14’10”
32 m0.6500.810 94°58’30”0.450
P4 U1.545 1.640 322°06’10” 142°16’15” 93°54’15”
18 m1.4601.545 96°05’00”0.900
Tabel Data Pengukuran Poligon
122
Page 123
Nama, jenis, tipe alat : Theodolit, Topcon, DT 200Nama pengukur : Dendi PurwantoKelas/kelompok : 1C Transportasi/IVHari/tanggal pengukuran : Kamis, 16 Mei 2013Waktu pengukuran : 16.22Lokasi : Koridor Teknik SipilKeadaan cuaca : CerahInstruktur : DR. Ir. Hamzah Yusuf. M.S
Tempatpesawat
Titiktargat
Pembacaan benang Pembacaan sudut Tinggi
Alat (m)
jarak
BT BA Horizontal Vertikal Ukur (m)BB Biasa LB Z θ
P0 00°00’00” 180°00’00”
1.1 m
P1 U0.338 0.419 30°43’45” 210°45’40” 90°00’00”
16.4 m0.2550.338 88°03’20”0.255
P2 U0.532 0.665 152°21’55” 332°32’30” 92°14’45”
32.6m0.3390.532 90°43’40”1.239
P3 U1.889 2.048 239°04’20” 59°10’55” 92°15’45”
31.7m1.7311.889 91°25’05”2.352
P4 U1.930 2.015 320°59’35” 141°14’20” 92°33’10”
16.8 m1.8471.930 91°50’10”2.141
D. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN :
123
Page 124
Theodolit, plane table, maupun substance bar digunakan untuk
menentukan poligon baik itu poligon terbuka maupun poligon tertutup.
Prinsip dari poligon adalah menentukan sudut jurusan dan panjang dari
gabungan beberapa garis yang bersama-sama membentuk kerangka
dasar untuk keperluan pemetasan dari suatu daerah tertentu. Sudut jurusan
dan jarak kemudian digabungkan dengan busur derajat atau system
koordinat. Sudut-sudut jurusan dihitung dari sudut, yang diukur dengan
theodolit yang searah jarum jam.
B. SARAN :
Instruktur sebaiknya harus selalu berada di lokasi pengukuran agar
apabila ada sesuatu yang kurang dimengerti segera dilakukan penjelasan
sehingga pengukuran berjalan dengan lancar.
124
Page 125
3.8 JOB VIII : PENGUKURAN POLIGON TERBUKA
SISTEM TANGENSIAL
Hari / Tanggal : Kamis / 13 Juni 2013
Lokasi : Jalan menuju jurusan Teknik sipil (Politeknik Negeri
ujung Pandang)
Kelompok : 4 (Empat)
Instruktur : - DR.Ir. Hamzah Yusuf, M.S.
- Ir. Efraim Bara
- Ir. Abd. Rivai Sulaeman, M.S.
- Kushari, ST. MT.
A. TUJUAN
1. Tujuan umum
a. Dapat menggunakan alat tedolit pada pengukuran polygon
b. Mengenal metode yang di pakai dalam pengukuran polygon
c. Dapat mengatur kesulitan – kesulitan yang ada di lapangan
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengukuran polygon terbuka dengan mengikuti
langkah – langkah dan prosedur kerja yang baik dengan metode
tangensial pada pengukuran.
b. Dapat melakukan analisa pengukuran jarak optis
c. Dapat melakukan analisa tinggi titik
d. Dapat melekukan analisa pengukuran koordinat
B. DASAR TEORI
Prinsip polygon terbuka adalah menetapkan sudut jurusan dan panjang
dari beberapa gabungan garis yang bersama – sama membentuk kerangka
dasar untuk keputusan pemetaan dari suatu daerah tertentu,
Sudut – sudut diukur dengan tedolit searah jarum jam dan sudut –
sudut jurusan dari sudut yang akan di ukur, Garis dari hasil pengukuran
baik sudut maupun luasan dapat di peroleh dengan baik.
125
Page 126
Analisa data hasil pengukuran polygon terbuka ini dapat di lakukan
dengan 2 metode, yaitu metode Tangensial dan metode Stadia. Dalam
praktikum ini, metode yang akan digunakan adalah metode tangensial.
Melalui metode ini kita dapat menghitung jarak, tinggi titik dan koordinat
titik.
Rumus Jarak Optis
D = S/(tanα ± tanθ)
Rumus Koordinat (x,y)
X2 = X1 + ∆x
Y2 = Y1 + ∆y
di mana :
- X2 = koordinat X titik yang dicari
- Y2 = koordinat Y titik yang dicari
- X1 = koordinat X titik yang diketahui
- Y1 = koordinat Y titik yang diketahui
- ∆x = D.sin α α adalah KSJ
- ∆y = D.cos α α adalah KSJ
Gambar Poligon Terbuka
126
Page 127
C. ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Alat tedolit digital ( Topcon)
2. Kaki Tiga/ Statif digunakan sebagai tempat untuk meletakkan theodolit
3. Bak ukur sebagai alat pembacaan ukuran
4. Rol Meter digunakan untuk mengukur jarak pesawat ke bak ukur
5. Payung
127
Page 128
6. Pen / Patok
D. LANGKAH KERJA
1. Siapkan semua peralatan yang akan di gunakan
2. Tentukan titik P1, P2, P3,P4, P5, P6, P7 dan P8 dengan jarak masing –
masaing yaitu ±20
Utara
P8 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1
13,40m 11,20m 15,233 m 17,85m 13,549m 14,201 13,50m
3. Pasang dan stel alat pada titik yang telah di tentukan misalnya di titik P1,
stel alat sampai nivo ( tegak ) dengan memutar ketiga stup penyetelan
nivo, Kemudian nol kan sudut horizontal dengan membuka pengunci
limbus dan skrup pengunci alhigate horizontal hingga pembacaan sudut
horizontal sama dengan nol,begitu pula dengan pembacaan menit dan
detiknya sama dengan nol lalu kunci pada posisi tersebut.
128
Page 129
4. Arahkan alat kearah utara dan pastikan kompas sudah tenang, lalu kunci
skrup pada posisi tersebut ( pengunci sudut ), Baca sudut vertical,
dengan memutar skurp pengunci alhidate vertical dan skrup penggerak
alhidate vertical.
Utara
5. Putar skrup pengunci sudut, lalu bidik kearah titk P2 yang telah di
tentukan, orang kedua memeganng bak ukur tepat di titik P2, Bidik bak
ukur pada titik P2 melalui lensa okuler, bila sudah terlihat kunci skrup
pengunci sudut pada posisi tersebut lakukan pembacaan bak ukur dengan
mengatur kejelasan pembacaan dengan memutar skur pengunci Alhidatde
vertical, untuk pengukuran tangensial; baca BT1 dan BT2 Pastikan dalam
membidik bak ukur terlihat dahulu melalaui nivo teropong agar agar
kelurusan pembidikan dapat di peroleh
129
Page 130
6. Baca sudut horizontal ( sudut biasa ) dengan memutar skrup pengunci
penggerak halusnya
7. Putar teropong searah jarum jam sehingga lensa objektif teropong
menghadap pada mata pembacaan ,lalu longgarkan skrup pengunci sudut,
kemudian putar searah jarum jam sehingga kembali lensa objektif berada
di depan dan lensa okuler berada di depan pembaca, kunci skrup pada
pengunci sudut, pada posisi tersebut.
130
Page 131
8. Kemudian ukur tinggi alat dengan menggunakan rol meter atau dengan
bak ukur
9. Pindahkan alat ke titik P2, lalu bidik kembali ke P1 untuk mengukur
sudut horizontal (luar biasa).
10. Putar alat ke P3,jangan lupa nol kan sudut horizontalnya pada P2 dan
lakukan pembacaan benang pada bak ukur dan sudut vertikal sesuai
langkah – langkah sebelumya
11. Baca sudut horizontal ( sudut biasa ) dengan memutar skrup pengunci
sudut alhidade horizontal dan skurp pengerak halus.
12. Ukur tinggi alat di P2 dengan rol meter atau dengan bak ukur.
131
P1
a2=H
P3
P2
Page 132
Ulangi langkah pengukuran di setiap penggantian tempat alat sampai titik
P7, Lakukan pembacaan pengukuran dengan teknik pengukuran yang
sama.
132
Page 133
TABEL PENGUKURAN POLIGON TERBUKA
Tempat Alat
Titik Arah
Pembacaan Rambu
Sudut Vertikal
Sudut Horizontal Jarak Ukur
(m)BT1 Z1 BiasaBT2 Z2 Luar Biasa
P1U
P21,750 90 05' 10" 274° 03' 20"
13,5002,600 86 28' 40"
P2P1
00° 00' 00"13,500
180° 05' 50"
P31,040 92° 56' 55" 180° 53' 15"
14,2011,450 91° 17' 40" 00° 52' 00"
P3P2
00° 00' 00"14,201
180° 01' 40"
P41,160 92° 55' 40" 179° 42' 40"
10,5001,960 89° 33' 05" 359° 38' 00"
P4P3
00° 00' 00"10,500
180° 02' 40"
P51,600 91° 12' 25" 178° 38' 45"
17,8501,750 90° 43' 15" 358° 38' 10"
P5P4
00° 00' 00"17,850
180° 02' 00"
P61,510 91° 03' 40" 181° 01' 35"
15,2331,720 90° 17' 20" 01° 05' 00"
P6P5
00° 00' 00"15,233
180° 08' 30"
P71,430 91° 20' 25" 178° 54' 55"
11,2002,220 87° 17' 00" 358° 45' 10"
P7P6
00° 00' 00"11,200
180° 00' 00"
P81,200 91° 22' 10" 178° 50' 40"
13,4002,300 86° 37' 55" 358° 52' 05"
MENGHITUNG JARAK OPTIS
133
Page 134
D
Titik P1 – P2
BT1 = 1,750 Z1 = 90° 05’ 10”
BT2 = 2,600 Z2 = 86° 28’ 40”
α = 900 – 900 05’ 10 ”
= -000 05’ 10”
θ = 900 – 860 28’40”
= 030 31’ 20”
S = D (tan α + tanθ)
D = S/(tan α + tanθ)
D = (BT2 – BT1) / (tan α + tanθ)
= (2,600 – 1,750) / (tan 000 05’ 10” + tan 030 31’ 20”)
= (0,85) / (0,001502923 + 0,061551931)
= 13,481 m
Titik P2 – P3
134
Page 135
BT1 = 1,040 Z1 = 92° 56’ 55”
BT2 = 1,450 Z2 = 91° 17’ 40”
α = 900 – 920 56’ 55 ”
= -020 56’ 55”
θ = 900 – 910 17’40”
= -010 17’ 40”
S = D (tan α - tanθ)
D = S/(tan α - tanθ)
D = (BT2 – BT1) / (tan α - tanθ)
= (1,450 – 1,040) / (tan 020 56’ 55” - tan 010 17’ 40”)
= (0,41) / (0,051508452 - 0,022596162)
= 14,181 m
Titik P3 – P4
135
Page 136
BT1 = 1,160 Z1 = 92° 55’ 40”
BT2 = 1,960 Z2 = 89° 33’ 05”
α = 900 – 920 55’ 40 ”
= -020 55’ 40”
θ = 900 – 890 33’05”
= 010 26’ 55”
S = D (tan α + tanθ)
D = S/(tan α + tanθ)
D = (BT2 – BT1) / (tan α + tanθ)
= (1,960 – 1,160) / (tan 020 55’ 40” + tan 010 26’ 55”)
= (0,8) / (0,051143884 + 0,025288422)
= 10,467 m
Titik P4 – P5
136
D
Page 137
BT1 = 1,600 Z1 = 91° 12’ 25”
BT2 = 1,750 Z2 = 90° 43’ 15”
α = 900 – 910 12’ 25 ”
= -010 12’ 25”
θ = 900 – 900 43’15”
= -000 43’ 15”
S = D (tan α - tanθ)
D = S/(tan α - tanθ)
D = (BT2 – BT1) / (tan α - tanθ)
= (1,750 – 1,600) / (tan 010 12’ 25” - tan 000 43’ 15”)
= (0,15) / (0,02106827 - 0,012581578)
= 17,674 m
Titik P5 – P6
137
Page 138
BT1 = 1,510 Z1 = 91° 03’ 40”
BT2 = 1,720 Z2 = 90° 17’ 20”
α = 900 – 910 03’ 40 ”
= -010 03’ 40”
θ = 900 – 900 17’20”
= -000 17’ 20”
S = D (tan α - tanθ)
D = S/(tan α - tanθ)
D = (BT2 – BT1) / (tan α - tanθ)
= (1,720 – 1,510) / (tan 010 03’ 40” - tan 000 17’ 20”)
= (0,21) / (0,018522 - 0,005042105)
= 15,578 m
Titik P6 – P7
138
Page 139
BT1 = 1,430 Z1 = 91° 20’ 25”
BT2 = 1,720 Z2 = 87° 17’ 00”
α = 900 – 910 20’ 25 ”
= -010 20’ 25”
θ = 900 – 870 17’00”
= 020 43’ 00”
S = D (tan α + tanθ)
D = S/(tan α + tanθ)
D = (BT2 – BT1) / (tan α + tanθ)
= (2,220 – 1,430) / (tan 010 20’ 25” + tan 020 43’ 00”)
= (0,79) / (0,023396527 + 0,047450342)
= 11,151 m
Titik P7 – P8
139
D
Page 140
BT1 = 1,200 Z1 = 91° 22’ 10”
BT2 = 2,300 Z2 = 86° 37’ 55”
α = 900 – 910 22’ 10 ”
= -010 22’ 10”
θ = 900 – 860 37’55”
= 030 22’ 05”
S = D (tan α + tanθ)
D = S/(tan α + tanθ)
D = (BT2 – BT1) / (tan α + tanθ)
= (2,300 – 1,200) / (tan 010 22’ 10” + tan 030 22’ 05”)
= (1,1) / (0,023905866 + 0,058851461)
= 13,292 m
140
D
Page 141
MENGHITUNG KOORDINAT TITIK
1. Koordinat P1 (100, 10)
2. Koordinat P2
Diketahui : - Koordinat P1 = 100, 10
- DP1P2 = 13,481 m
- Z12 = 274° 03’ 20”
KSJ :
α12 = 360° 00’ 00” – Z12
α12 = 360° 00’ 00” - 274° 03’ 20”
α12 = 85° 56’ 40” (UB/Kuadran IV)
P2 x = P1 x - ∆x
P2 x = 100 – d12 sin α12
= 100 – 13,481 sin 85° 56’ 40”
= 100 – 13,447 = 86,553 m
P2 y = P1 y + ∆y
= 10 + d12 cos α12
= 10 + 13,481 cos 85° 56’ 40”
= 10 + 0,953 = 10,953 m
Jadi, diperoleh koordinat P2 , x = 86,553 m; y = 10,953 m
141
Page 142
3. Koordinat P3
Diketahui : - Koordinat P2 = (86,553 ; 10,953)
- DP2P3 = 14,181 m
- α2 = 180° 53’ 15”
KSJ :
α23 = 90° 00’ 00” – (α23 - 180° 00’ 00”)
α23 = 90° 00’ 00” – (180° 53’ 15” - 180° 00’ 00”)
α23 = 89° 06’ 45” (UB/Kuadran IV)
P3 x = P2 x - ∆x
P3 x = 86,553 – d23 sin α23
= 86,553 – 14,181 sin 89° 06’ 45”
= 86,553 – 14,179
= 72,374 m
P3 y = P2 y + ∆y
= 10,953 + d23 cos α23
= 10,953 + 14,181 cos 89° 06’ 45”
= 10,953 + 0,220
= 11,173 m
Jadi, diperoleh koordinat P3 , x = 72,374 m; y = 11,173 m
142
Page 143
4. Koordinat P4
Diketahui : - Koordinat P3 = 72,374 ; 11,173)
- DP3P4 = 10,467 m
- α3 = 179° 42’ 40”
- α23 = 89° 06’ 45”
KSJ :
α34 = 180° 00’ 00” – (α3 - α23)
α34 = 180° 00’ 00” – (179° 42’ 40” - 89° 06’ 45”)
α34 = 89° 24’ 05” (UB/Kuadran IV)
P4 x = P3 x - ∆x
P4 x = 72,374 – d34 sin α34
= 72,374 – 10,467 sin 89° 24’ 05”
= 72,374 – 10,466
= 61,908 m
P4 y = P3 y + ∆y
= 11,173 + d34 cos α34
= 11,173 + 10,467 cos 89° 24’ 05”
= 11,173 + 0,109
= 11,282 m
Jadi, diperoleh koordinat P4 , x = 61,908 m; y = 11,282 m
143
Page 144
5. Koordinat P5
Diketahui : - Koordinat P4 = (61,908 ; 11,282)
- DP4P5 = 17,674 m
- α4 = 178° 38’ 45”
- α34 = 89° 24’ 05”
KSJ :
α45 = (α4 – α34)
α45 = 178° 38’ 45” - 89° 24’ 05”)
α45 = 89° 14’ 40” (SB/Kuadran III)
P5 x = P4 x - ∆x
P5 x = 61,908 – d45 sin α45
= 61,908 – 17,674 sin 89° 14’ 40”
= 61,908 – 17,672
= 44,236 m
P5 y = P4 y - ∆y
= 11,282 - d45 cos α45
= 11,282 - 17,674 cos 89° 14’ 40”
= 11,282 - 0,233
= 11,049 m
Jadi, diperoleh koordinat P5 , x = 44,236 m; y = 11,049 m
144
Page 145
6. Koordinat P6
Diketahui : - Koordinat P5 = 44,236 ; 11,049)
- DP5P6 = 17,674 m
- α5 = 181° 01’ 35”
- α45 = 89° 14’ 40”
KSJ :
α56 = 180° 00’ 00” – (α5 – α45)
α56 = 180° 00’ 00” – (181° 01’ 35” – 89° 14’ 40”)
α56 = 88° 13’ 05” (UB, Kuadran IV)
P6 x = P5 x - ∆x
P6 x = 44,236 – d56 sin α56
= 44,236 – 15,578 sin 88° 13’ 05”
= 44,236 – 15,570
= 28,666 m
P6 y = P5 y + ∆y
= 11,049 + d56 cos α56
= 11,049+ 15,578 cos 88° 13’ 05”
= 11,049 + 0,484
= 11,533 m
Jadi, diperoleh koordinat P6 , x = 28,666 m; y = 11,533 m
145
Page 146
7. Koordinat P7
Diketahui : - Koordinat P6 = 28,666 ; 11,533)
- DP6P7 = 11,151 m
- α6 = 178° 54’ 55”
- α56 = 88° 13’ 05”
KSJ :
α67 = 180° 00’ 00” – (α6 – α56)
α67 = 180° 00’ 00” – (178° 54’ 55” – 88° 13’ 05”)
α67 = 89° 18’ 10” (UB, Kuadran IV)
P7 x = P6 x - ∆x
P7 x = 28,666 – d56 sin α67
= 28,666 – 11,151 sin 89° 18’ 10”
= 28,666 – 11,150
= 17,516 m
P7 y = P6 y + ∆y
= 11,533 + d67 cos α67
= 11,533+ 11,151 cos 89° 18’ 10”
= 11,533 + 0,136
= 11,669 m
Jadi, diperoleh koordinat P7 , x = 17,516 m; y = 11,669 m
146
Page 147
8. Koordinat P8
Diketahui : - Koordinat P8 = (17,516 ; 11,669)
- DP7P8 = 13,292 m
- α8 = 178° 50’ 40”
- α67 = 89° 18’ 10”
KSJ :
α78 = (α7 – α67)
α78 = 178° 50’ 40”– 89° 18’ 10”
α78 = 88° 41’ 50” (SB, Kuadran IV)
P8 x = P7 x - ∆x
P8 x = 17,516 – d78 sin α78
= 17,516 – 13,292 sin 88° 41’ 50”
= 17,516 – 13,288
= 4,228 m
P8 y = P7 y - ∆y
= 11,669 - d78 cos α78
= 11,669 - 13,292 cos 88° 41’ 50”
= 11,669 - 0,302
= 11,367 m
Jadi, diperoleh koordinat P8, x = 4,228 m; y = 11,367 m
147
Page 148
KOREKSI KOORDINAT TITIK
Untuk mengoreksi kesalahan koordinat titik, digunakan persamaan
∑ d sin α = xakhir - xawal
∑ d cos α = yakhir - yawal
xakhir – xawal = 4,228 – 100
= -95,772
yakhir - yawal = 11,367 – 10
= 1,367
- ∑ d sin α = (-d12 sin α12) + (-d23 sin α23) + (-d34 sin α34) +
(-d45 sin α45) + (-d56 sin α56) + (-d67 sin α67) +
(-d78 sin α78)
= (-13,447) + (-14,179) + (-10,466) + (-17,672)
(-15,570) + (-11,150) + (-13,288)
= -95,772
- ∑ d cos α = (-d12 cos α12) + (-d23 cos α23) + (-d34 cos α34) +
(-d45 cos α45) + (-d56 cos α56) + (-d67 cos α67) +
(-d78 cos α78)
= (-0,302) + 0,136 + 0,484 + (-0,233)
0,109 + 0,220 + 0,953
= 1,367
∑ d sin α = xakhir - xawal
-95,772 = -95,772 Koreksi Ok
∑ d cos α = yakhir - yawal
1,367 = 1,367 Koreksi Ok
TABEL PENGUKURAN
148
Page 149
Tempat Alat
Titik Arah
Pembacaan Rambu Sudut Vertikal
Sudut Horizontal Jarak
Ukur (m)
Jarak Optis (m)
Koordinat (m)BT1 Z1 BiasaBT2 Z2 Luar Biasa x y
P1 (0,0)U
P21,750 90 05' 10" 274° 03' 20"
13,500 13,481 -13,447 0,9532,600 86 28' 40"
P2P1
00° 00' 00"13,500 13,481 -13,447 0,953
180° 05' 50"
P31,040 92° 56' 55" 180° 53' 15"
14,201 14,181 -27,656 1,1731,450 91° 17' 40" 00° 52' 00"
P3P2
00° 00' 00"14,201 14,181 -27,656 1,173
180° 01' 40"
P41,160 92° 55' 40" 179° 42' 40"
10,500 10,467 -38,122 1,2821,960 89° 33' 05" 359° 38' 00"
P4P3
00° 00' 00"10,500 10,467 -38,122 1,282
180° 02' 40"
P51,600 91° 12' 25" 178° 38' 45"
17,850 17,674 -55,794 1,0491,750 90° 43' 15" 358° 38' 10"
P5P4
00° 00' 00"17,850 17,674 -55,794 1,049
180° 02' 00"
P61,510 91° 03' 40" 181° 01' 35"
15,233 15,578 -71,364 1,5331,720 90° 17' 20" 01° 05' 00"
P6P5
00° 00' 00"15,233 15,578 -71,364 1,533
180° 08' 30"
P71,430 91° 20' 25" 178° 54' 55"
11,200 11,151 -82,514 1,6692,220 87° 17' 00" 358° 45' 10"
P7P6
00° 00' 00"11,200 11,151 -82,514 1,669
180° 00' 00"
P81,200 91° 22' 10" 178° 50' 40"
13,400 13,292 -95,802 1,3672,300 86° 37' 55" 358° 52' 05"
149
Page 150
SKETSA PENGUKURAN
150
Page 151
3.8 JOB VIII : POLYGON TERTUTUP SISTEM STADIA
Hari / Tanggal : Senin / 17 Juni 2013
Lokasi : Lapangan Politeknik Negeri ujung Pandang
Kelompok : IV (Empat)
Instruktur : - DR.Ir. Hamzah Yusuf, M.S.
- Ir. Efraim Bara
- Ir. Abd. Rivai, S.M.S.
- Kushari, ST. MT.
A. TUJUAN
1.1. Tujuan Umum
a. Dapat mengenal dan mengoperasikan alat theodolit pada
pengukuran polygon tertutup.
b. Mengenal metode yang digunakan dalam metode pengukuran
polygon.
c. Dapat mengatur kesulitan yang ada dilapangan.
1.2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakuakn pengukuran polygon tertutup dengan mengikuti
prosedur dan langkah kerja yang baik dengan metode satadia pada
pengukuran.
b. Dapat melakuakn analisa pengukuran jarak optis.
c. Dapat melakukan analisa tinggi titik.
d. Dapat melakukan analisa pengukuran koordinat.
B. DASAR TEORI
Prinsip polygon tertutup adalah menetapkan sudut jurusan dan panjang
dari beberapa gabungan garis yang bersama – sama membentuk kerangka
dasar untuk keperluan pemetaan dan suatu daerah tertentu.
Sudut – sudut diukur theodolit searah jaurm jam dan sudut –sudut
jurusan dihitung dari sudut yang akan diukur garis dari sudut hasil pengukuran
baik sudut maupun luasan dapat diperoleh dengan baik.
151
Page 152
Analisa data hasil pengukuran polygon tertutup ini dapat dilakukan
dengan dua metode ini kita dapat menghitung jarak, tinggi titik dan koordinat
titik.
Rumus-rumus yang digunakan dalam pengukuran poligon sistem stadia yaitu :
Rumus Jarak (D)
D = Sn . cos2α (BA-BB) . 100 cos2α
Rumus Koordinat (x,y)
X2 = X1 + ∆x
Y2 = Y1 + ∆y
di mana :
- X2 = koordinat X titik yang dicari
- Y2 = koordinat Y titik yang dicari
- X1 = koordinat X titik yang diketahui
- Y1 = koordinat Y titik yang diketahui
- ∆x = D.sin α α adalah KSJ
- ∆y = D.cos α α adalah KSJ
Gambar Poligon Tertutup
152
Page 153
Pada perhitungan koordinat, nilai positif atau negatif ∆x dan ∆y diketahui
berdasarkan kuadran dari koordinat sudut jurusan (KSJ)
- Kuadran I (UT)
x = +, y = +
- Kuadran II (ST)
x = +, y = -
- Kuadran III (SB)
x = -, y = -
- Kuadran IV (UB)
x = -, y = +
Rumus Koreksi Sudut
- Koreksi Sudut Luar
∑α = (n+2) . 180° 00’ 00”
- Koreksi Sudut Dalam
∑α = (n-2) . 180° 00’ 00”
Keterangan : n adalah banyaknya sudut.
Rumus Koreksi Koordinat
Faktor koreksi x (kx) = ∑ Δ x+−∑ ∆ x− ¿∑ Δ x++∑∆ x−¿¿
¿
Faktor koreksi y (kx) = ∑ Δ y+−∑∆ y− ¿∑ Δ y++∑ ∆ y−¿¿
¿
C. ALAT YANG DIGUNAKAN
153
Page 154
a. Pesawat theodolit (digital) + kompas
b. Kaki tiga / statif.
c. Bak ukur
d. Rol meter
e. Payung dan alat tulis
f. Nivo
g. Patok atau pen
D. LANGKAH KERJA
1. Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan.
2. Tentukan titik P1, P2, P3, P4, dan P5 dengan jarak yang tidak ditentukan
dan P5 harus ketemu dititik P1
3. Pasang dan stel alat theodolit dititik P1 dalam keadaan nivo kemudian cari
sudut utara pada kompas yang ada dialat theodolit, setelah itu nolkan
dengan menekan tombol yang ada dipesawat theodolit digital setelah
dinolkan putar searah jarum jam pada titik P2.
154
Page 155
U
Searah jarum jam
Tampak Atas
4. Setelah mendapat P2, salah satu orang dari tim memegang bak ukur dititik
P2 dan baca BT, BA dan BB dan jangan lupa baca sudut horizontal dan
sudut vertikal.
5. Setelah pengukuran P1-P2 dan alat berada di titik P1 maka selanjutnya alat
dipindahkan dititik P2 untuk Melakukan pembacaan dititik P3.
155
Z = VBA
BT
BB
P1P2
P1P2
Page 156
6. Sebelum membidik pada titik P3 terlebih dahulu kita bidik ke belakang P1
untuk mengatur sudut horizontal. Setelah bak ukur P1 terlihat di dalam alat
theodolit, set sudut horizontal pada alat menjadi 00° 00’ 00”, lalu putar
alat theodolit searah jarum jam ke arah bak ukur di titik P3.
7. Kemudian kita baca BA, BB, BT pada bak ukur di P3 dan sudut horizontal
dan vertikal pada alat.
156
Page 157
8. Setelah pembacaan selesai dan telah mendapatkan data yang diinginkan
maka kita pindahkan alat dititik P3. Jangan lupa beri tanda pada setiap titik
yang akan diukur maupun pada saat kita tinggalkan.
9. Setelah memindahkan alat dititik P3 dan telah menyetel alat agar nivo,
bidik bak ukur P2 belakang lalu set sudut horizontal alat menjadi
00°00’00”.
10. Setelah mendapatkan sudut nol dititik P2 maka kita putar alat ketitik P4
dan stel sedemikian rupa sehinggga dapat membaca BA, BT dan BB serta
sudut horizontal dan sudut vertikal.
157
P2
P3 P4
P3P2
Page 158
11. Setelah pembacaan bak ukur di P4 selesai, pindahkan alat di titik P4 untuk
membidik titik P3 belakang (untuk mengatur sudut horizontal ke 00° 00’
00”) lalu bidik titik P5. Bila pembacaan selesai, pindahkan alat ke titik P5
untuk membidik titik P4 belakang dan titik P1.
Langkah kerjanya seperti pada poin 9, 10, dan 11.
12. Jika pengukuran selesai, bersihkan alat dan kembalikan seperti semula
dan juga data yang diperoleh tak lupa diparaf oleh dosen dan pembimbing.
Gambar Situasi :
158
Page 159
Tabel Data Pengukuran di Lapangan
Tempat dan Tinggi Alat
Target
Bacaan Mistar Sudut Horizontal Sudut VertikalJarak
Langsung( m )
MukaBelakang (B/LB)
Muka (B/BL) Zenit Miring
TengahAtas
° ' '' ° ' '' ° ' '' 0 ' ''Bawah
P11.489
U0 0 0
P2 0.9851.111 354 50 0
90 0 0 24,6220.860 174 50 5
P21.500
P1 24,622
P3 0.7150.840 0 0 0 245 32 10
90 0 0 25,5000.585 65 32 5
P31.500
P2 25,500
P4 0.9651.072 0 0 0 243 7 50
90 0 10 22,3000.852 63 7 50
P41.530
P3 22,300
P5 1.2421.350 0 0 0 247 31 10
90 0 20 22,5301.125 67 30 10
P51.405
P4 22,530
P1 1.3851.547 0 0 0 254 29 10
90 0 30 34.5221.203 74 29 5
P1 P5 34,522
159
Page 160
1.530P2
0 0 0 269 39 3090 0 30 24,622
89 39 30
160
Page 161
SKETSA PENGUKURAN
(Sebelum Perhitungan Koordinat)
161
Page 162
E. ANALISA DATA
1. KOREKSI SUDUT LUAR
Diketahui Sudut-sudut Luar (Sesuai pada Sketsa) :
- α1= 269° 39’ 30”
- α2= 245° 32’ 10”
- α3= 243° 07’ 50”
- α4= 247° 31’ 10”
- α5= 254° 29’ 10”
∑α = 1260° 19’ 50”
Jumlah Sudut luar yang sebenarnya :
∑α = α1 + α2 + α3 + α4 + α5
= (n + 2) x 180° 00’ 00” n adalah banyaknya sudut luar
= (5 + 2) x 180° 00’ 00”
= 1260° 00’ 00”
Maka,
Faktor Koreksi = (1260° 00’ 00” - 1260° 19’ 50”) / n
= (-00° 19’ 50”) / n
= (-00° 19’ 50”) / 5
= -00° 03’ 58”
Diperoleh faktor koreksi sudut luar yaitu – (00° 03’ 58”), maka setiap sudut
luar dikurangi 00° 03’ 58”. Sehingga :
- α1= 269° 39’ 30” - 00° 03’ 58” = 269° 35’ 32”
- α2= 245° 32’ 10” - 00° 03’ 58” = 245° 28’ 12”
- α3= 243° 07’ 50” - 00° 03’ 58” = 243° 03’ 52”
- α4= 247° 31’ 10” - 00° 03’ 58” = 247° 27’ 12”
- α5= 254° 29’ 10” - 00° 03’ 58” = 254° 25’ 12”
∑α = 1260° 00’ 00”
162
Page 163
2. PERHITUNGAN JARAK
DP1P2
Diketahui data : - BA = 1,111 m
- BT = 0,985 m
- BB = 0,860 m
- Z = 90° 00’ 00” α = 00° 00’ 00”
DP1P2 = (BA-BB) x 100 cos2α
= (1,111 – 0,860) x 100 cos2 00° 00’ 00”
= 0,251 x 100 x 1
= 25,100 m
DP2P3
Diketahui data : - BA = 0,840 m
- BT = 0,715 m
- BB = 0,585 m
- Z = 90° 00’ 00” α = 00° 00’ 00”
163
Page 164
DP2P3 = (BA-BB) x 100 cos2α
= (0,840 – 0,585) x 100 cos2 00° 00’ 00”
= 0,255 x 100 x 1
= 25,500 m
DP3P4
Diketahui data : - BA = 1,072 m
- BT = 0,965 m
- BB = 0,852 m
- Z = 90° 00’ 10” α = 00° 00’ 10”
DP3P4 = (BA-BB) x 100 cos2α
= (1,072 – 0,852) x 100 cos2 00° 00’ 10”
= 0,255 x 100 x 1
= 22,000 m
DP4P5
Diketahui data : - BA = 1,350 m
- BT = 1,242 m
- BB = 1,125 m
- Z = 90° 00’ 20” α = 00° 00’ 20”
164
Page 165
DP4P5 = (BA-BB) x 100 cos2α
= (1,350 – 1,125) x 100 cos2 00° 00’ 20”
= 0,225 x 100 x 1
= 22,500 m
DP5P1
Diketahui data : - BA = 1,547 m
- BT = 1,385 m
- BB = 1,203 m
- Z = 90° 00’ 30” α = 30° 00’ 00”
DP5P1 = (BA-BB) x 100 cos2α
= (1,547 – 1,203) x 100 cos2 00° 00’ 30”
= 0,344 x 100 x 1
= 34,400 m
165
Page 166
3. PERHITUNGAN KOORDINAT
P1
x1 = 100
y1 = 100
P2
Diketahui data : - Z12 = 354° 50” 00’
- DP1P2 = 25,100 m
- Koordinat P1 (x,y)= (100, 100)
KSJ :
α12 = 360° 00’ 00” – Z12
= 360° 00’ 00” – 354° 50’ 00”
= 05° 10’ 00” (UB/Kuadran IV)
x2 = x1 - ∆x
= 100 – DP1P2 sin α12
= 100 – 25,100 sin 05° 10’ 00”
= 100 – 2,260
= 97,740 m
y2 = y1 + ∆y
= 100 + DP1P2 cos α12
= 100 + 25,100 cos 05° 10’ 00”
= 100 + 24,998
= 124,998 m
Jadi, koordinat P2 yaitu : x2 = 97,740 m, dan y2 = 124,998 m
166
Page 167
P3
Diketahui data : - DP2P3 = 25,500 m
- α12 = 05° 10’ 00”
- α2 = 245° 28’ 12”
- Koordinat P2 (x,y) = (97,740; 124,998) m
KSJ :
α23 = (α2 – α12) – 180° 00’ 00”
= (245° 28’ 12” – 05° 10’ 00”) - 180° 00’ 00”
= 60° 18’ 12” (ST / Kuadran II)
x3 = x2 + ∆x
= 97,740 + DP2P3 sin α23
= 97,740 + 25,500 sin 60° 18’ 12”
= 97,740 + 22,151
= 119,891 m
y3 = y2 + ∆y
= 124,998 + DP2P3 cos α23
= 124,998 + 25,500 cos 60° 18’ 12”
= 124,998 + 12,632 m
= 137,630 m
Jadi, koordinat P3 yaitu : x3 = 119,891 m, dan y3 = 137,630 m
167
Page 168
P4
Diketahui data : - DP3P4 = 22,000 m
- α23 = 60° 18’ 12”
- α3 = 243° 03’ 52”
- Koordinat P3 (x,y) = (119,891 ; 137,630) m
KSJ :
α34 = 360° 00’ 00” – α3 – α23
= 360° 00’ 00” – 243° 03’ 52” – 60° 18’ 12”
= 56° 37’ 56” (ST / Kuadran II)
x4 = x3 + ∆x
= 119,891 + DP3P4 sin α34
= 119,891 + 22,000 sin 56° 37’ 56”
= 119,891 + 18,373
= 138,264 m
y4 = y3 - ∆y
= 137,630 - DP3P4 cos α34
= 137,630 - 22,000 cos 56° 37’ 56”
= 137,630 - 12,100 m
= 125,530 m
Jadi, koordinat P4 yaitu : x4 = 138,264, dan y4 = 125,530 m
168
Page 169
P5
Diketahui data : - DP4P5 = 22,500 m
- α34 = 56° 37’ 56”
- α4 = 247° 27’ 12”
- Koordinat P4 (x,y) = (138,264 ; 125,530) m
KSJ :
α45 = α4 – α34 – 180° 00’ 00”
= 247° 27’ 12” – 56° 37’ 56” – 180° 00’ 00”
= 10° 40’ 16” (SB / Kuadran III)
x5 = x5 - ∆x
= 138,264 - dP3P4 sin α45
= 138,264 - 22,500 sin 10° 40’ 16”
= 138,264 - 4,166
= 134,098 m
y5 = y5 - ∆y
= 125,530 - dP3P4 cos α45
= 125,530 - 22,500 cos 10° 40’ 16”
= 125,530 - 22,110 m
= 103,420 m
Jadi, koordinat P5 yaitu : x5 = 134,098, dan y5 = 103,420 m
169
Page 170
P1
Diketahui data : - DP5P1 = 34,400 m
- α45 = 10° 40’ 16”
- α5 = 254° 25’ 12”
- Koordinat P5 (x,y) = (134,098 ; 103,420) m
KSJ :
α51 = α5 + α45 – 180° 00’ 00”
= 254° 25’ 12” + 10° 40’ 16” – 180° 00’ 00”
= 85° 05’ 28” (SB / Kuadran III)
x1 = x5 - ∆x
= 134,098 – dP5P1 sin α51
= 134,098 – 34,400 sin 85° 05’ 28”
= 134,098 – 34,273
= 99,825 m
y1 = y5 - ∆y
= 103,420 – dP5P1 cos α45
= 103,420 – 34,400 cos 85° 05’ 28”
= 103,420 – 2,943 m
= 100,477 m
Jadi, koordinat P1 (Penutup) yaitu : x = 99,825 m dan y = 100,477 m
170
Page 171
Berdasarkan perhitungan sebelumnya, diperoleh koordinat setiap titik :
Titik Koordinatx (m) y (m)
P1 (awal) 100 100P2 97,740 124,998P3 119,891 137,630P4 138,264 125,530P5 134,098 103,420
P1 (penutup) 99,825 100,477
Dilihat dari tabel di atas, terjadi kesalahan pengukuran (kesalahan
penutup) dimana koordinat titik P1 tidak sesuai dengan koordinat awal
pengukuran.
Gambar dibawah adalah gambar hasil perhitungan koordinat yang
digambar dengan program AutoCAD.
Garis hijau adalah garis penghubung titik P5 dan titik P1 (penutup)
Skala Gambar = 1 : 500
171
Page 172
4. KOREKSI KOORDINAT
P1P2
DP1P2 = 25,100 m
∆x = -2,260 m
∆y = 24,998 m
KSJ = 05° 10’ 00”
P2P3
DP2P3 = 25,500 m
∆x = 22,151 m
∆y = 12,632 m
KSJ = 60° 18’ 12”
P3P4
DP3P4 = 22,000 m
∆x = 18,373 m
∆y = -12,100 m
KSJ = 56° 37’ 56”
P4P5
DP4P5 = 22,500 m
∆x = -4,166 m
∆y = -22,110 m
KSJ = 10° 40’ 16”
P5P1
DP5P1 = 34,400 m
∆x = -34,273 m
∆y = -2,943 m
KSJ = 05° 10’ 00”
172
Page 173
Faktor Koreksi x (kx) = (∑∆x+ – ∑∆x_)
(∑∆x+ + ∑∆x_)
(22,151 + 18,373) – (2,260 + 4,166 + 34,273)
(22,151 + 18,373) + (2,260 + 4,166 + 34,273)
= – 0,00215456213141594
Faktor Koreksi y (ky) = (∑∆y+ – ∑∆y_)
(∑∆y+ + ∑∆y_)
(24,998 + 12,632) – (12,100 + 22,110 + 2,943)
(24,998 + 12,632) + (12,100 + 22,110 + 2,943)
= 0,00637845499645647
173
Page 174
TITIK ARAH
JARAK (m) KSJ
Selisih Koordinat Koreksi Faktor Koreksi Selisih Koordinat KoordinatTitik
∆x+ ∆x- ∆y+ ∆y- δx δy ∆x+ ∆x- ∆y+ ∆y- x y
100 100 P1
P1P2 25,100 05° 10' 00" (UB) 2,260 24,998 0,00486931041700003 0,159448618001419 2,25513068958300 24,8385513819986 97,745 124,839 P2
P2P3 25,500 60° 18' 12" (ST) 22,151 12,632 -0,0477257057729946 0,0805726435152381 22,1987257057730 12,5514273564848 119,944 137,390 P3
P3P4 22,000 56° 37' 56" (ST) 18,373 12,100 -0,0395857700405051 -0,0771793054571232 18,4125857700405 12,1771793054571 138,356 125,213 P4
P4P5 22,500 10° 40' 16" (SB) 4,166 22,11 0,00897590583947882 -0,141027639971652 4,15702409416052 22,2510276399717 134,199 102,961 P5
P5P1 34,400 85° 05' 28" (SB) 34,273 2,943 0,0738433079300186 -0,0187717930545714 34,19915669207 2,96177179305457 100 100 P1
JUMLAH 40,524 40,699 37,630 37,153 40,6113114758135 40,6113114758135 37,3899787384834 37,3899787384834
TABEL KOREKSI KESALAHAN PENUTUP
174
Page 175
5. KOORDINAT SETIAP TITIK SETELAH KOREKSI
TITIK KOORDINATx y
P1 100 100P2 97,745 124,839P3 119,944 137,390P4 138,356 125,213P5 134,199 102,962P1 100 100
175
Page 176
F. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan pengukuran ini dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dapat melakukan pengukuran polygon tertutup dengan system stadia
2. Dapat menghitung koordinat setiap titik.
3. Dapat menggambar situasi dilapangan.
B. SARAN
Untuk memperoleh hasil yang maksimal perlu diperhatikan saran
sebagai berikut :
1. Utarakan pesawat pada titik awal.
2. Buat sketsa pengukuran.
3. Berikan tanda yang jelas pada titik yang telah diukur.
176
Page 177
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum Ilmu Ukur Tanah, dapat disimpulkan
bahwa setiap tujuan dari masing-masng job telah tercapai.
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi tingkat akurasi
pengukuran, seperti faktor cuaca, faktor alat, dan faktor pengukur itu
sendiri.
Setelah pengukuran, dilakukan olah data. Pada proses olah data,
biasanya terjadi perbedaan hasil pengukuran antara pengukuran optis
(jarak) dengan pengukuran manual
Hasil akhir dari praktikum ini ialah kami dapat menggunakan alat-alat
yang digunakan dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah, baik itu manual,
ataupun otomatis.
B. SARAN
Dalam pengukuran/pengambilan data, diperlukan ketelitian dan
konsentrasi tinggi untuk meminimalisir kesalahan pengukuran.
Dalam pengukuran, menggunakan alat sesuai prosedur dan petunjuk
instrukstur.
Sebaiknya Instruktur selalu mengawasi pengukuran dan perlakuan
pengukur terhadap alat.
Selama pengukuran berlangsung, sebaiknya alat tidak boleh
ditinggalkan dilapangan, harus terlindungi dari sinar matahari
langsung dan terlindung dari hujan.
Pemegang payung harusnya fokus untuk melindungi alat, bukan
melindungi diri sendiri.
177