42
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan iklim tropis. Iklim
tersebut mengakibatkan Indonesia memiliki lahan pertanian yang
subur sehingga berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan di
Indonesia. Namun iklim tropis tidak hanya memberikan keuntungan
dalam bidang pertanian, tetapi juga memberikan dampak yang buruk di
bidang kesehatan. Iklim tropis merupakan iklim panas yang hadir
selama sepanjang tahun. Wilayah dengan iklim tropis akan memiliki
volume musim panas yang lebih besar dari musim hujan. Kondisi ini
secara langsung akan mendukung replikasi agen patogen baik di dalam
dan luar organisme biologis. Dengan demikian maka proses penularan
penyakit akan berlangsung lebih cepat.Penyakit yang terdapat di
wilayah dengan iklim tropis dikenal dengan istilah penyakit tropis.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu jenis penyakit
tropis yang sejak awal ditemukannya memiliki jumlah kasus dengan
kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun wilayah yang
terjangkit. Selain itu secara sporadis kasus DBD selalu mengalami
KLB setiap tahun. Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan
kelembaban udara. Kelembaban udara yang tinggi. Suhu panas justru
membuat nyamuk Aedes aegypti bertahan lama. Sehingga kemungkinan
pola waktu terjadinya penyakit mungkin akan berbeda-beda dari satu
tempat dengan tempat yang lain tergantung dari iklim dan kelembaban
udara. WHO memperkirakan sebanyak 2,5 sampai 3 milyar penduduk
dunia berisiko terinfeksi virus dengue dan setiap tahunnya terdapat
50-100 juta penduduk dunia terinfeksi virus dengue, 500 ribu
diantaranya membutuhkan perawatan intensif di fasilitas pelayanan
kesehatan. Setiap tahun dilaporkan sebanyak 21.000 anak meninggal
karena DBD atau setiap 20 menit terdapat satu orang anak yang
meninggal.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat
serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap
serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah
yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi.
Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan perantara nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Seluruh
wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit
demam berdarah dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk
penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun di
tempat-tempat umum diseluruh Indonesia, terkecuali di tempat-tempat
dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Di Indonesia infeksi dengue telah dikenal sejakabad 18 dan baru
pada tahun 1960-an dikenal demam berdarah dengue (Dengue
Hemorharrgic Fever). Sementara itu kasus DBD di Kota Semarang
pertama kali ditemukan pada tahun 1969. KLB pertama terjadi pada
tahun 1973 dan terulang kembali tahun 2005 dan disusul pada bulan
Februari 2007. Mengingat Vaksin dan obat untuk DBD belum tersedia
maka cara terbaik menekan DBD dengan melakukan pengendalian vektor
(nyamuk penular) melalui PSN 3M yang sudah dilakukan sejak
tahun1989, namun belum optimal.
Salah satu puskesmas di Kota Semarang yang memiliki kasus DBD
dengan kasus yang meningkat selama periode tahun 2011-2013 adalah
Puskesmas Pudakpayung. Puskesmas ini merupakan merupakan salah satu
puskesmas yang berada di wilayah Kecamatan Banyumanik. Wilayah
kerja puskesmas Pudakpayung meliputi 2 Kelurahan, yaitu Kelurahan
Pudakpayung dan Kelurahan Gedawang dengan luas wilayah 625.696 km2
dan terdiri dari dataran tinggi yang berbukit-bukit. Karakteristik
masyarakat di wilayah kerja puskesmas Pudakpayung bersifat
heterogen. Selain itu wilayah kerja puskesmas Pudakpayung merupakan
wilayah yang sedang berkembang. Kasus DBD yang terjadi di wilayah
kerja puskesmas Pudakpayung memiliki tren yang meningkat sejak 3
tahun terakhir yaitu periode tahun 2011-2013. Namun belum diketahui
dengan pasti penyebab kecenderungan peningkatan kasus DBD selama
periode 3 tahun terakhir.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan peningkatan kasus DBD di
wilayah kerja puskesmas Pudakpayung.
1.2 Tujuan Penelitian1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis faktor yang menyebabkan kejadian demam
berdarah dengue di wilayah kerja puskesmas Pudakpayung.2. Tujuan
Khusus
a. Untuk menganalisis hubungan faktor lingkungan dengan kejadian
demam berdarah dengue di wilayah kerja puskesmas Pudakpayung.
b. Untuk menganalisis hubungan faktor perilaku dengan kejadian
demam berdarah dengue di wilayah kerja puskesmas Pudakpayung.
c. Untuk hubungan faktor pelayanan kesehatan dengan kejadian
demam berdarah dengue di wilayah kerja puskesmas Pudakpayung.
1.3 Manfaat Penelitian1. Bagi Institusi PendidikanDapat menjadi
bahan rujukan dan pengembangan penelitian penyakit demam berdarah
dengue selanjutnya.
2. Bagi MasyarakatDapat menjadi sumber informasi tentang
penyakit demam berdarah dengue.3. Bagi Tenaga KesehatanDapat
menjadi masukan bagi tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit demam berdarah dengue
dimasa yang akan datang.
4. Bagi PenelitiDapat menambah wawasan dan pengalaman dalam
menganalisis suatu masalah kesehatan di masyarakat, serta
merumuskan penyelesaiannya.
BAB II
METODE KEGIATAN
2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
2.2 Kerangka Konsep
2.3 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian DBD di
wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung
2. Ada hubungan antara sikap terhadap pencegahan DBD dengan
kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung
3. Ada hubungan antara perilaku pencegahan DBD dengan kejadian
DBD di wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung4. Ada hubungan antara
kondisi fisik rumah dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas
Pudakpayung
5. Ada hubungan antara penggunaan kawat kasa dengan kejadian DBD
di wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung6. Ada hubungan antara
keberadaan jentik dalam wadah terbuka dengan kejadian DBD di
wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung
7. Ada hubungan antara adanya breeding place di lingkungan
sekitar rumah dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas
Pudakpayung
8. Ada hubungan antara pelayanan kesehatan dengan kejadian DBD
di wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung2.4 Jenis dan Desain
PenelitianJenis yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain studi
crossectional, dimana variabel dependen dan independen diamati pada
waktu yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan metode survey dengan wawancara dan
observasi untuk melengkapi data yang dibutuhkan.2.5 Lokasi dan
Waktu Pengambilan Data
1. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Pudakpayung, Kecamatan Banyumanik Kota Semarang tepatnya
di Kelurahan Pudakpayung, Semarang.
2. Watu Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan sejak tanggal 20-30 Oktober 2014.2.6
Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh
warga Kelurahan Pudakpayung pada bulan Oktober Tahun 2014 sebanyak
22.279 jiwa.5 Sedangkan besar sampel pada penelitian ini yaitu
sebesar 60 sampel dari 49 besar sampel minimal. Teknik penghitungan
besar sampel menggunakan teknik penentuan besar sampel pada satu
populasi dengan menggunakan estimasi proporsi prevalensi kejadian
DBD di puskesmas Pudakpayung . Dibawah ini adalah cara penentuan
besar sampel yang telah dilakukan :
Penghitungan proporsi :
p = x 100%
p = x 100%
p = 0,15%
Penghitungan besar sampel :
n = n = n = n = 48,87 49
keterangan :
p = proporsi kasus/kejadian
q = 1-p
n = besar sampel
N = populasi
D = derajat kebebasan (0,1)
Z1-/2 = 1,96
Cara pengambilan sampel menggunakan teknik Quota Sampling yaitu
semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam
penelitian hingga jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi.
Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Pernah/tidak pernah mengalami DBD
b. Berdomisili di wilayah Kelurahan Pudakpayung selama minimal 6
bulan
c. Sampel yang akan diwawancarai merupakan kepala keluarga
maupun anggota keluarga yang mewakili
d. Tidak berasal dari kepala keluarga yang sama dengan responden
lainnya
Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Tidak bersedia untuk dijadikan sebagai responden2.7 Metode
Pengumpulan DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari
sumber secara langsung melalui wawancara menggunakan kuesioner dan
observasi. Sedangkan data sekunder diambil dari laporan tahunan
Puskesmas Pudakpayung dan data monografi Kelurahan
Pudakpayung.Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa
kuesioner dan lembar observasi. Pertanyaan kuesioner bersifat
terbuka dan tertutup yang diajukan kepada responden. Pertanyaan
kuesioner terdiri dari :a. 10 pertanyaan terbuka digunakan untuk
mengukur pengetahuan responden.
b. 10 pertanyaan tertutup digunakan untuk mengukur sikap
responden.
c. 7 pertanyaan tertutup digunakan untuk mengukur perilaku
responden.
d. 10 pertanyaan tertutup digunakan untuk mengukur pelayanan
kesehatan.
Sedangkan pada lembar observasi digunakan 4 indikator untuk
mengukur kondisi lingkungan di lokasi penelitian. 4 indikator
tersebut terdiri atas kondisi fisik rumah, penggunaan kasa nyamuk,
keberadaan jentik pada wadah terbuka dalam rumah dan luar rumah,
dan keberadaan breeding place di luar rumah.2.8 Variabel, Definisi
Operasional dan Cara Memperoleh Data
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua
yaitu :1. Variabel terikat (Dependent)Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas
Pudakpayung Kecamatan Banyumanik Kota Semarang.
2. Variabel bebas (Independent)Variabel bebas dalam penelitian
ini lingkungan (kondisi fisik rumah, keberadaan breeding place di
lingkungan sekitar rumah, penggunaan kasa nyamuk, keberadaan jentik
pada wadah terbuka di dalam dan di luar rumah), perilaku
(pengetahuan, sikap, perilaku), pelayanan kesehatan (kurangnya
penyuluhan oleh tenaga kesehatan, lemahnya kontrol keberadaan
jentik nyamuk oleh petugas kesehatan, sulitnya akses menuju
fasilitas pelayanan kesehatan).
Tabel 2.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Cara Memperoleh
Data
VariabelDefinisi operasionalSumber dataSkala dataKlasifikasiCara
memperoleh data
Variabel TerikatKejadian DBDRiwayat anggota keluarga pernah atau
tidak pernah menderita DBD selama kurun waktu 3 tahun
terakhirPrimer Nominal Pernah
Tidak pernahWawancara dengan panduan kuesioner
Variabel bebas
a. LingkunganKondisi fisik tempat tinggalKondisi fisik rumah
meliputi luas rumah, dinding rumah, lantai rumah dan atap
rumah.PrimerNominal PermanenTidak permanenObservasi
Penggunaan kawat kassaAdanya kawat kassa yang dipasang di
ventilasi rumah ataupun lubang udara di rumah yang memungkinkan
nyamuk masuk ke dalam rumah.Primer Nominal Ada
Tidak adaObservasi
Keberadaan jentik pada wadah terbuka didalam dan di luar
rumah
Ditemukannya jentik nyamuk pada tempat penampungan air di dalam
rumah, seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga, air kaki
meja, air AC/kulkas dan wadah terbuka di luar rumah seperti kaleng
bekas, ban bekas, pagar bambu, drum, kolam, tempat minum burung,
dan sebagainya.Primer NominalAda jentikTidak ada
jentikObservasi
Keberadaan breeding place di lingkungan sekitar rumahKondisi
lingkungan sekitar rumah dan adanya tempat potensial perindukan
nyamuk di sekitar rumah, seperti semak-semak, kebun, pohon
pisang.Primer Nominal Lingkungan PotensialLingkungan Tidak
PotensialObservasi
b. Perilaku
Pengetahuan kurangKurangnya ilmu dan pemahaman responden tentang
apai itu demam berdarah dengue, penyebab, gejala, akibat, tempat
perindukan dan pencegahan DBD.Primer Ordinal 0-50 = pengetahuan
rendah
51-100 = pengetahuan tinggi
Kuesioner
Sikap tidak mendukung pencegahan DBDReaksi atau respon negatif
terhadap kegiatan pencegahan dan pengendalian DBD.Primer
Ordinal 0-15 = Sikap yang tidak mendukung pencegahan DBD 16-30 =
Sikap yang mendukung pencegahan DBDKuesioner
Tindakan tidak mendukung pencegahan DBDPerwujudan dari sikap
yang tidak mendukung dalam pencegahan dan pengendalian DBD.
Tindakan tersebut diantaranya seperti perilaku menggantung baju,
tidak melakukan praktik 3M, perilaku tidur siang, dsb.Primer
Ordinal 0-7 = Tindakan yang tidak mendukung pencegahan DBD 8-14 =
Tindakan mendukung pencegahan DBDKuesioner
c. Pelayanan kesehatan
Kurangnya penyuluhan mengenai DBD oleh tenaga kesehatanKurangnya
upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengubah
perilakumasyarakat agar mereka mengetahui dan mempunyai kemauan
serta kemampuan untuk melakukan pencegahan terhadap kejadian
DBDPrimerNominal Ya
Tidak Wawancara dengan panduan kuesioner
Lemahnya kontrol keberadaan jentik nyamuk oleh tenaga
kesehatanKurangnya kegiatan tenaga kesehatan dalam mengontrol
keberadaan jentik nyamuk di rumah warga yaitu di tempat tempat yang
terdapat genangan air PrimerNominal Ya
Tidak Wawancara dengan panduan kuesioner
Sulitnya akses menuju fasilitas pelayanan kesehatanFasilitas
pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau, baik dalam segi jarak
(jarak pelayanan kesehatan yang terlalu jauh dari tempat tinggal),
biaya (biaya pelayanan kesehatan yang mahal)PrimerNominal Ya
Tidak Wawancara dengan panduan kuesioner
2.9 Metode Pengukuran1. Penilaian untuk kejadian DBD hanya
mengklasifikasikan apakah responden pernah atau tidak pernah
menderita DBD
2. Penilaian Perilaku dilakukan menggunakan :
a. Pengetahuan melalui 10 butir pertanyaan yang diberikan kepada
responden. Penskoran dilakukan tanpa koreksi, yaitu penskoran
dengan cara setiap butir soal yang dijawab benar mendapat nilai
satu (tergantung dari bobot butir soal), sehingga jumlah skor yang
diperoleh peserta adalah dengan menghitung banyaknya butir soal
yang dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut :
Skor = x 100
Keterangan :
B = banyaknya butir yang dijawab benar
N = adalah banyaknya butir soal
Sehingga dapat diperoleh skor dengan pengkategorian sebagai
berikut :
0-50 = Pengetahuan rendah
51-100 = Pengetahuan tinggi
b. Penilaian sikap berupa pernyataan positif dan negatif.
Pernyataan ini menggunakan skala Likert yang terdiri dari 10
pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi 4 alternatif jawaban, yaitu :
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak
Setuju (STS). Untuk setiap alternatif jawaban diberi skor
berdasarkan kriteria berikut : angka terbesar diberikan untuk
alternatif jawaban Sangat Setuju (SS) yaitu = 3, Setuju (S) = 2,
Tidak Setuju (TS) = 1, Sangat Tidak Setuju (STS) = 0.
Sehingga dapat diperoleh skor dengan perhitungan sebagai berikut
:
Nilai maximum : 3 x 10 = 30
Nilai minimal : 0 x 10 = 0
Dengan kategori sebagai berikut :
015 : Sikap tidak mendukung pencegahan DBD
1630 : Sikap mendukung pencegahan DBD
c. Penilaian perilaku dilakukan dengan menggunakan kuesioner
dengan jumlah soal 5 soal dan terdapat 3 pilihan jawaban yaitu :
Tidak Pernah (TP), Pernah Sekali (PS), Pernah Lebih dari Sekali
(PLS). Penilaian yang dilakukan adalah :1) Pilihan jawaban lebih
dari sekali untuk tindakan positif/tidak pernah pada tindakan
negatif nilai 2.2) Pilihan jawaban pernah sekali mendapatkan nilai
1.3) Jawaban lebih dari sekali pada tindakan negatif/tidak pernah
pada tindakan positif mendapatkan nilai 0.
Sehingga dapat diperoleh skor dengan perhitungan sebagai berikut
:
Nilai maximum: 2 x 7 = 14
Nilai minimal: 0 x 7 = 0
Dengan kategori sebagai berikut :
07: Tindakan tidak mendukung pencegahan DBD
814: Tindakan mendukung pencegahan DBD
3. Penilaian lembar observasi lingkungan
a. Penilaian untuk kondisi rumah
Penilaian untuk kondisi rumah digunakan untuk menilai kondisi
bangunan. Apakah bangunan bersifat permanen atau tidak. Tujuan dari
penilaian ini adalah untuk menilai apakah ada hubungan antara
kondisi bangunan tempat tinggal dengan kejadian DBD. Adapun
tatacara penilaiannya adalah sebagai berikut :1) Sebuah bangunan
tempat tinggal akan dikatakan permanen jika memiliki dinding
permanen, lantai permanen dan juga atap yang berbahan dasar
genteng. Jika ketiga unsur bangunan yang meliputi dinding, lantai
dan atap tidak memenuhi kriteria di atas maka bangunan dinyatakan
tidak permanen.
2) Untuk bangunan yang dinyatakan permanen akan diberi skoring 1
sementara untuk bangunan yang tidak permanen diberi poin 0.
b. Penilaian untuk penggunaan kassa
Penilaian untuk penggunaan kassa dilakukan dengan melihat ada
atau tidaknya kassa nyamuk pada ventilasi rumah. Namun juga dilihat
bagaimana kondisi kassa nyamuk di rumah tersebut. Tatacara
penilaian kassa nyamuk adalah sebagai berikut.1) Rumah dengan kassa
nyamuk dan kondisi baik diberikan bobot sebesar 3
2) Rumah dengan kassa nyamuk dengan kondisi sebagian berlubang
diberi bobot 2
3) Rumah dengan kassa nyamuk namun hanya terdapat di sebagian
ventilasi diberi bobot 1
4) Rumah dengan tidak ada kassa nyamuk diberi bobot 0
c. Penilaian untuk keberadaan jentik pada wadah terbuka di dalam
dan di luar rumah
1) Penilaian untuk ada tidaknya jentik nyamuk
Penilaian untuk ada tidaknya jentik nyamuk diketahui dari hasil
observasi. Jika terdapat jentik dalam wadah terbuka yang berisi air
maka jawaban positif, jika tidak terdapat jentik dalam wadah
terbuka yang berisi air maka jawaban negatif.
2) Penilaian untuk jumlah wadah terbukaPenilaian untuk
mengetahui jumlah wadah terbuka diketahui dari lembar observasi.
Jenis wadah terbuka dalam lembar observasi dibagi menjadi dua yaitu
untuk penilaian jenis wadah terbuka hanya diklasifikasikan wadah
terbuka dalam rumah yaitu bak mandi, tempayan, ember, vas bunga,
air kaki meja, Tempat Penampungan Air AC/Kulkas dan wadah terbuka
luar rumah ban bekas, kaleng bekas, botol bekas, tempat minum
burung, pagar bambu, kolam, pot tanaman berisi air, tempurung
kelapa, lubang pohon, pelepah pisang.
Aturan skoring pada pengamatan wadah terbuka dalam rumah dan
luar rumah adalah sebagai berikut.
a) Keberadaan jentik terdapat pada wadah terbuka dalam rumah dan
luar rumah dengan jumlah wadah terbuka lebih dari sama dengan 5
diberi bobot 0
b) Keberadaan jentik terdapat pada wadah terbuka dalam rumah dan
luar rumah dengan jumlah wadah terbuka kurang dari 5 diberi bobot
1
c) Keberadaan jentik hanya terdapat pada salah satu wadah
terbuka (dalam rumah/luar rumah) dengan jumlah wadah terbuka lebih
dari sama dengan 3 diberi bobot 2
d) Keberadaan jentik hanya terdapat pada salah satu wadah
terbuka (dalam rumah/luar rumah) dengan jumlah wadah terbuka kurang
dari 3 diberi bobot 3.
e) Tidak ada jentik pada semua wadah terbuka diberi bobot 4
3) Penilaian keberadaan breeding place di sekitar rumahTatacara
skoring penilaian pada kondisi lingkungan sekitar rumah.
a) Pada lingkungan rumah yang bersih serta tidak terdapat
semak-semak/kebun/pohon pisang diberi bobot 3
b) Pada lingkungan rumah yang bersih tetapi terdapat
semak-semak/kebun/pohon pisang diberi bobot 2
c) Pada lingkungan rumah yang kotor dan tidak terdapat
semak-semak/kebun/ pohon pisang diberi bobot 1
d) Pada lingkungan rumah yang kotor serta terdapat
semak-semak/kebun/ pohon pisan diberi bobot 0
4) Penilaian kumulatif lembar observasi lingkungan :Nilai
maksimum pada lembar observasi lingkungan adalah 11. Berikut adalah
kriteria penilaian pada lembar observasi lingkungana) Nilai 0-5 :
kondisi lingkungan tidak baik, berpotensi sebagai tempat perindukan
nyamukb) Nilai 6-11 : kondisi lingkungan baik, tidak berpotensi
sebagai tempat perindukan nyamuk.
4. Penilaian pelayanan kesehatan
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pelayanan kesehatan
adalah kuesioner tertutup, yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan 2
pilihan jawaban yaitu ya dan tidak. Penilaian yang dilakukan adalah
:
a. Apabila responden menjawab ya untuk pertanyaan positif/tidak
untuk pertanyaan negatif maka diberi nilai 1
b. Apabila responden menjawab tidak pada pertanyaan positif/ya
untuk pertanyaan negatif maka diberi nilai 0
Sehingga dapat diperoleh skor dengan perhitungan sebagai berikut
:
Nilai maximum: 1 x 10 = 10
Nilai minimal: 0 x 10 = 0
Dengan kategori sebagai berikut :
0 5: pelayanan kesehatan jelek
6 10: pelayanan kesehatan baik2.10 Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
univariat dan bivariat :
1. Analisis univariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari
masing-masing variabel (variabel independen dan dependen). Variabel
tersebut, yaitu : karakteristik individu ( usia, jenis kelamin,
pekerjaan), faktor perilaku, faktor lingkungan dan faktor pelayanan
kesehatan yang mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue.
Analisis yang dilakukuan adalah analisis deskriptif berupa
penghitungan mean, median, standar deviasi.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang dilakukan
yaitu dengan menggunakan uji chi-square.BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian1.
Geografi Kelurahan PudakpayungKelurahan Pudakpayung adalah salah
satu kelurahan dari 11 kelurahan yang ada di Wilayah Kecamatan
Banyumanik yang terletak dipinggiran Kota Semarang dan merupakan
perbatasan dengan Kabupaten Semarang yang berjarak 20 km dari Ibu
Kota Semarang. Dengan luas wilayah 392.932 km2 dan terdiri dari
dataran tinggi yang berbukit-bukit. Dan terbagi dalam 16 RW serta
127 RT.
Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Pudakpayung, yaitu:Sebelah
Utara
: Kecamatan BanyumanikSebelah Selatan: Kelurahan Bandarjo,
Kabupaten SemarangSebelah Timur
: Kelurahan GedawangSebelah Barat
: Sungai Kaligarang2. Demografi Kelurahan Pudakpayung
Berdasarkan data monografi Kelurahan Pudakpayung Tahun 2013
jumlah Penduduk Kelurahan Pudakpayung sebanyak 22.279 jiwa, dengan
penduduk laki-laki sebesar 11.096 jiwa dan perempuan berjumlah
11.183 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 5.788 KK.3.
Identifikasi Masalah Kesehatan di Kelurahan PudakpayungSetelah
dilakukan analisis pada data sekunder yang berasal dari puskesmas.
Berikut ini adalah proses identifikasi masalah yang telah
dilakukan. a. Melakukan pengumpulan data hingga mendapatkan data 10
Besar Penyakit Menular di Puskesmas Pudakpayung. Berikut ini
merupakan data 10 besar penyakit menular yang terdapat di puskesmas
pudak payung selama periode tahun 2011-2013.No.Penyakit
Menular201120122013
1.Diare813813398
2.Pneumonia3111
3.Kusta-00
4.Chikungunya -04
5.TB Paru744
6.HIV001
7.Malaria-00
8.Leptospirosis-00
9.Filariasis-00
10.DBD102147
b. Menentukan 3 jenis penyakit menular yang dijadikan sebagai
prioritas utama dari 10 besar penyakit menular yang terdapat di
puskesmas Pudakpayung. Penentuan 3 besar penyakit ini dilakukan
dengan melihat proporsi kasus, tren penyakit, dan juga kelengkapan
data dari data sekunder yang telah diperoleh. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut maka diperoleh hasil sebagai berikut.
3 besar penyakit yang terdapat di puskesmas Pudakpayung adalah
penyakit Diare, Pneumonia, dan DBD. c. Menentukan prioritas masalah
yang terjadi di puskesmas Pudakpayung. Penentuan prioritas masalah
dilakukan dengan menggunakan matriks MCUA, dimana dalam matriks
tersebut masing-masing penyakit akan diberi bobot berdasarkan
kriteria besar, gawat dan tren. Hingga pada akhirnya terpilihlah
satu jenis penyakit yang dianggap sebagai masalah utama di wilayah
puskesmas Pudakpayung. Berikut adalah penghitungan matriks MCUA
terhadap 3 besar penyakit menular di wilayah kerja puskesmas
Pudakpayung. Tabel 3.2 Matriks MCUA Penentuan Prioritas Akar
Penyebab MasalahKriteriaBobot (%)(B)Permasalahan Kesehatan
DiarePneumoniaDBD
Skor (S)(SxB) /100Skor (S)(SxB) /100Skor (S)(SxB) /100
1. Gawat4028041604160
2. Besar35517531054140
3. Trend2537541005125
4. Jumlah 5. S x B1003,33,654,25
Dari matriks diatas diketahui bahwa penyakit DBD memiliki skor
tertinggi yaitu sebesar 4,25. Dengan hasil tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa, penyakit menular yang menjadi masalah utama di
wilayah puskesmas Pudakpayung adalah penyakit DBD.3.2 Gambaran Umum
RespondenDalam gambaran umum mengenai responden ini akan disajikan
data yang telah diperolah dari penelitian yang telah dilakukan pada
60 orang responden. Pengumpulan data dari penelitian dilakukan
dengan cara Kuesioner dan wawancara secara langsung untuk
memperoleh data primer maupun informasi yang relevan dengan
permasalahannya. Dalam laporan ini akan disajikan data mengenai
profil responden yang terdiri atas jenis kelamin, umur, pendidikan
dan jenis pekerjaan.1. Pengelompokan Responden Menurut Jenis
KelaminTabel 3.3 Pengelompokan Responden Menurut Jenis KelaminJenis
kelaminJumlahPersentase (%)
Laki-laki1931,7
Perempuan4168,3
Total60100,0
Sumber: Data primer yang diolah tahun 2014
Berdasarkan tabel 3.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden adalah perempuan, dengan persentase sebesar 68,3%.2.
Pengelompokan Responden Menurut Tingkat UmurTabel 3.4 Pengelompokan
Responden Menurut Tingkat UmurUmur RespondenJumlahPersentase
(%)
16-24 tahun610
25-49 tahun3761,7
50 tahun1728,3
Jumlah60100,0
Sumber: Data primer yang diolah tahun 2014
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa komposisi umur
responden yang jumlahnya paling banyak adalah responden yang
umurnya berkisar antara 25-49 tahun berjumlah 37 orang. 3.
Pengelompokan Responden Menurut Tingkat PendidikanTabel 3.5
Pengelompokan Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat PendidikanJumlahPersentase (%)
SD1220,0
SMP1016,7
SMA/SMK2236,7
D346,7
S11220,0
Jumlah60100,0
Sumber: Data primer yang diolah tahun 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang
mempunyai latar belakang SMA/SMK merupakan responden yang terbesar,
yakni sebanyak 22 orang atau 36,7 % dan responden terkecil
mempunyai latar belakang pendidikan D3 sebanyak 4 orang atau 6,7
%.
4. Pengelompokan Responden Menurut PekerjaanTabel 3.6
Pengelompokan Responden Menurut Pekerjaan Jenis pekerjaanJumlah
Persentase (%)
Buruh 46,7
Ibu Rumah Tangga2643,3
Pelajar 11,7
Pengangguran 35,0
Pensiunan 23,3
PNS35,0
Swasta1118,3
Wiraswasta1016,7
Jumlah 60100
Sumber: Data primer yang diolah tahun 2014Berdasarkan tabel di
atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai
Ibu Rumah Tangga, yaitu sebanyak 26 orang atau 43,3% , sedangkan
responden terkecil adalah pelajar sebanyak 1 orang atau 1,7% dari
total 60 orang responden yang diteliti.3.3 Hasil dan Pembahasan1.
Analisis Univariata. Kejadian DBDTabel 3.7 Analisis Univariat
Kejadian DBDKejadian DBDFrekuensi %
Pernah1626,7
Tidak Pernah4473,3
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
atau anggota keluarganya tidak pernah menderita DBD.b.
PengetahuanTabel 3.8 Analisis Univariat Pengetahuan
RespondenKategori PengetahuanFrekuensi %
Rendah915
Tinggi5185
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki pengetahuan tinggi mengenai DBD, akibat, tempat perindukan
nyamuk dan cara pencegahan DBD.
c. Sikap
Tabel 3.9 Analisis Univariat Sikap Responden
Kategori SikapFrekuensi %
Mendukung5795
Tidak Mendukung35
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki sikap yang mendukung dalam pencegahan DBD.d. Perilaku
Tabel 3.10 Analisis Univariat Perilaku Responden
Kategori PerilakuFrekuensi %
Mendukung 2440
Tidak Mendukung3660
Dari tabel 3.10 dapat diketahui bahwa lebih dari setengah
responden memiliki perilaku yang mendukung untuk pencegahan
DBD.
e. Kondisi Fisik Tempat Tinggal RespondenTabel 3.11 Kondisi
Fisik Tempat Tinggal RespondenKondisi Fisik Tempat TinggalFrekuensi
%
Permanen 5490
Tidak permanen610
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kondisi bangunan
yang bersifat permanen jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan
kondisi bangunan yang tidak permanen. Kondisi ini merupakan kondisi
yang baik, karena dengan kondisi bangunan yang permanen akan
berpengaruh pada kelembaban rumah yang rendah. Hal ini dapat
menghambat proses perindukkan nyamuk.f. Penggunaan Kawat KasaTabel
3.12 Penggunaan Kawat KasaKawat KassaFrekuensi %
Ada3151,67
Tidak Ada2948,33
Hasil penelitian terhadap penggunaan kawat kassa pada ventilasi
rumah menunjukkan bahwa rumah yang sudah menggunakan kawat kassa
memiliki persentase yang lebih besar jika dibandingkan dengan rumah
yang tidak menggunakan kawat kassa.g. Keberadaan Jentik NyamukTabel
3.13 Keberadaan Jentik NyamukKeberadaan JentikFrekuensi %
Ada Jentik3151,67
Tidak Ada Jentik2948,33
Dan berdasarkan hasil observasi terhadap keberadaan jentik,
ditemukan sebanyak 51% rumah memiliki hasil positif terhadap
keberadaan jentik.h. Keberadaan Breeding Place Di Lingkungan
Sekitar RumahTabel 3.14 Keberadaan Breeding Place di Lingkungan
Sekitar RumahKeberadaan breeding place di lingkungan sekitar
rumahFrekuensi %
Lingkungan Potensial915
Lingkungan Tidak Potensial5185
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 85% responden
memiliki lingkungan yang potensial sebagai tempat perindukkan
nyamuk. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya lahan terbuka dan
keberadaan kebun disekitar rumah yang dapat berpotensi sebagai
tempat perindukkan nyamuk.i. Pelayanan kesehatanTabel 3.15
Pelayanan KesehatanPelayanan KesehatanFrekuensi %
Baik 4168,3
Tidak Baik1931,7
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan sudah
baik.2. Analisis Bivariat
Tabel 3.16 Hasil Perhitungan Statistik Uji Chi-SquareFaktor
(Variabel Dependent)P value
Pengetahuan0,624
Sikap0,112
Perilaku0,186
Kondisi fisik rumah0,697
Kawat kassa0,185
Keberadaan jentik0,006
Kondisi lingkungan sekitar rumah0,744
Pelayanan kesehatan0,066
Sumber : Data Primer Terolah 2014a. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Responden dengan Kejadian DBDTingkat pengetahuan responden tentang
DBD antara lain pengertian DBD, penyebab, gejala, akibat, tempat
perindukan dan pencegahan DBD. Distribusi frekuensi tingkat
pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel 3.17 dibawah
ini.Tabel 3.17 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian
DBDKategori pengetahuanKejadian DBDTotal
PernahTidak pernah
n%n%n%
Rendah333,3666,79100
Tinggi1325,53874,551100
Sumber: Data primer terolah Oktober 2014Tabel 3.17 menunjukkan
bahwa responden yang pernah terkena DBD lebih tinggi terjadi pada
responden yang berpendidikan tinggi (13) daripada yang
berpendidikan rendah (3). Hal ini dapat disebabkan karena orang
yang memiliki pendidikan tinggi belum tentu baik pada praktek
dilingkungannya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Mara
Ipa (2006) yang menyatakan bahwa meskipun tingkat pendidikan dan
pengetahuan sudah baik namun tidak diikuti dengan tindakan dalam
pencegahan dan pengendalian DBD.
Hasil analisis data dengan menggunakan uji chi square diperoleh
nilai p (0,624) > p 0,05. Hasil p tersebut lebih dari 0,05
sehingga hipotesis penelitian ditolak dan hipotesis nol diterima
yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
pengetahuan responden dengan kejadian DBD. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Koenraadt et al tentang pengaruh perilaku terhadap
populasi Ae. aegypti di wilayah kamphaeng Phet, Thailand yang
menunjukkan meskipun penduduk sudah memiliki pengetahuan yang baik
terhadap pencegahan dan penularan DBD, akan tetapi tingkat
infestasi nyamuk masih sangat tinggi sehingga kemungkinan
terjadinya kasus DBD juga tinggi.10e. Hubungan Sikap Responden
tentang Pencegahan DBD terhadap Kejadian DBDTabel 3.18 Hubungan
Sikap Responden dengan Kejadian DBDKategori sikapKejadian
DBDTotal
PernahTidak pernah
n%n%n%
Tidak Mendukung0031003100
Mendukung1628417257100
Sumber: Data primer terolah Oktober 2014Berdasarkan tabel di
atas diperoleh hasil bahwa responden yang pernah mengalami kejadian
DBD dan memiliki sikap mendukung pencegahan DBD (16) lebih besar
daripada yang tidak mendukung pencegahan DBD (0). Hal ini
menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap yang baik dalam
upaya pencegahan DBD, tapi tidak menyebabkan endemisitas DBD
menjadi rendah. Hal ini karena masih banyak faktor lain yang
mempengaruhi tingkat endemisitas DBD terutama faktor eksternal
misalnya kondisi lingkungan dan sosial ekonomi penduduk.Sikap
responden terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan DBD
(pengawasan lingkungan, penyuluhan tentang DBD, PSN, pemberantasan
jentik dan melaksanakan program 3M), diketahui bahwa semua
variabelnya sudah baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Koenraadt et al tentang pengaruh perilaku terhadap populasi Ae.
aegypti di wilayah Kamphaeng Phet, Thailand yang menunjukkan
meskipun penduduk sudah memiliki pengetahuan sikap dan tindakan
yang baik terhadap pencegahan dan penularan DBD, tingkat investasi
nyamuk masih sangat tinggi sehingga kemungkinan terjadinya kasus
DBD juga tinggi.
Untuk mengetahui hubungan sikap dengan kejadian DBD, peneliti
melakukan uji chi-square antara variabel sikap dengan kejadian DBD.
Pada =0,05 diketahui nilai p=0,112 yang berarti Ho>Ha jadi tidak
ada hubungan bermakna antara sikap dengan kejadian DBD. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mara Ipa (2006), yang mengatakan bahwa meskipun tingkat pengetahuan
dan sikap sudah baik namun tidak diikuti dengan tindakan dalam
pencegahan dan pengendalian DBD, tidak memberikan dampak yang
signifikan terhadap jumlah kasus.9f. Hubungan Perilaku tentang
Pencegahan DBD terhadap Kejadian DBDDistribusi frekuensi perilaku
responden terhadap kejadian DBD dapat dilihat pada tabel 3.19
berikut ini.
Tabel 3.19 Hubungan Perilaku Responden dengan Kejadian
DBDKategori PerilakuKejadian DBDTotal
PernahTidak pernah
n%n%n%
Tidak Mendukung1233,32466,736100
Mendukung416,72083,324100
Sumber: Data primer terolah Oktober 2014Tabel diatas menunjukkan
bahwa kejadian DBD lebih banyak terjadi pada responden yang
memiliki perilaku yang tidak mendukung pencegahan DBD (12) daripada
responden yang memiliki perilaku yang mendukung terhadap pencegahan
DBD (4). Hal ini terjadi karena perilaku individu akan sangat
menentukan derajat kesehatan individu tersebut. jika ia berperilaku
tidak bersih dan sehat maka akan lebih mudah untuk terserang
berbagai macam penyakit, salah satunya adalah DBD. Perilaku yang
mendukung pencegahan DBD akan meminimalisir resiko seseorang untuk
terserang DBD dan sebaliknya perilaku yang tidak mendukung
pencegahan DBD akan memudahkan seseorang untuk terkena DBD. Hal ini
sesuai dengan penelitian Efy Yusnita (2008) yang menyatakan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara tindakan responden dengan
kejadian DBD, dimana tindakan ini meliputi pencegahan DBD.
Akan tetapi hasil uji Chi-square yang dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara perilaku pencegahan DBD dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) diperoleh hasil probability value sebesar
0,186 yang berarti > p = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara perilaku pencegahan DBD dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di kelurahan Pudakpayung. Hasil tersebut
sejalan dengan penelitian Riza Berdian Tamza (2013) yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara praktik mengubur barang bekas
dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan
Way Halim Kota Bandar Lampung serta tidak ada hubungan antara
praktik menutup Tempat Penampungan Air (TPA) dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota
Bandar Lampung.
g. Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Tempat Tinggal dengan
Kejadian DBDTabel 3.20 Hubungan Kondisi Fisik Tempat Tinggal dengan
Kejadian DBDKategori FisikKejadian DBDTotal
PernahTidak pernah
n%n%n%
Tidak Permanen233,3466,79100
Permanen1416,74083,351100
Sumber : Data Primer Terolah Oktober 2014
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 16 responden yang
menderita DBD, sebanyak 14 responden sudah memiliki rumah dalam
keadaan yang permanen. Sebuah rumah yang dikatakan permanen adalah
rumah yang memiliki dinding permanen, lantai permanen serta atap
yang terbuat dari genteng. Rumah yang permanen merupakan karena
kondisi rumah yang permanen sudah memenuhi standar bangunan sehat.
Dengan hasil pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa
kejadian DBD di Kelurahan Pudakpayung tidak dipengaruhi oleh
kondisi fisik lingkungan tempat tinggal. Hasil uji statistik
menggunakan uji chi-square diperoleh hasil p = 0,697 > p = 0,05.
Jadi tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi fisik
lingkungan tempat tinggal dengan kejadian DBD. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Dhyah Listya Palupi (2014) yang menyatakan
bahwa kondisi fisik jendela kamar, kondisi fisik rumah tinggal
lainnya (seperti, lantai rumah, pintu, dinding, langit-langit
rumah, serta ventilasi rumah), tidak memiliki pengaruh terhadap
kepadatan populasi nyamuk vektor DBD.
h. Hubungan Penggunaan Kawat Kasa dengan Kejadian DBDTabel 3.21
Hubungan Penggunaan Kawat Kasa dengan Kejadian DBDKategori
Penggunaan Kawat KassaKejadian DBDTotal
PernahTidak Pernah
n%n%n%
Tidak Ada1034,51965,529100
Ada619,52574,531100
Sumber : Data Primer Terolah Oktober 2014
Berdasarkan tabel 3.21 diperoleh hasil bahwa 10 dari 16
responden yang pernah mengalami DBD menyatakan rumah mereka tidak
menggunakan kassa nyamuk. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa penggunaan kassa nyamuk berpengaruh terhadap kejadian DBD di
kelurahan Pudakpayung. Namun berdasarkan hasil uji statistik
didapatkan nilai p = 0,185, nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai
p>0,05. Dengan hasil penghitungan tersebut maka dapat diketahui
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan kawat
kassa dengan kejadian DBD di Kelurahan Pudakpayung.
Hasil penelitian yang telah didapat bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan Azwar pada tahun 2009. Pada penelitiannya
Azwar menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan kawat
kassa dengan kejadian DBD. Kemungkinan terdapat banyak faktor yang
menyebabkan perbedaan hasil penelitian ini, salah satu diantaranya
adalah faktor kondisi geografis dan kepadatan jentik yang berbeda
pada lokasi penelitian sehingga penggunaan kassa nyamuk memiliki
tingkat hubungan kemaknaan yang berbeda dengan kejadian DBD.
i. Hubungan Keberadaan Jentik pada Wadah terbuka dengan Kejadian
DBDTabel 3.22 Hubungan Keberadaan Jentik pada Wadah terbuka dengan
Kejadian DBDKategori Keberadaan JentikKejadian DBDTotal
PernahTidak pernah
n%n%n%
Ada1341,91858,131100
Tidak Ada310,32689,729100
Sumber : Data Primer Terolah Oktober 2014Berdasarkan tabel 3.22
diketahui bahwa sebanyak 13 rumah dari 16 rumah responden yang
pernah mengalami kejadian DBD, memiliki wadah terbuka dengan
keberadaan jentik nyamuk di dalamnya. Setelah dilakukan uji
statisktik didapatkan nilai p value sebesar 0,006, nilai p0,05 hal
ini memiliki makna tidak terdapat hubungan antara kondisi
lingkungan sekitar dengan kejadian DBD di Kelurahan
Pudakpayung.
Hasil yang telah didapat sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Trixie,dkk pada tahun 2010 yang berjudul Kejadian
DBD berdasarkan faktor lingkungan dan praktik pemberantasan sarang
nyamuk di wilayah kerja puskesmas Srondol. Pada penelitian tersebut
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
keberadaan breeding places di luar rumah dengan kejadian DBD di
wilayah penelitian.
k. Hubungan Pelayanan Kesehatan dengan Kejadian DBDTabel 3.24
Hubungan Pelayanan Kesehatan dengan Kejadian DBDPelayanan
KesehatanKejadian DBDTotal
PernahTidak pernah
n%n%n%
Tidak Baik842,1657,914100
Baik819,53880,546100
Sumber : Data Primer Terolah Oktober 2014
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar
responden menyatakan bahwa pelayanan kesehatan di wilayah Kelurahan
Pudakpayung adalah baik. Pada penelitian ini dilakukan dilakukan
penilaian terhadap akses, biaya dan pelayanan dari para petugas
kesahatan terkait dengan kejadian DBD. Sebanyak 41 orang responden
menyatakan bahwa pelayanan kesehatan terkait dengan kejadian DBD
sudah baik. Sebagian besar masyarakat yang dijadikan responden
menyatakan bahwa mereka pernah mendapatkan penyuluhan tentang DBD
dan juga terdapat petugas pemantau jentik yang mengunjungi rumah
secara rutin. Namun jika dilihat pada kelompok responden yang
pernah mengalami DBD, 50 % dari responden menyatakan bahwa
pelayanan kesehatan yang didapatkan terkait dengan DBD sudah baik
sementara 50 % sisanya menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang
mereka dapatkan terkait DBD tidak baik. Responden DBD yang
menyatakan bahwa pelayanan tidak baik didasarkan pada biaya
perawatan dan obat DBD masih cukup mahal dan sulit untuk didapat
karena puskesmas setempat belum memiliki instalasi untuk rawat
inap.
Setelah dilakukan uji statistik didapat p value > 0,05 hal
ini menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pelayanan
kesehatan dengan kejadian DBD di Kelurahan Pudakpayung. Hasil
tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Rizza Umaya (2012),
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pelayanan kesehatan
dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Talang ubi pendopo
tahun 2012.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
responden dengan kejadian DBD wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung
(p=0,624).2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap
responden dengan kejadian DBD wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung
(p = 0,112).3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku
respoden dengan kejadian DBD wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung (p
= 0,186).4. Tidak hubungan yang signifikan antara kondisi fisik
lingkungan tempat tinggal dengan kejadian DBD wilayah kerja
Puskesmas Pudakpayung (p = 0,697).5. Tidak ada hubungan yang
signifikan antara penggunaan kawat kasa dengan kejadian DBD wilayah
kerja Puskesmas Pudakpayung (p= 0,185).6. Ada hubungan signifikan
antara keberadaan jentik pada wadah terbuka dengan kejadian DBD di
wilayah kerja Puskesmas Pudakpayung (p = 0,006).7. Tidak ada
hubungan signifikan antara keberadaan breeding place di lingkungan
sekitar tempat tinggal dengan kejadia DBD di wilayah kerja
Puskesmas Pudakpayung (p = 0,744).8. Tidak ada hubungan yang
signifikan antara pelayanan kesehatan dengan kejadian DBD wilayah
kerja Puskesmas Pudakpayung (p = 0,066).4.2 Saran1. karena kondisi
fisik lingkungan tempat tinggal responden berpengaruh terhadap
kejadian DBD maka diperlukan upaya pencegahan dengan 3M secara
gotong royong dilingkungan tempat tinggal.
2. Dengan mengadakan penyuluhan mengenai DBD dan cara
pencegahannya yang dipelopori oleh tokoh masyarakat sehingga
masyarakat sadar akan penyakit DBD.
3. Dengan pemilihan duta lingkungan untuk mengajak, mengontrol
dan memberikan motivasi kepada masyarakat mengenai penyakit
DBD.Plan of Action (POA)
Program Kegiatan : MAMA MARAH (Masyarakat Mandiri Atasi Demam
Berdarah)Tabel 4.1 Tabel Plan of Action Program Kegiatan MAMA
MARAHKegiatanVolume BiayaPenanggung jawabKeluaran /
hasilWaktuKeterangan
Kerjasama lintas sektorPuskesmas, dinkes-Mahasiswa (Mia)Dapat
dukungan kegiatanBulan Oktober 2014Mahasiswa bekerjasama dengan
puskesmas dan dinkes
Penyuluhan 14 RW (perwakilan dari setiap RT di RW tersebut)
RW1,2,3,4
BOK (Dinkes, puskesmas)Koorlapangan (Meli)Petugas kesehatan
melakukan pendekatan kepada masyarakat mengenai penyuluhan
pemberrantasan DBDHari Senin diminggu pertama Bulan November
2014
Pendekatan kepada masyarakat dilakukan pada minggu pertama di
bulan November
Pemilihan duta lingkungan anti DBPerwakilan remaja di setiap RW
1,2,3,4-Koorlapangan (Meli)Terdapat perwakilan disetiap remaja
untuk mengontrol jentik di setiap RWHari Rabu diminggu pertama
bulan NovemberPerwakilan remaja di setiap RW kelurahan
Pudakpayung
Pengontrolan 3MKader dan perwakilan di setiap RT-Koorlapangan
(Meli)ABJ meningkatHari Sabtu di Minggu pertama bulan NovemberKader
di Puskesmas didampingi ketua RT melakukan pengontrolan 3M
Gotong royong membersihkan lingkunganSemua warga RW
1,2,3,4-Koorlapangan (Meli)ABJ meningkat dan lingkungan bersihHari
Minggu di Minggu pertama bulan NovemberSemua warga bergotong
royong
Penyuluhan 24 RW (perwakilan dari setiap RT di RW tersebut) RW
5,6,7,8
BOK (Dinkes, puskesmas)Koorlapangan (Meli)Petugas kesehatan
melakukan pendekatan kepada masyarakat mengenai penyuluhan
pemberrantasan DBDHari Senin diminggu kedua Bulan November 2014
Pendekatan kepada masyarakat dilakukan pada minggu kedua di
bulan November
Pemilihan duta lingkungan anti DBPerwakilan remaja di setiap RW
5,6,7,8-Koorlapangan (Meli)Terdapat perwakilan disetiap remaja
untuk mengontrol jentik di setiap RWHari Rabu diminggu kedua bulan
NovemberPerwakilan remaja di setiap RW kelurahan Pudakpayung
Pengontrolan 3MKader dan perwakilan di setiap RT-Koorlapangan
(Meli)ABJ meningkatHari Sabtu di Minggu kedua bulan NovemberKader
di Puskesmas didampingi ketua RT melakukan pengontrolan 3M
Gotong royong membersihkan lingkunganSemua warga RW
5,6,7,8-Koorlapangan (Meli)ABJ meningkat dan lingkungan bersihHari
Minggu di Minggu kedua bulan NovemberSemua warga bergotong
royong
Penyuluhan 34 RW (perwakilan dari setiap RT di RW tersebut) RW
9, 10, 11, 12
BOK (Dinkes, puskesmas)Koorlapangan (Meli)Petugas kesehatan
melakukan pendekatan kepada masyarakat mengenai penyuluhan
pemberrantasan DBDHari Senin diminggu ketiga Bulan November
2014
Pendekatan kepada masyarakat dilakukan pada minggu ketiga di
bulan November
Pemilihan duta lingkungan anti DBPerwakilan remaja di setiap RW
9,10,11,12-Koorlapangan (Meli)Terdapat perwakilan disetiap remaja
untuk mengontrol jentik di setiap RWHari Rabu diminggu ketiga bulan
NovemberPerwakilan remaja di setiap RW kelurahan Pudakpayung
Pengontrolan 3MKader dan perwakilan di setiap RT-Koorlapangan
(Meli)ABJ meningkatHari Sabtu di Minggu ketiga bulan NovemberKader
di Puskesmas didampingi ketua RT melakukan pengontrolan 3M
Gotong royong membersihkan lingkunganSemua warga RW 9,10, 11,
12-Koorlapangan (Meli)ABJ meningkat dan lingkungan bersihHari
Minggu di Minggu ketiga bulan NovemberSemua warga bergotong
royong
Penyuluhan 44 RW (perwakilan dari setiap RT di RW tersebut) RW
13, 14, 15, 16BOK (Dinkes, puskesmas)Koorlapangan (Meli)Petugas
kesehatan melakukan pendekatan kepada masyarakat mengenai
penyuluhan pemberrantasan DBDHari Senin diminggu keempat Bulan
November 2014
Pendekatan kepada masyarakat dilakukan pada minggu ketiga di
bulan November
Pemilihan duta lingkungan anti DBPerwakilan remaja di setiap RW
13,14,15,16-Koorlapangan (Meli)Terdapat perwakilan disetiap remaja
untuk mengontrol jentik di setiap RWHari Rabu diminggu keempat
bulan NovemberPerwakilan remaja di setiap RW kelurahan
Pudakpayung
Pengontrolan 3MKader dan perwakilan di setiap RT-Koorlapangan
(Meli)ABJ meningkatHari Sabtu di Minggu ketiga bulan NovemberKader
di Puskesmas didampingi ketua RT melakukan pengontrolan 3M
Gotong royong membersihkan lingkunganSemua warga RW 13, 14, 15,
16-Koorlapangan (Meli)ABJ meningkat dan lingkungan bersihHari
Minggu di Minggu keempat bulan NovemberSemua warga bergotong
royong
Pengontrolan ulang ke-1RW 1,2,3,4-Koorlapangan (Meli)ABJ
meningkat Minggu pertama di bulan DesemberPendataan lingkungan per
RT
Pengontrolan ulang ke-2RW 5,6,7,8-Koorlapangan (Meli)ABJ
meningkat Minggu kedua di bulan DesemberPendataan lingkungan per
RT
Pengontrolan ulang ke-3RW 9,10,11,12-Koorlapangan (Meli)ABJ
meningkat Minggu ketiga di bulan DesemberPendataan lingkungan per
RT
Pengontrolan ulang ke-4RW 13,14,15,16-Koorlapangan (Meli)ABJ
meningkat Minggu keempat di bulan DesemberPendataan lingkungan per
RT
Pemberian hadiahKelurahan pudakpayung-Koorlapangan (Meli)Akhir
bulan Desember 2014Puskesmas memberikan hadiah kepada RT disetiap
RW terbersih dan bebas jentik
Pengontrolan secara berkalaKelurahan pudakpayung-Koorlapangan
(Meli)Januari-Desember 2015Dilakukan pengontrolan ulang
perbulan
Rencana Monitoring Tabel 4.2 Rencana Monitoring Program Kegiatan
MAMA MARAH
KegiatanIndikatorKondisi awalTarget rencanaFrekuensiData
dibutuhkan dan sumber dataMetode
Monitoring Lingkungan bersih dan sudah bebas dari jentik serta
nyamukTerdapat 37 kasus DBD80% dari kasus berukarang di tahun
2015Setiap bulan di minggu terakhirData PuskesmasCross cek data
kasus DBD di puskesmas setiap bulan
Rencana EvaluasiTabel 4.3 Rencana Evaluasi Program Kegiatan MAMA
MARAH
IndikatorKondisi awalTarget yang direncanakanHasil / output
Frekuensi/ waktuData yang dibutuhkan
Lingkungan bersih dan sudah bebas dari jentik serta
nyamukTerdapat 37 kasus DBD80% dari kasus berukarang di tahun
2015Hanya sekitar 7 orang yang terkena DBD di kelurahan
PudakpayungMinggu terakhir di Bulan Desember 2015Laporan kegiatan
dan data dari Puskesmas
DAFTAR PUSTAKASulitnya akses menuju fasilitas yankes
Lemahnya kontrol keberadaan jentik nyamuk oleh petugas
kesehatan
Praktik penyuluhan oleh tenaga kesehatan
YANKES
Penggunaan kasa nyamuk
Tindakan tidak mendukung pencegahan DBD
Sikap tidak mendukung pencegahan DBD
Pengetahuan rendah
PERILAKU
Keberadaan jentik pada wadah terbuka di dalam dan di luar
rumah
Keberadaan breeding place lingkungan sekitar rumah
Kondisi fisik tempat tinggal
LINGKUNGAN
KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Status Kesehatan
Keturunan
Lingkungan
Perilaku
Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Masalah Kesehatan di Kelurahan Pudakpayung
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2006. Prosedur Tetap
Penanggulangan KLB dan Bencana Provinsi Jawa Tengah.
Depkes RI (2009). Penyelidikan dan penanggulangan Kejadian Luar
Biasa (KLB) Penyakit Menular dan Keracunan Departemen Kesehatan RI.
Jakarta
Keri Lestari. 2007. Epidemiologi dan Pencegahan DBD di
Indonesia. Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran. Jatinangor-Jawa
Barat.
Depkes RI. 2011. Tata Laksana DBD. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta diakses melalui
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf (diakses
pada 28 Oktober 2014)
Puskesmas Pudakpayung. 2014. Perencanaan Tingkat Puskesmas.
Semarang.
Notoatmodjo, S. 2010. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.
Jakarta; Rieneka Cipta.
Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismel, Sofyan. 2008. Dasar-dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta : Sagung
Seto.
Widjayanti.2007. Hubungan Kualitas Fisik dan Lingkungan dengan
Pola Kehidupan Lansia di Kelurahan Pudak Payung Kec Banyumanik,
Semarang. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman Volume 6
No. 1
Ipa, Mara, dkk. 2006. Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan
Masyarakat Serta Hubungannya Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Diakses di HYPERLINK
"http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/aspirator/article/download/2925/2110"
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/aspirator/article/download/2925/2110
(diakses 30 Oktober 2014).
Koenraadt Constantianus J.M., Tuiten W., Sithiraprasasna R.,
Kijchalao U., Jones James W., Scott Thomas W.. Dengue knowledge and
practices and their impact on Aedes Aegepty population in Kamphaeng
Phet, Thailand. Kamphaeng Phet. Am. J. Trop. Med. 2006. 74(4):
692-700.
Efy Yusnita. 2008. Faktor-Faktor Perilaku Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Desa Balung Lor
Kecamatan Balung Kabupaten Jember. Skripsi Tidak diterbitkan.
Jember : FKM UNEJ.
Riza Berdian Tamza. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan Dan
Perilaku Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah
Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung. Diunduh dari
HYPERLINK "http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm"
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm (diunduh tanggal 30
Oktober 2014)
Dhyah Listya Palupi. 2014. Analisis Kondisi Fisik Rumah Tinggal
Terhadap Kepadatan Populasi Nyamuk Vektor Demam Berdarah Dengue Di
Kelurahan Pringgokusuman Dan Bausasran Kota Yogyakarta. Skripsi
Tidak diterbitkan. Yogyakarta : FK UGM.
Azwar, M. 2009. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Lompoe Kota Pare-Pare.
Skripsi Sarjana. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sulina Parida. 2012. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti
Dan Pelaksanaan 3M Plus Dengan Kejadian Penyakit DBD di Lingkungan
XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan Tahun 2012. Skripsi Tidak
diterbitkan. Medan : FKM USU
Trixie Salawati. 2010. Kejadian Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan Faktor Lingkungan Dan Praktik Pemberantasan Sarang
Nyamuk (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia
Vol 6 no 1 Th 2010.
Rizza Umaya. 2012. Hubungan Karakteristik Pejamu, Lingkungan
Fisik, dan Pelayanan Kesehatan terhadap Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ubi Pendopo Tahun
2012. Skripsi Tidak diterbitkan. Palembang : UNSRI.