Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 1 LAPORAN Inventarisasi Keanekaragaman Hayati di Gunung Menaliq, Kampung Penarung, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur Disusun oleh: Biodiversity Warriors-Yayasan KEHATI Laboratorium Dendrologi dan Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Pengelola Kawasan Konservasi Gunung Menaliq
60
Embed
LAPORAN Inventarisasi Keanekaragaman Hayati di Gunung ...tfcakalimantan.org/assets/article/documents/LAPORAN-INVENTARISASI... · Inventarisasi Keanekaragaman Hayati di Gunung Menaliq,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 1
LAPORAN
Inventarisasi Keanekaragaman Hayati di Gunung Menaliq, Kampung Penarung, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur
Disusun oleh:
Biodiversity Warriors-Yayasan KEHATI
Laboratorium Dendrologi dan Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman
Pengelola Kawasan Konservasi Gunung Menaliq
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 2
PENGESAHAN
LAPORAN Inventarisasi Keanekaragaman Hayati di Gunung Menaliq,
Kampung Penarung, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur
Mengetahui, Kepala Lab. Dendrologi dan Ekologi Hutan
Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman ( )
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 3
DAFTAR ISI
Halaman pengesahan 2 Daftar isi 3 Intisari 4 I. Pendahuluan 5
A. Latar belakang 5 B. Tujuan 6
II. Metode 7 A. Waktu dan lokasi 7 B. Pelaksana 7 C. Alat dan bahan 7 D. Cara kerja 8
III. Hasil dan pembahasan 15 A. Vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah 16 B. Vegetasi tingkat pangcang 22 C. Vegetasi tingkat pohon 28 D. Indeks Kekayaan (R1), Indeks Keanekaragaman
(H’), Indeks Dominansi (C) dan Indeks Kemerataan (e)
E. Tumbuhan berkhasiat obat 36
F. Status Kelangkaan Jenis Menurut Red List IUCN, Appendices CITES dan PP No. 7 Tahun 1999 serta Jenis yang Penyebarannya Terbatas (Endemik)
42
G. Keanekaragaman satwa liar 47
H. Ancaman 53
I. Rekomendasi 54
IV. Kesimpulan 56
Daftar pustaka 58
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 4
Inventarisasi Keanekaragaman Hayati di Gunung Menaliq, Kampung Penarung, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur
INTISARI
Pengumpulan data vegetasi dilakukan di Gunung Menaliq yang berada di Kampung Penarung Kabupaten Kutai Barat. Metode yang digunakan adalah kombinasi dari metode jalur/transek dan metode petak berganda dan metode wawancara untuk tumbuhan obat. Ditemukan 261 species yang terdiri dari 132 genus dan 53 famili yang diwakili oleh 1594 individu yang terdiri dari 447 semai (tinggi < 1,5 m) dan tumbuhan bawah, 304 pancang (tinggi > 1,5 m dan DBH < 10 cm) dan 333 pohon (DBH > 10 cm) pada plot sampel seluas 0,8 hektar. Tiga famili yang tercatat dengan jumlah individu terbanyak dan memiliki Indeks Nilai Penting terbesar yaitu Dipterocarpaceae, Leguminosae dan Myrtaceae. Dan tumbuhan berkhasiat obat tercatat sebanyak 115 jenis. Satwa liar yang terdata tergolong dalam indeks kekayaan jenis tinggi untuk setiap katagori yaitu 20 jenis serangga, 14 jenis herpetofauna, 12 jenis mamalia, dan yang tertinggi adalah avivauna dengan 59 jenis dan 251 individu. Ancaman terbesar terhadap keberadaan hutan di kawasan ini antara lain yaitu adanya kegiatan pertambangan batubara yang berada dekat dengan kawasan studi. Kata Kunci: Komposisi vegetasi, Tumbuhan Obat, Satwa, Gunung Menaliq, Kutai Barat.
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 5
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
TFCA Kalimantan akan memfasilitasi program konservasi,
perlindungan, restorasi dan pemanfaatan lestari hutan tropis di Indonesia
melalui kerja sama dengan Program Karbon Hutan Berau (PKHB) dan Program
Heart of Borneo (HoB) di 4 Kabupaten target: Kabupaten Berau, Kabupaten
Kutai Barat, Kabupaten Mahakam Ulu (Provinsi Kalimantan Timur) dan
Kabupaten Kapuas Hulu (Propinsi Kalimantan Barat). Selain itu TFCA
Kalimantan akan melakukan investasi strategis di wilayah Kalimantan lainnya.
Salah satu fokus programnya adalah pengelolaan sumber daya alam berbasis
masyarakat. Hal tersebut diinterpretasikan lewat bidang wisata yang
berkelanjutan yaitu ekowisata. Untuk mendukung ekowisata yang dipadukan
dengan pengetahuan sains dan konservasi, maka dilakukan kegiatan
Inventarisasi Keanekaragaman Hayati di lokasi tersebut.
Kegiatan Inventarisasi Keanekaragaman Hayati kali ini dilakukan di
Kampung Penarung, Kabupaten Kutai Barat. Kegiatan inventarisasi kehati
dilakukan di kawasan hutan Gunung Menaliq sebagai penilaian awal terhadap
keanekaragaman hayati di kawasan tersebut sebagai dasar perlindungan dan
pelestarian kawasan. Kampung tersebut mempunyai bentang alam yang
menarik serta menjadi habitat berbagai jenis satwa liar, bahkan beberapa
diantaranya merupakan satwa dilindungi.
Biodiversity Warriors (BW) merupakan gerakan anak-anak muda yang
diinisiasi oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). Tugas
mereka adalah mempopulerkan keanekaragaman hayati (kehati) Indonesia,
baik dari sisi keunikan, manfaat, potensi, serta pelestariannya. Hal ini sesuai
dengan misi KEHATI untuk meningkatkan kesadartahuan dan pemahaman
masyarakat tentang kehati, sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih
peduli terhadap pelestarian lingkungan. Melalui pembinaan yang terus-
menerus BW telah berhasil meningkatkan kualitas anggotanya dalam
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 6
melaksanakan aktivitas mereka, sehingga muncul kepercayaan dari berbagai
pihak bekerjasama mengenalkan kehati Indonesia. Melalui kerjasama dengan
Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan, BW mendapatkan
kesempatan untuk melakukan inventarisasi keanekaragaman hayati di
Kampung Penarung Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dan bekerja
sama dengan Fakultas Kehutanan (Lab. Dendrologi dan Ekologi Hutan)
Universitas Mulawarman. Hasil pengamatan tersebut kemudian disusun
menjadi laporan keanekaragaman hayati. Selain itu, melalui buku yang berisi
flora dan satwa liar di Kampung Penarung Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan
Timur ini menunjukkan bahwa kawasan tersebut dapat menjadi habitat bagi
flora dan satwa liar, sehingga dapat menjadi tempat untuk belajar mengenali
kehati.
B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan tujuan
kegiatan, yaitu: Inventarisasi keanekaragaman hayati yang meliputi vegetasi
tegakan, tanaman obat, dan satwa liar di Gunung Menaliq.
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 7
II. METODE
A. Waktu dan Lokasi Kegiatan
1. Waktu:
Kegiatan pengambilan data lapangan dilaksanakan pada 22 Agustus – 13
September 2017.
2. Tempat:
Hutan Gunung Menaliq di Kampung Penarung, Kec. Bentian Besar, Kab.
Kutai Barat
B. Pelaksana
Kegiatan ini dilaksanakan oleh anggota Biodiversity Warriors 3 orang
(Indeka, Alif, dan Nurma) dan 5 orang dari Fakultas Kehutanan Universitas
Mulawarman (Lasmito, Riska, Aisyah, Murang dan Nurhidayah).
C. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang diperlukan untuk menunjang kegiatan
Inventarisasi Keanekaragaman Hayati ini antara lain:
1. Vegetasi
Alat-alat yang digunakan antara lain herbarium kit, GPS, pita survey,
staples tembak, binokuler, kamera, millimeter blok, alat tulis, thally sheet,
karung, meteran, parang, phiband dan buku panduan lapangan. Kemudian,
bahan-bahan yang digunakan adalah alcohol 70% atau spirtus dan kertas
koran.
2. Tanaman obat
Alat-alat yang digunakan antara lain herbarium kit, alat tulis, parang,
kamera, alat perekam dan form wawancara. Kemudian bahan-bahan yang
digunakan adalah alcohol 70% atau spirtus dan kertas koran.
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 8
3. Satwa liar
Alat-alat yang digunakan antara lain kamera, GPS, binokuler, plastik
sampel, senter, snake hook, karung, buku panduan lapangan, dan alat
tulis.
D. Cara Kerja
Metode pengumpulan data vegetasi yang digunakan merupakan
kombinasi antara metode jalur/transek dan metode petak berganda (Gambar
1).
Ukuran permudaan yang digunakan dalam kegiatan analisis vegetasi
adalah sebagai berikut:
1. Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan
setinggi kurang dari 1.5 m.
2. Pancang : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm.
3. Pohon : Pohon dengan diameter lebih dari 10 cm.
4. Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, misal herba,
liana dan perdu.
Gambar 1. Desain Kombinasi Metoda Jalur/Transek dan Metoda Petak
Berganda
Ukuran sub-petak untuk setiap tingkat permudaan adalah sebagai
berikut:
20 m
10
m
10
m
5 m
5 m
2 m
2 m
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 9
1. Semai dan tumbuhan bawah : 2 x 2 m.
2. Pancang : 5 x 5 m.
3. Pohon : 20 x 20 m.
Seluruh individu tumbuhan pada setiap sub-petak tingkat
pertumbuhan diidentifikasi, untuk tingkat tiang dan pohon diukur
diamaternya, yakni diamater batang pada ketinggian 1.3 m dari atas
permukaan tanah (Gambar 2.).
Gambar 2. Pengukuran Diameter Setinggi Dada (1.30 m dari permukaan tanah)
Perhitungan besarnya nilai kuantitif parameter vegetasi, khususnya
dalam penentuan indeks nilai penting, dilakukan dengan formula berikut ini:
1. Indeks Nilai Penting (INP)
a. Kerapatan suatu jenis (K)
𝐾 = ∑ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
𝐾𝑅 = 𝐾 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐾 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100%
c. Frekuensi suatu jenis (F)
𝐹 = ∑ 𝑆𝑢𝑏 − 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
∑ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑢𝑏 − 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 10
d. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)
𝐹𝑅 = 𝐹 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐹 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100%
e. Dominansi suatu jenis (D). D hanya dihitung untuk tingkat tiang dan
pohon.
𝐷 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
f. Dominansi relatif suatu jenis (DR)
𝐷𝑅 = 𝐷 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐷 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑥 100%
g. Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR + DR atau INP = KR + FR
Kriteria berdasarkan Indeks Nilai Penting dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 1. Kriteria Indeks Nilai Penting
Kriteria Indeks Kekayaan Jenis
Tinggi >42,66
Sedang 21,96 – 42,66
Rendah <21,96 Sumber : Fahrul (2007)
2. Indeks Kekayaan (R1)
Indeks kekayaan jenis adalah ukuran kekayaan jenis yang bergantung
pada hubungan langsung antara jumlah spesies dan logaritma luas area
pengambilan sampel. Indeks kekayaan jenis dihitung dengan formulasi
Margalef (English et al, 1994) sebagai berikut :
R1 = S − 1
ln(N)
Keterangan: R1 = indeks kekayaan jenis
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 11
S = jumlah jenis spesies N = jumlah individu spesies
Kriteria komunitas berdasarkan indeks kekayaannya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Kriteria Indeks Kekayaan Jenis
Kriteria Indeks Kekayaan Jenis
Baik >4,0
Moderat 2,5 – 4,0
Buruk <2,5
Sumber : Modifikasi Jorgensen et al (2005)
3. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
Indeks keanekaragaman jenis komunitas diukur dengan memakai pola
distribusi beberapa ukuran kelimpahan diantara jenis (Odum,1993). Indeks
keanekaragaman jenis dihitung dengan formulasi Shanon dan Wiener (1949)
dalam Odum (1993), indeks keanekaragaman jenis dapat ditentukan dengan
persamaan:
H′ = − ∑(Pi x ln(Pi))
S
i=1
Keterangan: H’ = indeks keanekaragaman jenis S = jumlah spesies yang menyusun komunitas Pi = rasio antara jumlah spesies i (ni) dengan jumlah spesies individu total
dalam komunitas (N)
Kriteria indeks keanekaragaman jenis (diversitas) dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 3. Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis
Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis
Tinggi > 3
Sedang 2 – 3
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 12
Rendah 0 – 2
Sumber : Barbour et al., (1987)
4. Indeks Dominansi (C)
Untuk menentukan apakah individu-individu lebih terpusatkan pada
satu atau beberapa jenis dari suatu tingkat pertumbuhan atau suatu areal,
maka digunakan besaran dari indeks Dominansi menurut Simpson (1949)
dalam Odum (1993) dengan rumus sebagai berikut:
C = ∑ Pi2
S
i=1
Keterangan : C = Indeks dominansi Simpson S = Jumlah jenis spesies ni = Jumlah total individu spesies i N = Jumlah seluruh individu dalam total n Pi = ni/N = sebagai proporsi jenis ke-i
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan indeks dominansi
tersebut yaitu :
- 0 < C < 0,5 = tidak ada jenis yang mendominasi - 0,5 > C > 1 = terdapat jenis yang mendominasi
5. Indeks Kemerataan Jenis (e)
Untuk menentukan apakah individu-individu terdistribusi secara lebih
merata pada jenis-jenis yang hadir pada suatu tingkat pertumbuhan, maka
ditentukan Indeks Kemerataan (e) menurut Pielou (1966) dalam Odum (1993)
dengan rumus sebagai berikut:
e = H′
ln(S)
Keterangan: e = Indeks Kemerataan Jenis H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 13
s = Jumlah Jenis
Indeks kemerataan yang lebih tinggi dari suatu tingkat pertumbuhan
menunjukkan terdistribusinya individu-individu kepada jenis-jenis akan lebih
merata. Indeks kemerataan berkisar antara 0 – 1.
Pengelompokan indeks kemerataan adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Kriteria Indeks Kemerataan
Kriteria Indeks Kemerataan
Tidak Merata 0,00 – 0,25
Kurang Merata 0,26 – 0,50
Cukup Merata 0,51 – 0,75
Hampir Merata 0,76 – 0,95
Merata 0,96 – 1,00
Sumber : Hill 1973; Magurran 1988: 149; Waite 2000: 79
Selain dihitung nilai kuantitatifnya, juga dibuat daftar jenis tumbuhan
yang dilengkapi dengan status lindungnya dengan mengacu pada perundang-
undangan yang ada, Apendix CITES untuk perdagangan internasional dan Red
List IUCN untuk status konservasinya. Juga dikumpulkan pula informasi
mengenai penyebaran tumbuhan tersebut, sehingga diketahui tumbuhan
tersebut endemik dan penyebarannya terbatas atau tidak. Informasi-informasi
tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengelolaan
jenis tumbuhan tersebut secara khusus yang tak terpisahkan dalam
pengelolaan kawasan tersebut secara keseluruhan.
6. Indeks kekayaan satwa liar
Inventarisasi Keanekaragaman Hayati untuk satwa liar menggunakan
Metode Visual Encounter Survey (VES) yaitu pencatatan jenis satwa
berdasarkan perjumpaan langsung pada jalur baik di daerah terrestrial
maupun akuatik (Heyer et al. 1994). Satwa liar yang teramati
didokumentasikan dan dicatat waktu perjumpaannya serta ditandai lokasinya
perjumpaannya menggunakan GPS untuk satwa tertentu. Metode VES ini
diterapkan untuk serangga dan herpet (khusus herpet pengamatan di malam
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 14
hari). Kemudian metode Point Count untuk mamalia dan burung. Pengambilan
data berupa fauna dilakukan pada transek sepanjang 1-2 km pada beberapa
stasiun yang ditentukan secara random. Melihat mobilitas fauna besar yang
ada, jarak antar stasiun berkisar 500 meter sampai 1 km. Untuk pengambilan
data aves dan mammalia dilakukan dengan metode point count dan line
transect. Jarak antar titik pengamatan sebesar 200 meter dengan lebar jalur
sebesar 200 meter. Sedangkan untuk pengambilan data serangga dan
herpetofauna dilakukan dengan metode visual encounter survey (VES)
81 Sapotaceae Payena microphylla (de Vriese) Burck
*
82 Theaceae Camellia lanceolata (Blume) Seem.
LC
83 Thymelaeaceae Aquilaria malaccensis Lam. II VU
84 Thymelaeaceae Gonystylus brunnescens Airy Shaw II
85 Thymelaeaceae Gonystylus consanguineus Airy Shaw II VU
*
86 Thymelaeaceae Gonystylus sp. II
Keterangan: IUCN : International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources CITES : Convention on International Trade in Endangered Species PP 7 ‘99 : PP No. 7 Tahun 1999 CR : Critically Endangered (Kritis) EN : Endangered (Genting) VU : Vulnerable (Rentan)
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 47
NT : Near Threatened (Hampir Terancam) LC : Least Concern (Resiko Rendah) DD : Data Deficient (Informasi Kurang) II : Appendices II * : Jenis Dilindungi / Endemik
G. Keanekaragaman Satwa Liar
Berdasarkan survey satwa liar yang telah dilakukan, didapatkan hasil
jumlah spesies yang terdata sebagai berikut:
Gambar 20. Kemelimpahan jenis dan jumlah satwa liar di Gunung Menalik
Tabel 14. Daftar satwa liar di kawasan Gunung Menaliq
Avivauna (burung) merupakan satwa liar yang paling banyak
ditemukan pada survey ini. Populasi dan keragaman burung sangat
ditentukan oleh kualitas habitat. Burung berperan penting sebagai
pollinator dan penyebar biji. Namun, habitat yang terus diintervensi akan
menyebabkan burung kesulitan memperoleh makanan dan tempat
berlindung, sehingga mudah dimangsa ataupun diburu. Maka, habitat
hutan Gunung Menaliq sangat penting bagi burung maupun satwa
lainnya.
Terdapat beberapa jenis penting di Gunung Menaliq seperti masih
ditemukannya Beruang Madu (Helarctos malayanus) dan Kucing Kuwuk
(Prionailurus bengalensis) di kawasan hutan tersebut. Vegetasi yang lebat
dan terdiri atas pohon besar mendukung jenis burung besar seperti
Rangkong Badak (Buceros rhinoceros), Julang Mas (Rhyticeros undulatus)
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 51
dan Kangkareng Hitam (Anthracoceros malayanus) sebagai bioindikator
keadaan hutan yang baik. Dengan kerapatan jenis vegetasi yang sedang
pun mendukung jenis burung tanah seperti Sempidan Biru (Lophura
ignita) dan Kuau Raja (Argusianus argus) dapat tinggal di kawasan ini. Tim
pun menemukan lokasi yang diduga telah digunakan oleh Kuau Raja
melakukan mating courtship dengan bukti berupa bulu yang
ditinggalkannya. Vegetasi yang beragam pula juga mendukung berbagai
jenis kupu-kupu dan capung untuk dapat tinggal disini dimana jenis kupu-
kupu mendiami kawasan tengah, Zygoptera seperti Vestalis di tepian
perairan, dan Anisoptera seperti Neurothemis dan Othretum di lahan
terbuka.
Kawasan Gunung Menaliq sendiri memiliki lokasi yang cukup unik
dengan dikelilingi oleh tambang batubara, perkebunan sawit dan sungai
Lawa serta aliran anak sungai sehingga memiliki keragaman jenis yang
cukup baik. Pada kawasan yang lebih terbuka seperti tepian kebun sawit,
ditemukan raptor seperti Baza Jerdon (Aviceda jerdoni) dan Elang-ular
(Spilornis cheela palidus). Sedang raptor lain lebih menduduki kawasan
sungai yaitu Elang-ikan Kecil (Ichtyophaga humilis) yang memantau diatas
dahan tepian sungai. Sedangkan Alap-alap Capung (Microhierax
fringillarius) lebih menyukai pohon mati di tepian hutan yang terbuka
berbatasan dengan daerah suksesi kawasan tambang. Jenis avifauna
lainnya yang dapat ditemukan di tepian sungai adalah Trinil Pantai (Tringa
hypoleucos) yang hanya ditemukan satu individu. Untuk avifauna yang
mudah dijumpai melalui tepian sungai Lawa adalah Pekaka Emas
(Pelargopsis capensis) dan Layang-layang Batu (Hirundo tahitica). Untuk
jenis mamalia yang dapat ditemukan di sepanjang aliran sungai Lawa
antara lain Monyet Ekor-panjang (Macaca fascicularis), Owa (Hylobates
muelleri) dan Bekantan (Nasalis larvatus). Bekantan ditemukan seringkali
bergabung dengan kelompok dari Monyet Ekor-panjang walaupun tidak
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 52
terlalu mendominasi dan hanya menggunakan pepohonan tepian sungai
sebagai tempat beristirahat. Kelompok herpetofauna lebih banyak
ditemukan di aliran anak sungai dibandingkan aliran sungai Lawa. Jenis
yang banyak ditemukan adalah kongkang emas (Pulchrana signata)
dengan ukuran tubuh yang kecil sehingga mampu berkamuflase dengan
baik. Sedangkan untuk jenis seperti kongkang jangkrik (Hylarana
nicobariensis) dan kongkang gading (Hylarana eryhtraea) lebih mudah
ditemukan di kubangan dan kolam di sekitar lokasi Gunung Menaliq. Dari
jenis ular yang ada hanya didapatkan melalui penuturan masyarakat lokal
namun tidak ditemukan selama survei yang dilakukan.
a. Gonocephalus grandis b. Aviceda jerdoni
Gambar 21. Satwa liar di Gunung Menaliq
Tabel 15. Indeks kekayaan Margalef
Kategori Serangga Herpetofauna Mamalia Avifauna
Indeks kekayaan Margalef (Dmg)
19,74931 13,69307 11,78091 58,81902
Hasil kekayaan jenis tinggi
Helvoort (1981) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara
keanekaragaman dengan keseimbangan jenis dalam satu komunitas. Apabila
nilai keanekaragaman tinggi, maka keseimbangan antar jenis juga tinggi,
tetapi tidak berlaku sebaliknya. Keseimbangan jenis tersebut dapat digunakan
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 53
untuk melihat kondisi kestabilan hubungan dalam komunitas.
Keanekaragaman yang tergolong rendah terjadi karena terdapat
ketidaksesuaian habitat yang dibutuhkan satwa dengan habitat yang ada.
H. Ancaman
Dari hasil pengamatan langsung di lapangan maupun wawancara yang
dilakukan terhadap beberapa masyarakat desa setempat yang ikut
mendampingi di lapangan, diperoleh informasi mengenai beberapa potensi
ancaman terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang ada.
1. Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan dikarenakan pengaruh perubahan iklim
dunia bisa menyebabkan cuaca panas ekstrim yang dapat memicu terjadinya
kebakaran lahan. Kebakaran yang disebkan pembukaan lahan secara sengaja
juga berpotensi mengancam keanekaragaman hayati di Gunung Menaliq.
2. Ekspansi Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dan Tambang dan pengusahaan Kayu Alam (HPH)
Ancaman terbesar dan terberat adalah masuknya sebuah perusahaan
yang berniat mengelola kawasan tersebut untuk peruntukan lain, contohnya
sebagai perkebunan sawit. Hal ini dikarenakan hutan yang ada akan dibabat
habis dan diganti dengan tanaman sawit yang menyebabkan hilangnya
keanekaragaman hayati di kawasan tersebut. Selain itu juga melihat potensi
kayu bulat dari jenis-jenis komersil yang cukup melimpah di kawasan ini, tidak
menutup kemungkinan akan ada perusahaan kayu alam yang tertarik untuk
mengelola kawasan tersebut. Dan pengelolaan yang tidak memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan akan menyebabkan hilangnya potensi
keanekaragaman hayati di daerah tersebut. Ancaman lain yang harus
diwaspadai juga adalah masuknya investor tambang.
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 54
I. Rekomendasi
Rekomendasi Pengelolaan Kawasan pada prinsipnya didasarkan pada
kondisi aktual lapangan dan ancaman yang terjadi saat studi dilaksanakan dan
prakiraan pada masa yang akan datang. Tahapan dan kegiatan yang
direkomendasikan adalah :
1. Penetapan Kawasan
Kawasan harus dimantapkan statusnya, baik secara de jure maupun
de facto. Proses penetapan kawasan ini dilakukan secara partisipatif yang
melibatkan para pihak Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan tokoh-tokoh masyarakat. Tahapan-tahapan pengukuhan kawasan
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Penetapan kawasan oleh pihak Desa.
b. Sosialisasi kepada seluruh pihak, baik masyarakat, pemerintah daerah.
c. Penataan dan pengukuran batas partisipatif.
d. Pemancangan batas, baik dalam bentuk pal batas maupun poleten di
batang tumbuhan.
e. Pengesahan dokumen tata batas kawasan yang diketahui oleh para pihak
terkait.
f. Pemasangan papan informasi dan rambu-rambu Kawasan, terutama di
daerah sekitar kampung/desa dan jalan yang sering dilalui masyarakat.
g. Pemeliharaan pal batas, rambu-rambu, papan informasi dan poleten di
batang pohon secara berkala.
h. Penyusunan dokumen rencana pengelolaan Kawasan yang
diimplementasikan secara konsisten dan melembaga.
2. Perlindungan Kawasan
Kegiatan perlindungan Kawasan bertujuan untuk menjaga
kemantapan kawasan, baik secara de jure maupun de facto, dengan cara
memelihara keutuhan batas kawasan dan mencegah terjadinya perambahan
kawasan, baik perambahan yang dilakukan oleh masyarakat maupun
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 55
pengalihan fungsi lahan. Kemudian kegiatan lainnya adalah mencegah
kebakaran serta pembakaran di dalam dan sekitar Kawasan.
Penyusunan dan implementasi SOP pengelolaan kawasan meliputi:
a. Pembinaan masyarakat dalam pengelolaan Kawasan dan pemanfaatan
jasa lingkungan di dalam kawasan.
b. Pemeliharaan batas Kawasan.
c. Pengamanan Kawasan.
d. Inventarisasi dan pemantauan keanekaragaman hayati, terutama flora
dan fauna.
e. Pembuatan dan pemasangan papan informasi Kawasan.
3. Untuk mengurangi dan mencegah resiko kebakaran lahan perlu
dilakukan:
a. Penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya fungsi
sempadan sungai sebagai sekat bakar alami dan mengenai upaya-upaya
pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
b. Kegiatan pengamanan kawasan dengan patroli yang dilaksanakan secara
rutin.
c. Pemasangan rambu-rambu yang berisi larangan dan himbauan, terutama
pencegahan kebakaran dan perladangan.
4. Tumbuhan Obat
a. Pendataan lebih detail dan pembuatan buku pengetahuan lokal tentang
penggunaan obat-obatan dari tumbuhan, agar pengetahuan tersebut
tetap terjaga dan dapat diwarisi oleh generasi selanjutnya.
b. Usaha budidaya tumbuhan-tumbuhan berkhasiat obat yang masih belum
dibudidayakan, agar tumbuhan tersebut mudah dicari dan tidak punah.
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 56
5. Satwa Liar
a. Pendataan lebih menyeluruh mengenai keragaman dan kemelimpahan
satwa liar untuk mengetahui persebarannya dalam kawasan
b. Strategi perlindungan dengan peraturan kampung
c. Patrol kawasan secara berkala untuk memastikan keamanan kawasan dan
meninjau kawasan
IV. KESIMPULAN
Secara ekologis daerah pengkajian termasuk tipe ekosistem hutan
Dipterocarpaceae dataran rendah dengan kondisi hutannya yang didominasi
oleh pohon-pohon dengan ukuran besar dari family Dipterocarpaceae. Suku-
suku yang terbanyak jumlah jenisnya adalah Dipterocarpaceae (27 jenis),
Annonaceae (17 jenis) dan Myrtaceae (16 Jenis).
Keanekaragaman jenis tumbuhan Kawasan Hutan Gunung Menaliq
Kampung Penarung Kabupaten Kutai Barat tercatat sebanyak 261 jenis yang
tergolong dalam 132 genus dari 53 famili, 37 jenis di antaranya merupakan jenis
endemik Kalimantan, yang artinya jenis tersebut hanya dijumpai di Pulau
Kalimantan saja. Selain itu 1 jenis dilindungi oleh Pemerintah Indonesia, 10
Jenis termasuk dalam Apendices II CITES dan 51 jenis termasuk dalam daftar
merah IUCN, dimana 7 jenis diantaranya merupakan jenis yang masuk kategori
terancam punah.
Tercatat 155 jenis tumbuhan berkhasiat obat yang masih sering
digunakan oleh masyarakat setempat, namun sebagian besar merupakan jenis
tumbuh liar dan belum dibudidayakan.
Kemudian, satwa liar yang berada di Gunung Menaliq juga terdiri dari
beberapa datwa yang dilindungi menurut PP No 7 th 1999 ttg Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa. Tercatat 20 jenis serangga, 14 jenis herpetofauna,
12 mamalia, dan 59 avifauna dengan hasil perhitungan Indeks Margalef adalah
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 57
kekayaan jenis tinggi. Kemelimpahan tertinggi adalah avifauna dengan lebih
dari 200 individu.
Melihat potensi keragaman vegetasinya, Kawasan Hutan Gunung
Menaliq layak untuk dilindungi, salah satu alternatifnya yaitu menjadi pusat
pendidikan lingkungan hidup.
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 58
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. A. R., dan Chai, P. P. K. 1982. Vegetation Gunung Hulu National Park, Serawak. Serawak Mus. J. Spescial Issue. No.2, Vol.30 (51):195-223.
Anonim. 2008. Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Tropenbos International Indonesia Programme, Balikpapan.
Anonim. 2018. The Plant Observatory. <http://www.natureloveyou.sg/>. Diakses tanggal 10 Januari 2018.
Ashton, P. S. 1982. Dipterocarpaceae. In: Van Steenis, C.G.G.J. (ed.) Flora Malesiana (9): 237-552.
Barbour, G. M., Burk J. K., Pitts W. D. 1987. Terrestrial Plant Ecology. New York : The Benjamins/Cummings Publishing Company.
Bodegom, S., Pelser, P. B. dan Kessler, P. J. A. 1999. Seedlings of Secondary Forest Tree Species of East Kalimantan, Indonesia. MOFEC – Tropenbos – Kalimantan Project.
CITES. 2018. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. https://cites.org/eng/app/appendices.php. Diakses tanggal 10 Januari 2018.
Fachruddin. 2006. Konservasi dalam Islam.http://bloggeripb.wordpress.com, diakses tanggal 10 Januari 2018.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Ekologi. Cetakan 1. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Fachrul MF. 2012. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Helvoort B van. 1981. Bird Population in The Rural Ecosystem of West Java. Netherlands: Nature Conservation Departement.
Göltenboth, F.; Timotius, K. H.; Milan, P. P. dan Margraf, J. 2012. Ekologi Asia Tenggara: Kepulauan Indonesia. Salemba Teknika. Jakarta.
Hasim, S. dan Iin. 2009. Tanaman Hias Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid IV. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Holttum, R. E. 1968. Flora of Malay. Vol II Ferns. SNP Publishers Pte Ltd. https://www.cites.org/eng/apps/appendices.php. Diakses tanggal 10
Januari 2018.
Survey Biodiversity Gunung Menaliq| 59
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.
IUCN. 2018. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2017-3. <www.iucnredlist.org>. Diakses tanggal 10 Januari 2018.
Kessler, P. J. A. 2000. Secondary Forest Trees of Kalimantan, Indonesia – A Manual to 300 Selected Species. MOFEC – Tropenbos – Kalimantan Project.
Kessler, P. J. A. dan Sidiyasa, K. 1999. Pohon-pohon Hutan Kalimantan Timur – Pedoman Mengenal 280 Jenis Pohon Pilihan di Daerah Balikpapan – Samarinda. MOFEC – Tropenbos – Kalimantan Project.
Krebs, C. J. 1985. Ecology: Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Philadelphia: Harper and Row Publisher.
Kusuma, L. 2012. Status Konservasi Menurut IUCN RED LIST. http://leo4kusuma.blogspot.co.id/. Accesed on Januari 10, 2018.
Kuswana, C. dan Susanti S. 2015. Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan Alami di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Jurnal Silvikultur Tropika. 5 (3): 210 – 217
MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, H. dan Mangalik, A. 2000. Ekologi Kalimantan.Seri Ekologi Indonesia Buku III. Prenhallindo. Jakarta.
Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. USA: Princeton University Press.
Mansur, M. 2006. Nepenthes Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya, Jakarta.
Meyer H. A., dan Stevensonand, D. 1961. Forest Management 2nd Edition. New York: The Ronald Press Company.
Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Yanti R. Koestoer. Yogyakarta: Universitas Indonesia Press.
Moy, M. S., Novriyanti, R. Hermawan, dan S.D. Azahra. 2013. Analisis Berbagai Indeks Keanekaragaman (Diversitas) Tumbuhan di Beberapa Ukuran Petak Contoh Pengamatan. Mahasiswa Pascasarjana, Konservasi Biodiversitas Tropika, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Mueller-Dombois, D. and Ellenberg, H. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. New York: John Willey and Sons, inc.
Newton, A., Oldfield, S., Fragoso, G.., Mathew, P., Miles, L. and Edwards, M. 2003. Towards a Global Tree Conservation Atlas. UNEPWCMC/ FFI.
Ngatiman dan Budiono, M. 2009. Jenis-jenis Gulma pada Hutan Tanaman Dipterocarpa di Kalimantan Timur. Balai Besar Penelitian Dipterocarpa, Samarinda.
Odum, E. P. 1996. Dasar-dasar ekologi (T. Samingan, Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Purwaningsih. 2011. Eksplorasi Tumbuhan di Daerah Konservasi Perkebunan Kelapa Sawit REA-Kaltim – Konservasi Tumbuhan Tropika: Kondisi Terkini dan Tantangan ke Depan – Prosiding Seminar. UPT Balai Konservasi Tumbuhan, Cibodas.
Resosoedarmo, S., Kartawinata, K. & A. Soegiarto. 1989. Pengantar Ekologi. Penerbit Ramadja Karya. Bandung.
Richards, P. W. 1964. The Tropical Rain Forest: An Ecological Study. Cambridge: Cambridge University Press.
Sidiyasa, K. 2015. Jenis – jenis Pohon Endemik Kalimantan. Balai penelitian Dipterocarpaceae Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam. Samboja.
Slik, J. W. F. 2001. Macaranga and Mallotus (Euphorbiaceae) as Indicator for Disturbance in the Lowland Dipterocarp Forests of East kalimantan, Indonesia. MOF – Tropenbos – Kalimantan Programe.
Slik, J. W. F. 2009. Plants of Southeast Asia. http://www.asianplant.net/, diakses tanggal 10 Januari 2018.
Suin, N. M. 1999, Metoda Ekologi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan : Jakarta
Susanti, S. 2014. Komposisi jenis dan struktur tegakan regenerasi alami dihutan pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Skripsi mahasiswa, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Takahata, S. 1996. Illustrated Plant List of Pusrehut. East & West Corporation, Jakarta.
Whitmore, T. C. 1975, Tropical Rain Forests of the Far East (Capter Two Forest Structure). Edisi 1. Oxford University Press, Oxford
Whitmore, T. C. 1984. Tropical rain forest of the Far East. (2and ed.). Glarendom Press. Oxford.
Wijana, N. 2014. Metode Analisis Vegetasi. Penerbit Plantaxia, Yogyakarta.