Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan primer bagi manusia, dimana makanan tersebut mengandun zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Di era modern ini, bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman. Zat pewarna ini bisa didapat dari zat pewarna alami ataupun sintetik. Kadar zat warna dan jenisnya sangat berpengaruh pada hasil pewarnaan serta keamanan makanan itu sendiri. Kadang-kadang pengusaha nakal menggunakan pewarna bukan pewarna yang ditujukan untuk makanan, melainkan menggunakan pewarna tekstil yang sangat dilarang keras terkonsumsi oleh tubuh karena efek toksik yang bisa didapat. Hal ini dilakukan semata-mata demi mendapat keuntungan berlebih. Untuk itu diperlukan metode analisis yang tepat untuk memudahkan pengujian keberadaan pewarna buatan dalam makanan atau minuman. Hal ini dilakukan untuk memberikan jaminan
23

Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Dec 28, 2015

Download

Documents

Sutar LF

Don't Reupload please
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makanan adalah salah satu kebutuhan primer bagi manusia, dimana makanan tersebut

mengandun zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan

yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan.

Di era modern ini, bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari

berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen berlomba-lomba untuk menarik

perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman.

Zat pewarna ini bisa didapat dari zat pewarna alami ataupun sintetik. Kadar zat warna

dan jenisnya sangat berpengaruh pada hasil pewarnaan serta keamanan makanan itu sendiri.

Kadang-kadang pengusaha nakal menggunakan pewarna bukan pewarna yang ditujukan

untuk makanan, melainkan menggunakan pewarna tekstil yang sangat dilarang keras

terkonsumsi oleh tubuh karena efek toksik yang bisa didapat. Hal ini dilakukan semata-mata

demi mendapat keuntungan berlebih.

Untuk itu diperlukan metode analisis yang tepat untuk memudahkan pengujian

keberadaan pewarna buatan dalam makanan atau minuman. Hal ini dilakukan untuk

memberikan jaminan keamanan bagi konsumen demi pemenuhina gizi dan kesehatan

tubuhnya.

1.2. Tujuan

Untuk menentukan adanya zat warna sintetis secara kualitatif

1.3. Manfaat

- Memastikan keamanan produk dan kesehatan untuk para konsumen

- Mencegah kecurangan produsen yang menyalahgunakan zat kimia berbahaya

- Memberi pengetahuan kepada konsumen dalam memilih produk yang baik

Page 2: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

BAB II

LANDASAN TEORI

ZAT PEWARNA

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor,

diantaranya adalah cita rasa, tekstur, nilai gizinya, serta sifat mikrobiologis. Tetapi, sebelum

faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil lebih dahulu dan

terkadang akan sangat menentukan. Zat warna makanan merupakan penentu nilai gizi suatu

bahan makanan. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat

digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran

atau pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.

Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan

makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama

proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar

kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat

pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada

makanan.

Pewarna makanan merupakan benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap

makanan yang diwarnainya. Tujuan pemberian warna dimaksudkan agar makanan terlihat

lebih berwarna sehingga menarik perhatian konsumen. Bahan pewarna umumnya berwujud

cair dan bubuk yang larut air.

Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat kalori meter, spektro

fotometer atau alat-alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat-alat

tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang tembus cahaya seperti sari

buah, bir, atau warna hasil ekstraksi. Untuk bahan bukan cairan atau padatan, warna dapat

diukur dengan membandingkannya terhadap warna standar yang digambarkan dalam angka-

angka.

Page 3: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Ada lima sebab yang dapat menyebabakan suatu bahan makanan berwarna:

a. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan tumbuhan, misalnya klorofil

yang berwarna hijau, karoten yang berwana jingga dan mioglobin yang menyebabkan

warna merah pada daging

b. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan, sehingga akan membentuk

warna coklat. Misalnya warna coklat pada kembang gula caramel atau roti yang

dibakar. 

c. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi maillrad, yaitu reaksi antara gugus

amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya, susu bubuk yang

disimpan lama akan berwarna gelap. 

d. Reaksi antara senyawa organic dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau

coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim. Misalnya,

warna gelap pada permukaan apel atau kentang yang dipotong. 

e. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik, yang

termasuk dalam golongan bahan aditif makanan. 

Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya daun suji, atau daun

pandan untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning. Dan seiring dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka saat ini juga telah ditemukan suatu

zat warna sintetis yang penggunaannya lebih praktis dan harganya yang juga lebih murah.

Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk

dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.

Semua zat pewarna alami dapat digunakan dalam pengolahan pangan, tetapi tidak

begitu dengan pewarna sintetis. Pewarna sintetis yang biasa digunakan dalam pengolahan

pangan biasa di sebut dengan  Food Colour.

a. Pewarna Alami

Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,

hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan

untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap

lebih aman daripada zat warna sintetis.

Warna makanan dapat disebabkan oleh pigmen alam atau pewarna yang

ditambahkan. Pigmen alam adalah segolongan senyawa yang berasal dari hewan atau

tumbuhan. Pigmen alam mencakup pigmen yang sudah terdapat dalam makanan dan

pigmen yang terbentuk pada pemanasan, penyimpanan, atau pengolahan. Masing –

Page 4: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

masing pigmen warna mempunyai kestabilan yang berbeda terhadap kondisi

pengolahan.

Umumnya zat warna alam terbentuk dari kombinasi tiga unsur, yaitu karbon,

hidrogen dan oksigen, tetapi ada beberapa zat warna yang mengandung unsur lain

seperti nitrogen pada indigotin dan magnesium pada klorofil. Jaringan tumbuhan seperti

bunga, batang, kulit, kayu, biji, buah, akar dan kayu mempunyai warna – warna

karakteristik yang disebut pigmen dalam botani.

Banyak warna cemerlang yang dimiliki oleh tanaman dan hewan yang dapat

digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami juga dapat

menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, kobalamin), berfungsi sebagai

bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya.

Saat ini, sudah terdapat banyak pewarna olahan yang awalnya menggunakan

pewarna sintetik, kemudian berpindah menjadi pewarna alami. Contohnya adalah

serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetik FD & C No.2. Namun, penggantian

dengan pewarna alami secara keseluruhan masih harus menunggu para ahli untuk dapat

menghilangkan kendala, seperti bagaimana menghilangkan rasa beet-nya, mencegah

penggumpalan dalam penyimpanan, dan menjaga kestabilan dalam penyimpanan.

Page 5: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Bila dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis, penggunaan pewarna alami

mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain :

Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan

Konsentrasi pigmen rendah

Stabilitas pigmen rendah

Keseragaman warna kurang baik

Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.

Beberapa contoh pewarna alami :

Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun,

sehingga sering disebut zat warna hijau daun.

Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.

Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah

orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara

lain, tomat, cabe merah, wortel.

Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet

biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.

b. Pewarna Sintetis

Pada pengolahan makanan modern, bahan pewarna sering ditambahkan dengan

tujuan memperbaiki warna dari bahan makanan atau untuk memperkuat warna asli dari

bahan makanan tersebut. Awalnya makanan diwarnai dengan zat warna alami yang

diperoleh dari tumbuhan, hewan atau mineral, akan tetapi proses untuk memperoleh zat

warna alami adalah mahal. Selain itu, zat warna alami umumnya tidak stabil terhadap

pengaruh cahaya dan panas sehingga tidak cocok untuk digunakan dalam industry

makanan. Suatu zat pewarna sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian

sebelum digunakan sebagai zat pewarna makanan yang dikenal dengan proses

sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi,dan

analisis media terhadap zat warna tersebut. Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya

dikenal sebagai permitted color atau certified color.

Keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap

berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang

warna yang luas, lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan

Peraturan mengenai zat warna dalam makanan telah ditetapkan oleh masing –

masing negara, dengan tujuan antara lain untuk menjaga kesehatan dan keselamatan

Page 6: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

rakyat dari hal – hal yang dapat timbul karena pemakaian zat warna tertentu yang dapat

membahayakan kesehatan. Peraturan di suatu negara berbeda dengan negara lainnya,

suatu zat warna yang dilarang di suatu negara belum tentu dilarang oleh negara lainnya.

Aturan penggunaan zat pewarna di Indonesia diatur dalam SK mentri kesehatan

RI tanggal 22 Oktober 1973 No 11332/A/SK/73

Zat warna sintetis yang dilarang di Indonesia diatur dalam peraturan Menkes RI

tanggal 19 Juni 1979, No. 235/Menkes/Per/VI/79.

Page 7: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Saat ini, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang

bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit digunakan sebagai pewarna

bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu

logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain

disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan

disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan

harga zat pewarna untuk pangan.

Hal ini disebabkan karena bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih

tinggi daripada zat pewarna bahan nonpangan. Lagipula, warna dari zat pewarna tekstil

atau kulit biasanya lebih menarik. Pewarna dicampur dalam makanan untuk

menimbulkan warna tertentu yang diharapkan dapat membangkitkan selera. Namun

sayangnya, tidak banyak tersedia zat pewarna seperti yang diharapkan.

Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian

asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat

lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai

produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan

sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang

berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen

Page 8: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

tidak boleh lebih dari 0,00014 % dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 %, sedangkan

logam berat lainnya tidak boleh ada.

Pemakaian zat warna oleh industri pangan jumlahnya boleh dikatakan tidak

begitu banyak, yaitu biasanya tidak lebih dari 100 mg per kg produk. Pemakaian zat

warna sintetis dalam industri pangan ini bergantung pada jenis dari makanan atau

minuman itu sendiri.

Berikut adalah beberapa jenis pewarna sintetis/buatan yang populer dan efek

sampingnya yang ditimbulkan:

Tartrazine (E102 atau Yellow 5)

Pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan.

Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1-10 dari

10.000 orang, Tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria

(ruam kulit). Rhinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam). Intoleransi

ini lebih umum pada penderita asma atau orang yang sensitive terhadap

aspirin. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX88

ditetapkan bahwa zat warna yang diizinkan dalam makanan dan minuman

adalah batas 300 mg/kg atau 0.3 mg/g.

Sunset Yellow (E110, Orange Yellow/Yellow 6)

Pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan

kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk

sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna adiktif ini dapat menimbulkan

urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual dan muntah.

Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)

Pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk selai,

kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas

pada anak, pewarna ini dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa

Negara.

Allura Red (E129)

Pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan pada permen dan

minuman. Pewarna ini sudah banyak dilarang di banyak Negara.

Quinoline Yellow (E104)

Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan

minuman energy. Zat ini sudah dilarang di banyak Negara karena dianggap

maningkatkan resiko hiperaktivitas dan serangan asma.

Page 9: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Ciri-ciri makanan yang mengandung pewarna sintetis

Warna makanan terlihat cerah dan mencolok

Ada sedikit rasa pahit terutama pada sirup atau limun

Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengkonsumsinya

Baunya tidak alami sesuai makanannya

Warna menempel pada kulit atau lidah

PENENTUAN ZAT WARNA SINTETIK MENGGUNAKAN SERAT WOOL

Serat wool dapat digunakan untuk analisis warna karena sifatnya yang dapat

mengabsorbsi zat warna baik asam maupun basa. Serat wool mengandung protein amfoter

yang mempunyai afinitas terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam.

Proses yang dapat dilakukan adalah proses pencelupan, dimana pencelupan pada

umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna ke dalam air atau medium

lain, kemudian memasukkan wool ke dalam larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat

warna. Penyerapan zat warna tersebut merupakan reaksi eksotermik dan reaksi

keseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya

ditambahkan ke dalam larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga diperoleh

warna yang dikehendaki.

Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam pencelupan akan terjadi tiga tahapan:

Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak, pada

suhu tinggi gerakan molekul lebih cepat kemudian wool dimasukkan ke dalam larutan

celup. Wool dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga dalam tahap

ini terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik oleh wool atau

tertolak menjauhi wool. Oleh karena itu perlu penambahan zat pembantu untuk

mendorong warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama

tersebut sering disebut zat warna dalam larutan.

Tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang cukup besar dapat

mengatasi gaya-gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut

dapat terserap menempel pada permukaan serat. Peristiwa ini disebut adsorbsi.

Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah

penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat. Tahap ketiga merupakan

proses yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan

kecepatan celup.

Page 10: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Pencelupan serat wool dapat digambarkan sebagai berikut:

Gugusan amina dan karboksil pada serat di dalam larutan akan terionisasi. Bila ke

dalamnya ditambahakan suatu asam maka ion hidrogen langsung diserap oleh wool dan

menetralkan ion karboksilat sehingga serat wool akan bermuatan positif yang kemudian

langsung menyerap anion asam.

Pada tahap selanjutnya anion zat warna yang bergerak lebih lambat karena molekul

lebih besar akan masuk ke dalam serat dan mengganti kedudukan anion asam. Hal tersebut

mungkin terjadi karena selain penarikan oleh muatan yang berlawanan juga terjadi gaya-gaya

non polar.

Reagen Pewarna

NaOH : bersifat basa, biasanya warna yang dihasilkan sebagai indicator adalah selain

warna merah dan untuk mengetahui sifat basa dan sebagai indicator pewarna alami,

sehingga apabila sampel makanan yang diuji ditambahkan NaOH menghasilkan

perubahan warna merah dikatakan sampel menggunakan pewarna sintetis

HCl : bersifat asam, biasanya warna yang dihasilkan sebagai indicator adalah selain

kuning, sehingga apabila sampel makanan yang diuji ditambahkan HCl menghasilkan

perubahan warna kuning, dikatakan sampel menggunakan pewarna sintetis.

BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan

Bahan

Produk Minuman “Ale-ale”

HCL encer (1:9)

Page 11: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Alat

Gelas Ukur

Pipet Tetes

Cawan

Beaker Gelas

3.2. Cara Kerja

1. 30-50 ml sampel cairan diasamkan sedikit dengan larutan HCl encer. Jika padatan, 25

g sampel dicampur dengan air kemudian dihomogenkan baru diambil 30-50 ml seperti

diatas.

2. Benang wool dikeringkan (20 cm) ke dalam larutan, dan didihkan selama 30 menit.

3. Benang wool diangkat dan dicuci dengan akuades.

4. Benang wool dikeringkan menggunakan Hair Drayer dan dipotong menjadi 4 bagian.

5. Keempat potongan benang wool diletakkan di atas cawan. Masing-masing ditetesi

dengan NaOH 10%, HCl pekat, H2SO4 pekat dan NH4OH 12%.

6. Perubahan warna yang terjadi diamati dan dibandingkan dengan standar daftar warna

(terlampir).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Bahan

Produk Minuman “Ale-ale”

HCL encer (1:9)

Page 12: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Pereaksi Benang wool 1 Benang wool 2 Benang wool 3 Benang wool 4

NaOH 10% putih putih putih putih

HCl pekat putih putih putih putih

NH4OH 12% putih putih putih putih

H2SO4 pekat putih putih putih putih

4.2. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, dilakukan uji terhadap standar pewarna untuk melihat

perubahan warna yang terjadi sebagai control positif. Standar pewarna yang digunakan

adalah pewarna Rhodamine B. Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum

digunakan sebagai pewarna tekstil yang dilarang penggunaannya pada makanan dan

dinyatakan sebagai bahan yang berbahaya menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

722/Menkes/Per/IX/1988 tentang zat warna yang dinyatakan berbahaya dan dilarang di

Indonesia. Rhodamin B dilarang digunakan dalam produk makanan karena penggunaan

Rhodamin B dalam waktu lama dan jumlah yang banyak pada manusia dapat menyebabkan

gangguan fungsi hati atau kanker hati dengan cara menumpuk dilemak yang lama kelamaan

jumlahnya terus bertambah didalam tubuh. Bila mengkonsumsi makanan berwarna yang

mengandung Rhodamin B, urine akan berwarna merah atau merah muda

Pertama tama standar rhodamin diambil 10 ml lalu diasamkan dengan sedikit larutam

HCl encer. Penambahan HCl encer ini bertujuan untuk mengekstraksi zat warna. Setelah itu,

ke dalam larutan dimasukkan benang wool dan didihkan selama 30 menit. Benang wool yang

digunakan bertujuan sebagai media untuk menarik zat warna. Sedangkan suhu yang

digunakan adalah untuk membantu proses penarikan zat warna. Setelah 30 menit, benang wol

dicuci dengan quadest lalu dipotong menjadi 4 bagian dan masing masing ditetesi dengan

NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH 12%, dan H2SO4 pekat untuk mengidentifikasi

perubahannya. Lalu amati perubahan yang terjadi dan bandingkan dengan ketentuan

perubahan warna yang ada di literature.

Dari uji yang dilakukan, didapatkanlah hasil perubahan warna menjadi oranye saat

ditambahkan dengan asam asam pekat (H2SO4 pekat dan HCl pekat). Data ini sesuai dengan

Page 13: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

data yang terdapat di literature di mana rhodamine B apabila ditambahkan dengan asam asam

pekat akan berubah menjadi kekuningan sampai dengan oranye. Sementara saat ditambahkan

dengan basa, pada sepotng benang berubah menjadi merah muda dan putih. Hal ini tidak

sesuai dengan ketentuan yang ada pada literature. Karena seharusnya warna benang berubah

menjadi biru.

Identifikasi dengan menggunakan penarikan zat warna dengan benang wool adalah

karena pada benang wool, terdapat gugus polar yang dapat menyerap zat warna. Hal ini

dikarenakan benag wol didapatka dari bulu domba yang mengandung protein. Pada dasarnya,

analisa akna lebih baik digunakan dengan bulu domba, karena kandungan proteinnya

yangbanyak dan akan menunjukkan tingkat sensitifitas analisa yang lebih tinggi.

Pada praktikum, terdapat hasil menyimoang saat penetesan dengan basa, hal ini bisa

terjadi akibat ketidakmampuan benang wool dalam menyerap reagen reagen yang bersifat

basa. Sehingga hasil yang ditunjukkan berbeda dengan hasil yang sesungguhnya.

Ketidakmampuan reagen untuk menyerap zat basa bisa terjadi karena kurang sensitifnya

benang wol yang merupakan bahan sintetis, atau bisa juga terjadi karena adanya kerusakan

dari zat rhodamin sendiri maupun reagen basanya.

Pada praktikum penentun zat warna sintesis kelompok kami menggunakan sampel

minuman ale-ale. Warna dari minuman ini adalah orange. Pertama kali, sampel cairan

diambil 30 ml diasamkan sedikit dengan larutan HCl encer. Kemudian benang wool

dimasukkan (20 cm) ke dalam larutan, dan didihkan selama 30 menit. Kemudian benang

wool diangkat dan dicuci dengan aquades. Setelah itu, dikeringkan dan dipotong menjadi 4

bagian. Keempat potongan benang wool ditempatkan di atas cawan. Masing-masing dengan

NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH 12%, H2SO4 pekat. Perubahan warna yang terjadi diamati,

dibandingkan dengan standar daftar warna yan terlampir.

Penggunaan benang wool karena pada serat wool memiliki sifat mengabsropsi zat

warna asam maupun basa. Serat mengandung protein amfoter yang mempunyai afinitas

terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam. Tetapi, seharusnya untuk

mengabsropsi warna minuman digunakan bulu domba. Karena pada bulu domba memiliki

protein yang lebih banyak daripada benang wool, sehinga penyerapan warna akan lebih baik.

Page 14: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Pada saat pencucian dengan aquades, warna yang terabsrobsi di benang wool hilang.

Sehingga, hasil yang didapatkan dari 4 benang wool yang dipotong mengahasilkan negatif

yaitu tidak terjadi perubahan warna.

Penentuan zat pewarna sintetis pada minuman, karena banyak produsen yang

menyalahgunakan pemakaian zat pewarna tektil dan kulit untuk makanan ataupun minuman.

Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena ada residu logam berat pada zat pewarna

tersebut. Pada minuman ale-ale yang diamati, pada kemasan dituliskan mengandung

tartarazin. FD&C No.5 (tartarazine) merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah

larut dalam air, menghasilkan larutan kuning keemasan. Tartazine tahan terhadap cahaya,

asam asetat, HCL, dan NaOH 10%, NaoH 30 % akan menjadikan warna berubah kemerah-

kemerahan. Tartarazine merupakan golongan dye dimana pewarna pada golongan ini sudah

disertifikasi dan spesifikasi oleh FDA. Pewarna tartrazin juga diperbolehkan oleh BPOM RI

dengan kode tartrazin CI no. 19140. Namun, pada praktikum tidak terjadi perubahan warna

kemerahan yang tertera diatas. Menurut Peratutan Kepala BPOM RI, batas maksimum

pewarna sintesis tartrazine yang diperbolehkan pada minuman adala 300 mg/kg. Sedangkan

menurut FDA batas maksimumnya adalah 74,705.

BAB V

PENUTUP

Page 15: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Kesimpulan

Minuman ale-ale menggunakan pewarna sintesis yang diperbolehkan FDA dan BPOM RI

untuk minuman yaitu tartrazine.

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Laporan Idnetifikasi Zat Pewarna Dalam Makanan

Arisman. 2008. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: EGC

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi

Aksara.

deMan, J. 1997. Kimia Pangan. Bandung: ITB-Press

http://www.fda.gov/ForIndustry/ColorAdditives/RegulatoryProcessHistoricalPerspectives/

Perataruran Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 37 tahun 2003, Tentang

Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna.

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama