BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan primer bagi manusia, dimana makanan tersebut mengandun zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Di era modern ini, bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman. Zat pewarna ini bisa didapat dari zat pewarna alami ataupun sintetik. Kadar zat warna dan jenisnya sangat berpengaruh pada hasil pewarnaan serta keamanan makanan itu sendiri. Kadang-kadang pengusaha nakal menggunakan pewarna bukan pewarna yang ditujukan untuk makanan, melainkan menggunakan pewarna tekstil yang sangat dilarang keras terkonsumsi oleh tubuh karena efek toksik yang bisa didapat. Hal ini dilakukan semata-mata demi mendapat keuntungan berlebih. Untuk itu diperlukan metode analisis yang tepat untuk memudahkan pengujian keberadaan pewarna buatan dalam makanan atau minuman. Hal ini dilakukan untuk memberikan jaminan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makanan adalah salah satu kebutuhan primer bagi manusia, dimana makanan tersebut
mengandun zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan
yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan.
Di era modern ini, bahan pewarna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari
berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Produsen berlomba-lomba untuk menarik
perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman.
Zat pewarna ini bisa didapat dari zat pewarna alami ataupun sintetik. Kadar zat warna
dan jenisnya sangat berpengaruh pada hasil pewarnaan serta keamanan makanan itu sendiri.
Kadang-kadang pengusaha nakal menggunakan pewarna bukan pewarna yang ditujukan
untuk makanan, melainkan menggunakan pewarna tekstil yang sangat dilarang keras
terkonsumsi oleh tubuh karena efek toksik yang bisa didapat. Hal ini dilakukan semata-mata
demi mendapat keuntungan berlebih.
Untuk itu diperlukan metode analisis yang tepat untuk memudahkan pengujian
keberadaan pewarna buatan dalam makanan atau minuman. Hal ini dilakukan untuk
memberikan jaminan keamanan bagi konsumen demi pemenuhina gizi dan kesehatan
tubuhnya.
1.2. Tujuan
Untuk menentukan adanya zat warna sintetis secara kualitatif
1.3. Manfaat
- Memastikan keamanan produk dan kesehatan untuk para konsumen
- Mencegah kecurangan produsen yang menyalahgunakan zat kimia berbahaya
- Memberi pengetahuan kepada konsumen dalam memilih produk yang baik
BAB II
LANDASAN TEORI
ZAT PEWARNA
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya adalah cita rasa, tekstur, nilai gizinya, serta sifat mikrobiologis. Tetapi, sebelum
faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil lebih dahulu dan
terkadang akan sangat menentukan. Zat warna makanan merupakan penentu nilai gizi suatu
bahan makanan. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran
atau pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama
proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar
kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat
pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan.
Pewarna makanan merupakan benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap
makanan yang diwarnainya. Tujuan pemberian warna dimaksudkan agar makanan terlihat
lebih berwarna sehingga menarik perhatian konsumen. Bahan pewarna umumnya berwujud
cair dan bubuk yang larut air.
Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat kalori meter, spektro
fotometer atau alat-alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat-alat
tersebut biasanya terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang tembus cahaya seperti sari
buah, bir, atau warna hasil ekstraksi. Untuk bahan bukan cairan atau padatan, warna dapat
diukur dengan membandingkannya terhadap warna standar yang digambarkan dalam angka-
angka.
Ada lima sebab yang dapat menyebabakan suatu bahan makanan berwarna:
a. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan tumbuhan, misalnya klorofil
yang berwarna hijau, karoten yang berwana jingga dan mioglobin yang menyebabkan
warna merah pada daging
b. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan, sehingga akan membentuk
warna coklat. Misalnya warna coklat pada kembang gula caramel atau roti yang
dibakar.
c. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi maillrad, yaitu reaksi antara gugus
amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya, susu bubuk yang
disimpan lama akan berwarna gelap.
d. Reaksi antara senyawa organic dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau
coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim. Misalnya,
warna gelap pada permukaan apel atau kentang yang dipotong.
e. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik, yang
termasuk dalam golongan bahan aditif makanan.
Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya daun suji, atau daun
pandan untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning. Dan seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka saat ini juga telah ditemukan suatu
zat warna sintetis yang penggunaannya lebih praktis dan harganya yang juga lebih murah.
Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk
dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.
Semua zat pewarna alami dapat digunakan dalam pengolahan pangan, tetapi tidak
begitu dengan pewarna sintetis. Pewarna sintetis yang biasa digunakan dalam pengolahan
pangan biasa di sebut dengan Food Colour.
a. Pewarna Alami
Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan
untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap
lebih aman daripada zat warna sintetis.
Warna makanan dapat disebabkan oleh pigmen alam atau pewarna yang
ditambahkan. Pigmen alam adalah segolongan senyawa yang berasal dari hewan atau
tumbuhan. Pigmen alam mencakup pigmen yang sudah terdapat dalam makanan dan
pigmen yang terbentuk pada pemanasan, penyimpanan, atau pengolahan. Masing –
masing pigmen warna mempunyai kestabilan yang berbeda terhadap kondisi
pengolahan.
Umumnya zat warna alam terbentuk dari kombinasi tiga unsur, yaitu karbon,
hidrogen dan oksigen, tetapi ada beberapa zat warna yang mengandung unsur lain
seperti nitrogen pada indigotin dan magnesium pada klorofil. Jaringan tumbuhan seperti
bunga, batang, kulit, kayu, biji, buah, akar dan kayu mempunyai warna – warna
karakteristik yang disebut pigmen dalam botani.
Banyak warna cemerlang yang dimiliki oleh tanaman dan hewan yang dapat
digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami juga dapat
menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, kobalamin), berfungsi sebagai
bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya.
Saat ini, sudah terdapat banyak pewarna olahan yang awalnya menggunakan
pewarna sintetik, kemudian berpindah menjadi pewarna alami. Contohnya adalah
serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetik FD & C No.2. Namun, penggantian
dengan pewarna alami secara keseluruhan masih harus menunggu para ahli untuk dapat
menghilangkan kendala, seperti bagaimana menghilangkan rasa beet-nya, mencegah
penggumpalan dalam penyimpanan, dan menjaga kestabilan dalam penyimpanan.
Bila dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis, penggunaan pewarna alami
mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain :
Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan
Konsentrasi pigmen rendah
Stabilitas pigmen rendah
Keseragaman warna kurang baik
Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.
Beberapa contoh pewarna alami :
Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun,
sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah
orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara
lain, tomat, cabe merah, wortel.
Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet
biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.
b. Pewarna Sintetis
Pada pengolahan makanan modern, bahan pewarna sering ditambahkan dengan
tujuan memperbaiki warna dari bahan makanan atau untuk memperkuat warna asli dari
bahan makanan tersebut. Awalnya makanan diwarnai dengan zat warna alami yang
diperoleh dari tumbuhan, hewan atau mineral, akan tetapi proses untuk memperoleh zat
warna alami adalah mahal. Selain itu, zat warna alami umumnya tidak stabil terhadap
pengaruh cahaya dan panas sehingga tidak cocok untuk digunakan dalam industry
makanan. Suatu zat pewarna sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian
sebelum digunakan sebagai zat pewarna makanan yang dikenal dengan proses
sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi,dan
analisis media terhadap zat warna tersebut. Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya
dikenal sebagai permitted color atau certified color.
Keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan terhadap
berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan memiliki rentang
warna yang luas, lebih murah dan lebih mudah untuk digunakan
Peraturan mengenai zat warna dalam makanan telah ditetapkan oleh masing –
masing negara, dengan tujuan antara lain untuk menjaga kesehatan dan keselamatan
rakyat dari hal – hal yang dapat timbul karena pemakaian zat warna tertentu yang dapat
membahayakan kesehatan. Peraturan di suatu negara berbeda dengan negara lainnya,
suatu zat warna yang dilarang di suatu negara belum tentu dilarang oleh negara lainnya.
Aturan penggunaan zat pewarna di Indonesia diatur dalam SK mentri kesehatan
RI tanggal 22 Oktober 1973 No 11332/A/SK/73
Zat warna sintetis yang dilarang di Indonesia diatur dalam peraturan Menkes RI
tanggal 19 Juni 1979, No. 235/Menkes/Per/VI/79.
Saat ini, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang
bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit digunakan sebagai pewarna
bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain
disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan
disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan
harga zat pewarna untuk pangan.
Hal ini disebabkan karena bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih
tinggi daripada zat pewarna bahan nonpangan. Lagipula, warna dari zat pewarna tekstil
atau kulit biasanya lebih menarik. Pewarna dicampur dalam makanan untuk
menimbulkan warna tertentu yang diharapkan dapat membangkitkan selera. Namun
sayangnya, tidak banyak tersedia zat pewarna seperti yang diharapkan.
Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian
asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai
produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan
sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang
berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen
tidak boleh lebih dari 0,00014 % dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 %, sedangkan
logam berat lainnya tidak boleh ada.
Pemakaian zat warna oleh industri pangan jumlahnya boleh dikatakan tidak
begitu banyak, yaitu biasanya tidak lebih dari 100 mg per kg produk. Pemakaian zat
warna sintetis dalam industri pangan ini bergantung pada jenis dari makanan atau
minuman itu sendiri.
Berikut adalah beberapa jenis pewarna sintetis/buatan yang populer dan efek
sampingnya yang ditimbulkan:
Tartrazine (E102 atau Yellow 5)
Pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan.
Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1-10 dari
10.000 orang, Tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria