I. JUDUL PRAKTIKUM PENGAMATAN MORFOMETRI DAN HISTOLOGI SIRIP KAUDAL IKAN WADER PARI (Rasbora lateristriata Bleeker) MELALUI METODE PARAFIN DAN PEWARNAAN TULANG. II. LATAR BELAKANG Histologi berasal dari kata histo dan logos. Histo berarti jaringan dan logos berarti ilmu sehingga histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sel, organ dan jaringan tubuh secara mikroskopik. Histologi sangat diperlukan dalam mempelajari struktur jaringan normal suatu organ atau alat tubuh lain baik struktur anatomi maupun fisiologi. Struktur jaringan normal atau abnormal dapat dipelajari dengan mikroskop dalam bentuk preparat jaringan. Preparat ini dibuat melalui proses pengolahan jaringan sampai didapatkan preparat yang telah diwarnai. Struktur histologi dapat terlihat dengan jelas sehingga memudahkan pembacaan jaringan. Pembuatan preparat sediaan histologi dilakukan melalui beberapa tahap yaitu persiapan, pengolahan, pengirisan dan pewarnaan jaringan. Ikan merupakan hewan air yang memiliki bentuk, ukuran dan warna yang berbeda tergantung dari spesies dan dimana dia hidup atau beradaptasi dengan lingkungannya. Ciri pada ikan berbeda-beda yang biasa disebut ciri morfometrik dan meristik. Ikan memiliki bentuk dan ukuran tertentu dan berbeda antara ikan yang satu dengan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa ada spesifikasi tertentu pada karakteristik, bentuk dan ukuran tubuh ikan di alam. Analisa 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. JUDUL PRAKTIKUM
PENGAMATAN MORFOMETRI DAN HISTOLOGI SIRIP KAUDAL IKAN WADER
PARI (Rasbora lateristriata Bleeker) MELALUI METODE PARAFIN DAN
PEWARNAAN TULANG.
II. LATAR BELAKANG
Histologi berasal dari kata histo dan logos. Histo berarti jaringan dan logos berarti
ilmu sehingga histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sel, organ dan jaringan
tubuh secara mikroskopik. Histologi sangat diperlukan dalam mempelajari struktur
jaringan normal suatu organ atau alat tubuh lain baik struktur anatomi maupun fisiologi.
Struktur jaringan normal atau abnormal dapat dipelajari dengan mikroskop dalam bentuk
preparat jaringan. Preparat ini dibuat melalui proses pengolahan jaringan sampai
didapatkan preparat yang telah diwarnai. Struktur histologi dapat terlihat dengan jelas
sehingga memudahkan pembacaan jaringan. Pembuatan preparat sediaan histologi
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu persiapan, pengolahan, pengirisan dan pewarnaan
jaringan.
Ikan merupakan hewan air yang memiliki bentuk, ukuran dan warna yang berbeda
tergantung dari spesies dan dimana dia hidup atau beradaptasi dengan lingkungannya. Ciri
pada ikan berbeda-beda yang biasa disebut ciri morfometrik dan meristik. Ikan memiliki
bentuk dan ukuran tertentu dan berbeda antara ikan yang satu dengan yang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa ada spesifikasi tertentu pada karakteristik, bentuk dan ukuran tubuh
ikan di alam. Analisa morfometri merupakan suatu analisis atau pengamatan terhadap
morfologi ikan tersebut (Effendie, 1997).
Ikan wader secara umum tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia (Sumatera,
Jawa, Bali, Kalimantan, dan Lombok) sedangkan di negara lain juga banyak tersebar di
Asia seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, Brunei Darussalam, India
hingga disebagian Cina. Ikan wader termasuk dalam family Cyprinidae yang mempunyai
berbagai macam jenis. Diperkirakan di alam ini terdapat lebih dari seratus jenis spesies
wader dari sekitar belasan genus. Beberapa jenis ikan wader yang banyak dikenal adalah
wader pari (Rasbora lateristriata Bleeker).
Pada praktikum ini ikan wader yang digunakan adalah ikan wader pari (Rasbora
lateristriata Bleeker). namun salah satu ikan wader yang diamati memiliki kelainan pada
sirip kaudal sehingga perlu Pengamatan Morfometri Dan Histologi Sirip Kaudal Ikan
1
Wader Pari (Rasbora Lateristriata Bleeker) Melalui Metode Parafin Dan Pewarnaan
Tulang.
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada praktikum yang dilakukan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi ikan wader pari yang dipotong sirip kaudalnya.
2. Bagaimana teknik pengamatan morfometri dan histologi sirip kaudal ikan Wader Pari
(Rasbora lateristriata bleeker) melalui metode parafin dan pewarnaan tulang.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik pengamatan morfometri
dan histologi sirip kaudal ikan Wader Pari (Rasbora lateristriata bleeker) melalui metode
parafin dan pewarnaan tulang.
2
III. LANDASAN TEORI
A. Ikan Wader Pari (Rasbora lateristriata Bleeker)
Ikan wader pari (Rasbora lateristriata Bleeker) merupakan ikan air tawar yang
sering ditemukan hidup berkelompok di dasar sungai-sungai kecil berbatu yang berarus
sedang dengan kisaran suhu antara 22° - 24°C dan pH perairan anta ra 6,0 – 6,5 (Hartoto,
1986 cit. Hartoto & Mulyana, 1996; Froese & Pauly, 2010). Ikan tersebut memiliki sebaran
yang cukup luas di daerah tropis, terutama di kawasan Asia Tenggara. Kottelat et al. (1993)
menunjukkan bahwa Rasbora lateristriata di Indonesia tersebar di wilayah Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Bali dan Lombok.
Wader mempunyai berbagai nama lokal, untuk daerah Jawa dikenal dengan
sebutan wader pari, lunjar pari atau lunjar andong, untuk daerah Betawi dikenal sebagai
cecerah atau ikan cere, untuk daerah Sunda dikenal sebagai paray, sedangkan untuk daerah
Sumatera dikenal sebagau pantau atau seluang dan di daearah Kalimantan dikenal sebagai
seluang. Dalam bahasa inggris, ikan ini dikenal sebagai silver rasbora, sedangkan dalam
bahasa Malaysia disebut juga sebagai bunting, londoi, seluang atau wader pari
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010).
Beberapa ikan pari wader di wilayah tertentu memilih memijah pada saat musim
penghujan dikarenakan pada waktu tersebut kondisi lingkungan atau perairan bersih, jernih
serta segar, suhu air yang cukup rendah, tinggi permukaan air yang rendah, dan arus yang
tidak terlalu cepat, hal ini lah yang menjadi faktor ikan wader pari untuk melakukan
pemijahan. Pemijahannya membutuhkan kondisi kualitas air yang sesuai, umumnya terjadi
pada musim pancaroba. Wader pari akan memilih pasangan mijah yang sesuai dan
pemijahan terjadi selama beberapa hari. Telur yang telah dibuahi diletakkan di atas
substrat atau melekat pada tumbuhan air dan akan menetas menjadi larva setelah 24- 30
jam (Sterba, 1989).
Ahmad dkk, 2011 menyatakan secara morfologi ikan ini mudah dikenal dari bentuk
badan yang panjang dan agak pipih pada bagian perutnya sedang bagian punggungnya
menggembung. Mulutnya menengadah dengan celah tidak terlalu panjang, Badannya pada
bagian punggung berwarna agak hitam mengkilat, bersisik kehitaman yang menutupi
bagian atas badannya. Separuh yang bagian bawah badannya berwarna agak cerah dan di
dalam air agak mengkilat keperakan. Pada bagian samping tubuhnya dengan jelas terdapat
garis hitam tebal mulai dari tutup insang sampai ke permukaan ekornya. Ikan tersebut
3
memiliki gurat sisi yang lengkap dengan 29 - 33 sisik berpori hingga mencapai ekor
dengan 7 baris sisik antara gurat sisi dengan pertengahan batang ekor (caudal peduncle).
Tepi sirip ekor wader pari berwarna kehitaman (Kottelat dkk., 1993).
Ikan wader pari merupakan salah satu jenis ikan yang ditemukan di sungai
Ngrancah yang mengalir dari lereng Gunung Turgo menuju Waduk Sermo. Sungai tersebut
membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Ngrancah yang merupakan daerah tangkapan
hujan (catchment area) bagi Waduk Sermo yang meliputi areal seluas 19,3106 km2 di
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (Suharno, 1999). Ikan wader pari
merupakan alternatif sumber protein yang penting bagi masyarakat sekitar sebagai ikan
konsumsi dengan cita rasa daging yang lezat (Djumanto et al., 2008).
B. Pewarnaan Tulang
Tulang merupakan komponen utama dalam kerangka tubuh. Tulang merupakan
bentuk khusus dari jaringan penyambung padat, tulang membantu rangka tubuh dengan
kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai perlekatan otot serta penyokong tubuh
melawan gravitasi (Subowo, 1992).
Pembentukan tulang terjadi dengan dua cara. Cara pertama yaitu osifikasi intra
membran (membranous) di mana tulang terbentuk melalui konversi langsung dari jaringan
mesenkim menjadi jaringan tulang. Atau dapat dikatakan pembentukan tulang dengan jalan
transformasi jaringan pengikat fibrosa. Cara yang kedua yaitu osifikasi endokondral, yakni
pembentukan tulang di mana sel-sel mesenkim berdiferensiasi terlebih dahulu menjadi
kartilago (jaringan rawan) kemudian berubah menjadi jaringan tulang (Junquiera and
Carneiro, 1982).
C. Metode Parafin
Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan
menggunakan paraffin sebagai media embedding dengan tebal irisan kurang lebih
mencapai 6 µm-8 µm. Metode in imemiliki irisan yang lebih tipis dibandingkan dengan
menggunakan metode beku atau metode seloidin yang tebal irisannya kurang lebih
mencapai 10 µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu
metode parafin juga memiliki kejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah
patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan, dan sebagian besar
enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode ini (Gunarso 1986).
4
Metode parafin memiliki langkah-langkah penting dalam metode ini antara lain
pewarnaan, dan penutupan. Larutan fiksasi yang digunakan untuk proses fiksasi adalah
larutan Bouine. Larutan fiksasi ini merupakan larutan yang mampu bereaksi dan menandai
suatu sel dengan spesimen diiris setipis mungkin. Hal ini sangat mendukung laju fiksasi
dalam sel (Dasumiati 2008).
Kualitas preparat skeleton dipengaruhi oleh tahap-tahap yang dilakukan
diantaranya yaitu tahap pencucian, pada proses inilah yang membedakan pembuatan
preparat pada tumbuhan dan hewan, jika pada tumbuhan dapat hanya menggunakan
aquadest namun pada hewan harus digunakan larutan khusus, hal ini dikarenakan jaringan
hewan lebih cepat mengalami dehidrasi yang merusak jaringan, sehingga perlu secepat
mungkin dimasukan ke dalam larutan fisiologis sebagai fiksasi sementara.
Fiksasi merupakan suatu proses yang sangat penting, hal ini dikarenakan proses ini
berfungsi untuk mempertahankan jaringan atau struktur yang lainya agar tidak mengalami
perubahan. Menurut pendapat Kurniawan (2010) bahwa fiksasi berfungsi untuk
mempertahankan bentuk jaringan sedemikian rupa sehingga perubahan-perubahan bentuk
atau struktur sel atau jaringan yang mungkin terjadi hanya sekecil mungkin. Selain itu
fiksasi berguna untuk meningkatkan indeks bias jaringan sehingga jaringan dapat terwarnai
dengan baik. Hal ini karena proses fiksasi dengan membunuh sel tanpa mengubah posisi
organel yang ada di dalamnya, dan juga untuk menghilangkan air yang ada dalam sel dan
memperoleh hasil yang sempurna pada proses infiltrasi dan juga agar alkohol tersebut
dapat menyerap air sedikit demi sedikit supayadapat menjaga agar tidak terjadi perubahan
yang tiba-tiba terhadap jaringan.
D. Morfometri
Morfometri adalah suatu studi yang bersangkutan dengan variasi dan perubahan
dalam bentuk (ukuran dan bentuk) dari organisme, meliputi pengukuran panjang dan
analisis kerangka suatu organisme. Studi morfometri didasarkan pada sekumpulan data
pengukuran yang mewakili variasi bentuk dan ukuran ikan. Dalam biologi perikanan
pengukuran morfologi (analisis morfometrik) digunakan untuk mengukur ciri-ciri khusus
dan hubungan variasi dalam suatu taksonomi suatu stok populasi ikan. Variasi morfometri
suatu populasi pada kondisi geografi yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan
struktur genetik dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu sebaran dan variasi morfometri
5
yang muncul merupakan respon terhadap lingkungan fisik tempat hidup spesies tersebut
(Effendi, 2004).
Morfometrik merupakan salah satu cara untuk mendeskripsikan jenis ikan dan
menentukan unit stok pada suatu perairan dengan berdasarkan atas perbedaan morfologi
spesies yang diamati. Pengukuran morfometrik dapat dilakukan antara lain panjang
standar, moncong atau bibir, sirip punggung, atau tinggi batang ekor (Rahmat, 2011).
Morfometrik adalah ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan
(measuring methods). Ukuran ikan adalah jarak antara satu bagian tubuh ke bagian tubuh
yang lain. Karakter morfometrik yang sering digunakan untuk diukur antara lain panjang
total, panjang baku, panjang cagak, tinggi dan lebar badan, tinggi dan panjang sirip, dan
diameter mata (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin, 1999).
6
IV. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan tempat penelitian
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Biologi UGM.
Percobaan dilakukan pada tanggal 24 Desember 2014 – 08 Januari 2015.
B. Alat dan Bahan yang digunakan:
1. Alat dan Bahan yang digunakan pada pengamatan morfometri adalah:
- Ikan wader 6 ekor
- Pisau potong/gunting
- Alkohol
- Akuarium
- Aerator
- Penggaris
- Petri disk
- Kamera
- mikroskop
2. Alat dan Bahan yang digunakan pada pewarnaan tulang ikan wader jenis
normal dan tidak normal dengan pewarnaan ARAB adalah:
- Ikan wader jenis normal dan tidak normal
- Alkohol 96%
- Larutan KOH 0,25 % dan 0,125%
- Larutan gliserin
- Pewarna ARAB
- akuades
- Botol flakon
3. Alat dan Bahan yang digunakan pada metode parafin adalah:
- Ikan wader
- Larutan Alkohol
- Larutan Toluol
- Larutan Boin
- Holder
- Hematoxcilin eosin
- Mikrotom
7
- parafin
- Larutan meyer albumn
C. Cara Kerja
1. Cara kerja pada pengamatan morfometri ikan wader normal yang
dipotong sirip kaudalnya adalah:
Ikan wader jenis normal diambil sebanyak 6 ekor
3 ekor ikan wader dipotong sirip kaudalnya dengan full cutting,
dan 3 ekor lainnya dipotong sirip kaudalnya dengan particular
cutting.
3 ekor ekor ikan wader dipotong yang sirip kaudalnya dengan
full cutting dipelihara di akuarium A, sedangkan 3 ekor lainnya
yang dipotong sirip kaudalnya dengan particular cutting
dipelihara di akurium B selama 20 hari.
Setiap 5 hari sekali masing-masing ikan diamati mormometri
dan struktur sirip kaudalnya dengan difoto.
2. Cara kerja pada pewarnaan tulang ikan wader jenis normal dan tidak
normal dengan pewarnaan ARAB adalah:
Ikan wader jenis normal dan tidak normal diambil masing-
masing sebanyak 3 ekor
Ikan wader dianestesi dengan direndam dalam suhu dingin (es
batu)
Ikan wader difiksasi dengan menggunakan alkohol 96% selama
3 hari
Ikan wader direndam dalam pewarnaan Alizzarin red dan
Alcian blue selama 3 hari sampai terwarnai sempurna
Sampel dicuci sampai bersih dengan akuades
Sampel direndam dalam KOH 0,25 %, kemudian KOH 0,125%
sampai sampel terlihat bening/transparan.
Setelah terlihat transparan, sampel disimpann dalam
rendaman larutan gliserin : KOH 0,125 % sebanyak 1:1.
8
Sampel diamati dengan difoto, warna merah menunjukkan
tulang, warna biru menujukkan tualng kartilago, sedangkan
warna transparan menunjukkan otot.
3. Cara kerja pada pembuatan preparat histologis ikan wader jenis normal
dan tidak normal dengan metode parafin adalah:
Ikan wader jenis normal dan tidak normal dianestesi dalam
rendaman air es.
Sampel difikasi dalam larutan Bouin selama 24 jam.
Ikan wader jenis normal dan tidak normal dipotong pada bagian
kaudalnya.
Sampel diwashing dengan alkohol 70% sampai warnanya
jernih.
Sampel didekalsifikasi selama 2 hari
Sampel didehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat
- Alkohol 70 % 2 x 30 menit
- Alkohol 80% 2 x 30 menit
- Alkohol 90% 2 x 30 menit
- Alkohol 96% 1 x 30 menit
- Alkohol absolut 1 x 30 menit
Sampel diclearing dalam rendaman toluol selama 24 jam
Sampel diinfiltrasi dalam parafin dengan suhu 56 derajat
- Parafin : toluol 1:1 selama 30 menit
- Parafin 1 selama 50 menit
- Parafin 2 selama 50 menit
- Parafin 3 selama 50 menit
Sampel diembedding dalam parafin murni
Setelah membeku, sampel ditriming lalu ditempel pada holder
Sampel dipotong/section dengan menggunakan mikrotom
dengan tebal irisan 6 mikron.
Hasil potongan/pita di afixing diatas gelas benda yang telah
ditetesi meyer albumn, kemudian dipanaskan diatas hot plate
sampai kering
9
Dilakukan pewarnaan dengan hematoxcilin eosin
Dilakukan mounting
Preparat diamati dibawah mikroskop.
10
VIII. HASIL DAN PEMBAHASANA. Pengamatan morfometri ikan wader yang dipotong sirip kaudalnya
Morfometri adalah suatu studi yang bersangkutan dengan variasi
dan perubahan dalam bentuk (ukuran dan bentuk) dari organisme,
meliputi pengukuran panjang dan analisis kerangka suatu organisme.
Morfometri merupakan suatu analisis atau pengamatan terhadap
morfologi ikan. Ikan memiliki bentuk dan ukuran tertentu dan berbeda
antara ikan yang satu dengan ikan yang lain. Hal tersebut menunjukkan
bahwa ada spesifikasi karakteristik, bentuk dan ukuran ikan yang hidup
di alam ini. Turan (1998) menyebutkan bahwa studi morfometri
didasarkan pada sekumpulan data pengukuran yang mewakili variasi
bentuk dan ukuran ikan. Setiap ikan mempunyai ukuran yang berbeda-
beda, tergantung pada umur, jenis kelamin, dan keadaan lingkungan
hidupnya. pengamatan morfometri pada praktikum ini menggunakan
teknik estimasi photo yaitu dengan meletakkan wadah yg dibawahnya
ada kertas pengukur agar ikan tidak stres atau mati.
11
A
B
C
Gambar 1: Ikan Wader yang dipotong Sirip Kaudalnya secara keseluruhan dari hari ke-1
sampai hari ke-16.
Pada Gambar 1 terlihat sirip kaudal yang telah dipotong utuh
siripnya kembali tumbuh hingga hari ke-16, hal ini menunjukkan adanya
stem sel pada bagian kaudal ikan tersebut sehingga terjadinya
regenerasi. Menurut Kimbal (1993), regenerasi terjadi melalui beberapa
tahapan, yaitu :
1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku
membentuk scab yang bersifat sebagai pelindung.
2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan
luka, di bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua
hari, dimana pada saat itu luka telah tertutup oleh kulit.
3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat
muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis
jaringan baru. Matriks tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-
selnya lepas tersebar di bawah epitel. Serat jaringan ikat juga
berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami diferensiasi.
Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang rawan, dan
jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat
miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit.
4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas
luka. Pada saat ini scab mungkin sudah terlepas. Blastema berasal
dari penimbunan sel-sel diferensiasi atau sel-sel satelit pengembara
yang ada dalam jaringan, terutama di dinding kapiler darah. Pada
saatnya nanti, sel-sel pengembara akan berproliferasi membentuk
blastema.
5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara
serentak dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu
blastema mempunyai besar yang maksimal dan tidak membesar
lagi.
12
D
6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya
proliferasi sel-sel blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari
parenkim dapat menumbuhkan alat derifat mesodermal, jaringan
saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang dipotong akan
tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa
dengan asalnya.
B. Pewarnaan tulang ikan Wader dengan pewarnaan ARAB
Pewarnaan tulang menggunakan pewarna ARAB ( Alezarin Red Alcian Blue) untuk
mewarnai tulang yg mengalami kalsifikasi. AR untuk mewarnai tulang rawan, sedangkan
AB untuk mewarnai tulang sejati. Hasil dari pewarnaan akan menghasilkan warna merah
tua dan biru karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang.
Praktikum ini menggunakan beberapa larutan yang memiliki fungsinya masing-masing.
Larutan Alkohol yang digunakan berfungsi sebagai fiksatif, larutan KOH berfungsi untuk
membuat otot menjadi transparan sehinga skeletonnya terlihat jelas dan larutan ARAB
digunakan sebagai pewarna skeleton.
Gambar 2: Tulang yang diwarnai dengan larutan ARAB.
Sebelum pewarnaan dilakukan sisik ikan dilepas agar larutan fiksatif lebih mudah
masuk, kemudian difiksasi dalam alkohol aboulut selama 3 hari. Perendaman dengan
alkohol ini bertujuan untuk menghilangkan air dalam jaringan. Selanjutnya ikan direndam
dalam pewarnaan Alizzarin red dan Alcian blue selama 3 hari sampai terwarnai sempurna.
Setelah itu ikan tersebut terwarnai kemudian dicuci dengan menggunakan akuades sampai
bersih dan selanjutnya direndam dalam KOH 0,25 %, kemudian KOH 0,125% sampai
sampel terlihat transparan.
13
Perendaman dengan KOH ini bertujuan untuk membuat otot atau jaringan selain
jaringan tulang terlihat transparan. Akan tetapi, perendaman yang dilakukan terlalu lama
mengakibatkan jaringan otot ikan wader menjadi lunak dan hancur, seperti terlihat pada
(gambar 2). Selain itu, pada gambar dilihat bahwa pada bagian sirip ekor ikan wader
terdapat tulang rawan yang ditandai dengan warna kemerahan dan terdapat abnormalitas
ikan wader jika dilihat pada struktur tulang ikan wader yang terlihat pada gambar 3
Gambar 3: Kelainan bentuk tulang pada ikan wader yang tidak normal.
C. Pembuatan preparat histologis ikan wader jenis normal dan tidak normal dengan metode parafin.
Metode parafin adalah suatu cara pembutan sediaan baik itu
tumbuhanataupun hewan dengan menggunakan parafin. Kebaikan-
kebaikan metode ini ialahirisan jauh lebih tipis dari pada menggunakan
metoda beku atau metoda seloidin. Dengan metoda beku, tebal irisan
rata-rata diatas 10 mkron, tapi dengan metode parafin tebal irisan
dapat mencapai rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifatseri dapat
dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini.Kelemahan dari
metode ini ialah jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah.
Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakaan, bila
menggunakanmetode ini. Sebagian besar enzim-enzim yang terdapat
pada jaringan akan larut dengan menggunakan metode ini.
Menurut Panigoro (2007), pengamatan histologi jaringan atau organ pada ikan,
harus melalui beberapa proses pembuatan. Persiapan preparat jaringan meliputi tahap
fiksasi, pelabelan spesimen, refiksasi dan dekalfikasi. Selanjutnya, pengolahan jaringan
dilakukan dengan tahap dehidrasi, penjernihan, penyusupan parafin, dan pembuatan blok.
Jaringan berparafin dalam bentuk blok yang akan dibuat irisan tipis jaringan dengan
mikrotom sehingga menjadi preparat yang dapat diwarnai dengan beberapa jenis
14
pewarnaan jaringan seperti pewarnaan hematoksilin - eosin, Giemsa, Ziehl - Neelsen dan
lain-lain. Preparat yang telah diwarnai dapat diamati struktur jaringannya dengan
mikroskop. Pengamatan struktur jaringan dilakukan dengan membandingkan struktur
tersebut dengan dengan struktur jaringan normal.
Pada saat fiksasi larutan yang digunakan adalah larutan Bouin, keuntungan
penggunaan bouin karena bouin memiliki warna kuning, sehingga saat wahing dilakukan
dapat diketahui preparatnya sudah bersih atau belum yaitu dengan melihat warna preparat
tersebut. selanjutnya keuntungan menggukan bouin yaitu infiltrasi yg dimiliki bouin lebih
baik daripada formalin dalam hal waktu karena jika penetrasinya lambat maka
kemungkinan preparat tersebut sudah mengalami autolisis.
Selanjutnya tahap dehidrasi, dehidrasi dilakukan setelah fiksasi dengan tujuan
untuk mengeluarkan air dari jaringan, ini merupakan prinsip dari teknik parafin yaitu air
dikeluarkan dan diganti dengan parafin sehingga blok jaringan mudah dipotong, ini
dilakukan 2 tahap yakni dehidrasi dan penjernihan. Proses dehidrasi dilakukan dengan
memasukkan jaringan yang sudah difiksasi kedalam larutan alkohol berturut-turut dari
kadar 70% sampai 100%.
Selanjutnya dilakukan proses clearing untuk memungkinkan paraffin dapat masuk
ke dalam sel. Clearing atau dealkoholisasi ini dapat menggunakan toluol. Proses clearing
dapat dilakukan selama 24 jam.
Embedding dilakukan dengan membuat kotak kertas. Beberapa keuntungan
menggunakan kotak kertas yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai jaringan. Saat
infiltrasi jaringan kedalam parafin sebaiknya dilakukan didalam oven karena transisi antara
toluol ke parafin akan menyebabkan pembekuan. jika dilihat secara makro mungkin tidak
kelihatan, namun secara mikro partikelnya akan ada pembatas sehingga hasilnya akan ada
rongga atau celah yg kosong dan ketika dilakukan pemotongan akan adanya terlihat rongga
yang menyebabkan preparatnya lepas karena tidak tersokong parafin dengan baik.
Jaringan yang telah selesai dilakukan proses infiltrasi, kemudian ditanam dalam
balok dengan ukuran disesuaikan dengan ukuran jaringan. Jaringan dari parafin 3 murni
ditempatkan di dalam wadah berbentuk balok kemudian wadah tersebut diisi penuh dengan
parafin murni sampai penuh. Kemudian organ yang telah ditanam dibiarkan mengeras
selama 1 hari atau dapat disimpan di dalam lemari pendingin (Suntoro, 1983).
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pewarnaan, Berdasarkan jumlah zat
warna yang digunakan, ada 4 macam cara pewarnaan yaitu pewarna tunggal, pewrna
15
rangkap dua, pewarna rangkap tiga, dan pewarna rangkap empat. Pewarna tunggal adalah
pewarna yang hanya menggunakan satu macam zat warna saja, misalnya pewarna gentiana
violet untuk melihat adanya polisakarida sulfat ester dan hyaluric acid. Pewarna rangkap
dua ialah pewarnaan yang menggunakan dua macam zat warna, misalnya pewarnaan
hematoxylin-eosin. Pewarna rangkap tiga adalah pewarnaan dengan tiga jenis zat warna,
misalnya Mallory Triple Stain terdiri dari zat warna acid fuchsin, aniline blue, dan orange
G. Pewarna rangkap empat jarang digunakan (Suntoro, 1983).
Hasil pewarnaan hematoksilin dan eosin dapat dilihat pada (Gambar 4) berikut ini :
Gambar 4: Preparat histologi sirip kaudal Wader Pari yang tidak normal
Dari hasil pewarnaan yang dilakukan pada jaringan otot rangka ikan terlihat dengan
jelas bahwa inti sel berwarna biru sedangkan otot berwarna merah muda sampai merah.
Proses pembiruan dalam hematoksilin akan merubah warna merah kecoklatan dari
hematoksilin menjadi biru kehitaman, dimana akan terlihat lebih jelas setelah dilakukan
counter stain dengan eosin yang berwarna merah menjadi merah muda. Proses ini akan
terjadi dalam air mengalir yang bersifat alkali.
Alat khusus untuk mendapat sayatan-sayatan jaringan yang cukup tipis agar dapat
diamati dengan mikroskop adalah mikrotom. Syarat memperoleh hasil sayatan yang baik
adalah dengan mempersiapkan jaringan yang akan disayat dengan sempurna, penggunaan
pisau yang tajam dan teknik pengoperasian alat harus terampil.
16
V. KESIMPULAN
Adapun Kesimpulan yang dapat diamabil dari praktikum ini adalah:
1. Sirip kaudal yang telah dipotong utuh siripnya kembali tumbuh
hingga hari ke-16, hal ini menunjukkan adanya stem sel pada
bagian kaudal ikan tersebut sehingga terjadinya regenerasi.
2. Pewarnaan tulang dilakukan dengan teknik pewarnaan ARAB (alizarin red dan alcian
blue), Larutan Alkohol yang digunakan berfungsi sebagai fiksatif, larutan KOH
berfungsi untuk membuat otot menjadi transparan sehinga skeletonnya terlihat jelas
dan larutan ARAB digunakan sebagai pewarna skeleton.
3. Perparat histologi dibuat berdasarkan beberapa tahapan meliputi: fiksasi, washing,
dehidrasi, clearing, impregnasi, embedding, cutting, dan staining.
4. Keuntungan penggunaan bouin karena bouin memiliki warna kuning, sehingga saat
wahing dilakukan dapat diketahui preparatnya sudah bersih atau belum yaitu dengan
melihat warna preparat tersebut.
5. Saat infiltrasi jaringan kedalam parafin sebaiknya dilakukan didalam oven karena
transisi antara toluol ke parafin akan menyebabkan pembekuan. jika dilihat secara
makro mungkin tidak kelihatan, namun secara mikro partikelnya akan ada pembatas
sehingga hasilnya akan ada rongga atau celah yg kosong dan ketika dilakukan
pemotongan akan adanya terlihat rongga yang menyebabkan preparatnya lepas karena
tidak tersokong parafin dengan baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Muchtar, Nofrizal, 2011. Pemijahan dan Penjinakan Ikan Pantau (Rasbora latestriata). Jurnal Perikanan dan Kelautan 16,1 (2011): 71-78. Universitas Riau.
Dasumiati. 2008. Diktat Kuliah Mikroteknik. Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Press
Djumanto, E. Setyobudi, A. A. Sentosa, R. Budi and N. C. I. Nerwati. 2008. Reproductive Biology of the Yellow Rasbora (Rasbora lateristriata) Inhabitat of the Ngrancah River, Kulom Progo Regency. Journal of Fisheries Sciences Volume X(2): 261-275.
Effendi, I. 2004. Biologi Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perkanan. Yayasan Pustaka nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
Gunarso W. 1986. Pengaruh Dua Jenis Cairan Fiksatif yang Berbeda pada Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik Parafin. Bogor: IPB Press.
Hartoto, D.I. dan E. Mulyana. 1996. Hubungan Parameter Kualitas Air dengan Struktur Ikhtiofauna Perairan Darat Pulau Siberut. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 1996 No. 29: 41- 55.
Hubbs dan Lagler, 1958 ; Parin, 1999. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Junquiera, L. C. and J. Carneiro. 1982. Histologi Dasar Edisi 3. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Kimball, John W. 1993. Biologi Edisi Kelima Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus-EMDI, Hongkong. 289p.
Kurniawan, Wahyu. 2010. Pembuatan Sediaan Irisan Jaringan Hewan Dengan Metode Parafin. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat.
Panigoro, N., A. Indri., B. Meliya., Salifira., D.C. Prayudha., dan W. Kunika. 2007. Teknik Dasar Histologi dan Atlas Dasar – dasar Histopatologi Ikan. Balai Budidaya Air Tawar dan Japan International Coperation Agency (JICA). Jambi.
Rahmat, E. 2011. Teknik Pengukuran Morfometrik pada Ikan Cucut di Perairan Samudera Hindia. Balai Riset Perikanan Laut .Jakarta.
Sterba, G. 1989. Freshwater Fishes of The World. Volume I. Falcon Books, New Delhi.
18
Subowo. 1992. Histologi Umum. Bumi Aksara , Jakarta.
Suharno. 1999. Arahan Pengelolaan Lahan Dalam Rangka Konservasi Daerah Aliran Sungai Ngrancah Kabupaten Kulon Progo. Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Tesis. 136p.
Suntoro, Handari. 1983. Metode Pewarnaan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Hal 221-233.
Turan, C. 1998. A Note on The Examination of Morphometric Differentiation Among Fish Populations: The Truss System. Journal of The University of Mustafa Kemal, Faculty of Fisheries, Hatay-Turkey