Top Banner
HIGIENE INDUSTRI (TL-5131) LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI PT PUDAK SCIENTIFIC Oleh: 1
57

Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

Feb 17, 2016

Download

Documents

Laporan Kunjungan Pabrik Untuk Mengetahui Keselamatan Kerja Lingkungan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

HIGIENE INDUSTRI (TL-5131)

LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI

PT PUDAK SCIENTIFIC

Oleh:

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2015

1

Page 2: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

BAB I

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi dunia cenderung konstan bahkan beberapa negara mengalami

pertumbuhan yang negatif tetapi berbeda dengan Indonesia yang mengalami pertumbuhan

ekonomi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi suatu negara

didukung oleh perkembangan industrinya, semakin berkembang industri di suatu negara

berpengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Tuntutan dan perkembangan ekonomi

menuntut industri untuk mengembangkan dan meningkatkan produksinya, keadaan tersebut

berpengaruh terhadap proses produksi yang meliputi sumber daya manusia, pemakaian mesin

produksi, peralatan produksi, serta penggunaan bahan-bahan berbahaya dan proses produksi

yang berbahaya untuk menunjang kelancaran produksi. Hal ini sebanding dengan

meningkatnya potensi bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Semakin kuatnya perekonomian Indonesia ditunjang dengan peningkatan di bidang

industri, sehingga standar keamanan proses produksi harus semakin ditingkatkan, rekayasa

teknologi digunakan untuk mengurangi dampak bahaya bagi manusia dan lingkungan akibat

perkembangan teknologi yang semakin meningkat. Tenaga kerja merupakan pelaku yang

sekaligus menjadi sasaran pembangunan, oleh karena itu perlu adanya pengembangan dan

pembinaan sumber daya manusia sehingga produktivitasnya meningkat. Pemerintah

mewajibkan perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menerapkan Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1970 Pasal 3 tentang Keselamatan Kerja, yang salah satu isinya adalah menciptakan

keserasian antara manusia, mesin, dan lingkungan sehingga dapat melakukan pekerjaan

dengan nyaman dan tidak terjadi kelelahan yang berlebihan serta mencegah timbulnya

penyakit akibat kerja. Keselamatan kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya akan membawa

iklim yang aman dan tenang dalam bekerja sehingga sangat membantu hubungan kerja dan

manajemen (Suma’mur, 2001).

Semua indutri terutama di pabrik-pabrik yang proses produksinya menggunakan

tenaga manusia rentan akan ancaman terhadap keselamatan kerja karena menggunakan alat-

alat kerja berbahaya. Salah satu indutri yang perlu memperhatikan keselamatan kerja adalah

PT Pudak Scientific yaitu perusahaan pabrikasi yang membuat alat-alat peraga sekolah mulai

dari SD, SMP, SMA dan SMK. Alat yang dibuat digunakan untuk pembelajaran di

laboratorium atau untuk pelatihan otomotif. Pekerjaan di setiap bidang produksi di

perusahaan tersebut mengandung risiko, dapat menimbulkan potensi bahaya, kecelakaan

1

Page 3: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

kerja, ketidaknyamanan dalam bekerja, dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja,

terutama bagi para pekerja di lokasi produksi alat penunjang produksi dan pembuatan alat

laboratorium sekolah. Tahapan yang dilakukan dalam kunjungan industri ini adalah

melakukan indentifikasi dan evaluasi terhadap kemungkinan potensi bahaya dan gangguan

kerja yang mengacu kepada ambang batas di Indonesia. Prosesnya dengan melakukan

pengukuran terhadap beberapa faktor penyebab, seperti kebisingan, kelembaban, cahaya,

suhu, radiasi pada lingkungan kerja, dan kapasitas paru-paru pada pekerja. Hasil dari proses

pengukuran dibandingkan dengan nilai ambang batas sesuai regulasi yang berlaku di

Indonesia, seperti Peraturan Pemerintah atau aturan lainnya yang telah diterapkan di

Indonesia. Terakhir dilakukan evaluasi dan rekomendasi terhadap proses produksi, hasilnya

dapat diberikan kepada perusahaan sebagai saran dan masukan untuk meningkatkan standar-

standar kselematan kerja selama proses produksi.

1.2. Profil Perusahaan

PT Pudak Scientific adalah perusahaan terpercaya dalam bidang alat pendidikan. PT

Pudak melakukan pengembangan produksi dan distribusi berbagai jenis produk alat

pendidikan sekolah dasar, menengah dan kejuruan, universitas dan lembaga pendidikan

lainnya. Pudak menempati areal seluas 3,2 hektar dan bangunan 12.000 m2 untuk kegiatan

administrasi, fasilitas produksi, gudang, dan departemen R&D. Pudak memiliki karyawan ±

2000 orang staff dan tenaga ahli yang dikombinasikan dengan teknik produksi dan

managemen yang modern dan menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang

bersaing. PT Pudak Scientific menyediakan peralatan sains yang terdiri dari:

• Ilmu Pengetahuan Alam (Fisika, Kimia, dan Biologi)

• Matematika

• Alat Pelatihan Vocational

• Furnitur untuk Labolatorium

Pabrik Pudak memiliki beberapa divisi atau bagian yang di tempatkan pada ruang-ruang

tertentu yaitu:

1. Ruang bahan dasar 1

Bahan dasar dalam pembuatan peralatan yang di produksi oleh Pudak scientific diantaranya:

- Bahan kaca Borosilikat yang tahan panas dan tidak pecah jika dibakar. Contoh Produk:

tabung reaksi, gelas kimia, gelas ukur, labu didih, buret, dan alat gelas lainya.

- Bahan kaca optik khusus untuk lensa , bukan kaca biasa yang berwarna kehijauan. Contoh

Produk: lensa-lensa optik, balok kaca.

1

Page 4: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

- Bahan plastik Plastik ABS untuk keseragaman bentuk dan warna dan PS-HI untuk

karakterisitik keras dan tidak mudah pecah dan plastik SAN yang bening dan tidak mudah

pecah. Pudak tidak menggunakan plastik recycle yang getas mudah pecah. Contoh produk :

komponen kit berbahan plastik, lensa plastik dan lainnya.

- Stainless steel adalah besi tahan karat dengan masa pakai seumur hidup, jika dibandingkan

dengan besi krom harganya memang lebih mahal, tapi pada pemakaian umum lapisan krom

akan lepas dan berkarat. Contoh produk: statif set, pembakar spriritus.

- Aluminium diecast, untuk hasil produk yang presisi, kuat dan seragam. Contoh produk:

klem universal, klem bosshead.

- Aluminium extrusion berlapis anodize. Contoh produk : precision rail.

- Desain sekering otomatis elektronik pada unit catu daya, jika catu daya mengalami hubung

singkat atau kelebihan beban maka akan otomatis mati, catu daya akan berfungsi kembali

dengan menekan tombol reset tanpa perlu mengganti sekering seperti pada catu daya

umumnya.

- Bahan pelapis pada komponen umum digunakan cat powder coating menggantikan cat biasa

yang mudah tergores/lepas.

2. Ruang bahan dasar 2

Terdapat dua divisi dalam perakitan yaitu perakitan mekanika dan elektronika, dalam

perakitan mekanika kami dapat melihat tentang perakitan balok untuk alat peraga di tingkat

sekolah dasar, sedangkan perakitan elektronika kami dapat melihat tentang pembuatan trafo,

dimulai dari pembuatan lilitan trafo hingga sampai menjadi trafo.

3. Ruang sablon

Di ruang ini kami dapat melihat tentang pembuatan nama atau jenis perangkat yang di

sablonkan pada tempat perangkat tersebut seperti pada Kit.

4. Ruang Kalibrasi dan printing

Ruangan ini adalah tempat untuk proses kalibrasi dan printing gelas yang biasanya digunkan

untuk pembuatan alat-alat kimia yang mempunyai skala atau ukuran.

5. Ruang CNC

Ruang CNC adalah ruang pembuatan alat-alat yang berbahan dasar logam, terdapat beberapa

mesin yang bekerja dengan bantuan system computer.

6. Ruang pengerjaan plastik

Di ruangan ini terdapat beberapa mesin pembuat alat-alat peraga yang berbahan dasar plastik.

Produk plastik dicetak menggunakan mesin Injeksi Plastik dengan Mold (matres) untuk

keseragaman bentuk dan warna, berbahan plastik ABS dan PS-HI untuk karakterisitik keras L

1

Page 5: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

8. Ruang pengemasan

Sebelum dikirimkan kepada konsumen, barang barang di kemas terlebih dahulu. Barang-

barang dikemas secara manual ataupun menggunakan mesin. Barang yang akan dikirim

kebanyakan berbentuk kemasan Kit, yaitu wadah plastic dengan kompartemen individual

untuk masing-masing komponen sehingga mempermudah peletakan dan pengecekan alat-

alat. kotak plastic atau kotak kayu yang diberi kode warna (color code) juga di gunakan

sebgai tempat penyimpanan kit.

9. Pembuangan limbah

Limbah dari hasil produksi di Pudak scientific di tempatkan pada ruangan tertentu, untuk

bahan dari kayu dan kaca tidak bisa di daur ulang. Pudak Scientifik bekerja sama dengan

warga sekitar dalam usaha industri kecil limbah berupa bahan plastik bisa di daur ulang dan

dijadikan alat-alat keperluan rumah tangga seperti gayung, ember dan yang lainya.

PT Pudak Scientifik memiliki banyak produk, yaitu berupa alat peraga sederhana

sampai dengan trainer system yang canggih. Mulai dari alat tunggal (single item) sampai

dengan perangkat atau set alat peraga berupa Kit yang terdiri dari komponen-komponen

untuk memenuhi pengajaran berdasarkan kurikulum tertentu.

Pelanggan atau konsumen bisa lebih fleksibel dalm pemelihan produk sesuai dengan

kebutuhan menerut jenjang pendidikan. Selain itu PT Pudak Scientifik memenuhi kebutuhan

set peralatan sesuai dengan kurikulum sekolah.

Komponen-komponen peralatan di Pudak Scientific dibuat dari material yang

berkualitas sehingga menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik dan tahan lama.

Seluruh produk Pudak memiliki garansi selama 1 tahun termasuk suku cadang dan biaya

service. Selain itu Pudak juga menjamin ketersediaan suku cadang selama 5 tahun.

1.3. Teori Dasar

1.3.1. Literatur Mengenai Potensi Bahaya di Industri PT PUDAK Scientific

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat

kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya

kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian

yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970

tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan

atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang

sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-

1

Page 6: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan

sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja

tersebut.

ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena

kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000 kecelakaan fatal

dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di ligkungan kerja. Hal

tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami kecelakaan

kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit di lingkungan

kerja. Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross

Domestic Prodct (GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat

kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja, terhentinya

produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja. Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan

menyebabkan 651.000 angka kematian, terutama di negara-negara berkembang. Bahkan

angka tersebut mungkin dapat lebih besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih

baik. Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit akibat

kerja.

Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan

oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari:

bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi

bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang digunakan dalam proses

produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku

(tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena

debu feed additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet

akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar

akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan

peledakan. Berkut ini adalah referensi literature dalam pengukuran potensi bahaya bagi para

pekerja.

1.3.2. Kebisingan

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang

merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan

(Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan

suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas

alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak

1

Page 7: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan

seseorang maupun suatu populasi.

Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain: jumlah energi bunyi, distribusi

frekuensi, dan lama pajanan.

1) Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya

konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.

2) Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat

menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.

3) Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak diklaim.

Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi

dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-

gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari

campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau

arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel

(dB). Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka

bising dibagi dalam 3 kategori:

1)     Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang

disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.

2)     Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi

antara 31,5 . 8.000 Hz.

3)     Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya

bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.

Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu

bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di

sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki atau bising.

Bising diukur dengan menggunakan alat Sound Level Meter dengan satuan desibel

(dB). Karena yang ditinjau adalah efek kebisingan terhadap manusia, maka skala yang

digunakan adalah pembobotan A. Desibel digunakan dalam lingkup polusi suara

(environmental noise pollution) untuk menyatakan suatu besaran tingkat daya, tingkat

intensitas, dan tingkat tekanan suara. Alat Sound Level Meter terdiri dari mikropon, sirkuit

elektronik, dan tampilan pembacaan. Mikropon akan mendeteksi tekanan udara yang

bervariasi yang kemudian bersama-sama dengan bunyi akan mengubahnya menjadi sinyal

elektrik. Sinyal ini kemudian akan diproses oleh sirkuit elektronik yang terdapat di dalam

alat. Pembacaan akan terlihat dalam satuan desibel. Untuk pengukuran, Sound Level Meter

1

Page 8: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

digenggam dan diletakkan setinggi telinga manusia yang terpapar bising (Woodside dan

Kocurek, 1997).

Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen

Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan

yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai

berikut:

1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah

tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama

dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.

2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata

nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.

3) Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang

kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan

kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi

statistik adalah 95% atau L-95.

Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada

indera pendengaran sampai kepada ketulian.

a. Dampak Kebisingan pada Kesehatan

Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan yang dapat dikelompokkan

secara bertingkat sebagai berikut:

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus

atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10

mmHg), peningkatan nadi, konstruksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan

dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan

intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur,

dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan

penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan, dan lain-lain.

3. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau

melayang yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)

atau mual-mual.

1

Page 9: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

4. Efek pada Pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran,

yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum

dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan

pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi

apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak

dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin

meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya

digunakan untuk percakapan.

b. Dampak Kebisingan pada Daya Kerja

Kebisingan mempunyai efek merugikan kepada daya kerja. Pengaruh-pengaruh negatif

demikan adalah sebagai berikut (Suma’mur, 1996):

a. Gangguan

Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki, maka dari itu kebisingan sering

mengganggu, walau pun terdapat variasi di antara penerangan dalam besarnya

gangguan atas jenis dan kekerasan suatu kebisingan. Pada umumya, kebisingan bernada

tinggi sangat mengganggu, terlebih lagi yang terputus-putus atau yang datangnnya

secara tiba-tiba dan tak terduga.

b. Komunikasi dengan pembicaraan

Resiko potensial kepada pendengaran terjadi jika komunikasi pembicaraan harus

dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya

pekerjaan bahkan mungkin terjadi kesalahan terutama pada penggunaan tenaga baru.

Pengaruh pada komunikasi dengan pembicaraan dapat dilakukan dengan mengukur

rata-rata intensitas oktaf-oktaf di antara 600-1200, 1200-2400, dan 2400-4800 Hz. Nilai

ini disebut Tingkat Gangguan Pembicaraan (Speech Interferrence Level).

c. Kriteria Kantor

Kebutuhan pembicaraan, baik langsung atau pun lewat telepon adalah sangat penting di

kantor dan ruang sidang. Oleh karena itu telah ditemukan bahwa tingkat gangguan

pembicaraan saja tidak selalu memadai sebagai pedoman untuk menentukan tepat

tidaknya tingkat kegaduhan.

d. Efek pada Pekerjaan

Kebisingan mengganggu perhatian yang perlu terus-menerus dicurahkan. Maka dari itu,

tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses

1

Page 10: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

produksi atau hasil dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat dari terganggunya

konsentrasi.

e. Reaksi masyarakat

Pengaruhnya akan besar apabila kebisingan akibat suatu proses produksi membuat

masyarakat sekitar protes agar kegiatan produksi tersebut dihentikan.

Peraturan–peraturan yang berhubungan dengan lingkup kebisingan di industri antara

lain:

1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang “Baku Tingkat

Kebisingan”. Nilai baku tingkat kebisingan untuk tiap kawasan yang ada pada

peraturan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Baku Mutu Tingkat Kebisingan

Peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan Tingkat kebisingan dB(A)

a. Peruntukan kawasan

1. Perumahan dan pemukiman 55

2. Perdagangan dan jasa 70

3. Perkantoran dan perdagangan 65

4. Ruang terbuka hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan fasilitas umum 60

7. Rekreasi 70

8. Khusus

- Bandar udara

- Stasiun kereta api 60

- Pelabuhan laut 70

- Cagar budaya

b. Lingkungan kegiatan

1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55

2. Sekolah atau sejenisnya 55

3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55

1

Page 11: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 tentang “Nilai Ambang Batas

Faktor Fisika di Tempat Kerja”. Salah satu faktor fisik yang diatur adalah kebisingan.

Dalam peraturan tersebut diatur nilai ambang batas kebisingan dimana diambil

hubungan antara waktu pemajanan kebisingan dan besaran intensitas kebisingan. Rata-

rata eksposur yang diterima seseorang dengan pembebanan waktu kerja disebut Time-

Weight Average (TWA). Nilai ambang batas pada keputusan Menteri tersebut dapat

dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu Pemajanan per hariIntensitas Kebisingan

dalam dB (A)

8 Jam 85

4 88

2 91

1 94

30 Menit 97

15 100

7,5 103

3,75 106

1,88 109

0,94 112

28,12 Detik 115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

1

Page 12: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

1.3.3. Suhu dan Kelembaban

Suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul-molekul. Suhu

suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk

memindahkan atau transfer panas ke benda-benda lain atau menerima panas dari

benda – benda lain tersebut. Selain itu suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas

dingin suatu benda. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer.

Indikator yang paling umum digunakan dalam melakukan uji kenyamanan pada temperatur

adalah suhu udara. Meskipun merupakan indikator penting yang harus diperhitungkan, suhu

bukan satu-satunya indikator. Menurut Haditia (2012), terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kenyamanan pekerja terhadap suhu suatu lingkungan pekerjaan, faktor

tersebut merupakan faktor personal maupun lingkungan, yaitu sebagai berikut:

a) Suhu Udara merupakan suhu di sekitar tubuh, hal ini biasanya ditunjukkan dalam derajat

Celcius maupun Farenheit.

b) Suhu Radiasi adalah panas yang terpancar dari benda yang menghasilkan panas. Panas

radiasi muncul ketika terdapat sumber panas dalam suatu lingkungan. Suhu radiasi

memiliki pengaruh lebih besar dari suhu udara karena suhu radiasi menentukan seberapa

besar suatu lingkungan mendapatkan panas dari sebuah sumber panas. Seperti contohnya

adalah matahari, api, tungku, mesin uap, dan mesin pelebur logam.

c) Kecepatan Udara menunjukkan kecepatan pergerakan udara yang melalui pekerja, udara

ini dapat saja membantu menyejukkan udara di sekitar pekerja jika udara disekitar pekerja

yang bertiup lebih dingin dari pada udara di lingkungan. Faktor kecepatan udara

merupakan faktor penting dikarenakan tubuh manusia sensitif terhadap hal tersebut. Udara

yang tidak bersikulasi akan menyebabkan pengap dan menimbulkan bau. Pergerakan

udara dalam suatu lingkungan yang bersuhu tunggi dapat mengurangi panas karena

pergerakan panas melalui konveksi.

d) Kelembaban udara adalah rasio antara jumlah aktual uap air di udara dan jumlah maksimal

uap air yang dapat disimpan udara pada suatu keadaan suhu tertentu. Kelembaban relatif

antara 40 % - 70% tidak berdampak besar terhadap kenyamanan.

e) Pakaian, pada dasarnya, pakaian akan mengganggu kemampuan manusia untuk

mengeluarkan panas ke lingkungan. Kenyamanan termal sangat tergantung pada efek

isolasi yang diberikan pakaian terhadap tubuh pekerja. Menggunakan pakaian yang

berlapis-lapis dapat menjadi penyebab utama tekanan panas bahkan saat lingkungan tidak

dianggap panas sekalipun.

1

Page 13: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

f) Work Rate, tingkat pekerjaan atau metabolisme sangat penting untuk penilian resiko

termal. Ini menggambarkan panas yang dihasilkan dalam tubuh saat manusia melakukan

akivitas fisik. Semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan, semakin banyak panas yang

dihasilkan. Semakin banyak panas yang dihasilkan, semakin banyak pula panas yang harus

dikeluarkan tubuh agar tidak terjadi overheat. Tingkat metabolisme seseorang sangat

berdampak terhadap kenyamanan termal seseorang.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261 Tahun 1998, menyatakan bahwa

suhu pada lingkungan kerja industri dalam rentang 21-30 0C dan kelembaban antara 65%

95%.

1.3.4. Penerangan / Pencahayaan (Illuminasi)

Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang

terbang ke angkasa dimana gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu yang

nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spectrum elektromagnetisnya

(Suhadri, 2008). Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Kerja Perkantoran, dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada

suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.

Penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang

higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek

yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Berkaitan dengan

pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja

maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu

pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif

harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga

umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang.

Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan

yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda. Akibat dari kurangnya penerangan di

lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau

pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing),

menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.

Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke

objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin

akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur. Untuk mengurangi kelelahan akibat dari

penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan

hal-hal sebagai berikut:

1

Page 14: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

o Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang

objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras

dengan warna objek yang dikerjakan.

o Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat

kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-

lampu tersendiri.

o Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja.

Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam

hari.

o Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan

/pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah

apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi

pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.

Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain:

Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan

silau dibandingkan lampu biasa.

Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak

langsung mengenai bidang yang mengkilap.

Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang

langsung memasukkan sinar matahari.

Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.

Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda.

Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.

Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan

hal-hal sebagai berikut:

Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

Kelemahan mental

Kerusakan alat penglihatan (mata).

Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat

kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan

ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut:

1

Page 15: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya

matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari

harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya

matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu

yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi

32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang

yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap

dan menyebar serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman,

mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.

Keuntungan pencahayaan yang baik: meningkatkan semangat kerja, produktivitas,

mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja,

mengurangi kecelakaan kerja.

a. Peraturan Sistem Pencahayaan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 Tahun 2002, pencahayaan adalah

jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan

secara efektif. Pencahayaan minimal yang dibutuhkan menurut jenis kegiatannya adalah

sebagai berikut:

Tabel 3. Pencahayaan Minimal untuk Beberapa Jenis Pekerjaan (Sumber: KEPMENKES RI. No.

1405/MENKES/SK/XI/02)

Jenis Kegiatan Tingkat Pencahayaan

Minimal (Lux)

Keterangan

Pekerjaan kasar dan tidak

terus–menerus

100 Ruang penyimpanan & ruang

peralatan/instalasi yang

memerlukan pekerjaan yang

kontinu/ terus menerus

Pekerjaan kasar dan terus-

menerus

200 Pekerjaan dengan mesin dan

perakitan kasar

Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang

kontrol, pekerjaan mesin &

perakitan/penyusun

Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau

bekerja dengan mesin kantor,

pekerjaan pemeriksaan atau

1

Page 16: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

pekerjaan dengan mesin

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna,

pemrosesan teksti, pekerjaan

mesin halus & perakitan

halus

Pekerjaan amat halus 1500

Tidak menimbulkan

bayangan

Mengukir dengan tangan,

pemeriksaan pekerjaan mesin

dan perakitan yang sangat

halus

Pekerjaan terinci 3000

Tidak menimbulkan

bayangan

Pemeriksaan pekerjaan,

perakitan sangat halus

b. Penerangan di Tempat Kerja

Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan  Kesehatan

Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar pencahayaan memenuhi persyaratan

kesehatan, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:

1.  Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan dan

memiliki intensitas sesuai dengan peruntukannya.

2. Kontras sesuai dengan kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan.

3. Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk tidak

menggunakan lampu neon.

4. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu

sering dibersihkan.

5. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.

1.3.5. Radiasi Elektromagnetik

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,

partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa

sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu

penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain. Selain benda-

benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di

dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan

Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium

1

Page 17: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

yang ada di dalam air. Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan

radiasi non-pengion.

a. Radiasi Pengion

Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi

(terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk

dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan

neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion

adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.

b. Radiasi Non Pengion

Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi

apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling

kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang

radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro

(yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah

(yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar

ultraviolet (yang dipancarkan matahari).

Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan sumber

radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :

Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya diperlukan

suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada beberapa jenis

detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak keberadaan jenis

radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.

Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi

dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar

untuk membuat detektor radiasi.

c. Radiasi Ultraviolet

Berdasarkan panjang gelombang, radiasi UV dibagi atas UV-C (100 - 280 nm), UV-B (280 -

315 nm) dan UV-A (315 - 400 nm), sedangkan radiasi infra merah dibagi atas IR-A (770 nm

-1,4 μm), IR-B (1,4 – 3 μm) dan IR-C (3 μm – 1 mm). Efek yang ditimbulkan akibat pajanan

radiasi optik pada tubuh sangat bergantung pada panjang gelombang yang berhubungan

dengan daya tembus atau penetrasi radiasi optik pada jaringan tubuh. Sasaran utama dari

pajanan pada tubuh adalah kulit dan mata.

Tabel 4. Waktu Pemajanan radiasi Sinar Ultraviolet yang Diperkenankan

1

Page 18: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

1.3.5.1 Pengaruh Radiasi Terhadap Tubuh Manusia

Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah

sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel

lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas

efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan

oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah

efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan

sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek

segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati

pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi

(rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah.

Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek

tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan)

setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi

dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang

disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek

yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya

perubahan pada sel.Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya

proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena

radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun

lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose)

dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek

deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang

bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang,

1

Page 19: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas

dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.

Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk

menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan

demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami

modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan

tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau

transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa

ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis

paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya

tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah

sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya

sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel

tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan

yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau

kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan

yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait

dengan paparan individu.

· Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.

· Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.

· Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.

· Contoh radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku

pembakaran.

Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan

Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi untuk

mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang

telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk

dipatuhi, yaitu :

1. Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz

manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika

kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat

dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.

2. Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh

melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi

1

Page 20: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi

peluang terjadinya efek stokastik.

3. Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably

achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan

pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan

dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-

rendahnya.

Berikut ini adalah efek dari radiasi sinar bagi manusia.

Gambar 1. Efek Radiasi Non Pengion

1.3.6. Debu

Salah satu tipe pencemar udara adalah partikel debu. Debu adalah salah satu partikel yang

melayang di udara, berukuran 1-500 µm. Debu umumnya timbul karena aktivitas mekanis

seperti aktivitas mesin-mesin industri,

transportasi, bahkan aktivitas manusia lainnya.

• Debu memiliki sifat-sifat berikut, antara lain :

• Debu dapat mengendap karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi.

• Debu memiliki permukaan yang selalu basah karena dilapisi oleh air.

• Debu mampu membentuk gumpalan atau koloni karena permukannya yang selalu basah.

• Debu bersifat listrik statis, artinya debu mampu menangkap partikel lain yang berlawanan.

• Debu bersifat opsis, artinya debu mampu memancarkan cahaya pada saat gelap

Sedangkan menurut macamnya, debu diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu :

• Debu organik, yaitu debu yang berasal dari makhluk hidup

1

Page 21: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

• Debu metal, yaitu debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan

As)

• Debu mineral, yaitu debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks

Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain

• Debu fisik (debu tanah, batu, dan mineral),

• Debu kimia (debu organic dan anorganik),

• Debu biologis (virus, bakteri, kista),

• Debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb),

• Debu radioaktif (Uranium, Titanium),

• Debu Inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain)

Debu industri yang terdapat dalam udara terbagi dua, yaitu :

• Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel

ini segera mengendap karena daya tarik bumi.

• Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah

mengendap.

Pengukuran total suspended particulate (TSP) dilakukan untuk mengetahui seluruh

kadar particulate matter (PM) yang terdapat di udara. PM merupakan suatu istilah yang

digunakan untuk menunjukkan campuran partikel padat dan cairan droplet yang tersuspensi di

udara. Partikel-partikel ini terbentuk dari berbagai sumber, seperti pembangkit listrik, proses

industri, dan mesin kendaraan bermotor. Particulate matter tersusun atas partikel kasar dan

halus.

Partikel kasar memiliki diameter aerodinamis antara 2.5 µm hingga 10 µm (PM 10).

Terbentuk dari berbagai proses industri seperti crushing, grinding, abrasion of surfaces,

evaporation of sprays, dan suspension of dust. Waktu tinggal PM10 di udara berkisar dari

mulai menit hingga jam, dan memiliki jarak tempuh bervariasi antara <1km hingga 10 km.

Partikel halus memiliki diameter aerodinamis kurang dari 2.5 µm (PM 2.5). PM 2.5

berbeda dari PM 10 dari segi ukuran dan komposisi kimia. Partikel ini terbentuk dari gas dan

kondensasi uap temperatur tinggi selama pembakaran, dan pada umumnya tersusun atas

senyawa sulfat, senyawa nitrat, senyawa karbon, ammonium, ion hidrogen, senyawa organik,

logam (Pb, Cd, V, Ni, Cu, Zn, Mn, dan Fe), dan partikel air. Sumber utama dari PM 2.5 adalah

pembakaran bahan bakar fosil, pembkaran vegetasi, dan pemrosesan logam. Waktu tinggal di

udara berkisar dari hari hingga minggu dan memiliki jarak tempuh yang berkisar antara 100

hingga >1000 km.

1

Page 22: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

Debu yang berukuran 5-10 μm akan tertangkap pernafasan bagian atas, 3-5 μm

tertangkap pernafasan bagian tengah, 1-3 μm tertangkap pada alveoli (paru-paru bagian

dalam). Sedangkan debu yang berukuran 0,1-1 μm akan mengikuti gerak brown dan terbawa

keluar kembali.

Pengaruh debu terhadap kesehatan dapat berupa pneumoconiosis (silicosis, asbestosis,

dan fibrosis parah), keracunan sistemik (debu yang mengandung logam berat), metal fume

fever, alergi, iritasi pada hidung dan tenggorokan, infeksi bakteri dan jamur, serta kerusakan

jaringan organ dalam.

1.3.7. WBGT

Iklim kerja merupakan kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan

gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut bila dihubungkan dengan

produksi panas oleh tubuh dapat disebut dengan tekanan panas. Indeks tekanan panas disuatu

lingkungan kerja adalah perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan

udara, dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas seseorang.

Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara stabil oleh sistem termoregulator

pada tubuh. Suhu dapat stabil karena adanya keseimbangan antara panas yang dihasilkan

didalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan

lingkungan sekitar. Produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada

temperatur sekitar 24-27°C. Iklim kerja dibagi menjadi iklim kerja panas dan iklim kerja

dingin serta terdapat berbagai macam jenisnya, yaitu:

A. Iklim Kerja Panas

Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat

disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari.

Panas merupakan energi kinetik gerak molekul yang secara terus menerus dihasilkan dalam

tubuh sebagai hasil sampingan dari metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan

kelingkungan sekitar. Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan pembentukan panas maka

tubuh mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh ke lingkungan sekitar melalui kulit

dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.

1. Konduksi, merupakan pertukaran keadaan antara tubuh dan benda-benda sekitar melalui

sentuhan atau kontak. Konduksi akan menghilangkan panas dari tubuh apabila benda-benda

sekitar lebih dingin suhunya, dan akan menambah panas kepada tubuh apabila benda-benda

sekitar lebih panas dari tubuh manusia.

2. Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan melalui kontak udara

dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan panas terbawa oleh udara sekitar tubuh.

1

Page 23: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

3. Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang

lebih panjang dari sinar matahari.

4. Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit keudian menguap bila udara diluar

badan kering dan terdapat aliran angin sehingga terjadi pelepasan panas dipermukan kulit,

sehinggat terjadi penguapan yang cepat dan akhirnya suhu badan menurun.

Lingkungan kerja panas dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:

1. Lingkungan panas lembab ditandai dengan temperatur bola kering yang tinggi disertai

tekanan uap air yang tinggi.

2. Lingkungan panas kering ditandai dengan temperatur bola kering mencapai 40°C disertai

beban panas radiasi tinggi.

Terdapat beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja panas diantaranya:

1. Proses produksi yang menggunakan panas, misalnya peleburan, pengeringan dan

pemanasan.

2. Pekerjaan yang langsung terkena sinar matahari, misalnya pekerjaan jalan raya, bongkar

muat, nelayan dan petani.

3. Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang.

B. Iklim Kerja Dingin

Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja disertai keluhan kaku atau

kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini dapat meningkatkan tingkat kelelahan

seseorang. Terdapat beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja dingin diantaranya di

pabrik es, kamar pendingin, laboratorium, ruang komputer dan lain-lain. Masalah kesehatan

yang berhubungan dengan iklim dingin, yaitu:

• Chilblains : Bagian tubuh yang membengkak, merah, panas dan sakit diselingi gatal.

Penyakit ini diderita akibat bekerja ditempat dingin dengan waktu lama dan akibat defisiensi

besi.

• Trench foot : Kerusakan anggota badan terutama kaki akibat kelembaban atau dingin

walaupun suhu diatas titik beku. Stadium ini diikuti tingkat hyperthermis yaitu kaki

membengkak, merah, dan sakit. Penyakit ini berakibat cacat semetara.

• Frosbite : Akibat suhu rendah dibawah titik beku, kondisi sama seperti trench foot namun

stadium akhir penyakit frosbite adalah gangrene dan bisa berakibat cacat tetap.

Efek panas terhadap kesehatan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, obesitas,

keseimbangan air dan elektrolit serta kebugaran. Ada 2 cara tubuh untuk menghasilkan panas

yang terdiri dari panas metabolisme dimana tubuh menghasilkan panas pada saat mencerna

1

Page 24: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

makanan, bekerja dan latihan, kemudian panas lingkungan dimana tubuh menyerap panas dari

lingkungan sekeliling, berupa panas matahari atau panas ruangan.

Apabila tubuh terpapar cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh akan berusaha

menghadapinya dengan maksimal, dan bila usaha tersebut tidak berhasil akan timbul efek yang

membahayakan. Karena kegagalan tubuh dalam menyesuaikan dengan lingkungan panas maka

timbul keluhan-keluhan seperti kelelahan yang dijelaskan sebagai berikut :

• Ruam panas (prickly heat), dapat terjadi dilingkungan panas, lembab dimana keringat tidak

dapat dengan mudah menguap dari kulit. Keadaan ini dapat mengakibatkan ruam yang dalam

beberapa kasus menyebabkan rasa sakit yang hebat. Prosedur untuk mencegah atau

memperkecil kondisi ini adalah beristirahat berulang kali ditempat yang dingin dan mandi

secara teratur untuk memastikan dengan seksama kekeringan pada kulit.

• Kelelahan. Pekerja bekerja maksimal 40 jam/minggu atau 8 jam sehari. Tenaga kerja akan

merasa cepat lelah karena pengaruh lingkungan kerja yang tidak nyaman akibat tekanan panas.

• Heat cramps, terjadi karena bertambahnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam

natrium dari dalam tubuh, sehingga bisa menyebabkan kejang otot, lemah dan pingsan.

• Heat exhaustion, terjadi karena cuaca panas terutama bagi pekerja yang belum terbiasa

terhadap udara panas.

• Heat stroke, terjadi karena pengaruh suhu panas yang sangat tinggi, sehingga suhu

badan naik, kulit kering dan panas. Kondisi ini dapat diatasi dengan mendinginkan

tubuh penderita dengan air atau menyelimutinya dengan kain basah (Budiono dkk.,

2003).

Tabel 5. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola yang diperkenankan di

Indonesia.

Beban kerja setiap jam ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) °C

Beban Kerja

Pengaturan Waktu Kerja Setiap Jam Ringan Sedang Berat

75-100% 31,0 28,0 -

50-75% kerja 31,0 29,0 27,5

25-50% kerja 32,0 30,0 29,0

0-25% kerja 32,2 31,1 30,5

1

Page 25: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

Sumber : Keputusan Menteri Tenaga Kerja Indonesia No. 13/MEN/X/2011

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi :

ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu kering.

lndeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi:

ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola.

Catatan:

- Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilo kalori/jam.

- Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang dari 350 Kilo

kalori/jam.

- Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.

1.3.9. Kapasitas Paru-paru

Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum), dilindungi oleh struktur tulang

selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat disebut diafragma. Berat paru-paru

kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru

dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluhpembuluh besar serta struktur-struktur

lain di dalam rongga dada. Selaput yang membungkus paru-paru disebut pleura.

Gambar 2. Anatomi Sistem Pernapasan

Sumber: American Lung Association: Occupational Lung Diseases: An Introduction.

New York, NY. Macmillan. 1979: pp 10. (5).

Fungsi Paru-Paru Fungsi paru yang utama adalah proses respirasi yaitu pengambilan

oksigen dari udara luar yang masuk ke dalam saluran napas dan terus ke dalam darah. Oksigen

digunakan untuk proses metabolisme dan karbondioksida yang terbentuk pada proses tersebut

1

Page 26: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar. Proses respirasi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1.

Ventilasi yaitu proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta keluarnya

karbondioksida dari alveoli ke udara luar. 2. Difusi yaitu proses berpindahnya oksigen dari

alveoli ke dalam darah, serta keluarnya karbondioksida dari darah ke alveoli. 3. Perfusi yaitu

distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru untuk dialirkan ke seluruh tubuh

(Siregar, 2004). Semua volume paru dapat diukur secara langsung dengan spirometer, kecuali

volume residu. Untuk mengetahui fungsi paru, parameter yang digunakan ialah VC, FVC, dan

FEV.

Fisiologi Paru-Paru Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon

dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut.

Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat

erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran, yaitu membran

alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan

dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam

arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg

dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

A. Karakteristik Penyakit Paru Kerja yaitu:

1. Penyakit paru kerja mempunyai gejala yang tidak khas sehingga sulit dibedakan dengan

penyakit paru lainnya. Dengan demikian penyebab penyakit paru kerja atau lingkungan harus

dievaluasi dan ditata laksana secara berkala.

2. Pajanan di tempat kerja dapat menyebabkan lebih dari satu penyakit atau kelainan, misalnya

kobal dapat menyebabkan penyakit pada parenkim paru atau saluran napas.

3. Beberapa penyakit paru disebabkan oleh berbagai faktor, dan faktor pekerjaan mungkin

berinteraksi dengan faktor lainnya. Misalnya risiko menderita penyakit kanker pada pekerja

terpajan debu asbes yang merokok, lebih besar dibandingkan pekerja yang terpajan asbestos

atau rokok saja.

4. Dosis pajanan penting untuk menentukan proporsi orang yang terkena penyakit atau

beratnya penyakit. Dosis umumnya berhubungan dengan beratnya penyakit pada penderita

yang mengalami toksisitas langsung

nonimunologi seperti pneumonia toksik kimia, asbestosis atau silikosis. Pada penyakit

keganasan atau immune-mediated, dosis biasanya lebih berhubungan dengan insidens

dibandingkan beratnya penyakit.

5. Ada perbedaan kerentanan pada setiap individu terhadap pajanan zat tertentu. Faktor pejamu

kyang berperan dalam kerentanan terhadap agen lingkungan masih belum banyak diketahui,

1

Page 27: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

tetapi diduga meliputi faktor genetik yang diturunkan maupun faktor yang didapat seperti diet,

penyakit paru lain dan pajanan lainnya.

6. Penyakit paru akibat pajanan di tempat kerja atau lingkungan biasanya timbul setelah

periode laten yang dapat diduga sebelumnya.

B. Pengukuran Volume dan Kapasitas Paru

Volume dan kapasitas paru Menurut Guyton (2007) volume paru terbagi menjadi 4

bagian, yaitu:

1. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali

pernafasan normal. Besarnya ± 500 ml pada rata-rata orang dewasa.

2. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang diinspirasi setelah volume

tidal, dan biasanya mencapai ± 3000 ml.

3. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan

ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal, pada keadaan normal besarnya ± 1100 ml.

4. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-paru setelah

ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200 ml.

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan dibagi menjadi empat

bagian, yaitu:

1. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan inspirasi. Besarnya ±

3500 ml, dan merupakan jumlah 18 udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada tingkat

ekspirasi normal dan mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.

2. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume residu.

Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang tersisa dalam paru pada akhir

eskpirasi normal.

3. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume

cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan merupakan jumlah udara maksimal yang dapat

dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian

mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.

4. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari

udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi

paksa minimum. Hasil ini didapat setelah seseorang menginspirasi dengan usaha maksimal

dan mengekspirasi secara kuat dan cepat ( Ganong, 2005).

5. Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory Volume in One Second

(FEV1) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum per satuan

detik. Hasil ini didapat setelah seseorang terlebih dahulu melakukakn pernafasan dalam dan

1

Page 28: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

inspirasi maksimal yang kemudian diekspirasikan secara paksa sekuat-kuatnya dan 19

semaksimal mungkin, dengan cara ini kapasitas vital seseorang tersebut dapat dihembuskan

dalam satu detik.

6. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya ± 5800ml,

adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi

paksa.Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita ± 20 – 25% lebih kecil daripada pria,

dan lebih besar pada atlet dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil

dan astenis (Guyton, 2007).

Tabel 6. Daftar nilai KVP dan VEP1 beserta interpretasinya

Sumber: Klasifikasi nilai KVP dan VEP1 (Pierce, 2007)

Gangguan fungsi paru dibagi menjadi dua digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi

paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru).

Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP

kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital

kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff dkk., 2005).

Gambar 3. Spirogram dari volume dan kapasitas paru, (Tortora, 2012)

1.3.10. Spirometri

1

Page 29: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

Spirometri yang termasuk jenis paling umum dalam pulmonary function test (PFT),

digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kesehatan paru-paru pekerja dalam program

pemeriksaan kesehatan dan untuk menyeleksi pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan

khusus. Hasil tes spirometri menjadi sumber acuan utama mengenai pekerjaan pekerja,

evaluasi APD yang digunakan, dan pemeriksaan efek kesehatan karena paparan (OSHA,

2013).

Beberapa jenis gangguan pernapasan akan mengurangi kecepatan dari udara yang

dihembuskan, sedangkan gangguan lain akan mengurangi volume udara yang dapat diambil

kemudian dihembuskan. Untuk mendeteksi gangguan ini, spirometry mengukur volume dan

kecepatan maksimal udara yang dikeluarkan setelah melakukan inspirasi maksimal. Forced

Vital Capacity ((FVC) diartikan sebagai volume udara total yang dihembuskan setelah

inspirasi maksimal. Kecepatan udara yang dikeluarkan ditentukan dengan membagi volume

udara pada detik pertama, misalnya Forced Expiratory Volume in one second (FEV1) dengan

total FVC untuk mendapatkan rasio FEV1/FVC (OSHA, 2013).

Gambar 4. Grafik volume dan laju udara pada waktu tertentu (OSHA, 2013)

Ketika seorang pekerja menghembuskan udara, maka grafik volume-waktu (Gambar

1-kiri) menunjukkan peningkatan volume yang cepat di awal ekshalasi. Volume ini kemudian

berangsur meningkat perlahan hingga ekshalasi berhenti dan FVC diketahui. Grafik aliran-

volume (Gambar 1-kanan) dalam periode ekshalasi yang sama, menunjukkan PEF (Peak

Expiratory Flow) yang merupakan kecepatan maksimal udara yang dihembuskan pertama

kali dan berangsur turun perlahan hingga FVC tercapai.

Beberapa jenis data yang diperoleh dari pengukuran spirometry, diantaranya (Pierce,

R. dan Johns, D.P., 2008):

1. VC (Vital Capacity) yaitu volume maksimal dimana udara dapat dihirup dan

dihembuskan selama maximally forced (FVC) ataupun secara perlahan (VC).

2. FVC yaitu volume udara total yang dihembuskan setelah inspirasi maksimal.

1

Page 30: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

3. FEV1 yaitu volume udara yang dihembuskan pada detik pertama dari ekspirasi maksimal

setelah inspirasi maksimal dan sangat berguna untuk melihat seberapa cepat paru-paru

dapat dikosongkan.

4. Rasio FEV1/FVC yaitu FEV1 yang ditampilkan sebagai perbandingan dengan FVC

(dengan volume yang lebih besar) dan memberikan nilai klinis yang menunjukkan

pembatasan dalam aliran udara.

Berbagai jenis hasil analisis spirometri yang dapat diperoleh (Pierce, R. dan Johns,

D.P., 2008):

A. Obstructive impairment

Ketika FEV1/FVC dan FEV1 berada di bawah batas normal, menunjukkan adanya

airways obstruction. Pekerja dengan obstructive lung diseases, seperti Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD) atau asma kronis seringkali memiliki nilai FEV1/FVC dan FEV1

di bawah normal.

Ketika FEV1/FVC berada di bawah nilai normal, namun FEV1 berada di atas batas

normal, maka pekerja mungkin mengalami borderline obstruction atau normal physiologic

variant. Borderline obstruction terjadi ketika FEV1 berada di bawah 100% dari FEV1 normal.

Pekerja dengan hasil uji ini harus dipantau terus menerus dan dilihat riwayat pemeriksaan

paru-parunya. Namun jika FEV1 dan FVC berada di atas rata-rata, maka dapat disebut

sebagai normal physiologic variant.

Orang-orang yang memiliki obstructive lung disease memiliki nafas yang lebih

pendek karena kesulitan mengeluarkan seluruh udara dari dalam paru-paru. Karena rusaknya

paru-paru atau terjadi penyempitan jalur udara di dalam paru-paru, maka udara yang

dikeluarkan lebih sedikit dengan laju yang rendah. Pada akhir ekshalasi, sejumlah udara

abnormal masih terdapat dalam paru-paru.

Penyebab utama dari obstructive lung disease diantaranya:

a. COPD

Kondisi COPD merujuk kepada suatu kelompok kondisi berupa berkembangnya

keterbatasan aliran udara yang pada umumnya tidak akan pulih seperti semula dengan

pengobatan medis. Emphysema dan chronic obstructive bronchitis merupakan dua

penyebab utama COPD. Pada chronic obstructive bronchitis, pembatasan aliran udara

disebabkan karena inflamasi dan keluarnya mucus secara berlibihan yang

mengganggu aliran udara kecil di dalam paru. Sedangkan pada emphysema,

pembatasan aliran udara disebabkan karena destruksi jaringan elastis pada paru-paru

dimana terjadi pertukaran gas (bagian respiratory branchioles dan alveoli).

1

Page 31: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

b. Asthma

c. Bronchiectasis

d. Cystic fibrosis

Obstructive lung disease membuat pernapasan semakin sulit untuk dilakukan,

terutama ketika adanya peningkatan aktivitas atau eksersi. Ketika laju pernapasan meningkat,

tidak terdapat cukup waktu untuk mengeluarkan seluruh udara yang ada di paru-paru sebelum

inhalasi berikutnya.

B. Restrictive impairment

Jika FVC berada di bawah batas normal, maka restrictive impairment mungkin dapat

terjadi. Pulmonary function test yang lebih jauh untuk mengevaluasi volume paru-paru

mungkin diperlukan untuk memastikan restrictive impairment. Riwayat pemeriksaan klinis

dan uji gambaran berupa X-ray dada juga sangat direkomendasikan. Pekerja dengan

gangguan paru fibrosis, seperti asbestosis, terkadang memiliki nilai FVC dan FEV1 yang

rendah, tetapi rasio FEV1/FVC secara umum akan berada di atas nilai normal.

Orang-orang dengan restrictive lung disease tidak dapat mengisi paru-paru mereka

dengan udara sepenuhnya. Paru-paru tersebut terbatas untuk melakukan pembesaran volume.

Restrictive lung disease seringkali disebabkan karena kaku yang terjadi di dalam paru-paru

tersebut. Kaku juga dapat terjadi pada dinding dada, otot yang lemah, atau saraf yang rusak

dapat menyebabkan kegagalan dalam perluasan volume paru.

Beberapa kondisi yang menyebabkan restrictive lung disease diantaranya:

a. Interstitial lung disease, seperti idiopathic pulmonary fibrosis

b. Sarcoidosis, sebuah penyakit autoimun

c. Obesity, termasuk obesity hypoventilation syndrome

d. Scoliosis

e. Neuromuscular disease, seperti muscular dystrophy atau amyotrophic lateral

sclerosis (ALS)

f. Pneumonia

g. Asbestosis

h. Lung cancer

C. Mixed impairment

Jika obstruction dan restriction ada, maka disebut dengan mixed impairment. Uji

fungsi paru yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah terjadi mixed impairment.

D. Normal respiration

1

Page 32: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

Jika FEV1/FVC lebih besar daripada batas normal, maka tidak terdapat obstructive

impairment. Jika FVC juga berada di atas batas normal, maka tidak terdapat restrictive

impairment, dan pekerja dinyatakan memiliki hasil spirometry normal.

1.4 Penentuan Lokasi Pengukuran

Proses pengukuran di PT Pudak Scientific dilakukan di beberapa titik sesuai dengan

lokasi pabrik yang dikunjungi, pengukuran berdasarkan kondisi di dalam pabrik, alat

pengukuran yang dipakai serta hasil pengukuran yang diinginkan. Berikut ini adalah

referensi-referensi dalam proses pengukuran.

A. Bising

Pengukuran kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sound

Level Meter. Ada tiga cara atau metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja.

1. Pengukuran dengan Titik Sampling

Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya pada satu atau

beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevalusai kebisingan

yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya Kompresor/generator. Jarak

pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu

juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan.

2. Pengukuran dengan Peta Kontur

Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur kebisingan,

karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan

area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang

sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk

menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas

dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan yang tinggi diatas 90 dBA, warna

kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85 – 90 dBA.

3. Pengukuran dengan Grid

Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi

yang di inginkan. Titik–titik sampling harus dibuat dengan jarak interval yang sama diseluruh

lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberpa kotak yang berukuran dan jarak

yang sama, misalnya : 10 x 10 m. kotak tersebut ditandai dengan baris dan kolom untuk

memudahkan identitas.

B. Cahaya

1

Page 33: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

Pengukuran intensitas cahaya penerangan ini dilakukan dengan menggunakan alat

Luxmeter yang dinyatakan dalam satuan lux. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi

energi listrik, kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan

jarum skala. Pada luxmeter digital, energi listrik diub ah menjadi angka yang dapat dibaca

pada layar monitor

2. 1. Penentuan Titik Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja

Penerangan setempat: Obyek kerja berupa meja kerja maupun peralatan.

Bila objek yang diukur merupakan meja kerja, maka pengukuran dapat dilakukan di

atas meja yang ada.

Penerangan umum: Titik potong garis horisontal panjang dan lebar ruangan pada

setiap jarak tertentu setinggi 1 satu meter dari lantai.

3. 2. Jarak tersebut dibedakan lagi berdasarkan luas ruangan sebagai berikut :

1. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horisontal panjang dan

lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1(satu) meter.

2. Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik potong garis

horisontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3(tiga) meter.

3. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong garis horisontal panjang dan

lebar ruangan adalah pada jarak setiap 6(enam) meter.

4. 3. Persyaratan Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja

Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondiisi tempat pekerjaan dilakukan.

Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.

C. Radiasi dan Spirometeri

Standar pengukuran radiasi elektromagnetik adalah dengan menggunakan alat

pengukur radiasi. Pengukuran dilakukan di ruangan yang terdapat alat-alat pabrik, misalnya

alat-alat yang terbuat dari logam, besi atau baja. Pengukuran dilakukan jika pada alat

menunjukan nilai apabila tidak terdapat nilai di alat otomatis pengukuran tidak perlu

dilakukan karena tidak terdapat radiasi eletromagnetik di ruangan tersebut. Spirometri

dilakukan terhadap pekerja pabrik yang sudah bekerja dalam rentang waktu yang lama,

pengukuran dilakukan terhadap pekerja dengan jenis kelamin laki-laki.

1

Page 34: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

DAFTAR PUSTAKA

http://www.airinfonow.org/pdf/particulate_matter.pdf (Diakses pada 25 November 2015).

http://www.pudak-scientific.com/profile.php (Diakses pada 25 November 2015).

https://www.osha.gov/Publications/concrete_manufacturing.html (Diakses pada 25 November 2015).

Afriyanti, F. 2012. Pengaruh Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin Terhadap Pekerja di

Industri Beton.Universitas Diponogoro. Semarang

Alatas, Zubaidah. 2004. Efek Radiasi Pengion dan Non Pengion pada Manusia. IPTEK.

1

Page 35: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

Anies. 2007. Mengatasi Gangguan Kesehatan Masyarakat Akibat Radiasi Elektromagnetik

Dengan Manajemen Berbasis Lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Semarang.

Djlante, S. 2010. Analsisis Tingkat Kebisingan Pabrik Studi Kasus Pabrik Industri Gula.

Jurusan Teknik Sipil Universitas Halu Uleo. Kendari.

Erwin, Dyah. 2004. WBGT As The Threshold Limit Value of Heat Stress in The Work Place.

Bagian Kesehatan Kerja. FKM-UNAIR. Surabaya.

Ilmiah Populer. Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir-BATAN.

Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 1998. Keputusan Menteri Kesehatan KepMen/Kep-26.Men/1998

Tentang Nilai Ambang Batas Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja di Kantor dan

di Industri.

Kementerian Tenaga Kerja RI. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja KepMen/Kep-

51.Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.

N, Macmillan. 1979.American Lung Association: Occupational Lung Diseases: An

Introduction. New York, USA.

Pusparini, Adriana., Budiono Sugeng dan Jusuf. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK

Semarang. Badan Penerbit UNDIP. Semarang.

Salami, dkk. (2015): Kesehatan dan Keselamatan Lingkungan Kerja. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Kerja.

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

OSHA (2013) : Spirometry Testing in Occupational Health Programs. Best Practices for

Healthcare Professionals. Occupational Safety and Health Administration. U.S.

Department of Labor.

1

Page 36: Laporan Higiene Industri Kunjungan Pabrik

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 51 Tahun1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika di Tempat Kerja.

Pierce, R dan Johns, D.P. (2008) : Spirometry. The Measurement and Interpretation of

Ventilatory Function in Clinical Practice. National Asthma Council Ltd. Melbourne.

Prayudi, Teguh. (2001): Kualitas Debu dalam Sebagai Dampak Industri Pengolahan Logam.

Jurnal Teknologi Pertanian Vol.2, No. 2, Mei 2001 : 168-174.

Surat Keputusan Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen

Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04 tahun 1992.

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung

Seto.

Tortora, G. 2012. Principles of Anatomy and Phyislogy. USA

OSHA. Pocket Guide Worker Safety Series: Concrete Manufacturing.

WHO. 1995. Guidelines for Community Noise. World Health Organization, Jenewa, Swiss.

Woodside, Gayle and Dianna Kocurek. 1997. Environmental, Safety, and Health

Engineering. John Wiley and Sons: Canada.

1