Top Banner
1 Unggul Dalam IPTEK Kokoh Dalam IMTAQ LAPORAN HASIL PENELITIAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA HIPOTENSI INTRADIALITIK PADA PASIEN HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISIS RS HAJI JAKARTA OLEH : SUWANTO 2013727129 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2015
102

laporan hasil penelitian

May 07, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: laporan hasil penelitian

1

Unggul Dalam IPTEK Kokoh Dalam IMTAQ

LAPORAN HASIL PENELITIAN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TERJADINYA HIPOTENSI INTRADIALITIK PADA PASIEN

HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISIS RS HAJI JAKARTA

OLEH :

SUWANTO

2013727129

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

Page 2: laporan hasil penelitian

2

Page 3: laporan hasil penelitian

3

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Riset Keperawatan, Maret 2015

Suwanto

Page 4: laporan hasil penelitian

4

Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipotensi Intradialitik pada Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Haji Jakarta, 2015.

VIIbab+8xii+77 halaman+13tabel+4gambar+3skema

Abstrak

Hipotensi Intradialitik (IDH) tercatat sebagai penyulit hemodialisis kedua setelah hipertensi (IRR, 2013). Pencegahan dan penanganan IDH harus terus diperhatikan. Pentingnya mengetahui faktor penyebab IDH merupakan keahlian seorang perawat dialisis. Pada penelitian ini dengan metode deskriptif korelasi untuk mengetahui beberapa faktor pencetus IDH. 69 pasien hemodialisis di libatkan untuk mengetahui faktor Ultrafiltrasi Rate, waktu lamanya program hemodialisis, riwayat diabetes melitus, jenis dialiser yang digunakan, riwayat anemia, dan usia lanjut apakah ada hubungannya dengan kejadian IDH. Hasilnya adalah sebanyak 25 (36%) responden mengalami IDH. Dari 6 variabel yang di analisis, hanya variabel ultrafiltrasi rate dan anemia yang berhubungan dengan kejadian IDH masing masing dengan pValue =0,043 dan riwayat anemia pValue=0,033. Sementara itu faktor waktu lamanya program hemodialisis, riwayat diabetes melitus, jenis dialiser yang digunakan dan usia lanjut terbukti tidak ada hubungannya dengan kejadian hipotensi intradialitik dengan hasil pValue masing masing (0,515 ; 0,202 ; 0,756 dan 1,000). Peneliti menyimpulkan hendaknya pasien hemodialisis menghindari Ultrafiltrasi Rate > 13 mL/kg/jam dan peningkatan berat badan antar hemodialisis tidak lebih dari 5% dari berat badan kering. Kadar hemoglobin minimal mencapai 10 gr/dL sehingga dapat menurunkan angka IDH dan peningkatan kualitas pasien hemodialisis.

Kata Kunci : Hemodialisis, Hipotensi Intradialitik, Ultrafiltrasi Rate (UFR)

Daftar Pustaka : 34, Tahun : 2001-2014

Page 5: laporan hasil penelitian

5

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah

Subhana Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat,

iman, islam, ilmu dan waktu sehingga saya dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian

ini. Adapun penelitian ini berjudul “ Faktor faktor Yang Berhubungan dengani Terjadinya

Hipotensi Intradialitik di Unit Hemodialisis RS Haji Jakarta” yang dilakukan untuk

memenuhi mata kuliah riset keperawatan pada Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu

Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan proposal penelitian ini tidak dapat terlaksana tanpa

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Allah Subhana Wata’ala yang berkat rahmat, nikmat, dan rezeki-Nya peneliti

dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini

2. Bapak Dr Muhammad Hadi SKM, M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

3. Ibu Irna Nursanti M.Kep, Sp.Mat selaku Kepala Program Studi Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta

4. Ibu Ns. Diana Irawati, SKep, M.Kep, Sp KMB selaku dosen pembimbing dalam

penelitian. Terima kasih atas waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti

dalam penelitian ini.

5. Bapak Rohman Azzam, SPd, SKep, MKep, Sp.KMB, Ns, Selaku dosen penguji 1,

terima kasih atas waktu, pikiran dan masukannya dalam penelitian ini.

Page 6: laporan hasil penelitian

6

6. Ibu Eni Widiastuti, SKP, MKep, selaku dosen penguji 2, terima kasih atas waktu,

pikiran dan masukannya dalam penelitian ini

7. Bapak dan Ibu tercinta yang dengan sepenuh hati dan dukungannya dalam

perkuliahan ini, serta Isteri dan Anak-anakku tercinta yang sangat mendukung

dalam penyusunan proposal ini.

8. Direktur RS Haji Jakarta yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini

9. Kasub Hemodialisis yang telah memberikan dukungan dan support dalam

penyusunan penelitian ini

10. Crew hemodialisis RS Haji Jakarta yang turut serta membantu penelitian

11. Teman – teman seperjuangan mahasiswa kelas transfer RS Haji Jakarta angkatan 2

yang saya cintai dan kami banggakan.

Akhir kata Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu selama

proses penyusunan hasil penelitian ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dan

tanpa mengurangi rasa hormat saya, semoga Allah Subhana Wata’ala senantiasa

membalas kebaikan yang telah diberikan Aamiin. Peneliti berharap semoga laporan

proposal penelitian ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi

saya dan umumnya bagi semua orang yang membacanya.Amin.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, Maret 2015

Suwanto

Page 7: laporan hasil penelitian

7

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................

ABSTRAK......................................................................................................

i

ii

iii

KATA PENGANTAR................................................................................... iv

DAFTAR ISI..................................................................................................

DAFTAR TABEL..........................................................................................

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................

DAFTAR SKEMA.........................................................................................

vi

vii

i

ix

x

BAB I : PENDAHULUAN............................................................................

1.1. Latar Belakang....................................................................................

1.2. Rumusan Masalah...............................................................................

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................

1.3.1. Tujuan Umum..........................................................................

1.3.2. Tujuan Khusus.........................................................................

1.4. Manfaat Penelitian...............................................................................

1.4.1. Bagi Pelayanan Kesehatan......................................................

1.4.2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan..................................

1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan........................................................

1

1

5

7

7

7

8

8

8

8

Page 8: laporan hasil penelitian

8

BAB II : TINJAUAN TEORI.......................................................................

2.1. Chronic Kidney Disease (CKD)...............................................................

2.2. Hemodialisis.............................................................................................

2.3. Komplikasi Intradialitik...........................................................................

2.4. Peran dan Fungsi Perawat........................................................................

2.5. Penelitian Terkait.....................................................................................

10

10

14

19

33

39

BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL............................................................................................

3.1. Kerangka Konsep.....................................................................................

3.2. Hipotesis...................................................................................................

3.3. Definisi Operasional.................................................................................

42

42

44

44

BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN.................................................

4.1. Desain Penelitian......................................................................................

4.2. Populasi dan Sampel................................................................................

4.3. Tempat Penelitian.....................................................................................

4.4. Waktu Penelitian......................................................................................

4.5. Etika Penelitian.........................................................................................

4.6. Alat Pengumpul Data...............................................................................

4.7. Validitas dan Reliabilitas..........................................................................

4.8. Prosedur Pengumpulan Data....................................................................

4.9. Pengolahan dan Analisis Data..................................................................

46

46

47

50

50

50

52

53

54

56

Page 9: laporan hasil penelitian

9

BAB V : HASIL PENELITIAN...................................................................

5.1. Data Demografi Responden.....................................................................

5.2. Hasil Analisis Univariat...........................................................................

5.3. Hasil Analisis Bivariat.............................................................................

BAB VI : PEMBAHASAN............................................................................

6.1. Pembahasan Hasil Penelitian....................................................................

6.2. Keterbatasan Penelitian............................................................................

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN...................................................

7.1. Kesimpulan...............................................................................................

7.2. Saran.........................................................................................................

58

58

59

62

67

67

73

75

76

77

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

LAMPIRAN LAMPIRAN

xii

i

Page 10: laporan hasil penelitian

10

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. : Kriteria Chronic Kidney Disease (CKD).................................. 11

Tabel 2.2. : Kategori LFG pada CKD......................................................... 11

Tabel 2.3 : Penyebab CKD Yang Menjalani Hemodialisis di

Indonesia.....................................................................................

Tabel 2.4 : Komposisi Substansi Konsentrat dalam Dialisat dan Darah.

Tabel 2.5 : Komplikasi Akut Hemodialisis ................................................

Tabel 2.6 : Komplikasi Kronik Pasien CKD...............................................

Tabel 2.7 : Etiologi Hipotensi Terkait Hemodialisis..................................

Tabel 2.8 : Panduan Pencegahan Hipotensi Intradialitik..........................

Tabel 2.9 : Penatalaksanaan IDH................................................................

Tabel 3.1 : Definisi Operasional Variabel Penelitian.................................

Tabel 5.1 : Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Lamanya Menjalani Hemodialisis di Unit Hemodialisis

Rumah Sakit Haji Jakarta, 2015 n=69.....................................

Tabel 5.2 : Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Variabel

Independen : Ultrafiltrasi Rate, Lama Dialisis, Riwayat

Diabetes Melitus Jenis Dialiser, Riwayat Anemia dan Umur

Lansia pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Haji

Jakarta, 2015 n=69.....................................................................

12

18

20

21

22

32

33

45

58

60

Page 11: laporan hasil penelitian

11

Tabel 5.3 : Hasil Analisis Bivariat Faktor Faktor Yang Berhubungan

Dengan Terjadinya Hipotensi Intradialitik pada Pasien

Hemodialisis di Unit HD RS Haji Jakarta, 2015 n=69............

63

Page 12: laporan hasil penelitian

12

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Mesin Hemodialisis............................................................... 16

Gambar 2.2 : Perpindahan Cairan Dengan Counter Current pada

Dialiser..................................................................................

17

Gambar 2.3 : Rangkaian Proses Hemodialisis...........................................

Gambar 2.4 : Komposisi Berat Molekul yang Melewati Membran

Semipermeabel ......................................................................

19

27

Page 13: laporan hasil penelitian

13

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 : Patogenesis Hipotensi Intradialitik........................................ 31

Skema 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian...................................................

Skema 4.1 : Proses Pengumpulan Data ......................................................

43

55

Page 14: laporan hasil penelitian

14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian pada manusia adalah

penyakit kronis (WHO dalam Sarafino, 2006). Penyakit kronis merupakan jenis

penyakit degeneratif yang berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat

lama, yakni lebih dari enam bulan (Sarafino, 2006). Proses penyakit ini membutuhkan

waktu yang lama, dan tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dimana kondisi

tersebut tidak dapat disembuhkan dengan sempurna (Adelman & Daly, 2001).

Perubahan gaya hidup yang pasif, mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung

lemak, kolesterol, kebiasaan merokok, dan tingkat stres yang tinggi dilaporkan

meningkatkan insiden penyakit kronis (Smeltzer, 2008). Diperkirakan sekitar 80%

penyakit Jantung, Stroke, Diabetes Tipe 2, dan 40% penyakit Kanker yang merupakan

penyebab penyakit kronis oleh adanya pola gaya hidup yang kurang sehat (Erma

dalam Armiati, 2009)

Penyakit kronik yang terjadi, dapat menimbulkan gangguan pada sistem yang lain.

Hipertensi dan Diabetes merupakan penyakit kronis terbesar yang menyebabkan

kerusakan ginjal yang permanen (Indonesian Renal Registry (IRR), 2013). Kerusakan

ginjal yang permanen di sebut dengan Chronic Kidney Disease (CKD).

Page 15: laporan hasil penelitian

15

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan yang

berupa kelainan struktural atau fungsional dari ginjal, dengan atau tanpa berkurangnya

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), dengan manifestasi berupa kelainan patologi atau

kelainan laboratorik pada darah, urin, atau kelainan pada pemeriksaan radiologi, dan

LFG <60 ml/menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh, selama lebih dari 3 bulan,

dengan atau tanpa kerusakan ginjal. (Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

(KDOQI, 2013). CKD tersebut bersifat progresif dan irreversible. Stadium akhir CKD

disebut End Stage Renal Disease (ESRD). Pada tahap ini pasien harus menjalani terapi

pengganti ginjal seperti dialisis dan transplantasi (Black & Hawks, 2005).

Perhimpunan Nefrology Indonesia (PERNEFRI), 2003 membagi 2 terapi pengganti

ginjal yaitu Dialisis dan Transplantasi Ginjal. Dialisis terdiri dari hemodialisis (HD),

Peritoneal Dialisis (PD) dan hemofiltrasi.

Angka kejadian pasien CKD yang mendapatkan terapi dialisis (hemodialisis) seperti

diungkapkan World Health Organization (WHO) pada tahun 2004, CKD di dunia

pertahunnya meningkat lebih dari 30%. Di Amerika pada tahun 2009 diperkirakan

terdapat 116.395 orang penderita CKD yang baru. Lebih dari 380.000 penderita CKD

menjalani hemodialisis reguler (USRDS, 2011). Pada tahun 2011 di Indonesia terdapat

15.353 pasien yang baru menjalani HD dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan

pasien yang menjalani HD sebanyak 4.268 orang sehingga secara keseluruhan

terdapat 19.621 pasien yang baru menjalanai HD. Sampai akhir tahun 2012 terdapat

244 pusat hemodialisis di Indonesia (IRR, 2013). Di RS Haji Jakarta kunjungan pasien

yang terdiagnosa CKD di tahun 2014 mencapai 608 pasien, akan tetapi pasien CKD

Page 16: laporan hasil penelitian

16

stadium ESRD dengan hemodialisis hanya dapat terlayani sebanyak 84 pasien

(13,8%) dikarenakan keterbatasan fasilitas mesin hemodialisis (Data Internal ICD

Code N189, EDP RS Haji Jakarta, 2014).

Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (solut) dan air secara

pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cairan dialisat

melewati membran semi permeabel dalam dialiser (Price & Wilson, 2005).

Penatalaksanaan hemodialisis umumnya dilakukan dengan frekuensi 2 kali perminggu

4-5 jam. Frekuensi HD dapat diberikan 3 kali per minggu dengan durasi 4-5 jam.

Idealnya 10 – 15 jam/minggu (PERNEFRI, 2003). Tujuan utama hemodialisis adalah

menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan cairan, dan

ketidakseimbangan elektrolit (Kallenbach, 2005).

Hemodialisis aman dan bermanfaat untuk pasien, namun bukan berarti tanpa efek

samping. Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang terjadi saat

pasien menjalani hemodialisis. Komplikasi yang umum terjadi saat pasien menjalani

hemodialisis adalah hipotensi, kram, mual dan muntah, sakit kepala, nyeri dada, nyeri

punggung, gatal, demam dan menggigil (Holley, et al, 2007; Barkan, et al, 2006;

Daugirdas, Blake & Ing, 2007). Hal ini diungkapkan oleh (Armiati, 2009) pada

penelitian komplikasi intradialitik yang dialami pasien CKD saat menjalani

hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan jumlah responden

sebanyak 50 pasien HD dengan metode penelitian deskriptif di dapatkan 96% pasien

mengalami komplikasi intradialisis hipertensi (70% pasien), sakit kepala (40%),

Page 17: laporan hasil penelitian

17

hipotensi (26%), kram otot (18%), aritmia (12%), mual dan muntah (10%), sesak

nafas (10%), serta demam dan menggigil (2%%). Frekuensi hipotensi intradialitik dari

keseluruhan prosedur hemodialisis yang diamati rata rata tekanan darah mengalami

penurunan pada jam pertama dan mengalami peningkatan pada jam ke ke empat. Dari

data yang terangkum dalam dokumentasi laporan bulanan IRR 2014. Hasil studi

pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di unit hemodialisis RS Haji Jakarta selama

3 bulan terakhir diketahui dari Form Renal Unit (RU) 04 : Daftar Penyulit

Hemodialisis bahwa komplikasi yang sering terjadi adalah kejadian hipotensi

intradialitik sebanyak 23 pasien (27,4 %) dari 84 total pasien.

Intradialytic hypotension (IDH) adalah penurunan tekanan darah sistolik > 20 mmHg

atau penurunan MAP lebih dari 10 mmHg disertai dengan gejala gejala seperti

perasaan tidak nyaman, menguap, mual, muntah, kram otot, pusing dan cemas

(Kooman et al., 2007 ; National Kidney Foundation, 2006 dalam Bradshaw, 2014),

atau penurunan Tekanan darah Sistolik dibawah 100 mmHg dan penurunan diastolik

20 mmHg disertai munculnya gejala (Calvo et al., 2002 dalam Bradshaw., 2014).

Hipotensi intradialitik yang tidak diatasi mengakibatkan kerusakan organ tubuh

permanen sehingga meningkatkan kematian (Cunha & Lee, dalam Armiati, 2009).

Faktor yang menyebabkan terjadinya hipotensi intradialitik yaitu berhubungan dengan

volume, vasokonstriksi yang tidak adekuat, faktor jantung dan faktor lain (Daugirdas,

Blake & Ing, 2007). Adapun faktor penyebab hipotensi intradialisis adalah: 1)

Kecepatan ultrafiltrasi (ultrafiltration rate/ UFR) yang tinggi; 2) Waktu dialisis yang

Page 18: laporan hasil penelitian

18

pendek dengan UFR yang tinggi; 3) Disfungsi jantung (Disfungsi diastolik, aritmia,

iskemi, tamponade, infark); 4) Disfungsi otonom (diabetes, uremia); 5) Terapi

antihipertensi; 6) Makan selama hemodialisis; 7) Luasnya permukaan membran

dialiser; 8) Kelebihan cairan dan penarikan cairan yang berlebihan; 9) Dialisat yang

tidak tepat diantaranya suhu dialisat yang tinggi, kadar natrium rendah dan dialisat

asetat; 10) Perdarahan, anemia, sepsis dan hemolysis (Thomas, 2003; Kallenbach, et

al, 2005; Sulowicz & Radziszewski, 2006; Daugirdas, Blake & Ing, 2007; Henrich,

2008). Hipotensi juga bisa terjadi pada pasien dengan volume darah yang relatif kecil

seperti pada lansia, anak anak dan perempuan yang kecil (Kallenbach, et al, 2005).

Penatalaksanaan hipotensi intradialitik saat ini masih belum teridentifikasi dengan

baik, dimana kemampuan pengkajian kejadian hipotensi intradialitik masih kurang.

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang

berhubungan dengan terjadinya hipotensi intradialitik pada pasien hemodialisis di unit

hemodialisis RS Haji Jakarta

1.2. Rumusan Masalah

Semakin meningkatnya gaya hidup seseorang yang tidak diimbangi dengan

pengetahuan kesehatan, akan meningkatkan kejadian penyakit kronis. Kebiasaan yang

kurang sehat meningkatkan angka kejadian penyakit pembuluh darah seperti

hipertensi dan diabetes melitus.

Penyakit hipertensi dan diabetes melitus yang tidak terkontrol merupakan penyebab

utama dari kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible (IRR, 2013). Jika

Page 19: laporan hasil penelitian

19

seseorang mengalami kerusakan ginjal dan jatuh pada tahap akhir (ERSD), maka yang

bersangkutan harus menjalani terapi pengganti ginjal yaitu melakukan dialisis ataupun

transplantasi ginjal.

Angka kejadian seseorang yang menjalani terapi pengganti ginjal dengan melakukan

hemodialisis dari tahun ketahun semakin meningkat, baik di dunia maupun di

indonesia sekalipun. WHO mencatat pada tahun 2004, di dunia pertahunnya

meningkat lebih dari 30%. Di Indonesia pada tahun 2013 jumlah pasien baru

senbanyak 15.128 pasien tetapi hanya 9.396 pasien aktif menjalani hemodialisis (IRR,

2013).

Penatalaksanaan hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal terbanyak (80%),

kemudian transplantasi ginjal sebanyak 15%, continues ambulatory peritoneal dialisys

(CAPD) 2% dan CRRT sebanyak 3% (IRR, 2013). Tingginya penatalaksanaan

hemodialisis di bandingkan dengan penatalaksanaan yang lainnya, tentu harus

diimbangi dengan keahlian petugasnya. Hal tersebut berkaitan dengan komplikasi

yang terjadi pada saat hemodialisis. Hipotensi tidak hanya menyebabkan

ketidaknyamanan tapi juga meningkatkan resiko kematian. Saat aliran dan tekanan

darah terlalu rendah, maka pengiriman nutrisi dan oksigen ke organ vital seperti otak,

jantung, ginjal dan organ lain akan berkurang bahkan akan dapat mengakibatkan

kerusakan. Hipotensi intradialisis yang tidak diatasi mengakibatkan kerusakan organ

tubuh permanen sehingga meningkatkan kematian (Cunha & Lee, dalam Armiati,

2009).

Page 20: laporan hasil penelitian

20

IRR melaporkan insiden penyulit hemodialisis pada tahun 2013 tertinggi adalah

masalah hipertensi dengan angka kejadian sebanyak 54.162 insiden dan disusul

penyulit kedua yaitu hipotensi intradialitik sebanyak 12.747 insiden (IRR,2013)

Untuk mencari jawaban atas permasalahan tersebut maka peneliti ingin mengetahui

lebih lanjut apakah faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipotensi

intradialitik pasien hemodialisis di RS Haji Jakarta.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipotensi

intradialitik pada pasien hemodialisis di instalasi hemodialisis RS Haji Jakarta

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a. Teridentifikasinya data demografi responden : jenis kelamin dan lamanya

menjalani hemodialisis pada pasien hemodialisis di RS Haji Jakarta

b. Teridentifikasinya faktor UFR yang tinggi, waktu hemodialisis yang pendek,

riwayat penyakit diabetes, jenis dialiser yang digunakan, anemia dan umur

lansia pada pasien hemodialisis di RS Haji Jakarta

c. Teridentifikasinya gambaran kejadian hipotensi pasien HD di RS Haji Jakarta

d. Teridentifikasinya hubungan antara faktor (UFR yang tinggi, waktu dialisis

yang pendek, riwayat diabetes, jenis dialiser yang digunakan, anemia dan

Page 21: laporan hasil penelitian

21

usia/umur lansia pasien hemodialisis) dengan kejadian hipotensi di unit

hemodialisis RS Haji Jakarta.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perawat dalam mengantisipasi dampak

dan melakukan tindakan asuhan keperawatan terkait komplikasi intradialitik

terutama dengan kejadian hipotensi intradialitik, sehingga perawat mampu

memberikan pelayanan yang maksimal dalam melakukan pencegahan dan

penatalaksanaan hipotensi intradialitik.

1.4.2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Bermanfaat sebagai acuan atau sumber data untuk penelitian berikutnya dan

mendorong bagi yang berkepentingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut

yang berhubungan dengan kejadian hipotensi intradialitik sehingga dapat

diketahuinya lebih lanjut faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian

hipotensi intradialitik

1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini menjadi masukan bagi pendidikan dalam proses pembelajaran

mahasiswa keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah dengan

peminatan perawat mahir dialisis sehingga dapat diperoleh gambaran yang nyata

penanganan hipotensi intradialitik, disamping itu pula mendukung terwujudnya

Page 22: laporan hasil penelitian

22

evidence based dalam praktik keperawatan serta menambah pengetahuan dan

wawasan perawat terutama perawatan pasien hemodialisis pada umumnya.

Page 23: laporan hasil penelitian

23

BAB II

TINJAUAN TEORI

Bab II menguraikan konsep tentang Chronic Kidney Disease (CKD), hemodialisis, dan

komplikasi intradialisis dengan Hipotensi yang dialami pasien saat menjalani

hemodialisis.

2.1. Chronic Kidney Disease (CKD)

2.1.1. Definisi

CKD adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan

dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia berupa retensi ureum dan sampah nitrogen

lain dalam darah (Smeltzer, et al, 2008).

National Kidney Foundation (2009) mendefinisikan CKD sebagai kerusakan ginjal

dengan kadar filtrasi glomerulus (GFR) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 lebih dari 3

bulan, dimanifestasikan dengan abnormalitas patologi dan komposisi darah dan urin.

Dapat disimpulkan bahwa CKD adalah kerusakan ginjal yang permanen terjadi secara

perlahan lahan yang menyebabkan kegagalan dalam pengeluaran sisa metabolisme tubuh

dan memerlukan terapi pengganti ginjal baik dialisis maupun transplantasi ginjal. Kriteria

penyakit ginjal kronik seperti yang tertulis pada Tabel 2.1 berikut

Page 24: laporan hasil penelitian

24

Tabel 2.1

Kriteria Chronic Kidney Disease

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi : - Kelainan patologis - Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau

kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests) 2. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau

tanpa kerusakan ginjal (Sumber : Suwitra, 2010)

Pada kelainan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih

dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk CKD.

2.1.2. Klasifikasi

Klasifikasi CKD di dasarkan atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis

etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung

dengan mempergunakan rumus Cockroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/men/1,73m2) = (140 – usia) x berat badan x (0,85 jika wanita)

72 x kreatinin serum

Menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO, 2013) Penyakit ginjal

kronik dibagi menjadi 6 stadium seperti Tabel 2.2 di bawah ini.

Page 25: laporan hasil penelitian

25

Tabel 2.2

Kategori LFG pada CKD

Kategori LFG

LFG (ml/mnt/1.73 m2)

Batasan

G1 G2 G3a G3b G4 G5

>90 60 – 89 45 – 59 30 – 44 15 – 29

< 15

Normal atau tinggi Penurunan ringan Penurunan ringan sampai sedang Penurunan sedang sampai berat Penurunan Berat Gagal Ginjal

Sumber : (KDIGO, 2013)

2.1.3. Etiologi

CKD terjadi akibat berbagai macam keadaan yang merusak nefron ginjal. CKD dapat

disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus; glomerulonefritis kronik;

piolonefritis; hipertensi yang tidak dapat dikontrol; obstruksi trakstus urinarius; lesi

herediter seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, medikasi atau agen

toksik berupa bahan kimia (Smeltzer, et al (2008).

Sedangkan Indonesian Renal Registry (IRR) mencatat penyebab CKD yang menjalani

hemodialisis di Indonesia seperti pada Tabel 2.3 berikut

Page 26: laporan hasil penelitian

26

Tabel 2.3

Penyebab CKD yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia

Penyebab Insiden - Penyakit Ginjal Hipertensi - Nefropati Diabetik - Glomerulopati Primer - Pielonefritis Chronic - Nefropati Obstruktif - Nefropati Asam Urat - Nefropati Lupus (SLE) - Ginjal Polikistik - Lain lain - Tidak diketahui

31 % 26 % 14 % 10 % 7 % 2 % 1 % 1 % 6 % 2 %

(Sumber: Indonesian Renal Registry (IRR), 2013)

2.1.4. Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi

dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan

massa ginjal mengakibatkan hipertropi struktural dan fungsional nefron yang masih

tersisa (surviving nefhrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul

vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya

hiperfiltrasi, yang diikuti oleh tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses

adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa

sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya

peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin –aldosteron intra renal ikut memberikan

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi

jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth

factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap

Page 27: laporan hasil penelitian

27

berperan terhadap terjadinya progresifitas CKD adalah albuminemia, hipertensi,

hiperglikemia, dislipidemia (Suwitra, 2010).

2.1.4. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan CKD adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan

homeostasis selama mungkin. Penatalaksanaan CKD dibagi menjadi dua tahap. Tahap

pertama adalah tindakan konservatif, untuk meredakan atau memperlambat gangguan

fungsi ginjal progresif, mencegah dan mengobati komplikasi yang terjadi. Penanganan

konservatif CKD meliputi: 1) Pengaturan diit; 2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi

berupa pengobatan hipertensi, hiperkalemi, hiperuresimia, anemia, asidosis, osteodistrofi

renal, neuropati perifer dan infeksi (Price & Wilson, 2005). Tahap kedua dilakukan ketika

tindakan konservatif tidak lagi efektif berupa terapi pangganti ginjal (Lemone & Burke,

2008). Ada tiga terapi pengganti ginjal yaitu hemodialisis, peritoneal dialisis dan

transplantasi ginjal.

2.2. Hemodialisis

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit

akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa

minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD) ; yang

membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen (Brunner & Suddarth, 2004).

Terapi hemodialisis diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan

Page 28: laporan hasil penelitian

28

mengendalikan gejala uremia sepanjang hidupnya, atau sampai mendapat ginjal baru

melalui operasi pencangkokan yang berhasil. (Brunner & Suddarth, 2004).

2.2.1. Prinsip Prinsip yang Mendasari Hemodialisis

Pada hemodialisis aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan

dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut di bersihkan dan kemudian

dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dialiser merupakan lempengan rata

atau ginjal serat artifisial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus yang

bekerja sebagai membran semipermeable. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut

sementara cairan dialisat bersirkulasi disekelilingnya. Pertukaran limbah darah ke dalam

cairan dialisat akan terjadi melalui membran semipermeable tubulus (Brunner &

Suddarth, 2004).

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis yaitu : difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.

Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melalui proses difusidengan cara

bergerak dari darah yang melewati konsentrasi tinggi, ke dialisat dengan konsentrasi yang

lebih rendah. (Brunner & Suddarth, 2004).

Air yang yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.

Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan ; dengan kata

lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan

yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan

tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif

diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi

Page 29: laporan hasil penelitian

29

pengeluaran air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai

isovolemia (keseimbangan cairan) (Brunner & Suddarth, 2004).

Perbedaan tekanan hidrostatik yang melewati membran (Transmembran Pressure/ TMP)

mempengaruhi kecepatan ultrafiltrasi (Kallenbach, et al, 2005). TMP merefleksikan

tekanan positif dan negatif dalam dialiser. Tekanan positif memungkinkan plasma darah

terdorong keluar dari tubuh pasien, sedangkan tekanan negatif menyebabkan plasma

keluar dari kompartemen darah menuju ke dialisat (Kallenbach, et al, 2005). Tekanan

negatif menyebabkan molekul air tertarik melewati membran dialiser masuk ke dialisat.

Besarnya tekanan negatif dipengaruhi kemampuan ultrafiltrasi dialiser, jumlah cairan

yang dibuang dan toleransi pasien (Price & Wilson, 2005).

2.2.2 Perlengkapan Hemodialisis

Perlengkapan dan peralatan hemodialisis ini meliputi mesin hemodialisis, ginjal buatan

(dialiser) dan dialisat

2.2.2.1. Mesin hemodialisis

Mesin hemodialisis dilengkapi dengan monitor dan parameter kritis diantaranya

memonitor kecepatan dialisat dan darah, konduktivitas cairan dialisat, temperatur dan pH,

aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan

serta informasi vital lainnya. Mesin hemodialisis juga mengatur ultrafiltrasi, mengatur

cairan dialisat, dan memonitor analisis dialisat terhadap kebocoran serta dilengkapi

Page 30: laporan hasil penelitian

30

detektor udara ultrasonic untuk mendeteksi udara atau busa dalam vena (Thomas, 2003,

Hudak & Gallo, 2010).

Gambar 2.1.

Mesin Hemodialisis

Sumber: Fresenius Medical care, Type 5008, German

2.2.2.2. Dialiser

Dialiser adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung, tempatterjadinya

pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Dialiser merupakan kunci utama

proses hemodialisis, karena yang dilakukan oleh dialiser sebagian besar dikerjakan oleh

ginjal yang normal. Dialiser terdiridari 2 kompartemen masing-masing untuk cairan

dialisat dan darah. Kedua kompartemen dipisahkan membran semipermeabel yang

mencegah cairan dialisat dan darah bercampur jadi satu (Le Mone &Burke 2008).

Page 31: laporan hasil penelitian

31

Tipe dialiser Hollow-fiber terdiri dari 10 – 15.000 serat yang terikat dalam satu buntelan,

dan kedua ujung membran tertutup. Setiap serat mempunyai diameter 200 – 300 µm dan

tebal dindingnya 10 – 40 µm. Darah mengalir dalam lempengan serat sedangkan aliran

dialisat berlawanan arah (counter – current) (Sukandar, 2006).

Gambar 2.2

Perpindahan cairan dengan Counter Current pada Dialiser

(Sumber: Advan Renal Education, 2000)

2.2.2.3. Dialisat

Dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal yang

dipompakan melewati dialiser ke darah pasien (Hudak &Gallo, 2010; Thomas, 2003).

Komposisi substansi dalam dialisat terlihat dalam tabel 2.4

Page 32: laporan hasil penelitian

32

Tabel 2.4

Komposisi Substansi Konsentrat dalam Dialisat dan Darah

Substansi Kadar dalam Dialisat Kadar dalam darah Natrium Kalium Ureum Creatinin Kalsium Magnesium Glucosa Bikarbonat

132-155 mmol/L 0-3,0 mmol/L 0 mmol/L 0 mmol/L 1,25-2,0 mmol/L 0,25-0,75 mml/L 0-10 g/L 30-40 mmol/L

133-144 mmol/L 3,3-5,3 mmol/L 2,5-6,5mmol/L 60-120 mmol/L 2,2-2,6 mmol/L 0,85 mml/L 4,0-6,6 g/L 22-30 mmol/L

Sumber: Thomas, 2003

Dialisat dibuat dalam sistem air bersih dengan air keran dan bahan kimia yang disaring

dan telah mengalami pengolahan. Larutan dialisat harus diaturpada suhu antara 36,7-

37,5°C sebelum dialirkan kepada dialiser. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah

ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi (Hudak & Gallo, 2010)

2.2.3. Proses Hemodialisis

Darah yang mengalirdari tubuh melalui akses arterial menuju kedialiser sehingga

terjadipertukaran darah dan zat sisa. Darah harus dapat keluar dan masuk tubuh pasien

dengan kecepatan 200-400 ml/menit (Price & Wilson, 2005). Saat hemodialisis, darah

sebenarnya tidak mengalir melalui mesin hemodialisis, melainkan melalui selang darah

dan dialiser.

Page 33: laporan hasil penelitian

33

Gambar 2.3

Rangkaian Proses Hemodialisis

Sumber: Bieber dan Himmelfarb, 2013

2.3. Komplikasi Intradialisis

Berbagai komplikasi intradialisis dapat dialami oleh pasien saat menjalani hemodialisis.

Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang terjadi pada saat pasien

menjalani hemodialisis. Komplikasi yang umum terjadi saat pasien menjalani

hemodialisis adalah hipotensi, kram, mual dan muntah, headache, nyeri dada, nyeri

punggung, gatal, demam dan menggigil (Holley, et al, 2007; Barkan, et al, 2006;

Daugirdas, Blake & Ing, 2007).

Page 34: laporan hasil penelitian

34

Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik

(Daurgirdas et al., 2007). Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama

hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot,

mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil

(Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013).

Komplikasi akut dan penyebabnya dapat terlihat dalam table berikut :

Tabel 2.5

Komplikasi Akut Hemodialisis

Komplikasi Penyebab Hipotensi Hipertensi Reaksi Alergi Aritmia Kram Otot Emboli Udara Dialysis disequilibirium Masalah pada dialisat / kualitas air Chlorine Kontaminasi Fluoride Kontaminasi bakteri / endotoksin

Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi, infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu cepat, obat antiaritmia yang terdialisis Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit Udara memasuki sirkuit darah Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral. Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala neurologi, aritmia Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air

Sumber : Bieber dan Himmelfarb, 2013

Page 35: laporan hasil penelitian

35

Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.6

Komplikasi Kronik pasien CKD

- Penyakit jantung - Malnutrisi - Hipertensi / volume excess - Anemia - Renal osteodystrophy - Neurophaty - Disfungsi reproduksi - Komplikasi pada akses - Gangguan perdarahan - Infeksi - Amiloidosis - Acquired cystic kidney disease

Sumber : Bieber dan Himmelfarb, 2013.

2.3.1. Hipotensi Intradialitik (IDH)

Intradialytic hypotension (IDH) adalah penurunan tekanan darah sistolik > 20 mmHg

atau penurunan MAP lebih dari 10 mmHg disertai dengan gejala gejala seperti perasaan

tidak nyaman, menguap, mual, muntah, kram otot, pusing dan cemas (Kooman et al., 2007

; National Kidney Foundation, 2006 dalam Bradshaw, 2014), atau penurunan Tekanan

darah Sistolik dibawah 100 mmHg dan penurunan diastolik 20 mmHg disertai munculnya

gejala (Calvo et al., 2002 dalam Bradshaw., 2014).

2.3.1.1 Etiologi Hipotensi Intradialitik (IDH)

Etiologi paling sering berhubungan dengan penurunan volume plasma, kegagalan efek

vasokontriksi, dan faktor jantung terutama pada pasien nefropati diabetik dan usia lanjut

Page 36: laporan hasil penelitian

36

(Sukandar, 2006). Adapun faktor penyebab hipotensi intradialisis adalah: 1) Kecepatan

ultrafiltrasi (ultrafiltration rate/ UFR) yang tinggi; 2) Waktu dialisis yang pendek dengan

UFR yang tinggi; 3) Disfungsi jantung (Disfungsi diastolik, aritmia, iskemi, tamponade,

infark); 4) Disfungsi otonom (diabetes, uremia); 5) Terapi antihipertensi; 6) Makan

selama hemodialisis; 7) Luasnya permukaan membran dialiser; 8)Kelebihan cairan dan

penarikan cairan yang berlebihan; 9) Dialisat yang tidak tepat diantaranya suhu dialisat

yang tinggi, kadar natrium rendah dan dialisat asetat; 10) Perdarahan, anemia, sepsis dan

hemolysis (Thomas, 2003; Kallenbach, et al, 2005; Sulowicz & Radziszewski, 2006;

Daugirdas, Blake & Ing, 2007;Henrich, 2008). Penyebab lain hipotensi yang terkait

hemodialisisseperti terungkap pada tabel 2.7

Page 37: laporan hasil penelitian

37

Tabel 2.7

Etiologi Hipotensi Terkait Hemodialisis

1. Etiologi Paling Sering Ditemukan

a. Penurunan volume plasma

b. Kegagalan efek vasokontriksi

Fluktuasi ultrafiltasi rate

Ultrafiltrasi rate tinggi untuk mengatasi interdialytic gain sangat berlebihan

Sasaran untuk mencapai berat badan kering (BBK) terlalu rendah

Konsentrasi Natrium dalam konsentrat dialisat rendah

Dialisat asetat

Larutan dialisat terlalu panas

Makanan selama hemodialisis terlalu banyak protein hewani

Iskemik jaringan (adenosine-mediated dipercepat penurunan hematokrit

Neuropati otonom (pasien nefropati diabetik)

Ketidaksanggupan untuk meningkatkan kardiak output disebabkan penurunan kontraktilitas miokard ; seperti pada usia lanjut, hipertensi, aterosklerosis dan kalsifikasi miokard

2. Etiologi Jarang a. Kardiovaskuler

b. Septikimia c. Reaksi terhadap

dialiser

Temponade jantung

Infark miocard

Aritmia jantung

Hemolisis

Emboli Uadara

(Sumber : Sukandar, 2006)

Beberapa faktor yang di duga mempengaruhi hipotensi saat hemodialisis adalah

sebagai berikut :

a. Ultrafiltrasi Hemodialisis

Ultrafiltrasi di sebut juga konveksi. Konveksi adalah transport simultan pelarut

(solvent) dan zat terlarut (solute) dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat

Page 38: laporan hasil penelitian

38

(dan sebaliknya yaitu backfiltration) melalui membran dialiser. (Sukandar, 2006).

Kecepatan transport konveksi tergantung dari faktor permeabilitas hidrolik, sieving

coefficient dari zat terlarut (solute) luas permukaan membran, konsentrasi zat terlarut

dalam darah dan perbedaan tekanan yang melewati membran. (Sukandar, 2006). UFR

berpengaruh terhadap terjadinya hipotensi intradialisis. Hal ini terjadi dikarenakan

terdapat permasalahan karena kontraksi berlebihan volume plasma akibat ultrafiltrasi

melebihi refilling rate dari kompartemen ekstravaskuler

ke kompartemen intravaskuler (Sukandar, 2006). IDH dapat muncul ketika terjadinya

ketidakseimbangan diantara laju ultrafiltrasi dan kapasitas plasma refilling yang tidak

bisa diatur oleh refleks kompensasi kardiovaskular (KDOQI, Jeroen, 2007).

Ultrafiltrasi merupakan salah satu komponen dari peresepan HD. Penentuan besarnya

UF harus optimal dengan tujuan untuk mencapai kondisi pasien euvolemik dan

normotensi Pada saat HD dilakukan UF untuk menarik cairan yang berlebihan di darah,

besarnya UF yang dilakukan tergantung dari penambahan berat badan (BB) penderita

antar waktu HD dan target BB kering penderita (K/DOQI, 2006). Studi yang dilakukan

oleh DOPPS ( Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study Program) bahwa

insiden IDH lebih sedikit 30% pada pasien dengan laju filtrasi rate (UFR) < 11

ml/kg/jam, dibandingkan dengan UFR standar. Dan mortalitas lebih rendah pada

pasien dengan UFR < 10 ml/kg/jam. Kecepatan ultrafiltrasi (UF) dibagi menjadi 3

kategori yaitu <10 /ml/jam/kgBB, 10-13 ml/jam/kgBB, dan >13 ml/jam/kgBB. Dari

penelitian ini didapatkan bahwa UF yang lebih cepat pada pasien HD berhubungan

dengan risiko yang lebih besar terhadap berbagai sebab kematian dan kematian karena

CVD (Flythe et al., 2011).

Page 39: laporan hasil penelitian

39

b. Durasi (Lama Dialisis) dan Frekuensi

Ultrafiltrasi seiring dengan lama hemodialisis (waktu) dan ultrafiltrasi rate (UFR).

Lama durasi dialisis maka akan mempengaruhi UFR. Pemanjangan waktu dialisis atau

peningkatan frekuensi dialisis harus dipertimbangkan pada pasien yang sering

mengalami IDH. Pemanjangan waktu dialisis dapat mengurangi laju ultrafiltrasi,

sehingga penurunan volume darah tidak agresif (Ginting, 2010). Perpindahan cairan

di dalam tubuh manusia meliputi ruang intraseluler, ekstraselluler dan dan

intravaskuler. Perpanjangan waktu saat hemodialisis memberikan kesempatan

kompartemen vaskuler melakukan refilling plasma dengan ruangan interstitial untuk

mencapai keseimbangan. Rekomendasi ultrafiltrasi 10 – 13 mL/jam/Kg (Flythe et al,

2010). Pemanjangan waktu dialisis atau peningkatan frekuensi dialisis harus

dipertimbangkan pada pasien yang sering mengalami IDH. Pemanjangan waktu

dialisis dapat mengurangi laju ultrafiltrasi, sehingga penurunan volume darah tidak

agresif. Suatu studi membandingkan toleransi intradialisis dengan membandingkan

dialisis selama 4 jam dan 5 jam, dengan hasil penurunan episode hipotensi pada pasien

yang menjalani dialisis selama 5 jam. Lebih jauh, efek dari pengurangan laju

ultrafiltrasi, hanya dapat dicapai dengan memperpanjang waktu dialisis, dan ini telah

dilakukan pada pasien dengan gangguan jantung. Pada studi ini, penurunan tekanan

darah sistolik lebih sedikit pada pasien dengan laju ultrafiltrasi 500 dibandingkan

dengan laju ultrafiltrasi 1000 (Ginting 2010). Durasi HD disesuaikan dengan

kebutuhan individu. Tiap HD dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali perminggu.

Page 40: laporan hasil penelitian

40

Durasi Idealnya dilakukan 10 – 15 jam / minggu dengan 3 kali perminggunya

(Konsensus PERNEFRI, 2003)

c. Riwayat Penyakit Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) sejauh ini adalah penyakit endokrin yang paling sering

ditemukan. Hal ini dikarenakan tidak adekuatnya kerja insulin. DM merupakan suatu

penyakit yang rumit yang dapat mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein serta keseimbangan cairan dan asam basa. Penyakit ini juga dapat berdampak

pada sistem pernafasan, ginjal sirkulasi dan saraf. Terpajannya jaringan secara terus

menerus dengan peningkatan kadar gula yang lama akan menyebabkan perubahan

jaringan sebagai penyebab penyulit degeneratif vaskuler dan saraf. Glukosa di urin

menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O yang menyebabkan diuresis osmotik

yang ditandai poliuri. Besarnya cairan yang keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi

yang selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena berkurangnya

volume darah (Sherwood, 2011). Hipotensi intradialitik juga dapat disebabkan oleh

ketidakmampuan vasokonstriksi dengan faktor risiko berupa kadar hematokrit rendah,

neuropati otonom pada diabetes (Henrich, 2008). Endotel memiliki peranan yang

penting pada penyakit hipertensi dan diabetes. Pada penyakit ini endotel bisa

mengalami perubahan stuktur dan fungsi sehingga menyebabkan kehilangan

peranannya sebagai barier proteksi. Aktivitas dari sel endotel mempunyai peranan

penting terhadap terjadinya variasi tekanan darah selama HD. Perubahan volume

cairan, dan rangsangan fisik maupun hormonal menyebabkan produksi dari faktor-

faktor yang melibatkan kontrol tekanan darah pada sel endotel. Vasoaktif yang

Page 41: laporan hasil penelitian

41

terpenting adalah nitric oxide (NO) suatu vasodilator otot polos, Asymmetric

dimethylarginin (ADMA) yang merupakan inhibitor endogen dari nitric oxide synthase

dan endothelin-1 (ET-1) suatu vasokonstriktor yang kuat (Kandarini, 2012)

Penyakit DM memperberat disfungsi saraf otonom yang telah ada pada penderita CKD

karena uremia kronis (dimana salah satu mekanisme kompensasi terhadap penurunan

volume darah relatif ini diatur oleh saraf otonom), sehingga DM berperan pula sebagai

penyebab hipotensi intradialitik (Sato, 2001 dalam Agustriadi 2009)

.

d. Jenis Dialiser

Dialiser terdiri dari 2 kompartemen masing-masing untuk cairan dialisat dan

darah.Kedua kompartemen dipisahkan membran semipermeabel yangmencegah cairan

dialisat dan darah bercampur jadi satu (Lemone, Burke 2008)

Membran semipermeabel mempunyai lubang sangat kecil sehingga hanya substansi

tertentu yang dapat lewat, sedangkan sel-sel darah tetap berada dalam darah. Luas

permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang

berpindah. Dialiser high efficiency adalah dialiser yang mempunyai luas permukaan

membran yang besar. Dialiser dengan permukaan luas digunakan untuk pasien yang

besar, atau untuk pasien yang menginginkan dialisis singkat, efisiensi tinggi dengan

peningkatan jumlah ultrafiltrasi. Sedangkan dialiser high flux adalah dialiser

yangmempunyai pori-pori besar yang dapat melewatkan molekul yang besar,dan

mempunyai permeabilitas terhadap air yang tinggi (Thomas, 2003).

Page 42: laporan hasil penelitian

42

Gambar : 2.4

Komposisi Berat Molekul yang Melewati Membran Semipermeabel

Sumber: Gambro 2005

Jenis dialiser terdiri dari dializer standard dan dialiser high. Dialiser standar ( low-flux)

dengan Kuf <15 ml/mmHg/jam, sedangkan dializer high efficiency atau high flux

mempunyai luas permukaan membran yang besar, mempunyai poripori besar yang

dapat melewatkan molekul yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap

air yang tinggi dengan Kuf >15 ml/mmHg/jam (Haryati, 2010). Tiap dialiser

mempunyai ukuran (total volume) yang berbeda beda. Katalog pada dialiser fresenius

type F7HPS memiliki total volume 98 mL. Pada dialiser type F8HPS memiliki total

volume sebesar 113 mL. (Fresenius Medical Care, 2010)

Page 43: laporan hasil penelitian

43

e. Riwayat Anemia

Anemia menunjukkan kemampuan darah mengangkut O2 dibawah normal dan ditandai

dengan hematokrit yang rendah. Sebagaimana fungsi primernya yaitu mengangkut O2

dan tingkat yang lebih rendah, CO2 serta ion hidrogen dalam darah. Selain mengangkut

O2, Di paru, Nitrat oksida (NO) yang bersifat vasodilator berikatan dengan

haemoglobin. NO ini dibebaskan dijaringan, tempat zat ini melemaskan dan

melebarkan arteriol lokal. Vasodilatasi ini membantu menjamin bahwa darah kaya O2

dapat mengalir dengan lancar dan juga membantu menstabilkan tekanan darah. Karena

itu hemoglobin berperan kunci dalam transpor O2 sekaligus memberi kontribusi

signifikan pada transpor CO2 dan kemampuan darah menyangga pH. (Sherwood,

2011)

f. Usia (umur) Lansia

Proses menua merupakan suatu hal yang fisiologis. Pada lanjut usia terdapat

kemunduran berbagai fungsi organ. Angka kejadian penyakit kardiovaskuler

meningkat pada populasi lanjut usia. Lanjut usia juga meningkatkan paparan terhadap

berbagai faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia

dan yang lainnya. Pada usia lanjut akan terjadi penebalan, kekakukan pembuluh darah

dan disfungsi endotel yang disebabkan oleh aging process (Celermajer, Sorensen,

Bull, dalam Hariawan dan Suastika, 2008). Secara fungsional akan terjadi perubahan

berupa gangguan distensi dan kekakuan pembuluh darah (Heijden, Staessen, Fagard

dalam Hariawan dan Suastika, 2008). Pembuluh darah pada usia lanjut menunjukkan

Page 44: laporan hasil penelitian

44

peningkatan permeabilitas endotel dan penurunan respon nitric oxide dependent

vasodilator terhadap asetilkolin (Taddei, Virdis, Mattei, dalam Hariawan dan

Suastika, 2008). Mekanisme kerusakan endotel pembuluh darah pada penderita DM

melalui berbagai jalur. Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan peningkatan

kadar glukosa intraselular yang akan menyebabkan pembentukan advanced glycation

end products (AGE) lewat glikosilasi non enzimatik protein intra dan ektraselular.

Pembentukan AGE akan mengakibatkan disfungsi glomerulus, mempercepat

aterosklerosis, menghambat pembentukan nitric oxide (NO), dan mempengaruhi

komposisi dan struktur matrik ekstraselular.12,15 Penurunan sintesa nitric oxide akan

menyebabkan disfungsi endotel. (Kaspal, Braunwald, Dzau dalam Hariawan dan

Suastika, 2008).

2.3.2. Patofisiologi Hipotensi Intradialitik

Penyebab dari IDH adalah multifaktorial. Pada satu sisi, kondisi pasien dapat

mencetuskan penurunan tekanan darah selama hemodialisis: umur, komorbid seperti

diabetes dan kardiomiopati, anemia, interdialytic weight gain (IDWG), penggunaan obat-

obat antihipertensi. Pada sisi lain, faktor-faktor yang berhubungan dengan dialisis itu

sendiri dapat berkontribusi terhadap instabilitas hemodinamik sesi hemodialisis yang

pendek, laju ultrafiltrasi yang tinggi, temperatur dialisat yang tinggi, konsentrasi sodium

dialisat yang rendah, inflamasi yang disebabkan aktivasi dari membran dan lain-lain.

Faktor yang kelihatannya paling dominan dari kejadian IDH ini adalah berkurangnya

volume sirkulasi darah yang agresif, dikarenakan ultrafiltrasi, penurunan osmolalitas

ekstraselular dengan cepat yang berhubungan dengan perpindahan sodium, dan

Page 45: laporan hasil penelitian

45

ketidakseimbangan antara ultrafiltrasi dan plasma refilling. Dari segi pandangan fisiologi,

IDH dapat dipandang sebagai suatu keadaan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskular

dalam merespon penurunan volume darah secara adequat. Respon adequatdari sistem

kardiovaskular termasuk refleks aktivasi sitem saraf simpatetik, termasuk takikardia dan

vasokonstriksi arteri dan vena yang merupakan respon dari cardiac underfilling dan

hipovolemia. Mekanisme kompensasi ini dapat terganggu pada beberapa pasien, yang

akan menyebabkan mereka mempunyai faktor resiko terjadinya IDH (Sulowicz et al,

2006)

Hipotensi juga bisa terjadi pada pasien dengan volume darah yang relatif kecil seperti

pada lansia, anak-anak dan perempuan yang kecil (Kallenbach, et al, 2005; Devenport,

2006). Lebih lanjut Sulowicz dan Radziszewski (2006) serta Henrich, menyebutkan

bahwa pelepasan adenosin selama iskemi organ dan kegagalan plasma dalam

meningkatkan vasopressin juga dapat menyebabkan hipotensi intradialisis. Tingginya

konsentrasi adenosin dijumpai pada pasien yang menjalani hemodialisis (Sulowicz &

Radziszewski, 2006).

Hipotensi terjadi karena dilatasi arteri pada dasar vaskuler, kehilangan volume darah

dalam jumlah besar atau kegagalan otot jantung memompa secara adekuat. Pengaruh saraf

otonom juga terkait dengan hipotensi. Adanya stimulasi saraf parasimpatis akan

menurunkan denyut jantung sehingga menyebabkan penurunan curah jantung. Stimulasi

saraf simpatis juga akan meningkatkan vasodilatasi arteriol yang selanjutnya akan

menurunkan tahanan perifer. Semua proses ini pada akhirnya akan menurunkan tekanan

darah (Sherwood, 2012).

Page 46: laporan hasil penelitian

46

Skema 2.1

Patogenesis Hipotensi Intradialitik

(Sumber : Sukandar, 2006)

2.3.2.1 Penatalaksanaan Hipotensi Intradialitik

2.3.2.1.1. Pencegahan Hipotensi Intradialitik

Pencegahan hipotensi intradialisis yang dapat dilakukan perawat dengan cara: melakukan

pengkajian berat badan kering secara regular, menghitung UFR secara tepat dan

menggunakan kontrol UFR, menggunakan dialisat bikarbonat dengan kadar natrium yang

tepat, mengatur suhu dialisat secara tepat, monitoring tekanan darah serta observasi

monitor volume darah danhematokrit selama proses hemodialisis (Kallenbach, et al, 2005;

Thomas, 2003; Daugirdas, Blake & Ing, 2007). Memberikan edukasi tentang pentingnya

Dialisat Na < 140 mmol/L Bioincompatibility (IL-1) Dialisat suhu Splanchic vasodilatasi Asetat

Hypoxemia

Drugs Myocardiopathy Arrythmia

Ultrafiltarsi rate (UFR) tinggi Target dry weight terlalu rendah

Penurunan Peripheral vaskuler resistance

Penurunan Cardiac output

Penurunan volume plasma dan ektravaskuler

Dialisis Hipotensi

Page 47: laporan hasil penelitian

47

menghindari konsumsi antihipertensi dan makan saat dialisis jugadapat mencegah

hipotensi (Daugirdas, Blake & Ing, 2007).

Tabel 2.8

Panduan Pencegahan Hipotensi Intradialitik

- Gunakan mesin hemodialisis yang dapat mengendalikan ultrafiltrasi - Interdialytic gain kurang dari satu kilogram per hari - Gunakan dialiser dengan KUF yang sesuai - Konsentrasi natrium dalam konsentrat > 140 mmol - Obat antihipertensi tidak boleh digunakan sebelum hemodialisis - Bila digunakan dialiser KUF dan QB tinggi harus digunakan bicarbonat buffered dialysate - Hindari banyak makan mengandung protein dan gula selama hemodialisis

(Sumber : Sukandar, 2006)

2.3.2.1.2. Tatalaksana Hipotensi Intradialitik

Pencegahan hipotensi intradialisis yang dapat dilakukan perawat dengan cara: melakukan

pengkajian berat badan kering secara regular, menghitung UFR secara tepat dan

menggunakan kontrol UFR, menggunakan dialisat bikarbonat dengan kadar natrium yang

tepat, mengatur suhu dialisat secaratepat, monitoring tekanan darah serta observasi

monitor volume darah danhematokrit selama proses hemodialisis (Kallenbach, et al,

2005; Thomas, 2003; Daugirdas, Blake & Ing, 2007).

Tabel 2.9

Penatalaksanaan IDH

Pendekatan Lini Pertama

1. Konseling asupan makanan (restriksi garam) 2. Menghindari asupan makanan selama dialisis 3. Pengukuran berat badan kering 4. Penggunaan bikarbonat sebagai buffer dialisis 5. Penggunaan temperatur dialisat 36.5oC 6. Periksa dosis dan waktu pemberian obat antihipertensi

Pendekatan Lini Kedua

1. Evaluasi performa jantung 2. Penurunan temperatur dialisat secara berkala mulai dari 36.5oC

sampai 35oC

Page 48: laporan hasil penelitian

48

3. Memperpanjang waktu dialisis dan/atau frekuensi dialisis 4. Pemberian konsentrasi dialisat kalsium 1.50 mmol/l

Pendekatan

Lini Ketiga

1. Pertimbangan pemberian midodrine 2. Pertimbangkan suplementasi L-carnitine

Sumber : Jeroen et al, EBPG, 2007

Adapun manajemen hipotensi intradialisis adalah: menempatkan pasien dalam posisi

trendelenburg, memberikan infus NaCl 0,9% bolus, menurunkan UFR dan kecepatan

aliran darah (Quick of blood) serta menghitung ulang cairan yang keluar (Kallenbach, et

al, 2005; Daugirdas, Blake & Ing, 2007)

2.4. Peran dan Fungsi Perawat

Perawat hemodialisis memiliki peran yang penting dalam melaksanakan pengkajian,

melakukan pemantauan, memberikan dukungan, memberikan bantuan perawatan diri dan

pelayanan kritis lain, memberikan pendidikan yang berkelanjutan pada pasien dan

keluarga (Smeltzer, et al, 2008; Kallenbach, et al, 2005). Pengkajian, pemantauan,

perencanaan dan pendokumentasian yang tepat serta komprehensif oleh perawat

diharapkan mengurangi dan mencegah komplikasi saat pasien menjalani hemodialisis

(Thomas, 2003).

Lebih lanjut Kallenbach, et al (2005) menyebutkan bahwa perawat dialisis juga

bertanggungjawab dalam melakukan kerjasama multidisiplin dengan bidang lain ketika

kondisi fisik, emosi dan sosial pasien memerlukan penanganan lebih lanjut. Selain itu

perawat juga memiliki peran dalam business manager, melakukan penelitian, mengurus

administrasi pembiayaan dan menjadi pembela pasien (Kallenbach et al, 2005). Terkait

dengan perannya tersebut, Kallenbach, et al (2005) menyebutkan bahwa perawat spesialis

Page 49: laporan hasil penelitian

49

di unit dialisis berfungsi sebagai pelaksana asuhan keperawatan (clinician), educator,

konsultan, administrator, advocate dan peneliti (researcher).

2.4.1. Asuhan Keperawatan

Saat mengelola pasien hemodialisis perawat harus menerapkan nursing process. Tujuan

penerapan asuhan keperawatan adalah untuk mencegah komplikasi yang mungkin timbul

melalui pengkajian dan perencanaan komprehensif (Thomas, 2003). Berikut penerapan

asuhan keperawatan pada pasien hemodialisis.

2.4.1.1. Pengkajian

Pengkajian yang perlu dilakukan sebelum dialisis meliputi pengkajian pasien dan

perlengkapan dialisis. Lemone dan Burke (2008), Thomas (2003) serta Kallenbach, et al

(2005) menyebutkan bahwa hal yang harus dikaji pada pasien sebelum hemodialisis

adalah: 1) Tanda vital meliputi tekanan darah duduk dan berdiri, nadi apikal dan perifer,

suhu dan pernafasan; 2) Berat badan; 3) Status cairan (JVP, bunyi jantung, bunyi nafas

dan edema); 4) Warna kulit, temperatur, turgor dan integritas; 5) Kepatenan akses

vaskuler, adanya tanda perdarahan dan infeksi; 6) Serum biokimiai: potassium, fosfat,

kalsium, ureum kreatinin dan hemoglobin. Hal yang harus dikaji terkait dengan peralatan

hemodialisis adalah: 1) Kepatenan dan keutuhan membran dialiser, dan memastikan

dialiser sesuaiyang diresepkan; 2) Memastikan bahwa selang tidak ada yang bocor; 3)

Komposisi cairan dialisat termasuk jumlah kalium dan kalsium sesuai yangdiresepkan,

temperatur diatur pada suhu 35-37°C; 4) Dialiser bebas bahan kimia; 5) Memastikan tidak

ada udara dalam selang darah, tidak ada selang yang terlipat; 6) Memastikan pompa darah

Page 50: laporan hasil penelitian

50

telah di atur dan berfungsi dengan baik; 7) Memastikan alarm telah diatur (Kallenbach, et

al, 2005)

2.4.1.2.Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian perawat dapat merumuskan diagnosa keperawatan.Diagnosa

keperawatan yang mungkin muncul pada pasien terkait denganterjadinya komplikasi saat

hemodialisis:

a. Risiko terjadi komplikasi injuri : hipotensi, hipertensi, sakit dada, sakit kepala,

aritmia, mual, muntah, menggigil, kejang, penurunan kesadaran berhubungan dengan

efek samping tindakan hemodialisis

b. Resiko perubahan perfusi jaringan (perifer, renal, kardiak dan cerebral) berhubungan

dengan penurunan sirkulasi darah sekunder terhadap adanya hipotensi dan hipertensi

c. Resiko penurunan kardiak output berhubungan dengan hipotensi intradialisis, adanya

aritmia dan nyeri dada

d. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala, nyeri dada, nyeri otot berhubungan dengan

penurunan perfusi jaringan

e. Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan status kesehatan

2.4.1.3.Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah yang muncul adalah:

Page 51: laporan hasil penelitian

51

a. Pengawasan kondisi pasien dan perlengkapan. Pengawasan (monitoring) merupakan

intervensi utama untuk mencegahdan mengatasi komplikasi. Pengawasan terhadap

pasien dan mesin harus dilakukan perawat setiap jam pada saat hemodialisis dan

dilakukan lebih sering pada pasien yang tidak stabil (Kallenbach, et al,

2005).Pengawasan saat hemodialisis menurut Lemone & Burke (2008), Kallenbach,

et al (2005) adalah:

1) Pengawasan terhadap pasien meliputi pengawasan tanda vital,Kesadaran dan

respon pasien selama prosedur. Respon pasien dalamhal ini terkait dengan

timbulnya komplikasi berupa sakit kepala, sakitdada, kram, kejang, mual, muntah,

dll.

2) Pengawasan terhadap perlengkapan dan mesin meliputi pengawasanterhadap

tekanan arteri, tekanan vena, UFR, Qb, Qd, pengawasandialiser, selang darah dan

sambungan, pengawasan setting padamonitor, pompa heparin dan alarm udara

serta monitoring volumedarah dan nilai hematokrit selama hemodialisis.

b. Pengaturan ulang mesin dan perlengkapan

Pengaturan ulang dilakukan bila timbul komplikasi, misalnya denganmenurunkan

UFR, Qb, Qd dan TMP serta pengaturan ulang suhu dialisat

c. Melakukan keterampilan keperawatan

Keterampilan keperawatan yang perlu dilakukan diantaranya adalah: 1)pengaturan

posisi pasien misalnya pengaturan posisi trendelenburg padapasien hipotensi,

pengaturan posisi datar saat klien hipertensi; 2)memberikan kompres hangat pada

area yang nyeri terutama otot dan padapasien demam; 3) massage pada area yang

Page 52: laporan hasil penelitian

52

nyeri (nyeri kepala, otot,dada); 4) dukungan psikologis pada pasien yang mengalami

kecemasan.

d. Edukasi

Edukasi diberikan untuk mencegah komplikasi, meliputi edukasi tentang pentingnya

menurunkan berat badan antar dialisis, menghindari antihipertensi minimal 4 jam

sebelum dialisis, menghindari makan saat hemodialisis, mematuhi diit dan

pembatasan cairan serta melakukan hemodialisis secara rutin (Thomas, 2003;

Daugirdas, Blake & Ing, 2007

e. Kolaborasi

Tindakan kolaborasi diberikan sesuai dengan permasalahan yang muncul.Kolaborasi

yang dapat dilakukan yaitu: 1) Pemberian infus NaCl 0,9%bolus untuk mengatasi

hipotensi, mual dan muntah; 2) Pemberian antiemetik pada pasien yang mengalami

mual dan muntah; 3) Pemberian quinine sulphate dan vitamin E sebelum hemodialisis

untuk mencegah kram otot; 3) Pemberian oksigen pada pasien nyeri dada, aritmia dan

sesak nafas; 4) Pemberian nitrogliserin dan anti angina untuk mengatasi komplikasi

nyeri dada; 5) Monitoring EKG secara berkala pada pasiendengan komplikasi aritmia

dan nyeri dada; 6) Pemberian antianafilaksis. (antihistamin, epineprin/adrenalin,

hydrokortison, piriton) intravena padapasien yang mengalami reaksi hipersensitif; 7)

Pemberian Acetaminophenpada pasien dengan intradialysis headache (Kallenbach,

et al, 2005;Daugirdas, Blake & Ing, 2007)

Page 53: laporan hasil penelitian

53

2.4.1.4.Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai efektifitas hemodialisis dan tindakan keperawatan

dalam mencegah dan mengatasi komplikasi saat hemodialisis. Parameter pasien yang

perlu di nilai post hemodialisis adalah: 1) Penurunan berat badan pasien, 2) Perubahan

tekanan darah, nadi, suhu tubuh dan pernafasan; 3) Status kesadaran; 4) Tidak ada

kelebihan cairan; 5) Berkurangnya keluhan subyektif pasien seperti tidak adanya atau

berkurangnya nyeri dada, nyeri otot, sakit kepala, mual dan sesak nafas; 6) Total cairan

yang masuk ke dalam tubuh; 7) Akses vaskuler dan status perdarahan; 8) Penurunan nilai

ureum kreatinin, kalium, kalsium, fosfat dan asam urat (Kallenbach, et al, 2005). Perawat

medikal bedah di unit hemodialisis tidak hanya dituntut terampil dalam melakukan asuhan

keperawatan pada pasien hemodialisis, namun juga harus mampu melakukan

pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan

dengan baik dan benar. Pendokumentasian yang baik dan benar dapat dijadikan tanggung

jawab dan tanggung gugat perawat terhadap setiap hal yang dilakukannya pada pasien.

2.5. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian yang terkait dengan hipotensi intradialitik (IDH) adalah penelitian

yang dilakukan oleh :

2.5.1. Judul Penelitian Komplikasi Intradialitik yang di alami pasien CKD saat menjalani

Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang dilakukan oleh

(Armiati, 2009). Dengan desian deskriptif terhadap 50 pasien di unit hemodialisis

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan 96% pasien

Page 54: laporan hasil penelitian

54

mengalami komplikasi intradialisis : berupa hipotensi sebanyak (26%) dengan

penurunan tekanan darah pada jam pertama dan mengalami peningkatan pada jam

ke 4. Rekomendasi dari penelitian tersebut adalah agar perawat selalu memantau

kondisi pasien selama hemodialisis sehingga meminimalkan adanya komplikasi

intradialitik. Penelitian ini pun di dukung oleh

2.5.2. Judul penelitian analisis faktor yang mempengaruhi hipotensi intradialisis pada

pasien CKD yang menjalani Hemodialisis (Handayani, 2013) dengan jenis

penelitian survei, dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi sebanyak 100

pasien dengan sampel 50 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak

23 (46%) pasien mengalami hipotensi intradialisis. Sebagian besar responden

berada pada umur 56-65 tahun sebanyak 24 pasien (48%). Sebagian besar berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 34 pasien (68%). Sebagian besar tidak menggunakan

obat antihipertensi sebelum hemodialisis sebanyak 33 pasien (66%). Sebagian

besar terjadi peningkatan berat badan sedang sebanyak 19 pasien (38%). Sebagian

besar ultrafiltrasi(UFR) >13 ml/kg/jam sebanyak 23 (46%). Kesimpulan: ada

pengaruh usia dengan hipotensi intradialisis (p = 0,009). Ada pengaruh UFR

dengan hipotensi intradialisis (p = 0,043). Saran: untuk penelitian yang akan

datang bisa melakukan penambahan sampel dan penambahan faktor resiko lain

mengenai hipotensi intradialisis seperti penambahan faktor disfungsi otonom,

makan selama hemodialisis dan anemia. Penelitian ini pula di dukung oleh

2.5.3. Judul Pengaruh Profilling Natrium dan Suhu Terhadap Episode Hipotensi

Intradialysis Pada Pasien CKD di Unit Hemodialisis RSUD AL Ihsan Provinsi

Page 55: laporan hasil penelitian

55

Jawa Barat. (Sukiman, 2014) dengan jenis penelitian quasi experiment, sampel

diambil secara aksidental berjumlah 15 sampel. Hasil analisis disimpulkan bahwa

profilling natrium dan suhu berpengaruh terhadap episode hipotensi intradialysis

dengan nilai p value = <0,001 pada α = 0.01. Simpulan dari penelitian ini bahwa

ada pengaruh profilling natrium dan suhu terhadap episode hipotensi intradialisis.

Penelitian ini pula di dukung oleh

2.5.4. Judul penelitian hubungan antara perubahan volume darah relatif dengan episode

hipotensi intradialitik selama hemodialisis pada CKD di RSUP Sanglah Denpasar

oleh (Agustriadi, 2009) dengan study analitik cross sectional, total responden

sebanyak 51 pasien didapatkan bahwa terdapat perubahan tekanan darah relatif

intradialitik sebesar 4,9% sampai dengan 26,4%. Hasil analisis regresi Beta=0,29,

OR 1,35, IK 95%:1,1 – 1,6 pValue=0,01. Dari hasil analisis tersebut pada faktor-

faktor lainnya secara statistik tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan

nilai p = 0,29; 0,91; 0,99 dan 0,99, masing-masing untuk pengaruh kadar

hemoglobin, penurunan berat badan intradialitik, obat antihipertensi dan DM.

2.5.5. Judul penelitian Incidence and measure to prevent intradialytic hypotension in

patient on maintenance hemodialysis in a tertiary care centre in India oleh Pavan

M, Ranganath R, Chaudhari AP, Aiyangar A, Upadhayaya KL, et al. Dengan studi

prospektif pada 100 pasien hemodialisis selama 12 bulan di RS Mumbei India.

Hasil dari studi tersebut bahwa terdapat 18 % pasien mengalami hipotensi

intradialitik dengan faktor penyebab : Incorrect ideal body weight (dry weight) 33

Page 56: laporan hasil penelitian

56

%, poor cardiac function 16%, excess interdialytic weight gain 11%, medications

11%, Food on HD 11%, autonomic neuropathy 6%, Anemia 6%, unknown causes

6 %.

Page 57: laporan hasil penelitian

57

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN

DEFINISI OPERASIONAL

Pada bab ini diuraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi

operasional

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep

satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini

digunakan untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu

topik yang akan dibahas (Setiadi 2007). Kerangka konsep pada penelitian ini meliputi 3

komponen, yaitu : variabel bebas (independent), variabel terikat (dependent) dan variabel

confounding.

Sehingga kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut :

Page 58: laporan hasil penelitian

58

Skema 3.1.

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Variabel Confonding

Berdasarkan kerangka konsep diatas maka dapat dijelaskan bahwa variable dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1.1. Variabel Terikat (Dependent variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kejadian Hipotensi Intradialitik pada pasien

yang sedang menjalani hemodialisis

3.1.2 Variabel Bebas (Independent variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor – faktor yang berhubungan dengan

kejadian hipotensi intradialitik pada pasien yang menjalani hemodialisis diantaranya

1. Ultrafiltrasi Rate (UFR) 2. Lama Dialisis 3. Riwayat Penyakit Diabetes

Melitus 4. Jenis Dialiser 5. Anemia 6. Usia lanjut

Sumber : (Thomas, 2003; Kallenbach, et al, 2005; Sulowicz & Radziszewski, 2006; Daugirdas, Blake & Ing, 2007;Henrich, 2008)

Hipotensi

Intradialitik

1. Quick Blood (QB) 2. Quick Dialisat (QD) 3. Obat Anti Hipertensi

Sumber : Kooman et al., 2007 ; NKF dalam Bradshaw, 2014

Page 59: laporan hasil penelitian

59

faktor Ultrafiltrasi yang tinggi, waktu dialisis yang pendek, riwayat diabetes melitus, jenis

dialiser yang digunakan, riwayat anemia dan faktor usia lanjut.

3.2. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.2.1. Ada hubungan antara ultrafiltrasi dengan kejadian hipotensi intradialitik pada

pasien hemodialisis di RS Haji Jakarta

3.2.2. Ada hubungan antara lama dialisis dengan kejadian hipotensi intradialitik pada

pasien hemodialisis di RS Haji Jakarta

3.2.3. Ada hubungan antara riwayat diabetes terhadap kejadian hipotensi intradialitik

pada pasien hemodialisis di RS Haji Jakarta.

3.2.4. Ada hubungan antara jenis dialiser yang digunakan terhadap kejadian hipotensi

intradialitik pada pasien hemodialisisdi RS Haji Jakarta.

3.2.5. Ada hubungan antara anemia terhadap kejadian hipotensi intradialitik pada pasien

hemodialisisdi RS Haji Jakarta.

3.2.6. Ada hubungan antara usia terhadap kejadian hipotensi intradialitik pada pasien

hemodialisisdi RS Haji Jakarta.

3.3. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan ruang lingkup suatu variabel yang diamati dan

diukur. Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini dijelaskan

Page 60: laporan hasil penelitian

60

dalam tabel 3.1 dibawah ini

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur & Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Variabel Dependen Hipotensi Intradialitik

Penurunan tekanan darah sistolik ≥20 mm Hg atau

penurunan MAP ≥10 mm

Hg saat pasien hemodialisis yang dihubungkan dengan gejala: perut tidak nyaman, menguap, mual, muntah, kram otot, pusing dan cemas

Cara : Pengukuran Tekanan Darah Alat : Spigmomanometer

1 = Hipotensi (MAP Kurang dari Normal (70-105 mmHg) atau Penurunan Sistolik > 20 mmHg 2 = Tidak Hipotensi

Nominal

Variabel Independen Ultrafiltrasi Rate

Ultrafiltrasi adalah target program penarikan jumlah cairan selama dialisis tiap jamnya. HD dengan ultrafiltrasi excessive lebih dari 2 Kg.

Cara : observasi mesin hemodialisis Alat : lembar observasi, mesin hemodialisis fresenius voliumetrik model 4008B

1 = Ultrafiltrasi Rate Standar (UFR ≤ 13

ml/jam/kg) 2 = Ultrafiltrasi Rate Excessive (UFR > 13 ml/jam/kg)

Interval

Waktu/Lama Dialisis

Rentang waktu yang harus dijalani ketika dilakukan . Hemodialisis di Indonesia biasa dilakukan dua kali seminggu dengan lama 4-5 jam

Cara : observasi Alat : Lembar Observasi, mesin HD 4008B dan S

1 = 4 jam 2 = 4.15 jam

Nominal

Riwayat Diabetes Melitus

Merupakan data informasi yang menyatakan pasien terdiagnosa DM berdasarkan catatan rekam medik

Cara : Studi Observasi Alat : Lembar observasi, Rekam Medik

1 = ya 2 = tidak

Nominal

Jenis Dialiser

Priming Volume dialiser pada kompartemen darah berbeda beda antara 50 – 150 cc

Cara : Studi Observasi Alat : Lembar observasi

1 = Dializer F7HPS 2 = Dialiser F8HPS

Nominal

Riwayat Anemia

Penurunan kadar haemoglobin dalam darah < 10 gr/dl, yang dinilai pada 1 bulan terakhir berdasarkan data rekam medik

Cara : Studi dokumentasi Alat : Rekam medik

1 = Anemia (Hb <10 gr/dL 2 = Tidak Anemia (Hb > / = 10 gr/dL

Interval

Usia (umur) Lansia

Dihitung sejak lahir sampai dengan dilakukan penelitian

Cara: berdarkan data pada gelang identitas pasien

1 = < 65 tahun Dewasa 2 = ≥ 65 th Dewasa

Lanjut usia

Interval

Page 61: laporan hasil penelitian

61

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian.

Langkah – langkah teknis dan operasional pada penelitian yang telah dilaksanakan.

Metodologi penelitian tersebut meliputi desain penelitian, populasi dan sampel penelitian,

tempat penelitian, etika penelitian, alat pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas

instrumen serta analisis data yang dilakukan dalam penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi asosiasi (explanatory atau correlational).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor apakah yang terjadi sebelum atau

bersama sama atau tanpa adanya suatu intervensi dari peneliti. Rancangan yang digunakan

dapat menggunakan cross-sectional. Jenis penelitian ini merupakan penelitian

epidemiologik noneksperimental yang mengkaji antara variabel independen (faktor

resiko) dan variabel dependen (Sastroasmoro & Ismail, 2008).

Page 62: laporan hasil penelitian

62

4.2. Populasi Dan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu

(Sastroasmoro & Ismail, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien CKD

pada stadium End Stage Renal Disease (ESRD) yang menjalani hemodialisis di unit

hemodialisis RS Haji Jakarta berjumlah 84 pasien.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi tersebut

(Sugiono, 2005). Besar kecilnya sampel sangat dipengaruhi oleh rancangan dan

ketersediaan subjek dari penelitian itu sendiri. Semakin besar sampel yang dipergunakan

semakin baik dan representatif hasil yang diperoleh. (Polit dan Hungler (1999) dalam

Nursalam, 2014). Sampel penelitian adalah pasien hemodialisis di RS Haji Jakarta yang

melakukan hemodialisis. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

purposive sampling. Pasien dapat menjadi sampel penelitian jika memenuhi kriteria

inklusi.

Perhitungan jumlah sampel sebagai berikut :

Keterangan :

n = perkiraan besar sampel

n = N z2 . p . q d2 . (N-1) z2 . p . q

Page 63: laporan hasil penelitian

63

N = perkiraan besar populasi

Z = Nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

p = Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

q = 1 – p (100% - p)

d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

Dari rumus tersebut perkiraan populasi pasien yang menjalani hemodialisis di Unit

Hemodialisis RS Haji Jakarta sebesar 86 pasien, maka besarnya sampel di peroleh :

= 84 . (196)2 . 0,5 . 0,5

(0,05)2 . (83 – 1) + (1,96)2 . 0,5 . 0,5

= 84.3.8416.0,5.0,5

(0,0025)(83) + 3.8416.0,5.0,5

= 80,6736

1,1679

= 69,08

= 69 Responden

Jadi besar sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 69 responden. Peneliti

menambahkan 10 % untuk menghindari droop out pada sampel. Sehingga total sampel

yang akan diteliti sebanyak 76 sampel.

n = N z2 . p . q d2 . (N-1) z2 . p . q

Page 64: laporan hasil penelitian

64

4.2.3 Kriteria Inklusi

a. Semua pasien CKD pada stadium ESRD yang menjalani hemodialisis minimal 2

kali / minggu di Unit Hemodialisis, kriteria ini dipilih dikarenakan pasien yang

menjalani hemodialisis 2 kali dalam seminggu harus menjalani hemodialisis dan

sudah di pastikan bahwa ia dalam kondisi terminal yang harus menjalani

hemodialisis seumur hidup.

b. Semua pasien hemodialisis yang sadar dalam keadaan komposmentis yang dapat

mengerti maksud dan tujuan peneliti dan dapat memahami bahwa dirinya sadar

betul akan kesediaannya menjadi responden

4.2.4 Kriteria Ekslusi

a. Pasien dengan pemberian obat antihipertensi sebelum dialisis. Pasien yang

mendapatkan terapi obat antihipertensi akan mempengaruhi tekanan darah yang

sesungguhnya. Sehingga penurunan tekanan darah saat hemodialisis menjadi

samar, apakah penurunannya dikarenakan akibat program hemodialisis ataukah

karena obat antihipertensi.

b. Begitupula pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan pemberiat obat

obatan peningkat tekanan darah. Hal inipun tidak bisa dijadikan tolak ukur adanya

hipotensi intradialitik

Page 65: laporan hasil penelitian

65

4.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan unit hemodialisis Rumah Sakit Haji Jakarta yang merupakan

rumah sakit tipe B dan rumah sakit terakreditasi KARS 2012 dengan hasil Paripurna.

4.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini di mulai sejak 11 November 2014. Diawali dengan menganalisis fenomena

di lapangan untuk mencari permasalahan penelitian. Peneliti mendapat persetujuan judul

penelitian, dan melakukan proses pembuatan proposal untuk mengadakan penelitian.

Penelitian dimulai sejak tanggal 20 Februari 2015 sampai tanggal 23 Februari 2015.

Pelaporan hasil penelitian pada minggu ke empat Februari 2015.

4.5 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti memperhatikan aspek etika penelitian,

berpedoman pada prinsip-prinsip penelitian dan tentunya melindungi responden. Etika

penelitian dalam penelitian ini dilaksanakan untuk memberikan perlindungan terhadap

responden yang menjadi subjek penelitian dengan mempertimbangkan prinsip etika riset

berupa beneficience, prinsip menghargai martabat manusia dan prinsip mendapatkan

keadilan (Hamid, 2007).

Prinsip-prinsip etika penelitian yang diperhatikan dalam melakukan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Page 66: laporan hasil penelitian

66

a. Self determination

Peneliti memberikan kebebasan kepada responden untuk menentukan bersedia

menjadi responden atau menolak dalam penelitian tanpa ada sanksi apapun.

Penerapan prinsip etik penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan informasi

kepada responden maksud dan tujuan penelitian. Penelitipun menginformasikan

bahwa penelitian ini tidak akan mengancam nyawa maupun merugikan responden,

sehingga peneliti memberikan kebebasan kesediaan kepada responden.

b. Anonymity and confidentiality

Prinsip anonymity dilaksanakan dengan peneliti tidak mencantumkan nama

responden dalam kuesioner penelitian (hanya inisial). Sedangkan prinsip

confidentiality dilaksanakan peneliti dengan tidak mempublikasikan keterikatan

informasi yang diberikan dengan identitas responden. Pada penerapan prinsip ini

peneliti menjelaskan kepada responden bahwa identitas hanya di isi dengan inisial

dan tidak mempublikasikan informasi yang berkaitan dengan identitas pasien.

c. Privacy

Dalam penelitian ini peneliti menjamin privacy responden dan menjunjung tinggi

harga diri responden. Peneliti dalam berkomunikasi dengan responden tidak

menanyakan hal – hal yang dianggap privacy bagi responden, kecuali yang berkaitan

dengan penelitian, dengan tetap mengedepankan rasa hormat dan melalui persetujuan

dari responden. Pada penerapan prinsip etik ini peneliti menginformasikan bahwa

data yang di dapatkan akan dijaga dan dijunjung tinggi kerahasiaannya.

Page 67: laporan hasil penelitian

67

d. Justice

Dalam prinsip ini, peneliti berlaku jujur (fairness) dan adil pada semua responden.

Prinsip ini dilaksanakan dalam bersikap ataupun mendistribusikan semua kebutuhan

dalam penelitian. Pada penerapan prinsip etik ini, peneliti berusaha untuk

mendokumentasikan hasil observasi secara apa adanya.

e. Informed Consent (IC)

Penerapan prinsip etik ini peneliti terlebih dahulu menjelaskan tentang tujuan

penelitian, waktu penelitian yang digunakan serta manfaat penelitian terhadap

responden, adanya jaminan bahwa tidak ada pengaruh penelitian terhadap individu

dan jaminan kerahasiaan data yang diberikan tidak akan disebarluaskan ataupun

dapat merugikan responden. Peneliti juga menjelaskan apabila terjadi

ketidaknyamanan yang terkait dengan penurunan status hemodinamik pasien,

penelitipun akan melakukan prosedur penangan dan tetap menjaga hak-hak

responden untuk berhenti menjadi responden. Peneliti dibantu oleh kepala ruangan

yang sebelumnya telah memberikan informasi dan meminta kesediaan responden

untuk menandatangani lembar Informed consent (IC).

4.6 Alat Pengumpul Data

Alat pengumpulan data/instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi

pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.

Page 68: laporan hasil penelitian

68

Data yang dikumpulkan terangkum dalam lembar kuesioner penelitian yang meliputi

nama, umur, BB Kering, riwayat penyakit, dan kadar haemoglobin. Data tersebut

didapatkan dari kuisioner responden. Kemudian data observasi intradialitik meliputi

hasil pengukuran dan observasi langsung saat pasien menjalani hemodialisis. Jenis

pengukuran yang dilakukan yaitu pengukuran tekanan darah dan nadi pre dialisis dan

intra dialisis berlangsung. Observasi yang dilakukan pada tahap intradialitik adalah

kecepatan pompa darah (quick blood), ultrafiltrasi rate (UFR), lama dialisis, dan jenis

dialiser yag digunakan.

4.7 Validitas dan Reliabilitas

4.7.1 Validitas Reliabilitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan suatu

alat ukur dalam mengukur suatu data (Hastono, 2007). Sedangkan reliabilitas adalah

suatu ukuran yang menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran tetap konsisten bila

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat

ukur yang sama (Hastono, 2008)

Pada penelitian ini alat yang digunakan sebagai alat ukur adalah timbangan berdiri,

spigmomanometer, dan mesin hemodialisis. Pada timbangan yang digunakan yaitu

timbangan jenis berdiri merk SMIC Health Scale dan telah dilakukan kalibrasi pada

tanggal 19 September 2014 dan dinyatakan aman untuk pelayanan.

Spigmomanometer yang digunakan merk Reister dan telah dilakukan kalibrasi

tanggal 19 September 2014 dan dinyatakan aman untuk pelayanan. Mesin

Page 69: laporan hasil penelitian

69

hemodialisis yang digunakan adalah mesin Fresenius Medical Care (FMC) buatan

Jerman dengan type 4008B dan 4008S. Telah dilakukan kalibrasi pada tanggal 9

Nopember 2014 oleh tekhnisi dari Fresenius Medical care dan dinyatakan aman

untuk pelayanan.

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data penelitian ini terdiri dari prosedur administrasi,

pelaksanaan penelitian dan terminasi penelitian

4.8.1 Prosedur Administratif

Prosedur adminstrasi dalam pengumpulan data, peneliti memulai setelah mengajukan

surat permohonan ijin melakukan penelitian dari Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta. Setelah mendapatkan surat ijin penelitian yang

ditujukan kepada kepala ruangan unit hemodialisis, diklat RS Haji Jakarta dan

direktur RS Haji Jakarta. Peneliti kemudian mengajukan surat permohonan yang

dimulai dari kepala ruangan hemodialisis dan menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian yang di ikuti dengan persetujuan kepala ruangan hemodialisis. Penelitipun

mengajukan ijin penelitian kebagian diklat keperawatan dan direktur RS Haji Jakarta.

4.8.2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah mendapatkan persetujuan dari kepala ruangan hemodialisis, peneliti di

dampingi kepala ruangan memilih responden berdasarkan kriteria inklusi, setelah

Page 70: laporan hasil penelitian

70

sebelumnya kepala ruangan memperkenalkan peneliti dan menjelaskan tujuan

penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya peneliti mencari calon responden yang

akan terlibat dalam penelitian. Tahap berikutnya, peneliti memperkenalkan diri pada

responden yang sesuai dengan kriteria inklusi serta membuat persetujuan penelitian

dengan responden dalam bentuk informed concent. Setelah responden bersedia

peneliti terlebih dahulu mengkaji data data demografi responden. Kemudian peneliti

melakukan pengukuran tekanan darah pada jam 1, 2, 3 dan 4 selama proses

hemodialisis. selanjutnya peneliti mendokumentasikan data tersebut di dalam daftar

observasi seperti ultrafiltrasi rate, lama/waktu dialisis, dan jenis dialiser yang

digunakan. Proses pengumpulan data ini dilakukan selama 3 hari dengan total

responden 76 sampel.

Skema 4.1

Proses Pengumpulan Data Penelitian

Melakukan wawancara tentang karakteristi pasien : Data demografi pasien, umur, Berat Badan Kering, riwayat penyakit, kadar haemoglobin terakhir

Melakukan pengukuran Tekanan darah pada pasien sesaat sebelum HD dimulai

Mendokumentasikan hasil pengamatan pada awal HD di mulai : Lama HD, UFR, Jenis dialiser

Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Jam ke-1

Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Jam ke-2

Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Jam ke-3

Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Jam ke-4

Pre Hemodialisis Intradialisis

Page 71: laporan hasil penelitian

71

4.8.3. Terminasi Penelitian

Pada setiap akhir sesi pengumpulan data, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih atas

kesediaannya menjadi responden dan diakhiri dengan memberikan souvenir. Penelitipun

menyampaikan kesediannya apabila dikemudian hari diminta untuk memberikan

masukan dan saran untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pasien yang menjalani

hemodialisis di RS Haji Jakarta

4.9 Pengolahan Dan Analisis Data

4.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan editing, coding, entry data dan cleaning.

a. Editing

Tahap ini peneliti melakukan edit data dan memastikan data telah terisi semua dan

sesuai dengan data yang diharapkan. Tahap pelaksanaan editing dilakukan langsung

oleh peneliti setelah hasil observasi dan data rekam medik sesuai.

b. Coding

Setelah data terkumpul peneliti melakukan pengkodean untuk di lakukan analisis

pada program SPSS. Pemberian kode ini berpedoman pada kode yang ada di definisi

operasional dan variabel penelitian.

c. Entry Data

Peneliti memasukkan data ke dalam komputer untuk selanjutnya dilakukan analisis

data dengan menggunakan program komputer SPSS Statistik 22.

Page 72: laporan hasil penelitian

72

d. Cleaning

Tahapan ini peneliti melakukan cleaning atau pembersihan data dengan mengecek

kembali data yang sudah di entry.

4.9.2 Analisis Data

Data yang telah melalui proses pengolahan, selanjutnya dilakukan analisis. Pada analisis

univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung pada jenis datanya. Untuk data numerik

digunakan nilai mean, median dan standar deviasi. Analisis univariat ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel (Notoatmojo, 2010).

Pada penelitian ini variabel yang akan dideskripsikan melalui analisis univariat adalah

variabel dependent yaitu hipotensi intradialitik dan variabel independen yaitu faktor-

faktor faktor yang yang berhubungan.

Pada analisis bivariat kita dapat mengetahui apakah ada perbedaan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan yang signifikan (Hastono, 2007; Notoatmojo, 2010). Analisis

bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

berhubungan dengan terhadap kejadian hipotensi intradialitik pada pasien hemodialisis di

RS Haji Jakarta. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui gambaran hubungan antara

variabel independent dan dependent, uji analisis bivariat menggunakan korelasi uji Chi-

Square.

Page 73: laporan hasil penelitian

73

BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan hasil penelitian tentang faktor faktor yang

berhubungan dengan terjadinya hipotensi intradialitik di unit hemodialisis RS Haji

Jakarta, Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015. Responden dalam penelitian

ini adalah pasien ERSD yang rutin melakukan hemodialisis. Hasil penelitian yang

dideskripsikan diantaranya yaitu: 1) analisis univariat dari variabel-variabel yang diteliti;

dan 2) analisis bivariat dengan jumlah responden sebanyak 69 orang

5.1. Data Demografi Responden

Data demografi responden meliputi umur, jenis kelamin, dan lamanya menjalani

hemodialisis

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Lamanya Menjalani Hemodialisis pada Pasien Hemodialisis Di Unit Hemodialisis RS Haji Jakarta, 2015

(n=69)

No Variabel Frekuensi Persentase 1 Jenis Kelamin

a. Laki Laki b. Perempuan

34 35

49,2 50,8

2 Lamanya Menjalani Hemodialisis a. < 1 tahun b. > 1 tahun

21 48

30,4 69,6

Page 74: laporan hasil penelitian

74

5.1.1. Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan tabel frekwensi data demografi menurut jenis kelamin dengan jumlah 69

responden dapat dilihat 34 pasien (49,2%) berjenis kelamin laki laki dan 35 pasien

(50,8%) berjenis kelamin perempuan Hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan jenis

kelamin laki laki hampir sama dengan jenis kelamin perempuan

5.1.2. Lamanya (rentang waktu) Menjalani Hemodialisi

Berdasarkan tabel frekwensi data demografi menurut lamanya pasien sejak awal

hemodialisis dengan jumlah 69 responden dapat dilihat 21 pasien (30,4%) kurang dari

satu tahun dan 48 pasien (69%) lebih dari satu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pasien

dengan lebih dari satu tahun adalah terbanyak menjalani hemodialisis.

5.2. Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan masing-masing variabel yaitu variabel

dependent hipotensi intradialitik dan variabel independent meliputi faktor, ultrafiltrasi

rate, lama dialisis, riwayat penyakit diabetes melitus, jenis dialiser, anemia, dan usia.

Page 75: laporan hasil penelitian

75

Tabel 5.2

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Variabel Independen : Ultrafiltrasi Rate, Lama Dialisis, Riwayat Diabetes Melitus, Jenis Dialiser, Riwayat Anemia dan Umur

Lansia Pasien Hemodialisis Di Unit Hemodialisis RS Haji Jakarta, 2015 (n=69)

No Variabel Frekuensi Persentase 1

Ultrafiltrasi a. Ultrafiltrasi Rate Standar b. Ultrafiltrasi Rate Excessive

40 29

57,9 42,1

2 Lama Dialisis a. 4 Jam b. 4,15 jam

12 57

17,4 82,6

3 Riwayat Diabetes Melitus a. Diabetes b. Tidak Diabetes

33 36

47,8 52,2

4 Jenis Dialiser a. Dialiser F7HPS Low Flux b. Dialiser F8HPS Low Flux

13 56

18,8 81,2

5 Status Haemoglobin a. Anemia b. Tidak Anemia

52 17

75,4 24,6

6 Umur Lansia a. < 65 Tahun (Dewasa) b. ≥ 65 Tahun (Lansia)

56 13

81,2 18,8

5.2.1 Ultrafiltrasi Rate Hemodialisis

Berdasarkan tabel distribusi frekwensi menurut ultrafiltrasi rate pada 69 responden yang

menjalani hemodialisis, dapat dilihat bahwa responden yang dilakukan hemodialisis

dengan ultrafiltrasi rate yang standar ada 40 orang (57%) sedangkan 29 orang (42,1%)

responden dilakukan ultrafiltrasi rate yang excessive. Hal ini menunjukkan bahwa

ultrafiltrasi yang standar adalah terbanyak diprogram hemodialisis.

Page 76: laporan hasil penelitian

76

5.2.2. Program Waktu Hemodialisis

Berdasarkan tabel frekwensi menurut waktu yang digunakan saat hemodialisis pada 69

responden dapat dilihat bahwa 57 pasien (82,6%) diprogram waktu 4,15 jam, sedangkan

12 orang (17,4%) responden diprogram dengan waktu 4 jam. Hal ini menunjukkan bahwa

waktu yang paling banyak di gunakan pada pasien yang menjalani hemodialisis adalah

4,15 jam.

5.2.3. Riwayat Penyakit Diabetes

Berdasarkan tabel frekwensi menurut riwayat penyakit Diabetes Militus (DM) pada

pasien hemodialisis dengan jumlah 69 responden dapat dilihat bahwa 33 pasien (47,8%)

dengan riwayat DM, sedangkan 36 orang (52,2%) responden tidak memiliki riwayat

Diabetes Melitus. Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis

terbanyak tidak mempunyai riwayat diabetes Melitus.

5.2.4. Jenis Dialiser

Berdasarkan tabel frekwensi menurut jenis dialiser yang digunakan, pada pasien

hemodialisis dengan jumlah 69 responden dapat dilihat bahwa 13 pasien (18,8%) dengan

jenis dialiser F7HPS Low Flux, sedangkan 56 orang (81,2%) responden menggunakan

Page 77: laporan hasil penelitian

77

dialiser F8HPS Low Flux. Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang menjalani

hemodialisis terbanyak menggunakan dialiser jenis F8HPS.

5.2.5. Anemia

Berdasarkan tabel frekwensi menurut kadar haemoglobin, pada pasien hemodialisis

dengan jumlah 69 responden dapat dilihat bahwa 52 pasien (75,4%) mengalami anemia,

sedangkan 17 orang (24,6%) responden tidak mengalami anemia. Hal ini menunjukkan

bahwa pasien yang menjalani hemodialisis terbanyak mempunyai kadar haemoglobin

dibawah 10 (anemia)

5.2.6. Usia (umur) Lansia

Berdasarkan tabel frekwensi menurut usia lansia responden dengan jumlah 69 responden

dapat dilihat bahwa 56 pasien (81,2%) pada dewasa (<65 Th) dan 13 pasien (18,2%) pada

usia lansia. Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis terbanyak

pada rentang usia dewasa (<65 Tahun)

5.3. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui gambaran hubungan antara variabel

independent dan dependent.

Page 78: laporan hasil penelitian

78

Tabel 5.3

Hasil Analisis Bivariat Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipotensi Intradialitik Pada Pasien Hemodialisis

Di Unit Hemodialisis RS Haji Jakarta, 2015 (n=69)

Variabel Dependen

Variabel Independen

Tekanan Darah Total OR (95% CI)

P Value Hipotensi Tidak

Hipotensi n % n % N %

1. Ultrafiltrasi (UF) Rate a. UFR Standar b. UFR Excessive

10 15

25,0 51,7

30 14

75,0 48,3

40 29

100 100

0,311 (0,112 – 0,864)

0,043

2. Lama Hemodialisis a. 4 Jam b. 4,15 Jam

3 22

25,0 38,6

9

35

75 35

12 57

100 100

0,530 (0,129 – 2,175)

0,515

3. Riwayat Diabetes Melitus (DM) a. Diabetes b. Tidak Diabetes

15 10

45,5 27,8

18 26

54,5 72,2

33 36

100 100

2,167

(0,797 – 5,894)

0,202

4. Jenis Dialiser a. Dialiser F7HPS b. Dialiser F8HPS

4 21

30,8 37,5

9

35

69,2 62,2

13 56

100 100

0,741 (0,203 –

2,707

0,756

5. Riwayat Anemia a. Anemia b. Tidak Anemia

23 2

44,2 11,8

29 15

55,8 88,2

52 17

100 100

5,948 (1,233 – 28, 695)

0,033

6. Usia a. < 65 tahun (Dewasa) b. ≥ 65 tahun (Lansia)

20 5

35,7 38,5

36 8

64,3 61,5

56 13

100 100

0,889 (0,256 – 3,084)

1,000

Page 79: laporan hasil penelitian

79

5.3.1 Hubungan antara Ultrafiltrasi Rate (UFR) dengan Terjadinya Hipotensi

Intradialitik

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, hubungan antara variabel Ultrafiltrasi Rate (UFR) dengan

terjadinya hipotensi intradialitik diperoleh hasil uji statistik nilai pValue = 0,043. Secara

statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang lemah antara UFR dengan

terjadinya hipotensi intradialitik. Di dapatkan Odds Ratio sebesar 0,311 yang artinya

responden yang menggunakan UFR Excessive mempunyai peluang sebesar 0,311 kali

terjadinya hipotensi intradialitik dibandingkan dengan responden yang menggunakan

program UFR standar.

5.3.2 Hubungan antara Lama (waktu) Program Dialisis dengan Terjadinya

Hipotensi Intradialitik

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, hubungan antara variabel lama (waktu) program dialisis

dengan terjadinya hipotensi intradialitik diperoleh hasil uji statistik nilai pValue = 0,515.

Secara statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama (waktu) dialisis

dengan terjadinya hipotensi intradialitik. Di dapatkan Odds Ratio sebesar 0,530 yang

artinya responden yang lama hemodialisisnya 4,15 jam mempunyai peluang sebesar

0,530 kali terjadinya hipotensi intradialitik dibandingkan dengan responden yang lama

(waktu) hemodialisisnya 4 jam.

Page 80: laporan hasil penelitian

80

5.3.3 Hubungan antara Riwayat Diabetes Melitus dengan Terjadinya Hipotensi

Intradialitik

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, hubungan antara variabel riwayat Diabetes Melitus dengan

terjadinya hipotensi intradialitik diperoleh hasil uji statistik nilai pValue= 0,202. Secara

statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat Diabetes Melitus

dengan terjadinya hipotensi intradialitik. Di dapatkan Odds Ratio sebesar 2,167 yang

artinya responden yang dengan riwayat Diabetes Melitus mempunyai peluang sebesar

2,167 kali terjadinya hipotensi intradialitik dibandingkan dengan responden yang tidak

mempunyai riwayat Diabetes Melitus.

5.3.4 Hubungan antara Jenis Dialiser dengan Terjadinya Hipotensi Intradialitik

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, hubungan antara variabel jenis dialiser dengan terjadinya

hipotensi intradialitik diperoleh hasil uji statistik nilai pValue= 0,756. Secara statistik

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis dialiser dengan terjadinya

hipotensi intradialitik. Di dapatkan Odds Ratio sebesar 0,741 yang artinya responden yang

menggunakan Dialiser F8HPS mempunyai peluang sebesar 0,741 kali terjadinya

hipotensi intradialitik dibandingkan dengandialiser F7HPS.

5.4.5 Hubungan antara Riwayat Anemia dengan Terjadinya Hipotensi Intradialitik

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, hubungan antara variabel riwayat anemia dengan terjadinya

hipotensi intradialitik diperoleh hasil uji statistik nilai pValue= 0,033. Secara statistik

Page 81: laporan hasil penelitian

81

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sedang antara riwayat anemia dengan

terjadinya hipotensi intradialitik. Di dapatkan Odds Ratio sebesar 5,948 yang artinya

responden yang mempunyai riwayat anemia mempunyai peluang sebesar 5,948 kali

terjadinya hipotensi intradialitik dibandingkan dengan responden yang tidak mempunyai

riwayat anemia.

5.3.6 Hubungan antara Usia dengan Terjadinya Hipotensi Intradialitik

Berdasarkan tabel 5.2 di atas, hubungan antara variabel umur dengan terjadinya hipotensi

intradialitik diperoleh hasil uji statistik nilai pValue= 1,000. Secara statistik dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan terjadinya hipotensi

intradialitik. Di dapatkan Odds Ratio sebesar 0,889 yang artinya responden yang usia

lebih dari 65 tahun mempunyai peluang sebesar 0,889 kali terjadinya hipotensi

intradialitik dibandingkan dengan responden yang berusia kurang dari 65 tahun.

Page 82: laporan hasil penelitian

82

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab enam ini menguraikan tentang pembahasan meliputi interpretasi hasil observasi

yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Pada bab ini pula dibahas tentang adanya

kesenjangan antara hasil dengan konsep teori maupun dari penelitian sebelumnya serta

adanya keterbatasan dalam penelitian

6.1. Pembahasan Hasil Penelitian

6.1.1. Hubungan antara Ultrafiltrasi Rate (UFR) dengan Terjadinya Hipotensi

Intradialitik

Hasil penelitian di dapatkan bahwa responden yang dilakukan program dialisis dengan

ultrafiltrasi rate yang standar sebanyak 40 responden (57,9%) dan responden yang

terprogram hemodialisis dengan ultrafiltrasi rate excessive sebanyak 29 responden

(42,1%). Pada hasil uji statistik nilai pValue = 0,043 lebih kecil dari pada nilai alpha.

Sehingga ada hubungan antara ultrafiltrasi rate yang tingi dengan kejadian hipotensi

intradialitik. Nilai Odds Ratio sebesar 0,311 yang artinya responden yang menggunakan

UFR Excessive mempunyai peluang sebesar 0,311 kali terjadinya hipotensi intradialitik

dibandingkan dengan responden yang menggunakan program UFR standar.

Page 83: laporan hasil penelitian

83

Sesuai dengan tinjauan teori bahwa kecepatan transport konveksi tergantung dari faktor

permeabilitas hidrolik, sieving coefficient dari zat terlarut (solute) luas permukaan

membran, konsentrasi zat terlarut dalam darah dan perbedaan tekanan yang melewati

membran. (Sukandar, 2006). UFR berpengaruh terhadap terjadinya hipotensi intradialisis.

Hal ini terjadi dikarenakan terdapat permasalahan karena kontraksi berlebihan volume

plasma akibat ultrafiltrasi melebihi refilling rate dari kompartemen ekstravaskuler ke

kompartemen intravaskuler (Sukandar, 2006).

Program ultrafiltrasi goal yang standar dipergunakan bagi pasien yang kenaikan berat

badan antara waktu hemodialisis kurang dari atau sama dengan 2,5 Kg, jika kenaikan

tersebut lebih dari 2,5 Kg maka disebut ultrafiltrasi yang excessive.

Pada penelitiannya sebelumnya yang dilakukan oleh (Handayani et al, 2013), UFR

menunjukkan nilai koefisien positif sebesar 1,262 dengan probabilitas variabel sebesar

0,043 di bawah signifikansi 0,05 (5%). Dengan demikian terbukti bahwa UFR yang tinggi

mempunyai pengaruh terhadap hipotensi intradialisis pada pasien CKD.

6.1.2. Hubungan antara Lama (waktu) Program Dialisis dengan Terjadinya

Hipotensi Intradialitik

Hasil penelitian di dapatkan bahwa hubungan antara variabel lama (waktu) program

dialisis dengan terjadinya hipotensi intradialitik diperoleh hasil uji statistik nilai pValue =

0,515. Secara statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama (waktu)

dialisis dengan terjadinya hipotensi intradialitik.

Sesuai dengan tinjauan teori bahwa Lama durasi dialisis maka akan mempengaruhi UFR.

Pemanjangan waktu dialisis atau peningkatan frekuensi dialisis harus dipertimbangkan

Page 84: laporan hasil penelitian

84

pada pasien yang sering mengalami IDH. Pemanjangan waktu dialisis dapat mengurangi

laju ultrafiltrasi, sehingga penurunan volume darah tidak agresif (Ginting, 2010).

Perpanjangan waktu saat hemodialisis memberikan kesempatan kompartemen vaskuler

melakukan refilling plasma dengan ruangan interstitial untuk mencapai keseimbangan.

Flythe et al (2010) memberikan rekomendasi ultrafiltrasi 10 – 13 mL/jam/Kg program

UFR yang relatif aman dan maksimal UFR adalah 13 mL/jam/kg. Durasi HD disesuaikan

dengan kebutuhan individu. Tiap HD dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali

perminggu. Durasi Idealnya dilakukan 10 – 15 jam / minggu dengan 3 kali perminggunya

(Konsensus PERNEFRI, 2003)

Durasi waktu yang diprogram saat hemodialisis 4 dan 4,15. Perbedaan waktu tersebut

hanya 15 menit sehingga perbedaannya terlalu sedikit, sehingga tidak bermakna terhadap

kejadian hipotensi intradialitik,

Beberapa studi berikut yang membandingkan dialisis selama 4 jam dan 5 jam, dengan

hasil penurunan episode hipotensi pada pasien yang menjalani dialisis selama 5 jam.

Lebih jauh, efek dari pengurangan laju ultrafiltrasi, hanya dapat dicapai dengan

memperpanjang waktu dialisis, dan ini telah dilakukan pada pasien dengan gangguan

jantung. Pada studi ini, penurunan tekanan darah sistolik lebih sedikit pada pasien dengan

laju ultrafiltrasi 500 dibandingkan dengan laju ultrafiltrasi 1000 (Ginting, 2009)

.

Page 85: laporan hasil penelitian

85

6.1.3. Hubungan antara Riwayat Diabetes Melitus dengan Terjadinya Hipotensi

Intradialitik

Hasil penelitian di dapatkan antara variabel riwayat Diabetes Melitus dengan terjadinya

hipotensi intradialitik, diperoleh hasil uji statistik nilai p = 0,202. Secara statistik dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat Diabetes Melitus dengan

terjadinya hipotensi intradialitik.

Sesuai dengan tinjauan teori bahwa Endotel memiliki peranan yang penting pada penyakit

hipertensi dan diabetes. Pada penyakit ini endotel bisa mengalami perubahan stuktur dan

fungsi sehingga menyebabkan kehilangan peranannya sebagai barier proteksi. Aktivitas

dari sel endotel mempunyai peranan penting terhadap terjadinya variasi tekanan darah

selama HD. Perubahan volume cairan, dan rangsangan fisik maupun hormonal

menyebabkan produksi dari faktor-faktor yang melibatkan kontrol tekanan darah pada sel

endotel. Vasoaktif yang terpenting adalah nitric oxide (NO) suatu relaksasi otot polos,

Asymmetric dimethylarginin (ADMA) yang merupakan inhibitor endogen dari nitric

oxide synthase dan endothelin-1 (ET-1) suatu vasokonstriktor yang kuat (Yenny, 2012)

Penyakit DM memperberat disfungsi saraf otonom yang telah ada pada penderita CKD

karena uremia kronis (dimana salah satu mekanisme kompensasi terhadap penurunan

volume darah relatif ini diatur oleh saraf otonom), sehingga DM berperan pula sebagai

penyebab hipotensi intradialitik (Sato, 2001 dalam Agustriadi 2009)

Perihal serupa dikuatkan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan oleh Agustriadi et al,

2012, bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat DM dengan penurunan

tekanan darah relatif dimana di dapatkan nilai pValue = 0,99

Page 86: laporan hasil penelitian

86

6.1.4 Hubungan antara Jenis Dialiser dengan Terjadinya Hipotensi Intradialitik

Hasil penelitian di dapatkan antara variabel jenis dialiser dengan terjadinya hipotensi

intradialitik diperoleh hasil uji statistik nilai pValue = 0,756. Secara statistik dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis dialiser dengan terjadinya hipotensi

intradialitik.

Jenis dialiser terdiri dari dializer standard dan dialiser high. Dialiser standar ( low-flux)

dengan Kuf <15 ml/mmHg/jam, sedangkan dializer high efficiency atau high flux

mempunyai luas permukaan membran yang besar, mempunyai poripori besar yang dapat

melewatkan molekul yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang

tinggi dengan Kuf >15 ml/mmHg/jam (Gatot, 2003) Tiap dialiser mempunyai ukuran

(total volume) yang berbeda beda. Katalog pada dialiser fresenius type F7HPS memiliki

total volume 98 mL. Pada dialiser type F8HPS memiliki total volume sebesar 113 mL.

(Fresenius Medical Care, 2010).

Peneliti belum menemukan adanya perbedaan total volume dengan penurunan tekanan

darah saat hemodialisis, akan tetapi beberapa penelitian yang menggambarkan tentang

dialiser adalah kemampuan dialiser untuk membuang zat toxic yang berdampak pada

residual ureum yang berdampak pada kulitas hidup pasien hemodialisis. Seperti pada

penelitian yang dilakukan oleh (Gulay et al, 2013) tentang dampak permeabilitas

membran dialiser terhadap gangguan kardiovaskuler. Dimana penggunaan dialiser high-

flux menurunkan resiko gangguan kardiovaskuler dengan pValue = 0.03.

Page 87: laporan hasil penelitian

87

Pada penelitian lain yang di sampaikan oleh Gatot, 2003, tentang Adequasi Hemodialisis

yang membandingkan 2 jenis dialiser seri 2,10 dengan 2 dialiser seri 0,9 dengan seri 1,2

tidak mempunyai perbedaan yang bermakna dikarenakan masih satu golongan low flux.

6.1.5 Hubungan antara Riwayat Anemia dengan Terjadinya Hipotensi Intradialitik

Hasil Penelitian antara variabel riwayat anemia dengan terjadinya hipotensi intradialitik

diperoleh hasil uji statistik nilai pValue = 0,033. Secara statistik dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan antara riwayat anemia dengan terjadinya hipotensi intradialitik. Di

dapatkan Odds Ratio sebesar 5,948 yang artinya responden yang mempunyai riwayat

anemia mempunyai peluang sebesar 5,948 kali terjadinya hipotensi intradialitik

dibandingkan dengan responden yang tidak mempunyai riwayat anemia.

Pada tinjauan teori, haemoglobin rendah (anemia) menunjukkan kemampuan darah

mengangkut O2. Di paru paru, Nitrat oksida (NO) yang bersifat vasodilator berikatan

dengan haemoglobin. NO ini dibebaskan dijaringan, tempat zat ini melemaskan dan

melebarkan arteriol lokal. Vasodilatasi ini membantu menjamin bahwa darah kaya O2

dapat mengalir dengan lancar dan juga membantu menstabilkan tekanan darah. Karena

itu hemoglobin berperan kunci dalam transpor O2 sekaligus memberi kontribusi

signifikan pada transpor CO2 dan kemampuan darah menyangga pH. (Sherwood, 2011)

Anemia sebagai penyebab IDH didukung oleh penelitian sebelumnya. Pada salah satu

studi di India dengan metode observasi pada 100 responden pasien hemodialisis

ditemukan 18 pasien mengalami IDH, yang salah satu penyebab IDH adalah anemia

sebanyak 6%. (Pavan et al, 2011)

Page 88: laporan hasil penelitian

88

6.1.6 Hubungan antara Umur dengan Terjadinya Hipotensi Intradialitik

Hasil penelitian antara variabel umur dengan terjadinya hipotensi intradialitik diperoleh

hasil uji statistik nilai pValue= 1,000. Secara statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan antara usia dengan terjadinya hipotensi intradialitik.

Secara tinjauan teori bahwa proses menua merupakan suatu hal yang fisiologis. Pada

lanjut usia terdapat kemunduran berbagai fungsi organ. Angka kejadian penyakit

kardiovaskuler meningkat pada populasi lanjut usia. Pada usia lanjut akan terjadi

penebalan, kekakukan pembuluh darah dan disfungsi endotel yang disebabkan oleh aging

process (Celermajer, Sorensen, Bull, dalam Hariawan dan Suastika, 2008).

Pada penelitian sebelumnya mengalami perbedaan bahwa variabel usia menunjukkan

nilai pValue= 0,009 di bawah signifikansi 0,05 (5%). Dengan demikian usia mempunyai

pengaruh terhadap hipotensi intradialisis pada pasien CKD (Handayani, 2013).

6.2. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti memiliki keterbatasan antara lain

6.2.1. Waktu /lamanya Program Hemodialisis dan Management Ultrafiltrasi

Lamanya (waktu) program hemodialisis merupakan bagian dari ultrafiltrasi rate yang

tidak dipisahkan. Dimana jika seseorang menjalani hemodialisis semakin lama waktu

yang digunakan maka ultrafiltrasi rate akan berkurang. Peneliti menjumpai ultrafiltrasi

yang excessive (lebih dari 1000 ml/jam) dengan lama hemodialisis yang pendek (4 jam).

Page 89: laporan hasil penelitian

89

Penggunaan profile ultrafiltrasi baik natrium maupun ultrafiltrasi cairan dan penggunaan

suhu temperatur dialisat jarang dipergunakan sebagai pencegahan terhadap hipotensi

intradialitik, sehingga angka penurunan tekanan darah saat hemodialisis mencapai 35

persen dari total responden.

6.2.1. Koreksi Kadar Hemoglobin

Peneliti menemukan kadar haemoglobin rata rata responden adalah 9,34 gr/dL. Status

anemia pada pasien CKD dapat menyebabkan komplikasi kardiovaskuler, seperti

pembesaran pada ventrikel kiri, angina pada penyakit jantung koroner, terutama pasien

usia lanjut. Hal ini akan berdampak pada kualitas hidup pasien hemodialisis seperti

kelelahan mental dan fisik, penurunan kapasitas latihan, gangguan fungsi kognitif,

penurunan libido dan fungsi seksual. Oleh karena itu evaluasi kadar hemoglobin

meruapakan suatu yang mendasar.

Page 90: laporan hasil penelitian

90

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

7.1.1. Data demografi pasien hemodialisis yang berjenis kelamin perempuan dan laki laki

hampir sama jumlahnya. Sementara itu pasien yang menjalani hemodialisis

terlama adalah lebih dari satu tahun.

7.1.2. Hasil data univariat responden berdasarkan variabel independen : sebagian besar

(lebih dari 50%) terdapat pada variabel yang ultrafiltrasi dengan UFR standar,

lama dialisis 4.15 jam, tidak mempunyai riwayat diabetes, jenis dialiser F8HPS,

status hemoglobin yang anemia dan usia kurang dari 65 tahun.

7.1.3. Hasil data analisis bivariat berdasarkan variabel independen yang dihubungkan

dengan variabel dependen, faktor UFR yang tinggi (excessive) dan anemia yang

terbukti ada hubungannya dengan kejadian hipotensi intradialitik. sedangkan

faktor waktu hemodialisis yang pendek, riwayat penyakit diabetes, jenis dialiser

yang digunakan dan umur lansia tidak ada hubungannya dengan kejadian

hipotensi intradialitik pada pasien hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Haji

Jakarta.

Page 91: laporan hasil penelitian

91

7.2. Saran

7.2.1. Bagi Pelayanan Kesehatan

a. Kejadian hipotensi intradialitik sebenarnya bisa di antisipasi. Salah satunya

dengan melakukan evaluasi ulang yang berkaitan dengan waktu / lamanya

program hemodialisis. Peneliti menyarankan agar waktu yang digunakan dalam

satu sesi hemodialisis minimal 4,5 sampai 5 jam.

b. Program hemodialisis sebaiknya memanfaatkan teknologi yang telah tersedia,

sebagai contoh hendaknya dipergunakan program profile ultrafiltrasi,

penggunaan suhu dialisat di bawah 37 oC, dan perlunya penggunaan program

profile natrium pada jam pertama lebih dari 140 mmol.

c. Pada pasien yang mempunyai riwayat kadar haemoglobin yang rendah (anemia)

dimana jumlah Hb < 10 gr%, hendaknya ketika melakukan program dialisis

UFR tidak boleh melebihi 13 ml/jam/kg, lakukan dengan QB yang rendah

(maksimal 200 ml/menit) dan pemberian oksigen saat hemodialisis perlu

dipertimbangkan. Pasien dengan kadar haemoglobin yang rendah hendaknya

dilakukan evaluasi secara menyeluruh diantaranya kecukupan zat besi (SI,

TIBC) maupun saturasi transferin dan pemberian hormon eritropoetin sehingga

kualitas pasien hemodialisis dapat meningkat.

Page 92: laporan hasil penelitian

92

7.2.2. Bagi Penelitian Lebih Lanjut

a. Peneliti menyarankan agar ada penelitian ulang mengenai waktu 4,5 dan 5 jam

untuk mengurangi kejadian hipotensi intradialitik. penelitipun menyarankan

agar kenaikan berat badan antar hemodialisis yang banyak, perlunya

mempertimbangkan hemodialisis 3 kali dalam seminggu

b. Untuk memaksimalkan penggunaan profile ultrafiltrasi peneliti menyarankan

agar ada penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas profile ultrafiltrasi dan

membandingkan jenis profile sesuai sehingga dapat merekomendasikan jenis

profile bagi pasien yang sering mengalami hipotensi maupun dengan

ultrafiltrasi yang excessive.

7.2.3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Perawat professional hendaknya dalam melaksanakan asuhan keperawatan melihat dan

mempertimbangkan karakteristik pasien karena setiap individu itu unik, sehingga dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menjalani hemodialisis hendaknya

mempertimbangkan penyakit lain yang menyertainya.

Page 93: laporan hasil penelitian

93

DAFTAR PUSTAKA

Adelman, A.M. & Daly, M.P (2001), 20 Common Problem in Geriatric, New York MC Graw-Hill Publishing

Armiyati, Yunie. (2009). Hipotensi Dan Hipertensi Intradialisis Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Saat Menjalani Hemodialisis Di RS PKU. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/504/553 diperoleh tanggal 12 Desember 2014

Indonesian Renal Registry (IRR), (2013) 5th Report of Indonesian Renal Registry 2011. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)

Barkan, R, Mirimsky, A, Katzir, Z & Ghicavii, V. (2006), Prevention of hypotension and stabilization of blood pressure in hemodialysis patients. http://www.freshpatents.com/

Bieber, S.D and Himmelfarb, J. (2013) Hemodialysis In;Schrier’s Disease Of the Kidney, 9th Edition Coffman, Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia

Black., J. M, & Hokanson, J.H. (2014), Keperawatan Medical Bedah, Elsiever, Edisi Bahasa Indonesia Jakarta

Bradshaw, W. (2014), Intradialytic Hypotention : a Literature Review, Renal Society of Australasia Journal, 10(1), 22-29

Brunner & Suddarth’s. (2004). Textbook of Medical Surgical Nursing, Lippincott Williams Wilkins.

Daugirdas, J.T., Blake, P.B., & Ing, T.S. (2007). Handbook of dyalisis. 4th edition. Philadelphia: Lipincot William & Wilkins.

Flythe, J.E., Kimmel, S.E. & Brunelli, S.M (2011), Rapid Fluid Removal During Dialysis

is Associated With Cardiovaskuler Morbidity and Mortality

Page 94: laporan hasil penelitian

94

Fresenius Medical Care (2010) Consumable and Product Hemodialisis, Jerman

Hastono, S.P. (2007) Analisis data Kesehatan, Jakarta: FKM UI

Haryati, & Eko (2010) Prinsip dan Proses Hemodialisa, Surakarta: http : // hemodialisa.wordpress.com / 2015/01/25/.

Hariawan, N & Suastika, H (2008) Hubungan Kendali Glikemik dengan Asymmetric Dimethylarginin Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Lanjut Usia, SMF Ilmu Penyakit Dalam, RS Sanglah Denpasar Bali

Henrich, W.L (2008) Intradialytic Hypotension : a Insight to an old problem, American Journal of Kidney Disease, 52(2), 209-10

Holley, J.F, Berris, J.S & Post, T.N (2007) Acute Complication During Hemodialysis http://www.update.com/patient/conten/topic.do?

Hudak, C.M & Gallo, B.M (2010), Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, EGC Jakarta

Jeroen Kooman et al, (2007), European Best Practice Guidelines (EBPG) Guideline on haemodynamic instability: Nephrology Dialysis Transpant Oxford University Press, pg ii22-ii4\

Ginting, Ananda W. & Lubis, Harun R., (2010). Hipotensi Intradialisis. Divisi Nefrologi

Hipertensi Dept. Ilmu Penyakit Dalam, FK USU/RSUP H. Adam Malik/RSU. Dr Pirngadi Medan

Kallenbach et al. (2005) Review of hemodialysis for nursing and dialysis personnel 7th

Edition. Elsevier Saunders. St Louis Missouri Kandarini, Y (2012), Peranan Ultrafiltrasi Terhadap Hipertensi Intradialitik dan

Hubungannya dengan Perubahan Endhothelin-1, Asymmetric Dimethylarginin dan Nitric Oxide, RSUP Sanglah Denpasar Bali

Page 95: laporan hasil penelitian

95

KDOQI (2013) Clinical Practice Guidelines for Cardiovascular Disease in Dialysis patients: NKF KDOQI Guidelines, National Kidney Foundation Inc

KDIGO, (2013) Clinical Practice Guidelines for the Evaluation ang Management of Chronic Kidney Disease

Lauralee Sherwood, (2012), Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Jakarta, EGC

Le Mone, P., & Burke, K.M. (2008). Medical surgical nursing: critical thinking in client care. 6th edition. New Jersey: Prentice Hall Health

National Kidney Foundation. (2002). KDOQI Clinical practice guidelines for cardiovascular disease in Dialysis Patients. New York: NKF

National Kidney Foundation. (2009). KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Desease, New York: NKF

Nursalam, & Batticaca, (2008), Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan, Salemba Medika, Jakarta

Nursalam, (2014), Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 3, Salemba Medika, Jakarta

PERNEFRI, Konsensus Dialisis, Perhimpunan Nefhrologi Indonesia, 2003

Price, S.A. & Wilson, L.M. (2005). Patofisiology; Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Rekam Medik (2014), Data Internal ICD Code N189, EDP, RS Haji Jakarta

Sarafino, E.P. (2006), Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth Edition. USA : Jakarta: EGC

Page 96: laporan hasil penelitian

96

Sastroasmoro, S & Ismael, S (2008), Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-3 Jakarta, Sagung Seto.

Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Smeltzer, Suzanne C. (2008), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata & Setiati. (2007) Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

Sugiyono, (2005) Statistik untuk Penelitian, PT Rineke Cipta, Jakarta

Sukandar, Enday. (2006), Nefrologi Klinik, Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS Hasan Sadikin, Bandung

Sukiman, (2014), Pengaruh Profilling Natrium dan Suhu Terhadap Episode Hipotensi Intradialysis Pada Pasien CKD di Unit Hemodialisis RSUD AL Ihsan Provinsi Jawa Barat.

Suwitra, Ketut (2009), Penyakit Ginjal Kronik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi 5 Interna Publishing, Jakarta

Thomas, N. (2003), Renal nursing, 2nd edition, Philadelphia: Elsevier Science.

United States Renal Data System (USRDS) (2011), Annual Data Report: Atlas of Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease in the United States, National Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, Bethesda, MD, 2011.

Sulowicz, W. et al, (2006), Pathogenesis and treatment of dialysis hypotension: International Society of Nephrology

Page 97: laporan hasil penelitian

97

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Suwanto

Alamat : Jl. Elang Jatisampurna Bekasi

NPM : 2013727129

Status : Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Jakarta

Akan mengadakan penelitian yang berjudul “Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya

Hipotensi Intradialitik di Instalasi Hemodialisis RS Haji Jakarta” Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui faktor faktor apa saja yang menyebabkan penurunan Tekanan Darah

(Hipotensi) pada saat klien menjalani hemodialisis.

Bersama ini saya sebagai peneliti mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk bersedia menjadi

responden pada penelitian ini. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian dan tidak akan

menimbulkan resiko apapun bagi Bapak/Ibu sebagai responden. Penelitian ini diharapkan

dapat meningkatkan pengetahuan di pelayanan keperawatan khususnya perawat dialisis

sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.

Page 98: laporan hasil penelitian

98

Tahap penelitian yang akan dilakukan adalah :

1. Sebelum penelitian Bapak/Ibu/saudara yang berpartisipasi dalam penelitian ini akan di

wawancarai terkait dengan karakteristik (usia, riwayat penyakit diabetes, berat badan

kering).

2. Peneliti akan melakukan pemeriksaan tanda vital (tekanan darah dan nadi) sebelum

pelaksanaan HD, setiap jam selama HD dan setelah HD

3. Peneliti juga akan melakukan pengamatan selama proses dialisis berlangsung dan

mengobservasi : lama HD, UFR, QB, dan melakukan pengukuran tekanan darah setiap

jamnya

4. Hasil wawancara dan pemeriksaan akan di dokumentasikan untuk keperluan penelitian

Saya sangat menghargai hak Bapak/Ibu sebagai responden. Identitas dan data/informasi

yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga kerahasiaannya.

Demikian surat permohonan ini peneliti sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama

Bapak/Ibu peneliti ucapkan terima kasih.

Jakarta, Februari 2015

Hormat saya,

Suwanto

Page 99: laporan hasil penelitian

99

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Setelah membaca surat permohonan dan mendapat penjelasan tentang penelitian yang

dilakukan oleh saudara Suwanto, mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta, saya dapat memahami dan mengerti tujuan dan

manfaat penelitian yang akan dilakukan ini. Saya mengerti dan yakin peneliti akan

menghormati hak hak saya dan kerahasiaan saya sebagai responden. Saya mengetahui ini

dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien hemodialisis yang diberikan oleh perawat.

Dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya bersedia menandatangani lembar

persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Faktor faktor

yang berhubungan dengan terjadinya Hipotensi Intradialitik di Unit Hemodialisis

RS Haji Jakarta”.

Jakarta, Februari 2015

Responden,

Page 100: laporan hasil penelitian

100

(.......................................)

Ya Tdk F7HPS F8HPS

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Riwayat Diabetes Melitus

Jenis DialiserUFR

TD Pre HD

INSTRUMEN OBSERVASIFAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA HIPOTENSI INTRADIALITIK

DI UNIT HEMODIALISIS RS HAJI JAKARTA

TD jam -1

Instrument Observasi

TD jam -2

TD jam -3

TD Termina

si HD

Nama inisial

No Umur BB Kering

Lama Hemodia

lisis

Kadar Hb

Page 101: laporan hasil penelitian

101

Page 102: laporan hasil penelitian

102