LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA TIM KOMISI VI DPR RI KE PROVINSI BANTEN PADA MASA RESES PERSIDANGAN II TAHUN SIDANG 2007 – 2008 Tanggal 16 Desember – 19 Desember 2007 I. PENDAHULUAN A. DASAR 1. Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor: tanggal tentang Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa Persidangan II Tahun 2007 – 2008. 2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR RI tanggal mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2007 – 2008. B. MAKSUD DAN TUJUAN Laporan ini dimaksudkan untuk menyampaikan pokok-pokok permasalahan sebagai hasil temuan Komisi VI DPR RI yang menyangkut bidang tugasnya selama Kunjungan Kerja ke Provinsi Banten dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR RI dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku. C. SASARAN DAN OBYEK KUNJUNGAN KERJA Sasaran Kunjungan Kerja dititik beratkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR RI. 2. Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR RI. 3. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR RI.
21
Embed
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA - dpr.go.id · Laporan ini dimaksudkan untuk menyampaikan pokok-pokok ... penciptaan lapangan kerja, ... Dukungan ketersediaan sumberdaya alam lokal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA
TIM KOMISI VI DPR RI
KE PROVINSI BANTEN
PADA MASA RESES PERSIDANGAN II
TAHUN SIDANG 2007 – 2008
Tanggal 16 Desember – 19 Desember 2007
I. PENDAHULUAN
A. DASAR
1. Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor: tanggal tentang
Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR RI untuk melakukan
Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa
Persidangan II Tahun 2007 – 2008.
2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR RI tanggal mengenai
Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI pada Masa
Persidangan II Tahun Sidang 2007 – 2008.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Laporan ini dimaksudkan untuk menyampaikan pokok-pokok
permasalahan sebagai hasil temuan Komisi VI DPR RI yang
menyangkut bidang tugasnya selama Kunjungan Kerja ke Provinsi
Banten dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan
sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR RI dengan tujuan sebagai
bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindaklanjuti sesuai
ketentuan yang berlaku.
C. SASARAN DAN OBYEK KUNJUNGAN KERJA
Sasaran Kunjungan Kerja dititik beratkan pada aspek:
2. Penataan ulang struktur industri yang berdaya saing dengan
prioritas penggunaan bahan baku lokal unggulan. Terjadi penurunan jumlah industri dalam kurun waktu 2001-
2003, dari 1.664 perusahaan (2001) menjadi 1.576 perusahaan
(2003) dengan laju penurunan rata-rata per tahun 2,67% atau
sekitar 44 perusahaan yang menutup usahanya per tahun.
Penurunan jumlah industri hampir terjadi di seluruh kabupaten/kota,
kecuali di Kabupaten Tangerang yang mengalami peningkatan
0,97%. Tingkat penurunan jumlah industri di Kabupaten Pandeglang
dan Kabupaten Serang cukup tinggi, dimana masing-masing
mencapai 45,00% dan 14,15%. Penurunan jumlah industri tersebut
berimbas pada menurunnya jumlah tenaga kerja yang terserap,
dengan laju penurunan rata-rata per tahun 1,42%, dimana tingkat
penurunan tertinggi terjadi di Kota Cilegon (38,11%) dan Kabupaten
Pandeglang (9,65%).
Berdasarkan perbandingan antara jumlah tenaga kerja dengan
jumlah perusahaan pada 22 golongan industri yang ada di Provinsi
Banten menunjukkan sekitar 98,16% perusahaan yang ada
tergolong dalam industri besar (menyerap tenaga kerja lebih dari
100 orang), sisanya 1,59% perusahaan tergolong dalam industri
menengah (menyerap tenaga kerja 20 sampai 99 orang). Dalam hal
nilai tambah yang dihasilkan industri hingga tahun 2003, meskipun
menunjukkan peningkatan dari Rp. 29.320,56 Milyar (2001) menjadi
Rp. 34.845,41 Milyar (2003), namun proporsi nilai tambah antara
industri besar dengan industri menengah menunjukkan kesenjangan
yang cukup tinggi, yaitu masing-masing 99,77% dan 0,23%. Nilai impor bahan baku, bahan antara (intermediate), dan
komponen untuk seluruh industri meningkat dari 28 persen pada
tahun 1993 menjadi 30 persen pada tahun 2002. Khusus untuk
industri tekstil, kimia, dan logam dasar nilai tersebut mencapai 30-40
persen, sedangkan untuk industri mesin, elektronik dan barang-
barang logam mencapai lebih dari 60 persen. Tingginya kandungan
impor ini mengakibatkan rentannya biaya produksi terhadap
fluktuasi nilai tukar rupiah dan kecilnya nilai tambah yang mengalir
pada perekonomian domestik (Perpres No. 7 Tahun 2004 Tentang
RPJM Nasional 2004-2009). Sesuai dengan jenis industri yang
mendominasi di Provinsi Banten, maka kondisi ini diperkirakan turut
mewarnai permasalahan lemahnya struktur industri di tingkat
daerah.
Hingga tahun 2004 terdapat 29 jenis komoditi ekspor melalui
pelabuhan-pelabuhan utama di Provinsi Banten. Berdasarkan volume
dan nilai ekspor atas seluruh komoditi tersebut, menunjukkan
kesenjangan yang sangat tinggi, yang ditunjukkan oleh dominasi
bahan kimia organik, besi dan baja, serta kertas, barang dari
pulp/kertas dengan persentase volume ekspor masing-masing
38,71%, 31,40% dan 15,97%, serta dengan nilai ekspor masing-
masing 47,15%, 23,30% dan 17,51%. Bahan kimia anorganik dan
aneka produk kimia meskipun dengan volume dan nilai yang cukup
jauh dari komoditi diatas, namun masih memiliki persentase volume
dan nilai ekspor yang berkisar antara 2 sampai 5%. Sedangkan 24
komoditi lainnya hanya memiliki persentase volume dan nilai ekspor
rata-rata di bawah 1,06%. Hingga tahun 2004 terdapat 369 pasar, yang terdiri dari 197
pasar dengan bangunan, 150 pasar tanpa bangunan, dan 22 pasar
hewan. Di Kota dan Kabupaten Tangerang, jumlah pasar per
kecamatan sudah telah mencapai 4-5 pasar/kecamatan atau setiap
pasar melayani 2-3 desa/kelurahan, sedangkan di Kota Cilegon,
Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak
baru mencapai 2-3 pasar/kecamatan atau setiap pasar melayani 4-6
desa/kelurahan. Hasil produksi lokal belum diserap secara optimal,
dimana kondisi tersebut setidaknya dapat ditunjukkan dengan cukup
tingginya laju inflasi di Kota Serang/Cilegon pada tahun 2003
(5,21%) dan 2004 (6,40%) yang lebih besar dari laju inflasi nasional
(tahun 2003 sebesar 5,06% dan tahun 2004 sebesar 6,36%).
Maka arah kebijakan pembangunan industri berdasarkan pada :
1. Peningkatan nilai tambah dan produktivitas melalui
pengembangan industri dalam rangka pengembangan rantai
nilai untuk membentuk industri-industri yang kuat,
meningkatkan nilai tambah dari setiap produk yang dibuat baik
pada industri ataupun pada rantai nilainya, memperpanjang
rantai nilai baik dengan meningkatkan inovasi maupun
penguasaan pasar, meningkatkan efisiensi rantai nilai untuk
meningkatkan keseluruhan produktivitas. 2. Pengembangan klaster industri dengan memperkuat industri-
industri yang terdapat dalam rantai nilai, yang mencakup
industri inti, industri terkait, dan industri pendukung, dengan
keunggulan lokasi, yang dapat mendorong keunggulan
komparatif menjadi keunggulan kompetitif; Memperkuat
keterkaitan antar klaster dalam satu sektor maupun dengan
klaster pada sektor lainnya, sekaligus mendorong kemitraan
antara IKM dengan perusahaan besar dan kaitan interaktif yang
relevan lainnya, sehingga membentuk jaringan industri serta
struktur yang mendukung peningkatan nilai tambah melalui
peningkatan produktivitas; Mendorong tumbuhnya industri
terkait yang memerlukan suplai bahan baku dan penolong yang
sama, sehingga memperkuat kemitraan antara industri inti,
terkait, dan pendukung; Memfasilitasi upaya-upaya pemasaran
dalam maupun luar negeri. 3. Pengembangan lingkungan bisnis yang nyaman/kondusif
dengan mengambangkan infrastruktur pendidikan dan pelatihan
di bidang teknik dan manajerial; memperluas infrastruktur fisik;
memperluas infrastruktur bisnis jasa, termasuk jasa profesi dan
jasa publik; mengembangkan riset dan teknologi untuk
meningkatkan inovasi yang berorientasi pasar;
menyempurnakan dan mengimplementasikan perangkat hukum
yang terkait dengan pengembangan dunia usaha;
menyempurnakan kebijakan perdagangan dan kebijakan
investasi dalam rangka mendukung pengembangan industri. 4. Pembangunan industri yang berkelanjutan dengan
memperhatikan aspek lingkungan dalam pengembangan
industri sehingga menghasilkan produksi bersih; melakukan
sosialisasi produksi bersih terutama terhadap industri-industri
yang berpotensi menghasilkan limbah; menginternalisasikan
biaya pengelolaan lingkungan ke dalam biaya produksi;
mengembangkan zero waste industries; dan mengembangkan
industri berbahan lokal yang terbaharukan. 5. Mengembangkan IKM agar perannya setara dengan industri
besar sehingga merupakan fondasi perekonomian yang kokoh
dan mewujudkan industri kecil dan menengah (IKM) yang
mandiri dan atau mendukung industri besar dalam satu
kerangka kerjasama yang sederajat dan saling menguntungkan. 6. Mendorong revitalisasi industri untuk meningkatkan daya saing
industri. 7. Mendorong investasi industri baru, selama ini pertumbuhan
investasi domestik dan luar negeri mengalami kinerja yang
sangat rendah dan cenderung stagnan maka beberapa jenis
industri yang menjadi prioritas untuk dikembangkan khususnya
industri kecil dan menengah. Adapun sasaran pembangunan bidang industri adalah: 1. Pada skala industri besar dan menengah. 2. Melanjutkan program revitalisasi, konsolidasi, dan
restrukturisasi industri serta memperkuat struktur industri untuk
membangun pilar-pilar industri masa depan.
3. Meningkatkan komponen lokal dan sumberdaya lokal dengan
mengoptimalkan potensi pasar di dalam negeri. 4. Meningkatkan daya saing industri terpilih dan meningkatkan
ekspor serta mengembalikan kinerja industri yang terpuruk
akibat krisis. 5. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri
yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk
tersedianya layanan umum yang baik dan bersih dari KKN,
sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan
fiskal yang menunjang sehingga mampu menumbuhkan industri
potensial. 6. Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar
domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai
cerminan daya saing sektor ini dalam menghadapi produk-
produk impor serta mempercepat pertumbuhan IKM, khususnya
industri menengah. 7. Menciptakan usaha industri yang tangguh dengan keluaran
diharapkan dapat mengatasi masalah pengangguran dan
kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja baru serta
percepatan perkembangan ekonomi dan pemerataannya. 8. Meningkatnya proses alih teknologi dari Foreign Direct
Investment (FDI) yang dicerminkan dari meningkatnya
pemasokan bahan antara dari produk lokal dan meningkatkan
kandungan bahan baku/penolong lokal. 9. Meningkatnya penerapan standarisasi produk industri
manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk serta
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi. Sedangkan arah kebijakan pembangunan bidang perdagangan
adalah: 1. Meningkatkan pertumbuhan ekspor non migas di Banten
berbasis sumber daya alam, teknologi dan produk unggulan
daerah. 2. Melakukan debirokratisasi dalam pelayanan perijinan
pengelolaan aktivitas ekspor impor (pelayanan satu atap). 3. Mendorong secara bertahap perluasan basis produk ekspor
dengan tetap memperhatikan kriteria produk ekspor yang
ramah lingkungan. 4. Peningkatan nilai tambah ekspor secara bertahap terutama dari
dominasi bahan mentah ke dominasi barang setengah jadi dan
barang jadi disertai upaya pengurangan ketergantungan bahan
baku impor. 5. Revitalisasi kinerja kelembagaan promosi ekspor serta
perkuatan kapasitas kelembagaan dalam bentuk pelatihan
investasi, tata cara ekspor dan pembinaan secara sinergis,
simultan, dan berkelanjutan. 6. Peningkatan fasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan
prosedur ekspor impor, menerapkan konsep single document,
menyederhanakan sistem tata niaga untuk komoditi strategis
dan yang tidak memerlukan pengawasan serta perkuatan
kapasitas lembaga uji mutu produk ekspor impor. 7. Optimalisasi sarana penunjang perdagangan internasional
seperti kelembagaan free financing untuk ekspor, fasilitasi
modal kerja dengan bunga non komersial bagi UKM/IKM
agroindustri yang berorientasi ekspor dan bertumpu pada
sumber daya lokal, dan pemberdayaan lembaga-lembaga
pelatihan dan promosi ekspor daerah seperti P3ED. 8. Penguatan pasar dalam negeri melalui peningkatan kualitas
SDM, kualitas produk sesuai dengan ISO, dan kemitraan untuk
menjamin kontinuitas produk.
9. Harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, penyederhaan
prosedur dan perijinan yang selama ini belum efisien (waktu,
biaya) serta telah menjadi penghambat kelancaran arus barang
dan pengembangan kegiatan jasa perdagangan. 10. Perkuatan lembaga perdagangan melalui sosialisasi keberadaan
lembaga perlindungan konsumen, kemetrologian, kelembagaan
persaingan usaha serta kelembagaan perdagangan lainnya. 11. Fasilitasi pengembangan prasarana distribusi tingkat regional
dan sub sistem pada daerah tertentu seperti kawasan
perbatasan dan daerah terpencil serta peningkatan dan
pengembangan sarana penunjang perdagangan melalui
pengembangan jaringan informasi produksi, pasar, dan
peningkatan pasar lelang ditingkat lokal dan regional. 12. Peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen,
terwujudnya tertib niaga dan perkuatan sistem pengawasan
barang beredar dan jasa.
Sementara sasaran pembangunan perdagangan adalah: 1. Terkendalinya impor non migas Banten dalam rangka menjaga
keseimbangan neraca perdagangan dan pemberdayaan produk
dalam negeri. 2. Terwujudnya keseimbangan permintaan dan penawaran untuk
menjaga stabilitas harga. 3. Meningkatnya pelayanan publik dan perlindungan konsumen
melalui peningkatan penyediaan standar layanan minimum pada
lembaga sertifikasi mutu barang dan standarisasi. 4. Berkembangnya pasar spesifik produk UKM/IKM dan hasil
pertanian di Banten sehingga terbentuk harga yang wajar dan
transparan. 5. Menurunnya tingkat pengangguran dan kerawanan sosial serta
meningkatnya daya beli masyarakat. 6. Menjadikan ekspor sebagai andalan pertumbuhan ekonomi
daerah, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan nilai
tambah serta peningkatan devisa termasuk didalamnya transfer
teknologi dalam rangka mendukung daya saing global produk
unggulan Banten terutama yang berbasis keunggulan SDA dan
SDM dengan menghapus segala bentuk perlakuan diskriminatif
dan hambatan yang ada. B. BIDANG BUMN dan INVESTASI
Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di Banten, Pemerintah
Daerah Banten telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah
dilakukan berupa produk unggulan Banten yaitu di sektor primer adalah
pertanian, Perikanan kelautan/budidaya, Perkebunan (Karet, Gambir dan
Kelapa Sawit), UMKM meliputi sektor sekunder (seperti; industri kerajinan
sulaman, bordir dan konveksi, anyaman, tenun dan lain-lain) / sektor
tertier (pengolahan air bersih, kelistrikan, perdagangan ekspor, jasa dan
pariwisata, dimana sector pariwisata kini menjadi perhatian khusus bagi
Pemerintah Daerah dalam meningkatkan perekonomian daearah).
Dalam pengembangan produk unggulan tersebut Pemerintah Daerah
provinsi Banten telah membuat studi kelayakan guna ditawarkan kepada
investor/calon investor melalui promosi dalam negeri maupun luar negeri
yang bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah
pusat. Dengan iklim investasi Banten yang makin kondusif serta
pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana fisik terus
dilakukan, maka prospek investasi yang akan datang cukup menjanjikan
baik di bidang industri manufaktur, infrastruktur, agroindustri, agro
bisnis, pariwisata, perikanan dan kelautan, jasa dan perdagangan.
Sementara itu Pemerintah Daerah provinsi Banten juga telah
mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka melindungi investasi
yang ada, seperti:
1. Membentuk pelayanan perijinan terpadu satu atap ( one stop service )
pada setiap kabupaten / kota , dengan tujuan mempermudah
pelayanan, mempercepat proses pemberian perijinan dan memberikan
transparansi dalam pengurusan perijinan.
2. Melakukan peninjauan terhadap beberapa peraturan daerah yang
masih dirasakan belum pro-investasi.
3. Melakukan rehabilitasi dan pengembangan infrastruktur strategis
secara bertahap dan berkelanjutan dengan membagi dalam 3 wilayah
kerja.
4. Pengembangan kawasan ekonomi khusus di Bojonegara kabupaten
serang
5. Pengembangan cluster industri untuk beberapa jenis komoditas
seperti petrokimia, industri manufacturing, dan lain – lain.
6. Pemberian keringanan perolehan hak atas tanah melalui penetapan
batas maksimal nilai obyek pajak yang tidak dikenakan pajak.
Adapun dalam jangka pendek pemerintah provinsi Banten
melakukan berbagai upaya meliputi :
1. Program perbaikan iklim investasi, dengan penyiapan perda tentang
penanaman modal daerah yang merujuk undang - undang
penanaman modal no. 25 tahun 2007 dan PERDA/PERGUB tentang
pemberian insentif investasi terutama bagi investasi yang berbasis
sumber daya lokal.
2. Program peningkatan promosi investasi, melalui pameran dan temu
usaha di dalam negeri dan temu usaha di luar negeri serta serta temu
gubernur Banten dengan investor & calon investor (one on one
business meeting) di Banten dan jakarta.
3. Program peningkatan sarana dan prasarana daerah, melalui
pengembangan kawasan ekonomi khusus di bojonegara dan
penyiapan pusat layanan informasi investasi dengan menggunakan
teknologi it yang mampu diakses secara langsung oleh para
pengusaha di dalam negeri maupun di luar negeri.
Investasi di provinsi Banten dalam 5 tahun terakhir 2003 – 2007
yang meliputi persetujuan dan realisasi investasi, adalah sebagai berikut :
1. Persetujuan investasi yang masuk ke provinsi Banten :
Nilai rencana investasi PMDN 10,4 trilyun rupiah terdiri dari 77
proyek
Nilai rencana investasi PMA usd 2,9 milyar dollar dan 2 milyar
rupiah terdiri dari 430 proyek
2. Realisasi investasi yang masuk ke provinsi Banten :
Nilai realisasi investasi PMDN adalah 8,5 trilyun rupiah terdiri dari
65 proyek
Nilai realisasi investasi PMA adalah usd 3,6 milyar dollar dan 4,9
trilyun rupiah terdiri dari 246 proyek
Sehingga proyek dalam rangka penanaman modal asing yang telah
disetujui pemerintah dalam periode januari s/d november 2007 sebanyak
100 proyek dengan rencana investasi sebesar usd 243,6 juta dollar.
Sedangkan proyek dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang
telah disetujui pemerintah dalam periode januari s/d november 2007
sebanyak 20 proyek dengan rencana investasi sebesar 1,7 trilyun rupiah. Wilayah Provinsi Banten adalah wilayah yang termasuk banyak
dijadikan domisili beberapa BUMN, yakni PT. Krakatau Steel (PERSERO)
dengan beberapa anak perusahaannya. Pada kunjungan kerja tim Komisi
VI DPR RI kali ini difokuskan kepada persoalan spesifik seperti soal
perkembangan industri perbajaan (PT. Krakatau Steel), pelabuhan
Banten, pertanian dan perkebunan, yang selama ini menjadi concern
Komisi VI DPR RI.
C. BIDANG KOPERASI DAN UKM
Pembangunan Koperasi dan UKM di Banten walaupun mulai nampak
perkembangan yang positif, namun secara umum tidak terlepas dari
masih banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi
dan UKM yang perlu tetap mendapat perhatian pembenahan dan
dukungan secara berkelanjutan, antara lain:
1. Rendahnya produktivitas dan daya saing Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah (KUKM) terutama dalam bidang manajemen, kelembagaan,
pemasaran, dan penguasaan teknologi informasi sehingga
menimbulkan disparitas usaha yang sangat lebar antar pelaku usaha.
2. Terbatasnya akses Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM)
terhadap sumberdaya produktif yang terutama meliputi tiga aspek
penting, yaitu modal usaha yang bukan saja mencakup penyediaan
kredit modal kerja tetapi juga kredit investasi; informasi; dan pasar.
Pemerintah Daerah provinsi Banten juga telah menetapkan arah
kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rencana pembangunan jangka
menengah ke depan dalam pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah adalah:
1. Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan
lapangan kerja, peningkatan produktivitas dan daya saing.
Sedangkan pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk
memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
2. Memperkuat kelembagaan melalui penerapan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan berwawasan
gender.
3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuh
kembangkan wirausaha baru berkeunggulan prima untuk mendorong
pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja.
4. Mengembangkan KUMKM untuk lebih berperan sebagai penyedia
barang dan jasa di pasar domestik yang semakin berdaya saing
dengan produk impor.
5. Membangun tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi,
meningkatkan kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan
(stakeholders) dan meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.
Berangkat dari potensi dan permasalahan KUKM dengan mengacu
pada arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam RPJM pemberdayaan
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, serta Rencana Strategis
Kementerian KUKM 2005 – 2009 maka upaya yang akan dilaksanakan
adalah:
1. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai
dengan jati diri koperasi. Untuk meningkatkan kualitas kelembagaan
dan organisasi sesuai dengan jati dirinya dinas koperasi, pengusaha
kecil dan menengah provinsi Banten dalam periode 2006 – 2009
menargetkan sebanyak 2.450 unit koperasi berkualitas dari 5.500 unit
koperasi yang ada (dengan anggota 825.000 anggtoa). Pemberdayaa
koperasi ini diharapkan dapat melakukan pembinaan pada 818.273
orang usahawan UMKM dengan 1.250.470 orang tenaga kerja. 2. Meningkatnya produktivitas usaha dan daya saing ekspor KUMKM di
pasar bebas. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah:
a. Memberikan kesempatan kepada KUKM mengikuti kegiatan
pameran baik di tingkat regional, nasional dan internasional, yang
dibiayai baik dari dana APBD maupun APBN.
b. Pengembangan pasar tradisional melalui pelaksanaan pasar rakyat
yang pembiayaannya didukung dana APBD dan APBN.
Sedangkan dilihat dari aspek perkembangan Koperasi Aktif dan Koperasi
Tidak Aktif di Banten pada kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami
pasang surut peningkatan dan atau penurunan. Beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi peningkatan Koperasi Aktif antara lain disebabkan
adanya peningkatan pengelolaan kelembagaan dan usaha yang dikelola
koperasi, disamping adanya koperasi-koperasi baru yang tumbuh
berkembang dengan baik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan koperasi aktif, diantaranya; disamping adanya pembubaran
sejumlah koperasi yang sudah tidak aktif, dipengaruhi pula oleh adanya
perubahan kriteria koperasi aktif dan tidak aktif.
Kriteria koperasi aktif adalah:
Memiliki anggota 20 orang dan selalu bertambah
Memiliki kantor dan ada papan nama koperasi
Kegiatan usaha masih jalan dan layak
Memiliki pengurus minimal 3 orang dan pengawas minimal 1 orang
Kelembagaan masih jalan
Melaksanakan RAT berturut-turut
Kriteria koperasi tidak aktif adalah:
Jumlah anggota 20 orang/keanggotaan tidak aktif/tidak ada anggota
Tidak melaksanakan RAT selama 2 tahun berturut-turut
Alamat kantor tidak jelas (kantor tidak ada)
Kegiatan usaha tidak layak lagi/tidak ada
Pengurus maupun pengawas tidak ada/tidak aktif IV. PERMASALAH SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH PROVINSI BANTEN
Permasalahan :
1. Kondisi Geografis Banten yang cukup strategis karena merupakan tiga
pintu wilayah keluar masuk, dan daerah yang menggandalkan sektor
industri, perdagangan dan pertanian tapi belum mendapatkan
perhatian yang optimal dari Pemerintah pusat seperti khususnya pada
Penguatan struktur ekonomi masyarakat melalui pengembangan usaha
agribisnis dalam rangka memperluas kesempatan kerja.
2. Keberadaan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(terutama masalah Otonomi Daerah) sering terkendalanya progarm revitalisasi
dan refungsionalisasi lembaga-lembaga pemerintahan dan lembaga
kemasyarakatan menuju tata pemerintahan yang bersih, transparan dan
profesional yang berorientasi pada pelayanan publik. Dengan meningkatkan
peran aktif serta menggalang semangat kebersamaan, solidaritas dan
kemitraan seluruh komponen pelaku pembangunan, khususnya pada
koordinasi Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Banten.
3. Tidak bersinergisnya pengembangan dan penataan ulang hubungan antar
industri dengan orientasi pada penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi
serta penggunaan bahan baku lokal unggulan dan penciptaan peluang usaha.
4. Promosi produk-produk UMKM Banten yang terbatas terutama bagi
daerah-daerah lain.
5. Lemahnya bantuan Modal bagi IKM dan UKM dari Pemerintah Pusat.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian
terkait khususnya untuk peningkatan sektor industri, perdagangan
dan pertanian terutama dalam penguatan struktur ekonomi masyarakat
melalui pengembangan usaha dalam rangka memperluas kesempatan kerja.
2. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Komisi lain di
DPR RI bersama Pemerintah tentang aplikasi dan supporting
peraturan pendukung lainnya yang berkaitan dengan Keberadaan UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (terutama masalah
Otonomi Daerah) terhadap permasalahan terkendalanya progarm revitalisasi
dan refungsionalisasi lembaga-lembaga pemerintahan dan lembaga
kemasyarakatan menuju tata pemerintahan yang bersih, transparan dan
profesional yang berorientasi pada pelayanan publik, khususnya pada
koordinasi Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Propinsi.
3. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait perihal Tidak bersinergisnya
pengembangan dan penataan ulang hubungan antar industri dengan orientasi
pada penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi serta penggunaan bahan
baku lokal unggulan dan penciptaan peluang usaha.
4. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait khususnya untuk
Membantu dalam pengembangan promosi produk-produk UMKM
Banten yang terbatas agar terlaksananya perluasan market oriented
produk-produk UMKM Banten.
5. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait khususnya dalam
penguatan bantuan Modal bagi IKM dan UKM. B. PT. Indah Kiat dan PT. Tjiwi Kimia
Permasalahan :
Secara umum kinerja dan peranan PT. Indah Kiat dan PT. Tjiwi Kimia
dapat dinilai cukup baik dalam menggerakkan pertumbuhan
perekonomian Banten dan supplai kebutuhan perkertasan nasional. Hal
tersebut dapat dilihat pada rencana dan beberapa program PT. Indah
Kiat dan PT. Tjiwi Kimia serta peranan Corporate Social Responsibility
(CSR) dan kemitraan yang cukup.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI senantiasa mendukung keberadaan PT. Indah Kiat
dan PT. Tjiwi Kimia serta peranan Corporate Social Responsibility
(CSR) dan kemitraan yang telah dilaksanakan oleh PT. Indah Kiat dan
PT. Tjiwi Kimia.
2. Komisi VI DPR RI akan memberikan dukungan atas program PT.
Indah Kiat dan PT. Tjiwi Kimia dalam pengembangan perkebunan
pohon jarak dan pemanfaatan Kawasan hutan binaan dengan
senantiasa mengikutsertakan kemitraan UMKM. C. PT. NIKOMAS GEMILANG
Permasalahan :
Apabila dilihat dari performance, peranan PT. Nikomas Gemilang telah
mencapai pada tingkat yang cukup sehat dan eksis dimasa krisis sebagai
perusahan yang berasal dari PMA. PT. Nikomas Gemilang bahkan ikut
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menggerakkan
perekonomian ekonomi daerah dan bagi pendapatan daerah.
Rekomendasi :
Komisi VI DPR RI akan mendesak pemerintah khususnya Menteri
Perindustrian untuk memberikan dukungan dalam pengembangan usaha-
usaha dalam perluasan dan perencanaan pemgembangan PT. Nikomas
Gemilang sesuai dengan masterplan perusahaan yang direncanakan. D. PT. Krakatau Steel (Persero)
Permasalahan :
1. Maraknya penjualan produk baja non-SNI.
2. Ketidakseimbangan tarif fan penetapan bea masuk dari hulu kehilir.
3. Ketidakjelasan pemenuhan suplai gas dan listrik terutama dalam
rangka sinergi BUMN.
4. Deregulasi atas sumberdaya alam (SDA) mineral dan batubara, guna
peningkatan nilai tambah produk.
5. Adanya ketidakjelasan penggunaan produk dalam negeri bagi proyek
Pemerintah dan BUMN
6. Ketidaksinkronan terhadap hasil-hasil penelitian Lembaga Riset
Negara terhadap kebutuhan industri nasional.
7. Kurang meratanya pembangunan infrastruktur.
8. Lemahnya supporting perbankan dalam mendukung proyek-proyek
investasi dan pengembangan perusahaan BUMN.
9. Kurang sinkronnya kebijakan antara kebijakan Pusat dan Daerah,
serta tidak adanya insentif terhadap penanaman modal industri baja.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Badan
Standarisasi nasional dan departemen terkait perihal penegasan
penjualan produk baja non-SNI.
2. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang keseimbangan
tarif fan penetapan bea masuk dari hulu kehilir (harmonisasi tarif).
3. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian
terkait tentang kejelasan pemenuhan suplai gas dan listrik terutama
dalam rangka sinergi BUMN.
4. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang Deregulasi atas
sumberdaya alam (SDA) mineral dan batubara, guna peningkatan nilai
tambah produk.
5. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang kejelasan
penggunaan produk dalam negeri bagi proyek Pemerintah dan BUMN
6. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang sinkronisasi hasil-
hasil penelitian Lembaga Riset Negara terhadap kebutuhan industri
nasional.
7. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang pemerataan
pembangunan infrastruktur.
8. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Kementerian/institusi terkait tentang supporting perbankan dalam
mendukung proyek-proyek investasi dan pengembangan perusahaan
BUMN.
9. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan