BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bayi dengan Ikterus bila dalam penanganannya kurang tepat dan benar bisa mengakibatkan kejang, kerusakan otak seumur hidup bahkan sampai terjadi kematian. Prinsip dasar Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25% - 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologi atau dapat merupakan hal yang patologis, misalnya pada Inkomptibilitas Rhesus dan Abo, Sepsis, Penyumbatan Saluran empedu, dan sebagainya. Ikterus baru dapat dikatakan fisiologi apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan. Selanjutnya tidak nenunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern-ikterus. Kasus ikterus/kuning merupakan salah satu kasus yang ditemukan dalam praktek sehari-hari. Sehingga perlu dipelajari agar mahasiswa mampu untuk mengidentifikasikan, membuat diagnosis, menganalisa, membuat rencana (plan of action), serta mampu mengelola pasien dibidang gastroentero- hepatologi secara holistik dan memenuhi standar pelayanan yang baku. Laporan ini dibuat sebagai rangkuman hasil diskusi kelompok PBL yang disusun secara sistematis. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi dengan Ikterus bila dalam penanganannya kurang tepat dan benar bisa
mengakibatkan kejang, kerusakan otak seumur hidup bahkan sampai terjadi
kematian. Prinsip dasar Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25% - 50%
neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologi atau dapat
merupakan hal yang patologis, misalnya pada Inkomptibilitas Rhesus dan Abo,
Sepsis, Penyumbatan Saluran empedu, dan sebagainya. Ikterus baru dapat
dikatakan fisiologi apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan. Selanjutnya
tidak nenunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang
menjadi kern-ikterus.
Kasus ikterus/kuning merupakan salah satu kasus yang ditemukan dalam praktek
sehari-hari. Sehingga perlu dipelajari agar mahasiswa mampu untuk mengidentifikasikan,
membuat diagnosis, menganalisa, membuat rencana (plan of action), serta mampu
mengelola pasien dibidang gastroentero-hepatologi secara holistik dan memenuhi standar
pelayanan yang baku. Laporan ini dibuat sebagai rangkuman hasil diskusi kelompok PBL
yang disusun secara sistematis.
1.2 Tujuan
Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan tentang patogenesa penyakit dengan gejala kuning, klasifikasi, agen
penyebab, pemeriksaan fisis dan penunjang, diagnosa banding, serta pengobatan dan
pencegahannya.
Tujuan Ikstruksional Khusus (TIK)
Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan patomekanisme “ikterus”
1
anatomi dan histologi hepar dan saluran empedu
fisiologi sekresi dan eksresi billirubin
bilirubin direct dan indirect
pengelompokan ikterus berdasarkan mekanisme terjadiya
2. Menjelaskan agent penyebab infeksi pada ikterus parenkimatous
Virus : klasifikasi, morfologi, daur hidup, dan distribusnya
Bakteri : klasifikasi, morfologi, daur hidup, dan distribusnya
Parasit : klasifikasi, morfologi, daur hidup, dan distribusnya
3. Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit dengan ikterus parenkimatous
Menjelaskan tentang klasifikasi, patogenesa dan gejala klihnis hepatitis virus
Menjelaskan tentang patogenesa dan gejala klinis hepatitis bakterial
Menjelaskan tentang patogenesa dan gejala klinis abscess hepar akibat parasit
4. Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit dengan ikterus cholestasis
Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis cholelithiasis
Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis chirrosis hepatis
5. Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit ikterus hemolitik
Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit darah yang menyebabkan
hemolisis
Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit infeksi yang menyebabkan
hemolisis
6. Menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan untuk diagnosis penyakit dengan ikterus
Menjelaskan cara pemeriksaan klinis pada penyakit ikterus
Menjelaskan pemeriksaan laboratorium klinik yag diperlukan pada penyakit
dengan ikterus
Menjelaskan pemeriksaan radioogi yang diperlukan pada penyakit dengan
ikterus
Menjelaskan pemeriksaan serologis/biomolekuler yang diperlukan pada
penyakit dengan ikters
7. Menjelaskan penatalaksanaan bedah dan non bedah pada penyakit dengan ikterus
Menjelaskan pengobatan simptomatis pada penyakit dengan ikterus
Menjelaskan pengobatan kasual pada penyakit dengan ikterus sesuai jenis dan
dan penyebabnya
Menjelaskan penanganan tindakan operatif yang diperlukan pada penyakit
dengan ikterus
2
Menjelaskan aspek farmakologis obat-obatan yang digunakan pada penyakit
dengan ikterus
Menjelaskan obat-obatan yang sifatnya hepatotoksik
Menjelaskan asuhan gizi pada penyakit dengan ikterus
8. Menjelaskan epidemiologi dan pencegahan penyakit dengan mata kuning
Menjelaskan tentang epidemiologi penyakit dengan ikterus parenkimatous
Menjelaskan tentang epidemiologi penyakit dengan ikterus cholestasis
Menjelaskan tentang epidemiologi penyakit dengan ikterus hemolitik
BAB II
3
ANALISA MASALAH
2.1 Skenario
Seorang bayi perempuan berusia 1,5 bulan berat lahir 3250 gram diantar orang tuanya
ke klinik dengan keluhan utama tampak kuning sejak usia 2 hari dan tidak pernah hilang
sampai saat ini. Bayi mendapat ASI ekslusif sampai saat ini. Pasien tidak demam dan
tampak aktif. Buang air kecil kuning dan buang air besar biasa. Pasien lahir seksio secarea
karena KPD >24 jam.
2.2 Kata / Kalimat sulit : -
2.3 Kata/ Kalimat kunci :
1. Bayi perempuan 1,5 bln.
2. Berat lahir bayi 3250 gram
3. KU: tampak kuning sejak usia 2 hari-skrg.
4. BAK kuning
5. Lahir SC, KPD > 24 jam
6. Tidak demam
7. ASI eksklusif sampai saat ini
2.4 MIND MAP
4
2.5 Pertanyaan :
5
IKTERUS
ANATOMI KLASIFIKASI
PATOLOGI
FISIOLOGI
ALUR DIAGNOSIS
WD & DD
PENATALAKSANAAN
1. Jelaskan definisi dan etiologi dari ikterus!
2. Jelaskan mengenai ikterus fisiologis dan patologis pada bayi!
3. Jelaskan anatomi hepar dan saluran empedu!
4. Jelaskan hubungan ikterus dengan urin kuning!
5. Jelaskan adakah pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap penyakit yang diderita
bayi!
6. Jelaskan mengenai metabolisme bilirubin normal!
7. Adakah hubungan ikterus dengan BBL pada bayi? Jelaskan!
8. Adakah hubungan ikterus dengan kelahiran secara SC dengan KPD>24 jam?
Jelaskan!
9. Mengapa bayi tampak aktif meskipun terlihat gejala ikterik?
10. Diagnosa banding!
BAB III
6
PEMBAHASAN
3.1 Definisi dan klasifikasi dari ikterus.
Definisi ikterus
Ikterus adalah gejala kuning karena peninggian pigmen empedu, misalnya mulai
terlihat apabila kadar bilirubin serum lebih dari 3mg%. Dapat terjadi karena penyakit hati
atau hemolisis eritrosit.
Klasifikasi ikterus
a. Ikterus hemolitik
Ikterus hemolitik disebabkan oleh lisis (penguraian) sel darah merah yang berlebihan.
Ikterus hemolitik merupakan penyebab ikterus pra-hepatik karena terjadi akibat faktor faktor
yang tidak harus berkaitan dengan hati. Ikterus hemolitik dapat terjadi pada destruksi sel
darah merah yang berlebihan dan hati tidak dapat mengonjugasikan (sehingga tubuh tidak
dapat mengeksresi) semua billirubin yang dihasilkan. Ikterus ini dapat dijumpai pada reaksi
transfusi dan pada lisis sel darah merah akibat gangguan hemoglobin (mis; anemia sel sabit
dan thalassemia). Destruksi sel darah merah karena proses auotoimun juga dapat
menyebabkan ikterus hemolitik. Pada ikterus hemolitik, sebagian besar billirubin masih
terkonjugasi. Dengan demikian, warna urin dan tinja akan normal. Kadar billirubin tidak
terkonjugasi (disebut billirubin bebas atau hiperbillirubinemia indirect) meningkat, karena
kemampuan hati mengonjugasi billirubin tidak dapat menyamai besarnya destruksi sel darah
merah.
b. Ikterus intrahepatik
Penurunan ambilan, konjugai, atau eksresi billirubin akibat disfungsi hepatosit atau
obstruksi di kanalikulus biliaris dapat memicu terjadinya ikterus intrahepatik. Disfungsi hati
dapat terjadi apabila hepatosit terinsfeksi oleh virus misalnya pada hepatitis, atau apabila sel-
sel hati rusak akibat kanker atau sirosis. Sebagian kelainan kongenital juga memengaruhi
kemampuan hati untuk menangani billirubin. Obat-obat tertetu, termasuk hormon steroid,
sebagian antibiotik, dan anastetik halotan, dapat mengganggu fungsi sel hati. Apabila hati
tidak dapat mengonjugasi billirubin, maka kadar billirubin tidak terkonjugasi akan meningkat
sehingga timbul ikterus. Ikterus intrahepatik yang disebabkan oleh obstruksi kanalikulus
7
biliaris kecil dapat terjadi bersama tumor atau batu intrahepatik, atau dapat disebabkan oleh
inflamasi yang meluas. Meskipun hepatosit mengonjugasi billirubin, obstruksi pada
kanalikulus mengurangi penyaluran billirubin terkonjugasi ke duktus biliaris. Obstruksi ini
menyebabkan peningkatan jumlah billirubin yang terkonjugasi memasuki aliran darah. Feces
mungkin berwarna pucat atau hampir normal bergantung pada derajat obstruksi. Urin
berwarna gelap dan berbusa karena sejumlah besar billirubin dieksresi melalui rute ini.
c.Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Sumbatan terhadap aliran empedu yang melalui duktus biliaris juga menyebabkan ikterus
obstruktif. Obstruksi ekstrahepatik dapat terjadi bila duktus biliaris tersumbat olaeh batu
empedu atau oleh tumor. Seperti telah dijeaskan diatas pada ikterus intrahepatik ynag
disebabkan oleh obstruksi, hati terus mengonjugasi bilirubin tetapi bilirubin tidak dapat
mencapai usus halus. Akibatnya adalah penuruna atau tidak adanya ekskresi urobilinogen
dalam tinja, yang menyebabkan tinja berwarna pekat. Bilirubin terkonjugasi tersebut masuk
ke aliran adarah dan sebagian besar diekskresikan melalui ginjal sehingga urine berwarna
gelap dan berbusa. Apabila obstruksi tersebut tidak diatasi, maka kanalikulus biliaris di hati
akhirnya mengalami kongesti dan ruptur sehingga empedu tumpah ke limfe dan aliran darah.
Gambaran Hemolitik Intra hepatik ObstruktifWarna kulit Kuning pucat Oranye-kuning
muda atau tuaKuning-hijau muda atau tua
Warna urine Normal Gelap GelapWarna fesses Normal atau gelap Pucat Warna dempulPruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetapBilirubin serum indirek
Meningkat Meningkat Meningkat
Bilirubin serum direk
Normal Meningkat Meningkat
Bilirubin urine Tidak ada Meningkat MeningkatUrobilinogen urin
Meningkat Sedikit meningkat menurun
8
3.2 Ikterus fisiologis dan patologis pada bayi.
9
3.3 Anatomi hepar dan saluran empedu.
A. Anatomi Dan Histologi Hati
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan
dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan
v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen
anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di
antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.
falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian
dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox
ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus
communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan
:Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria
anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi
hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
10
11
B. Fisiologi Hati
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati
yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1
sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen
mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama
glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat
shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:
Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/
biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus
krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak.
12
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,
hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi,
hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen.
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
3.5 Pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap penyakit yang diderita bayi.
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh peningkatan bilirubin
indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu:
1. Jenis pertama: ikterus yang timbul dini (hari kedua atau ketiga) dan disebabkan oleh
asupan makanan yang kurang karena produksi ASI masih kurang pada hari pertama.
Kurangnya bayi mendapat ASI eksklusif dapat mengakibatkan bayi ikterus. Ikterus ini
disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama,sehingga bayi
mengalami kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai
usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di
dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali
ke dalam darah,dibawa kembali ke dalam hati dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan jangan diberi air putih atau
air gula karena jika diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar
akan mengurangi asupan susu.Monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air
kecil bayi paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali sehari.
17
2. Jenis kedua: ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama, bersifat familial disebabkan
oleh zat yang ada di dalam ASI.
Ikterus karena ASI sangat jarang terjadi.Terjadinya ikterus tersebut karena hormone 3-
alfa20-beta-pregnandiol pada ASI mengadakan inhibisi pada enzim glukoronil-transferase
pada hepar bayi.Penyebab lain adalah asam lemak bebas-terutama asam linoleat-pada ASI
yang mengadakan inhibisi pada enzim glukoronil transferase.
Sekitar 1 dari 200 bayi cukup bulan yang menyusu ASI terdapat kenaikan bermakna
dari bilirubin tak terkonjugasi antara umur 4 dan 7 hari,mencapai kadar maksimal setinggi
10-30 mg/dL selama minggu ke-2 sampai ke-3.Jika pemberian ASI
dilanjutkan,hiperbilirubinemia secara bertahap menurun dan kemudian dapat menetap selama
3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah.Jika pemberian ASI dihentikan,kadar bilirubin
serum turun degan cepat,biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.Penghentian ASI
selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan
bilirubin serum dengan cepat,sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan
hiperbilirubinemia tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.Jadi pemberian
ASI dapat dilanjutkan karena walaupun kadar bilirubin serum dapat mningkat selama
beberapa hari tetapi akan turun secara bertahap.Pada suatu penelitian pengehntian ASI selama
50 jam(selama pemberian susu formula) tampak mempunyai efek penurunan bilirubin yang
sesuai dengan pemberian fototerapi.Penghentian ASI 24-48 jam berhasil menurunkan kadar
bilirubin serum dan menurunkan kebutuhan fototerapi pada 81-87 bayi jaundice.Konseling
cermat dam pemberian dukungan dapat mencegah penghentian ASI sementara supaya tidak
dihentikan selamanya.
3.6 Metabolisme bilirubin normal.
METABOLISME BILIRUBIN
Bilirubin adalah produk akhir katabolisme protoporfirin besi atau heme, yang sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme dihepar (enzim sitokrom, katalase dan heme bebas), myoglobin otot, serta eritopoiesis yang tidak efektif di sumsum tulang.
Tahap awal proses degradasi heme dikatalisis oleh enzim heme oksigenase mikrosom di dalam sel RE. Dengan adanya NADPH dan O2, enzim ini akan menambahkan gugus hidroksil ke jembatan metenil
18
diantara dua cincin pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro (Fe+2) menjadi Fe+3 (ferri). Oksidasi selanjutnya oleh enzim yang menyebabkan pemecahan cincin porfirin. Ion ferri dan dan CO di lepaskan, sehingga menyebabkan pembentukan biliverdin yang berpigmen hijau. Biliverdin kemudian direduksi sehingga membentuk bilirubin yang bewarna merah jingga. Bilirubin dan turunannya bersama-sama disebut pigmen empedu.
PENGAMBILAN BILIRUBIN OLEH HATI
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma, sehingga diangkut ke hati dengan berikatan dengan protein albumin secara nonkovalen. Bilirubin teruarai dari molekul pembawa albumin dan masuk ke dalam hepatosit, tempat bilirubin akan berikatan dengan protein intrasel, terutama protein liganin. Di dalam hepatosit, kelarutan bilirubin meningkat karena penambahan dua molekul asam glukoronat. Reaksi ini dikatalisis oleh bilirubin glukoniltransferase dengan menggunakan asam glukoronat UDP sebagai donor glukoronat. Bilirubin diglukoronid ditransport secara aktif dengan melawan gradien konsentrasi ke dalam kanalikuli biliaris dan kemudian ke dalam empedu. Proses ini memerlukan energi, merupakan tahapan yang membatasi laju dan rentan mengalami gangguan pada penyakit hepar.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi normalnya diekskresikan. Bilirubin diglukoronid dihidrolisis dan direduksi oleh bakteri di usus untuk menghasilkan urobilinogen, senyawa yang tidak bernyawa. Sebagian besar urobilinogen dioksidasi oleh bakteri usus menjadi sterkobilin, memberi warna coklat pada feses. Namun, beberapa urobilinogen direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi portal. Sebagian urobilinogen ini berperan dalam siklus urobilinogen intrahepatic yang akan di uptake oleh hepar kemudian diekskresikan kembali ke dalam empedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh darah ke dalam ginjal, tempat urobilinigen diubah menjadi urobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan sehingga memberikan warna yang khas pada urin.
19
3.7 Hubungan ikterus dengan BBL pada bayi.
Ikterus adalah keadaan dimana berubahnya warna kulit dan sklera pada mata karena
adanya peningkatan bilirubin dalam darah. Normalnya berat badan bayi yang baru lahir
berkisar 2500-4000 gram. Berat badan lahir rendah atau bayi dengan berat badan lahir <2500
gram beresiko mengalami hiperbilirubin disebabkan karena organ tubuhnya yang masih
lemah oleh karena fungsi hepar yang belum matang atau terdapat gangguan dalam fungsi
hepar seperti hipoksia, hipoglikemi, asidosis, sehingga mengakibatkan kadar bilirubin
meningkat. Sedangkan neonatus dengan berat badan > 4000 gram juga memiliki metabolisme
bilirubin yang tinggi karena hatinya sudah matur, tetapi cenderung mengalami trauma lahir.
Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam
fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil
transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam
serum.
BBLR dibagi menjadi 2 yaitu BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan. BBLR
kurang bulan atau prematur lebih mudah terkena komplikasi karena alat tubuh bayi prematur
belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu, bayi prematur mengalami lebih banyak
kesulitan untuk hidup diluar uterus. Sedangkan BBLR cukup bulan memiliki kemampuan
untuk bertahan hidup lebih baik dari pada bayi premature karena alat tubuh sudah terbentuk
sempurna.
Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti
bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena
bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi
dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin
indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh
neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. Bayi BBLR kurang bulan
mengalami peningkatan risiko terhadap infeksi karena cadangan imunologlobulin maternal
menurun, kemampuan untuk membentuk antibodi rusak dan sistem integumen rusak (kulit
tipis dan kapiler rentan), hipoglikemia karena bayi prematur dan yang mengalami hambatan
pertumbuhan memiliki simpanan glikogen yang lebih rendah sehingga tidak dapat
memobilisasi glukosa secepat bayi aterm normal selama periode segera setelah lahir dan bayi
prematur memiliki respons hormon dan enzim yang imatur, dan hiperbilirubin disebabkan
20
oleh faktor kematangan hepar, hingga konjugasi bilirubin indirek menjadi direk belum
sempurna. Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena
hiperbilirubin dapat menyebabkan kernikterus maka warna kulit bayi harus sering dicatat dan
bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
Sedangkan pada bayi BBLR cukup bulan lebih rentan mengalami hipoglikemia
karena cadangan glikogen telah ada pada awal trimester ketiga dan, akibat perubahan
transpor nutrien melalui plasenta selama masa ini, bayi yang tumbuh secara asimetris
mengalami penurunan cadangan glikogen pada hati dan otot skeletal. Otak bayi yang lebih
besar proporsinya daripada masa tubuh dan kecendrungan terhadap polisitemia meningkatkan
kebutuhan energi dan karena otak dan sel darah merah adalah pengguna glukosa obligatorik,
faktor ini dapat meningkatkan kebutuhan glukosa. Dan bayi BBLR cukup bulan dapat
mengalami hiperbilirubinemia disebabkan gangguan pertumbuhan hepar.
3.8 Hubungan ikterus dengan kelahiran secara SC dengan KPD>24 jam.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara ikterus dengan seksio sesarea, namun ada
kala nya kuning bisa disebabkan oleh masalah pada pemberian ASI (breastfeeding jaundice).
Hal ini biasanya terjadi pada bayi lahir lewat operasi caesar karena ibu kurang memproduksi
ASI.
Ikterus akibat ASI (breastmilk jaundice) juga bisa terjadi jika ASI mengandung
hormon progesteron yang mengganggu proses penguraian bilirubin. Keberadaan enzim
liprotein lipase pada ASI juga bisa meningkatkan kadar bilirubin. Dalam kondisi ini, ASI bisa
terus diberikan. Akan tetapi, jika kenaikan kadar bilirubin terlalu cepat, ASI bisa dihentikan
sementara. Serta kemungkinan lain ikterus pada bayi dikarenakan imaturasi hepar
3.9 Penyebab bayi tampak aktif meskipun terlihat gejala ikterik.
Bayi tersebut tetap aktif dan tidak demam dikarenakan ikterik yang terjadi pada bayi
bukan dikarenakan adanya infeksi, melainkan sebab – sebab lain seperti yang diuraikan diatas
( semisal breastmilk jaundice)
3.10 Diagnosa banding.
a. Ikterus Neonatorum
21
Definisi
Ikterus pada Bayi (Ikterus Neonatorum)
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatorum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak
apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (>17 μmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin > 5 mg/dL (>86 μmol/L).
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus
ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong
non patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai
hiperbilirubinemia patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin
terhadap usia neonatus >950/00 menurut Normogram Bhutani.
Ikterus adalah deskolorisasi kuning pada kulit, membrane mukosa, dan sclera akibat
peningkatan kadar biliribin dalam darah. Orang dewasa tampak kuning bila kadar bilirubin
serum > 2 mg/dl, sedangkan pada neonatus kadar bilirubin > 5mg/dl.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%
mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998
menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama. Di
Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah
studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto
Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir
sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas
12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi
cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar
bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan
kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan
18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan
hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128
kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait
hiperbilirubinemia.
22
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens
ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis
dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%.
Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang
bulan 22,8%. Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada
tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin
disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus
dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan
metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus
berdasarkan metode visual.
Etiologi dan Faktor Risiko
1. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur
lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh
hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim -> glukuronidase
di usus dan belum ada nutrien.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan
oleh faktor/keadaan:
Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,
sferositosis herediter dan pengaruh obat.
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
23
a. Faktor Maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.