LAPORAN FIELDTRIP PERTANIAN BERLANJUT DI DESA TULUNGREJO KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG KELOMPOK U1 Anggota : 1. Erinda Patmawati P U 145040200111038 2. Murti Binary S 145040200111079 3. Rodifan M F D P 145040200111179 4. Elok Sukmarani 145040201111045 5. Harpah Milzan 145040201111051 6. Iswati 145040201111081 7. Yhuda Dwi Fabrian 145040201111083 8. Muhammad Jauhari 145040201111086 9. Adinda Tyas U. W. 145040201111095 10. Wildan Khaliq 145040201111123 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG 2016
83
Embed
LAPORAN FIELDTRIP PERTANIAN BERLANJUT DI DESA … · 2016. 12. 19. · LAPORAN FIELDTRIP PERTANIAN BERLANJUT DI DESA TULUNGREJO KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG KELOMPOK U1 Anggota
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN FIELDTRIP
PERTANIAN BERLANJUT
DI DESA TULUNGREJO KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG
KELOMPOK U1
Anggota :
1. Erinda Patmawati P U 145040200111038
2. Murti Binary S 145040200111079
3. Rodifan M F D P 145040200111179
4. Elok Sukmarani 145040201111045
5. Harpah Milzan 145040201111051
6. Iswati 145040201111081
7. Yhuda Dwi Fabrian 145040201111083
8. Muhammad Jauhari 145040201111086
9. Adinda Tyas U. W. 145040201111095
10. Wildan Khaliq 145040201111123
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
2016
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PERTANIAN BERLANJUT
Kelas : U
Kelompok : U1
Asisten Aspek Tanah
(Rizky Maulana Ishaq)
Asisten Aspek Budiaya Pertanian
(Adi Suwandono)
Asisten Aspek Hama Penyakit Tanaman
(Havinda Anggrilika W.S)
Asisten Sosial Ekonomi
(Arga Yonix Wirasma)
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ viii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .............................................................................. 2
a. Kualitas dan kemampuan agroekosistem (manusia, tanaman, hewan, dan
organisme tanah) dipertahankan dan ditingkatkan
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh Bapak Riko sebagai pemilik
lahan tegalan dengan komoditas cabai dan kubis, cenderung lebih ke arah
pertanian berlanjut. Jika dilihat dari pertumbuhan tanaman yang ada diatasnya,
hal tersebut diketahui dari pertumbuhan tanaman disekitar yang cukup baik
serta ketersediaan air yang cukup yang berasal dari sumber mata air.
Pemberian pupuk kandang oleh petani juga mampu meningkatkan kualitas
tanah terutama dapat mendukung perkembangan mikoorganisme dalam tanah
untuk membantu dalam pertumbuhan tanaman serta kesuburan tanah itu
sendiri.
b. Sistem pertanian berorientasi pada ramah lingkungan dan keragaman hayati
(biodiversitas)
Petani di daerah tersebut lahan milik dari bapak Riko tersebut masih
diwilayah sekitaran lahan milik PERHUTANI. Hal ini perlu adanya tindakan untuk
menjaga kelestarian hutan karena hutan merupakan tanggung jawab yang harus
dipikul bersama oleh seluruh petani di daerah tersebut . Apabila mereka
melanggar hak-hak yang bukan milik mereka akan dikenakan sanksi pidana.
Namun ada juga faktor-faktor yang dapat mengancam keanekaragaman
hayati pada lahan tegalan milik bapak Riko, yaitu penggunaan pupuk kimia
sebagai campuran untuk pemupukan dan penggunaan pestisida kimia dalam
pembasmian hama penyakit yang dilakukan oleh bapak Riko dikhawatirkan akan
menyebabkan musuh alami atau organisme yang bukan hama juga akan mati.
Dengan demikian akan menyebabkan ekosistem tidak seimbang karena pada
siklus rantai makanan salah satu komponen ada yang hilang.
c. Pelestarian sumberdaya alam
Jika dilihat dari lahan didaerah tersebut transek lahan berturut-turut
adalah hutan, agroforestri, semusim, serta semusim dan pemukiman. Sistem
tersebut digunakan untuk mendukung pertanian berlanjut. Dengan melakukan
penanaman secara tumpangsari sebagai upaya mengurangi serangan dari hama
penyakit serta dapat mengurangi terjadinya erosi.
d. Minimalisasi risiko-risiko alamiah yang mungkin terjadi
53
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, upaya untuk meminimalisasi risiko
alamiah yang mungkin terjadi dapat menerapkan beberapa cara diantaranya
letak lahan pertanian yang jauh dari pemukiman warga sehingga kerusakan yang
mungkin diakibatkan oleh aktivitas manusia dapat terminimalisir. Warga yang
tinggal jauh dari lahan pertanain juga tidak terganggu oleh aktivitas budidaya
seperti pemberian pupuk dan pestisida kimia secara langsung.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam aspek ekologi sudah memenuhi
beberapa syarat pertanian berlanjut, sebab dalam penggunaan lahan yang telah
sesuai meskipun penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang digunakan dapat
mencemari lingkungan serta dapat menurunkan tingkat produksi.
3. Plot 2
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh Bapak Suwarnu.
Beliau memiliki luas 1 ha lahan agroforestri dan ¼ lahan sawah. Bapak Suwarnu
memiliki lahan agroforestri yang biasanya ditanami pisang, kopi dan sengon.
Komoditas utama yang dibudidayakan yaitu tanaman kopi. Selain itu, beliau juga
memiliki lahan sawah yang biasanya ditanami kentang. Dari lahan tersebut
cenderung masuk dalam pertanian berlanjut. Hal tersebut dikarenakan
pertumbuhan tanaman yang ada dilahan cukup baik.
Kemudian Bapak Suwarnu juga memberikan pupuk kandang yang dapat
meningkatkan kualitas tanah. Agar mikroorganisme dalam tanah dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik serta dapat menyuburkan tanah. Menurut
Syekhfani (2000) pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan ditidak merusak
tanah, menyediakan unsure makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan
belerang) dan mikro ( besi, seng, boron, kobalt dan molibdenium). Selain itu
pupuk kandang berfungsi untuk meningkatkan daya menahan air, aktivitas mikro
biologi tanah, nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah.
4. Plot 1
Kualitas dan kemampuan agroekosistem yang terjadi di lingkungan
landscape perlu ditingkatkan. Untuk keadaan agroekosistem pada lahan ini
masih terjaga karena masih dapat berproduksi dengan baik. Berdasarkan hasil
wawancara yang kami lakukan, bahwa dalam pembudidayaan tanamannya, Pak
Suwon selaku petani tersebut yang membudidayakan tanaman jagung dan ubi
jalar tersebut masih menggunakan campuran bahan kimia pada pupuk yang
diberikan kepada tanaman sebagai tambahan nutrisi tanaman tersebut, yaitu
pupuk urea, Za dan pupuk pozka. Sedangkan untuk pestisida petani masih
menggunakan pestisida kimia untuk pengendalaian hama. Menurut beliau proses
budidaya yang diterapkan sudah ramah lingkungan karena menggunakan dosis
54
yang sesuai dan untuk pestisida digunakan apabila ada hama saja dan beliu juga
menggunakan pupuk kandang jenis kotoran kambing sebagai penambah nutrisi
bagi tanamannya. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa Bapak Suwon
belum dapat dikatakan berorientasi kearah pertanian yang ramah lingkungan,
meskipun Pak Suwon sudah menggunakan pupuk kandang. Menurut Goenadi
(1994) penggunaan pupuk buatan (anorganik) dan pestisida mulai disorot
sebagai sumber - sumber pencemaran lingkungan dan apabila digunakan terus -
menurus akan merusak struktur tanah dan menganggu kandungan hara dan
kesuburan tanah. Kemudian dilihat dari pola tanamnya, bapak tersebut
menggunakan pola tanam monokultur sehingga biodiversitas tanaman yang
dihasilkan masih rendah. Dalam upaya untuk melestarikan hutan produksi petani
dan dinas perhutani bekerjsama dengan membuat suatu peraturan untuk tidak
boleh menebang pohon apa bila dilakukan pelanggaran akan dikenakan pidana
±5 tahun. Sehingga petani tidak ada perlakuan pengalihan fungsi lahan
pertanian.
Berdasarkan data diatas diketahui jika plot yang paling baik secara
ecologically sound adalah plot 3 karena jika dilihat dari pertumbuhan tanaman
adalah cukup baik serta ketersediaan air yang cukup yang berasal dari sumber
mata air. Kemudian diikuti dengan plot 2 hal tersebut dikarenakan pertumbuhan
tanaman yang ada di lahan cukup baik. Kemudian selanjutnya adalah plot 1
karena keadaan agroekosistem pada lahan ini masih terjaga dan masih dapat
berproduksi dengan baik. Menurut petani, proses budidaya yang diterapkan
sudah ramah lingkungan karena menggunakan dosis pestisida yang sesuai.
Selanjutnya adalah plot 4 karena kualitas dan kemampuan agroekosistem yang
terjadi dalam lingkungan lansekap masih terbilang rendah serta kurangnya
pengelolaan dan manajemen bahan organik dalam mendukung proses budidaya
tanaman.
3.1.3.3 Socially just
1. Plot 4
Dalam menjalankan usaha tani bapak Winarto mengelola lahan tegal yang
disewa dan bagi hasil sekitar 50% dengan komoditas yang dibudidayakan yaitu
jagung. Beliau tidak mengikuti kelompok tani dikarenakan kelompok tani di
tempat tersebut kurang aktif berjalan dan informasinya tentang teknologi
pertanian tidak sampai ke petani kalangan menengah kebawah. Bapak Winarto
melakukan kerjasama sakap atau bagi hasil dengan pihak Bisi karena benih,
pupuk, dan pestisida disediakan berasal dari pihak Bisi. bapak Winarto hanya
mengelola lahan tegal hasil menyewa selama setahun 3juta dari Bisi.
55
Pada plot 4 ditemukan analisis hasil bahwasannya belum berkelanjutan
dari segi socially just, dengan tidak aktifnya kelembagaan petani seperti
kelompok tani di desa tersebut dan tidak adanya kegiatan-kegiatan pertanian
yang menciptakan keguyuban, kebersamaan dan kerja sama yang juga dapat
mempererat hubungan antar petani.
Berdasarkan literature Solikin (2014) bahwa, berwatak sosial atau
kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras dengan norma-
norma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh masyarakat
disekitarnya sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan peternakan
ayam diperkandangan milik sendiri. Keberhasilan pembangunan pertanian
terletak pada keberlanjutan pembangunan pertanian itu sendiri. Konsepsi
pembangunan pertanian berkelanjutan tersebut diterjemahkan ke dalam visi
pembangunan pertanian jangka panjang yaitu ”Terwujudnya sistem pertanian
berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan
dan kesejahteraan masyarakat pertanian.
2. Plot 3
Dari hasil wawancara yang sudah kami lakukan pada plot 3 tanaman
semusim, kami melakukan wawancara dengan bapak Riko (24 tahun) yang
berasal dari Pujon. Bapak Riko ini mempunyai luas lahan tegalan sebesar 1/8 m2
yang ditanami tanaman cabai dan kubis. Bibit dari cabai dan kubis ini, bapak Riko
membeli bibit seharga Rp. 75.000,-. Untuk pemupukan bapak Riko menggunakan
jenis pupuk kandang yang biasanya menghabiskan 8 karung untuk luasan
lahannya 1/8 m2 dan juga menggunakan pupuk kimia yaitu pupuk ZA, ponska,
dan SP yang dicampur menjadi satu. Waktu panen untuk tanaman kubis
memerlukan waktu kurang lebih 80 hari, sedangan untuk waktu panen tanaman
cabai tdak bisa diprediksi tergantung musim.
Penggunaan pestisida untuk mengurangi serangan dari hama, bapak Riko
menggunakan pestisida jenis bamek untuk cabai dan prevaton untuk kubis. Hasil
panen dari cabai dikirim ke Pujon kepada tengkulak seharga 1 kg Rp. 25.000,-,
sedangkan untuk kubis menggunakan sistem tebas. Selain menanam cabai dan
kubis, bapak Riko juga mempunyai ternak sapi perah yang kotorannya bisa
dimanfaatkan untuk pupuk kandang. Berdasarkan hasil wawancara diatas petani
sudah menerapkan sistem keadilan, yaitu hasil dari panen dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagai modal untuk menanam lagi pada
musim tanam selanjutnya. Karena hasil produksi dari lahan milik bapak Riko ini
selalu mencukupi kebutuhan yang diperlukan.
3. Plot 2
56
Dari hasil wawancara yangsudah kami lakukan pada plot 3 tanaman
agroforestry, Kami malakukan mewawancarai dengan bapak suwarnu yang
berasal dari desa sekitar tempat pengamatan 12500 M2 dengan status
kepemilikan milik sendiri yang di tanami tanaman kopi, pisang, kubis kentang
dan sengon. Dengan produksi kopi 1,5 ton. Untuk bibitnyn pak suwarnu
membeli dengan hargasengon 1200/pohon, kubis 90000. Untuk perawatan
sendiri bapaknya membeli pestisida kubis seharga 120.000 per botol dengan
total habis 4 – 5 botol per musim. dalam tradisi masyarakat, mereka melakukan
tradisi slametan yang dilakukan tiap awal penanaman padi. Dalam masyarakat
juga melakuakn gotong royong pada saat pembangunan rumah. Untuk
kelompok tani sendiri ada tapi tidak berjalan. Selain peraturaan masyarakat di
desa juga berlaku peraturan pemerintang tentang tidak menebang pohon di
hutan, bagi yang menebaang poohon di hutan untuk kepentingan pribadi di
kenakan denda 500 juta dan penjara 3 bulan bagi masyarakat yang melangarnya.
4. Plot 1
Dari hasil wawancara oleh petani didapatkan hasil bahwa para petani
sistem yang dilakukan oleh pihak perhutani sangat diterima baik oleh masyarakat
di daerah tersebut karena yang saling menguntungkan serta semakin baiknya
hubungan dari masyarakat dan pihak-pihak serta lembaga yang bersangkutan
dalan sistem pemberdayaan lingkungan serta saling memper,eratnya tali
kekeluargaan yang terjalin dan dengan adanya kelompok usaha tani yaitu
Gapotan Sido Subur Wonosari serta gotong-royong yang masih terjalin dalam
membangun jalan yang ada pada daerah tersebut. Dari sisi keadilan para petani
serta pihak perhutani saling diuntungkan karena petani mendapatkan upah dari
emeliharaan usaha tani tersebut dan pihak perhutani di untungkan juga karena
wilayah perhutani yang selalu terjaga baik berkat peran dari masyarakatdan
kesejahteraan masyarakan semakin membaik. Menurut Wrihatnolo dan
Dwijowiyoto (2006) manajemen memaknai pembangunan secara sederhana
sebagai perubahan tingkat kesejahteraan secara terukur dan alami.
Pembangunan yang ada bukan sekadar fenomena politik , perubahan sosial, atau
pertumbuhan ekonomi, namun memanajemen apa yang sudah ada agar hasilnya
lebih baik lagi.
Berdasarkan data diatas diketahui jika dari socially just plot yang paling
baik adalah pada plot 1 karena masyarakat dapat bekerjasama secara baik
dengan pihak perhutani dan semakin eratnya kekeluargaan yang terjalin dengan
adanya kelompok usahatani. Selanjutnya adalah plot 3 dimana petani sudah
menerapkan sistem keadilan, yaitu hasil dari panen dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagai modal untuk menanam lagi pada
musim tanam selanjutnya. Selanjutnya adalah plot 2 yaitu pada daerah tersebut
ada kelompok tani tetapi tidak berjalan. Dan yang terakhir adalah pada plot 4,
57
dengan permasalahan yang hampir sama dengan plot 2 yaitu ada kelompok tani,
tetapi petani tidak bergabung karena kelompok tani tersebut tidak aktif.
3.1.3.4 Culturally acceptable
1. Plot 4
Sistem pertanian yang dilakukan oleh petani sudah selaras dengan budaya
berlaku, artinya petani melakukan budidaya tanaman jagung sesuai dengan
budaya yang daerah setempat lakukan, mulai dari pengolahan lahan,
penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan dilakukan selaras dengan budaya
setempat. Hubungan antara institusi dengan petani dapat terjalin dengan baik,
dan menguntungkan di pihak petani, juga sudah ada kepercayaan petani kepada
institusi tersebut. Hubungan antara petani dengan petani juga terjalin suatu
kerjasama yang baik dan saling membantu, baik dalam hal mencari solusi
terhadap masalah pertanian yang sedang petani hadapi atau berkomunikasi
mengenai hal lainnya. Masyarakat secara umum dapat beradaptasi terhadap
perubahan kondisi pertanian yang berlangsung terus. Perubahan kondisi ini,
sangat dipengaruhi oleh faktor alam, seperti curah hujan, lama penyinaran
matahari dan lain sebagainya. Tetapi petani terus berusaha supaya tidak
mengalami kerugian. Menurut Susanti (2011) kebudayaan modern menimbulkan
berbagai tuntutan hidup tambahan seperti pendidikan dan kebutuhan primer
dan sekunder lainnya. Sedangkan menurut Sitorus (2012), pertanian adalah
proses capian budaya, berkenaan dengan interaksi triangular antara benih, tanah
dan tenaga petani. Salah satu dari tiga unsur ini tidak boleh nol, karena jika ada
yang demikian, maka hasilnya akan nol juga. Artinya, tidak ada realisasi kegiatan
pertanian jika misalnya unsur tenaga tidak ada, walaupun benih (untuk ditanam)
dan tanah (untuk ditanami) tersedia.
2. Plot 3
Petani yang kami wawancarai bernama Bapak Rico. Umur 24 tahun dan
berasal dari Pujon, Malang. Beliau memiliki lahan seluas 1/8 ha. Lahan beliau ialah
hortikultura, dengan komoditas kubis dan cabai. Selain di bidang pertanian,
beliau juga merambah ke bidang peternakan, yakni beternak sapi perah. Untuk
pupuk, beliau 100% membuat sendiri. Dengan estimasi kandungan pupuk
kandang. Beliau membutuhkan pupuk kandang sebesar 8 karung untuk luasan 1/8
ha. Terkadang juga beliau menggunakan pupuk ZA, Phonska dan SP. Masing –
masing sebesar 1 karung. Modal beliau merintis di bidang pertanian ini berasal
dari modal sendiri. Karena ini adalah turun - temurun dari keluarga beliau. Dalam
luasan lahan yang beliau miliki, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi.
58
Beliau menjual dengan harga 25.000/kg untuk tanaman cabai dan 16.000
untuk tanaman kubis. Itupun dengan konsekuensi harga stabil dan normal.
Dalam aktivitas bertani, beliau menggunakan tanda – tanda alam ( Pranoto
Mongso ) yang merupakan istilah dalam penanggalan jawa. Untuk pengendalian
hama maupun penyakit, beliau menggunakan pestisida. Dalam lingkungan
tempat tinggal beliau tidak ada kelompok tani yang berdiri. Tetapi dalam bertani,
beliau selalu bergotong royong dalam pelaksanaannya.
3. Plot 2
Kepercayaan atau istiadat masyarakat setempat adalah melakukan
selamatan pada awal penanaman padi.Penanaman padi masih menggunakan
sistem pranotomungso, namun penanaman kopi tidak menggunakan sistem
pranotomongso. Pranotomongso adalah aturan waktu yang digunakan para
petani sebagai penentuan atau mengerjakan suatu pekerjaan. Penggunaan
sistem pranotomongso dilakukan untuk menentukan awal masa tanam.
Saat ini kegiatan gotong royong tidak dilakukan untuk kegiatan pertanian,
melainkan dilakukan ketika ada pembangunan rumah. Berdasarkan hasil
wawancara, masyarakat setempat tidak boleh membuka lahan hutan untuk
penggunaan lahan baru, karena masyarakat mempercayai tempat tersebut untuk
keselamatan desa, sertta agar kelestarian musuh alami tetap terjaga dan
ekosistemnya tetap bejalan alami.
Menurut Susanti (2011) kebudayaan modern menimbulkan berbagai
tuntutan hidup tambahan seperti pendidikan dan kebutuhan primer dan
sekunder lainnya. Sedangkan menurut Sitorus (2012), pertanian adalah proses
capian budaya, berkenaan dengan interaksi triangular antara benih, tanah dan
tenaga petani. Salah satu dari tiga unsur ini tidak boleh nol, karena jika ada yang
demikian, maka hasilnya akan nol juga. Artinya, tidak ada realisasi kegiatan
pertanian jika misalnya unsur tenaga tidak ada, walaupun benih (untuk ditanam)
dan tanah (untuk ditanami) tersedia. Kepercayaan atau adat istiadat masyarakat
setempat adalah melakukan selametan pada awal penanaman padi. Penanaman
padi masih menggunakan sistem pranoto mongso, namun penanaman kopi tidak
menggunakan sistem pranoto mongso. Pranoto mongso adalah aturan waktu
yang digunakan para petani sebagai penentuan atau mengerjakan sesuatu
pekerjaan. Penggunaan sistem pranoto mongso dilakukan untuk menentukan
awal masa tanam.
5. Plot 1
Pola kebudayaan dari masyarakat tidak lepas dari cara hidup atau cara
sistem pencarian masyarakat. Menurut Foster (1962), menyetakan bersumber
dari agama atau kepercayaan terciptalah adat istiadat atau terkait pada
agama/kepercayaan terciptalah adat istiadat atau berbagai bentuk tradisi yang
mengatur seluruh kehidupan masyarakat. Dalam memulai pertanian warga
59
sekitar desa menggunakan tanda - tanda alam untuk melakukan kativitas
pertanian. Kegiatan tersebut bernama Pranoto mongso. Dimana Pranoto wongso
yang dilakukan adalah dibagi dua yaitu pada musim penghujan dan kemarau.
Musim kemarau dibagi dua yaitu pada bulan 1 – 2 warga sekitar desa menanam
padi dan pada bulan 2 - 7 adalah musim panen, Sedangkan pada musim kemarau
yaitu pada bulan 7 – 12 warga sekitar desa menanam sayur. Sistem budidaya
pertanian yang dilakukan oleh Bapak Suwono selaras dengan budaya setempat.
Hal ini dikarenakan sejak dulu lahan tersebut digunakan untuk lahan pertanian.
Jadi dalam sistem budidaya tersebut tidak bertentangan dengan budaya di
daerah setempat. Dalam lingkungan beliau tidak ada orang atau tokoh
masyarakat yang menjadi panutan dalam pengelolaan usaha tani. Selain Pranoto
mongso, masyarakat juga melakukan kegiatan gotong royong dan juga
pembangunan atau perbaikan jalan. bersih desa dan sedekah bumi secara rutin.
Berdasarkan data diatas diketahui jika berdasarkan culturally acceptable
plot yang paling baik adalah pada plot 4 dimana masyarakat secara umum dapat
beradaptasi terhadap perubahan kondisi pertanian yang berlangsung terus
menerus. Selanjutnya plot yang baik adalah pada plot 1 dimana sistem budidaya
petani tidak bertentangan dengan budaya di daerah setempat. Selanjutnya
adalah plot 2 yaitu sistem budidaya petani pada daerah tersebut masih
menggunakan sisitem budidaya secara tradisional, komunikasi antar petani dan
intuisi terjalin dengan baik yang artinya ada imbal baik antar tersebut. Dan yang
terakhir adalah plot 3 yaitu dalam lingkungan tempat tinggal petani tidak ada
kelompok tani yang berdiri. Tetapi dalam bertani, petani selalu bergotong royong
dalam pelaksanaannya.
3.2 Pembahasan Umum
3.2.1 Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan
Tabel 34. Indikator Keberhasilan dari semua aspek
Indikator
Keberhasilan Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
Produksi Vvv Vvv Vvv Vvv
Air Vv Vv Vv Vv Karbon Vvv Vv Vv V Hama Vv Vv Vv Vvv
Gulma Vv vvv V Vv
Note: v = kurang, vv = sedang, vvv = baik, vvvv = sangat baik Plot 1 = Hutan Produksi, plot 2 = agroforestri, plot 3 = tanaman semusim, plot 4 = pemukiman
Dari tabel indikator keberhasilan yang ditinjau dari semua aspek, diketahui
jika rata-rata hasil produksi dari semua plot termasuk dalam kategori baik.
60
Sedangkan untuk plot yang memiliki kualitas air yang baik atau tidak tercemar,
terdapat pada plot 1, 2, dan 3. Untuk plot yang memiliki kandungan karbon yang
baik terdapat pada plot 4. Dilihat dari segi hama yang menyerang tanaman,
diketahui jika plot 4 adalah plot yang baik, artinya jumlah hama tidak terlalu
mendominasi dibandingkan pada plot lainnya. Dilihat dari aspek budidaya
pertanian yaitu jumlah gulma diketahui jika plot 2 termasuk dalam kategori baik
dibandingkan dengan plot lainnya. Secara garis besar diketahui jika plot yang
memenuhi kriteria sebagai pertanian berlanjut secara berurutan adalah plot 1
dengan penggunaan lahan yaitu hutan produksi, kemudian plot 2 dengan
penggunaan lahan sebagai lahan agroforestry, diikuti dengan plot 4 dengan
penggunaan lahan pemukiman dan plot 3 yaitu lahan tanaman semusim.
Didapatkan bahwa hutan produksi memiliki kriteria keberlanjutan yang
cukup tinggi dari yang lain dikarenakan dengan suatu tingkat keanekaragaman
yang tinggi, cenderung lebih stabil dari pada yang ditempati oleh satu spesies
saja seperti dalam budidaya monokultur. Jika keanekaragaman bisa dicapai
dengan mengkombinasikan spesies tanaman dan binatang yang memiliki ciri
saling melengkapi dan yang saling berhubungan dalam interaksi yang positif,
maka bukan hanya kestabilan yang bisa diperbaiki namun juga produktivitas
sistem pertanian dengan input rendah saling melengkapi dalam ekosistem, di
dalam suatu sistem pertanian, komponen-komponen saling melengkapi satu
sama lain ketika komponen ini melaksanakan berbagai fungsi yang berbeda dan
ketika komponen-komponen itu menempati kondisi yang berbeda, misalnya
ketika komponen mengeksploitasi unsur hara pada tingkat yang berbeda
misalnya tanaman yang membutuhkan unsur-unsur khusus dalam jumlah yang
banyak atau sedikit, tanaman-tanaman yang memanfatkan sisa-sisa unsur hara,
tanaman yang menyerap unsur hara khusus secara lebih atau kurang efisisen.
Reijntjes, Coen (1992) mengungkapkan bahwa, sinergi di dalam
agroekosistem, dimana komponen-komponen dalam sistem pertanian
berinteraksi sinergis ketika komponen-komponen itu, terlepas dari fungsi
utamanya, meningkatkan kondisi-kondisi bagi komponen lain yang berguna di
dalam sistem pertanian, misalnya menciptakan iklim mikro yan cocok bagi
komponen-komponen lain, menghasilkan senyawa kimia untuk mendorong
komponen yang diinginkan atau menekan komponen yang berbahaya,
menurunkan polpulasi hama, mengendalikan gulma, memproduksi tanaman
obat-obatan dan memobilisasi dan memproduksi unsur-unsur hara yang
dibutuhkan komponen lain.
61
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan makalah diatas, dapat disimpulkan jika pada lahan yang
kami amati memiliki beberapa jenis penggunaan lahan, yaitu lahan hutan
produksi dengan tutupan lahan yaitu pohon pinus, lahan agroforestry dengan
tutupan lahan yaitu kopi, pisang dan kelapa. Selain itu juga terdapat lahan
tanaman semusim dengan tutupan lahan yaitu tanaman jagung dan penggunaan
lahan yang terakhir adalah lahan pemukiman dengan tutupan lahan yaitu
perumahan atau pemukiman penduduk. Pada masing-masing lanskap memiliki
ciri-ciri yang berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini dapat ditinjau dari
beberapa indicator diantaranya yaitu produktivitas, kualitas air, C-stock, jumlah
hama dan gulma. Dari analaisis indicator keberlanjutan pada setiap penggunaan
lahan diketahui jika rata-rata penggunaan lahan tersebut memenuhi kriteria
sebagai pertanian berlanjut.
4.2 Saran
Agar mencapai sistem pertanian Berlanjut, perlu adanya integrasi antara
keempat aspek tersebut. Perbaikan lebih diutamakan pada kondisi biofisik yang
baik dalam pengelolaan hama dan penyakit, sistem budidaya, dan perbaikan
cadangan karbon, dengan pengelolaan yang baik pada ke tiga aspek tersebut
diharapkan kondisi sosial ekonomi para petani meningkat yang ditandai dengan
meningkatnya produktivitas panen dan meningkanya pendapatan.
62
DAFTAR PUSTAKA
Baker, G. H. 1998. Recognising and Responding to the Influence of Agriculture and other land Use practices on Soil Fauna in Australia. App. Soil Ecol. 9, 303-310.
Clements, D.R., D.L. Benoit, S.D. Murphy, dan C.J. Swanton. 1996. Tillage Effects on Weed Seed Return and Seedbank Composition. Weed Sci.44:314-322.
Crasten, P. 2005. The Insecta Outline of Entimologi. Australia.: Blackwen Publishing.
Dengan QUAL2E. Semarang : Universitas Diponegoro. Diana,dina (2011) Potensi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii)
Di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun Sumatera Utara Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Diterjemahkan oleh U. Tanuwijaya.
ITB Press. Bandung. Fauziah, anik M. 2016. Keanekaragaman Serangga Tanah Pada Arboretum
Sumber Brantas dan Pertanian Kentang Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Malang : UIN Malang
Hairiah K , J Arifin, Berlian, C Prayogo and M van Noordwijk, 2002. Carbon stock assessment for a forest-to-coffee conversion landscape in Malang (East Java) and Sumber-Jaya (Lampung, Indonesia). Proceeding Int. Symp.on Forest Carbon Sequestration and Monitoring, Taipei-Taiwan 11-15 November 2002.
Hairiah, K. A. ( 2011). PENGUKURAN CADANGAN KARBON dari tingkat lahan ke bentang lahan Edisi ke 2. Petunjuk praktis. Edisi kedua. World Agroforestry Centre, ICRAF SEA
Hairiah, K. dan Rahayu, S. (2007). Pengukuran “Karbon Tersimpan” Di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre, ICRAFSA. Bogor
Hairiah, K., Hamid, A., Widianto, Kurniawan. S., Wicaksono, K.S., Sari, R.R., Lestariningsih, I.D., Lestari, N.D., 2010. Potensi kawasan Tahura R.Soerjo sebagai penambat dan penyimpan karbon.
Hairiah, K., Kurniawan, S., Aini, F., Lestari, N., Lestari, I., Widianto, Prayoga, C., dan Zulkarnaen, T. 2009. Estimasi Karbon Tersimpan di Lahan-lahan Pertanian di DAS Konto, Jawa Timur. Laporan akhir RACSA.
Heriyanto, N.M. & Garsetiasih, R. 2007. Komposisi jenis dan struktur tegakan hutan rawa gambut di Kelompok Hutan Sungai Belayan-Sungai Kedang Kepala, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Info Hutan, IV(2), 213-221.
Mardiyanti, Devi E,, dkk. 2013. Dinamika Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Pasca Pertanaman Padi Dynamics Of Plants Species Diversity After Paddy Cultivation. Jurnal Produksi Tanaman Vol 1 (1): Hal 24-35
Odum, E.P. 1996. Dasar-dasar ekologi (T. Samingan, Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Penelitian. Departement of Plant Protection Faculty of Agriculture. Kuala Lumpur : University Putra Malaysia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air
63
Pracaya,1993. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebas Swadaya Putra, S., Purwanto dan kismartini. 2013. Perencanaan Pertanian Berkelanjutan
di Kecamatan Selo. Prosiding Seminar Nasonal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Regional Office: University of Brawijaya (UB), Malang, Indonesia. Reijntjes, Coen, Bertus Haverkort,Ann Waters-Bayer. 1992. Pertanian Masa
Depan. Kanisius. Yogyakarta. Schindler, Bracha., Alden B. Griffith dan Kristina N. Jones, 2011, Factor
Influencing Arthropod Diversity on Green Roofs. Cities and Environment Vol. 4. Issue 1.
Setiawan,I Ketut. 2011. Usaha-usaha Pelestarian Lingkungan Hidup Pada Masyarakat bali Kuno berdasarkan Rekaman Prasast. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 11(2): hal 355-359.
Silvia, Triana. 2003. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsenterasi Formaldehida Terhadap Perkembangan Larva Drosophila. Bandung:Universitas Padjdjaran
Siregar, edy B M. Penyakit Tanaman Pinus. Padang : Universitas Sumatera Utara Sitorus, felix. 2012. Paradigma Ekologi Budaya Untuk Pengembangan Pertanian
Padi. Bogor: IPB Soerianegara ,I dan Andry Indrawan. 2005.Ekologi Hutan Indonesia .Bogor :
Fakultas Kehutanan Institusi Pertanian Bogor. Sulaiman, 2001. “Penggunaan Semut Hitam Dolichoderus thoracicus dalam
Pengendalian Hama Tanaman Kakao Theobroma cacao”. Laporan Susanti, neila. 2011. Pengaruh Faktor Sosial Budaya Terhadap Sikap Petani
Dalam Menjaga Keseimbangan Ekosistem Di Kabupaten Asahan Sumatera Utara. Padang : Universitas Sumatera Utara
Suseno. 1999. Beternak jangkrik Untuk Mancing. Bandung : Trubus Suveltri, B., Zuhri Syam dan Solfiyeni. 2014. Analisa Vegetasi Gulma pada
Pertanaman Jagung (Zea mays L) pada Lahan Olah Tanah Maksimal di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) Vol. 3(2): hal 103-108.
Wardle, D. A., K. I. Bonner, G. M. Barker, G. W. Yeates, K. S. Nicholson, R. D. Bardgett, R. N. Watson, and A. Ghani. 1999. Plant removals in perennial grassland: Vegetation dynamics, decomposers, soil biodiversity, and ecosystem properties. Ecological Monographs 69(4):535–568.
Widiarta, nyoman. 2006. Keragaman Arthropoda Pada Padi Sawah Dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Subang: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Wiwoho, 2005. Tesis. Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai Yauantari, M. G, dkk. 2013. Tingkat pengetahuaan Ppetani dalam menggunakan
Pestisida (Studi Kasus di Desa Curut Kecamatan Penawangan Kabupateen Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolan Suberdaya Alam dan Lingkungan.