Laporan PraktikumHari/ tanggal: Selasa, 11 November
2014BiokimiaPJP: Puspa Julistia Puspita, S. Si, M. Sc.Asisten: 1.
Gia Permasku, S. Si. 2. Rini Kurniasih, S. Si.
ENZIM II
Kelompok 1A
Frizka Syaidatu Dhinar J3L213106Taufik Hidayat J3L115006Bella
Utari Laksmi J3L113023Luvy Amanah Putri J3L113048
PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIAPROGAM DIPLOMAINSTITUT PERTANIAN
BOGORBOGOR2014PENDAHULUANKata enzim berarti dalam ragi. Manusia
telah menggunakan enzim sejak zaman prasejarah dalam memproduksi
anggur, cuka, dan keju (Fessenden 1986). Enzim merupakan unit
fungsional dari metabolism sel (Lehninger 1982). Enzim merupakan
suatu produk dari atau proses biologis yang merupakan kombinasi
berbagai jenis enzim pencernaan antara lain Alfa amilase, Beta
gluconate, Pectinase, Celulase, Pullulanase, Endoprotease dan
lain-lain. Enzim dapat diperoleh dari tanaman, hewan dan mikroba.
Namun yang paling, menguntungkan adalah dari mikroba karena dapat
diproses dalam waktu singkat. Sifat umum enzim adalah sebagai
katalisator untuk reaksi kimia pada sistem biologis, dan pada
hakekatnya semua reaksi biokimia dikatalis oleh enzim (Hart
2003).Enzim dikenal untuk pertama kalinya sebagai protein oleh
Sumner pada tahun 1926 yang telah berhasil mengisolasi urease dari
kara pedang (jack bean). Urease adalah enzim yang dapat menguraikan
urea menjadi CO2 dan NH3. Beberapa tahun kemudian Northrop dan
Kunitz dapat mengisolasi pepsin, tripsin, kimotripsin. Selanjutnya
telah banyak enzim yang dapat diisolasi dan telah membuktikan bahwa
enzim tersebut ialah protein (Poedjiadi 2009).Saliva adalah suatu
cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas
campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada
mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar
air liur. Fungsi saliva adalah saliva memulai pencernaan
karbohidrat di mulut melalui kerja amilase saliva, yang merupakan
suatu enzim yang memecah polisakarida menjadi disakarida, saliva
mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel
makanan, sehingga mereka saling menyatu, serta dengan menghasilkan
pelumasan karena adanya mukus, yang kental dan licin (Suharsono
1986).Enzim dibagi dalam enam golongan besar oleh Commision on
Enzymes of the International Union of Biochemistry. Penggolongan
ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan
Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah
diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik,
koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya
terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang
mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan
protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada
yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang
disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada
protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus
prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang
memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan
zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjiadi
2009).Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan
masingmasing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya
urease, arginase dan lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa
enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan
lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union of
Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan
ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan.
Enam golongan tersebut ialah (Poedjiadi 2009):a)Golongan I
OksidoreduktaseEnzim yang ternasuk dalam golongan ini dapat dibagi
dalam dua bagian yaitu dehidrogenase dan oksidase.b)Golongan II
TransferaseEnzim yang termasuk golongan ini bekerja sebagai katalis
pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada
senyawa lain. Beberapa contoh enzim yang termasuk golongan ini
adalah meeetiltransferase, hidroksimetiltransferase,
karboksiltransferase, asiltransferase dan aminotrandferase atau
disebut juga transminase (Poedjiadi 2009).c)Golongan III
HidrolaseEnzim ini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis.
Beberapa enzim dalam kelompok ini ialah esterase, lipase, pofatase,
amylase, aminopepetidase, karboksipeptidase, pepsin, tripsin,
kimotripsin (Poedjiadi 2009).d)Golongan IV LiaseEnzim yang termasuk
golongan ini mempunyai peranan penting dalam reaksi pemindahan
suatu gugus dari satu substrat (bukan cara hidrolisis) atau
sebaliknya. Contoh enzim golongan ini natara lain dekarboksilase,
aldolase, hidratase.e)Golongan V IsomeraseEnzim yang termasuk
golongan ini bekerja pada reaksi perubahan intramolekuler, misalnya
rekasi perubahan glukosa menjadi fruktosa, perubahan senyawa L
menjadi senyawa D, senyawa sis menjadi senyawa trans dan lain-lain.
Contoh enzim yang termasuk golongan ini antara lain ribolosafosfat
ipomerase dan glukosafosfat isomerase.f)Golongan VI LigaseEnzim
yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi-reaksi penggabungan
dua molekul. Oleh karenanya enzim tersebut juga dinamakan sintesa.
Ikatan yang terbentuk anatara penggabungan tersebut adalah ikatan
C-O, C-S, C-N atau C-C. contoh enzim golongan ini antara lain
glutamine sintetase dan piruvat karboksilase.Dua model untuk
menjelaskan mekanisme kerja enzim adalah lock and key dan induced
fit. Model kunci dan anak kunciyang diusulkan oleh Emil Fisher pada
tahun 1894, yang menyatakan bahwa bentuk molekul substrat dengan
sisi aktif enzim serupa dengan anak kunci dengan kuncinya. Model
Induced-fit diusulkan pada tahun 1958 oleh Daniel E. Koshland, Jr.
yang menyatakan bahwa terikatnya substrat menyebabkanperubahan
konformasipada bagian sisi aktif enzim.Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan reaksi EnzimPerubahan suhu dan pH mempunyai
pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim juga
dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat.
Pengruh aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit
dalam beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang
penting.Percobaan ini bertujuan menentukan pengaruh pH dan suhu
terhadap aktivitas enzim, dan menentukan titik akromatik.
METODEAlat dan BahanAlat-alat yang digunakan ialah gelas piala,
pipet tetes, pipet Mohr 5 mL dan 10 mL, tabung reaksi, termometer,
pembakar bunsen, kaki tiga, kawat kassa, corong gelas, sudip,
kertas saring,spot plate,penangas air, penangas es, dan botol
semprot.Bahan-bahan yang digunakan ialah air liur (saliva),
pereaksi Benedict, pereaksi Iodium, HCl larutan Na2CO3,0.1%, dan,
akuades.
ProsedurUji pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur.
Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing tabung
diisi dengan 1 mL sampel air liur (saliva) dan 1 mL aquades. Tabung
dikocok dan masing-masing disimpan pada suhu yang berbeda. Tabung 1
diletakkan di dalam penangas es bersuhu 10C, tabung 2 diletakkan
pada suhu ruang, tabung 3 dan 4 diletakkan di dalam penangas air
yang bersuhu 37C dan 80C selama 10 menit. Setelah itu pada
masing-masing tabung ditambahkan 1 mL larutan kanji 1%. Larutan
dikocok dan dikembalikan ke masing-masing kondisi sebelumnya selama
10 menit. Isi tabung masing-masing diuji dengan pereaksi iodium dan
pereaksi Benedict.Uji pengaruh pH terhadap aktivitas amilase air
liur. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan. Tabung 1 diisi
dengan 2 mL HCl, tabung 2 diisi dengan 2 mL asam asetat, tabung 3
diisi dengan 2 mL aquades, dan tabung 4 diisi dengan 2 mL
Na2CO30.1%. masing nilai pH larutan adalah 1, 5, 7, dan 9. Kemudian
ditambahkan 1 mL larutan kanji 1% dan 1 mL air liur (saliva) ke
dalam masing-masing tabung lalu dikocok dan diletakkan pada
penangas air bersuhu 37C selama 15 menit. Setelah 15 menit, isi
tabung masing-masing diuji dengan pereaksi iodium dan pereaksi
Benedict.Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur. Sebanyak 0,2
mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan
ditambah 1 mL larutan kanji 1%. Tabung dikocok lalu disimpan pada
penangas air bersuhu 37C. Setiap 0,5 menit larutan dipipet ke atas
spot plate dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna dicatat
sampai larutan tidak menunjukkan perubahan warna lagi (mencapai
titik akromatik).Hidrolisis pati mentah oleh amylase air liur.
Seujing sudip tepung pati dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 5 mL aquades. Tabung dikocok lalu ditambah 10 tetes
sampel air liur (saliva) dan disimpan pada penangas air bersuhu 37C
20 menit. Setiap 0,5 menit larutan diteteskan ke atas spot plate
dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna dicatat sampai
larutan berwarna kuning pudar. Hasil percobaan dibandingkan dengan
hasil percobaan hidrolisis pati matang oleh amylase air liur..
HASIL DAN PEMBAHASANTabel 1 Pengaruh suhu terhadap aktivitas
anilase air liurJenis patiUjiSuhu (C)
10Suhu ruang3780
MatangIod-
-
-
+
Benedict++++
Uji suhu terhadap aktivitas enzim bertujuan membuktikan pengaruh
suhu terhadap aktivitas kerja enzim, khususnya pada enzim amylase
pada saliva. Suhu rendah mendekati titik beku tidak merusak enzim,
namun enzim tidak dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan,
enzim mulai bekerja sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu
tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif
akan berkurang karena mengalamidenaturasi. Kecepatan reaksi
enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Suhu optimum adalah
suhu tertentu yang memungkinkan enzim bekerja maksimum. Enzim dalam
tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37 C. Sebagian besar
enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai 60 C, karena
terjadi denaturasi. Menurut Winarno (1986), di Indonesia,
temperatur optimum bagi proses enzimatis dilakukan pada temperatur
kamar. Hampir semua enzim memiliki aktivitas optimum pada
temperatur sekitar 30oC dan denaturasi dimulai pada temperatur
45oC.Suhu optimal enzim bergantung pada lamanya pengukuran kadar
yang dipakai untuk menentukannya. Semakin lama suatu enzim
dipertahankan pada suhu dimana strukturnya sedikit labil, maka
semakin besar kemungkinan enzim tersebut mengalami denaturasi. Suhu
yang digunakan pada percobaan yaitu 10 C, 37 C, suhu kamar, dan 80
C. Enzim amilase bekerja optimal pada suhu tubuh manusia yaitu 37 C
sebab enzim tersebut terdapat dalam air liur dalam tubuh sehingga
suhunya sama dengan suhu tubuh. Hasil yang diperoleh pada percobaan
menunjukkan enzim bekerja optimal pada suhu 37 C. Hal tersebut
dilihat dari uji iod dan uji benedict yang dilakukan. Uji iod yang
dilakukan menghasilkan warna kuning dan uji benedict menunjukkan
warna hijau , sehingga berdasarkan hasil tersebut pada suhu 37
Cenzim pada air liur telah memecah atau mendegradasi pati menjadi
maltose, dekstrin-dekstrin, ataupun monosakarida.Tabel 2 Pengaruh
pH terhadap aktivitas anilase air liurJenis patiUjipH
1579
MatangIod+
-
-
-
Benedict-+++
Uji pH terhadap aktivitas enzim bertujuan membuktikan pengaruh
suhu terhadap aktivitas kerja enzim, khususnya pada enzim amylase
pada saliva. Secara teori, enzim bekerja pada kisaran pH tertentu
dan menunjukkankerja maksimum padapH optimum. Di luar pH optimum
aktivitas enzi akan terganggu. Kecepatan reaksi enzimatik meningkat
hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari
pH optimal. Pada pH 1, 3 dan 5, aktivitas enzim masih ada, tetapi
kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil
pula). Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase
menjadi tidak aktif. Pada pH 8 aktivitas enzim menurun karena telah
terlewati pH optimal dari enzim tersebut. Kerja enzim sebagai
katalis dipengaruhi oleh pH.Adanya nilai pH tertentu yang
memungkinkan enzim bekerja maksimum disebut pH optimum. Penambahan
larutan iodium pada larutan pati menghasilkan larutan kompleks
berwarna biru keunguan. Pada keadaan ini menandakan bahwa di dalam
larutan pati masih terdapat karbohidrat berupa polisakarida. Pada
umumnya enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH
yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5-8,0 (Winarno
1986). Enzimtertentu mempunyai kisaran pH optimum yang sangat
sempit. Di sekitar pH optimum enzim mempunyai stabilitas yang
tinggi. Dalam hal ini, enzim yang sama sering kali pH optimumnya
berbeda tergantung sumber enzimnya.Ph optimal untuk sebagian besar
enzim adalah 6 sampai 8. Lingkungan asam akan mendenaturasi
sebagian besar enzim. Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim
melalui pengubahan struktur atau pengubahan muatan pada residu yang
berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis. Pengaruh pH
terhadap aktivitas enzim amilase air liur digunakan empat bahan
yang berbeda dengan kondisi pH yang berbeda pula. Suasana asam
dilakukan pada larutan asam asetat dan HCl, suasana netral pada
akuades, dan basa pada natrium karbonat 0,1%. Hasil uji iod pada
larutan HCl (pH 1) menunjukkan warna biru dan pada uji benedict
menunjukkan warna biru. Hasil yang diperoleh pada uji iod dalam
larutan asam asetat, akuades, dan natrium karbonat (pH 9)
menunjukkan warna jingga dan pada uji benedict menunjukkan warna
jingga kehijauan. Berdasarkan hasil percobaan enzim amilase bekerja
optimal pada pH 7.
Tabel 3 Hasil percobaan hidrolisis pati matang oleh amilase air
liurWaktu(30 detik)WarnaHasil uji Iod
1Hitam (+++)+
2Hitam (++)+
3Hitam (+)+
4Coklat (+++)+
5Coklat (++)+
6Coklat (+)+
Gambar 1 Hasil uji Benedict pati matang
Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur dilakukan dengan
menggunakan uji iod dan uji benedict. Uji iod terhadap hidrolisis
pati matang oleh amilase air liur mencapai titik akromatik pada
menit kedua. Titik akromatik adalah titik dimana saat larutan uji
dengan larutan iod menghasilkan reaksi negatif yang menunjukkan
bawa pati sudah hilang atau terhidrolisis menjadi maltosa, titik
akromatik dapat dilihat berdasarkan warna larutan yang terbentuk
antara iod dengan larutan yang berisi kanji dan air liur yang sudah
menjadi berubah menjadi warna larutan iodiumnya. Sisa larutan yang
telah mencapai titik akromatik kemudian diuji menggunakan pereaksi
benedict. Hasil yang diperoleh tidak menunjukkan adanya endapan
merah bata yang menandakan pati tersebut telah terhidrolisis
menjadi maltosa.
Tabel 4 Hasil percobaan hidrolisis pati mentah oleh amilase air
liurWaktu(60 detik)WarnaHasil uji Benedict
1Hitam (+++++)+
2Hitam (++++)+
3Hitam (+++)+
4Hitam (++)+
5Hitam (+)+
6Coklat (+++)+
7Coklat (++)+
8Coklat (+)+
Gambar 2 Hasil uji Benedict pati mentahHidrolisis pati mentah
amilase air liur dilakukan seperti pada hidrolisis pati matang,
hanya saja pati yang digunakan masih dalam bentuk tepung yang belum
dilarutkan. Titik akromatik pada hidrolisis pati mentah belum
dicapai pada menit keenam. Pada saat titik akromatik telah tercapai
ditandai dengan terbentuknya warna yang sama dengan iodin yang
digunakan sebagai kontrol negatif. Hasil pada uji benedict
menunjukkan warna biru. Jika dibandingkan dengan hidrolisis pati
matang, pati mentah lebih lama terhidrolisis. Hal tersebut dilihat
dari waktu yang diperlukan untuk mencapai titik
akromatik.Hidrolisis pati matang dan pati mentah oleh amilase air
liur digunakan untuk menentukan kemampuan hidrolisis enzim amilase.
Kemampuan hidrolisis enzim amilase lebih cepat pada pati matang
dibandingkan dengan pati mentah, karena pati mentah memiliki
struktur yang saling berikatan lebih kuat dibandingkan dengan pati
matang sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk enzim
amilase agar dapat menghidrolisis pati mentah. Uji iod digunakan
untuk menentukan ada tidaknya pati, karena pati dengan iod dapat
membentuk suatu ikatan kompleks yang berwarna biru. Komponen pati
yang berperan yaitu amilosa. Uji Benedict digunakan untuk
menentukan adanya gula pereduksi, seperti maltosa dan glukosa dalam
sampel.
SIMPULAN DAN SARANSimpulanBerdasarkan hasil percobaan dapat
disimpulkan bahwa suhu optimum enzim amylase pada saliva ialah 37
C,pHenzim amylase sebesar 6 sampai 8, titik akhromatik pada
hidrolisis pati matang dicapai pada menit kedua, dan titik
akhromatik pada hidrolisis pati mentah dari enzim amylase dicapai
pada menit keenam.
SaranBahan-bahan yang digunakan dalam praktikum sebaiknya
disiapkan dengan lengkap agar semua prosedur dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKAFessenden RJ, JS Fessenden. 1986. Kimia Organik.
Jilid ke-2. Pudjaatmaka AH, penerjemah. Terjemahan dari: Organic
Chemistry. Jakarta: Erlangga.Hart Harold, LE Craine, DJ Hart. 2003.
Kimia Organik. Achmadi SS, penerjemah. Terjemahan dari: Organic
Chemistry. Jakarta: Erlangga.Lehninger, AL. 1982. Dasar-Dasar
Biokimia. Maggy Thenawidjaja, penerjemah. Terjemahan dari:
Principles of Biochemistry. Jakarta: Erlangga.Poedjiadi Anna. 2009.
Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.Suharso M. 1986.Enzim dalam
Biokimia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Winarno, F.G.
1986. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.