1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Air merupakan bahagian yang essensial dari
protoplasma dan dapat dikatakan bahwa semua jenis kehidupan
bersifat akuatik.dalam
prakteknya suatu habitat dikatakan akuatik apabila mediumnya
baik eksternalnya maupun internal adalah air. Ekologi adalah ilmu
tentang interaksi antara organisme-organisme dengan
lingkunganya.lingkungan ini punya arti yang luas, mencakup semua
hal yang diluar organisme yang bersangkutan. Ekologi perairan
habitatnya di bagi tiga antara lain: fresh water aquatic, marine
water aquatic dan brackhis water aquatic. Di dalam mempelajari ilmu
ekologi khususnya ekologi pada
perairan itu kita harus membuat atau melakukan serangkaian
percobaan yang biasanya dilakukan dengan bantuan parameter dan
sample itu sendiri. Sampel yang dimaksud disini adalah objek yang
akan kita amati. Sample diambil dangan cara yang berbeda-beda
tergantung dengan apa yang akan di amati. Salah satu cara
pengambilan sampel adalah dengan teknik sampling. Teknik sampling
ini sangat membantu kita dalam pengambilan sampel objek yang akan
kita amati.
2
1.2. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah peserta
praktikum langsung terjun ke lapangan dan melakukan pengambilan
sampel untuk diteliti atau diamati dengan bantuan asisten. 1.3.
Manfaat Praktikum Manfaat dari prakikum ini diharapkan dapat
memberikan pelajaran dalam penambilan atau teknik penyamplingan,dan
maha siswa lebih mengetahui sedikit banyaknya mengenal suatu
gambaran tentang suatu kondisi perairan di lokasi praktikum.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tipe Perairan Menurut wetzel (2001) bahwa ketergantungan
perairan waduk terhadap kedalaman dan musim mengakibatkan perairan
waduk memiliki stratifikasi vertikal kualitas air. Ekosisrem waduk
adalah salah satu dari habitat air tawar yang punya perairan yang
tenang yang disebabkan oleh arus yang sangat lambat sekitar 0,1-1
cm/detik. Satari (2001) waduk adalah badan air yang selalau di
genangi air setiap tahun dan memiliki kualitas air yang berbeda
antara waduk satu dengan waduk yang lain. Tetapi sekarang bayak
peraian yang tecemar oleh sisa makanan, eksresi, dejen, bahan
pengawet, minyak dan lain-lain,(Haryadi, 2003).
2.2. SUHU Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam
pengaturan seluruh proses kehidupan dan penyebaran organisme, dan
proses metabolisme tejadi hanya dalam kisaran tertentu. Di laut
suhu
berpengaruh secara langsung pada laju proses fotosintesis dan
proses fisiologi hewan (derajat metabolisme dan siklus reproduksi)
yang selanjutnya berpengaruh terhadap cara makan dan
pertumbuhannya.Perbedaan penerimaan radiasi matahari setiap
wilayah menyebabkan perbedaan suhu, terkait dengan perbedaan letak
geografis
4
lintang. Selain panas matahari, faktor lain yang mempengaruhi
suhu permukaan laut adalah arus permukaan, keadaan awan, upwelling,
divergensi dan konvergensi terutama sekitar estuaria sepanjang
garis pantai (Handri dan Siregar, 1995). Hardjojo dan
Djokosetiyanto (2005) menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu
air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan
berkembangbiak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di
air, karena bersama-sama dengan zat/unsure yang terkandung
didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan
tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air. Selanjutnya,
densitas air dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan air. Suhu
air sangat bergantung pada tempat dimana air tersebut berada.
Kenaikan suhu air di badan air penerima, saluran air, sungai, danau
dan lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1)
Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi
kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan menyebabkan
ikan dan hewan air lainnya mati. Suhu dapat
mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk
mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa.
5
Tinggi
suhu
dapat
menaikkan
laju
maksimum
fotosintesa,
sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah
struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi
distribusi fitoplankton (Tomascik et al., 1997).
2.3 KECERAHAN Cahaya matahari merupakan sumber energi yang utama
bagi kehidupan jasad termasuk kehidupan di perairan karena ikut
menentukan produktivitas perairan. Intensitas cahaya matahari
merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju
produktivitas primer perairan, sebagai sumber energi dalam proses
fotosintesis (Sulaiman, 1991). Umumnya fotosintesis bertambah
sejalan dengan bertambahnya intensitas cahaya sampai pada suatu
nilai optimum tertentu (cahaya saturasi), diatas nilai tersebut
cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis (cahaya
inhibisi).Sedangkan semakin ke dalam perairan intensitas cahaya
akan semakin berkurang dan merupakan faktor pembatas sampai pada
suatu kedalaman dimana fotosintesis sama dengan respirasi (Candra,
1994). Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan
proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi
biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal
1 % dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi
dipermukaan
6
air.Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan
keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman
(Effendi, 2003). (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003)
antara lain adalah: 1. Memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu
dan berat jenis (densits) dan selanjutnya menyebabkan terjadinya
percampuran massa dan kimia air. Perubahan suhu juga mempengaruhi
tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat suatu organisme
akuatik, karena setiap organisme akuatik memiliki kisaran suhu
minimum dan maksimum bagi kehidupannya. 2. Merupakan sumber energi
bagi proses fotosintesis algae dan tumbuhan air. Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditemukan secara
visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan
dinyatakan dalam satuan meter, nilai ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi
serta ketelitian seseorang yang melakukan pengukuran. Pengukuran
kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi,
2003).
2.4 OKSIGEN TERLARUT ( Dissolved Oxigen DO ) Oksigen terlarut
merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme.Perubahan
konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek langsung yang
berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang
tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas
7
bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan organisme
itu sendiri. Hal ini disebabkan oksigen terlarut digunakan untuk
proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak (Rahayu, 1991).
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk
hidup didalam air maupun hewan teristrial. Penyebab utama
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya
bahan-bahan buangan organik yang banyak mengkonsumsi oksigen
sewaktu
penguraian berlangsung (Hadic dan Jatna, 1992). Konsentrasi
oksigen erlarut yang aman bagi kehidupan diperairan sebaiknya harus
diatas titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat
racun, konsentrasi oksigen minimum sebesar 2 mg/l cukup memadai
untuk menunjang secara normal komunitas akuatik di periaran
(Purwanto, 1990). . Selanjutnya Goldman dan Horne (1983),
menyatakan bahwa oksigen terlarut dalam ekosistem organisme
perairan dan sangat penting yang untuk terjadi
mendukung
eksistensi
proses-proses
didalamnya. Respirasi di perairan memerlukan oksigen dari dalam
air dan menghilangkan limbah karbon dioksida. Insang adalah tempat
pertukaran gas terjadi pada sebagian besar jenis ikan, meskipun ada
juga beberapa jenis ikan yang bernafas melalui kulit. Biasanya laju
konsumsi oksigen dapat digunakan untuk mengukur intensitas
metabolismenya. 1993). (Reddy,
8
Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan
kehadiran makhluk hidup di dalam air. Penentuan oksigen terlarut
harus dilakukan berkali-kali di berbagai lokasi dengan tingkat
kedalaman yang berbeda pada waktu yang tidak sama
(Sastrawijaya,2000)
Oksigen terlarut merupakan parameter penting bagi sistem kimia
air laut maupun proses biologi perairan laut. Hal ini karena
oksigen diperlukan dalam proses mineralisasi/dekomposisi bakteri
dalam
menguraikan bahan organik. Penurunan oksigen terlarut juga akan
mempengaruhi kehidupan organisme melalui proses respirasi, dan
reaksi oksidasi reduksi terhadap senyawa-senyawa kimia dalam air
laut.
2.5 PENGUKURAN pH pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi
ion hidrogen (H+) di dalam air, besarannya dinyatakan dalam minus
logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH berkisar antara 0 14,
nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan
nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH =7
disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).
Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan
dapat menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5
merupakan perairan yang sangat basa yang dapat menyebabkan
kematian
9
dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun
pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran
yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 8,4. pH dipengaruhi oleh
kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan
bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982; Nybakken, 1992) Pescod
(1973) menyatakan bahwa toleransi untuk kehidupan akuatik terhadap
pH bergantung kepada banyak faktor meliputi suhu, konsentrasi
oksigen terlarut, adanya variasi bermcam-macam anion dan kation,
jenis dan daur hidup biota. Perairan basa (7 9) merupakan perairan
yang produktif dan berperan mendorong proses perubahan bahan
organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diassimilasi
oleh fotoplankton (Suseno, 1974). pH air yang tidak optimal
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan,
menyebabkan tidak efektifnya pemupukan air di kolam dan
meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S. pH
air berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola
hubungan terbalik, semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH
akan menurun dan demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan
berkurang apabila air mengandung garam CaCO3 (Cholik et al.,
2005).
2.6 KARBONDIOKSIDA BEBAS ( CO2) Karbondioksida bebas yang
dianalisis adalah karbondioksida yang berada dalam bentuk gas yang
terkandung dalam air. Kandungan CO2
10
bebas diudara adalah sekitar 0.03%. kandungan CO2 dalam air
murni pada tekanan 1 atm dan temperatur 25 oC adalah sekitar 0.4
ppm (Alaert dan Santika, 1984). Karbondioksida merupakan hasil
buangan dari semua makluk hidup melalui proses pernapasan,
sedangkan pemanfaatan karbondioksida berkaitan langsung dengan
proses fotosintesis. Karbondioksida yang dihasilkan oleh
hewan-hewan akan diperlukan untuk fotosintesis oleh
tumbuh-tumbuhan.( Lesmana, 2001). Kandungan karbondioksida bebas
dalam air tidak boleh dari 25 ppm. Kelarutan karbondioksida dalam
air dapat berasal dari respirasi, proses dekomposisi bahan organik
dari air, tanah, garam-garam
bikarbonat, serta dari atmosfer ( Odum, 1993). 2.2 Parameter
Fisika 2.2.1 Warna Perairan Warna perairan adalah warna yang secara
visual yang dapat kita lihat dari sebuah perairan. Warna perairan
dibagi menjadi dua yaitu warna tampak dan warna asli. Warna tampak
adalah warna dari sebuah perairan yang disebabkan oleh
partikel-partikel terlarut dan tersuspensi. Sedangkan warna asli
merupakan warna yang disebabkan oleh bahan-bahan terlarut dari
danau atau kondisi sekitar danau. Warna perairan dipengaruhi oleh
kedalaman. Biasanya, jenis substrat juga mempengaruhi warna
perairan, dipinggir biasanya
11
berwarna gelap atau keruh, sedangkan didaerah tengah lebih
terang. Semakin dalam suatu perairan maka semakin pekat warna
perairan (E. P. Odum, 1971) 2.3 Parameter Kimia 2.3.1Derajat
Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan parameter kimia yang
menunjukan salinitas atau drajat keasaman dari suatu perairan
dimana biota air dapat hidup didalamnya, pH yang ideal berkisar
antar 6,5-8,5. Dimana setiap organisme air memiliki toleransi pH
yang berbeda. Larutan atau air dikatakan asam jika pH-nya < 7,
dikatan basa jika pHnya > 7, sedangkan jika pH-nya = 7 maka
larutan tersebut dikatakan seimbang (Purba,Michael.1994 Dasar-dasar
Kimia .Erlangga.Jakarta).
12
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Alat dan Bahan Alat yang dipakai pada
praktikum ini adalah: 1. Rol kayu sepanjang 1 meter 2. Secchi disk
3. Bola kasti 4. Stopwatch 5. Gelas erlemeyer 6. Pipet tetes 7.
Kertas pH 8. Plangtonnet 9. botol aqua 3 buah 10. Eckman grab Bahan
yang digunakan adalah: 1. Air waduk 2. Cairan pnopthealin 3. Cairan
Na2CO3 0,0454 N 4. Larutan amilum
3.2. Metoda Praktikum Metoda yang dipakai adalah pengambilan
langsung ke lapangan yaitu waduk, sebagian langsung diukur,
sebagian lagi dibawa ke labolatorium untuk diamati pada praktikum
berikutnya. 3.3. Prosedur Praktikum Ada beberapa prosedur yang
digunakan dalam praktikum ini yang harus di ikuti oleh
praktikan.
13
3.3.1. Pengambilan sampel benthos Pengambilan sampel Bantos
dilakukan dengan cara
memasukan eckman grab kedalam air sampai dasar lalu eckman grab
ditutup dan diangkat ke permukaan dan dimasukkan kedalam plastik,
setelah itu dibawa ke lab untuk diawetkan dan diamati pada
praktikum selanjutnya
3.3.2. Pengambilan sampel plankton Sampel plangton diambil
dengan cara memasukkan air sebanyak 100 liter air waduk kedalam
plangtonnet.
3.3.3. Kecerahan, kedalaman dan suhu Pengukuran kecerahan
dilakukan dengan cara: 1. Pinggan secchi dimasukkan kedalam
perairan sampai tidak kelihatan, dicatat berapa jarak dari
permukaan perairan sampai pinggan secchi tidak terlihat dikurangi
jarak mata peneliti dengan perairan (jarak hilang) 2. kemudian
pinggan secchi ditarik keatas sampai kelihatan dan ukur jaraknya
(jarak tampak). Kemudian nilai jarak tampak ditambah pengukuran
nilai jarak tampak jarak dibagi dua. Rata-rata nilai kedua tersebut
merupakan
kecerahan, dinyatakan dalam satuan centimeter.
14
Untuk lebih jelasnya rumus menghitung kecerahan adalah:
Kecerahan air(cm)= jarak hilang (cm) + jarak tampak (cm) 2 Mengukur
kedalaman sangatlah mudah hanya dengan cara memasukkan alatukur
atau rol kayu kedalam perairan, lalu liat barapa angka yang ada
pada rol tersebut. Suhu diperairan dapat kita ketahui
menggunakan
terrmometer. Pertama termometer dimasukkan kedalam peraian lalu
tunggu hingga termometer menunjukan sebuah satuan
3.3.4. CO2 bebas Pengukuran CO2 atau karbondioksida bebas dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. pengambilan air contoh
harus diusahakan sedemikian rupa sehingga terhindar dari kontak
antara air sampel dengan udara. Analisis harus dilakukan dengan
segara, yaitu dalam waktu 2-3 jam setelah pengambilan. 2. pipet 25
ml air sampel kemudian masukkan kedalam elemeyar dengan hat-hati,
sebisa mungkin kurangi pengaruh aerasi. 3. Tambahkan 3-4 tetes
indikator pnopthealin, jikaberwarna pink berarti tidak mengandung
CO2, jika tak berwarna berarti ada CO2 dan lanjutkan prosedur
berikutnya. 4. Titrasi dengan Na2CO3 0,0454 N sampai warna pink
stabil.
15
3.3.5. Pengambilan sampel DO, BOD5 dan TSS Sampel DO, BOD dan
TSS dapat dilakukan dengan cara memasukkan botol aqua kedalam
perairan. Tetapi jangan sampai terjadi bubling. Apa bila terjadi
babling sebaiknya diulang lagi. Bila sudah penuh botol-botol
tesebut ditutup rapat dan dibawa ke lab.
3.3.6 Tingkat derajat keasaman(pH) Pengukuran pH perairan dapat
dilakukan dengan
menggunakan kertas pH. Pengukuran dilakukan mencelupkan kertas
pH kedalam perairan tersebut dan dilihat perubahan warna yang
terjadi kemudian bandingkan dengan papan standar nilai.
3.4 ANALISIS DATA Setelah melakukan pratikum maka akan diperoleh
data-data dari parameter-parameter fisika dan kimia. Data-data
tersebut dimasukkan kedalam tabel-tabel yang kemudian dianalisis
dengan menggunakan rumus-rumus yang ditentukan.
16
3.4 Analisis Data Praktikum No. Parameter A. 1. 2. 3. 4. 5. B.
6. FISIKA : Kecepatan Arus Suhu Kedalaman Kekeruhan Kecerahan KIMIA
: Karbondioksida Bebas 7. 8. Oksigen Terlarut Derajat Keasaman (Ph)
Mg / L 0,8 6 Mg / L 1,98 Mg / L C CM NTU Cm 30 C 62 CM 6 NTU 41,5
Satuan Hasil Analisis Keterangan
DO = A x N x 8 x 1000 V
CO2 = A x N x 22 x 1000 V
17
Ket: DO A = milimeter lerutan thiosulfat N = normalisasi larutan
thiosulfat V = volume air yang dipakai CO2 A = banyaknya Na2CO3 N =
normalisasi V = velome air yang dipakai
8
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Tabel 2. Data hasil
pengamatan No Parameter Metoda Alat Botol aqua termometer
dimasukkan secchi disk Hasil m/s 30 0C 30m 61,5 cm
1 Kecepatan Arus 2 Suhu 3 Kedalaman 4 Kecerahan Karbondioksida 5
bebas 6 Derajat keasaman
Titrasi kertas pH dimasukan dalam
4,9mg/L mg/L
7 Sampel BOD5
botol dimasukkan dalam
mg/L
8 Sampel DO
botol dimasukkan dalam
10 mg/L
9 Sampel TSS
botol
mg/L
19
4.2. Pembahasan Data-data diatas didapat dari pengukuran yang
dilakukan, inilah pembahasan dari data-data diatas: 1. Kecepatan
arus Kecepatan arus pada peraian waduk sangatlah lemah
Watzler.2001). Dan biasanya di daerah waduk ini biasanya dipakai
sebagai tempat penmbudidayaan ikan dengan metode keramba-keramba.
Pada waduk yang kami telah ukur menggunakan metoda bola pimpong
yaitu 0,14 meter/detik. 2. Suhu Suhu di waduk yang kami amati
adalah sekitar 300C. Sangat penting kita untuk mengukur dan
mengetahui berapa suhu pada sebuah perairan, mengingat bahwa suhu
adalah parameter penting (Rusliadi, 2000) dalam perairan.
20
3. Kedalaman Kita tahu bahwa tak semua waduk memiliki kedalaman
yang dalam, karena waduk yang kami ukur kedalamannya lebih dari 2
meter yaitu sekitar 30 meter. 4. Kecerahan Kecerahan merupakan
transparansi sebuah perairan yang diamati menggunakan juga salah
pinggan satu secchi atau dari secara visual.
Kecerahan
perameter
berproduktifitas
perairan(Fadjar,2004) Setelah diukur ternyata kecerahan pada
waduk Univesitas Riau adalah 61,25 cm.
5. Karbon dioksida bebas Karbondioksida pada perairan waduk yang
diamati adalah 2,497 mg/L. Didalam air kadar CO2 bebas sekitar 0.03
%. Disiang hari dan malam hari CO2 pada perairan sangat berbeda
(Edi, 2001).
21
6. Derajat keasaman (pH) Dari hasil dari pengukuran kami tentang
derajat keasaman pada waduk tenyata mendapatkanhasil pH 6, berarti
waduk ini termasuk waduk yang sangat mendukung dari kehidupan
organisme didalamnya (Hikam.2001).
22
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Melalui praktikum ini diketahui bahwa waduk
Universitas Riau yang berada di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan ( FAPERIKA ) masih
tergolong kedalam perairan yang stabil, hal ini dapat
disimpulkan berdasarkan data yang telah didapat.dan sangat bagus
untuk budidaya perikanan. Parameter yang kami gunakan ternyata
sangat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme maupun organisme di
perairan tersebut. 5.2. Saran Meskipun waduk ini termasuk perairan
yang stabil tetapi kita tetap harus menjaganya agar tetap terjaga
dan organisme dan mikroorganisme yang ada didalamnya agar dapat
kita wariskan kepada generasi penerus kita di masa yang akan
datang. dan juga pihak universitas membuat program untuk merenovasi
waduk dan memberikan perhatian khusus terhadap kelestarian waduk
tersebut.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alawi, H.M. Ahmad, K.P. Pulungan, dan Rusliadi. 2000.Beberapa
Aspek Perairan. Pusat Penelitian Universitas Riau Pekanbaru.36 hal.
Edoi, Sarwoetal. 2001. Pengembangan dan Penelitian Kualitas Air.
Jakarta.:Elex Media Komputindo. Fadjar, Purwanto. 2004. Materi
Pokok Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Riau. Pekanbaru. 76 hal. Haryadi. 2003. Pencemaran Perairan.
Yogyakarta. Hikam. M. Etal. 2001. Perairan Indonesia. Yogyakarta.
Rusliadi. 2000. Fakto-Faktor Perikanan Universitas Riau. Pusat
Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru.29 hal. Satari. 2001.
Pengertian Perairan. Jakarta. Wazler. 2001. Perairan Waduk.
Jakarta.
24
LAMPIRAN
25
DAFTAR GAMBAR
26
27
28