Page | 1 PUJI DHIAN WIJAYA 4210 100 007 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Saya mengerjakan dan menyelesaikan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN dengan usaha dan jerih payah saya sendiri. 2. Saya, baik dengan sengaja atau tidak, tidak menduplikasi semua atau sebagian pekerjaan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN dari orang lain. 3. Saya, baik dengan sengaja atau tidak sengaja, tidak akan memberikan duplikasi semua atau sebagian pekerjaan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN kepada orang lain. Surabaya, Juni 2012 Yang menyatakan, Puji Dhian Wijaya NRP. : 4210 100 007 Mengetahui : Dosen pembimbing, Dosen Koordinator, Desain II Propeller & Sistem Perporosan DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Marine Engineering, Engine Propeller Matching, Ship Propulsion System
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page | 1
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Saya mengerjakan dan menyelesaikan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN dengan usaha dan jerih payah saya sendiri.
2. Saya, baik dengan sengaja atau tidak, tidak menduplikasi semua atau sebagian pekerjaan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN dari orang lain.
3. Saya, baik dengan sengaja atau tidak sengaja, tidak akan memberikan duplikasi semua atau sebagian pekerjaan DESAIN II. PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN kepada orang lain.
Surabaya, Juni 2012Yang menyatakan,
Puji Dhian WijayaNRP. : 4210 100 007
Mengetahui :
Dosen pembimbing, Dosen Koordinator, Desain II Propeller & Sistem Perporosan
Ir fan Syarief A, ST, MT. Semin Sanuri, ST. MT.NIP. : 1969 1225 1997 02 1001 NIP. : 1971 0110 1997 02 1001
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 2
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah serta kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Desain II Tugas Propeller dan Sistem Perporosan ini tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Irfan Syarief A, ST, MT. sebagai dosen pembimbing dan Bapak Semin Sanuri, ST. MT. sebagai dosen koordinator pada Desain II Propeller dan Sistem Perporosan.
Desain II Propeller dan Sistem Perporosan ini merupakan kelanjutan dari Tugas Rencana Garis yang terdahulu. Pada tugas ini akan ditentukan jenis propeller yang digunakan serta sistem perporosan dan pelumasannya yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan kapal. Tata letak dan konstruksi dari sistem perporosan ini diambil dari gambar rencana umum. Pada tugas ini juga dilakukan kalkulasi ulang daya yang dibutuhkan oleh kapal dimana dengan adanya pengaruh/hubungan propeller.
Dari hasil perhitungan selanjutnya adalah tahap ploting atau penggambaran. Pada penggambaran ini dilakukan pertimbangan-pertimbangan teknis agar diperoleh desain yang efektif dan efisien. Seluruh proses perancangan gambar, penulis menggunakan software AutoCad 2007.
Pada pembuatan laporan dan penggambaran ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang dapat disebabkan adanya kesalahan penulisan, perhitungan atau penggambaran, untuk itu kritik dan saran dari pembaca juga diharapkan untuk penyempurnaan laporan ini.
Demikian laporan Desain II Propeller dan Sistem Perporosan ini penulis susun, semoga dapat memberikan manfaat.
Surabaya, Juni 2012
Penulis (Puji Dhian Wijaya)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 3
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
DAFTAR ISI
PERNYATAAN 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I : PENDAHULUAN 51.1 Dasar Teori 51.2 Konfigurasi Peralatan Sistim Transmisi Penggerak Kapal 6
BAB II : PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA 122.1 Perhitungan Tahanan Kapal 12
2.1.1. Volume displasement (▼) 122.1.2. Displasement kapal (▲) 122.1.3. Wetted surface area / luasan permukaan basah (s) 122.1.4. Froud number (fn) 122.1.5. Reynolds number (rn) 132.1.6. Koefisien tahanan gesek (cf) 132.1.7. Menghitung tahanan sisa (cr) 132.1.8. Menghitung tahanan tambahan 15 2.1.9. Menghitung tahanan udara 152.1.10. Menghitung tahanan kemudi 152.1.11. Menghitung tahanan total kapal 15
2.2 Perhitungan Daya Motor Induk 162.2.1. Daya Efektif (Efective Horse Power) 172.2.2. Daya Yang Disalurkan (Dilevery Horse Power) 172.2.3. Daya Poros (Shaft Horse Power) 182.2.4. Brake Horse Power 182.2.5. Pemilihan Engine 19
BAB III : PEMILIHAN PROPELLER DAN PEMERIKSAN KAVITASI 223.1 Tujuan 223.2 Design Condition dan Pemilihan Propeller 223.3 Perhitungan Kavitasi 243.4 Koreksi Besarnya Daya Main Engine 27
BAB IV : ENGINE PROPELLER MATCHING 294.1 Parameter Perhitungan 294.2 Hull - Propeller Match 304.3 Tabel KT-J 30
BAB V : PENGGAMBARAN PROPELLER 405.1 Parameter Data 405.2 Menentukan Ordinat Face Dan Back Dari Trailing Edge Dan Leading Edge 44
5.2.1 Menentukan Ordinat Face Dan Back Dari Trailing Edge 445.2.2 Menentukan Ordinat Face Dan Back Dari Leading Edge 44
5.3 Penggambaran Propeller 455.4 Menentukan Distribution Pitch 47
BAB VI: PERENCANAAN POROS PROPELLER DAN PERLENGKAPAN PROPELLER 486.1 Perencanaan Diameter Poros Propeller 486.2 Perencanaan Perlengkapan Propeller 50
BAB VII : PERENCANAAN STERN TUBE 687.1 Jenis Pelumasan 687.2 Panjang Poros 68
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 4
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
7.3 Menentukan Bantalan 68
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 5
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
BAB IPENDAHULUAN
Propeller merupakan bentuk alat penggerak kapal yang paling umum digunakan dalam menggerakkan kapal. Sebuah propeller yang digunakan dalam kapal mempunyai bagian daun baling – baling ( blade ) yang menjorok kearah tertentu dari hub atau bos. Bos ini dipasang pada poros yang digerakkan oleh mesin penggerak utama kapal.
Sebuah kapal berjalan dengan menggunakan suatu daya dorong yang dalam istilahnya disebut sebagai thrust. Daya dorong tersebut dihasilkan oleh suatu motor atau engine yang ditransmisikan melalui suatu poros (sistem transmisi yang banyak digunakan) kemudian daya tersebut disalurkan ke propeller. Daya dorong yang ditransmisikan tersebut dalam menggerakkan kapal akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita mendesain propeller itu sendiri. Semakin baik desainnya baik dari segi bentuk, effisiensi, jumlah daun, dan lain sebagainya maka akan semakin besar daya dorong yang akan dihasilkan.
Untuk mendesain daripada propeller ini pertama-tama kita harus tahu dulu ukuran utama daripada kapal yang akan ditentukan atau direncanakan propellernya tersebut. Kemudian dari data itu kita menghitung tahanan total dari kapal. Dalam laporan ini metode yang digunakan untuk menghitung tahanan total kapal adalah metode Halvard
Pada tahap kedua adalah menghitung daya engine (BHP) yaitu daya mesin yang nantinya ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan daya dorong. Langkah berikutnya dalah memilih engine yang tepat untuk menghasilkan BHP seperti yang diinginkan dan menghasilkan kecepatan kapal yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Langkah selanjutnya adalah memilih propeller caranya dengan menentukan ratio daripada reduktion gear kemudian menentukan berapa kecepatan putaran propeller yang sesuai dengan reduktion gear tersebut. Kemudian dibandingkan hasilnya antara beberapa kecepatan propeller tersebut dan diambil yang paling effisien, diameternya memenuhi aturan dari Biro Klasifikasi Indonesia dan memenuhi sarat kavitasi. Dalam menentukan atau mendapatkan perhitungan tersebut adalah dengan menggunakan Bp - d diagram.
Langkah selanjutnya adalah menghitung Engine Propeller Matching (EPM), yaitu mencocokkan antara propeller dengan mesin yang di gunakan, setelah itu melakukan perhitungan propeller serta melakukan perencanaan poros propeller. Dalam perencanaan poros data yang diperlukan adalah besarnya daya yang ditransmisikan ke propeller yang disebut dengan SHP dan besarnya torsi yang diterima oleh poros tersebut. Karena propeller ini menembus badan kapal maka diperlukan suatu alat yang berfungsi untuk mengurangi air yang masuk ke dalam kapal. Alat tersebut biasa dinamakan dengan stern tube. Sehingga untuk langkah selanjutnya adalah menghitung atau merencanakan stern tube.
Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling, tebal bantalan, pasak, tebal bantalan, stern post, intermediate shaft serta kopling penghubung antara poros propeller dan poros intermediate.
Jenis pelumasan dari stern tube yang digunakan dalam perencanaan perporosan ini adalah sistem pelumasan minyak dengan pelepasan stern tube ke arah dalam kapal.
1.1 Dasar TeoriPropeller merupakan bentuk alat penggerak kapal yang paling umum digunakan dalam
menggerakkan kapal. Sebuah propeller yang digunakan dalam kapal mempunyai bagian daun baling – baling ( blade ) yang menjorok kearah tertentu dari hub atau bos. Bos ini dipasang pada poros yang digerakkan oleh mesin penggerak utama kapal.
Sebuah kapal berjalan dengan menggunakan suatu daya dorong yang dalam istilahnya disebut sebagai thrust. Daya dorong tersebut dihasilkan oleh suatu motor atau engine yang ditransmisikan melalui suatu poros (sistem transmisi yang banyak digunakan) kemudian daya tersebut disalurkan ke propeller. Daya dorong yang ditransmisikan tersebut dalam menggerakkan kapal akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita mendesain propeller itu sendiri. Semakin baik desainnya baik dari segi bentuk, effisiensi, jumlah daun, dan lain sebagainya maka akan semakin besar daya dorong yang akan dihasilkan.
Untuk mendesain propeller tersebut terlebih dahulu harus diketahui ukuran utama daripada kapal yang akan direncanakan propellernya tersebut. Dari data tersebut dapat dihitung tahanan total
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 6
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
dari kapal menggunakan salah satu metode yang ada. Dalam laporan perhitungan ini metode yang digunakan adalah metode HALVARD.
Pada tahap kedua adalah menghitung daya engine (BHP) yaitu daya mesin yang nantinya ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan daya dorong. Langkah berikutnya dalah memilih engine yang tepat untuk menghasilkan BHP seperti yang diinginkan dan menghasilkan kecepatan kapal yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Langkah selanjutnya adalah memilih propeller caranya dengan menentukan ratio daripada reduktion gear kemudian menentukan berapa kecepatan putaran propeller yang sesuai dengan reduktion gear tersebut. Kemudian dibandingkan hasilnya antara beberapa kecepatan propeller tersebut dan diambil yang paling effisien, diameternya memenuhi aturan dari Biro Klasifikasi Indonesia dan memenuhi sarat kavitasi. Dalam menentukan atau mendapatkan perhitungan tersebut adalah dengan menggunakan Bp - d diagram.
Langkah selanjutnya adalah menghitung Engine Propeller Matching (EPM), yaitu mencocokkan antara propeller dengan mesin yang di gunakan, setelah itu melakukan perhitungan propeller serta melakukan perencanaan poros propeller. Dalam perencanaan poros data yang diperlukan adalah besarnya daya yang ditransmisikan ke propeller yang disebut dengan SHP dan besarnya torsi yang diterima oleh poros tersebut.
Karena propeller ini menembus badan kapal maka diperlukan suatu alat yang berfungsi untuk mengurangi air yang masuk ke dalam kapal. Alat tersebut biasa dinamakan dengan stern tube. Sehingga untuk langkah selanjutnya adalah menghitung atau merencanakan stern tube.
Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling, tebal bantalan, pasak, stern post, intermediate shaft serta kopling penghubung antara poros propeller dan poros intermediate. Jenis pelumasan dari stern tube yang digunakan dalam perencanaan perporosan ini adalah sistem pelumasan minyak.
1.2 Konfigurasi Peralatan Sistim Transmissi Penggerak Kapal
Berikut merupakan urutan daya yang terdapat pada sistim transmisi propulsor utama :Urutan daya tersebut dipetakan agar memudahkan dalam perkiraan pemberian daya efektif
yang harus disediakan agar kapal dapat bergerak sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Selain itu juga relatif banyaknya komponen sehingga menyebabkan kehilangan kehilangan daya akibat komponen transmissi. Secara empirik besaran dan satuan daya tersebut didefinisikan dengan :
1. Effective Horse Power (EHP)
Effective power (EP) dapat juga disebut dengan daya efektif. Satuan daya dapat menggunakan Watt, atau daya kuda (Horse Power). Daya efektif dinyatakan sebagai daya yang diperlukan untuk menarik lambung kapal pada kecepatan tertentu. Secara matematis dinyatakan dengan :
EHP = RT. Vs Dimana :
RT : Tahanan total kapal (kN)Vs : Kecepatan kapal yang direncanakan (m/s)EHP : Effective Power (kW)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 7
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
2. Thrust Horse Power (THP)
Bilamana suatu kapal bergerak ke depan, maka aliran air yang berada dibelakang propeller (pada bagian depan kapal), akan mengalami percepatan. Percepatan ini akan meningkatkan momentum air. Mengacu pada hukum ke dua newton, gaya yang bekerja akan sebanding dengan percepatan yang ditimbulkan. Momentum percepatan air ini dinamakan dengan thrust. Hasil perkalian antara thrust dan kecepatan relatif aliran air terhadap propeller disebut dengan Speed of Advance. Thrust power dinyatakan dengan daya yang diterima oleh air yang diedarkan oleh propeller. Thrust power secara matematis dinyatakan dengan:
THP = T. VaDimana :
T : Thrust pada propeller (Newton)Va : Kecepatan advance (m/s)TP : Thrust Power (Watt)
Thrust power dapat juga dinyatakan dengan :
THP= EHPηH
Dimana :EHP : Effective Power (Watt or Horse Power)TP : Thrust Power (Horse Power or Watt)H : Hull eficiency
3. Delivery Horse Power (THP)
Delivery Horse Power ialah daya yang ditransmisikan oleh poros kepada propeller. Bagaimanapun, akan terjadi kehilangan antara daya yang ditransmissikan dari poros hingga propeller. Kehilangan ini dikarenakan efisiensi propeller dalam mentrasmisikan daya. Efisiensi propeller dalam mentrasmissikan daya tentunya akan kurang dari 100%. Dampak lebih lanjut ialah propeller tidak dapat meneruskan keseluruhan daya yang diterima.
Sehingga thrust power akan berharga lebih rendah daripada delivery power. Hubungan antara delivery power dengan thrust power secara matematis dinyatakan dengan:
DHP=Tpη p
Dimana :DP : Delivery Power (Watt)p : Efisiensi PropellerTP : Thrust Power (Watt)
4. Shaft Horse Power (SHP)
Shaft power dinyatakan sebagai daya yang diedarkan oleh poros setelah roda gigi dan bantalan thrust (thrust bearing). Kehilangan daya terjadi dikarenakan adanya kehilangan pada roda gigi dan tuas kopling serta bantalan penyangga poros. Selain itu juga terdapat kehilangan pada tabung poros (Stern Tube). Hubungan antara Shaft power dengan Deliver power ialah :
SHP=DPηB ηS
=DPηm
Dimana :SHP :Shaft Power (Watt)DP :Deliver Power (Watt)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 8
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
B :Efisiensi bantalan poros s :Efisiensi Tabung Poros (Stern Tube) m :Efisiensi Mekanis
5. Brake Horse Power (BHP)
Brake power dinyatakan sebagai daya yang dihasilkan oleh engine. Besar dari Brake power sangat tergantung dari torsi (Q) dan putaran (n) yang dibangkitkan oleh engine. Harga Brake power telah ditentukan oleh pembuat (maker) yang dinyatakan dalam sertifikat atau spesifikasi dan name plate.
6. Screw
Screw atau yang disebut dengan Propeller, merupakan alat yang dapat mengkonversikan daya mekanis dari poros menjadi daya dorong (thrust). Bentuk dan jenis propeler menurut jumlah daunnya secara umum dapat terbagi menjadi propeller dengan jumlah daun dua, tiga, empat dan lima. Propeller dengan jenis daun dua biasanya terdapat pada jenis kapal tradisional, yang menggunakan motor penggerak berupa motor tempel. Sedang untuk propeler dengan jenis daun tiga dan empat digunakan pada kapal niaga seperti kapal barang (cargo), tanker dan kapal bulk carier. Sedang propeler dengan jenis daun lima seperti yang terdapat pada gambar berikut digunakan pada jenis kapal dagang dengan kecepatan yang lebih tinggi. Berikut ditunjukkan bentuk geometri dan penempatan dari propeller dengan jenis daun lima di kapal.
Gambar 1.1 Konstruksi dan Penempatan Propeller di kapal
Seperti layaknya suatu benda konstruksi, propeller tentunya memiliki bagian bentuk gometris seperti : Diamater (D)
adalah Diamenter suatu propeler dinyatakan sebagai diameter yang dibentuk oleh tip circle. (tip cirle dapat dilihat pada gambar dibawah).
Hub (Boss)adalah Berbentuk silinder konis, yang berguna untuk memasang propeller pada poros propeller.
Leading Edge (ujung Potongan Daun) adalah tepi daun propeller dimuka, jadi pada saat propeller berputar bagian ujung potongan daun ini berada di depan
Trailing Edge (ekor Potongan Daun) adalah tepi daun propeller dibelakang, jadi pada saat propeller berputar bagian tepi daun propeler ini berada di belakang
Forwardmenyatakan arah posisi pemasangan propeler ke arah haluan kapal
Plan (Looking Aft) adalah Pandangan gambar merupakan pandangan kearah belakang kapal
Rake Angle
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 9
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
adalah sudut yang di bentuk antara garis proyeksi daun pada akar /dasar daun yang terdapat pada hub dengan garis proyeksi daun pada bagian ujung /tip (lihat gambar 1.2)
Blade adalah Daun propeller
Pressure face adalah sisi tekanan tinggi.
Suction Backadalah Sisi tekanan rendah
Z – O adalahBlade tickness , Tebal daun propeller
Pitch adalah Panjang Langkah. Menyatakan jarak pergeseran /perpindahan (displasement) suatu propeller pada satu putaran penuh (lihat gambar 1.3).
Gambar 1.2 Bentuk Geometris Propeller (Srew Propeller Geometry)
Gambar 1.3 Pitch pada Srew Propeller
Pemilihan dari Screw atau yang disebut dengan Propeller, sangatlah menentukan efektifitas pada sistim propulsi. Secara ideal, tentunya kita sebaiknya memilih propeller
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 10
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
dengan efisiensi yang tinggi. Propeller dengan efisiensi tinggi pada suatu harga thrust tertentu dapat diperoleh dengan cara memilih propeller dengan diameter sebesar mungkin. Selain itu dengan mengoperasikan propeller pada putaran serendah mungkin.
Pengoperasian propeller pada putaran rendah selain dikarenakan sifat dan karakteristik propeller yang akan bekerja lebih efisien pada putaran rendah, juga dikarenakan bila propeler tersebut dioperasikan pada putaran tinggi untuk jenis propeler konvensional maka propeller tersebut akan mengalami kavitasi. Kavitasi ini merupakan fenomena yang terjadi dikarenakan perrubahan wujud fluida menjadi gelembung gas dikarenakan penurunan titik didih akibat penurutan tekanan fluida. Kavitasi ini menimbulkan kerugian berupa efisiensi propeler yang rendah, pengikisan dari daun propeller dan boss propeler, vibrasi dikarenankan getaran akibat ketidakseimbangan beban pada daun propeller, dan timbulnya noise.
Gambar 1.4 Kavitasi pada Srew Propeller
Putaran suatu engine yang sangat tinggi maka diperlukan suatu reduction gear (gear box). Fungsi reduction gear ini berfungsi sebagai penurun putaran.
7. Strut
Fungsi strut pada dasarnya hanya untuk menopang tabung poros propeller (stern tube). Strut biasanya digunakan pada kapal dagang yang menggunakan baling baling ganda, atau pada jenis kapal penumpang dengan kecepatan tinggi.
Gambar 1.5 Strut Propeller
Strut juga digunakan pada konfigurasi kapal yang menggunakan tiga atau lebih propeller pada kapal. Konstruksi strut yang berhubungan langsung dengan permukaan poros secara prinsip sama seperti konstruksi pada stern tube. Sedangkan bagian yang menopang pada badan kapal memiliki konstruksi seperti pada penyangga (girder) secara umum.
8. Stern Tube
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 11
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Fungsi stern tube ialah sebagai tabung kedap sekaligus penopang dan pelumas pada poros propeller. Secara umum bila ditinjau dari fluida pendingin, maka stern tube terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama ialah stern tube dengan fluida pendingin air laut, dan stern tube dengan media pendingin minyak pelumas. Perbedaan pada media pendingin inilah juga yang menyebabkan bahan dari tabung penyumbat yang berhubungan dengan poros menjadi berbeda. Untuk poros dengan media pendinginan air laut menggunakan bahan penyumbat pada stern tube ialah dengan menggunakan kayu pogot (pookaute).
Sedangkan untuk bahan pendingin dengan menggunakan pelumasan, maka bahan penyumbatnya ialah karet sintetik. Pemeriksaan pada clearence stern tube dilakukan 1 tahun sekali ialah pada kapal menjalani annual docking.
9. Bantalan
Fungsi bantalan ialah sebagai penyangga poros transmissi (tail shaft). Bantalan ini biasanya digunakan bila panjang poros dinilai terlalu panjang (lebih dari 5m). Pemberian bantalan ini disamping agar memudahkan dalam proses pemeliharaan juga sebagai peredam terjadinya defleksi poros. Pada sisi lain, pemberian bantalan dapat menurunkan daya yang akan diterima oleh propeller, karena adanya kehilangan berupa panas dari hasil gesekan antara komponen komponen yang bergerak. Pemasangan pondasi bantalan harus tepat agar pada kegiatan pelevelan titik pusat bantalan, titik pusat dari bantalan tersebut setingkat (selevel) dengan titik pusat poros.
BAB II
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 12
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA
Tujuan dari pemilihan motor penggerak utama kapal adalah menentukan jenis serta type dari motor penggerak utama kapal yang sesuai dengan kebutuhan kapal. Kebutuhan ini didasarkan dari besarnya tahanan kapal yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya dimensi utama kapal serta kecepatan dan rute kapal yang diinginkan. Langkah – langkah dalam pemilihan motor penggerak utama kapal antara lain :
1. Menghitung besarnya tahanan kapal. 2. Menghitung besarnya kebutuhan daya motor penggerak utama kapal.3. Menentukan jenis dan type dari motor penggerak utama kapal.
2.1 PERHITUNGAN TAHANAN KAPAL
Definisi dari tahanan kapal adalah gaya fluida yang bekerja pada kapal sedemikian rupa sehingga melawan gerakan kapal tersebut. Pada perhitungan tahanan, ditentukan terlebih dahulu koefisien masing-masing tahanan yang dapat diperoleh dari diagram-diagram dan tabel-tabel. Pada perhitungan digunakan pedoman pada buku Tahanan dan Propulsi Kapal (Sv. Harvald). Data-data ukuran utama kapal diambil dari Tugas Rencana Garis dan Bukaan Kulit (Lines plan and Shell expansion) yang telah dilalui mahasiswa pada semester sebelumnya.
Untuk menentukan daya mesin kapal yang digunakan maka sebelumnya kita harus menghitung tahanan kapal. Salah satu cara untuk menghitung tahanan kapal yaitu dengan menggunakan metode Halvarld. Tahanan total kapal adalah sebagai berikut :
2.1.1. VOLUME DISPLASEMENT (▼)▼ = Lwl x B x T x Cb wl
▼ = 123,60 x 21,00 x 7,994 x 0.73415▼ = 15233,04 m3 (Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)
2.1.2. DISPLASEMENT KAPAL (▲)▲ = ▼ x ρ air laut▲ = 15233,04 x 1,025▲ = 15613,87 ton (Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)
2.1.3. WETTED SURFACE AREA / LUASAN PERMUKAAN BASAH (S)Luasan ini merupakan jumlah luasan kapal yang tercelup oleh air. Besar luasan tersebut adalah :
s = 1,025 Lpp (CbxB+1,7 T)
= 3595,88 m²
2.1.4. FROUD NUMBER (Fn)Angka froud number berhubungan dengan kecepatan kapal. Semakin besar angka froud maka semakin besar kecepatan kapal tersebut.Fn = (Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 58)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Vs
√g×Lwl
Page | 13
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Dimana nilai v dan g adalah sebagai berikut :
v = 13 knot = 6,687772 m/s
g = Percepatan gravitasi standar ( = 9,8 m/s2 )
Maka nilai Fn adalahFn = = = 0,1921
2.1.5. REYNOLDS NUMBER (Rn)Angka Reynold juga berhubungan dengan kecepatan kapal. Namun berbeda dengan angka froud, angka Reynold berbanding terbalik dengan kecepatan kapal. Selain itu, angka Reynold juga berhubungan dengan tahanan gesek yang dialami kapal.Untuk nilai Vk = Koefisien Viskositas kinematik ( = 1,188.10-6 )
Rn =
(Vs x Lwl )¿
Rn =
6,687772x 123,6
1,188 x 10−6
Rn = 695798501 = 6,9 x 108 (Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 58)
1. Bentuk badan kapalKarena bentuk badan kapal yang ada standart, yaitu letak titik benamnya standar, harga B/T nya standar, bentuk penampangnya normal, maka tidak ada koreksi.
2. Ratio B/TKarena diagram tersebut dibuat berdasarkan rasio lebar-sarat B/T = 2,5 maka harga Cr untuk kapal yang mempunyai rasio lebar-sarat lebih besar atau lebih kecil daripada harga tersebut harus dikoreksi
B/T = 21 / 7,994
= 2,63
(Harvald 5.5.17, Tahanan dan Propulsi Kapal, halaman 119)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Lwl
∇13
103Cr
4 1,48
4,5 1,42
5 1,3
5,148715 1,25
5,5 1,12
103Cr2 = 103Cr1 + 0,16(B/T - 2,5)
103Cr2 = 1,267263
Cr2 = 0,001267
Page | 15
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
3. LCB
LCB dari Tugas Rencana Garis adalah LCB : e% = 1,890% di depan midship
Ldisp = 121,8 meter
e%*Ldisp= 2,30202 meter
Letak LCB yang optimum merupakan kuantitas yang masih agak meragukan, dan semua kepustakaan yang ada memberikan pendapat yang berbeda-beda sehingga memberikan gambaran yang membingungkan. Sebagai upaya untuk mengatasi kerancuan tersebut maka semua informasi yang ada dikumpulkan dan diringkas pada LCB standar tersebut didefenisikan sebagai fungsi linear angka Froude (Fn).
Penentuan LCB standart dalam % dengan acuan grafik LCB Standart, buku TAHANAN DAN PROPULSI KAPAL hal. 130LCB standard diperoleh senilai 1,02 %, yang artinya 1,24236 meter didepan midship atau tengah kapal.
Karena letak LCB kapal di depan LCb standart maka harus dilakukan koreksi, sebagai berikut
∆ LCB = LCB - LCBstandart
= 1,89% - 1,02%
= 0,870%
(d103Cr/dLCB)= 0,1
dimana faktor (d103Cr/dLCB) didapat dari diagram 5.5.16 (HARVALD)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 16
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Cr standar dari rumus koreksi (Cr2)
4. Anggota Badan Kapaldalam hal ini yang perlu dikoreksi adalah boss baling-baling, dan untuk kapal penuh Cr
dinaikkan sebesar 3-5%, diambil 5%, sehingga :
(Halvard 5.5.22 Tahanan dan Propulsi Kapal, halaman 132)
2.1.8. Menghitung Tahanan Tambahan Dari perhitungan awal diperoleh displacement kapal sebesar = 15613, 87 ton. Dengan menginterpolasi data displacement pada buku TAHANAN DAN PROPULSI KAPAL, HARVALD hal. 132 yaitu maka didapat tahanan tambahan yaitu :Interpolasi Ca
Noa b
Displacement Ca
1 10000 0,0004
2 15613,87 Ca
3 100000 0
Dengan interpolasi, maka diperoleh nilai Ca :
Ca = (1b + (2a-1a)x(3b-1b))/(3a-1a)
= 0,000375049
2.1.9. Menghitung Tahanan UdaraKarena data mengenai angin dalam perancangan kapal tidak diketahui maka disarankan untuk mengoreksi koefisien tahanan udara
Caa = 0,00007 (HARVALD 5.5.26 hal 132)
2.1.10. Menghitung Tahanan Kemudiberdasarkan HARVALD 5.5.27 hal. 132 koreksi untuk tahanan kemudi mungkin sekitar :
Cas = 0,00004 (HARVALD 5.5.27 hal. 132)
2.1.11. Menghitung Tahanan Total KapalKoefisien tahanan total kapal atau Ct, dapat ditentukan dengan menjumlahkan seluruh
koefisien - koefisien tahanan kapal yang ada :
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
103Cr = 103Cr(standart) + (d103Cr/dLCB) x ∆LCB
103Cr = 1,26813
Cr3 = 0,001268133
Crtotal = (1+5%) x Cr3
= 0,001331539
Ctair = Cf + Cr + Ca + Cas
= 0,0033487
Ctudara = Caa
= 0,00007
Rtair = Ctair x 0.5 x ρ airlaut x Vs2 x S
= 276,0193002 kN
Rtudara = Ctudara x 0.5 x ρ udara x Vs2 x L
= 0,000256729 kN
Rt total = Rt udara + Rt air
= 276,0196 kN
Page | 17
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Dalam hal ini tahanan total masih dalam pelayaran percobaan, untuk kondisi rata-rata pelayaran dinas harus diberikan kelonggaran tambahan pada tahanan dan daya efektif. Kelonggaran rata-rata untuk pelayaran dinas disebut sea margin/service margin. Untuk rute pelayaran Surabaya-hongkong marginnya adalah sebesar 15-20%. Diambil nilai 15 %.
PERHITUNGAN DAYA KAPAL
Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan tertentu, maka akan mengalami gaya hambat (resistance) yang berlawanan dengan arah gerak kapal tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu diatasi oleh gaya dorong kapal (thrust) yang dihasilkan dari kerja alat gerak kapal (propulsor). Daya yang disalurkan (PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan Daya Poros sendiri bersumber dari Daya Rem (PB) yang merupakan daya luaran motor penggerak kapal.
Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam melakukan estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara lain :
(i) Daya Efektif (Effective Power-PE);(ii) Daya Dorong (Thrust Power-PT);(iii) Daya yang disalurkan (Delivered Power-PD); (iv) Daya Poros (Shaft Power-PS); (v) Daya Rem (Brake Power-PB); (vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).
2.2.1 Menghitung Daya Efektif Kapal (EHP)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Rt dinas = (1+15%) x Rt
= 317,42 KN
Page | 18
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Daya Efektif atau EHP adalah daya yang diperlukan untuk menggerakkan kapal di air atau untuk menarik kapal dengan kecepatan v. Perhitungan daya efektif kapal (EHP) menurut buku HARVARD,TAHANAN DAN PROPULSI KAPAL, 6.2.1 hal. 135 sebagai berikut
EHP = Rtdinas x Vs
= 2122,85 KW 1 HP = 0,7355 kW
= 2886,27 HP 1 kW = 1,35961
9 HP
2.2.2 Menghitung Daya pada Tabung Poros Buritan Baling – Baling (DHP)Adalah daya yang diserap oleh propeller dari sistem perporosan atau daya yang dihantarkan oleh sistem perporosan ke propeller untuk diubah menjadi daya dorong (thrust )
DHP = EHP/Pc Dimana, Pc = ηH x ηrr x ηo
a. Menghitung Efisiensi Lambung (ηH)
ηH = (1-t)/(1-w)
Menghitung Wake Friction (w)Wake friction atau arus ikut merupakan perbandingan antara kecepatan kapal dengan kecepatan air yang menuju ke propeller. Dengan menggunakan rumus yang diberikan oleh Taylor ,maka didapat :
( Resistance,Propulsion and Steering of Ships, Van Lammeren, hal 178 )
Menghitung Thrust Deduction FactorNilai t dapat dicari dari nilai w yang telah diketahui dan nilai k antara 0.7 ~ 0.9 dan diambil nilai k = 0,9, sehingga diperoleh :
Maka diperoleh nilai ηH adalah sebagai berikut
ηH = (1-t)/(1-w)
= 1,048
b. Efisiensi Relatif Rotatif (ηrr)Harga ηrr untuk kapal dengan propeller tipe single screw berkisar 1.0-1.1. (Principal of Naval Architecture hal 152 ) pada perencanaan propeller dan tabung poros propeller ini diambil harga :
ηrr = 1,05 (Principal of Naval Architecture hal 152)
c. Efisiensi Propulsi (ηo)Adalah open water efficiency yaitu efficiency dari propeller pada saat dilakukan open water test.nilainya antara 40-70%, dan diambil :
ηo= 53%
d. Coeffisien Propulsif (Pc)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
w = 0.5Cb-0.05
= (0.5 x 0.745) - 0.05
= 0,3225
t = k.w
= 0.9 x 0.3225
= 0,290
Page | 19
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Pc = ηH x ηrr x ηo
= 1.048x1.05x0.55
= 0,5830
Maka,daya pada tabung poros baling-baling dihitung dari perbandingan antara daya efektif dengan koefisien propulsif, yaitu :
DHP = EHP/Pc
= 4950,8 HP
2.2.3 Menghitung Daya pada Poros Baling – Baling (SHP)Untuk kapal yang kamar mesinnya terletak di bagian belakang akan mengalami losses sebesar 2%, sedangkan pada kapal yang kamar mesinnya pada daerah midship kapal mengalami losses sebesar 3%.(“Principal of Naval Architecture hal 131”). Pada perencanaan ini, kamar mesin terletak dibagian belakang, sehingga losses yang terjadi hanya 2%.
(Dwi Priyanta Lecturer for PKM 2, Page7-11)
2.2.4 Menghitung Daya Penggerak Utama yang Diperlukan (BHP)
a. BHPscrKarena rpm yang didapatkan dari mesin diperkirakan lebih dari 250 rotation/menit, maka diperlukan gearbox / reduction gear, sehingga ηG = 0,98
BHPscr = SHP/ηG
= 5154,933 HP
b. BHPmcrDaya keluaran pada kondisi maksimum dari motor induk, dimana besarnya 10% atau menggunakan engine margin sebesar 15-20%.Daya BHPscr diambil sebesar 85%.
(Surjo Widodo Adjie, Daya motor yang diinstal,Engine Propeller Matching)
PEMILIHAN MESIN INDUK
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
`SHP = DHP/ηsηb
= 5051,835HP
BHPmcr = BHPscr/0,85
= 6064,63 HP
= 4460,53 KW
Page | 20
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
DIMENSION
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Merk = Wartsila 32
Daya = 6118,287 HP
= 4500 kW
Type = 9L32
Stroke = 400 mm
Num of cylinders = 9
SFOC = 185 g/kWh
Rpm = 750
Page | 21
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Dimension =
length = 6730 mm
width = 2305 mm
height = 3515 mm
Pemilihan Gearbox
Jenis : REINTJES
Type : WAF 6755
Ratio : 5,55Max. Rated Power(kW) : 4500Max. RPM : 750
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 22
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
PERHITUNGAN ULANG DAYA MESIN INDUK
2.3.1.
BHPMCR
= 4500Kw
= 6118,29 HP
2.3.2. BHPSCR =
BHPMCR x 0,9
= 4050 kW
= 5506,46 HP
2.3.3.
SHP = BHPSCR x ηG
= 4050 kW
= 5506,46 HP
2.3.4.
DHP = SHP x ηSηB
= 3969 kW
= 5396,33 HP
2.3.5.
EHP = DHP x Pc
= 2313,89 kW
= 3146,01 HP
2.3.6.
THP = EHP x ƞh
= 2424,03 kW
= 3295,76 HP
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 23
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
BAB IIIPEMILIHAN PROPELLER DAN PEMERIKSAAN KAVITASI
3.1. Tujuan
Tujuan dari pemilihan type propeller adalah menentukan karakteristik propeller yang sesuai dengan karakteristik badan kapal dan besarnya daya yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal. Dengan diperolehnya karakteristik type propeller maka dapat ditentukan efisiensi daya yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller. Langkah – langkah dalam pemilihan type propeller :1. Perhitungan dan pemilihan type propeller2. Perhitungan syarat kavitasi3. Design dan gambar type propeller
3.2. Propeller DesignDalam melakukan perancangan propeller, pertama kali yang harus dipahami adalah mengenai beberapa definisi yang mempunyai korelasi langsung terhadap perancangan, yang mana meliputi Power, Velocities, Forces, dan Efficiencies.Ada tiga parameter utama yang digunakan dalam perancangan propeller, antara lain : Delivered Horse Power (DHP); Rate of Rotation (N); dan Speed of Advance (Va), yang selanjutnya disebut sebagai kondisi perancangan (Design Condition). Adapun definisi dari masing-masing kondisi perancangan adalah sebagai berikut :a. Delivered Horse Power (DHP), adalah power yang di-absorb oleh propeller dari Shafting
System untuk diubah menjadi Thrust Horse Power (THP).Berdasarkan perhitungan sebelumnya, digunakan nilai DHP adalah sebesar :
DHP = 6032,63 HPb. Rate of Rotation (N), adalah putaran propeller. Putaran propeller direncanakan sesuai
dengan putaran engine tanpa menggunakan rasio gear box yaitu 167 RPM.c. Speed of Advance (Va), adalah kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Harga Va adalah
lebih rendah dari Vs (kecepatan servis kapal) yang mana hal ini secara umum disebabkan oleh friction effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.
d. Va merupakan perkalian antara pengurangan 1 dengan w yang dikalikan dengan Vs.
LANGKAH PENENTUAN DIAMETER PROPELLER.
a. PUTARAN PROPELLER (Np) Putaran propeller didapatkan dari putaran main engine. Namun karena putaran engine terlalu tinggi, yaitu 750 rpm, maka digunakan gear box untuk mereduksi putaran. Gear box yang dipilih adalah REINTJES WAF 6755 dengan ratio 5,55. Sehingga diperoleh putaran propeller sebesar :
Np = 135,135 rpm
b. Wave friction (w)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 24
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Wake friction atau arus ikut merupakan perbandingan antara kecepatan kapal dengan kecepatan air yang menuju ke propeller. Dengan menggunakan rumus yang diberikan oleh Taylor ,maka didapat :
( Resistance,Propulsion and Steering of Ships, Van Lammeren, hal 178 )
c. Speed of AdvanceVa atau speed of advance adalah kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Harga Va adalah lebih rendah dari Vs (kecepatan servis kapal). Hal ini disebabkan oleh friction effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.
Va = (1-w).Vs
Keterangan :Va : speed of advance
adalah kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Harga Va adalah lebih rendah dari Vs (kecepatan servis kapal) yang mana hal ini secara umum disebabkan oleh friction effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.
w : wace frictionVs : kecepatan service kapal tersebut.
Power absorbtion (Bp1) ini akan digunakan untuk menentukan besarnya
0,1739.√Bp1. dan
didapatkan nilai sebesar 1,15.
e. Pembacaan Grafik (Terlampir).
Untuk mendapatkan nilai P/Do dan 1/Jo, maka perlu dilakukan pembacaan grafik Bp. Tapi sebelumnya perlu dihitung nilai dari 0,1739√Bp yang kita dapatkan sebesar 1,15. Nilai ini lah yang menjadi acuan dalam pembacaan grafik ini.Cara pembacaan grafik adalah Menarik garis lurus keatas dari nilai 0,1739√Bp. yang sudah dihitung sampai
memotong garis lengkung memanjang. Kemudian dari perpotongan ini ditarik garis lurus horizontal sehingga diperoleh nilai
P/D. Untuk mengetahui nilai 1/J0 maka dari perpotongan tadi dibuat garis melengkung
yang serupa dengan garis melengkung yang terdekat.
Nilai 1/J0 digunakan untuk menghitung koefisien advance (δ0) yang digunakan untuk menghitung diameter.
δ0 =1 /J 0
0 . 009875
Dilakukan perbandingan Db dan Dmax, dimana nilai Db harus lebih kecil dari nilai Dmax.
Do = δo (Va/N) Db = 0.95 D0 Dmax = 0.7T x 4,69
Setelah syarat Db < Dmax terpenuhi, maka dari Db dapat dicari nilai dari δb. δb = Db (N/Va)
Nilai δb digunakan untuk menghitung nilai 1/Jb yang akan menjadi patokan dalam pembacaan grafik Bp untuk mengetahui nilai dari P/Db dan effisiensi.
1/Jb = δb x 0.009875
Setelah nilai dari 1/Jb diketahui, maka pembacaan grafik Bp dapat dilakukan dengan berpatokan pada nilai tersebut. Cara pembacaan grafik adalah dengan menarik garis lengkung dari 1/Jb pada grafik menurut garis yang terdekat sampai memotong garis lengkung. Kemudian dari perpotongan ini ditarik garis lurus horizontal sehingga diperoleh nilai P/Db. Untuk mengetahui nilai η dari propeller maka dari perpotongan tadi ditarik garis lengkung sejajar dengan grafik effisiensi yang terdekat sehingga didapatkan η nya.
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 26
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Jenis Prop P/D0 1/J0 δ0 D0 (ft) Db (ft) Dmax (ft) Db < Dmax δb
B4-400,689
62,47
8250,9
516,355585
515,53780
618,3589
2 terpenuhi238,3994
9
B4-550,680
92,47
0250,0
8 16,29928715,48432
318,3589
2 terpenuhi237,5788
9
B4-700,715
52,41
2244,2
115,916682
115,12084
818,3589
2 terpenuhi232,0020
3
B4-850,761
32,38
7241,7
215,754320
914,96660
518,3589
2 terpenuhi229,6354
4
B4-1000,818
92,27
3230,1
815,001915
114,25181
918,3589
2 terpenuhi218,6683
5
P/Db dan η adalah nilai yang selanjutnya akan kita gunakan.Masing – masing propeller memiliki P/Db dan η yang berbeda – beda (blok warna kuning).
3.3. Perhitungan Kavitasi
Kavitasi adalah peristiwa munculnya gelembung – gelembung uap air pada permukaan daun propeller yang mana disebabkan oleh perbedaan tekanan yang besar pada tekanan pada back dan tekanan yang terjadi pada face. Peristiwa kavitasi ini sangat merugikan bagi propeller karena gelembung – gelembung uap air yang muncul dapat bersifat korosif dan mengikis permukaan daun propeller, sehingga mengakibatkan menurunnya effisiensi propeller karena kerusakan pada propeller itu sendiri.
Perhitungan kavitasi sangat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa propeller yang dipakai bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh proses kavitasi yang terjadi pada daun propeller. Diagram yang digunakan dalam perhitungan kavitasi adalah diagram Burril. Sebelum membaca diagram Burril.
LANGKAH PERHITUNGAN KAVITASI.
1. Menentukan Ao (Luasan Optimum)Ao = 1/4 x π x DB
2
= 1/4 x 3,14 x 18,358922 (untuk Db B4-85)
= 264,8251 m2
2. Menentukan nilai AE/AoTipe propeller adalah B4-85, dari tipe tersebut diketahui nilai AE/Ao = 0,85.
σ0,7R = (188,2 + 19,62(h))/(Va2 +( 4,836 x N2 x D2 )) = (188,2 + 19,62(5,356))/( 4,531 2 +( 4,836 x 2,2522 x 14,9666052 )) = 0,552
Setelah nilai σ 0.7R diketahui, maka nilai τc dapat diketahui dengan pembacaan diagram Burril. Cara pembacaan diagram adalah dengan menarik garis vertical keatas pada nilai σ 0.7R sampai memotong garis putus – putus yang kedua (Suggested upper limit for merchant ship propellers). Dari perpotongan ini maka ditarik garis horizontal sehingga didapatkan nilai τc. Suatu propeller dikatakan tidak mengalami kavitasi apabila :
τc hitungan < τc diagram.
Besarnya clearane propeller dapat diperoleh setelah perhitungan kavitasi dilakukan.clearance prop = (Db x 0.3048)+(0.03 x Db x 0.3048)+(0.08x Db x 0.3048)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 28
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
clearance propeller akan terpenuhi apabila 0.7 T < clearance prop.Akhirnya, pemilihan propeller dapat dilakukan dengan memilih type propeller yang clearance propellernya terpenuhi, tidak mengalami kavitasi, diameternya terpenuhi, dan yang memiliki effisiensi tertinggi.
4.3 Tabel KT J untuk Lambung (clean hull) dan Penambahan Sea Margine 10% (rough hull)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 32
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
J J2 KTtrial KTservice
0 0 0,000 0,00
0,1 0,01 0,009 0,01
0,2 0,04 0,036 0,04
0,3 0,09 0,080 0,09
0,4 0,16 0,142 0,16
0,5 0,25 0,222 0,26
0,6 0,36 0,320 0,37
0,7 0,49 0,435 0,50
0,8 0,64 0,568 0,65
0,9 0,81 0,719 0,83
1 1 0,888 1,02
Dengan :
- KT Clean Hull= J2 x β Clean Hull- KT Rough Hull = J2 x β Sea Margin- Biasanya J bernilai antara 0 - 1,6.
4.31 Kurva KT-J Interaksi Lambung Kapal dengan propeller
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.20
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
KT trial KT service
Selanjutnya kurva tersebut diplotkan ke kurva open water propeller untuk mendapatkan titik operasi propeller. Kurva open water propeller yang digunakan yaitu sesuai dengan type propeller yang dipilih yaitu B4-85. Dari kurva tersebut dicari nilai KT, 10 KQ, dan η behind ship dengan berpatokan nilai P/D yaitu 0,775.
Dari grafik diatas dicari nilai J dari perpotongan kurva KT hull dengan kurva KT propeller (kondisi clean hull). Dan dari perpotongan garis tersebut ditarik ke sumbu 10KQ, KT, n untuk mencari masin-masing nilai tersebut.
jadi pada kondisi Clean Hull diperoleh nilai sebagai berikut :
J : 0,457
KT : 0,184
ηo : 0,531
KQ : 0,0248
jadi pada kondisi Rough Hull diperoleh nilai sebagai berikut :
J : 0,439
KT : 0,192
ηo : 0,509
KQ : 0,0258
4.33 Perhitungan Power yang Bekerja Pada Putaran Kondisi Clean hull yaitu :
ndesign
condition
=Va Va = 4,5309303 m/s
J D
= 2,173366
= 130,402 rpm
nservice =Va Rpm max = 135,135
J D
= 2,252224= 135,1334 rpm
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 35
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Design Condition
Putaran mesin
putaran propeller Q (Nm) DHP EHP
RPM RPS (KQ ρ n2 D5) (2 π Q n)
0 0 0 0 00
305,40540
50,09009
407,5875032
230,5990559 0,15219282
6010,8108
10,18018
1630,350013
1844,792447 1,21754259
9016,2162
20,27027
3668,287529
6226,174508 4,10920625
12021,6216
20,36036
6521,400051
14758,33958 9,74034074
15027,0270
30,45045
10189,68758
28824,88198 19,024103
18032,4324
30,54054
114673,1501
249809,3960
7 32,87365
21037,8378
40,63063
119971,7876
679095,4761
6 52,2021387
24043,2432
40,72072
126085,6002
118066,7166 77,9227259
27048,6486
50,81081
133014,5877
6168106,711
7 110,948569
30054,0540
50,90090
140758,7503
2230599,055
9 152,192824
33059,4594
60,99099
149318,0878
9306927,343
4 202,568649
36064,8648
61,08108
158692,6004
6398475,168
5 262,9892
39070,2702
71,17117
168882,2880
4506626,125
7 334,367635
42075,6756
81,26126
179887,1506
3632763,809
3 417,617109
45081,0810
81,35135
191707,1882
2778271,813
5 513,650781
48086,4864
91,44144
1104342,400
8944533,732
8 623,381808
51091,8918
91,53153
2117792,788
41132933,16
1 747,723345
540 97,29731,62162
2132058,351
1344853,694 887,58855
570102,702
71,71171
2147139,088
71581678,92
4 1043,89058
600108,108
11,80180
2163035,001
31844792,44
7 1217,54259
630 113,5135
1,891892
179746,0889
2135577,856 1409,45774
660 118,9189
1,981982
197272,3515
2455418,747 1620,54919
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 36
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
690 124,3243
2,072072
215613,7892
2805698,713 1851,73009
720 129,7297
2,162162
234770,4018
3187801,348 2103,9136
723,731
130,4022,17336
6237209,824
23237615,29
1 2136,79025
750 135,1351
2,252252
254742,1895
3603110,248 2378,01288
SHP BHPBHP (kW) BHP (%) V^3
Vs(m/s)
Vs(knot)
(DHP ηs)
0 0 0,00,0 0,0 0,0 0,0
235,3052
276,8296
0,30,0 0,0 0,3 0,5
1882,441
2214,637
2,20,0 0,2 0,6 1,1
6353,239
7474,399
7,50,2 0,6 0,8 1,6
15059,53
17717,09
17,70,4 1,4 1,1 2,2
29413,14
34603,7 34,60,8 2,7 1,4 2,7
50825,91
59795,19
59,81,3 4,6 1,7 3,2
80709,67
94952,55
95,02,1 7,3 1,9 3,8
120476,2
141736,8
141,73,1 10,9 2,2 4,3
171537,5
201808,8
201,84,5 15,5 2,5 4,8
235305,2
276829,6
276,86,2 21,3 2,8 5,4
313191,2
368460,2
368,58,2 28,4 3,0 5,9
406607,3
478361,5
478,410,6 36,8 3,3 6,5
516965,4
608194,6
608,213,5 46,8 3,6 7,0
645677,4
759620,4
759,616,9 58,5 3,9 7,5
794154,9
934299,9
934,320,8 71,9 4,2 8,1
963809,9
1133894 1133,925,2 87,3 4,4 8,6
1156054 1360064 1360,130,2 104,7 4,7 9,2
1372300 1614470 1614,535,9 124,2 5,0 9,7
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 37
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
1613958 1898774 1898,842,2 146,1 5,3 10,2
1882441 2214637 2214,649,2 170,4 5,5 10,8
2179161 2563719 2563,757,0 197,3 5,8 11,3
2505529 2947682 2947,765,5 226,8 6,1 11,9
2862958 3368186 3368,274,8 259,2 6,4 12,4
3252859 3826892 3826,985,0 294,5 6,7 12,9
3303689 3886693 3886,786,4 299,1 6,7 13,0
3676643 4325462 4325,596,1 332,9 6,9 13,5
4.34 Perhitungan Power yang bekerja pada putaran kondisi sea margine yaitu :
η N (Rpm) G/B 0.7T clearance prop. clearance pitch
0,552 2,173 5,5958 5,295 masuk uye! 3,3470
0,53 2,252 5,5958 4,976 masuk uye! 3,4873
KESIMPULAN :
Setelah dikoreksi balik, maka RPM sebesar 130,402 dan 135,1334 tidak menimbulkan kavitasi
BAB V
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 44
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
PENGGAMBARAN PROPELLER
5.1 Parameter Data
Ukuran utama propeller :
- Type = B4-85
- Jumlah daun (Z) = 4 Daun
- Putaran (N) = 135,1351 rpm
- Diameter (D) = 4,56 m
- Jari - jari ( R ) = 2,281 m
- AE / A0 = 0,85
- Pitch rasio (P/D) = 0,77527
Efisiensi (η) = 0,5258
* Keterangan :
- Z = Jumlah Daun Propeler
- D = Diameter Propeler
- AE/A0 = Expanded ratio
Didalam melakukan perancangan propeller, pertama-tama yang harus dipahami adalah mengenai beberapa definisi yang mempunyai korelasi langsung terhadap perancangan tersebut yang meliputi Power, Velocities, Forces, dan Efficiencies.
Ada 3 (tiga) parameter utama dalam propeller design, antara lain :
a. Delivered Power (Pd)b. Rate of rotation (N)c. Speed of Advance (Va)
Adapun definisi dari masing-masing Kondisi Perancangan adalah sebagai berikut :
Delivered Power (Pd), adalah power yang di-absorb oleh propeller dari Shafting System untuk diubah menjadi Thrust Power (Pt).
Rate of Rotation (N), adalah putaran propeller. Speed of Advance (Va), adalah Kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Harga Va
adalah lebih rendah dari harga Vs (kecepatan servis kapal), yang mana hal ini secara umum disebabkan oleh friction effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.
Penggambaran propeller design serta penentuan parameter dimensinya, termasuk bentuk blade section; thickness; panjang chord dari masingmasing blade section, dsb. Dapat digunakan tabel Wageningen B-Screw Series sebagai berikut:
Tabel-Dimensi 3 daun dari wageningen B-screw series
r/R (CrZ)/(D(Ae/Ao) Cr Ar/Cr Ar Br/Cr Br Sr/D = Ar-BrZ
Dimana :- Cr adalah chord length dari blade section pada setipa radius r/R.- Ar adalah jarak antara leading edge ke center line pada setiap radius r/R.- Sr merupakan maximum blades thicknes pada setiap radius r/r.- Titik-titik koordinat yang dibutuhkan oleh profil dapat dihitung dengan formulasi yang
diberikan oleh Van Gent et al (1973) dan Van Oossanen (1974) adalah sebagai berikut :
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 46
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Dimana : br = (br/cr) x cr
ar = (ar/cr) x cr
Berdasarkan formula (Cr.Z)/(D(Ae/Ao) maka kita akan meperoleh nilai Cr. Misalkan perhitungan pada r/R 0,2 maka Cr = (1,633 x diameter x Ae/Ao)/Z.
Berdasarkan formula Ar/Cr = 0,616, maka kita akan memperoleh nilai Ar dengan memasukkan nilai Cr yang telah diperoleh pada perhitungan sebelumnya.
Demikian halnya untuk mencari nilai Br menggunakan formula Br/Cr = 0,35 maka kita akan memperoleh nilai Br dengan memasukkan nilai Cr yang telah diperoleh pada perhitungan diatas.
Sedangkan untuk mencari nilai ketebalan maksimum kita menggunakan formula Sr/D = Ar-BrZ, dimana dengan nilai-nilai yang telah kita peroleh diatas maka kita akan mendapatkan nilai Sr dengan algoritma sebagai berikut :
Sr/D = Ar-BrZ
Sr = D x (Ar-BrZ)
Untuk memperoleh panjang bagian trailing edge maka kita mendapatkan nilai tersebut dengan mengurangkan nilai dari Cr dengan Ar yaitu sbb :
Dr = Cr-Ar
- Yface dan Yback merupakan vertical ordinat dari titik-titik tersebut pada blade section (bagian face dan bagian back) terhadap pitch line.
- Tmax merupakan maximum blade thicknes.
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 47
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
- tte:tle merupakan ketebalan blade section pada bagian trailing edge serta leading edge.
- V1;V2 merupakan angka-angka yang ditabulasikan sebagai fungsi dari r/R dan P, dimana P sendiri merupakan koordinat non dimensional sepanjang pitch line dari posisi ketebalan maksimum ke trailing edge (P=-1).
Tabel harga V1 yang digunakan dalam persamaan-persamaan Yface-Yback adalah sebagai berikut :
Y face Pr/R -1 -0,95 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 0
5.2 Menentukan ordinat Face dan Back dari Trailing edge dan Leading edge5.2.1 Menentukan ordinat Face dan Back dari Trailing edge
Setelah kita mendapatkan parameter-parameter diatas maka kita akan memperoleh gambaran sesuai dengan gambaran diatas. Langkah selanjutnya adalah mencari ketebalan propeller disetiap r/R dengan prosentase panjang atau lebar sebagai berikut :
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 49
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Y face P
r/R -1 -0,95 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 0
0,20,0471
80,0439
10,0400
70,0328
40,0262
10,0201
50,0146
90,0098
80,0028
7 0
0,30,0340
80,0301
50,0264
60,0197
00,0139
40,0092
10,0055
60,0029
90,0004
9 0
0,40,0188
70,0154
40,0125
00,0081
00,0050
80,0027
50,0014
90,0005
70,0000
0 0
0,50,0057
20,0046
00,0036
10,0020
80,0010
90,0004
40,0001
3 0 0 0
0,6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Y back P
r/R -1 -0,95 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 0
0,2 0,04718 0,054600,0643
60,0839
30,1019
3 0,11769 0,131480,1431
90,1605
80,1669
6
0,3 0,03408 0,041980,0511
40,0693
60,0861
4 0,10077 0,113970,1251
40,1421
30,1478
0
0,4 0,01887 0,027080,0357
90,0531
30,0699
2 0,08448 0,098300,1088
20,1240
80,1286
4
0,5 0,00572 0,015000,0240
30,0411
50,0573
7 0,07093 0,083120,0925
80,1055
30,1094
8
0,6 0 0,008720,0170
30,0323
80,0461
6 0,05794 0,068010,0761
10,0868
30,0903
2
0,7 0 0,006940,0135
20,0256
20,0362
9 0,04555 0,053370,0597
80,0683
20,0711
6
0,8 0 0,005070,0098
80,0187
20,0265
2 0,03328 0,039000,0436
80,0499
20,0520
0
0,9 0 0,003200,0062
40,0118
20,0167
5 0,02102 0,024630,0275
90,0315
30,0328
5
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5.2.2 Menentukan ordinat Face dan Back dari Leading edge
Dba : Diameter boss propeller pada bagian belakang
Dbf : Diameter boss propeller pada bagian depan
Db : Diameter boss propeller
Lb : Panjang boss propeller
LD : Panjang bantalan duduk dari propeller
tR : Tebal daun baling – baling
tB : Tebal poros boss propeller
rF : Jari – jari dari blade face
rB : Jari – jari dari blade back
Perencanaaan diameter poros propeller menurut buku “Elemen Mesin” Soelarso adalah diformulasikan sebagai berikut:
Ds=[( 5,1τa ) x Kt xCb xT ]
13,mm
Langkah perhitungannya sebagai berikut:1. Menghitung Daya Perencanaan (Pd)
Pd = fc x pDimana : p = SHP (Daya Poros) dalam kW : 4050,00 kW
: 5506,46 HP
fc adalah Factor Koreksi Daya :
fc = 1,2 – 2,0 (Daya maksimum)
fc = 0,8 – 1,2 (Daya rata-rata)
fc = 1,0 – 1,5 (Daya normal)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 55
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Diambil fc = 1,1
Maka Daya Perencanaan :
Pd = fc x SHP
= 1,1 x 4050
= 4455 kW
2. Menghitung Kebutuhan Torsi (T)
T = 9.74 x 105 x (Pd/N)
dimana : n adalah putaran propeller perencanaan, dalam perencanaan ini putaran propeller adalah 135,135 rpm
Sehingga :
T = (9,74 x 105 x 4455) / 135,135
= 32109858,0 Kg/mm
3. Menghitung Tegangan Yang Diizinkan (σa)
Bahan yang digunakan adalah baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501)
lambang = S50C
kekuatan tarik = 62 Kg/mm2
perlakuan panas = penormalan
Faktor keamanan
1. sf1 = 6,0 (material baja)
diambil 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh massa dan baja paduan
2. sf2 = 1,3 – 3
Diambil sf2 = 2,0
Sehingga, Tegangan geser yang diijinkan (tA):
tA =
=
= 5,166666667 Kg/mm2
4. Menghitung Diameter Poros (Ds)KT = untuk beban kejutan/tumbukan, nilainya antara 1,5 – 3Cb = diperkirakan adanya beban lentur,nilainya antara 1,2 – 2,3
Kt = 1,0 ( beban dikenakan secara halus )
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
21xsfsf
B
3,20,6
62
x
Page | 56
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Kt = 1,0 - 1,5 ( terjadi sedikit kejutan atau tumbukan )
Kt = 1,5 - 3,0 ( beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar )
Diambil Kt = 2
jika diperkirakan akan terjadi pemakaian dengan beban lentur
Cb = 1 ( Tidak mengalami lenturan )
Cb = 1,2 – 2,3 ( Mengalami lenturan )
Diambil Cb = 1,8
= 485,0280695 mm
Diambil Ds = 485 mm
Tegangan yang Bekerja pada Poros ( )
= 5,1x TDs
(kg/mm2)
= 1,44 kg/mm2
Syarat
< a (Syarat Terpenuhi)
6.2 Perencanaan Perlengkapan Propeller
Keterangan Gambar :
Dba = Diameter boss propeller pada bagian belakang ( m )
Dbf = Diameter boss propeller pada bagian depan ( m )
Db = Diameter boss propeller ( m ) = ( Dba + Dbf )/2
Lb = Panjang boss propeller ( m )
LD = Panjang bantalan duduk dari propeller ( m )
tR = Tebal daun baling – baling ( cm )
tB = Tebal poros boss propeller ( cm )
rF = Jari – jari dari blade face ( m )
rB = Jari – jari dari blade back ( m )
6.2.1 Diameter Boss Propeller (Db)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 57
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
1. Diameter boss propeller
Db = 1.8 x Ds
= 1.8 x 485
= 873 mm
(Van Lammern, “Resistance, Propulsion and steering of ship”)
tr = 0,045 x Dprop Dprop = 4561,82
= 0,045 x 4561,82
= 205,3 mm
2. Diameter boss propeller terkecil (Dba)
Dba/Db = 0,85 s/d 0,9
Dba = 0.85 x Db
= 0.85 x 873
= 742,0929464 mm
(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)
3. Diameter boss propeller terbesar (Dbf)
Dbf/Db = 1,05 - 1,1 diambil 1,05
Dbf/Db = 1,05
Dbf = 1.05 x Db
= 1.05 x 873
= 916,7030514 mm
4. Panjang boss propeller (Lb)
Lb/Ds = 2,4
Lb = 2.4 x Ds
= 2.4 x 485
= 1164,067367 mm dibulatkan menjadi 1164 mm
5. Panjang lubang dalam boss propeller (Ln)
Ln/Lb = 0,3
Ln = 0,3 x Lb
= 0,3 x 1164
= 349,2202101 mm, dibulatkan menjadi 349 mm
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 58
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
tb/tr = 0,75
tb = 0,75 x tr
= 0.75 x 205,3
= 153,96 mm dibulatkan menjadi 154 mm
rb/tr = 1
rb = 1 x tr
= 1 x 205,3
= 205,28 mm dibulatkan menjadi 205 mm
rf/tr = 0,75
rf = 0,75 x tr
= 0.75 x 197.55
= 153,96 mm dibulatkan menjadi 154 mm
6.2.2 Perencanaan Selubung Poros
Sleeve atau selubung poros merupakan selongsong yang digunakan sebagai bantalan penumpu bearing untuk mengurangi gesekan bearing dengan poros juga sebagai seal untuk mencegah kebocoran minyak pelumas (jika digunakan pelumasan minyak) atau sebagai pencegah korosi akibat air laut jika digunakan pelumasan air. Ketebalan sleeve ditentukan sebagai berikut :
s = 0.03 Ds + 7,5
= 0.03 x 485 + 7.5
= 22,05 mm dibulatkan menjadi 22 mm
6.2.3 Bentuk Ujung Poros propeller
1. Panjang Konis
Panjang konis (Lb) berkisar antara 1,8 - 2,4 diameter poros. Diambil Lb = 2,4Ds
Lb = 2,4 Ds
= 2,4 x 466
= 1164,067367 mm dibulatkan menjadi 1164 mm
2. Kemiringan Konis
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga kemiringan konis berkisar antara 1/10sampai 1/15. Diambil sebesar 1/12.
Sehingga dalam perencanaan ini harga kemiringan konis (x) diambil 1/12 Lb
x = 1/12 x 1/2 x Lb
= 1/12 x 1/2 x 1164
= 48,50280695 mm dibulatkan menjadi 49 mm
3. Diameter Terkecil Ujung Konis
Da = Ds - 2x
= 466- (2 x 50)
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 59
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
= 388,022 mm dibulatkan menjadi 388 mm
1. Diameter Luar Pengikat Boss (dn)Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga diameter luar pengikat boss atau Dn tidak boleh kurang dari 60 % diameter poros.
dn = 60%. Ds
= 0,6 x 485
= 291 mm
(BKI, Volume 3, 2006)
6.2.4 Mur Pengikat Propeller
1. Diameter luar ulir (d)
D ≥ 0,6 x Ds
D ≥ 0,6 x 466
D ≥ 291,0168417 dibulatkan menjadi 291 mm
2. diameter inti (di)
Di = 0.8 x D
Di = 232,8134734 dibulatkan menjadi 233 mm
3. Diameter luar mur (Do)
Do = 2 x D
Do = 582,0336834 mm dibulatkan menjadi 582 mm
4. Tebal atau tinggi mur (H)
Berdasarkan buku Elemen Mesin karangan Sularso, untuk ukuran standar tebal mur adalah
0,8 – 1 diameter konis, diambil 0,8 sehingga :
H = 0,8 x D
H = 232,8134734 mm dibulatkan menjadi 233 mm
6.2.5 Perencanaan Pasak propeller
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 60
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Dasar perancanaan pasak diambil dari buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin Ir. Soelarso Ms.Me. Dalam menentukan dimensi dan spesifikasi pasak propeller yang diperlukan, berikut ini urutan perhitungannya :
1. Momen torsi (Mt) pada pasak
Mt = DHP = 3969,00 KW
Nprop = 135,135 rpm
= 21045,81
2. Panjang pasak (L)
Menurut buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin hal27.Panjang pasak adalah antara 0,75–1,5 Ds
L = 1.3x Ds
L = 630,5364904 mm dibulatkan menjadi 631 mm
3. Lebar pasak (B)
Menurut buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin hal. 27 lebar pasak adalah 25 % - 35 % dari diameter poros.
B = 27% x Ds
B = 130,9575788 mm dibulatkan menjadi 131 mm
4. Tebal pasak (t)
t = 1/6 x Ds
t = 1/6 x 456
t = 80,84 mm dibulatkan menjadi 81 mm
5. Radius Ujung pasak
R = 0.125 X Ds
R = 0.125 x 456
R = 60,62850869 mm dibulatkan menjadi 61 mm
6. Luas Bidang Geser
A = 0.25 x Ds x Ds
A = 58813,05706 mm^2
7. Gaya Sentrifugal
Bila momen rencana T ditekankan pada suatu diameter poros (Ds),
maka gaya sentrifugal (F) yang terjadi pada permukaan poros adalah ;
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
xN
xDHPx
2
6075
Page | 61
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
T =
T = 29190780
T = 2,92E+07 Kg.mm
F =
F = 120367,3842 Kg
Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (τka) untuk pemakaian umum pada poros diperoleh dengan membagi kekuatan tarik σb
dengan faktor keamanan (Sf1 x Sf2), sedang harga untuk Sf umumnya telah ditentukan ;
Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)
Sf2 = 1,0 – 1,5 , (beban dikenakan secara tiba-tiba)
= 1,5 – 3,0 , (beban dikenakan tumbukan ringan)
= 3,0 – 5,0 , (beban dikenakan secara tiba-tiba dan tumbukan berat)
Beban pada propeller yang terjadi secara tiba-tiba adalah karena gelombang laut, namun sifatnya terjadi secara lunak, maka Sf2 = 1,5.
Bahan pasak digunakan S 45 C dengan harga σb = 58 kg/mm2.
Sehingga :
τka =
τka = 6,44 kg/mm2.
Sedangkan tegangan gesek yang terjadi pada pasak adalah ;
τk =
τk = 1,457699352 kg/mm2.
Karena nilai tegangan gesek yang terjadi pada pasak ≤ nilai tegangan gesek yang diijinkan berarti pasak tersebut telah memenuhi syarat
8. Penampang Pasak
A = b x t
A = 10586,35 mm^2
9. Kedalaman alur pasak pada poros (t1)
t1 = 0, 5 x t
t1 = 40,41900579 mm
10. Detail Pasak
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
N
Pdxx 51074,9
xDs
T
5,0
21xsfsfb
BxL
F
Page | 62
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
Ds = 456
Maka r5 yang digunakan adalah
r5 = 6 mm
6.2.6 Perencanaan Bentuk Ujung Poros Kopling
Diameter Poros (Ds) = 485,028 mm (karena tidak menggunakan poros antara)
1. Panjang Konis
Panjang konis atau Lk berkisar antara 1,25 sampai 1,5 kali diameter poros
Lk = 1,5 Ds
Lk = 728 mm dibulatkan menjadi 728 mm
2. Kekonisan yang Disarankan
Harga konis ujung poros kopling adalah sebesar sekitar 1/10 ~ 1/20 dari Lk (BKI 2006)
4. Diameter Lingkaran kopling yang DirencanakanDb = 2,5 x DsDb = 1214,510286 mm
5. Diameter luar kopling
Nilai D out adalah 3 ~ 5.8 kali diameter poros (Ds)
D out = 3,504 x Ds
D out = 1699,538356 mm dibulatkan menjadi 1700 mm
6. Panjang Kopling
Panjang kopling atau L adalah berkisar antara 2,5 sampai 5,5 dari setengah diameter poros.
Diambil L = 5,5 x 0,5 x Ds
Diambil L = 1587,011843 mm dibulatkan menjadi 1587 mm
7. Tebal Flens
Tebal flens tanpa konstruksi poros menurut Biro Klasifikasi Indonesia adalah paling
sedikit sebesar 20% dari diameter poros.
Sfl = 30% x Ds
= 145,51 dibulatkan menjadi 146 mm
8. Diameter Minimum Baut Pengikat Kopling
SHP 4050 KW
Putaran poros (N) 135,135 RPM
Jumlah baut (Z) 8 buah
Diameter baut yang direncanakan 1214,51 mm
Kekuatan tarik material (Rm) 600 N/mm2 (bahan yang digunakan adalah S50C)
Df =
Df = 82,26 mm dibulatkan menjadi 76 mm
9. Diameter luar mur (D0)
Do = 2 x Df
Do = 152 mm
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
2/161016
RmZDbN
P
Page | 64
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
10. Tinggi mur (H)
nilanya adalah antara 0.8 ~ 1 kali Df
H = 1 x Df
H = 76 mm
6.2.7 Perhitungan pasak kopling
1. Diameter Tengah Konis Propeler
Dsa = (Ds + Da)/2
Dsa = 454,71 mm
2. Bahan pasak
bahan pasak yang diambil adalah S 45 C
dengan σB = 58 Kg/mm2.
3. Tegangan geser yang diijinkan
Faktor keamanan
1. sf1 = 6 (untuk material baja)
2. sf2 = 1,3 - 3
Jadi sf2 = 1,5
τka = σB/(sf1 x sf2)
τka = 6,44 Kg/mm
gaya tangensial pada permukaan poros
F = T / (0.5 x Dsa)dimana T = 29190780 kg.mm
F = 128391,9 Kg
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 65
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
4. Lebar pasak
Lebar pasak kopling atau b berkisar antara 0,25 sampai dengan 0,85 kali diameter poros propeler.
b = 0,27 . Ds
b = 130,9575788 mm
5. Panjang Pasak
Bahan pasak yang diambil adalah S 45 C
Tinjauan terhadap faktor keamanan
τk = F / ( b.l )
τka ≥ τk
τka ≥ F / ( b.l )
L ≥
L ≥ 152,13 mm
Dalam perencanaan ini panjang pasak dibatasi berkisar antara 0,75 sampai dengan 1,5 kali diameter poros
L = 0.9 x Ds
L = 436,5252626 mm Dibulatkan menjadi 411 mm
6. Kedalaman alur pasak
t = 1/6 x Ds
t = 80,8 mm Dibulatkan menjadi 76 mm
7. Radius Ujung pasak
R = 0.125 X Ds
R = 0.125 x 456 867,27688
R = 60,62850869 mm
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
kaxb
F
Page | 66
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
6.2.8 Mur Pengikat Kopling
Direncanakan dimensi mur pengikat kopling sama dengan dimensi mur pengikat propeller yaitu :
- Diameter luar ulir (d)
menurut BKI ”78 Vol. III, diameter luar ulir(d) ≥ diameter konis yang besar :
d ≥ 0,6 x Ds
d ≥ 0,6 x 456
d ≥ 291,0168417 mm
- Diameter inti (di)
Di = 0,8 x d
Di = 219,2 mm
- Diameter luar mur (Do)
Do = 2 x d
Do = 548 mm
- Tebal/tinggi mur (H)
Berdasarkan buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin untuk ukuran standar tebal mur adalah (0,8 - 1) kali diameter poros
H = 0,8 x d
H = 219,2 mm
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 67
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
BAB VIIPERENCANAAN STERN TUBE
7.1 Jenis Pelumasan
Stern tube merupakan tabung poros yang digunakan sebagai media pelumasan poros propeller dengan bearing juga dapat berfungsi sebagai penyekat jika terjadi kebocoran. Pada perencanaan ini, sebagai pelumas poros digunakan minyak.
7.2 Panjang PorosPanjang stern tube disesuaikan dengan jarak antara stern post dengan sekat belakang
kamar mesin dalam hal ini diperoleh berdasarkan jarak gading yaitu 600 mm sehingga diperoleh :
Ls= 4 x jarak gading= 4 x 600= 2400 mm
7.3 Menentukan Bantalan
i. Bahan bantalan yang digunakan adalah : Lignum Vitaeii. Panjang Bantalan Belakang (Lsa) :
Lsa= 2 x Ds= 970,056 mm
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
Page | 68
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
iii. Panjang Bantalan Depan (Lsf) :Lsf= 0.8 x Ds
= 388,022 mm
iv. Tebal Bantalan (B) :
B=
= 51,3321 mm
v. Jarak maximum yang diijinkan antara bantalan / bearing (lmax) :lmax = k1 x (Ds^0.5)
Dimana, k1 = 450 (untuk pelumasan dengan minyak)
= 450 x (456^0.5)= 9910,51 mm
vi. Rumah bantalan (Bearing Bushing )a. Bahan Bushing Bearing yang digunakan adalah : manganese bronzeb. Tebal Bushing Bearing ( tb )
tb= 0.18 x DStb= 87,305053 mm
Tebal Stern Tube (T) :
T=
= 43 mm
Stern Post :Tinggi buritan berbentuk segi empat untuk panjang kapal L < 125 m, maka :
i. Lebar = 1,4 L + 90Dimana :
L = 152 m= (1,4 x 152 ) + 90= 302,8 mm
ii. (b)= (1.6 L) + 1,5= (1.6 x152) + 1,5= 244,7 mm
iii. Tebal = 0,6 x b= 146,82
Perencanaan Guard :Perencanaan gambar untuk guard adalah sebagai berikut :
DESAIN II PROPELLER & SISTEM PERPOROSAN
175,330
Ds
4
4.253
20
Ds
Page | 69
PUJI DHIAN WIJAYA4210 100 007
i. Panjang Guard = 190 mmii. Tebal Guard = 20 mm
Perencanaan Inlet Pipe & outlet pipe* Diameter dalam ø 19,05 mm* Diameter luar ø 25,4 mm