LAPORAN AKHIRPRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
INFUS DEKTROSA 5%DEXFUS
OLEH:
KELOMPOK VIGOLONGAN I
Ni Wayan Nita Lestari
1208505029
I Gusti Putu Putra Purnama
1208505030
Luh Ade Dyah Tantri Lestari
1208505032
I Made Sugiarta
1208505033JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPULi
DAFTAR ISIii
DAFTAR GAMBARivBAB 1. PENDAHULUANA. Latar Belakang1B. Rumusan
Masalah2C. Tujuan2D. Manfaat2BAB 2. TINJAUAN PUSTAKAA.
PRAFORMULASI
I. TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT4
1. Farmakokinetika4
2. Indikasi4
3. Kontraindikasi4
4. Efek samping5
II. TINJAUAN SIFAT FISIKO-KIMIA BAHAN OBAT51.Dekstrosa
monohidrat52.Arang jerap73.Aqua for injection8
III. BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBERIAN8B. FORMULASI
I. PERMASALAHAN9
II. PENGATASAN MASALAH9
III. MACAM-MACAM FORMULA STANDAR11
IV. FORMULA YANG DIAJUKAN12C. PELAKSANAAN
I. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN CARA
STERILISASINYA15
II. CARA KERJA: FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN
1.Formulasi162.Evaluasi sediaan172.1Uji Organoleptis172.2Uji
Kejernihan Larutan182.3Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi192.4Uji
Kebocoran192.5Uji pH20
III. KEMASAN, BROSUR dan ETIKET21BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN221.
Hasil22
2.Pembahasan23
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN301.Kesimpulan302.Saran30DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Senyawa dekstrosa5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau
sediaan untuk infus. Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama
kalinya pada manusia sejak tahun 1660. Akan tetapi perkembangan
injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya pada saat
diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin (Perancis) dan
Friedleader (Jerman), seorang apoteker. Injeksi adalah pemakaian
dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk
tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan ke dalam
aliran darah, ke dalam jaringan atau organ.
Sediaan infus merupakan sediaan cairan steril mengandung obat
yang dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk
manusia. Keperluan akan ketersediaan parenteral volume besar
meningkat dikarenakan oleh kebutuhan tubuh akan air, elektrolit dan
karbohidrat yang kurang harus dengan cepat diganti, sebagai
penambah zat makanan bila pasien tidak dapat makan. Beberapa
komponen fisiologis tubuh yang menunjang dapat diberikan bentuk
sediaan parenteral volume besar seperti kebutuhan tubuh akan air,
elektrolit, karbohidrat, asam amino, lipida, vitamin dan mineral.
Dengan cepatnya komponen penunjang fisiologi tubuh diganti maka
kesehatan tubuh akan cepat tercapai.
Infus dextrose merupakan salah satu infus yang sering digunakan.
Kandungan dari infuse ini adalah D-glukosa yang disebut dengan
dekstrosa. Glukosa atau dextrosa merupakan suatu metabolit yang
penting bagi kelangsungan hidup manusia. Pada pasien pediatrik yang
di puasakan, semua cairan rutin yang di berikan harus mengandung
glukosa. Hal ini dikarenakan pada anak hanya sedikit memiliki
cadangan glikogen di hepar, sehingga bila glukosa yang masuk secara
peroral terhenti selama beberapa waktu maka akan dengan mudah
terjadi hipoglikimia yang dapat berakibat fital terutama bagi sel
otak. Pada anak yang puasa akan menjadi pemecahan glikogen di hati
dan otot menjadi asam laktat dan piruvat. Untuk menghindari hal
tersebut pada pasien pediatrik, biasanya digunakan infus yang
mengandung dextrosa.Glukosa dan monosakarida diberikan melalui oral
atau dengan infus intravena dalam terapi dengan karbohidrat dan
deplesi cairan. Glukosa adalah sumber karbohidrat yang lebih
disukai dalam rejimen nutrisi parenteral dan digunakan dalam
larutan rehidrasi oral untuk pencegahan dan pengobatan dehidrasi
karena penyakit diare akut. Glukosa juga digunakan dalam pengobatan
hipoglikemia dan diberikan secara oral dalam tes toleransi glukosa
sebagai alat bantu diagnostik untuk diabetes melitus (Sweetman,
2009).Larutan glukosa dalam air bersifat iso-osmotik pada darah
dengan konsentrasi glukosa anhidrat 5,05% atau glukosa monohidrat
5,51%. Larutan glukosa dengan konsentrasi 5% sering digunakan untuk
deplesi cairan, dan dapat diberikan melalui vena perifer. Larutan
glukosa dengan konsentrasi yang lebih besar dari 5% yang bersifat
hiperosmotik pada umumnya digunakan sebagai sumber karbohidrat,
larutan glukosa 50% sering digunakan dalam pengobatan hipoglikemia
berat (Sweetman, 2009).Oleh karena itu, dasar-dasar pengetahuan
bentuk sediaan terutama yang berkaitan dengan penyusunan formula
suatu sediaan tetap merupakan dasar pembuatan sediaan steril.
Selanjutnya, pertimbangan dalam membuat sediaan steril adalah
memperhatikan stabilitas bahan aktif dan bahan-bahan tambahan yang
akan membantu sediaan menjadi bentuk sediaan yang dikehendaki,
terutama pada proses sterilisasi yang berkaitan dengan panas dan
kelembaban.B. Rumusan Masalah
Bagaimana preformulasi yang dibutuhkan untuk sediaan infus
dekstrosa 5%?
Bagaimana formula yang perlu dirancang untuk membuat sediaan
infus dekstrosa 5%?
Bagaimana cara pembuatan infus dekstrosa 5% dalam skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah
ditentukan?
Bagaimana cara melakukan evaluasi sediaan infus dekstrosa 5%
yang telah dibuat?
C. Tujuan Formulasi
Dapat memahami preformulasi sediaan infus dekstrosa.
Dapat merancang formula infus dekstrosa 5%.
Dapat membuat infus dekstrosa 5% dalam skala laboratorium sesuai
dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.
Dapat melakukan evaluasi sediaan infus dekstrosa 5%.
D. Manfaat Formulasi
Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan,
sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang
terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat
digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.BAB
II
TINJAUAN PUSTAKAA. PraformulasiI Tinjauan Farmakologi
Dekstrosa1. Farmakokinetika
Dekstrosa atau glukosa merupakan suatu gula (monosakarida) yang
diperoleh dari hidrolisis pati, mengandung satu molekul air hidrat
atau anhidrat. Absorbsinya sangat cepat dalam usus halus dengan
mekanisme difusi aktif. Dekstrosa dapat diberikan secara per oral
atau melalui infus i.v sebagai treatment deplesi cairan dan
karbohidrat (Kathleen, P., 1999). Konsentrasi tertinggi glukosa
dalam plasma terjadi dalam 40 menit setelah pemakaian oral pada
pasien hipoglikemia. Dekstrosa pada saluran pencernaan akan
mengalami 3 jalur metabolisme yaitu glikolisis, siklus krebs dan
jalur pentose fosfat (Reynolds, 1982). Glukosa dimetabolisme
melalui asam laktat atau piruvat menjadi CO2 dan H2O. Dekstrosa
dapat mengurangi protein tubuh dan menyebabkan kehilangan nitrogen,
juga mengakibatkan penurunan atau pencegahan ketosis jika dosis
tepat diberikan (Trissel, 2003).2. Indikasi
Infus dekstrosa atau glukosa digunakan sebagai terapi parenteral
untuk memenuhi kalori pada pasien yang mengalami dehidrasi. Selain
itu juga digunakan untuk terapi pada pasien hipoglikemia yang
membutuhkan konsentrasi glukosa dalam darah, hal ini dipenuhi
dengan cara menyimpan dekstrosa yang ada sebagai cadangan gula
dalam darah (McEvoy, 2002).3. Kontra Indikasi
Pemberiaan larutan dekstrosa di kontraindikasikan untuk pasien
dengan koma diabetikum, pemberian bersama produk darah, anuria,
perdarahan intraspinal & intrakranial dan delirium dehidrasi
(dehydrated delirium tremens) (Kathleen, P., 1999). Larutan
dekstrosa sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
overt atau diketahui mengalami diabetes melitus atau intoleransi
karbohidrat. Larutan dekstrosa yang tidak mengandung elektrolit
sebaiknya tidak diadministrasikan pada darah dengan infus IV yang
sama karena dapat terjadi aglomerasi (Trissel, 2003).
4. Efek Samping
Larutan dekstrosa atau infuse dekstrosa dapat menyebabkan
poliuria karena gula yang ada menyerap air dengan kuat dalam tubuh.
Hipergikemia dan glukosuria (McEvoy, 2002). Menyebabkan infeksi di
tempat suntikan, trombosis vena dan ekstravasasi. Jika larutan
dekstrosa hipertonis diinfusi terlalu cepat, dapat terjadi nyeri
lokal dan iritasi vena. Jika terjadi efek samping selama
administrasi, injeksi harus segera dihentikan, pasien dievaluasi
dan juga dilakukan pengukuran terapeutik yang tepat jika diperlukan
(Trissel, 2003).B Tinjauan Fisiko Kimia Zat Aktif dan Zat
Tambahan
`1.Dekstrosa Monohidrat
a. OrganoleptisDekstrosa Monohidrat berupa kristal tidak
berwarna atau putih, berbentuk bubuk kristal atau butiran, tidak
berbau dan memiliki rasa manis (Sweetman, 2009). Memiliki luas
permukaan 0,22-0,29 m2/g (Rowe, et.al., 2009).b. Struktur Kimia dan
Bobot Molekul
Dekstrosa memiliki rumus molekul C6H12O6.H2O dengan bobot
molekul yaitu 198,17 g/mol (Reynolds, 1982). Dibawah ini merupakan
struktur kimia dekstrosa:
Gambar 1. Struktur Dekstrosa (Reynolds, 1982).c. Kelarutan
Berikut dicantumkan kelarutan dextrose pada berbagai
pelarut:PelarutKelarutan pada suhu 200
KloroformPraktis tidak larut
Ethanol (95%)0.083333333
EtherPraktis tidak larut
GliserinLarut
Air1:01
Tabel 1. Kelarutan dekstrosa menurut buku Pharmaceutical
Excipients (Kibbe, 2000).PelarutKelarutan
Air mendidihSangat mudah larut
Air Mudah larut
Etanol mendidihLarut
EtanolSukar larut
Tabel 2. Kelarutan dekstrosa (Depkes RI, 1995).d. Stabilitas
Dekstrosa atau glukosa memiliki daya tahan yang baik terhadap
cahaya, namun dalam penyimpanan diusahakan terlindung dari sinar
matahari (McEvoy, 2002). Dekstrosa tidak stabil terhadap suhu
tinggi karena dapat terdegradasi menjadi 5-hidroksi-metil-furfural,
yang akhirnya berubah menjadi asam lauvulinik. Dekstrosa dapat
disimpan pada suhu 2oC-25oC atau disimpan pada suhu kamar (tahan
sampai 14 bulan) (McEvoy, 2002). Dekstrosa stabil pada pH 3,5
sampai 6,5 (Depkes RI, 1995). Jika pH terlalu asam akan menyebabkan
terbentuknya karamel dan akan terdekomposisi dan berwarna coklat
pada pH yang lebih basa (Kibbe, 2000).e. Titik Lebur dan
Penyimpanan
Dekstrosa memiliki titik lebur 83oC (Kibbe, 2000) dan harus
disimpan pada suhu 2oC-25oC dan terlindungi dari sinar matahari
(McEvoy, 2002).f. Inkompatibilitas
Jika larutan i.v glukosa dicampur dengan cyanocobalamin,
kanamycin sulfat, novobiocin sodium dan warfarin sodium akan
menyebabkan terjadi kekeruhan. Glukosa dapat bereaksi dengan amin,
amida, asam amino, peptida. Vitamin B kompleks akan terdekomposisi
bila dipanaskan dengan dekstrosa, eritromisisn gluceptate tidak
stabil pada larutan glukosa dengan pH 5,05. Apabila sediaan
dekstrosa bereaksi dengan senyawa alkali kuat dapat menyebabkan
perubahan warna menjadi coklat dan penguraian pada sediaan (McEvoy,
2002).2. Charcoal / Norit / Arang Jerap
Arang jerap merupakan sisa destilasi destruktif dari beberapa
bahan organik yang telah diberi perlakuan untuk mempertinggi daya
jerap.
a. Organoleptis
Arang jerap berupa serbuk halus, bebas dari butiran, hitam,
tidak berbau dan tidak berasa.
b. KelarutanArang jerap praktis tidak larut dalam air dan dalam
etanol.
c. Stabilitas
Arang jerap stabil pada tempat yang tertutup dan kedap
udara.
d. Wadah dan peyimpanan
Arang jerap disimpan dalam wadah tertutup baik.
e. Kegunaan
Arang jerap atau Norit digunakan untuk menyerap bahan-bahan
pengotor yang mungkin ada.
f. Alasan pemilihan
Norit bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan zat
aktif.
(Depkes RI, 1995).3. Air Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia IV, air steril untuk injeksi adalah
air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang
sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan
lainnya (Depkes RI, 1995).
a. OrganoleptisAir injeksi berupa cairan jernih, tidak berwarna
dan tidak berbau b. SterilisasiAir injeksi dapat disterilisasi
dengan cara panas basah (autoklaf)
c. Kegunaan
Air injeksi dapat digunakan untuk bahan pembawa dan pelarut.d.
Alasan pemilihan
Air injeksi dipilih karena air injeksi dapat digunakan untuk
melarutkan zat aktif dan zat-zat tambahane. Cara pembuatan
Air injeksi dapat dibuat dengan mendidihkan aqua dan diamkan
selama 30 menit kemudian dinginkan. (Depkes RI, 1995).III. Bentuk
Sediaan, Dosis, Rute Pemakaian
Bentuk Sediaan
Sediaan akan dibuat dalam bentuk infus dekstrosa 5% dengan
volume sediaan adalah 100 mL dan ditampung dalam sebuah botol gelap
bervolume 100 mL. Dosis
Dosis dari penggunaan sediaan dekstrosa ini tergantung dari umur
pasien, berat badan, kondisi klinik, cairan elektrolit, dan
keseimbangan asam-basa dari pasien. Dosis melalui injeksi IV untuk
pemulihan kondisi pasien, laju kecepatan infusnya adalah 0,5 g/kg
per jam tanpa disertai produksi gula dalam urin (glukosuria). Laju
atau kecepatan infus maksimum pada umumnya tidak melebihi 0,8 g/kg
per jam. Untuk pengobatan hipoglikemia dosis umumnya adalah 20-50
mL dekstrosa 50%, yang diberikan dengan lambat. Untuk pengobatan
gejala hipoglikemia akut pada bayi dan anak-anak dosis umumnya
adalah 2 mL/kg dengan konsentrasi glukosa 10%-25% (McEvoy, 2002).
Rute Pemakaian
3 Infus dekstrosa 5% diberikan secara intravena (Trissel,
2003).B.FORMULASI
I.PERMASALAHAN
1.Infus dekstrosa 5% merupakan sediaan yang diberikan secara
intravena (Trissel, 2003).
2.Dextrosa mempunyai kelarutan mudah larut dalam air (Depkes RI,
1995) sehingga pembawa yang digunakan dalam pembuatan infus
dextrosa 5% ini adalah pembawa berair.
3.Dextrose tidak stabil terhadap pemanasan dengan suhu tinggi
karena strukturnya dapat terurai menjadi 5-hidroksi metil furfural
(McEvoy, 2002).
4.Sediaan parenteral harus bebas mikroorganisme, pirogen, dan
partikel asing (Lukas, 2006).
5.Sisa partikulat dari karbon aktif mempengaruhi kejernihan
sediaan dextrose, karena syarat sediaan steril harus jernih (Lukas,
2006).
6.Dekstrosa stabil pada rentang pH 3,5-6,5 (Depkes RI, 1995).
Perubahan pH di luar rentang stabil akan menyebabkan karamelisasi
dan larutan dextrose akan terdekomposisi (Rowe et al, 2009).
7.Infus dextrose 5% sedapat mungkin dibuat sediaan bersifat
isotonis agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan hemolisis
(Syamsuni, 2006). Larutan dextrosa dengan konsentrasi lebih dari 5%
b/v bersifat hiperosmotik dan dapat menyebabkan iritasi pada
pembuluh darah bila diberikan secara intravena (Rowe et al, 2009).
II. PENGATASAN MASALAH1. Sediaan infus untuk pemakaian intravena
merupakan sediaan steril, maka pada proses pembuatan sediaan infus
dextrosa 5% dibuat dengan menggunakan sterilisasi akhir dengan
menggunakan autoklaf (Salawu, et al.,2010).2. Pembawa berair untuk
injeksi adalah air steril untuk injeksi (aqua pro injectiones)
yaitu air suling segar yang disuling dengan alat kaca netral atau
wadah logam yang cocok yang dilengkapi dengan labu percik dimana
hasil sulingan pertama dibuang dan sulingan selanjutnya ditampung
dalam wadah yang cocok dan segera digunakan (Depkes RI, 1979).3.
Sterilisasi dilakukan pada suhu yang terjaga dan diusahakan agar
waktu yang digunakan tidak terlalu lama. Suhu yang stabil akan
sangat menentukan hasil dari sediaan, di mana dengan adanya
kestabilan suhu maka dapat menghindari terjadinya penguraian
dextrose (Voigt,1995). Sehingga pada proses sterilisasi akhir dapat
dilakukan pada suhu dibawah suhu degradasi dekstrosa yaitu pada
suhu 220oC. Sterilisasi akhir dapat dilakukan berdasarkan hal
tersebut adalah sterilisasi uap pada suhu 121oC selama 15 menit
dengan autoklaf (Depkes RI, 1995). Selain itu, karena sediaan infus
dekstrosa ini menggunakan sterilisasi akhir dengan autoklaf maka
tipe gelas yang digunakan untuk kemasan primer adalag gelas tipe I
atau tipe II (Agoes, 2013).4. Untuk membebaskan sediaan dari
pirogen biasanya digunakan absorbing agent yaitu karbon aktif yang
akan mengadsorbsi pirogen dari larutan (Jenkins et al., 1957).
Aktivitas karbon aktif ini baik pada suhu 600, sehingga pada proses
pembuatan dilakukan pemanasan pada suhu tersebut dan dilakukan
pengadukkan secara perlahan (Voigt, 1995). Untuk Karbon aktif yang
ditambahkan sebanyak 0,1 gram.5. Pada saat pengadukan dengan karbon
aktif dilakukan secara perlahan dan dilakukan penyaringan secara
berulang untuk menghilangkan sisa-sisa partikel karbon aktif. Untuk
membebaskan pirogen dapat dihilangkan dengan mengunakan metode
filtrasi menggunakan kertas saring dengan ukuran pori 0,22
mikrometer (Niazi, 2004).6. Untuk mencegah agar infus yang
dihasilkan tidak memiliki pH di luar rentang pH stabilitas
Dekstrosa yaitu pH 3,5-6,5 maka dilakukan penyesuaian pH dengan
penambahan NaOH dan HCl konsentrasi rendah (jika terjadi perubahan
pH). 7. Sifat isotonis dari sediaan sangat berpengaruh terhadap
rasa sakit yang ditimbulkan pada saat penggunaan sediaan tersebut
(Voigt, 1995), sehingga pada kemasan sekunder infus dekstosa 5%
diberikan keterangan sediaan bersifat sedikit hipotonis agar saat
diadministrasikan secara perlahan . Selain itu perlu dijaga
tonisitas sediaan dan sediaan dibuat sedekat mungkin isotonis
dengan cairan tubuh (Lukas, 2006). Sehingga larutan dekstrosa yang
akan dibuat adalah dengan konsentrasi tidak lebih dari 5%. III.
MACAM MACAM FORMULA STANDAR
1. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation (Niazi,
2009) Formula 1
Formula 22. Journal of Parenteral and Eternal Nutrition
(Mirtallo et al., 2004)3. Scovilles The Art of Compounding (Jenkins
et al., 1957).R/Dextrose Anhydrous C. P.
5%
Karbon aktif
0,1%
Aqua pro injeksi
ad 100 mL4. Handbook of Injectable Drugs (Trissel, 2003)
R/Amino Acids
5%
Dextrose
5%
Vitamin
5%
Trace
qs5. ISO (BPOM RI, 2012)
Tiap 1000 mL infus mengandung:
Na+ 77 mEq/L, Cl- 77 mEq/L, Dekstrosa 50 g/L (Natrium klorida
4,5 g, air untuk injeksi 1000 mL)
Tiap 1000 mL infus mengandung:
Na+ 38,5 mEq/L, Cl- 38,5 mEq/L, Dekstrosa 50 g/L (Natrium
klorida 2,25 g, air untuk injeksi 1000 mL)
IV. FORMULASI YANG DIAJUKAN
R/Dekstrosa Monohidrat
5%
Karbon Aktif Granul
0,15%
Aqua pro injeksi
ad 100% PERHITUNGAN BAHAN
Sediaan yang akan dibuat adalah 100 mL dalam satu botol dan akan
diproduksi 3 botol sediaan. Sehingga perhitungan masing masing
bahan adalah sebagai berikut:
a. Dekstrosa 5% b/v
/ botolb. Karbon aktif granul 0,1% b/v
/ botolc. Perhitungan Tonisitas
Diketahui : Kosentrasi Dextrosa= 5,5 g/110 mL = 50 g/L
BM Dextrosa
= 198,17 g/mol
Ditanyakan:Tonisitas infuse dextrose?
Jawab:
Osmolaritas Dextrosa = (kons Dex : BM Dex) x 1000 x jumlah ion
Dex
= (50 g/L : 198,17 g/mol) x 1000 x 1
= 252,31 M.osmol/L
> 350
Hipertonis
HipotonisHipertonis
329 350
Sedikit hipertonisSedikit Hipertonis
270 328
IsotonisIsotonis
250 - 269
Sedikit hipotonisSedikit Hipotonis
0 - 249Hipotenis
(Nema dan Ludwig, 2010)Berdasarkan hasil perhitungan nilainilai
osmolaritas yaitu 252,31 M.osmol/Lmaka berdasarkan tabel diatas
dapat diketahui infus dektrosa yang dibuat sedikit hipotonis.
PENIMBANGAN BAHAN
Dibuat infus dekstrosa 5% sebanyak 3 botol dengan volume 100
ml/botolNo.Bahan
FungsiPenimbangan
(1 botol)Penimbangan (3 botol)
1Dextrose 5%Bahan aktif5 g15 g
2Karbon aktifAdsorben0,1 g0,3 g
3Aqua pro injeksiPelarut/PembawaAd 100 mLAd 300 mL
BAB III
PELAKSANAAN
I Alat-alat yang digunakan dan cara sterilisasinya1. Alat Botol
infus 100 mL (3) dan tutup karet (3) Gelas beaker 50ml, 250ml
Erlenmeyer 250ml Termometer Autoklaf Corong gelas Bunsen Pipet
tetes Pinset Neraca timbangan Sendok tanduk Batang pengaduk Gunting
Kertas saring Kertas perkamen Aluminium foil Plastik ikan2. Bahan
Dekstrosa monohidrat Karbon aktif Aquades Alkohol 70%
2. Cara Kerja Sterilisasi Alat
Alat dan bahan yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu
dengan menggunakan pedoman dibawah ini:NoNama BahanUkuranJumlahCara
SterilisasiSuhu (0C)Waktu (Menit)
1Batang pengadukBesar 1Autoklaf12115
2Erlenmeyer250 mL1Autoklaf12115
3Beker glass250 mL1Autoklaf12115
4Beker glass50 mL1Autoklaf12115
5Corong gelasMedium1Autoklaf12115
6Botol Infus 100 mL3Autoklaf12115
7PinsetBesar1Oven18045
8Pipet tetesbesar2Desinfeksi--
9Sendok tanduk-1Disinfeksi--
IICARA KERJA : FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN1. Prosedur
Kerja
2. Evaluasi Sediaan
2.1 Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan dengan pengamatan secara visual dari
sediaan infus dextrosa 5% yang meliputi warna, bau dan penampilan
fisik sediaan. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan
praktis bebas partikel (Depkes RI, 1979).Skema Kerja :
2.2 Uji Kejernihan Larutan
Penetapan kejernihan larutan menggunakan taung reaksi alas datar
diameter 15 mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan dan terbuat
dari kaca netral. Masukkan kedalam dua tabung reaksi masing-masing
zat uji dan air atau pelarut yang digunakan hingga volume larutan
dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm. Bandingkan kedua
isi tabung dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan
dibawah cahaya yang berdifusi, tegak lurus kearah bawah tabung.
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan
air atau pelarut yang digunakan bila diamati dibawah kondisi
seperti tersebut diatas.
(Depkes RI, 1995).Skema Kerja :
2.3 Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi
Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat
padat steril untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel
yang dapat diamati pada pemeriksaan secara visual. Bahan partikulat
merupakan zat asing, tidak larut dan melayang, kecuali gelembung
gas yang tanpa disengaja ada dalam larutan parenteral (Depkes RI,
1995).Skema Kerja :
2.4 Uji Kebocoran
Wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai
disterilkan, dimasukkan kedalam larutan metilen blue 0,1%. Jika ada
wadah yang bocor maka larutan metilen blue akan masuk kedalam
karena perubahan tekanan luar dan didalam wadah tersebut sehingga
larutan dalam wadah akan berwarna biru. (Agoes, 2009).Skema Kerja
:
2.5 Uji pH
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik
(pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya,
yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan
elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen,
elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti
elektrode kalomel atau elektrode perak-perak klorida. Untuk
pembakuan pH meter, pilih 2 larutan dapar untuk pembakuan yang
mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dan sedemikian rupa
sehingga pH larutan uji diharapkan terletak diantaranya.
Jika sistem telah berfungsi dengan baik, bilas elektrode dan sel
beberapa kali dengan larutan uji, isi sel dengan sedikit larutan
uji dan baca harga pH. Syarat pH untuk injeksi dekstrosa adalah
antara 3,5 dan 6,5.
(Depkes RI, 1995).
Skema Kerja :
III. BROSUR, ETIKET DAN KEMASANBrosur
Etiket
Kemasan sekunder
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN1 Hasil
Tabel Penimbangan bahan
NoBahanJumlah Penimbangan
1Dekstrosa mohohidrat15,007 gran
2Karbon aktif0,4518 gran
3Air sterilAd 300 mL
Tabel Pengamatan
NoPerlakukanPengamatan
1Dekstrosa dimasukkan dalam air steril yang telah mendidih,
diaduk hingga larutDekstrosa dapat larut pada air steril, tidak ada
yang mengandap. Larutan tampak jernih
2Penambahan karbon aktif Larutan dekstrosa menjadi berwarna
hitam, karbon aktif tersebar merata pada larutan
3Penyaringan karbon aktif dari sediaan*Tingkat kekeruhan akibat
karbon aktif
Penyaringan Pertama+++++
Penyaringan Kedua+++++
Penyaringan Ketiga++++
Penyaringan Keempat+++
Penyaringan Kelima++
Keterangan:
+++++ = sangat keruh
++++= keruh
+++= Agak jernih
++= sedikit jernih
Tabel Hasil Pengamatan Evaluasi Infuse Dextrose 5%
RepOrganoleptispH sebelum autoklafpH setelah
autoklafKerjenihanUji partikulat dalam sediaanUji Kebocoran
1Warna sedikit bening, tidak berbau5,755,54++Tidak ada
partikulatTidak bocor
2Warna sedikit bening, tidak berbau5,755,54++Tidak ada
partikulatTidak bocor
3Warna sedikit bening, tidak berbau5,755,54++Tidak ada
partikulatTidak bocor
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan infus dekstrosa 5% yang
merupakan sediaan steril berupa infus yang mengandung 5% dekstrosa
yang diberikan melalui intravena, sehingga zat aktif dapat dengan
segera masuk ke dalam sirkulasi darah sebagai penambah atau
pelengkap nutrisi dan cairan. Indikasi dari infus dextrosa adalah
sebagai terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada pasien yang
mengalami dehidrasi dan juga sebagai terapi pada pasien hipoglikemi
yang membutuhkan konsentrasi glukosa yang tinggi dalam darah,
sehingga hal ini dapat dilakukan dengan cara menyimpan dextrosa
yang ada sebagai cadangan gula dalam darah (Mc Evoy, 2002). Infus
intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas
pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak
(Depkes RI, 1979), sehingga untuk membuat agar sediaan steril
dilakukan suatu pengerjaan secara aseptis, atau bisa juga dilakukan
tahap sterilisasi akhir terhadap sediaan infus yang dibuat.
Suatu bahan dapat dinyatakan steril apabila bebas dari
mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak, baik dalam
bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora)
(Anief, 2005). Pirogen merupakan produk metabolisme dari suatu
mikoorganisme. Secara kimiawi, pirogen merupakan suatu zat lemak
yang berhubungan dengan molekul pembawa yang biasanya polisakarida.
Efek adanya pirogen ini menghasilkan kenaikan tubuh yang nyata,
demam, sakit badan, vasokonstriksi pada kulit dan kenaikan tekanan
dalam arteri (Lachman dkk, 2008).
Formulasi yang akan digunakan mengacu pada formulasi yang ada di
literatur dan dipilih formula mana yang lebih baik dan lebih mudah
untuk dikerjakan. Formula yang digunakan adalah:R/Dextrosa
Anhidrat5%
Karbon aktif0,15%
Aqua pro injeksiad. 100%
Bahan aktif yang digunakan adalah dextrosa monohidrat yang
merupakan suatu senyawa polisakarida dengan satuan glukosa sebagai
komponen monomer, yang terikat secara glikosidik pada posisi alpha
1,6. dextrosa merupakan sumber nutrisi yang baik bagi mikroba
sehingga dapat ditumbuhi oleh mikroba yang bersifat pirogen.
Pirogen dalam sediaan dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu
250C selama 45 menit. Namun, dextrosa akan mulai terdekomposisi
apabila dipanaskan pada temperatur yang tinggi yaitu pada suhu 220C
dan terutai seluruhnya pada suhu 280(C menjadi senyawa
5-(hidroksimetil) furfural dan levoglucosan (Fang et al., 2011).
Karbon aktif berfungsi sebagai adsorbing agent yang akan
membebaskan sediaan dari pirogen. Sebenarnya pembebasan pirogen
dapat dilakukan dengan pemanasan di atas suhu 2500C pada oven,
namun karena bahan aktif bersifat tidak tahan panas dilakukan
pembebasan pirogen dengan adsorbing agent. Aktivasi karbon aktif
dilakukan dengan cara memasukkan karbon aktif ke dalam oven pada
suhu 60(C selama 150 menit. Karbon aktif diaktivasi agar dapat
mendekomposisi tar dan dapat memperluas luas permukaan pori-pori
dalam struktur karbon, aktivasi ini dapat dilakukan dengan panas,
uap atau CO2 sebagai aktivator (Suhartana, 2006). Sebagai pelarut
zat aktif dan tambahan digunakan air bebas CO2 karena sifat kedua
bahan yang digunakan mudah larut di dalam air dan selain itu
dikarenakan kompatibilitas air dengan jaringan tubuh yang baik,
dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, mudah untuk
melarutkan elektrolit yang terionisasi karena konstanta dielektrik
yang tinggi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan memfasilitasi
pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan amin (Lachman dkk.,
2008). Pelarut yang digunakan dipanaskan hingga mendidih. Tujuan
pemanasan ini adalah untuk membunuh mikroba sekaligus menghilangkan
CO2 di dalam air yang akan digunakan. Dimana dextrose sangat mudah
larut dalam air mendidih (Trissel, 2003).
Pertama-tama sebelum dilakukan formulasi sediaan steril infus
dekstrosa 5%, terlebih dahulu dilakukan proses sterilisasi
alat-alat yang akan digunakan dalam proses formulasi. Alat-alat
yang digunakan seperti gelas beaker, corong gelas, kertas saring,
botol infus, batang pengaduk, erlenmeyer dan penutup karet botol
infus disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan metode
sterilisasi panas basah dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121o
C selama 15 menit dengan tekanan 15 psi. Alat-alat tersebut
disterilisasi dengan menggunakan metode sterilisasi panas basah
dengan menggunakan autoklaf karena alat yang disterilisasi tahan
terhadap panas dan lembab (Rachmawati, 2010). Selain itu metode
sterilisasi panas basah merupakan metode yang sangat efektif dalam
memusnahkan mikroorganisme dibandingkan dengan sterilisasi secara
panas kering. Hal ini dikarenakan uap jenuh pada autoklaf akan
terpenetrasi dan kontak pada seluruh permukaan alat yang akan
disterilisasi. Keuntungan lain dari sterilisasi uap ini adalah
tidak memerlukan panas tinggi dan waktu sterilisasi yang lama
(Allen, 2002). Sedangkan alat seperti pipet tetes disterilkan
dengan menggunakan metode kimia secara desinfeksi dengan
menggunakan alkohol 70%. Alkohol 70% digunakan karena konsentrasi
optimal alkohol untuk membunuh mikroorganisme adalah pada rentang
70-80%. Alkohol 70% memiliki kemampuan menembus dinding sel
mikroorganisme yang lebih baik dibandingkan alkohol 96%.
Konsentrasi 96% kurang efektif digunakan karena mengandung air
dalam jumlah sangat sedikit. Dimana adanya air sangat diperlukan
pada saat terjadi denaturasi protein. Sehingga alkohol 96% hanya
dapat mengkerutkan sel mikroorganisme dan tidak menyebabkan lisis
seperti pada mekanisme dari alkohol 70% (Pratiwi, 2008). Metode
sterilisasi kimia dipilih untuk mensterilkan pipet tetes karena
pipet tetes merupakan alat yang mudah rusak bila disterilkan pada
suhu tinggi (Sultana et al., 2007). Sehingga tujuan dilakukannya
sterilisasi alat salah satunya yaitu untuk menciptakan alat atau
wadah sediaan yang bebas dari kontaminasi mikroorganisme untuk
mencapai produk yang bebas mikroorganisme. Secara tradisional
keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran, pengurangan dan penghilangan semua mikroorganisme
hidup (Ansel, 1989).
Kemudian setelah alat-alat yang akan digunakan dalam formulasi
telah disterilisasi dilanjutkan dengan proses pembuatan sediaan
infus dekstrosa 5%. Pembuatan sediaan dilakukan dengan menimbang
bahan yang diperlukan seperti dekstrosa monohidrat sebanyak 15 gram
dan karbon aktif sebanyak 0,15 gram pengambilan bahan ini digunakan
untuk 3 sediaan yang akan dibuat. Kemudian dilakukan pembuatan aqua
pro injeksi dengan cara mengambil aquadest sebanyak lebih dari 300
mL kemudian dipanaskan diatas water bath sampai mendidih. Kemudian
untuk mencampurkan bahan-bahan tersebut dilakukan dengan
menggunakan erlenmeyer berukuran besar yang terlebih dahulu ditara
sebanyak 300 mL menggunakan aquadest. Erlenmeyer ditara 300 mL
karena jumlah sediaan yang akan dibuat adalah sebanyak 300 mL untuk
3 sediaan. Setelah itu aqua pro injeksi dimasukkan sedikit kedalam
erlenmeyer dan dimasukkan dekstrosa monohidrat sedikit demi sedikit
kedalam erlenmeyer sambil terus diaduk dengan menggunakan batang
pengaduk hingga larut. Setelah dekstrosa larut ditambahkan aqua pro
injeksi sampai tanda batas 300 mL. Dilakukan pengukuran pH pada
larutan untuk memastikan sediaan yang dibuat berada pada rentang pH
stabilnya yaitu 3,5-6,5 dengan menggunakan pH meter. Dimana pada
saat pengukuran didapatkan bahwa sediaan yang dibuat memiliki pH
5,75. Kemudian setelah pH sediaan berada rentang pH stabil yaitu
5,75 dilakukan penambahan karbon aktif kedalam larutan sebanyak 0,3
gram sedikit demi sedikit sambil diaduk sesekali dengan menggunakan
batang pengaduk. Penambahan karbon aktif bertujuan untuk
menghilangkan mikroba bersifat pirogen dengan menyerap mikroba dan
senyawa pirogen pada permukaan karbon yang berpori (Jenskin et al.,
1957). Kemudian untuk membuat sediaan steril yang jernih perlu
dilakukan proses penghilangan sisa dari karbon aktif (Lukas, 2006).
Proses penghilangan sisa karbon aktif dilakukan dilakukan dengan
cara penyaringan berulang-ulang dengan menggunakan kertas saring
dan pada terakhir penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas
whatman untuk mencegah terlewatnya sisa karbon aktif, partikulat
maupun pirogen yang terdapat dalam larutan. Setelah proses
penyaringan, sediaan tersebut dimasukkan kedalam botol kaca tipe II
yang telah ditara masing-masing 100 mL, kemudian ditutup segera
dengan tutup karet steril, kemudian pada tutupnya dibungkus dengan
aluminium foil dan plastik ikan. Digunakan kaca soda kapur karena
wadah ini sudah mengalami dealkilasi atau proses penghilangan
alkali pada permukaan kaca (Depkes RI, 1995). Selanjutnya ketiga
sediaan tersebut dimasukkan kedalam plastik bening 2 kg.
Selanjutnya pada sediaan infus dekstrosa 5% dilakukan proses
sterilisasi akhir dengan menggunakan metode sterilisasi panas basah
menggunakan autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit dengan
tekanan 15 psi. Sediaan infus dekstrosa disterilisasi dengan
menggunakan autoklaf karena dekstrosa merupakan suatu bahan yang
tidak stabil terhadap suhu tinggi karena apabila disterilisasi
dengan menggunakan suhu tinggi dekstrosa dapat terdegradasi menjadi
5-hidroksi-metil-furfural, yang akhirnya berubah menjadi asam
lauvulinik. Selain itu dekstrosa merupakan bahan yang tahan
terhadap lembab (McEvoy, 2002), sehingga metode sterilisasi akhir
yang paling tepat digunakan untuk sediaan ini adalah sterilisasi
panas basah. Tujuan dilakukannya sterilisasi akhir adalah
penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah
mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus) yang
terdapat dalam sediaan yang dibuat dan pada akhirnya sediaan yang
diberikan pada pasien adalah sediaan steril (Pratiwi,2008).
Setelah proses sterilisasi akhir dilanjutkan dengan proses
evaluasi sediaan yang telah dibuat. Evaluasi yang dilakukan
meliputi uji organoleptis, uji kejernihan larutan, uji bahan
partikulat pada injeksi, uji kebocoran dan uji pH. Evaluasi sediaan
dilakukan sebagai langkah Quality Control dari sediaan yang telah
dibuat. Langkah ini bertujuan untuk memastikan apakah sediaan yang
telah dibuat atau diproduksi telah sesuai dengan pedoman yang
berlaku serta memenuhi syarat sebagai sediaan steril sehingga layak
diberikan kepada pasien. Evaluasi sediaan hanya dilakukan pada 2
sediaan yang dibuat sedangkan 1 sediaan lain tidak diberi perlakuan
apapun. Evaluasi pertama yang dilakukan adalah uji organoleptis,
uji ini dilakukan dengan pengamatan secara visual dari sediaan
infus dextrosa 5% yang meliputi warna, bau dan penampilan fisik
sediaan. Setelah dilakukan uji organoleptis didapatkan bahwa
sediaan yang dibuat konsistensinya cair dan berwarna keabuan.
Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas
partikel (Depkes RI, 1979). Kemudian dilakukan uji kejernihan
larutan dengan cara membandingkan sediaan yang dibuat dengan
pelarut yang digunakan yaitu aqua pro injeksi dengan menggunakan
latar belakang putih. Setelah dilakukan perbandingan didapatkan
bahwa sediaan yang dibuat memiliki warna yang lebih gelap
dibandingkan dengan pelarut yang digunakan. Warna yang lebih gelap
pada sediaan dimungkinkan terjadi karena pengaruh dari karbon aktif
yang digunakan namun tidak terdapat partikel didalam sediaan yang
dibuat. Namun menurut (Depkes RI, 1995), sediaan dapat dikatakan
jernih apabila kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang
digunakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa sediaan yang dibuat tidak
memenuhi persyaratan pada uji kejernihan larutan. Selanjutnya
dilakukan uji bahan partikulat dalam sediaan yang dilakukan dengan
cara melihat secara visual ada tidaknya bahan partikulat pada
sediaan infus dekstrosa 5% yang telah dibuat. Bahan partikulat
merupakan zat asing, tidak larut dan melayang, kecuali gelembung
gas yang tanpa disengaja ada dalam larutan parenteral (Depkes RI,
1995). Dimana setelah dilakukan pengamatan didapatkan bahwa dalam
sediaan yang telah dibuat tidak ditemukan adanya bahan partikulat.
Kemudian dilakukan uji kebocoran pada wadah sediaan dengan cara
sediaan dibalikkan dan diletakkan kertas saring dibawahnya, dan
diamati ada tidaknya kebocoran pada wadah yang ditandai dengan
adanya cairan pada kertas saring tersebut. Dimana setelah dilakukan
pengujujian didapatkan bahwa wadah sediaan yang digunakan tidak
mengalami kebocoran yang ditandai dengan kertas saring yang
digunakan tidak basah ketika dilakukannya pengujian. Pengujian yang
terakhir adalah uji pH pada sediaan yang dibuat dengan cara
melakukan kalibrasi terlebih dahulu pada alat pH meter yang
digunakan, kemudian sediaan yang akan diuji dituangkan pada gelas
beker. Dicelupkan pH meter ke dalam cairan infus, didiamkan
beberapa saat kemudian diamati pH yang dihasilkan pada alat pH
meter. Pada pengujian didapatkan hasil bahwa pH sediaan infus yang
dibuat adalah 5,54 sehingga dapat dikatakan sediaan yang dibuat
tersebut masih berada pada rentang pH stabilnya yaitu antara
3,5-6,5 (Depkes RI, 1995). Sediaan infus dekstrosa 5 % harus
memiliki pH diantara 3,5-6,5 karena apabila pH terlalu asam akan
menyebabkan terbentuknya karamel dan akan terdekomposisi dan
berwarna coklat pada pH yang lebih basa (Kibbe, 2000). Sehingga
apabila tidak berada pada pH stabilnya dapat dipastikan infus
dekstrosa yang dibuat tidak akan dapat menghasilkan efek terapi
seperti yang diinginkan bahkan tidak akan dapat digunakan sebagai
infus karena pemberiaannya yang langsung melewati pembuluh darah
yang nantinya akan dapat membahayakan pasien. Setelah dilakukan
evaluasi pada sediaan, 1 sediaan yang tidak diperlakukan tadi
diberikan etiket dan dimasukkan kedalam kemasan sekunder dan
diberikan brosur. Didalam etiket juga harus diberi penandaan bahwa
sediaan yang dibuat bersifat sedikit hipotonis, sehingga dokter
dapat mengaplikasikan sediaan infus dekstrosa 5% ini pada pasien
dengan pelan-pelan untuk menghindari rasa sakit yang dirasakan
pasien. Kemudian sediaan disimpan pada pada suhu 2oC-25oC dan
terlindungi dari sinar matahari (McEvoy, 2002).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Tahapan pembuatan sediaan infus dekstrosa 5% dapat dilakukan
dengan cara melakukan sterilisasi alat terlebih dahulu, kemudian
tahapan formulasi, dan tahapan sterilisasi akhir pada sediaan yang
dibuat. Formulasi sediaan infus yang dibuat adalah :
R/Dekstrosa Monohidrat
5%
Karbon Aktif Granul
0,1%
Aqua pro injeksi
ad 100%
Sediaan infus dekstrosa 5% dibuat dengan mekanisme sterilisasi
menggunakan metode sterilisasi akhir panas basah (autoklaf) pada
suhu 121o C selama 15 menit dengan tekanan 15 psi.
2. Saran
Setelah melakukan praktikum dalam pembuatan formulasi sediaan
steril infus dekstrosa 5%, kelompok kami menyarankan untuk
praktikum selanjutnya waktu yang dibutuhkan dalam bekerja perlu
dipercepat sehingga proses sterilisasi akhir dapat langsung
dilakukan tanpa adanya jeda 1 hari. Dimana hal tersebut akan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan kestabilan pada sediaan dan adanya
kontaminasi yang mungkin terjadi pada sediaan.
DAFTAR PUSTAKAAlfanti, E. F. 2007. Pengaruh Infus Dekstrosa 2,5
% NaCl 0,45% terhadap Kadar Glukosa Darah Perioperatif pada Pasien
Pediatri. Semarang: Universitas Diponegoro.Allen, L.V. 2002. The
Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding.
Washington DC: American Pharmaceutical Association.
Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi
Keempat. Jakarta : UI Press
Baxter Corporation. 2014. Prescribing Information of 5% Dextrose
Ijection, USP/ 10% Dextrose Injection, USP in a Viaflex Plastic
Container. Revision on 30th July 2014. Canada: Baxter International
Inc.BPOM RI. 2012. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Vol. 47
2012 s/d 2013. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia.Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Fang, Z., R. L. Smith Jr., J.A. Kozinski, T. Minowa, K. Arai.
2011. Reaction Of D-Glucose In Water At High Temperatures (410oc)
And Pressures (180 Mpa) For The Production Of Dyes And
Nano-Particles. The Journal of Supercritical Fluids, Vol. 56, Hal.
41-47.Jenkins, G. L., D. E. Francke, E. A. Brecht, and G. J.
Sperandio. 1957. Scovilles: The Art of Compounding. New York:
MC-Graw Hill Book Companies.Kathleen, P. 1999. Martindale : The
Complete Drug Reference 32nd Edition. London: Pharmaceutical
Press.Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients
Third Edition. London: Pharmaceutical Press (PhP). Hal 175.
Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients Third
Edition. London: Pharmaceutical Press (PhP).Lachman, L., H. A.
Libermen, dan J.L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.
Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of
America: American Society of Health System Pharmcists.
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of
America: American Society of Health System Pharmcists.
Mirtallo, Jay et al. 2004. Safe Practices for Parenteral
Nutrition. Journal of Parenteral and Enternal Nutrition. Vol. 28
(6): S39-S70Nema, S and J.D Ludwig. 2010. Pharmaceutical Dosage
Forms: Parenteral Medications. Third edition. New York: Informa
HealthcareNiazi, S.K. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Manufacturing Formulations: Sterile Products Second Edition. Volume
6. Boka Raton : CRC PressPratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rachmawati, H. 2010. Sediaan Steril. Bandung: Fakultas Farmasi
Institut Teknologi Bandung.Reynolds, J. E. F. 1989. Martindale The
Extra Pharmacopea Twenty-nineth Edition Book 1. London:
Pharmaceutical Press (PhP).
Rowe, R. C., P.J. Sheskey, dan M.E. Quinn. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London: Pharmaceutical
Press.Salawu, M. O., Oloyede, O.B. Oladiji, A.T., Yakubu, M.T.,
Atata, R.F. 2010. Effect of delayed sterilization on the production
of intravenous fluids (parenterals). African Journal of
Biotechnology Vol. 9(41), pp. 6948-6951. Agoes, G. 2009. Sediaan
Farmasi Steril. Bandung: Penerbit ITB.Sultana, Y., J. Hamdard, and
H. Nagar. 2007. Pharmaceutical Microbiology and Biotechnology
Sterilization Methods and Principles. New Delhi: Department of
Pharmaceutics Faculty of Pharmacy.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference
Thirty-Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press.
Trissel, C.A. 2003. Handbook on Injectable Drugs 12th edition
book 2. USA: American Society of Health- System Pharmacist
IncVoigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Ke-5.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.LAMPIRAN
Diamati secara visual meliputi warna, bau dan penampilan fisik
sediaan.
Dicatat warna, bau dan penampilan fisik sediaan yang
diperoleh.
Sediaan steril infus dextrosa 5%
Sediaan steril infus dextrosa 5% dan water for injection
dimasukkan kedalam masing-masing tabung reaksi.
Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang berdifusi, tegak lurus
kearah bawah tabung dengan latar belakang hitam.
Dibandingkan kejernihan antar kedua tabung, dicatat hasil yang
diperoleh.
Sediaan steril infus intravena dextrosa 5%
Dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dilakukan pengamatan secara
visual ada tidaknya bahan partikulat dengan latar belakang
hitam.
Dicatat hasil yang diperoleh.
Sediaan steril infus intravena dextrosa 5%
Dibalik sehingga tutup botol berada di bagian bawah serta
diletakkan kertas saring dibawahnya.
Diamati terjadinya kebocoran yang ditandai dengan keluarnya
sediaan dari botol infus dan kertas saring menjadi basah.
Dicatat hasil yang diperoleh.
Dimasukkan sejumlah cairan infus dextrosa 5% ke dalam beaker
glass
Dilakukan kalibrasi alat pH meter. Dicelupkan pH meter ke dalam
cairan infus, didiamkan beberapa saat kemudian diamati ph yang
dihasilkan pada alat pH meter.
Dicatat pH sediaan yang dihasilkan pada alat pH meter.
Gambar 2. Larutan Dekstrosa sebelum ditambahkan arang aktif
Gambar 1. Karbon aktif setelah diaktivasi
Gambar 4. Penyaringan Pertama
Gambar 3. Larutan Dekstrosa setelah penambahan 0,45 gram karbon
aktif
Gambar 6. Penyaringan Ketiga
Gambar 5. Penyaringan Kedua
Gambar 8. Penyaringan Kelima
Gambar 7. Penyaringan Keempat
iii