Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktikum ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk menujukkan bahwa elemen esensial dibutuhkan, tanaman ditumbuhkan dalam lingkungan percobaan yang mana salah satu elemen dihilangkan (tidak diberikan). Kondisi tersebut tidak dapat diaplikasikan atau diterapkan pada medium yang kompleks, tanah misalnya. Nicholas-Theodore de Saussure, Julius Von Sachs, Jean Baptiste-Joseph, Dieudonne Boussingault dan Wilhem Knop menemukan alternatif untuk kendala tersebut, yaitu dengan menumbuhkan tanaman pada larutan nutrisi yang mengandung garam-garam organik saja. Metode tersebut membuktikan bahwa tumbuhan dapat memebuhi kebutuhannya hanya dari elemen-elemen anorgnik dan cahaya matahari saja. Teknik menumbuhkan tanaman tersebut adalah teknik hidroponik (Gericke, 1937). Pengembangan komoditas sayuran secara kuantitas dan kualitas dihadapkan pada semakin sempitnya lahan pertanian yang subur, terutama di Pulau Jawa. Sampai saat ini, kebutuhan konsumen terhadap sayuran yang berkualitas tinggi belum dapat dipenuhi dari sistem pertanian konvensional. Salah satu cara untuk menghasilkan produk sayuran yang berkualitas tinggi
21

Laporan Biotum

Dec 26, 2015

Download

Documents

Afaf Ashari

Laporan akhir praktikum biologi tumbuhan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Biotum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktikum ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk menujukkan bahwa

elemen esensial dibutuhkan, tanaman ditumbuhkan dalam lingkungan percobaan

yang mana salah satu elemen dihilangkan (tidak diberikan). Kondisi tersebut tidak

dapat diaplikasikan atau diterapkan pada medium yang kompleks, tanah misalnya.

Nicholas-Theodore de Saussure, Julius Von Sachs, Jean Baptiste-Joseph,

Dieudonne Boussingault dan Wilhem Knop menemukan alternatif untuk kendala

tersebut, yaitu dengan menumbuhkan tanaman pada larutan nutrisi yang

mengandung garam-garam organik saja. Metode tersebut membuktikan bahwa

tumbuhan dapat memebuhi kebutuhannya hanya dari elemen-elemen anorgnik dan

cahaya matahari saja. Teknik menumbuhkan tanaman tersebut adalah teknik

hidroponik (Gericke, 1937).

Pengembangan komoditas sayuran secara kuantitas dan kualitas

dihadapkan pada semakin sempitnya lahan pertanian yang subur, terutama di

Pulau Jawa. Sampai saat ini, kebutuhan konsumen terhadap sayuran yang

berkualitas tinggi belum dapat dipenuhi dari sistem pertanian konvensional. Salah

satu cara untuk menghasilkan produk sayuran yang berkualitas tinggi secara

kontinyu dengan kuantitas yang tinggi per tanamannya adalah budidaya dengan

sistem hidroponik.

Pengembangan hidroponik di Indonesia cukup prospektif mengingat

beberapa hal sebagai berikut, yaitu permintaan pasar sayuran berkualitas yang

terus meningkat, kondisi lingkungan/ iklim yang tidak menunjang, kompetisi

penggunaan lahan, dan adanya masalah degradasi tanah. Kendala pada sistem

pertanian konvensional di Indonesia terjadi karena Indonesia merupakan negara

tropis dengan kondisi lingkungan yang kurang menunjang seperti curah hujan

yang tinggi. Kondisi tersebut dapat mengurangi keefektifan penggunaan pupuk

kimia di lapangan karena pencucian hara tanah, sehingga menyebabkan

pemborosan dan mengakibatkan tingkat kesuburan tanah yang rendah dengan

produksi yang rendah secara kuantitas maupun kualitas. Suhu dan kelembaban

Page 2: Laporan Biotum

udara tinggi sepanjang tahun cenderung menguntungkan perkembangan gulma,

hama, dan penyakit. Di dataran tinggi, masalah erosi tanah dan persistensi

organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produktivitas

tanaman petani.

1.2 Tujuan

Menentukan pengaruh nutrisi terhadap pertumbuhan tanaman pada media

tumbuh hidroponik.

Menentukan kandungan gula pada tanaman hidroponik Ipomoea aquatica

secara kualitatif dengan reagen benedict dan secara kuantitatif dengan

spektrofotometer.

Menentukan pigmen tanaman hidroponik (Ipomoea aquatica) dengan

metode kromatografi kertas dan Winterman de Mots.

Menentukan kandungan Ammonium pada medium tumbuh hidroponik

dengan reagen Nessler.

Menentukan kandungan Nitrat pada medium tumbuh hidroponik dengan

Metode Brusin.

1.2 Hipotesis (BELUM)

Page 3: Laporan Biotum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kultur Hidroponik

Kultur hidroponik adalah metode penanaman tanaman tanpa menggunakan

media tumbuh dari tanah. Secara harafiah hidroponik berarti penanaman dalam

air yang mengandung campuran hara. Dalam praktek sekarang ini, hidroponik

tidak terlepas dari penggunaan media tumbuh lain yang bukan tanah sebagai

penopang pertumbuhan tanaman.

Menurut Raffar (1993), sistem hidroponik merupakan cara produksi tanaman

yang sangat efektif. Sistem ini dikembangkan berdasarkan alasan bahwa jika

tanaman diberi kondisi pertumbuhan yang optimal, maka potensi maksimum

untuk berproduksi dapat tercapai. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan

sistem perakaran tanaman, di mana pertumbuhan perakaran tanaman yang

optimum akan menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat

tinggi. Pada sistem hidroponik, larutan nutrisi yang diberikan mengandung

komposisi garam-garam organik yang berimbang untuk menumbuhkan perakaran

dengan kondisi lingkungan perakaran yang ideal. Beberapa pakar hidroponik

mengemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan sistem hidroponik

dibandingkan dengan pertanian konvensional (Del Rosario dan Santos 1990;

Chow 1990).

Kelebihan sistem hidroponik antara lain adalah :

1) penggunaan lahan lebih efisien,

2) tanaman berproduksi tanpa menggunakan tanah,

3) tidak ada resiko untuk penanaman terus menerus sepanjang tahun,

4) kuantitas dan kualitas produksi lebih tinggi dan lebih bersih,

5) penggunaan pupuk dan air lebih efisien,

6) periode tanam lebih pendek, dan

Page 4: Laporan Biotum

7) pengendalian hama dan penyakit lebih mudah.

Kekurangan sistem hidroponik, antara lain adalah :

1) membutuhkan modal yang besar;

2) pada “Close System” (nutrisi disirkulasi), jika ada tanaman yang terserang

patogen maka dalam waktu yang sangat singkat seluruh tanaman akan terkena

serangan tersebut; dan

3) pada kultur substrat, kapasitas memegang air media substrat lebih kecil daripada

media tanah; sedangkan pada kultur air volume air dan jumlah nutrisi sangat

terbatas sehingga akan menyebabkan pelayuan tanaman yang cepat dan stres

yang serius.

2.2 Tanaman Kangkung (Ipomoea aquatica)

Ipomoea aquatica

Scientific classification

Kingdom: Plantae

(unranked): Angiosperms

(unranked): Eudicots

Page 5: Laporan Biotum

(unranked): Asterids

Order: Solanales

Family: Convolvulaceae

Genus: Ipomoea

Species: I. aquatica

Binomial name

Ipomoea aquatica

Forssk.

Kangkung air (Ipomoea Aquatica) merupakan sejenis tumbuhan yang

termasuk jenis sayur-sayuran dan ditanam sebagai makanan. Kangkung banyak

terdapat di kawasan Asia dan merupakan tumbuhan yang dapat dijumpai hampir di

mana-mana terutama di kawasan berair (Anonim, 2011).

Kangkung termasuk suku Convolvulaceae atau keluarga

kangkungkangkungan, merupakan tanaman yang tumbuh cepat dan memberikan

hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Tanaman dengan panjang 30-50 cm

ini merambat pada lumpur

2.3 Pengaruh Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Gejala defisiensi hara atau kahat hara secara visual umumnya telah cukup

membantu dalam mendiagnosis gangguan hara. Apabila tanaman tidak menerima

hara yang cukup maka pertumbuhannya akan lemah dan perkembangannya tampak

abnormal. Menurut Baligar dan Duncan (1990) diagnosis defisiensi hara pada

Page 6: Laporan Biotum

tanaman dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan diagnosis

gejala visual dan analisis tanaman.

Semua tanaman hijau memerlukan seperangkat dasar hara mineral yang sama

dan berbagai unsur digunakan oleh tanaman yang berbeda untuk menghasilkan

tujuan akhir yang sama. Tanaman tingkat tinggi membutuhkan 13 jenis hara esensial

yang terdiri atas kelompok hara makro dan mikro, meskipun pengelompokan tersebut

masih diperdebatkan karena hara mikro tertentu dapat menjadi hara makro untuk

tanaman lain (Marschner, 1986). Diagnosis berdasarkan gejala visual di lapangan

sangat komplek dan sulit, terutama bila kejadian kahat lebih dari satu hara mineral

secara simultan atau kahat hara tertentu bersamaan dengan toksik hara yang lain.

Salah satu metode untuk menentukan unsur hara esensial bagi tanaman adalah

dengan menganalisis secara kimia semua unsur yang dikandung oleh tumbuhan

sehat.

Kebutuhan tanaman yang satu dengan yang lainnya terhadap hara berbeda,

baik mengenai jumlahnya atau bahkan juga jenisnya. Untuk mengetahui kebutuhan

unsur-unsur yang diperlukan tanaman dapat dilakukan dengan teknik water-culture

(hidroponik). Suatu tanaman apabila kekurangan unsur hara akan mengalami

gangguan pertumbuhan dan penyakit akibat kahat unsur hara ini dapat ditangani

dengan memberikan unsur hara yang kekurangan tersebut. Marschner (1986)

mengatakan tanaman yang kahat Nitrogen, pertumbuhannya lamban daun pucat dan

tidak hijau berseri warnanya. Bila kekurangannya sangat parah maka daun akan

berubah menjadi hijau muda dan kuning dan daun yang paling bawah (dewasa) yang

menderita dulu kemudian terus keatas (Wijayani dkk, 1998). Tanaman yang kahat

Fosfor, warna daun berubah lebih tua tetapi tidak merata sedangkan akar tumbuh

tidak sempurna. Apabila tanaman kahat Kalium, daun paling bawah berubah warna

menjadi coklat dengan bercak-bercak gelap dan dalam keadaan parah daun menjadi

keriting. Sedangkan tanaman yang kahat Kalsium maka daun akan tumbuh tidak

normal. Rai (2002) mengatakan tanaman yang kahat hara Magnesium maka klorofil

tidak terbentuk karena unsur tersebut esensial bagi molekul klorofil.

Page 7: Laporan Biotum

2.4 Metode yang digunakan dalam pengukuran kandungan glukosa, pigmen

klorofil, dan nitrat

Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena

mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kearah kanan. Di alam, glukosa

terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Dalam alam glukosa dihasilkan dari

reaksi antara karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil

dalam daun. Proses ini disebut fotosintesis dan glukosa yang terbentuk terus

digunakan untuk pembentukan amilum atau selulosa.

Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa, karena terdiri atas 6-

rantai atau cincin Karbon. Atom-atom Hidrogen dan Oksigen terikat pada rantai atau

cincin ini secara terpisah atau sebagai gugus hidroksil (OH). Ada tiga jenis heksosa

yang penting dalam ilmu gizi yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa. Ketiga macam

monosakarida ini mengandung jenis dan jumlah atom yang sama, yaitu 6 atom

Karbon, 12 atom Hidrogen dan 6 atom Oksigen. Perbedaannya hanya terletak pada

cara penyusunan atom-atom Hidrogen dan Oksigen di sekitar atom-atom Karbon.

Perbedaan dalam susunan atom inilah yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat

kemanisan, daya larut dan sifat lain ketiga monosakarida tersebut. Monosakarida

yang terdapat di alam pada umumnya terdapat dalam bentuk isomer dekstro (D).

Gugus hidroksil pada atom karbon nomor 2 terletak di sebelah kanan. Struktur

kimianya dapat berupa struktur terbuka atau struktur cincin (Poedjiadi, A., 2006).

Klorofil adalah pigmen hijau yang ada dalam kloroplastida. Pada umumnya

klorofil terdapat pada kloroplas sel-sel mesofil daun, yaitu pada sel-sel parenkim

palisade dan atau parenkim bunga karang. Dalam kloroplas, klorofil terdapat pada

membran thylakoid grana. Pada tumbuhan tingkat tinggi terdapat dua jenis klorofil

yaitu klorofil-a dan klorofil-b. Pada keadaan normal, proporsi klorofil-a jauh lebih

banyak daripada klorofil-b. Selain klorofil, pada membran thylakoid juga terdapat

pigmen-pigmen lain, baik yang berupa turunan-turunan klorofil-a maupun pigmen

Page 8: Laporan Biotum

lainnya. Kumpulan bermacam-macam pigmen fotosintesis disebut fotosintem,

berperan menjerap energi cahaya (foton, kuantum) pada reaksi terang untuk

menghasilkan energi kimia berupa ATP dan NADPH2. Contoh turunan klorofil-a

yang berperan penting pada fotosintesis adalah feofitin (kloforil-a yang kehilangan

inti Mg, menjadi salah satu komponen fotosintem II), pigmen yang peka terhadap λ

680 nm (P680 = sebagai pusat reaksi fotosistem II) , dan P700 (menjadi pusat reaksi

fotosintem I). Pigmen yang lain antara lain carotenoida dan Xantofil (Taiz &

Zeiger, 2003).

Page 9: Laporan Biotum

Molekul klorofil tersusun atas 4 cincin pirol dengan Mg sebagai inti. Pada klorofil

terdapat rangkaian yang disebut fitil (C20H39O) yang jika terkena air dengan pengaruh

enzim klorofilase akan berubah menjadi fitol (C20H39OH). Fitol adalah alkohol primer

jenuh yang mempunyai daya afinitas yang kuat terhadap O2 dalam proses reduksi

klorofil.

Gambar : Struktur Klorofil

Sifat fisik klorofil adalah menerima dan atau memantulkannya dalam gelombang

yang berlainan (berpendar = berfluorescens). Klorofil banyak menyerap sinar dengan

panjang gelombang antara 400-700 nm, terutama sinar merah dan biru. Sifat kimia

klorofil menurut antara lain (1) tidak larut dalam air, melainkan larut dalam pelarut

organik yang lebih polar, seperti etanol dan kloroform, (2) inti Mg akan tergeser oleh 2

atom H bila dalam suasana asam, sehingga membentuk suatu persenyawaan yang disebut

feofitin yang berwarna coklat.

Perkembangan kloroplas secara fungsional berasal dari proplastida yang ada pada

kecambah. Seiring dengan berkembangnya daun pada kecambah, proplastida

berkembang menjadi etioplas yang khas dengan badan prolamelar-nya. Oleh adanya

cahaya yang cukup, badan prolamelar akan membentuk tilakoid dari kloroplas

fungsional. Sintesis klorofil pada Angiospermae tergantung pada cahaya. Prekursor untuk

Page 10: Laporan Biotum

sintesis klorofil adalah protoklorofilid yang disintesis dari protoporfirin IX oleh

magnesium menjadi cincin porfirin. Protoklorofilid diubah menjadi klorofilid a

kemudian berkembang menjadi klorofil a melalui proses fitilasi (dengan

penambahan fitil). Bila klorofil a teroksidasi maka akan menjadi klorofil b (Taiz

& Zeiger, 2003).

Nitrat dibentuk dari Asam Nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses

oksidasi katalitik. Nitrat adalah bentuk senyawa yang stabil dan keberadaannya

berasal dari buangan pertanian, pupuk, kotoran hewan dan manusia dan

sebagainya.

2.4.1 Metode Witermans de Mots

Metode penentuan klorofil adalah dengan teknik Spektroskopi dengan

spektrofotometer UV. Pengukuran kadar klorofil secara spektrofotometrik

didasarkan pada hukum Lambert–Beer yang menyatakan bahwa besarnya serapan

(A) proporsional dengan besarnya konsentrasi (c) dari zat uji. Secara matematis

Hukum Lambert-Beer dinyatakan dengan persamaan

A = εbc

Dimana:

ε = epsilon atau Absorptivitas Molar (M-1cm-1)

b = lebar celah (cm)

c = konsentrasi (M)

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa serapan (A) tidak memiliki

satuan dan biasanya dinyatakan dengan unit absorbansi. Absorptivitas Molar pada

persamaan di atas adalah karakteristik suatu zat yang menginformasikan berapa

banyak cahaya yang diserap oleh molekul zat tersebut pada panjang gelombang

tertentu. Semakin besar nilai Absorptivitas Molar suatu zat maka semakin banyak

cahaya yang diabsorbsi olehnya, atau dengan kata lain nilai serapan (A) akan

semakin besar. Hukum Lambert-Beer di atas berlaku pada larutan dengan

konsentrasi kurang dari sama dengan 0.01 M untuk sebagian besar zat

(Praharyawan, 2012).

Page 11: Laporan Biotum

Ada beberapa metode untuk menghitung kadar klorofil total, klorofil a dan

kolrofil b yang telah dirumuskan. Salah satunya adalah :

Metode Wintermans and De Mots (1965), menggunakan palarut ethanol (ethyl

alchohol) 96 % dan mengukur absorbansi (A) larutan klorofil pada panjang

gelombang (λ) = 649 dan 665 nm.

Larutan yang berwarna akan menyerap panjang gelombang sinar tertentu.

Setiap larutan akan menyerap panjang gelombang tertentu secara maksimal.

Angka serapan terbesar untuk panjang gelombang tertentu menggambarkan

panjang gelombang yang paling sesuai untuk larutan tersebut. Angka ini akan

tergantung dari jenis zat terlarut dan pelarutnya. Semakin banyak zat terlarut akan

menyerap panjang gelombang tertentu lebih besar. Dengan demikian perbedaan

serapan sinar menunjukkan intensitas zat terlarut yang diukur. Ada hubungan

antara penyerapan sinar atau panjang gelombang tertentu denan konsentrasi

larutan. Besarnya sinat diserap larutan disebut “Optical density (OD) atau nilai

Absorbansi . Sebagian sinar yang tidak terserap merupakan sinar yang dilewatkan

(transmit), disebut nilai transmitan. Biasanya dinyatakan dalam persen (%)

(Edward, et al, 1983).

2.4.2 Metode Kromatografi Kertas

Daun sebagai organ fotosintetik memiliki bermacam-macam pigment

aseptor elektron yang mendukung proses fotosintesis. Untuk melihat macam

pigmen harus dilakukan ekstraksi jaringan daun, kemudian dilakukan pemisahan.

Pigmen daun dapat dideterminasi secara kualitatif dan kuantitatif. Secara

kualitatif, macam pigmen daun dapat dideteksi dengan metode kromatografi.

Ada beberapa macam teknik kromatografi, dari teknik yang sederhana sampai

teknik modern. Teknik sederhana dapat dilakukan dengan Kromatografi Kertas

(KKt) dengan menggunakan kertas Watmann 3.

Deteksi cara sederhana terhadap macam pigmen daun dengan teknik

kromatografi kertas pada dasarnya melakukan pemisahan zat dengan

menggunakan larutan pengembang (eluen) yaitu campuran pelarut organik

dengan perbandingan tertentu yang sesuai sessuai sifat zat dalam ekstrak pigmen

daun yang hendak dipisahkan. Setelah ekstrak pigmen daun yang ditotolkan pada

kertas Watmann 3 dicelupkan dalam larutan pengembang dalam bejana tertutup

yang jenuh uap larutan pegembang, zat yang paling larut akan merambat dengan

Page 12: Laporan Biotum

lebih cepat pada kertas Watmann, begitu pula sebaliknya. Karena itu akan

diperoleh jarak rambat golongan zat yang satu dengan golongan zat lain yang

berbeda tingkat kelarutannya dalam larutan pengembang (Edward, et al, 1983).

2.4.3 Metode Pengukuran Konsentrasi Gula Tereduksi

Untuk menguji konsentrasi gula pereduksi digunakan reagen Benedict.

Pereaksi Benedict terdiri dari Kupri sulfat, Natrium sitrat dan Natrium karbonat.

Dimasukkan sekian mL pereaksi dalam tabung reaksi lalu sekian tetes larutan,

kemudian tabung reaksi ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Timbulnya

endapan warna hijau, kuning atau merah orange menunjukkan adanya gula pereduksi

(Dewitt, 2005).

2.4.4 Metode Kuantifikasi Kandungan Nitrat dengan Brusin

Metode yang umum digunakan dalam penentuan kadar Nitrat adalah

metode Brusin-Spektrofotometri. Prinsip dari metode tersebut yaitu, nitrat dalam

suasana asam dengan Brusin Sulfat dan Asam Sulfanilat membentuk senyawa

kompleks yang berwarna kuning. Warna kuning yang terjadi diukur intensitasnya

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang tertentu (Alianto, et al, 2013).

Page 13: Laporan Biotum

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A.; Jane B. Reece and Lawrence G.Mitchell. 1999. Biology. Addison-

Wesley, Inc. California

Edwards,Gerry and David Walker. 1983. C3, C4 : Mechanisms and cellular and

environmental regulation, of photosynthesis. Blackwell Sci. Publ. Melbourne.

Harborne,J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penerbit ITB Bandung

Raven,Peter H.; Ray F.Evert and Susan E. Eichhorn. Biology of Plants. 3rd Ed. Worth

Rosliani, Rini., Sumarni, Nani. (2005). Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem

Hidroponik.Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Ross, Cleon W. - . Plant Physiology Laboratory Manual. Wadsworth Publ. Comp, Inc.

Belmont, California Publisher. USA

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1985. Plant Physiology. Wadsworth Publ.Comp. Inc.

USA.

Taiz, Lincoln and Eduardo Zeiger. 1991. Plant Physiology. The Benjamin/ Cummings

Publ.Comp.Inc. California

Wijayani, Ari., & Indradewa, Didik. (2004). Jurnal publikasi: Deteksi Kahat Hara N, P,

K, Mg dan Ca pada Tanaman Bunga Matahari dengan Sistem Hidroponik. Solo:

Pertanian UNS

Page 14: Laporan Biotum
Page 15: Laporan Biotum