Laporan Praktikum 2012 Teknik Penyimpanan dan Penggudangan
Hari/Tanggal : Jumat, 30 Maret
Gol/Kel Dosen
: P1 : Ir. Sugiarto,
M.Si Ir. Ade Iskandar, M.Si Asisten : 1. 2.
PENYIMPANAN BEBUAHAN UTUHDisusun oleh 1. Nadhif Nabhan Rabbani
2. Heldinnie Gusty Atiqah 3. Ratna Rucitra F34100008 F34100012
F34100031
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI
PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bebuahan adalah salah satu komoditi pertanian
yang banyak tumbuh di Indonesia dan banyak dikonsum. Akan tetapi
bebuahan yang ada di pasaran tidak selalu dalam keadaan utuh dan
bagus. Hal tersebut karena bebuahan merupakan jenis pangan yang
mudah rusak. Maka dari itu diperlukan penyimpanan yang baik
terhadap bebuahan. Penyimpanan merupakan salah satu hal yang
terpenting dalam menjaga kualitas dari sebuah produk, baik dari
produk segar maupun olahan sempurna. Melalui teknik penyimpanan
produk-produk pertanian segar, setengah jadi ataupun olahan dapat
bertahan lebih lama. Tentunya harapan dari penyimpanan adalah
produk dapat bertahan lebih lama sehingga dapat dikonsumsi
sepanjang waktu tanpa adanya perubahan kualitas yang signifikan
terhadap rasa, aroma, dan juga warna. Kandungan air dalam buah
cukup tinggi sehingga memungkinkan bakteri dan mikroba lain tumbuh
di dalamnya dan hal ini bisa menurunkan mutu komoditi tersebut.
Penurunan mutu lainnya disebabkan karena bebuahan setelah dipetik
masih melakukan proses metabolisme dan aktivitas respirasi.
Jaringan pada bebuahan yang telah dipetik aktif melakukan respirasi
yang bertujuan untuk mempertahankan hidupnya dengan cara merombak
pati menjadi gula. Pada proses tersebut, dihasilkan air secara
terus menerus sehingga mengakibatkan kelayuan saat penyimpanan
karena praktis tidak ada suplai air lagi. Praktikum kali ini
dilakukan untuk mencoba untuk menguji komoditas bebuahan yang
disimpan dalam kondisi yang berbeda-beda. Pengetahuan ini sangat
penting, terutama pada skala industri yang sangat memperhatikan
nilai ekonomis.
Pengetahuan terhadap jenis dan tingkat kerusakan bebuahan serta
faktor-faktornya dapat memberikan wawasan terhadap jenis
penyimpanan yang tepat terhadap jenis bebuahan yang ada. Kondisi
penyimpanan yang baik dan tepat dapat memperpanjang umur simpan
serta keawetan bebuahan serta mempertahankan nilai gizi yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
A. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi
perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, mengidentifikasi
pengaruh kemasan terhadap perubahan mutu bebuahan selama
penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh suhu terhadap perubahan mutu
bebuahan dan sayuran selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh
penanganan pra penyimpanan terhadap perubahan mutu bebuahan selama
penyimpanan, menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai untuk
komoditi bebuahan maupun sayuran.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
plastik HDPE dan LDPE, neraca analitik, colortec colormeter,
penetrometer, refrakrktometer, buret, labu ukur dan pH meter. Bahan
komoditi bebuahan yang diamati adalah pepaya dan jeruk. Baahn
lainnya adalah larutan iodin.
B. Metode
Bebuahan utuh
Dilakukan penanganan pra penyimpanan Pengupasan untuk pepaya dan
pembersihan untuk jeruk
Dimasukkan kedalam kemasan
Penyimpanan bebuahan utuh Susut bobot Bebuahan ditimbang
Penimbangan dilakukan selama 2 minggu Perhitungan : % susut bobot =
(bobot awal bobot akhir)/bobot awal x 100% Perubahan warna
Disiapkan alat colorimeter dan buah Sumber cahaya diarahkan pada
permukaan buah Tekan tombol colorimeter, hingga muncul nilai L, A,
dan B
Kekerasan Disiapkan buah dan penetrometer Diatur beban pada
penetrometer dan diatur jarum penunjuk skala kedalaman dengan angka
nol Penentuan waktu untuk buah 10 detik Buah ditempatkan di bawah
jarum Tombol ditekan hingga muncul skalanya Lakukan pengukuran pada
tempat berbeda (ujung, tengah, dan pangkal)
Kadar gula Buah diperas untuk mendapatkan cairannya
Refraktometer disiapkan dengan membersihkan permukaan kaca dengan
akuades Permukaan dikeringkan dan perasan bahan diteteskan Lalu
dibaca skala yang tampak pada gais batas gelap.
pH juice
Alat pH meter dikeringkan dan bilas dengan air suling
Bilas elektroda dengan contoh buah uji yang telah halus Elekroda
dicelupkan pada bahan hingga terbaca nilai pHnya
Tanda-tanda fisiologis Buah diamati secara visual
Diamati keadaan buah yang terlihat dari luar
Kadar vitamin C 10 gram buah dihaluskan dan ditambah 100 ml air
destilata Lalu dimasukkan pada gelas ukur 250 ml tepatkan hingga
tanda tera dengan menambah air bilasan dan disaring dengan kapas
Filtrat diambil 25 ml dan dimasukkan pada erlenmeyer
Tambah 1 ml kanji 10 %dan titrasi dengan yod 0,01 N hingga
berubah warna Perhitungan mg asam askorbat : A= ml yod 0,01 N x
0.88 x jumlah pengenceran x 100 gram bobot buah
Sensori
Buah diamati secara visual
Dilakukan pencatatan perubahan bau Perubahan selama penyimpanan
dicatat
Pertumbuhan mikroorganisme Buah diamati secara visual
Diamati keberadaan miselia atau air (busuk)
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan (terlampir)
B. Pembahasan Penyimpanan merupakan salah satu cara yang dapat
mempertahankan mutu produk yang masih hidup, memperpanjang daya
guna, menghindarkan banjirnya produk ke pasar pada waktu
produksinya melimpah dan menjaga kesinabungan pemasaran, sehingga
dapat mengendalikan fluktuasi harga dan akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan petani dan pedagang. Penyimpanan merupakan
salah satu hal yang terpenting dalam menjaga kualitas dari sebuah
produk, baik dari produk segar maupun olahan sempurna. Melalui
teknik penyimpanan produk-produk pertanian segar, setengah jadi
ataupun olahan dapat bertahan lebih lama. Tentunya harapan dari
penyimpanan adalah produk dapat bertahan lebih lama sehingga dapat
dikonsumsi sepanjang waktu tanpa adanya perubahan kualitas yang
signifikan terhadap rasa, aroma, dan juga warna. Bebuahan segar
melanjutkan transpirasi dan respirasi serta mengalami perubahan
warna, tekstur dan kualitas gizi selama penyimpanan.
Perubahan-perubahan ini dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan
kondisi lingkungan sekitarnya. Vitamin seperti thiamin bersifat
tidak stabil, oleh karena itu mengalami degradasi selama
penyimpanan. Asam askorbat (vitamin C) mudah hilang dari komoditas
bebuahan yang disimpan dibawah kondisi aerob. Kehilangan
komponen-komponen tersebut meningkat seiring dengan kenaikan suhu
penyimpanan dan lamanya periode penyimpanan. Kerusakan mekanis
terhadap jaringan tanaman selama pemanenan dan penanganan mungkin
juga memberikan kontribusi terhadap kehilangan asam askorbat
(Pantastico, 1989).
Faktor terpenting yang mempengaruhi umur simpan adalah kualitas
komoditas pada saat panen. Faktor-faktor lain yang harus
diperhitungkan selama penyimpanan antara lain suhu, kelembaban
udara (RH) dan sanitasi (Suharto,1991). Oleh karena itu, dalam
melakukan pembelian konsumen harus memilih komoditas yang memiliki
tingkat kemasakan yang direkomendasikan (spesifik untuk setiap
komoditas) serta tidak terdapat kerusakan fisik seperti memar,
terpotong dan sebagainya. Rusaknya permukaan dan memar dapat
meningkatkan kerentanan terhadap kehilangan air, serangan bakteri
dan jamur. Buah-buahan sangat penting bagi kelengkapan menu makanan
di rumah kita. Terutama jika makanan yang disajikan berpotensi
mengandung radikal bebas (makanan yang dibakar, maka sebaiknya
sesegera mungkin mengkonsumsi buahbuahan. Buah-buahan umumnya
mengandung vitamin C yang akan mengikat radikal bebas tersebut
sehingga tidak sampai merusak sel-sel tubuh. Buah-buahan yang
berwarna orange seperti pepaya juga mengandung pro Vitamin A yang
sangat bagus bagi kesehatan mata (Pantastico, 1989). Bebuahan
mengalami transpirasi dan tetap melanjutkan respirasi setelah
dipanen. Oleh karena itu semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
distribusi buah-buahan tersebut dari lahan sampai dengan konsumen
maka nilai gizinya akan semakin menurun. Karena alasan tersebut,
disarankan untuk membeli buah-buahan lokal dibandingkan dengan
buah-buahan impor karena nutrisi yang terkandung di dalamnya
relatif masih banyak karena waktu tempuh mulai lahan sampai dengan
konsumen lebih pendek. Penyimpanan bebuahan tidak berbeda jauh
dengan penyimpanan sayuran. Namun harus diingat bahwa terdapat dua
jenis buah-buahan yaitu klimakterik dan non klimakterik.
Buah-buahan klimakterik akan memiliki laju respirasi yang lebih
besar dibandingkan dengan buah-buahan non klimakterik sehingga
buah-buahan
klimakterik akan memiliki laju kerusakan lebih besar
dibandingkan dengan buahbuahan non klimakterik (Suharto,1991).
Untuk menghambat laju respirasi sebaiknya buah-buahan
klimakterik disimpan di dalam pendingin (kulkas), mengingat dalam
suhu yang lebih rendah maka respirasi buah-buahan tersebut akan
lebih rendah sehingga susut berat dan kehilangan nutrisi dapat
dikendalikan. Penyimpanan komoditi pertanian merupakan aspek
penanganan pasca panen yang penting terutama dalam mempertahankan
mutu komoditi tersebut sebelum dikirim ke pengguna. Dalam
penyimpanan tersebut perlu dikontrol kandungan kadar air buah, suhu
dan kelembahan ruang penyimpan, intensitas cahaya, kandungan udara
(porsi O2, CO2, dan Nitrogen) sehingga komoditi tersebut tidak
cepat membusuk, matang terlau cepat, atau cepat layu. Banyak hal
harus diperhatikan dalam menyimpan bahan makanan tergantung dari
jenis bahan yang akan kita simpan. Untuk mendapatkan manfaat yang
optimal kita harus memperlakukan bahan makanan secara khusus sesuai
dengan sifat mereka masing-masing. Faktor-faktor yang paling
menentukan umur simpan bahan makanan antara lain; suhu
(temperature), kelembaban udara (RH = relative humidity),
persentase oksigen dan karbon dioksida di ruang penyimpanan
(modified atmosphere/control atmosphere storage) serta kualitas
bahan makanan pada awal penyimpanan (Suharto, 1991). Setiap bahan
makanan membutuhkan persyaratan yang berbeda, maka kombinasi yang
tepat bagi setiap bahan akan memperpanjang umur simpannya. Untuk
kebutuhan rumah tangga maka modified atmosphere/control atmosphere
storage tidak umum dilakukan. Oleh karena itu yang dibahas kali ini
hanya penyimpanan dalam ruangan suhu kamar dan penyimpanan dalam
pendingin (kulkas). Bebuahan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu berdasarkan sifat-sifat yang mudah teramati (dirasakan)
seperti kenampakan, warna, tekstur dan turgidity, serta berdasarkan
sifat-sifat yang kurang mudah teramati dari aroma dan nilai gizi.
Kemerosotan kualitas dapat terjadi berdasarkan faktor prapanen,
panen dan pascapanen (Williams, 1993).
Pada bagian pascapanen, terdapat kondisi-kondisi yang
berpengaruh terkait dengan penyimpanannya. Salah satunya adalah
faktor kemasan. Ini berpengaruh karena pengemasan merupakan suatu
cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan
pangan, termasuk didalamnya sesayuran dan bebuahan. Kondisi ini
mencakup kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan,
penyerapan dan interaksi oksigen, dan perubahan cita rasa (Buckle,
1985). Pengemasan dalam penyimpanan memiliki fungsi mempertahankan
kebersihan produk terkemas; memberi perlindungan terhadap kerusakan
fisik, air, oksigen dan sinar; mudah dibentuk sesuai rancangan; dan
memberi daya tarik visual (Buckle, 1985). Dari kelima fungsi
tersebut, fungsi yang lebih condong untuk diperhatikan dalam
praktikum adalah fungsi memberi perlindungan terhadap kerusakan
fisik, air, oksigen dan sinar. Ini berpengaruh terhadap kondisi
mutu bahan yang dikemas, yaitu sesayuran dan bebuahan. Pengemasan
yang digunakan dalam praktikum adalah penggunaan plastik
polyethylene. Ini merupakan volume terbesar dari plastik tipis
berlapis tunggal yang digunakan dalam industri pengemasan
fleksibel. Jenis PE terdapat dua, yaitu HDPE dan LDPE. HDPE atau
High Density Poly Ethylene dibuat dengan suhu dan tekanan rendah.
Karakteristiknya adalah memiliki ketahanan yang sangat baik
terhadap lemak dan minyak, air, asam dan basa. Sementara,
ketahanannya terhadap pelarut organik baik. Ini memberikan
perlindungan yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas
terhadap panas. Pada praktikum, HDPE yang digunakan adalah
perforated HDPE yaitu HDPE dengan banyak lubang di permukaannya.
Plastik pengemas berikutnya adalah LDPE atau Low Density Poly
Ethylene adalah plastik yang dibuat dengan tekanan dan suhu tinggi,
memiliki kemampuan menahan air yang baik, tetapi kurang baik dalam
menahan oksigen. Karakteristiknya adalah memiliki ketahanan yang
sangat baik terhadap air, asam, dan basa. Ketahanan terhadap
pelarut organik juga baik, kecuali terhadap pelarut hidrokarbon
yang mengandung chloride. Kelemahannya, LDPE tidak tahan terhadap
minyak dan lemak sehingga dapat menggembung pada perendaman yang
lama. Keuntungan yang terbesar dari LDPE adalah kemampuannya untuk
ditutup sehingga memberi tutup
yang rapat terhadap cairan (Buckle, 1985). Pada praktikum, LDPE
yang digunakan adalah LDPE yang rapat dan LDPE yang diberi lubang
dengan jarak tertentu. Sebagian besar sayuran tidak tahan
penyimpanan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, penyimpanannya
juga harus memperhatikan kondisi-kondisi seperti kelembaban harus
mencapai 95%, mengusahakan suhu dalam pendingin stabil, serta
menurunkan kepekaan gas ethylene di ruang penyimpanan
(Satifadjamila, 2007). Kondisi yang diperhatikan dalam praktikum
adalah suhu. Suhu yang memiliki kecenderungan merusak bahan
pertanian adalah suhu tinggi. Suhu tinggi dapat terjadi karena
penyinaran matahari yang kuat maupun karena respirasi di dalam
pengemasan atau penyimpanan yang tidak memiliki pertukaran udara.
Dengan suhu tinggi, sesayuran maupun bebuahan mengalami kelayuan
dan kehilangan kesegaran. Selain itu, suhu tinggi dapat menyebabkan
sayur mengalami pengkerutan dan pelunakan tekstur bahan. Akibat
lainnya adalah peningkatan kegiatan jasad renik yang dapat
menyebabkan pembusukan cepat. Sebaliknya, pada umumnya penyimpanan
suhu rendah dilakukan karena memiliki keuntungan yaitu terhindar
dari serangan kapan dan serangga, dapat mempertahankan kesegaran
sehingga kehilangan nutrisi dapat diperkecil, mutu organolpetik
dapat dipertahankan, daya kecambah biji dapat ditahan, dan tidak
memerlukan fumigasi. Dalam penyimpanan pada suhu rendah ini, yang
terpenting untuk diperhatikan adalah temperatur dan kelembaban
pengawetan untuk setiap jenis hasil pertanian berbedabeda. Jika
kurang dingin, hasil pertanian mungkin masih melakukan respirasi
dan hama yang tersisa mungkin masih dapat hidup, sedangkan jika
terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan struktur molekul hasil
pertanian akibat membekunya air dalam jumlah banyak sehingga
mengubah rasa dan kualitas. Pendinginan yang terlalu ekstrem juga
dapat menyebabkan penyusutan. Temperatur juga perlu dijaga agar
tidak berfluktuatif (Anonim, 2012).
Menurut Williams (1993), tanpa gudang dengan suhu cukup rendah
(tanpa lemari pendingin) bebuahan akan busuk jika tidak cepat
dimakan. Umur simpan bebuahan dapat diperpanjang dengan mempertahan
suhu rendah dalam tempat penyimpanan. Ini dapat mengurangi laju
proses fisiologi dan menyimpan hara. Kebanyakan buah tropika
memerlukan suhu 7-100C. Ini berarti bebuahan akan lebih baik
disimpan pada suhu rendah (suhu dingin) di dalam lemari pendingin
dibandingkan di suhu ruang. Faktor yang mempengaruhi juga adalah
penangan pra penyimpanan. Ini merupakan perlakuan yang diberikan
kepada komoditas yang akan disimpan sebelum dimulainya penyimpanan.
Perlakuannya adalah mengenai pencucian. Ini terkait dengan hygiene
bahan pangan untuk mencegah pertumbuhan sekunder. Pencucian yang
bersih dan teratur serta disenfeksi diperlukan untuk melepaskan
partikel yang menempel pada permukaan serta untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme (Buckle, 1985). Uji kedua adalah uji
perubahan warna. Warna sayuran dapat diukur menggunakan alat
colortec/colormeter. Pada alat akan diukur nilai a dan b dari warna
sayur setiap dua hari sekali selama satu minggu. Perubahan warna
dilihat dari perubahan oHue, yang dihitung dari tangen pangkat
minus satu dari hasi bagi b dan a. Selama penyimpanan, sayur dapat
mengalami perubahan warna . Uji ketiga adalah uji kekerasan. Uji
kekerasan diukur menggunakan alat penetrometer. Pengamatan
dilakukan setiap dua hari sekali selama satu minggu. Semakin tinggi
nilai dari penetrometer semakin lunak sayuran. Selama penyimpanan,
sayuran dapat menggalami perubahan kekerasan yang biasanya semakin
melunak. Uji keempat adalah uji pH juice. Nilai pH juice diamati
dengan menggunakan alat PH-meter pada sayuran yang telah
dihaluskan. Derajat keasaman sayuran dapat mengalami perubahan
selama masa penyimpanannya. Pengamatan pH juice hanya dilakukan
pada awal dan akhir pengamatan. Uji terakhir adalah uji sensori.
Uji sensori dilakukan dengan mengamati kondisi permukaan, bercak,
timbulnya lendir atau cairan, dan aroma/bau dari sayuran. Selama
penyimpanan, fisik dari sayuran juga dapat mengalami perubahan
karena proses biologisnya yang juga dipengaruhi oleh
lingkungan.
Terdapat beberapa buah-buah di Indonesia bersifat musim dan
konsentris ataupun menyebar, artinya adalah buah-buah di Indonesia
di produksi pada musim tertentu untuk jenis buah tertentu dan
produksinya tidak secara merata pada semua wilayah. Contohnya salak
pondoh yang hanya banyak diproduksi di daerah Jawa Tengah dan
Yogya. Maka dari itu diperlukan penyimpanan untuk dapat
memperpanjang masa panen atau masa simpan sehingga buah dapat
dinikmati sepanjang tahun dan diperlukan distribusi dan
transportasi yang mendukung agar penyebaran buah pun dapat
dilakukan untuk semua wilayah Indonesia. Hal tersebut merupakan
tujuan dari penyimpanan. Namun sifat buah yang sangat bergantung
pada kondisi penyimpanan membuat teknik penyimpanan yang cukup
sulit dan menimbulkan biaya yang sangat besar dan tidak sebanding
dengan harga penjualannya. Maka dari itu buah maupun sayur yang
memiliki karakteristik sama sulit mencapai tujuan penyimpanan dan
kita dapat melihat musim buah tertentu selalu berlaku di Indonesia.
Penyimpanan hanya ditujukan untuk membuat buah lebih awet
kondisinya untuk beberapa bulan. Pada praktikum kali ini untuk
pengujian mengenai kondisi penyimpanan serta penanganan pra
penympanan pada buah dilakukan uji susut bobot, perubahan warna,
kekerasan, kadar gula, pH jus, uji sensori, kadar vitamin C,
pertumbuhan mikroorganisme, dan tanda-tanda fisiologis yang diamati
setiap dua hari sekali untuk buah duku dan tiga hari sekali untuk
buah manggis. buah duku merupakan jenis buah non-klimaterik
sedangkan buah manggis merupakan jenis buah klimaterik. Jenis buah
klimaterik merupakan bebuahan yang proses pematangannya dapat
dilakukan hingga setelah pemanenan sedangkan buah non-klimaterik
merupakan jenis buah yang matangnya ketika dipanen atau tidak
terjadi proses pematangan ketika sudah dipanen atau selama
disimpan. Buah klimateerik dapat memanfaat gas etilen di dalam
buahnya ataupun memanfaatkan lingkungan sekitar yang memiliki gas
etilen, contohnya disimpan di dekat beras yang memiliki gas etilen.
Mutu buah yang menurun dapat diketahui dari susut bobot yang
terjadi. Bobot buah ditimbang setiap hari pengamatan dan pengujian
untuk menilai kualitas ukuran dari penampakan (visual) produk.
Susut bobot dihitung berdasarkan persentase penurunan beban awal
dan akhir. Uji susut bobot pada buah ni bertujjuan untuk
membandingkan selisijh bobot bahan sebelum penyimpanan dengan
sesudah penyimpanan. Penurunan berat buah dikarenakan kehilangan
air akibat respirasi dan transpirasi yang dilakukan oleh buah
sehingga proses ini pun mempengaruhi kondisi mutu buah selanjutnya.
Terutama pada suhu yang lebih tinggi maka laju respirasinya pun
tinggi. Suhu juga merupakan variabel dalam percobaan ini untuk
mengetahui pengaruh perbedaan suhu antara suhu ruang dengan suhu
rendah terhadap mutu buah. Penurunan mutu buah pun mempengaruhi
kondisi fisik, kimia dan biologi lainnya. Seperti perubahan warrna,
tanda-tanda fisiologis, aktivitas mikroba, kadar vitamin C,
kekerasan buah, serta pH. Perubahan warna yang diuji dengan alat
colortec colormeter yang dilakukan pada permukaan buah. Pada
umumnya semakin lama buah dipanen atau masa penyimpanannya warna
buah akan semakin gelap. Uji kekerasan dilakukan dengan alat
penetrometer yaitu berupa penusukan dari permukaaan buah hingga
menunjukkan skala dalam waktu yang ditentukan, pada perlakuan ini
menggunakan waktu 10 detik. Seiring dengan masa penyimpanannya
kekerasan buah akan berkurang akibat pematangan hingga aktivitas
mikroorganisme yang merusak struktur biologisnya yang dapat
menyebabkan buah menjadi lebih lunak dan busuk. Maka dari itu
pengamatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme tidak luput
dilakukan. Begitu pula tanda-tanda fisiologis dan sensori yang
diamati terhadap kondisi fisik buah dari awal penyimpanan hingga
akhir. Uji sensori yang dilakukan merupakan pegamatan secara visual
kondisi permukaan buah dan bau. Kondisi buah sebelum penyimpanan
pun relatif, tidak semuanya memiliki kondisi yang baik. Oleh karena
itu dilakukan pengamatan sejak awal untuk perbandingan kondisi buah
hingga masa akhir penyimpanan. Gula merupakan komponen utama dalam
zat padat terlarut sehingga jauh lebih mudah untuk mengukur TZT
cukup hanya mengukur kadar gula buah (Pantastico, 1997). Kadar gula
diuji dengan alat refraktometer dengan mengambil sari buahnya yang
kemudian diteteskan pada permukaan kaca dalam alat lalu diarahkan
ke cahaya dan skala yang ditunjukkan anatara warna terang dan gelap
dilihat. Kadar gula ini juga mempengaruhi cita rasa buah yang
terasa lebih manis hingga pahit. Perubahan cita rasa pada buah
disebabkan oleh bertambahnya gula-gula sederhana yang
menambah rasa manis, yang disebakan oleh perubahan zat pati,
berkurangnya asam organik dan zat-zat fenolik yang menyebabkan
kurangnya rasa sepat, serta bertambahnya zat-zat volatil yang
menyebabkan bau harum-nya buah masak (Apandi, 1984). Kemudian
pengujian kadar vitamin C pada buah yang dilakukan di awal dan
akhir penyimpanan untuk mengetahui perubahan kadar vitamin C yang
biasanya berkurang seiring mutu yang menurun. Gaman &
Sherrington (1994) menyatakan bahwa asam askorbat adalah vitamin
yang paling mudah rusak di antara semua vitamin yang ada. Asam
askorbat sangat larut dalam air dan mudah teroksidasi. Lebih
lanjut, Winarno (1990) mengemukakan bahwa oksidasi akan terhambat
bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada suhu rendah.
Pengukuran pH juga menjadi variabel untuk mengukur penurunan mutu
buah. Komoditi pertama yang akan dibahas adalah sawi, komoditi ini
disimpan dalam empat kondisi yang berbeda, yaitu pada suhu ruang
dengan pencucian menggunakan air mengalir, suhu ruang dengan
pencucian menggunakan detergen, suhu dingin dengan pencucian
mengggunakan air mengalir dan suhu dingin dengan pencucian
menggunakan detergen. Kemudian, komoditi tersebut dikemas dalam
tiga kemasan berbeda yaitu, HDPE perforated, LDPE dan LDPE
berubang. Berdasarkan hasil pengamatan, untuk susut bobot terbesar
dalam kemasan HDPE perforated adalah pada kondisi suhu ruang dengan
pencucian menggunakan detergen yaitu sebesar 11,93%, susut bobot
terbesar dalam kemasan LDPE adalah pada kondisi suhu ruang dengan
pencucian menggunakan detergen yaitu sebesar 1,18%, susut bobot
terbesar dalam kemasan LDPE berlubang adalah pada kondisi suhu
ruang dengan pencucian menggunakan detergen yaitu sebesar 18,13%.
Semakin besar nilai susut bobot, maka kondisi penyimpanannya
semakin tidak baik. Untuk perubahan warna tidak begitu terlihat
secara signifikan dalam setiap kondisi, namun pada umumnya dalam
ketiga kemasan tersebut, perubahan warna terbesar terjadi saat
kondisi suhu ruang dengan pencucian menggunakan detergen yaitu
sebesar 67,920H. Semakin rendah nilai derajat Hue, maka bahan akan
semakin pucat. Untuk uji kekerasan juga tidak begitu terlihat
secara signifikan dalam setiap kondisi, namun pada umumnya dalam
ketiga
kemasan tersebut, perubahan tingkat kekerasan terjadi pada
kondisi suhu ruang dengan pencucian menggunakan detergen. Untuk uji
pH, kondisi awal sebelum penyimpanan pH pada sawi adalah 7, pada
kondisi akhir penyimpanan hanya dapat terlihat pada kemasan LDPE
dan bahan dalam kemasan lain sudah membusuk. Perubahan pH yang
tejadi cukup signifikan adalah pada kondisi suhu ruang dengan
pencucian detergen sebsar 8,6. Hal ini tidak sesuai dengan
literatur, seharusnya bahan yang disimpan di lemari pendingin akan
lebih awet. Penyimpangan ini terjadi karena dalam lemari pendingin
bahan mudah terkontaminasi dengan bahan lain yang ada dalam satu
lemari pendingin. Untuk uji sensori, sawi cepat layu dan membusuk
pada kondisi suhu ruang dengan pencucian menggunakan detergen dan
ketika dikemas dengan LDPE berlubang. Hal ini disebabkan karena
laju respirasi tetap berjalan pada sawi karena disimpan pada suhu
ruang dan terdapat kontaminan dari detergen yang meyebabkan
pembusukkan. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka
kondisi penyimpanan sawi yang baik adalah pada suhu dingin dan
dengan pencucian menggunakan air mengalir dan dikemas dalam HDPE
perforatted karena pada penyimpanan dalam suhu dingin akan
memperlambat proses kimiawi yang dapat merusak bahan. Komoditi
selanjutnya yang akan dibahas adalah kacang panjang, komoditi ini
disimpan dalam empat kondisi yang berbeda, yaitu pada suhu ruang
dengan pencucian menggunakan air mengalir, suhu ruang dengan
pencucian menggunakan detergen, suhu dingin dengan pencucian
mengggunakan air mengalir dan suhu dingin dengan pencucian
menggunakan detergen. Kemudian, komoditi tersebut dikemas dalam
tiga kemasan berbeda yaitu, HDPE perforated, LDPE dan LDPE
berubang. Berdasarkan hasil pengamatan, untuk susut bobot terbesar
adalah pada penyimpanan di suhu ruang dengan pencucian menggunakan
detergen dan menggunakan kemasan LDPE, dapat dilihat dari
pengamatan kedua yang mencapai nilai 91,17%. Semua penyimpana pada
suhu ruang mengalami pembusukan lebih cepat dari pada penyimpanan
dengan suhu dingin. Semakin besar nilai susut bobot, maka kondisi
penyimpanannya semakin tidak baik.
Pada uji perubahan warna, tidak terlihat perubahan oHue yang
signifikan pada semua bahan. Derajat Hue berada dalam nilai sekitar
70. Semakin rendah nilai oHue, maka bahan akan semakin pucat. Pada
uji kekerasan, perubahan kekerasan terdapat pada perlakuan suhu
ruang terutama pada kemasan LDPE berlubang dengan pencucian air
mengalir. Selama penyimpanan kacang pancang menjadi semakin lunak.
Uji perubahan pH hanya dapat dilakukan pada perlakuan suhu dingin
karena perlakuan suhu ruang sudah mengalami pembusukan. Perubahan
pH untuk semua perlakuan kemasan dan pencucian pada suhu dingin
hampir sama, pH awal adalah 7 untuk semua perlakuan dan pH akhir
berkisar pada nilai 7,3. Untuk uji sensori, pada perlakuan suhu
ruang semua kacang panjang mengalami pembusukan dengan tahap warna
memucat lalu menjadi coklat dan membusuk. Pada penyimpanan di suhu
dingin, kacang panjang hanya mengerut. Pada masa penyimpanan kacang
panjang mengalami perubahan bau, menjadi tidak segar. Berdasarkan
hasil pengamatan yang diperoleh, maka kondisi penyimpanan kacang
yang baik adalah pada suhu dingin dan dengan pencucian menggunakan
air mengalir dan dikemas dalam LDPE berlubang karena pada
penyimpanan dalam suhu dingin akan memperlamabat proses kimiawi
yang dapat merusak bahan. Pada umumnya suhu penyimpanan
kacang-kacangan adalah kurang dari 4,4 oC. Kelembaban relatif dari
ruang penyimpanannya harus berkisar 65-75%. Pada kondisi ini bahan
dapat disimpan selama 8-12 hari dan dapat mempertahankan kualitas
terbaiknya. Kelembaban yang lebih rendah cenderung mengurangi kadar
air biji kacang, sedangkan kelembaban yang relatif tinggi akan
mempercepat pertumbuhan cendawan. Kerusakan sayuran atau
buah-buahan oleh bakteri secara umum ditandai oleh penampakan yang
berair dan berlendir. Walaupun beberapa pembusukan oleh jamur juga
menghasilkan penampakan yang lunak dan berair tetapi masih bisa
dibedakan dengan kerusakan oleh bakteri. Hal ini tampak dengan
adanya miselium dan karakteristik struktur sporanya. Bakteri
perusak yang paling umum adalah genus Erwinia. Kebanyakan spesies
Erwinia tumbuh baik pada suhu rendah dan beberapa
dapat tumbuh pada suhu 1 oC. Mikroorganisme ini dapat
memfermentasi gula dan alkohol pada sayuran yang tidak dimanfaatkan
oleh bakteri lain (Anonim. 2011). Komoditi selanjutnya yang akan
dibahas adalah buah duku, komoditi ini disimpan dalam empat kondisi
yang berbeda, yaitu pada suhu ruang dengan pencucian menggunakan
air mengalir, suhu ruang dengan pencucian menggunakan detergen,
suhu dingin dengan pencucian mengggunakan air mengalir dan suhu
dingin dengan pencucian menggunakan detergen. Kemudian, komoditi
tersebut dikemas dalam tiga kemasan berbeda yaitu, HDPE perforated,
LDPE dan LDPE berubang. Berdasarkan hasil pengamatan, untuk susut
bobot terbesar adalah pada penyimpanan di suhu ruang. Semua
penyimpana pada suhu ruang mengalami pembusukan lebih cepat dari
pada penyimpanan dengan suhu dingin. Namun pada pengamatan terakhir
semua duku sudah mengalami pembusukan kecuali duku dengan perlakuan
suhu dingin dengan kemasan LDPE berlubang. Pada uji perubahan
warna, tidak terlihat perubahan oHue yang signifikan pada semua
bahan. Derajat Hue berada dalam nilai sekitar 70. Semakin rendah
nilai oHue, maka bahan akan semakin pucat. Pada uji kekerasan,
selama penyimpanan duku menjadi semakin lunak. Uji kekerasan tidak
mendapat data dengan baik karena kebanyakan buah sudah mengalami
pembusukan. Duku yang belum busuk hanya pada perlakuan suhuh dingin
dengan kemasan LDPE berlubang. Pada uji kadar gula, duku mengalami
penurunan kadar gula selama penyimpanan. Penurunan kadar gula
signifikan pada perlakuan suhu ruang dengan pencucian air mengalir.
Uji perubahan pH tidak dapat dilakukan karena semua duku pada semua
perlakuan sudah mengalami pembusukan. Nilai pH awal duku adalah 6,6
untuk semua perlakuan. Untuk uji sensori, pada perlakuan suhu ruang
semua kacang panjang mengalami pembusukan dengan tahap warna
memucat dan timbul bercak hitam lalu menjadi ungu kehitaman. Pada
masa penyimpanan buah duku mengalami perubahan bau, menjadi tidak
segar. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka kondisi
penyimpanan duku yang baik adalah pada suhu dingin dan dengan
pencucian menggunakan air mengalir
dan dikemas dalam LDPE berlubang karena pada penyimpanan dalam
suhu dingin akan memperlamabat proses kimiawi yang dapat merusak
bahan. Duku merupakan buah yang sangat mudah rusak karena kulit
buahnya akan berubah menjadi coklat dalam 4 atau 5 hari setelah
dipanen. Buah dapat dibiarkan dipohonnya selama beberapa hari
menunggu sampai tandan-tandan lainnya juga matang, tetapi walau
masih berada dipohonnya buah-buah itu tetap berubah menjadi coklat
dan dalam waktu yang pendek tidak akan laku dijual di pasar.
Sehingga diperlukan adanya proses penyimpanan dalam kamar pendingin
dengan suhu 15C dan kelembaban nisbi 85-90% dapat memungkinkan buah
bertahan sampai 2 minggu, jika buah-buah itu direndam dulu dalam
larutan Benomil (Anonim, 2011). Buah duku mudah sekali mengalami
kerusakan yang tidak berbeda dengan buahbuahan lain pada umumnya.
Untuk mengatasi kemungkinan adanya kerusakan pada buah duku,
terutama kerusakan pada waktu perjalanan, maka buah duku itu harus
dikemas sedemikian rupa dengan menggunakan kemasan yang kuat. Jenis
kemasan yang paling baik untuk buah duku adalah peti kayu. Ukuran
kemasan jangan terlalu kecil atau besar, tetapi sebaiknya berukuran
lebih kurang 30 x 30 x 50 cm yang dapat memuat buah duku sekitar 20
kg per peti (Anonim. 2011). Komoditi keempat yang akan dibahas
adalah buah manggis. Pada praktikum ini buah manggis dikemas dengan
tiga cara sama halnya dengan komoditi di atas, yaitu dengan plastic
LDPE, HDPE perforated, dan LDPE berlubang. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui jenis kemasan apa yang terbaik untuk mengemas buah
tersebut. Kemudian perlakuan pra penyimpanan yaitu pencucian dengan
deterjen dan air mengalir serta kondisi di dua suhu yang berbeda
yaitu suhu ruang dan lemari es. Kondisi buah manggis secara
keseluruhan bermutu rendah yang ditunjukkan dengan adanya getah
dengan sepal buah menjadi tidak utuh dan terlihat pada permukaan
kulit keras. Getah kuning seringkali ditunjukkan sebagai bintik
kuning pada permukaan kulit buah sehingga mempengaruhi kualitas
buah khususnya penampakan buah. Keluarnya getah kuning pada buah
sebenarnya merupakan kelainan fisiologis yang dapat disebabkan oleh
hujan lebat yang teru-menerus, terik matahari, dan juga tungau
(Suyanti dan Setyadjit, 2007). Tanaman manggis memang merupakan
tanaman yang
mengandung getah (Hess, 1975 dalam Bawarsiati et al., 1993).
Getah merupakan hasil metabolisme sekunder yang merupakan bagian
dari terpenoid yang diproduksi dari glukosa yang merupakan hasil
fotosintesis. Munculnya getah terjadi secara independen dan ada
kecenderungan dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor lingkungan
secara ekstrim. Penanggulangan getah kuning pada buah manggis
dengan cara dibungkus tidak berpengaruh secara nyata terhadap
intensitas getah, Pembungkusan manggis sebelum bunga mekar hanya
berpengaruh terhadap persentasi daging buah yang bergetah.
Intensitas getah pada kulit buah manggis dipengaruhi oleh hujan,
suhu dan kelembaban udara ( Indriani et al. 2002). Susut bobot
merupakan salah satu variabel penurunan mutu. Susut bobot
diakibatkan oleh berkurangnya kandungan air akibat respirasi dan
transpirasi yang dilakukan buah selama penyimpanan. Hal tersebut
dapat mendorong terjadinya kerusakan lainnya. Persentase susut
bobot yang paling besar secara keseluruhan dari macam perlakuan pra
penyimpanan yaitu dicuci dengan air mengalir dan deterjen dialami
oleh buah manggis yang dikemas dengan pastik LDPE berlubang. Hal
ini disebabkan oleh plastic yang berlubang menyebabkan laju
respirasi yang lebih besar dari buah yang dikemas tertutup. Namun
dengan pengemasan yang berlubang ini buah di dalamnya lebih awet
yaitu tidak busuk dibanding buah yang dikemas tertutup. Dapat
dilihat dari aktivitas mikroorganisme dan tanda-tanda fisiologis
dan uji sensori dimana pada plastik LDPE berlubang secara
keseluruhan busuk pada pengamatan hari ke-4 sedangkan pada plastik
HDPE dan LDPE sudah membusuk mulai pengamatan hari ke-2 hingga
ke-3. Hal tersebut dapat dikarenakan konsentrasi karbondioksida
yang tinggi. Kondisi ruang penyimpanan yang kandungan
karbondioksidanya tinggi dapat mengalami kerusakan jaringan karena
terjadi metabolisme abnormal. Penimbunan asam suksinat dapat
merupakan racun bagi buah itu sendiri karena asam suksinat dapat
menyebabkan penurunan laju respirasi. Buahbuah menjadi beralkohol
dan berasa tidak enak apabila disimpan dalam udara yang tidak ada
oksigennya sama sekali. Perubahan warna jaringan menjadi kusam
disebabkan karena adanya perubahan kimiawi pada senyawa tannin (zat
penyamak) (Suyanti dan Setyadjit, 2007). Lalu bila ditinjau dari
cara penanganan pra
penyimpanan buah manggis yang dicuci dengan air mengalir
kondisinya lebih baik daripada yang dicuci dengan deterjen. Seperti
pada uji kekerasan pada manggis yang dicuci dengan deterjen lebih
cepat lunak (lembek) begitu pula aktivitas mikroorganismenya lebih
cepat karena lebih cepat busuk dari manggis yang dicuci dengan air
mengalir. Suhu yang dapat mempertahankan kualitas manggis secara
keseluruhan adalah penyimpanan di dalam kulkas. Pada kadar gula
manggis memiliki kadar gula yang tinggi pada plastik LDPE berlubang
suhu ruang dengan pencucian detergen. Kadar gula awalnya meningkat
hingga pada akhir pengamatan terjadi penurunan kadar gula yang
disebabkan pembusukan hingga menimbulkan rasa pahit. Perubahan
warna secara pada LDPE berlubang memiliki selisih yang kecil dari
warna awal lalu pada pencucian dengan detergen dan suhu lemari es
pun tidak cepat berubah. Namun pada perubahan warna ini data yang
ditunjukkan sebagian besar derajat Hue menurun dari kondisi awal,
yaitu dari 67.84H hingga mencapai 66H walaupun ada sebagian yang
meningkat seperti pada plastik LDPE pada pengamatan hari ke-3
mencapai nilai 68.5H. Padahal semakin rendah derajat Hue maka
semakin pucat warnanya. Sedangkan kondisi fisiologis menunjukkan
ketika buah manggis permukaan kulitnya berwarna hitam. Sebenarnya
hal ini dapat disebabkan warna pada buah yang tidak merata dan pada
saat uji colortec colormeter diarahkan pada bagian warna yang lebih
muda sehingga data yang didapatkan nilai derajat Hue lebih kecil.
Pada pengujian pH di akhir pengamatan buah manggis yang dikemas
dalam plastik LDPE berlubang dan HDPE belum busuk. Nilai pH
meningkat dari yang awalnya 6.1 menjadi sekitar 7 keatas dan yang
paling tinggi adalah pada kondisi plastik LDPE berlubang suhu
kulkas dan dicuci dengan deterjen yaitu 8.6. Untuk perhitungan
kadar vitamin C tidak dilakukan pada semua variabel dikarenakan
kondisi buah yang sudah busuk dan tidak bisa dipakai untuk
pengujian lagi. Dari semua variabel pengamatan dan data yang
didapat buah manggis lebih baik disimpan pada plastik LDPE
berlubang dengan suhu rendah dan pencucian dengan air mengalir yang
pencuciannya secara benar daam penghilangan kotoran karena kotoran
yang tertinggal dapat memengaruhi kondisi dalam buah. Dari
pengamatan aktivitas mikroorganisme pun pada suhu yang rendah dan
pencucian dengan air mengalir buah lebih awet.
Sementara untuk plastik LDPE yang berlubang pembusukan lebih
lama yaitu pada hari pengamatan ke-4 walaupun susut bobotnya lebih
cepat namun perubahan warna dan kekerasannya memiliki nilai yang
lebih kecil. Seperti pada literatur yaitu penanganan buah manggis
dapat dilakukan dengan pemilihan tingkat panen yang tepat,
pelilinan dan pengemasan manggis menggunakan plastik dengan lubang
pinprick (lubang jarum), pengaturan komposisi gas CO2 (10%) dan O2
(2%), penyimpanan pada suhu rendah (15oC) dapat menekan jumlah
kerusakan dan memperpanjang daya simpan buah sampai 5 minggu
(Suyanti dan Setyadjit, 2007).
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan Buah dan sayuran merupakan komoditi segar yang
umur simpannya tidak begitu lama dibandingkan dengan produk yang
disebabkan pada komoditi segar tersebut masih melakukan aktivitas
metabolismenya walaupun sudah dipanen seperti respirasi dan
transpirasi. Maka dari itu penanganan pasca panen dan teknik
penyimpanan sangat perlu diperhatikan agar dapat memperpanjang umur
simpannya. Factor-faktor dari penyimpanan sayur dan buah adalah
suhu, RH lingkungan penyimpanan, kebersihan tempat penyimpanan
maupun kemasannya dan komoditinya. Suhu dan RH sangat berpengaruh
terhadap kesegaran komoditi karena hal ini berhubungan dengan
metabolisme komoditi, enzim, serta aktivitas mikroorganisme yang
dapat merusak komoditi. Komoditi sayur dan buah pada umumnya akan
lebih baik disimpan pada suhu rendah. Penanganan pra penyimpanan
yang biasa dilakukan adalah pencucian agar komoditi sebelum
disimpan kondisinya bersih. Namun pada sayuran yang berbentuk daun
akan lebih baik untuk tidak dicuci dengan air karena kondisi yang
basah pada daunnya pembusukan akan cepat terjadi Lalu pengemasan
berperan untuk melindungi komoditi dari kotoran di
lingkungannya.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 4 komoditi buah dan sayur
(sawi hijau, kacang panjang, duku, manggis), 3 plastik (HDPE, LDPE,
LDPE berlubang) , dan 2 pencucian (air mengalir, deterjen), sawi
lebih baik disimpan pada HDPE perforated, suhu rendah, dan dicuci
dengan air mengalir, sedangkan untuk kacang panjang, duku, dan
manggis lebih baik disimpan di dalam plastic LDPE berlubang, suhu
rendah, dan dicuci dengan air mengalir. Pada keempat komoditi
tersebut kondisinya lebih baik dicuci dengan air mengalir,
sebenarnya pencucian deterjen biasa dilakukan untuk kulit buah yang
memiliki kotoran yang kuat namun dari hasil pengamatan kebanyakan
dicuci dengan detergen kondisinya tidak baik hal ini dapat
disebabkan pencucian yang tidak bersih yang masih meninggalkan
sabun. Pada kondisi penyimpanan kadar oksigen dan karbon dioksida
perlu diatur karena oksigen yang berlebih dapat meningkatkan laju
respirasi
sedangkan karbon dioksida yang berlebih dapat terjadi proses
fermentasi yang menyebabkan rasa asam dan pahit pada buah pada
umumnya.
B. Saran Untuk pengamatan mengenai penanganan dan penyimpanan
komoditi pertanian segar yang dilakukan diperlukan komoditi yang
kondisinya masih baik sebelum dilakukan pengamatan karena hal ini
akan memberikan parameter yang pas mengenai teknik penyimpanan mana
yang terbaik untuk komoditi tersebut. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Penyimpanan Sayuran.
http://distan.pemdadiy.go.id/index.php?option
=content&task=view&id=817&Itemid=2) (02 April 2012)
Anonim. 2011. Teknologi Tepat Guna Duku.
Http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=6) (12 April 2012) Anonim. 2012.
Lingkungan dan Bangunan Pertanian http://id.wikipedia.org/wiki/
Lingkungan dan_bangunan_pertanian/ [02 April 2012]
Apandi, Muchidin, 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Penerbit
Alumni, Bandung. Bawarsiati, T.Sudaryono dan Dzanuri.1993. Pengaruh
waktu rompes entries terhadap hasil perbanyakan sawo secara sambung
celah. Penel.Hort 5(3):1-5. Buckle, K.A. 1985. Ilmu pangan.
Jakarta: UI Press. Indriani.N.L.P, Lukitariati.S, Nurhadi dan M.
JawalA.2002. Studi kerusakan buah manggis akibat getah kuning.
J.Hort.12(4):276-283. Gaman P.M. and K. B. Sherrington., 1994. The
Science of Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and
Microbiology Second Edition. Penerjemah Murdjati, Sri Naruki, Agnes
Murdiati, Sardjono dalam Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Pantastico, 1989. Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah-buahan
dan Sayuran-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University
Press: Jogjakarta. Satifadjamila. 2007. Pengetahuan Bahan
Agroindustri. Yogyakarta: ANDI yogyakarta. Suharto, 1991. Teknologi
Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta: Jakarta. Suyanti danSetyadjit.
2007. Teknologi Penanganan Buah Manggis untuk
Mempertahankan Mutu Selama Penyimpanan. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Syarief R. dan A. Irawati.
1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri
Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa: Jakarta. Williams, C.N.
1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.