LAPORAN BAHASA INDONESIA STRUKTUR TEKS BIOGRAFI PANGSAR JENDERAL SOEDIRMAN OLEH CATUR DEWANTORO NISN : 9971632281 XI MIPA 2 / 11
LAPORAN BAHASA INDONESIA
STRUKTUR TEKS BIOGRAFI
PANGSAR JENDERAL
SOEDIRMAN
OLEH
CATUR DEWANTORO
NISN : 9971632281
XI MIPA 2 / 11
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 WONOSOBO
JL. JOGONEGORO KM.02 WONOSOBO 56314 TELP./FAX. (0286) 321155
2014
Judul Buku : Panglima Besar Tidak Pernah Sakit; [Biografi Pangsar Jenderal
Besar Soedirman]
Penulis : R. Eddy Soekamto
Penerbit : NARASI (Anggota Ikapi)
Tebal Buku : 18 x 26 cm
Jumlah Halaman : 176 halaman
Cetakan : Cetakan I, 2011.
Struktur Teks “Pangsar Jenderal Soedirman” :
Struktur
TeksKalimat dalam Teks
Letak
Halaman
Orientasi
Soedirman, dilahirkan di Desa Bantarbarang, Kecamatan
(Bodaskarangjati) Rembang Kabupaten Purbalingga, pada
tanggal 24 Januari 1916 putra dari R. Tjokrosoenarjo,
Asisten Wedana Onderdistrik Bodaskarangjati/Kecamatan
Rembang Kabupaten Purbalingga. Pendidikan Soedirman
adalah HIS (Sekolah Rakyat) dan melanjutkan di Taman
Dewasa, kemudian pindah ke perguruan kebangsaan MULO
(SMP) Wiworo Tomo, beliau menyelesaikan pendidikannya
pada tahun 1935 kemudian melanjutkan ke HIK (Sekolah
Guru) Muhammadiyah Solo, namun hanya satu tahun karena
Ayahandanya R.Tjokrosoenarjo wafat. Pada tahun 1935,
beliau kembali ke Cilacap dan menjadi Guru HIS (Sekolah
Rakyat) Muhammadiyah Cilacap.
9
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
1
Setelah ayahanda R. Tjokrosoenarjo pensiun dari jabatan
Asisten Wedana Bodaskarangjati/Rembang Kabupaten
Purbalingga, dari tempat tinggalnya di Desa Bantarbarang
berpndah ke Cilacap beserta keluarganya. Soedirman adalah
anak yang taat dan patuh kepada kedua orangtuanya, semua
wejangan yang diterimanya diresapi dalam kalbunya dan
berusaha untuk dapat mewujudkannya. Sehingga ia menjadi
orang yang disiplin, mengerti tata krama dan memiliki sopan
10 -13
santun. Paugeran/ketentuan mengenai tingkah laku seorang
begawan, membentuk kepribadian baginya, untuk menjadi
orang yang taat benar akan agama, berlaku adil dan jujur,
sabar dan menerima apa adanya.
Soedirman di sekolahkan ke HIS Gubernemen. Dalam
mengikuti mata pelajaran, anak ini termasuk orang yang
biasa dan tidak menonjol. Ketika naik ke kelas 6, ia tampak
kurang senang sekolah di HIS Gubernemen, dan ia ingin
pindah ke Perguruan Wiworo Tomo. Namun, keinginannya
tersebut dibatalkan oleh orang tuanya. Karena sudah tidak
dapat lagi tertahankan, Soedirman keluar dari sekolahnya
dan kemudian pindah ke Taman Siswa yang didirikan oleh
kakak beradik Soewandi-Soewondo. Namun, belum satu
tahun, sekolah taman siswa terpaksa bubar dan Soedirman
tidak diterima lagi di HIS Gubernemen. Kemalangannya itu
membawa hikmah terkabulnya keinginannya, yang
sebelumnya ingin masuk ke sekolah Wiworo Tomo.
Soedirman memperoleh pendidikan sebagai bekal hidupnya
di masyarakat dari ketiga macam lingkungan pendidikan,
yang selektif adalah: pendidikan keluarga, pendidikan
sekolah, dan pendidikan kepanduan. Soedirman merupakan
anak yang rajin dan baik hati, apabila Soedirman
mengerjakan sesuatu ataupun membantu orang lain, ia tidak
pernah menonjolkan diri, bahkan dalam mengutarakan
sesuatu tidak pernah menyinggung perasaan orang yang
berada di sekitarnya. Kedewasaan fisiknya lebi banyak
didahului oleh kedewasaan dalam sikap dan pikirannya,
yang terbentuk kepribadiannya di Cilacap dengan para tokoh
pergerakan nasional, yang beragama dan berpendidikan
barat tetapi tidak mau bekerja pada pemerintahan kolonial
Belanda.
Urutan Dengan bekal yang ada pada pemuda Soedirman, diluar 13 – 17
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
2
kehidupan keluarga dan sekolah, sebagai warga ia
memperoleh nama baik dari lingkungannya. Soedirman
mulai terjun sebagai anggota “Hizbul Wathon” yang artinya
“Cinta Tanah Air” dan menjabat sebagai pimpinan HW di
daerah Banyumas. Cara bergaul pemuda Soedirman, tidak
pernah menyinggung orang-orang yang berada di
sekelilingnya, baik kepada sebaya maupun yang lebih tua.
Karena itulah Soedirman senantiasa terpilih sebagai
pimpinan di mana pun ia memasuki organisasi. Terhadap
anak-anak yang lebih muda ia senantiasa bersikap menuntun
dan membinbing. Soedirman selalu dikerumuni oleh anak-
anak karena ceritanya sangat mengasyikkan bagi mereka,
dan dalam cerita tersebut senantiasa diakhiri dengan
pesannya, agat “jangan lupa bersembahyang”, “jangan suka
berbohong”, dan “senang membantu orang tua. Soedirman
adalah murid kesayangan dan kepercayaan guru Soewarjo
Tirtoesoepono.
Seperti pada umumnya pemuda masa itu, satu-satunya
cabang olahraga yang telah menjadi kegemaran rakyat
banyak, ialah sepak bola. Soedirman pun termasuk
penggemar sepak bola. Karena permainannya cukup baik,
terlebih ia sebagai bek termasuk pemain kelas A.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
3
Sementara itu bala tentara Jepang berhasil menduduki kota-
kota di pulau Jawa, Soedirman beserta keluarganya
mengungsi ke Maos, sedang adiknya didampingi ibunya di
Rawalo. Kecintaannya terhadap pendidikan, masyarakat dan
perjuangan, mendorong Soedirman untuk cepat-cepat
kembali ke Cilacap. Karena setelah mengetahui HIS
Muhammdiyah dibumihanguskan oleh serdadu Belanda,
pikiranya dan mengatur siasat susunan suatu rencana. Ia
tidak berdiam diri dan memberanikan diri datang ke oengusa
Jepang untuk meminta bangunan sekolahannya, yang telah
18 - 24
dihancurkan Belanda. Berkat usahanya tersebut Jepang
mengizinkan Soedirman untuk membuka sekolahnya
kembali. Ternyata dalam tempo beberapa waktu berselang,
Jepang tertarik dan menaruh kepercayaan kepada
Soedirman. Dengan Soedirman dipercayai oleh Jepang,
Soedirman memanfaatkan hal tersebut untuk membatu
penduduk yang dalam keadaan sulit dalam kehidupan sehari-
hari. Pengalaman Soedirman sebagai ketua Perbu dan
adanya kelebihan makanan, menyebabkan ia dipercaya
untuk mengawasi toko dalam melayani para prajurit Peta, di
kompleks Daidan Peta Cilacap. Mengingat oengatuh
Soedirman di masyarakat serta prestasi kerjanyam Jepang
mulai menaruh curiga sehingga ia harus diawasi. Guna
merealisasi tujuannya itu, akhirnya SAMBOO BEP PANG
(General Staff) memutuskan untuk memasukkan Soedirman
ke pendidikan Daidancho di Rensetai Bogor. Dalam
pemilihan calon-calon Daidancho, Soedirman terpilih
sebagai Komandan dan Soetirto sebagai wakilnya. Bahwa
Soedirman memahami tujuan pemerintah Jepang terhadap
dirinya, agar pihak Jepang dapat semaksimal mungkin
membatasi kegiatannya di dalam masayrakat. Setelah
mengikuti latihan kemiliteran Peta (Pembela Tanah Air)
angaktan II, Soedirman menjadi Daidancho (Komandan
Batalyon) dan ditempatkan di Kroya, Banyumas. Sampai
seberapa besar kewibawaan Soedirman terhadap pihak
Jepang dan para anggota Peta, tampak ketika mengatasi
pemberontakan Peta Gumilir, yang termasuk organik Daidan
Peta Cilacap yang dipimpin oleh Soetirto. Daidancho
Soedirman dinyatakan sebagai seorang perwira yang berhasil
mencegah pertumpahan darah, yang dapat merugikan anak
buahnya dengan perhitungan yang cermat, tepat dan cepat.
Urutan Perguruan Wiworo Tomo yang letaknya di Kauman Kota 24 - 36
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
4
Cilacap. Perguruan Wiworo Tomo didirikan pada tanggan 1
Mei 1923, arti dari Wiworo Tomo adalah “ Gapura Uta-ma”.
Menurut pendirinya yakni R. Soemoyo Yo Koesomo, bahwa
perguruan tersebut bermaksud menampung anak-anak bumi
putra, yang tidak sempat melanjutkan pendidikannya pada
sekolah Gubernemen. Dalam tahun 1923, MULO Wiworo
Tomo dibuka. Dalam lembaga pendidikan itulah, Soedirman
setelah dari Taman Dewasa pada perguruan Taman Siswa,
yang baru mengenyam pendidikan satu tahun telah ditutup
karena satu dan lain hal. Sehingga melanjutkan ke MULO
Wiworo Tomo, yang membesarkan dan mendidik menjadi
warga negara Indonesia. Meskipun Soedirman dalam usia
yang masih muda, tetapi berkat keprihatinan dan berkat
kedisiplinan pendidikan keluarga R. Tjokrosoenarjo,
membuat Soedirman pola pikirnya cepat menjadi dewasa.
Dalam pergaulan Soedirman dengan teman-temanya,
sungguh menarik orang melihatnya seorang murid MULO,
yna gmasih muda telah cakap membina kerukunan di
kalangan teman-teman sekolahnya. Menurut Soewarjo,
kendati pun Soedirman sebagai murid, tetapi ia telah
memiliki cara belajar tersendiri. Apabila sebagian terbesar
para murid MULO Wiworo Tomo, mengambil cara belajar
yang wajar di tempuh pada waktu itu, Soedirman tidaklah
demikian. Soedirman dalam belajar, tidak begitu terikat oleh
waktu dan batas-batas yang telah di tentukan oleh gurunya.
Ia senantiasa menggunakan waktu luang untuk mendalami
bahan-bahan pelajaran, yang menurut metode belum
waktunya untuk dipelajari oleh para murid pada kelas
bersangkutan, Oleh karena itu, pengetahuan Soedirman
berada di atas teman-temanya, hal tersebut bukan
dikarenakan kecerdasan Soedirman, melainkan berkat
ketekunannya mendalami pelajaran, yang seharusnya
memang belum diberikan oleh gurunya. Ada satu hal
kebiasaan Soedirman, ialah ia tertarik pada pekerjaan sosial
yang terjadi dilingkungannya. Jika ada yang meninggal,
kenduri ataupun pekerjaan yang sifatnya gotong royong, ia
senantiasa melibatkan diri turut serta mengambil bagian,
sesuai dengan kemampuannya sebagai seorang pemuda.
Soedirman yang sehari-hari dikenal sangat pendiam dan
mahal berbicara, tetapi pada saat tertentu hal itu dapat
menjadi sebaliknya. Teman sekelasnya terkadang dapat
dibuat tertawa terbahak-bahak akibat lelucon, yang
ditampilkan dalam percakapannya. Sifat periang yang
dimilikinya digunakan hanya pada waktu-waktu tertentu, di
kala ada seseorang membutuhkan kegembiraan. Sebagai,
murid Soedirman sangat menyukai cerita-cerita sejarah
kepahlawanan di masa lampau, baik dari cerita sejarah
nasional maupun cerita para nabi. Watak dan pembawaan
Soedirman sebagai pemimpin memang tampak tanda-
tandanya, sejak ia menepuh pendidikan di Wiworo Tomo,
dengan adanya kegiatan yang bersifat gotong royong dan
kemasyarakatan. Sebagai pemuda, ia telah digembleng oleh
perguruan Wiworo Tomo, baik fisik maupun mental dalam
mengahadapi masa depan, yang pada saat itu
diperjuangakan. Pada tahun 1934, Soedirman menamatkan
pendidikannya di MULO Wiworo Tomo.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
5
Sejak Soedirman sebagai siswa Wiworo Tomo, telah terlibat
tanda kepimimpinannya, bahwa anak yang menggemari
perkumpulan atau organisasi. Soedirman giat dalam kegiatan
organisasi kepanduan Hizbul Wathon, ia senantiasa
mengingat nasihat para gurunya di Wiworo Tomo, bahwa
seorang pandu tidak tergantung pada pakaian seragam atau
keterampilan dalam latihan. Namun pandu yang sebenarnya,
adalah setiap tunas muda yang cakap melaksanakan kegiatan
36-43
kebajikan pada sesama makhluk, serta bertingkah laku yang
dipandang baik oleh ajaran yang diyakininya. Meskipun
Soedirman seorang anak laki-laki, tetapi ia tidak segan
mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukan anak
perempuan, seperti mencuci piring, mencuci pakaian,
menyapu membersihkan kamar dan alat-alat rumah tangga
lainnya. Karena itu wajar sekali bila kedua orang tuanya
sayang kepadanya, ia adalah anak yang tahu membawa diri
dan mendalami hati orangtuanya, serta sikap menja pada
dirinya sama sekali tidak pernah tampak. Kepanduan Hizbul
Wathon bagi Soedirman, digunakan untuk terus melatih fisik
dan membina mental, dalam persiapan menghadapi hidup
kelak di kemudian harinya. Baginya masuk kepanduan HW
bukan untuk gagah-gagah atau aksi-aksian, melainkan ia
bertekad kepanduan tersebut, dapat melatihnya sebagai tunas
muda yang sedang berkembang. Terhadap sikap Soedirman
yang mengagumkan itu, para teman kepanduannya telah
membawanya kejenjang kedudukan, yang lebih tinggi di
kalangan Hizbul Wathon. Ia terpilih sebagai pimpinan HW
daerah Banyumas. Ketika Soedirman menjabat pimpinan
kepanduan HW daerah Banyumas, kegiatan dan kemajuan
HW di daerah tersebut semakin berkembang. Salah atu
keteladanan yang patut diketengahkan, betapa besar
kemusyawarah yang dimiliki Soedirman, telah tampak saat
ia memegang pimpinan Hizbul Wathon wilayah Banyumas.
Selama Soedirman giat di kepanduan HW, ia telah
memberikan teladan yang baik terhadap para calon
pemimpin HW, dan kegiatan Soedirman selanjutnya lebih
dicurahkan kepada sepak terjang, dan pertumbuhan pemuda
di lingkungan Muhammadiyah.
Urutan
peristiwa
Sekitar tahun 1935-1937, pemuda Soedirman sangat aktif di
lingkungan organisasi Pemuda Muhammadiyah. Meskipun
43 - 51
kehidupan
tokoh tahap
6
kegiatannya dicurahkan dalam oerganisasi tersebut, tetapi
perhatiannya terhadap perkembangan kepanduan Hizbul
Wathon tidak pernah dilepaskan. Ketika Soedirman memulai
kariernya pada organisasi Pemuda Muhammadiyah, ia
termasuk salah seorang anggota yang sangat tekun
mengikuti segala gerakan jalannya organisasi tersebut. Di
kemudian harinya Soedirman sangat memahami seluk beluk
mengenai agama Islam, yang sesungguhnya karena berkat
ketekunannya menghadiri setiap tablig, yang
diselenggarakan di daerah Cilacap. Namun bila melihat
sikap dan perilaku Soedirman di luar rumah, tentunya
kegiatannya dalam organisasi pemuda Muhammadiyah,
orang akan merasa tercengang. Orang yang pendiam dan
tidak banyak bicara itu terkadang dapat berlaku sebaliknya,
bisa ia berada di lingkungan pertemuan para pemuda, sering
jal yang tidak terduga muncul dengan tiba-tiba, seperti cara
percakapannya yang serius dan humor yang sehatm dapat
begitu saja lahir dari Soedirman. Nama Soedirman semakin
terkenal di kalangan masyarakat, tidak saja dalam
lingkungan Muhammadiyah, tetapi juga di luar organisasi
tersebut.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
7
Pada saat Soedirman aktif di kalangan Pemuda
Muhammdiyah, ia pun aktif sebagai guru di HIS
Muhammadiyah. Pekerjaannya sebagai guru didasarkan atas
kesadaran pribadi, serta rasa tanggung jawab atas pentingya
pendidikan bagi generasi anak bangsa, yang pada saat itu
menghadapi masa penuh kesulitan. Sebagai anak bangsa, ia
menyadari betapa pentinya arti pendidikan bagi suatu
bangsa, yang sedang berada dalam kungkungan kaum
penjajahan. Soedirman menyadari sepenuhnya, bahwa
kekurangan sebagai guru pada saat itu, mengetuk hati
nuraninya untuk mengatasinya, ia memberanikan diri
51 - 58
menempuh privates les kepada para gurunya di MULO
Wiworo Tomo. Berkat ketekunan dan ketabahannya dalam
waktu singkat, Soedirman telah menguasai seluruh teori dan
cara mengajar seorang guru, yang biasa dilakukan di HIS
pada zaman penjajahan Belanda. Sebagai Seorang guru,
Soedirman sangat menarik para muridnya, terutama daya
tariknya yang disebabkan kekayaan perbendaharaan yang
dimilikinya, khususnya dalam pengetahuan sosial dan
keagamaan. Sebagai seorang pendidik Soedirman telah
berhasil, dalam arti selaku pengajar di lingkuan pendidikan
rakyat bumi putra, yang peralatannya sebra minim sekali.
Mengenai pergaulan Soedriman dengan para guru lainnya di
HIS Muhammdiyah nampak sangat akrab, hal itu kiranya
tidak mengherankan bagi siapapun yang melihatnya. Karena
pada umumnya mereka mengetahui, bahwa Soedirman
adalah insan yang sangat supel dalam pergaulan hidupnya
dengan siapapun.Yang menarik dari Soedirman menurut
gurunya Kholil yaitu kejujuran Soedirman menyampaikan
semua peristiwa, yang terjadi dalam kelasnya. Sehingga guru
Kholis berkesimpulan, bahwa Soedirman adalah orang yang
senantiasa pandai menempatkan diri, di mana ia seharusnya
berdiri. Ketika diadakan pemilihan jabatan Kepala Sekolah
HIS Muhammdiyah, para guru sekolahan tersebut, telah
memilih Soedirman, untuk jabatan penting itu. Sikap,
perilaku dan tata cara pergaulan Soedirman sebagai kepada
sekolah dan ketika menjadi guru biasa, sama sekali tidak
berubah. Perubahan yang ada, ialah rasa tanggung jawab atas
kelancaran jalannya pendidikan, dan kegiatan para guru
dalam menjalankan tugasnya. Apabila dalam rapat yang
dipimpinya terdapat perbedaan pendapat pandangan antara
para guru yang hadir, persoalan tersebut kemudian
ditampungnya. Seluruh keputusan dan peratuan yang
dikeluarkannya, selalu berdasarkan hasil musyawarah dan
mufakat bersama. Kegiatan Soedirman, sebagai kepada
sekolah HIS Muhammdiyah telah memberikan bukti nyata,
bahwa pembawaan seseorang itu sedikit banyak telah
menjadikan persyaratan suksesnya suatu pekerjaan. Berkat
ketekunan dan keprihatinan serta keyakinan yang mendalam,
Soedirman telah berhasil membina HIS Muhammadiyah
sebagai suatu lebaga pendidikan nasional, yang bertujuan
menghasilkan para putra Indonesia, terdidik untuk
kebutuhan perjuangan di masa mendatang.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
8
Tahun 1936, Soedirman memasuki lembaran baru dalam
sejarah kehidupannya, ia menikah dengan gadis Siti Alfiah
R. Sastroatmodjo, seorang pedagang muslim yang
terpandang di Plasen, Cilacap. Adapun Siti Alfiah, adalah
teman Soedirman ketika sama-sama menempuh pendidikan
di Wiworo Tomo, Siti Alfiah di Tingkat HIS, sedangkan
Soedirman di tingkat MULO. Keduanya sama-sama aktif
dalam organisasi pemuda Muhammadiyah Cilacap, dalam
organisasi inilah “kisah kasih” kedua remaja bersemi dan
tumbuh menurut kodratnya. Akhirnya apa yang menjadi
buah bibir khalayak ramai pun menjadi mereda. Pernikahan
pemuda Soedirman dengan gadis Siti Alfiah, berlangsung
dengan sewajarnya di kediaman R. Sastroatmodjo. Pada
tahun 1937, lahirlah putra Soedirman yang pertama, dan
dengan lahirnya putra pertama itu, siapapun akan dapat
menduga betapa besar rasa haru hari Soedirman, sebagai
seorang ayah. Soedirman terkenal sebagai suami yang jarang
bicara, bila berbicara terbatas hanya pada persoalan yang
sangat perlu saja. Namun sebagai suami ia cakap menghibur,
bahkan terkadang justru hiburannya itulah yang sangat
mengesankan keadaan keluarganya. Kehidupan rumah
tangga Soedirman, nampak dengan jelas adanya pembagian
58 - 66
tugas antara istri dan suami, mengenai kesejahteraan rumah
tangga termasuk medidik akhlak anaknya, dipercayakan
sepenuhnya kepada kebijaksanaan san ibu. Namun hai itu
bukan berarti suami lepas tangan begitu saja, terhadap
permasalahan tersebut di atas, meskipun suami berfungsi
sebagai kepala rumah tangga, yang bertanggung jawab
sepenuhnya atas keselamtan hidup keluarganya. Kehidupan
rumah tangga Soedirman, diliputi kesederhanaan yang
harmonis dan nampak sekali suasana keluarga muslim.
Meskipun Soedirman dalam sejarah hidupnya menduduki
beberapa jabatan penting dalam masyarakat, tetapi
pergaulannya setiap hari selalu supel dan mengesankan.
Kurang lebih empat belas tahun, Soedirman membina rumah
tangga dengan gasid Siti Alfiah, dengan dikaruniai sembilan
keturunan yang dilahirkan. Banyak cerita suka duka rumah
tangga Soedirman, yang telah dilalui selama itu, dengan
kesederhanaan, keprihatinan serta tawakal kepada Allah
SWT. Telah menjadi ciri khusus rumah tangganya sebagai
seorang muslim, dalam membina rumah tangganya
bersamaan dengan tugasnya sebagai pembina bangsa, yang
perjuangannya menjaga keutuhan rumah tangganya, yang
dilakukan bersama perjuangannya dalam mencapai keutuhan
bangsa dan negara.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
9
Pada saat menjelang pecahnya Perang Dunia II dan terutama
pada saat berkobarnya Perang Pasifik, pemerintah kolonial
Belanda mulai menginsyafi pentingnya kekuatan bersenjata
untuk pertahanan rakyat. Bergerakah pasukan Jepang di
bawah pimpinan Laksamana Nogumo mendekati sasaranya,
melewati jalan utara antara Elauten dan Midway. Pemerintah
Hindia Belanda tidak banyak memberi kesempadan kepada
rakyat Indonesia, untuk mendapatkan kemampuan di bidang
kemiliteran. Soedirman sebagai Kepala Sektor LBD, aktif
66 - 72
memberikan penerangan kepada masyarakat, dan kepada
para anggota LBD diperintahkan supaya selalu
memperhatikan keselamatan rakyat, dan menunaikan tugas
sebaik-baiknya. Setiap 1 km dibangun pos penjagaan dengan
dilengkapi kentongan tanda bahaya yang dijaga oleh para
anggota LBD.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
10
Sikap pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang di
Indonesia, terutama setelah gerakan offensifnya mulai
kandas dalam pertempuran di Laut Karang, akibat serangan
balasan pasukan Sekutu. Maka Jepang mulai meningkatkan
kekuatan serang mereka dengan mengerahkan tenaga rakyat.
Mereka telah membangun sistem perbentengan dan
membangun saluran pertahanan di gunung-gunung, yang
digali dengan menggunakan tenaga romusha, untuk
melancarkan perang gerilya. Dalam usaha membentuk
pasuka inti pengerak rakyat pendudukan, Jepang
memanfaatkan hasrat yang meluap-luap dari pemimpin
pergerakan Indonesia, yang sejak jama penjajahan Belanda
mengehendaki adanya milisi, agar rakyat turut serta secara
aktif membela tanah airnya. Dengan pertimbangan tersebut,
pemerintah pendudukan Jepang mengadakan pembentukan
suatu tentara, yang akan mempertahankan daerahnya
masing-masing secara regional. Pembentukan pasukan Peta
(Pembela Tanah Air) di pulau Jawa, dimulai dengan melatih
para calon perwira, yang langkah percobaannya telah
dilakukan di Tanggerang, dan ternyata hasilnya sangat baik.
Soedirman selama menjadi Daidancho sangat terkenal
karena keberaniannya, menentang tindakan pelatih Jepang
yang melampaui batas, ia selalu bersikap membela bawahan
dari segala perlakuan sewenang-wenang oleh pihak Jepang.
Pada kalangan militer situasinya memuncak dalam peristiwa
pemberontakan Peta di Blitar, di bawah pimpinan
72 - 78
Shodancho Supriyadi, yang terjadi pada bulan February
1945. Pemberontakan tersebut dapat ditumpas ole pihak
Jepang, dan diakhiri dengan pengadilan tentara pendudukan
Jepang di Jakarta. Setelah pemberontakan dianggap dapat
diselesaikan, pihak Jepang semakin bertambah curiga
terhadap perwira Peta, yang pengaruhnya demikian besar
baik di kalangan masyarakat maupun terutama terhadap para
anggota bawahannya. Kecurigaan pihak Jepang terhadap
Daidancho Soedirman memang beralasan, dengan berdalih
akan diadakan latihan lanjutan yang akan diadakan pada
Rensetai Bogor. Pada saat diproklamasikan Kemerdekaan
Indonesia, para perwira Peta yang ditahan di Bogor telah
dapat membebaskan diri, di bawah Daidancho Soedirman.
Selama menjabat Daidancho, Soedirman mempunyai
kebiasaan setiap dua atau tiga hari dalam seminggu,
berkeliling ke setiap kampung dan singgah di setiap
kelurahan, hingga ia dikenal oleh para lurah. Sifat
kepemimpinannya sangat dirasakan oleh semua anak buah
dan masyarakat, adapun terhadap anak buah sering
memberikan nasihat dengan penuh kebapaan, di antara
nasihatnya ialah: “Seorang prajurit adalah manusia yang
sehat, dan sebagai manusia tentu banyak menghadapi
godaan. Godaan yang paling berta dihadapi seorang prajurit
adalah harta dan wanita, oleh karena itu, jagalah diri baik-
baik dari setiap godaan tersebut”.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
11
Di daerah Karesidenan Banyumas, pada masa kesusukan
bala tentara Jepang, terdapat 4 Daidan Peta, yaitu: Daidan I
di Cilacap, Daidan II di Sumpyuh, Daidan III di Kroya dan
Daidan IV di Banyumas. Pada bulan Juli 1945, Soedirman
sebagai Daidancho Peta Kroya, dipanggil penguasa bala
tentara Jepang untuk berkumpul di Rensetai Bogor. Setelah
Soedirman kembali ke Kroya, segera memanggil para
79 - 84
perwira beserta anggota Daidan III, dan memerintahkan
untuk menyusul ke Purwokerto. Delegasi dipimpin Residen
Mr. Iskak Tjokrohadisoerjo dan Soedirman, segera menuju
kediaman komoandan pasukan Jepang Soburo Tamura dan
Residen Iwashinge di maskas Kubutai guna
memeperundingankan soal senjata. Sebagaimana di setiap
daerah lain, di Banyumas pun BKR (Badan Keamanan
Rakyat) dibentuk berintikan para bekas Peta, dan struktur
BKR disusun sebagaimana susunan pasukan Peta. Memang
sejak Proklamasi Kemerdekaan Indoensia, BKR merupakan
potensi, yang paling aktif dalam gerakan pengambilalihan
kekuasaan dari tentara pendudukan Jepang. Pada 5 Oktober
1945, BKR diubah menjadi TKR (Tentara Keamanan
Rakyat), sehingga TKR di Banyumas telah dijadikan 2
Resimen, adapun Soedirman menjadi Komandan Resimen
TKR Purwokerto. Dalam menyusun organisasi TKR,
pemerintah telah menunjuk Oerip Soemoharjo, seorang
bekas Mayor KNIL, untuk menyusun organisasi TKR.
Soedirman telah ditunjuk menjadi Komandan Divisi
V/Purwokerto dengan pangkat Kolonel, sebagai Komandan
Divisi pada langkah permulaan. Pertama-tama ia
menertibkan susunan organisasi dan melengkapi personel
pimpinan selusuh Batalyon TKR Divisi V. Mempertebal
perasaan disiplin militer seluruh anggota serta memupuk
semangat juang, kesemuannya diarahkan kepada kesadaran
dan pengertian perjuangan, bahwa menjadi anggota tentara
Indonesia berarti merelakan diri, untuk mengabdi kepada
perjuangan bangsa da negara, karena TKR adalah tentara
perjuangan.
Urutan
peristiwa
kehidupan
Pembentukan TKR telah mendapat sambutan, yang sangat
besar dari masyarakat, baik oleh mereka yang sudah menjadi
anggota BKR, maupun badan-badan perjuangan bersenjata
84 - 91
tokoh tahap
12
lainnya, serta para pemuda yang masih belum pernah masuk
oerganisasi perjuangan. Proses acara pemilihan Kepala
Tertinggi TKR, cukup hangat dilakukan dengan sederhana,
tetapi penuh semangat dan tanggung jawab. Kolonel
Soedirman, yang terpilih menjadi Kepala Tertinggi TKR,
tampak terperanjat dan agak pucat, ia justru tidak menepuk
dada memerlihatkan kemenangannya tela terpilih menjadi
pimpinan TKR. Namun tampak menundukkan kepalannya
dalam-dalam, mungkin ia berdoa kepada Allah SWT, agar
diberi kekuatan lahir batin untuk memimpin TKR, yang
telah diamanahkan ke pundaknya. Pada 19 Oktober 1945,
pasukan Sekutu di bawah pimpinan enderal Bethel mendarat
di Semarang, yang saat itu kota Semarang sendiri sedang
penuh dengan pergolakan perebutan kekuasaan dan
persenjataan dari pihak Jepang. Perlawanan berlanjut dan
merupakan fase pertama dari Palagan Ambarawa, pihak
sekutu terdesak dan terjepit di Magelang. Sehingga meminta
bantuan pemerintah RI unutk campur tangan, mengatasi
keadaan dan keselamatan mereka. Akhirnya secara diam-
diam pada 21 November 1945 malam hari, pasukan Sekutu
mundur dari Magelang menuju Ambarawa, dan didesak terus
oleh pasukan TKR dan laskar-laskar perjuangan. Kehadiran
Kolonel Soedirman di Palagan Ambarawa segera
memberikan nafas baru yang segar, kepada gerakan-gerakan
pasukan di Palagan Ambarawa. Koordinasi dan konsolidasi
di antara pasukan-pasukan dan gerakan-gerakannya tampak
makin nyata, pengepungan ketat, penyusupan ke dalam kota
makin hebat dan pengahadangan lintas darat makin rapi.
Peranan unsur supply teritorial di dalam Palagan Ambarawa
ditupunn merupakan suatu kepahlawanan tersendiri, untuk
melayani makan para pejuangnya di beberapa tempat di
belakang medan pertempuran rakyat mendirikan dapur
makan. Kolonel Soedirman pada tanggal 18 Desember 1945
oleh Pemerintah RI sidahkan pengangkatannya menjadi
Panglima Besar TKR, beliau terpilih dalam Konferensi TKR
pertama pada 12 November 1945 di Yogyakarta. Yang
dihadiri oleh para Komandan Divisi dan Resimen TKR,
Komandemen Jawa dan Sumatera, serta diberi pangkat
Jenderal oleh Kepala Negara RI, Presiden Ir. Soekarno.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
13
Soedirman maupun Oerip Soemoharjo, menyadari benar
bahwa perjuangan menghendaki dipersatukannya seluruh
daya dan dana. Bahwa pembentukan Laskar Rakyat itu harus
segera dilaksanakan. Semuanya itu perlu diketahui oleh
pimpinan TKR, hingga sejauh mungkin dapat dicegah
timbulnya suatu usaha, yang menghambat perjuangan itu
sendiri. Soedirman menyadari sepenuhnya, bahwa tentara
tidak hanya mempertahankan alat teknis militer saja, tetapi
juga mempunyai kewajiban untuk mempertahankan ideologi
Negara. Tiga dasar “bangunan pikiran” telah diletakkan ileh
Soedirman, bahwa Tentara Indonesia adalah Tentara
Nasional, Tentara Indonesia adalah Tentara Pejuang, dan
Tentara Indonesia adalah Tentara Rakyat. Pada tanggal 24
January 1946, Dewan Menteri mengadakan sidangnya yang
dihadiri oleh para tokoh pimpinan TKR, khusus mengenai
masalah ketentaraan. Kemudian dikeluarkan Maklumat
mengenai perubahan nama dari Tentara Keselamatan Rakyat
menjadi “Tentara Republik Indonesia”, pada tanggal 25
January 1946. Untuk menyempurnakan koordinasi antara
Pucuk Pimpinan Tentara dengan para Laskar Rakyat,
Panglima Besar TRI telah mengangkat 7 orang tokoh
kelaskaran, untuk duduk dalam Dewan Penasihat Pucuk
Pimpinan Tentara. Antara Pucuk Pimpinan Negara dan
Pucuk Pimpinan Tentara tidak ada perselisihan, tidak ada
kesalahpahaman, tidak ada curiga mencurigai. Dengan
92 - 112
demikian, Jenderal Soedirman mengehendaki, agar setiap
pejuang Indonesia mempunyai jiwa gemblengan, yang hanya
bertindak untuk kepentingan nasional, bukannya untuk
kepentingan pribadi ataupun golongan. Rentang kendali
seluruh kekuatan pejuang bersenjata tetap tidak dapat
berjalan sebagaimana mestinya, yang selazimnya dalam
organisasi militer umumnya. Akhirnya pada tanggal 5 Mei
1947, Presiden memutuskan adanya Panitia Pembentukan
Organisasi Tentara Nasional Indonesia, yang diketuainya
sendiri dengan 3 orang wakil ketua termasuk di dalamnya
Panglima Besar Soedirman, dan 17 orang anggotanya. Tugas
pokok Panitia tersebut, adalah dalam waktu sesingkat-
singkatnya “mempersatukan Tentara Republik Indonesia dan
laskar-laskar menjadi satu organisasi tentara.” Panitia segera
melaksanakan tugasnya, dalam rapat pertamanya panitia
memutuskan untuk membentuk satu Tentara Nasional
Indonesia (TNI), sebagai satunya wadah agi para pejuang
bersenjata Republik Indonesia. Dengan demikian, secara
resmi di Indonesia hanya ada satu wadah, yang menampung
seluruh kekuatan pejuang bersenjata bangsa Indonesia yaitu
Tentara Nasional Indonesia.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
14
Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda menyampaikan nota
ultimatum kepada pemerintah Indonesia, yang harus dijawab
dalam waktu 14 hari. Menanggapi situasi yang semakin
memuncak, dua hari sebelum disampaikannya Nota Belanda
tersebut di atas, Panglima Besar Soedirman memerintahkan,
“agar seluruh prajurit kembali selekasnya ke tempat
kewajibannya masing-masing”. Seperti yang telah
diperkirakan oleh Panglima Besar Soedirman, pada tangggal
21 Juli 1947 jam 00.00 pasukan Belanda melancarkan
serangan umumnya. Tujuan pasukan Belanda, adalah
menguasai daerah-daerah pertanian dan pertambangan, yang
113 -
125
kaya di Jawa dan Sumatera, untuk menghimpit RI sampai
hancur. Atas tindakan Belanda tersebut, pada hari itu juga
Panglima Besar Soedirman, memberi komando lewat radio
menggunakan Kode Morse. “Ibu Pertiwi memanggil”.
Komando bergerak yang dikeluarkannya, ialah “Siaaap,
menuju jalan”. Maka bergeraklah seluruh kekuatan
bersenjata bangsa Indonesia. Pada saait itu, Pimpinan TNI
menggariskan sistem pertahanan linier untuk menghadapi
serangan Belanda, disertai perintah pembumi hangusan.
Namun ternyata, sistem ini tidak mampu menanggulangi
gelombang serangan serdadu Belanda, beberapa lubang
menganga di sepanjang garis pertahanan TNI. Telah
beberapa malam Jenderal Soedirman hampir tidak pernah
tidur, kesibukannya luar biasa tampak di Markas Besar
Tentara, dan di setiap kantor pemerintah serta militer
lainnya. Beberapa saat setelah perintah genjatan senjata
dikeluarkan, medan pertempuran menjadi sepi, semua pihak
berusaha mengendurkan urat syaraf dengan carannya
masing-masing. Akhir dari agresi militer Belanda yang
pertama, dengan ditanda tanganinya perundingan genjatan
senjata oleh kedua belah pihak di atas kepan perang Amerika
Serikat Renville. Dengan disaksikan oleh Komisi Tiga
Negara, antara lain Amerika Serikat, Belgia dan Australia,
yang di bawah pengawasan Dewan Keamanan PBB, yang
dikenal dengan Perjanjian Renville. Salah satu hasil
Perjanjian Renville, adalah adanya haris demokrasi (garis
Van Mook), membawa akibat tersendiri bagi Angkatan
Perang RI. Semua kesatuan TNI, yang berada di dalam
“garis Van Mook” harus meninggalkan daerahnya dan
memasuki daerah RI. Perasaann kesal mulai terlontarkan,
justru pada saat mereka mulai mengusai kembali keadaan,
mendadak diperintahkan meninggalkan daerah-daerahnya,
namun mereka harus tunduk, taat dan memegang teguh
disiplin, atas perintah Panglima Besar Soedirman. Semangat
mereka perlu dikobarkan, jangan sampai hijrah mereka
menurunkan semangatnya. Beliau menyadari semuanya itu,
adalah tetap menjadi tugasnya untuk memelihara kekuatan
TNI. Penyempurnaan Organisasi Angkatan Perang tetap sulit
dilaksanakan, tetapi telah dapat di atasi, konsepsi pokok
Jenderal Mayor Nasution diterima dengan beberapa
pembahasan. Gagasan pertahanan dan perlawanan semesta
terus diperjuangkan, melalui berbagai rintangan dan
hambatan dari dalam maupun luar, tetapi persiapan tetap
berjalan terus. Penyempurnaan organisasi berjalan terus,
Jenderal Soedirman berhasil menyusun kembali Markas
Besar dan pasukan-pasukan. Diperintahkan pula kepada para
pejabta dan penduduk, memutuskan hubungan sama sekali
dengan pihak musuh.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
15
Pada saat itu Panglima Besar Soedirman, sedang dalam
keadaan sakit. Suatu hari di bulan Oktober 1948, dr. Sim Ki
Ay dipanggil untuk memeriksa kesehatan beliau, di
rumahnya di Jalan Bintaran Wetan, sudah sejak lama beliau
menderita sakit pada paru-parunya. Dengan anjuran dokter
Jenderal Soedirman dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih
sejak 28 Oktober 1948, dalam situai sangat sulit tidaklah
mudah diperoleh obat saat itu. Namun untuk memperkuat
badan yang lemah itu, diberikan bermacam obat dengan
jalan diminum maupun melalui suntikan. Panglima Besar
Soedirman, meninggalkan rumah sakit pada tanggal 28
November 1948, yang dalam laporan medisnya dr. Sim Ki
Ay menyatakan, bahwa kesehatan beliau cukup memuaskan
saat meniggalkan RS. Panti Rapih.
125-128
Urutan
peristiwa
Mulai tanggal 17 Desember 1948, beliau kembali memegang
pucuk pimpinan Angakatan Perang RI. Pada tanggal 18
129-142
kehidupan
tokoh tahap
16
Desember 1948 jam 23.30, dr. Beel menyatakan, bahwa
Belanda tidak lagi terikat pada pasal-pasal Perjanjian
Renville. Tepat jam 00.00 tanggal 19 Desember 1948,
mesin-mesin perang Belanda meninggalkan garis awal,
menusuk posisi-posisi pertahana TNI. Meskipun Jenderal
Soedirman masih dalam kondisi sakit dan dalam perawatan
dokter. Soedirman berkemas menyiapkan segala sesuatunya
untuk memimpin Perang Gerilnya/Perang Rakyat Semesta.
Setelah diumumkannya hasil sidang darurat Kabinet dan BP.
KNIP, barulah Soedirman menjalankan Perang
Gerilya/Pernag Rakyat Semesta. Dari Kretek Pangsar.
Soedirman, mulai ditandu dengan kursi dari kantor
kecamatan Kretek yang dipasangi bambu untuk dipanggul,
serta menggunakan rakit yang dibuat terlebih dulu untuk
menyeberangi sungai Opak menuju ke Desa Grogol. Inilah
awal dari “Sang Patriot Pejuang Teladan Sejati”. Tanpa
pamrih yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara
di atas segala-galanya. Memulai pengembaraan panjanganya
memimpin perang gerilya/perang rakyat semesta dengan
tekad baja, semangat juang yang tinggi dan pantang
menyerah ....... Sang “Panglima Besar” Singa Medan Laga,
Jenreal lapangan tanpa pilih tanding sampai akhir masa
nanti.
Urutan
peristiwa
kehidupan
tokoh tahap
17
Setelah 7 bulan lamanya Panglima Besar Soedirman
memeimpin perang gerilya/perang rakyat semesta, beliau
kembali masuk Ibukota RI Yogyakarta dan sebelum
melakukan Inspeksi Parade Akbar di Alun-Alun Utara
Kraton Yogyakarta. Di serambi depan Gedung Negara
Yogyakarta, berdiri Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Moh. Hatta, dan para pejabat tinggi menyambut kedatangan
Panglima Besar Soedirman, bersama Komandan Pasukan
Pengawalnya Letkol. Beberapa hari kemudian Panglima
142-145
Besar dan keluarganya menempati rumah jalan Widoro.
Namun tidak lama, beliau segera masuk RS. Panti Rapih
untuk kedua kalinya, kesehatannya membutuhkan perawatan
khusus. Panglima Besar harus istirahat penuh, tetapi beliau
tidak melepaskan tanggung jawabnya, kepada Kolonel TB.
Simatupang dan pawa perwira lainnnya, yang menjenguk
selalu dipesankannya untuk memelihara identitas TNI.
Laporan Dokter pribadinya tentang sakinya Pangsar
Soedirman, lebih kurang satu setengah tahun dari sebelum
perang bergerilya, selama bergerilya dan sesudah bergerilya.
Dalam tubuh yang lemah tersembunyi tekad baja dan
kekuatan, yang mampu mengatasi segala halang rintang dan
penderitaan. Namun akhirnya raga yang lemah tak mampu
lagi menyangga jiwanya yang besar, dan ota Magelang
menjadi tempat terakhir hidupnya. Magelang 29 Januari
1950, di senja hari sehabis Maghrib, awan mendung
menyelimuti angkasa Bumi Pertiwi, karena sekitar jam 18.30
di kota Tidar/Magelang, Panglima Besar Soedirman telah
kembali keharibaan-Nya dengan tenang di sisi keluarganya
tercinta. Kemudian Sri Sultan Hamengkubuwono IX,
melalui radio mengucapkan dika cita, serta menaikkan
pangkat Panglima Besar Soedirman menjadi Jenderal penuh.
Hari berkabungya ditetapkan selama satu minggu, setelah
disemayamkan jenazahnya di Masjid Besar Yogyakarta
dengan diimami oleh Penghulu Kraton KRT.
Kamaludiningrat. Peti jenazah diselubungi Sang Saka Merah
Putih, untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kusumanegara Semaki Yogyakarta pada tanggal 30 January
1950 sore hari.